Jumat, 15 Maret 2013

Your Daily digest for Cerita Seks Bokep Dewasa

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Cerita Seks Bokep Dewasa
Cerita Sex - Gara-gara Mencukur Bulu Kemaluan
Mar 15th 2013, 13:13


Untuk membentuk agar bulu kemaluanku tumbuh dengan rapih, suatu hari timbul niat isengku untuk mencukur total. Kusiapkan alat-alat dahulu sebelum kumulai aksinya. Mulai dari gunting, kaca cermin, lampu duduk, dan koran bekas untuk alas agar bekas cukuran tidak berantakan kemana-mana. Kupasang cermin seukuran buku tulis tepat di depan kemaluanku untuk melihat bagian bawah yang tidak terlihat secara langsung. Tidak lupa pula kunyalakan lampu duduk di antara selangkanganku. Kumulai pelan-pelan, kugerakkan pisau cukur dari atas ke bawah.

Baru mulai aku menggoreskan pisau cukur itu, aku dengar suara langkah masuk ke kamarku, segera aku lihat bayangan di kaca buffet, tidak jelas benar, tapi aku bisa menebaknya bahwa dia adalah si Eni, kemenakan dari ibu kost.

Aku bingung juga, mau membereskan perangkat ini terlalu repot, tidak sempat. Memang aku melakukan kesalahan fatal, aku lupa mengunci pintu depan ketika kumulai kegiatan ini. Akhirnya dalam hitungan detik muncul juga wajah si Eni ke dalam kamarku. Dalam waktu yang singkat itu, aku sempat meraih celana dalamku untuk menutupi kemaluanku. Sambil meringis berbasa-basi sekenanya.
"He.. he.. ada apa En..?" sapaku gelagapan.
"Eh, Mas Adi lagi ngapain..?" kata Eni yang nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.

Si Eni memang akrab dengan saya, dia sering minta bimbingan dalam hal pelajaran di sekolahnya. Khususnya pada mata pelajaran matematika yang memang menjadi kegemaranku. Eni sendiri masih sekolah di SMU. Berkata jorok memang sering kami saling lakukan tetapi hanya sebatas bicara saja. Apalagi Eni juga menanggapinya, dengan perkataan yang tidak kalah joroknya. Tapi hanya sebatas itulah.

Kembali pada adegan tadi, dimana aku tengah kehabisan akal menanggapi kehadirannya yang memergokiku sedang mencukur bulu kemaluan. Akhirnya kubuka juga kekakuan ini.
"Enggak apa-apa En, biasa.. kegiatan rutin."
"Apaan sih..?"
"Eni sudah berusia 17 tahun belum..?"
"Emangnya kenapa kalau udah..?" kata Eni masih berdiri dengan canggung sambil terus menatapku dengan serius.
"Gini En, aku khan lagi nyukur ini nih, aku minta tolong kamu bantuin aku. Soalnya di bagian ini susah nyukur sendiri.." kataku sambil kuulurkan pisau cukur padanya.
"Mas Adi, ih..!" tapi ia terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.
Aku angkat celana yang tadi hanya kututupkan di atas kemaluanku.

"Eni tutup dulu pintunya yach Mas..?"
Dia menutup pintu depan dan pintu kamar. Sebenarnya masih ada pintu belakang yang langsung menuju ke dapur rumah induk. Namun pada jam segini aku yakin bahwa tidak ada orang di dalam. Selesai Eni menutup pintu, dia agak kaget melihat kemaluanku terbuka, sambil menutup mulutnya ia meminta agar aku menutupnya.
"Tutup itunya dong..!" katanya dengan manja.
Aku katupkan kedua pahaku, batang kemaluanku aku selipkan di antaranya, sehingga tidak terlihat dari atas, sedangkan bulunya terlihat dengan jelas.
"Nah begini khan nggak terlihat.." kataku, dan Eni nampaknya setuju juga.

Eni ragu-ragu untuk melakukannya, namun segera aku yakinkan.
"Nggak apa-apa En, kamu khan sudah 17 tahun, berarti sudah bukan anak-anak lagi, lagian khan cuman bulu, kamu juga punya khan, udah nggak apa-apa. Nanti kalau aku sakit, aku bilang deh.."
"Bukannya apa-apa, aku geli hi.. hi.." sambil cekikikan.
Dengan super hati-hati dia gerakkan juga pisau cukur mulai menghabisi bulu-bulu kemaluanku. Karena terlalu hati-hatinya maka ia harus melakukannya dengan berulang-ulang untuk satu bagian saja.

Sentuhan-sentuhan kecil tangannya di pahaku mulai menimbulkan getaran yang tidak bisa kusembunyikan. Dan ini membuat kemaluanku semakin tegang, tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan siksaan tersendiri. Dengan posisi tegang dan tercepit di antara pahaku menjadikan kemaluanku semakin pegal. Sampai akhirnya tidak bisa kutahan, kukendorkan jepitan kedua pahaku, sehingga dengan cepat meluncurlah sebuah tongkat panjang dan keras mengacung ke atas menyentuh tangan Eni yang masih sibuk mempermainkan pisau cukurnya.

Begitu tersentuh tangannya oleh benda kenyal panas kemaluanku, dia kaget dan hampir berteriak.
"Oh, apa ini Mas..? Kok dilepas..?" katanya gugup ketika menyadari bahwa batang kemaluanku lepas dari jepitan dan mengarah ke atas.
"Iya En. Habis nggak tahan. Nggak apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu.."
"Mas Adi sengaja ya..?"
"Suer.., ini cuma normal."

Eni masih memperhatikan kemaluanku yang sudah besar dan kencang dengan wajah yang sulit digambarkan. Antara takut dan ingin tahu. Lalu dia raih kain yang ada di dekatku untuk menutupinya.
"Kenapa ditutup En..?"
"Aku takut, abis punya Mas Adi besar banget.""Emangnya Eni belum pernah melihat kemaluan laki-laki..?" tanya saya.
Eni diam saja, tapi digelengkan kepalanya dengan lemah.
"Ayo deh diteruskan," bisikku.
Kali ini Eni menjadi super hati-hati mencukurnya. Mungkin takut tersentuh kemaluanku. Sedangkan aku sangat ingin tersentuh olehnya. Tapi aku khawatir dia semakin takut saja. Akhirnya kubiarkan saja dia menyelesaikan tugasnya dengan caranya sendiri.

Akhirnya harapanku sebagian terkabul juga. Ketika Eni mulai mencukur bulu bagian samping kemaluanku, mau tidak mau dia harus menyingkirkan kemaluanku.
"Maaf ya Mas..!" dengan tangan kirinya ia mendorong kemaluanku yang masih tertutup kain bagian atasnya ke arah kiri, sehingga bagian kanannya agak leluasa. Untuk lebih membuka areal ini, aku rebahkan tubuhku dan kubentangkan sebelah kakiku.

Eni dengan sabar memainkan pisau cukurnya membersihkan bulu-bulu yang menempel di sekitar kemaluanku, nafasnya mulai memburu, dan kutebak saja bahwa dia juga sedang horny. Walaupun masih dengan ragu-ragu dia tetap memegang kemaluanku. Didorong ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah. Aku hanya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tanpa kusadari kain penutup kepala kemaluanku sudah tersingkap, dan ini nampaknya dibiarkan saja oleh Eni, yang sekali-kali melirik juga ke arah kepala kemaluanku yang mulus dan besar itu.

Lama-kalamaan, Eni semakin terbiasa dengan benda menakjubkan itu. Dengan berani, akhirnya dia singkapkan kain yang menutup sebagian kemaluanku itu. Dengan terbuka begitu, maka dengan lebih leluasa dia dapat menyantap pemandangan yang jarang terjadi ini. Aku diam saja, karena aku sangat menyukainya serta bangga mendapat kesempatkan untuk mempertontonkan batang kemaluanku yang lumayan besar.

"Udah bersih Mas.."
Kulihat kamaluanku sudah pelontos, gundul. Wah, jelek juga tanpa bulu, pikirku.
"Di bawah bijinya udah belum En..?" aku pura-pura tidak tahu bahwa di daerah itu jarang ada bulu.
Lalu dengan hati-hati ia sigkapkan kedua bijiku ke atas. Uh, rasanya enak sekali.
"Udah bersih juga Mas.." ia mengulanginya.
Katanya datar saja. Menandakan bahwa hatinya sedang ada kecamuk. Aku tarik lengannya, dan dengan sengaja kusenggol payudaranya, dan kukecup keningnya.
"Terima kasih ya En..!"

Tanpa kusadari, sejak dia memberanikan diri mencukur bulu kemaluanku tadi, buah dadanya yang berukuran sedang terus menempel pada dengkulku. Begitu kukecup keningnya, dia diam saja, mematung sambil menundukkan mukanya. Lalu kuangkat dagunya dan kucium bibirnya, kupeluk sepuas-puasnya. Keremas paudaranya dan nafasnya makin memburu. Aku raih kemaluannya tapi dia diam saja, kuselipnkan satu jarinya dari sela-sela celana dalamnya. Wah, ternyata sudah basah bukan main. Namun Eni segera terkejut, dan melepaskan diri dariku. Disun pipiku, dan dia segera lari ke rumah induk lewat pintu belakang.

Aku benar-benar puas, kupandangi tampang kemaluan gundulku yang masih tegak.
"Suatu saat nanti engkau akan mendapat bagiannya.." kataku dalam hati.

Sejak peristiwa itu, kami memang tidak pernah bertemu dua mata dalam suasana yang sepi. Selalu saja ada orang lain yang hilir mudik di kamarku. Sampai akhirnya liburan datang dan kami semua masing-masing pulang kampung untuk beberapa waktu. Liburan sekolah sudah selesai, Eni sudah datang lagi setelah berlibur ke rumah orang tuanya di Tabanan, Bali. Begitu juga aku yang datang sebelum masa kuliahku dimulai.

Waktu itu hujan deras. Eni masih berada di kamarku (suasananya sepi karena tidak ada orang sama sekali, termasuk di rumah induk) untuk minta bimbingan atas pelajarannya. Begitu selesai, Eni menyandarkan tubuhnya ke dadaku sambil berkata.
"Mas, itunya sudah tumbuh lagi belum..? Hi.. hi.." sambilnya ketawa cekikikan.
"Oh, itu..? Lihat aja sendiri." sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan kemaluanku yang masih lunglai menggantung.
"Mas Adi ih, ngawur.." katanya.
Tapi walaupun demikian, ia santap juga pemandangan itu sambil menyibakkan sebagian T-Shirt-ku yang menutupi daerah itu. Bulu-bulu yang sudah rapih memenuhi lagi sekitar kemaluanku, segera terlihat dengan jelas.

"Nah, begitu khan lebih oke.." katanya.
"Aku kapok En, nggak mau nyukur plontos lagi."
"Kenapa Mas..?"
"Waktu mau numbuh. Bulunya tajam-tajam dan itu menusuk batangku."
"Habis Mas Adi sukanya macem-macem sih..!" sambil terus memandang kemaluanku yang masih tergantung lunglai, "Mas, kok itunya lemes sih..?"
"Iya En, sebentar juga gede, asal diusap-usap biar seneng."
"Ah Mas Adi sih senengnya enak terus."
Walaupun berkata seperti itu, mau juga Eni mulai memegang kemaluanku dan digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri. Membuat batang kemaluanku semakin besar, keras dan mengacung ke atas. Eni makin menyandarkan kepalanya ke dadaku. Dan langsung saja saya peluk dia, sedemikian rupa hingga payudaranya tesentuh tangan kiriku. Rupanya Eni tidak pakai BH, sehingga kekenyalan payudaranya langsung terasa olehku. Kupermainkan payudaranya, aku pencet, menjadikan Eni terdiam seribu bahasa tetapi nafasnya semakin cepat. Demikian pula Eni dengan hati-hati memainkan kemaluanku, masih terus dibolak-balik, ke kanan dan ke kiri.

Aku cium bibir Eni, dan dia menanggapinya dengan tidak kalah agresifnya. Barangkali inilah suatu yang ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya, dan payudaranya yang masih kencang dan mulus dengan putingnya yang kecil berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tidak tahan, aku langsung menciuminya. Hal ini menjadikan Eni semakin menggeliatkan tubuhnya, tandanya dia merasa nikmat. Aku ikuti dia ketika dia mambaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku hisap-hisap puting payudaranya, sementara rok dan celananya kupelorotkan. Eni setuju saja, hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya pantat untuk memudahkanku melepaskan pakaian yang tersisa.

Begitu pakaian bagian bawah terlepas, segera tersembul bukit mungil di antara selangkangannya, rambutnya masih jarang, nyaris tidak kelihatan. Sekilas hanya terlihat lipatan kecil di bagian bawahnya. Pemandangan ini sungguh membuat nafsuku semakin memuncak. Begitu kuraba bagian itu, terasa lembut. Makin dalam lagi barulah terasa bahwa dia sudah banyak berair. Eni masih merem-melek, tangannya tidak mau lepas dari kemaluanku. Begitu pula ketika kulepas pakaianku. Tangan Eni tidak mau lepas dari alat vitalku yang semakin keras saja.

Begitu aku sudah dalam keadaan bugil, aku kembali mempermainkan kemaluannya, ketika jari tengahku mau memasuki vaginanya yang sudah banjir itu. Pinggulnya digoyangkannya tanda mengelak, aku hampir putus asa.
Tetapi kudengar suara manjanya, "Jangan pakai tangan Mas. Pakai itu saja." sambil menarik-narik alat vitalku ke arah vaginanya.

Aku segera mengambil posisi. Tangan lembutnya membimbingnya untuk memasuki arah yang tepat. Kugosok-gosokkan sebentar di bibir vaginanya yang berlendir itu. Rasanya nikmat sekali. Setelah kurasa tepat berada di ambang lubangnya, aku dorong sedikit, agar bisa memasukinya. Tapi nampaknya tidak mau masuk. Aku coba sekali lagi, tidak mau masuk juga.
"Kamu masih perawan En..?" akhirnya aku tanya dia.
Diantara jelita dan wajahnya yang sudah seperti tidak sadar itu, aku lihat kepalanya menggeleng dan itu adalah suatu jawaban.

Usaha menembus lubang kenikmatan itu aku tunda dulu. Operasiku berpindah dengan memagut-magut seluruh tubuhnya. Eni semakin terengah-engah menerima perlakuanku. Erangan-erangan yang terkesan liar semakin membuatku bernafsu. Aku kecup putingnya, perutnya, dan pahanya. Ketika aku mengecup pahanya, sepintas aku lihat vaginanya menganga, semburat warna merah tua yang licin sungguh menarik perhatianku. Jilatanku makin dekat ke arah vaginanya. Begitu lidahku menyentuh bibir kemaluannya, Eni berteriak kelojotan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku semakin bersemangat menjilatinya.

Setelah kurasa jenuh, dan kehabisan variasi menjilati vaginanya. Kembali kuarahkan kemaluanku ke arah barang yang paling dilindungi wanita ini. Kembali tangan Eni membimbing kemaluanku. Setelah tepat di depan gerbang kenikmatan, aku dorong sedikit.
"Bless.."
Kepala kemaluanku bisa masuk sedikit, Eni meringis, tapi terus menekan bokongku. Maksudnya, jelas agar aku masuk lebih banyak lagi. Aku dorong lagi, tetapi lubangya terlalu sempit. Walaupun hanya kepala saja yang masuk, tetapi aku berusaha memaju-mundurkan, agar gesekan yang nekmat itu terasa. Setelah beberapa kali aku memaju-mundurkan, sekali lagi aku dorong lebih dalam lagi. Berhasil..! Kini kemaluanku sudah sepertiga berada di dalamnya. Aku berusaha sabar, aku gerakkan maju mundur lagi. Setelah beberapa kali, aku mendorong lagi. Begitulah kulakukan berulang-ulang sampai semua kemaluanku tertelan dalam remasan vaginanya. Kudiamkan untuk sesaat di dalam, kurasakan denyutan-denyutan yang sangat nikmat yang membuat seluruh tubuhku mengejang. Kugerakkan lagi bokongku dengan arah maju-mundur. Tanpa kusangka, Eni menjerit sambil mengejang.

"Terus Mas.. terus Mas.. aku sampaaii.. ouh.. ouh.." jeritan itu lumayan keras.
Aku segera tutup mulutnya dengan bibirku. Bersamaan dengan itu, kemaluanku terasa diremas-remas. Ujung kemaluanku seakan menyentuh dinding yang membuatku merasa geli bukan main. Akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan spermaku ke dalam liang kewanitaannya. Beberapa semprotan agaknya semakin menjadikan Eni semakin liar dan semakin meregangkan tubuhnya. Kami orgasme bersama-sama, dan itu sangat meletihkan. Dan aku tidak ingin cepat-cepat melupakan fantasi yang hebat itu. Kami tertidur untuk beberapa waktu.

Begitu aku bangun, rupanya Eni sudah tidak ada. Yang ada hanyalah secarik kertas menutupi kemaluanku dengan tulisan, "YOU ARE THE GREAT".

Sejak saat itu, kami selalu melakukannya secara rutin dua minggu sekali, paling lama sebulan sekali. Namun tidak melakukan di rumah tetapi kubawa ke hotel di luar kota secara berganti-ganti yang kemungkinan kecil untuk diketahui oleh orang yang kami kenal. Sampai akhirnya, kami berpisah. Aku lulus dan diterima kerja di luar kota. Eni kuliah di kota yang jauh sekali dari tempatku berada. Kalau ia membaca tulisan ini, maka ia akan bersyukur karena namanya sudah aku samarkan. Sekedar untuk mengingatkan saja ketika kami begituan, kemaluannya kujuluki TEMBEM. Dan ia menyebut kemaluanku dengan julukan TOLE


       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Puas Setelah Gangbang amoy
Mar 15th 2013, 13:11


Namaku Eliza. Cerita ini terjadi saat usiaku masih 17 tahun. Waktu itu, aku duduk di kelas 2 SMA swasta yang amat terkenal di Surabaya. Aku seorang Chinese, tinggi 157 cm, berat 45 kg, rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan tubuhku sangat ideal. Namun karena inilah aku mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember. Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke 17 ini, dimana aku akhirnya mendapatkan SIM karena sudah cukup umur, maka aku ke sekolah dengan mengendarai mobilku sendiri, mobil hadiah ultahku. Sepulang sekolah, jam menunjukkan waktu 18:30 (aku sekolah siang, jadi pulangnya begitu malam), aku merasa perutku sakit, jadi aku ke WC dulu. Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan sopir yang menungguku. Tapi yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus bolak balik ke wc sampai 5 kali, mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk mampir ke UKS sebentar dan mencari minyak putih. Sebuah keputusan fatal yang harus kubayar dengan kesucianku.

Aku masuk ke ruang UKS, menyalakan lampunya dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu mencari cari minyak putih di kotak obat. Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit perutku. Aku amat terkejut ketika tiba tiba tukang sapu di sekolahku yang bernama Hadi membuka pintu ruang UKS ini. Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat dia menyeringai, tanpa menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah yang terbuka dan memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini. dan belum sempat aku sadar apa yang harus aku lakukan, ia sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang dengan tangan kanannya, dan membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya. Aku meronta ronta, dan berusaha menjerit, tapi yang terdengar cuma "eeemph… eeemph…". Dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku dengan tangan kiriku yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Hadi ini? Aku sungguh merasa tak berdaya.

"Halo non Eliza… kok masih ada di sekolah malam malam begini?" tanya Hadi dengan menjemukan. Mataku terbelalak ketika masuk lagi tukang sapu yang lain yang bernama bernama Yoyok. "Girnooo", ia melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku. Aku sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari cengkeraman Hadi, tapi ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mulai meremasi payudaraku. "Wah baru kali ini ada kesempatan pegang susu amoy.. ini non Eliza yang sering kamu bilang itu kan Had?" tanya Yoyok pada Hadi, yang menjawab "iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?" tanya Hadi. Sambil tertawa Yoyok meremas payudaraku makin keras. Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta berusaha melepaskan diri sambil berharap semoga Girno yang sering kuberi tips untuk mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah, tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini. Tapi aku langsung sadar aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Girno tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak pada Girno yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri pandang padaku. Ataukah… ?

Beberapa saat kemudian Girno datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Girno menyeringai dan berkata, "Dengar! Kalian jangan gegabah.. non Eliza ini kita ikat dulu di ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong, dan itu saatnya kita berpesta kawan kawan!". Maka lemaslah tubuhku setelah dugaanku terbukti, dan dengan mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan kakiku diikat erat pada sudut sudut ranjang itu, dan dua kancing bajuku yang belum lepas dilepaskan oleh Hadi, hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi payudaraku. Aku mulai putus asa dan memohon "Pak Girno.. tolong jangan begini pak..". Ratapanku ini dibalas ciuman Girno pada bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh nafsu, sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku supaya aku tak bisa berteriak minta tolong. "Non Eliza, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga dunia kok", kata Girno sambil tersenyum memuakkan. Kemudian Girno memerintahkan mereka semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS sialan ini. Girno kembali ke posnya, Hadi dan Yoyok meneruskan pekerjaannya menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu. Dan aku kini hanya bisa pasrah menunggu nasib.

Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari berbagai macam cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti mereka pasti akan memperkosaku ramai ramai. Sakit perutku sudah hilang berkat khasiat minyak putih tadi. Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul 20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Hadi masuk, diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya ternyata mereka mengajak 2 satpam yang lain, Urip dan Soleh. "Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?", kata Hadi. Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku tahu pasti hal ini tak ada gunanya. Mereka hanya tertawa dan dengan santai melepaskan baju seragam sekolahku, hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya pink. Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku, tanpa aku bisa melawan sama sekali. Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus, membuatku sedikit banyak merasa jijik juga ketika memikirkan tubuhku dikerubuti mereka, untuk kemudian digangbang tanpa ampun..
Aku terus meronta, tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan klitorisku yang masih terbungkus celana dalam. Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku panas dingin tak karuan. Selagi aku masih kebingungan merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Ya ampun.. aku semakin gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku. Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus, aku merasakan gejolak luar biasa melanda tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan, berkelojotan dan mengejang hebat, berulang kali aku terlonjak lonjak, ada beberapa saat lamanya tubuhku tersentak sentak, kakiku melejang lejang, rasanya seluruh tubuhku bergetar. "oh.. oh… augh.. ngggg.. aaaaaaagh…" aku mengerang dan menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras. Lalu aku merasa kelelahan dan lemas sekali, dan mereka menertawakanku yang sedang dilanda orgasme hebat. "Enak ya non? Hahaha… nanti Non pasti minta tambah". Aku tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.

Kemudian Girno berkata padaku, "Non Eliza, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika nona tidak macam macam, kami akan melepaskan nona setelah kami puas. Tapi jika nona macam macam, nona akan kami bawa ke rumah kosong di sebelah mess kami. Dan nona tahu kan apa akibatnya? Di situ nona tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess kami. Mengerti ya non?". Mendengar hal itu, aku hanya bisa mengangguk pasrah, dan berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semu. "Iya pak. Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar. Tolong jangan keluarkan di dalam ya?" pintaku sungguh sungguh, dan merasa ngeri jika aku harus dibawa ke mess mereka. Aku tahu penghuni mess itu ada sekitar 60 orang, yang merupakan gabungan satpam, tukang sapu dan tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang masih sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku lebih menderita digangbang oleh 60 orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang 'cuma' berlima ini. Dan aku benar benar berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya… menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut.

"Hahaha, non Eliza, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy, dan selalu memimpikan memperawani non Eliza yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA. Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas, bahkan memberi kami makanan, kami sepakat untuk menghadiahi non kenikmatan surga dunia. Tenang saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan kalo tentang itu tenang non, kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Non Eliza tadi sakit perut kan? Hahaha…" jelas Girno sambil tertawa, tertawa yang memuakkan. Jadi ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Aku akan digangbang mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka. Membayangkan hal ini, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik tak terkendali.

Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat penis penis itu begitu besar. Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu. "Indah sekali non Eliza, mem*knya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali", puji Girno. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Girno, yang ternyata paling besar di antara mereka semua, dengan diameter sekitar 6 cm dan panjang yang sekitar 25 cm. Aku menatap sayu pada Girno. "Pak, pelan pelan pak ya.." aku mencoba mengingatkan Girno, yang hanya menganguk sambil tersenyum. Kini kepala penis Girno sudah dalam posisi siap tempur, dan Girno menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku. Aku semakin terangsang, dan mereka tanpa memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat, mungkin karena sudah yakin aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, mulai mengerubutiku kembali.

Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku orgasme yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini cairan cintaku muncrat menyembur membasahi penis Girno yang memang sedang berada persis di depan mulut vaginaku. "Eh.. non Eliza ini.. belum apa apa sudah keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, mem*k non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya", ejeknya sambil mulai melesakkan penisnya ke vaginaku. "Aduh.. sakit pak" erangku, dan Girno berkata "Tenang non, nanti juga enak". Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku yang sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan penuh kesabaran, Girno terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam vaginaku. Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak tadi. Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali, rupanya akhirnya selaput daraku robek. "Ooooooh… aaaauuuugggh… hngggkk aaaaaaagh… "Aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku mengalir, dan kembali aku merasakan keringatku mengucur deras. Aku ingin meronta, tapi rasa sesak di vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini. "Aduh.. sakit pak Girno.. ampun", erangku, namun Girno hanya tertawa tawa puas karena berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak, "terus.. terus..". Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itu tak semakin terasa sakit. Namun lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip ditambah belaian pada rambutku serta dua orang tukang sapu yang menyusu seperti anak kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang sempat padam kembali menyala.

Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Girno terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu begitu sesaknya walaupun baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu menambah sensasi yang luar biasa. Sementara itu Girno mulai meracau, "Oh sempitnya non. Enaknya.. ah.. " sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. Mulutku ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.

Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno memulai pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Girno. Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini. Aku gelagapan, dan Urip berkata "Isep non. Awas, jangan digigit ya!" Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini, tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang juga, tapi diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya Girno. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejruang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya. "Non, ayo dikocok!", perintahnya. Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang. Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih tetap bersemayam dalam vaginaku.

Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, "Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada Eliza?". Aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan sedikit berteriak "Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka". Pak Edy seolah tak mendengarku, dan berkata pada Girno, "Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon gak ketemu juga tidak apa apa… hahaha…". Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbang ini, dengan kesal melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir. Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka, semuanya tertawa lega, dan sambil mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku, Girno berkata, "Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Eliza masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal mem*knya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih". Pak Edy tertawa. "Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?" katanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata (untungnya) penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.

Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya. "aaaaagh.. paaak… sayaaa… keluaaaar….", erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur. Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak keluar karena vaginaku yang masih sangat sempit ini seolah dibuntu oleh penis Girno yang berukuran raksasa. Dalam kelelahan ini, aku harus melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Girno membuat gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi aku tak tahu, kapan Girno akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15 menit berlalu, dan ia masih memompaku dengan garangnya. Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku bingung memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai senin besok dan seterusnya saat dia mengajar.
Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke kerongkonganku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu.. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini. Kepasrahanku ini membuat mereka semua semakin bernafsu. Tiba tiba Girno menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan payudaraku menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku. "Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?" tanya Girno pada yang lain, yang segera menyetujui sambil tertawa. "Akuuur… ", seru mereka, dan Urip segera ke belakangku, kemudian meludahi anusku. "Oh Tuhan… aku akan disandwich.. bagaimana ini..", kataku dalam hati. "Jangaaaan…. Jangan di situuu…!!" teriakku ketakutan. Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan, memuji ide Girno. "aaaaaagh…" erangku ketika penis Urip mulai melesak ke liang anusku. Mataku terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku dibantai ramai ramai, tubuhku terutama pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa.

Ludah Urip yang bercampur dengan air liurku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak membantu sama sekali. Rasa pedih yang menjadi jadi mendera anusku, dan aku kembali mengerang panjang. "aaaaaaaaaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..", erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam anusku. Selagi aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku. Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit tertarik keluar, tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku, tapi akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam dalam di vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku. Sedikit sakit memang, tapi perlahan rasa sakit pada anusku sudah berkurang banyak, dan ketika rasa sakit itu reda, aku sudah melayang dalam kenikmatan. Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena semuanya seolah olah terkunci. Dalam keadaan orgasme, mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme!

Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 3 menit. namun semua cairan cintaku yang aku yakin sudah bercampur darah perawanku tak bisa mengalir keluar, terhambat oleh penis Girno. Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal. Kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang pernah bermasturbasi, namun yang ini benar benar membuatku melayang. Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis Soleh mengorek ngorek tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya, "hegh.. hu… huoooooooh..", Girno melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya. Akhirnya Girno orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.

"Oh.. enake rek, mem*k amoy seng sek perawan…" kata Girno, yang tampak amat puas. Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku. Kini aku mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan gilanya, aku menginginkan diriku digangbang lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan. Mereka benar benar menepati janji untuk tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar ataupun menjambak rambutku. Bahkan Girno memelukku dan membelai rambutku dengan mesra dan penuh kasih saying, setidaknya menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya. Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati. "Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu?" pikirku dalam hati. Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan yang seperti itu ketika aku bermasturbasi. Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.

Lamunanku terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil terlepas dari vaginaku. "Non, kita lanjutin ya", kata Soleh yang sudah tiduran di bawahku yang sedikit mengkangkang. Aku hanya menurut saja dan mengarahkan vaginaku ke penisnya yang tegak mengacung. Aku memegang dan membimbing penis itu untuk menembus vaginaku yang sudah tidak perawan lagi ini. "Ooh… aaah….", erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam vaginaku. Lebih mudah dari punya Girno tadi, karena diameter penis si Soleh memang lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya membuat aku sedikit banyak kelabakan. "Ooh.. aduuuuh… ", erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku. Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Girno yang kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi sekali. Dan rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan anal seks denganku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, anusku kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku kembali terasa sesak. Walaupun memang tidak sesesak tadi, namun cukup untuk membuatku merintih mengerang antara pedih dan nikmat.

Kini Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, wali kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di depanku, memintaku mengoral penisnya. "Dioral sekalian El, daripada nganggur nih", katanya dengan senyum yang memuakkan. Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku. Jadi kini aku digempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi. "eeeeeemmmmph….", erangku keenakan. Tubuhku mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang juga merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya muncrat membasahi kerongkonganku. Baru kali ini aku merasakan sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film bokep, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu.

Soleh mengejek pak Edy, "Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti sama mem*knya? Seret banget lho pak", kata Soleh, yang disambung tawa yang lain. Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si Girno. Aku tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi sedikit lebih ringan. Hadi yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan kananku pada penis Yoyok kupercepat, mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku. Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang "oooooooouuuuggghh…. ", seiring berkedutnya penisnya dalam anusku, dan menyemprotkan maninya berulang ulang. Terasa hangat sekali anusku di bagian terdalam. Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok menggantikan Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang, tapi… diameternya itu.. rasanya seimbang dengan punya si Girno. Oh celaka… penis itu akan segera menghajar anusku. "ooooh… oooooogh… sakiiiit…", erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk. Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku juga sadar, ternyata penis si Hadi ini setipe dengan punya Urip atau Soleh.

Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk dalam kerongkonganku. Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan. "Oooooooohh… aaaaaaargh", seolah tak mau kalah, aku juga mengerang panjang. Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memeluk dan lembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan nafas. Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Kini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang, dan kami bergumul dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.

Pergumulan kami yang panas, menyebabkan Girno terbakar birahi. Tenaganya yang sudah pulih seolah ditandai dengan mengacungnya penisnya, yang tadi sudah berejakulasi. Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk menggenjotku. Girno segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu Girno segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku. Girno yang sudah terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini. Gilanya, aku mulai berani mencoba lebih merangsang Girno dengan pura pura ingin menahan sodokan penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya, membuatku tak berdaya. Dan sodokan dem sodokan yang menghajar vaginaku terasa semakin keras. Aku menatap Girno dengan pandangan sayu memelas untuk lebih merangsangnya lagi, dan berhasil. Dengan nafas memburu, Girno melumat bibirku sambil terus memompa vaginaku. Kini aku yang gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya melepaskannya karena seluruh gerakan tubuhku terkunci, hingga akhirnya Girno menggeram nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.

Girno melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang sudah ereksi kembali. Kali ini, ia terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya. Aku sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku. Yang lain kembali tertawa, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam 'sesi' ini, memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat merasakan selangkanganku. Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku. Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun cukup terangsang juga. Tak lama kemudian, Hadi sudah siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Hadi cukup terburu buru dalam proses penetrasi ini. Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.

Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Hadi sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka yang tadi sempat terbenam dalam anusku. Sambil keluar Urip berkata, "nanti kasihan non Eliza, kalo mem*knya yang bersih jadi kotor kalo kont*lku tidak aku cuci". "iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut ****** yang kotor seperti ini", sambung Yoyok. Oh.. ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam. Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku orgasme disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip. Namun mereka berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Hadi kembali terduduk lemas di bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan. Mereka berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul 21:00 malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua.

Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus. "Sebentar bapak bapak, saya mau minum dulu ya", kataku. Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku ke horor di ruang UKS ini. "Pak Girno. Itu air sudah bapak campurin obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya pak", kataku sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas sekolahku. Tapi Girno berkata, "Gak usah non. Saya belikan saja". Girno pergi ke wc sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku. Sambil menunggu, yang lain menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua. Tak lama kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah terbuka. Aku menatapnya curiga, dan bertanya dengan ketus. "Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?". Girno dengan tersenyum menjawab, "nggak non. Masa lagi enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza gak terlalu capek. Buat tambah tenaga non". Yah.. pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah.

Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku. Padahal mereka belum menyentuhku. Aku langsung mengerti, ini pasti ada obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman tadi. Sialan deh, aku kini semakin terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa vagina dan mulutku. Awalnya Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya. Karena obat perangsang itu, sebentar sebentar aku mengalami orgasme, dan tiap aku orgasme mereka bertukar posisi. Rasa sperma dari banyak orang, bercampur cairan cintaku kurasakan ketika mengoral penis mereka, dan membuatku semakin bergairah. Mereka akhirnya berorgasme bersamaan, Yoyok di vaginaku dan Urip di tenggorokanku. Sedangkan aku sendiri sampai pada titik dimana aku kembali mengalami multi orgasme. Ada 3 sampai 4 menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah semakin basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi, tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian mereka terus menikmati tubuhku. Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku.

Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul 21:45. Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri lalu melap tubuhku yang basah kuyup oleh keringat dengan handuk dan membersihkan selangkangan dan pahaku yang belepotan sperma. Dan dengan nakal Girno melesakkan roti hot dog ke dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya penuh tanda tanya, tapi Girno hanya cengengesan sambil memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup ketat. Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku. Kemudian aku menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah.

"Non Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya", kata Girno. Aku tak terlalu terkejut mendengar hal ini, tapi aku berpura pura tidak mengerti dan bertanya, "maksud bapak?". "Non tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3. Dua hari sebelum hari Natal. Tanggal 24 kan libur, kami ingin non Eliza datang ke sini jam 7 malam untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini, non cukup melayani kami 2 jam saja. Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nanti tanggal 24 itu. Non harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?" jelas Girno panjang lebar. Pak Edy mengiyakan dan berkata, "benar Eliza. Saya bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu". Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan.. di malam Natal minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam laki laki yang ada di sekitarku ini… Dan aku tak bisa menolak sama sekali.. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang. Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke mobilku, selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan disetubuhi ramai ramai, roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa berjalan dengan normal dan lancar. Untungnya tak ada yang melihatku dan menghadangku, akhirnya aku sampai ke dalam mobil, dan menyetir sampai ke rumah dengan selamat.

Sampai di rumah, sekitar pukul 22:30, aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku. Roti ini benar benar mengganggu sejak aku menyetir tadi. Rasa nikmat terus mendera vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling, roti ini rasanya tertanam makin dalam. Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku agak lebar. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, kamarku memang ada di lantai 2. Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang sudah sedikit hancur terkena campuran sperma dan cairan cintaku. Aku menyemprotkan air shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat membersihkan semuanya. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat. Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi menggangbang aku.


       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Murid-murid lesku
Mar 15th 2013, 13:10


Seperti telah kuceritakan di bagian sebelumnya, Senin, Rabu dan Jumat adalah jadwalku mengajar Sari dan Rina. Karena rumah Rina lebih dekat, maka Sari yang datang ke rumah Rina. Ibu Rina adalah orang Menado. Bapaknya orang Batak. Kedua orang tuanya berada di Surabaya. Dia disini tinggal berdua saja dengan kakak perempuan tertuanya yang kerja di Bank. Mengontrak rumah mungil di daerah Cipete. Sedang kedua orang tua Sari adalah asli orang Tasik. Keduanya cantik. Tinggi tubuhnya hampir sama. Rina orangnya putih, agak gemuk dan sedikit banyak omong. Sedang Sari hitam manis, cenderung pendiam dan agak kurus.

Singkat cerita, setelah beberapa kali mengajar, aku tahu bahwa memang si Rina kurang bisa konsentrasi. Konsentrasinya selalu pecah. Ada saja alasannya. Berbeda dengan Sari. Bahkan kadang-kadang matanya menggoda nakal memandangku. Mungkin kalau tidak ada Sari, sudah kuterkam dia. Pakaiannya pun kadang-kadang mengundang nafsuku. Celananya pendek sekali dengan kaos oblong tanpa BH. Berbeda sekali dengan Sari. Sari memang pendiam. Kalau tidak ditanya, dia diam saja. Jadi kalau tidak tahu, dia malu bertanya. Tetapi dari pengalamanku, aku tahu kalau Sari ini mempunyai nafsu yang besar yang terpendam.

Suatu saat aku datang mengajar ke rumah Rina. Seperti biasa kalau jam belajar, pintu depannya tidak dikunci, jadi aku bisa langsung masuk. Kok sepi..? Pada kemana..? Aku kebingungan, lihat sana dan sini mencari orang di rumah itu. Aku langsung ke dapur, tidak ada siapa-siapa. Aku memang biasa dan sudah diizinkan berkeliling rumahnya. Mau masuk kamarnya, aku takut karena belum pernah. Lalu aku duduk di ruang tamu, sambil buka-buka buku mempersiapkan pelajaran.

Samar-samar aku mendengar suara mendesah-desah. Aku jadi tidak konsentrasi. Kucari arah suara itu. Ternyata dari kamarnya Rina. Kutempelkan telingaku ke pintu. Setelah yakin itu suara Rina, kucoba memutar pegangan pintunya, ternyata tidak dikunci. Kubuka sedikit dan kuintip. Ternyata dia sedang masturbasi di tempat tidurnya. Tangan kirinya meremas-remas susunya, tangan kanannya masuk ke dalam roknya. Wajah dan suara desahannya membuatku terangsang. Aku masuk pelan-pelan, dia kaget sekali melihatku. Tangannya langsung menarik kaosnya menutupi susunya. Wajahnya merah padam karena malu.

"Ehh.. ee.. Masss.. suss.., ssuuddaaahh laammaaa..?" tanyanya terbata-bata.
Karena aku sudah terangsang dan sudah yakin sekali kalau dia pun mau, langsung kulumat bibirnya. Mulanya dia kaget, tetapi tidak lama dia pun balik membalas ciumanku dengan ganasnya. Tanganku pun langsung masuk ke dalam kaosnya, mencari bukit kembarnya. Kuraba-raba, kuremas-remas kedua bukitnya bergantian. Tidak sekenyal dan sekeras punyanya Sara atau Ketty.
"Aaahhh.., Masss.., mmm.., aaahhh..!" desahnya.

Karena cukup mengganggu, kuangkat lepas kaosnya. Terpampanglah kedua bukit kembarnya. Putih bersih dengan puttingnya merah muda yang menonjol indah. Kurebahkan dia, kuciumi kedua bukit kembarnya bergantian.
"Ahhh.., Mass..! Teruuuss Masss..! Aahhh.., ooohhh… Hissaaappp.., Masss..!"
Langsung kukulum-kulum dan kuhisap-hisap puting susu kanannya, sedang yang kiri kuremas-remas.
"Aaahhh.., ooohhh.., Mass eenaaakkkk.., Mass yang keeraasss..!"

Tangannya sekarang tidak mau diam, mulai memegang batang kejantananku yang sudah tegang dari luar celanaku. Tanganku pun mulai masuk ke dalam roknya. Astaga. Dia tidak memakai celana dalam. Kucari-cari kaitan roknya, resletingnya, lalu kuplorotkan roknya. Terpampanglah tubuh indah putih di hadapanku. Kucium perutnya, naik lagi ke susunya begitu berulang-ulang. Kepalanya bergolek ke kiri dan ke kanan.
"Auwww.., Maasss..! Aaaddduuuhhh.., ooohhh..!" dia menikmati sensasi yang kuberikan.

Kira-kira tiga menit, tiba-tiba dia bangkit. Melepas kaosku, menurunkan celana serta celana dalamku sekalian. Aku didorongnya. Batang kejantananku yang sudah menegang langsung berdiri di hadapannya.
"Kamu nakal yaa.., berdiri tanpa izin..!" katanya kepada kemaluanku.
Langsung dikocok-kocok, diurut, dipijat oleh tangannya.
"Aaahhh… Riiinnn.. Dari tadi keekk..!" kataku protes.
Lalu dia mulai mengulum senjataku. Lalu kakinya memutar mengangkangi wajahku. Aku tahu maksudnya. Sekarang, ada bibir kemaluan indah di hadapanku. Langsung kulahap. Kujilati seluruh permukaan liang keperawanannya.
"Sudah basah sekali ini orang..!" pikirku.
Setiap aku menyentuh kelentitnya, dia berhenti menyedot batang keperkasaanku.

Lalu dia melepaskan penisku, berdiri, lalu jongkok tepat di atas alat vitalku.
"Bukan main..! Masih kelas 2 SMP kok sudah begini hebat permainannya..!" batinku, "Umurnya paling-paling sebaya Sara, 13 tahunan."
Dia pegang senjataku, dipaskan ke lubangnya, lalu dengan sangat perlahan dia berjongkok.
"Aaahhh..!" desisku saat kepala kemaluanku ditelan liang kenikmatannya.
Masih sempit. Sangat perlahan dia menurunkan pantatnya. Penetrasi ini sungguh indah. Matanya terpejam, tangannya menekan dadaku. Dia menikmati sekali setiap gesekan demi gesekan.
"Aaahhh.., ssshhhssshhh..!" desahnya.

Setelah seluruh batang kemaluanku masuk, terasa olehku kepala kejantananku menyentuh rahimnya. Didiamkan sebentar sambil dikedut-kedutkan urat kemaluannya.
"Aaahhh.., Riiinnn… eeennnaaakkk sseeekkkaallliii..!"
Lalu perlahan-lahan dia mulai menaik-turunkan pantatnya. Susunya bergoyang-goyang indah. Kuremas-remas keduanya.
"Aa.., ah.., ahh.., ooohhh.., sshshshsh.., shhh..!"
Lama-lama semakin cepat. Tidak lama kemudian dia menjepitkan kakinya ke pantatku sambil tangannya meremas dadaku dan menekan pantatnya agar masuk lebih dalam.

"Massss.., aakkkuuu.. uuuddddaaahhh… aaahhh..!" desahnya tidak menentu.
"Syurrrr… ssyyuurrr…" cairan hangat menyelimuti kepala batang kejantananku.
Dia rebah ke atas tubuhku. Aku yang belum sampai, langsung membalikkan badannya. Langsung kegenjot dia secepat mungkin. Karena liang senggamanya sudah basah, maka daya cengkramnya menurun. Sehingga aku harus lama memompanya.
"Maasss.., uuuddaaahhh..! Aaakkkuuu eenggaaakkk taahhhaannn..!Adduuuhhh.. Mmass..! Geeellii..!" teriaknya.
Dia berkelojotan, susunya bergoyang-goyang. Kuremas-remas keduanya dengan kedua tanganku. Aku tidak peduli, terus saja kugenjot.

Sampai akhirnya, "Aaahhh.., Rriiinnn.. Maasss… ssaammmpeee… aaahhh..!" desahku yang diikuti dengan, "Croottt.., croottt.., croottt..," empat kelompok cairan spermaku memuncrat di liang senggamanya.
Aku langsung ambruk ke dadanya. Setelah reda nafasku, kupeluk dia sambil berguling ke sebelahnya. Kucium keningnya. Kudekap dia lebih rapat. Batang keperkasaanku masih tertancap di liang kenikmatannya.
"Terima kasih ya Riinnn..!"
"Sama-sama Maasss..!"
"Riinnn.., maaf ya..? Mas mau tanya.., Tapi Rina jangan marah yaaa..?"
"Rina tau apa yang Mas mau tanya. Memang Rina udah sering beginian sama pacar Rina. Tapi sudah 2 bulan ini putus, jadi Rina sering masturbasi seperti yang Mas liat tadi." jawabnya enteng sekali.
"Oooo.."
"Mas adalah orang kedua yang meniduri Rina setelah pacar Rina."

"Mass.., Rina khan belajarnya sama Sara. Sara banyak cerita ke Rina tentang hubungan Sara sama Mas… Kata Sara, Mas hebat.., Rina jadi kepengiiiinn banget hubungan sama Mas..!"
"Kapan Rina pertama kali hubungan dengan pacar Rina..?"
"Udah lama Mas.., kira-kira waktu Rina kelas satu dulu. Rina kecolongan Mass.., tapi setelah tau enaknya, Rina jadi ketagihan."
"Ooo."
"Si Sari kok enggak dateng..?"
"Tadi siang Aku bilang ke Dia, hari ini enggak belajar, karena Aku pengiinn banget ngentot sama Maass.. Habis.. gatel sssiiiihh..!" katanya sambil mengedut-ngedutkan liang kewanitaannya.

Penisku serasa dipijat-pijat. Kucabut, lalu keluarlah cairan kental putih dari liang senggamanya. Lubang kenikmatannya kubersihkan dengan kaosnya, lalu batang kejantananku pun kulap.
"Sekarang mau belajar..?" tanyaku.
"Kayaknya enggak deh Mas. Kasian khan Sari ketinggalan."
"Ok deh. Mas sebetulnya juga ada perlu di rumah. Mau bantuin bapak betulin mobil orang. Besok mau diambil."
"Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!"

Lalu kucium pipinya. Aku bangkit ke kamar mandi dengan telanjang bulat sambil menenteng pakaianku. Kamar mandinya ada di ruang tengah."Massss…" panggilnya saat aku akan keluar kamarnya."Apa..?""Besok lagi. Datangnya jam tigaan aja Mass. Si Sari datangnya paling jam 4 kurang, jadi kita bisa puas-puasin dulu..!"
"Iyaaa deeehhh.., tenang aja." kataku sambil keluar kamar.

Begitulah setiap sebelum mengajar, aku menggarap Rina sepuasku. Begitu pula dengan Rina. Dia nafsunya sangat besar. Tetapi kemaluannya tidak begitu menjepit. Sebenarnya itu bukanlah masalah buatku. Sejak aku tidak bisa berhubungan dengan Sara lagi, aku cukup puas berhubungan dengan Ketty dan Rina.

Suatu saat, ketika melihat perubahan atas sikap Sari kepadaku. Dia sering mencuri pandang ke arahku. Aku tidak tahu sebabnya, tetapi setelah selesai belajar, saat kujalan bersama dengan Sari, Sari bercerita kepadaku.
"Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan Rina sama Mas…"
"Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa Rina cerita..?" tanyaku kaget.
"Enggak. Waktu Sari datang lebih awal, kira-kira jam tiga seperempat, Sari masuk rumah Rina, Sari denger Rina teriak-teriak di kamar, kupikir Rina khan udah putus sama pacarnya..? Lalu Rina sama siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh enggak taunya sama Mas Pri..!"
"Terus..?"
"Terus.., ya Sari keluar aja, takut ketahuan. Terus Sari nongkrong di tukang bakso depan. Kira-kira jam empat kurang, Sari masuk lagi."
"Terus..?"
"Yaa.., udah gitu aja..!"

Hening sesaat waktu itu, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
"Sari pernah enggak yaa..?" batinku.
"Tanya, enggak, tanya, enggak. Kalo kutanya, Dia marah enggak ya.. Ah bodo, yang penting tanya dulu aja…"
"Eng.., Sari pernah enggak..?"
"Pernah apa Mas..?"
"Ya.., seperti Sara atau Rina..?"
"Belummm Mmassss..!" jawabnya malu-malu dan wajahnya merah padam.
Ternyata dia tidkak marah. Benar dugaanku, nafsunya besar juga.
"Sari mau..?"
Dia diam saja sambil menunduk. Pasti mau lah.
"Sari udah punya pacar..?"
"Beluumm Mass.., abis dilarang sama Bapak Ibu."
"Yaa.., jangan sampe ketahuan doonng..!"

Lalu kami berpisah. Karena Sari harus naik bis ke Blok A. Sedangkan aku naik bis arah Pondok Labu. Di bis aku berpikir, gimana caranya mendapatkan Sari.
"Aku harus memanfaatkan Rina..!" pikirku.

Besoknya sebelum belajar bersama, saat aku bercumbu dengan Rina, kubilang ke Rina kalau Sari sudah tahu hubungan kita. Aku minta bantuannya untuk memancing nafsu si Sari. Tadinya aku pikir Rina akan menolak, ternyata jalan pikiran Rina sudah sangat moderat. Dia menyanggupinya. Karena Sari sudah tahu, untuk apa ditutup-tutupi katanya.

Ketika sedang belajar bersama, aku coba pancing nafsu Sari dengan cara kududuk di sebelah Rina. Aku rangkul Rina, kucium pipinya, bibirnya dan kuraba dadanya. Rina saat itu memakai kaos tanpa BH. Rina membalasnya. Lalu kudorong dia agar tiduran di karpet. Kami saling bergumul. Melihat hal itu, Sari kaget juga. Dia menutupi wajahnya. Karena selama ini kami berhubungan diam-diam. Tidak pernah secara terang-terangan. Kali itu kami berbuat seolah-olah tidak ada orang lain selain kami berdua, untuk memancing nafsu Sari.

Perbuatan kami semakin memanas. Karena Rina sudah telanjang dada. Lalu Rina menurunkan celana pendeknya. Dia langsung bugil karena tidak memakai celana dalam. Aku pun tidak tinggal diam, kulepas semua pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami mengambil posisi 69. Rina di atas. Kami saling menghisap.
"Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs… Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!" desah Rina dibesar-besarkan.
"Ohhh.. Riiinnn… hisap yang kuaattt Riinnnn..!" desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi wajahnya lagi.

Kira-kira lima menit saling menghisap, Rina berdiri memegang batang kemaluanku dan mengarahkan ke liang senggamanya yang sudah tidak perawan lagi. Menurunkan pantatnya dengan perlahan.
"Bless..!" langsung masuk seluruhnya.
"Aaahhhh… Maasss.., aaahhh.., ssshhh.., aaahhh..!" desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-turunkan pantatnya. Pertama-tama perlahan. Makin lama semakin cepat.
"Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh… Iiihhh..!" erangnya.

Kulirik Sari, dia memandangi ekspresi Rina. Sepertinya dia sudah terangsang berat. Karena wajahnya merah padam, nafasnya memburu. Tangannya memegang dadanya. Gerakan Rina semakin tidak terkendali. Pantatnya berputar-putar sambil naik turun. Kira-kira 10 menit, aku rasakan liang kewanitaan Rina sudah berkedut-kedut. Dia mau sampai klimakasnya. Dan akhirnya pantatnya menghujam batang keperkasaanku dalam sekali.
"Aaahhh.. Masss… Akuuu… sammmpppeee.. Maasss..!"
"Syuuurr… syurrr.." kehangatan menyelimuti kepala senjataku.

Dia langsung terguling ke sebelahku. Senjataku tercabut dari liang kenikmatannya dan berhamburanlah cairan dari liang senggamanya ke karpet. Aku memang tidak begitu menghayati permainan ini, karena pikiranku selalu ke Sari. Jadi pertahananku masih kuat. Aku bangkit dengan telanjang bulat. Kuhampiri Sari. Sari kaget karena aku menghampirinya masih dengan bertelanjang bulat. Langsung kupeluk dia. Kuciumi seluruh wajahnya. Tidak ada penolakan darinya, tetapi juga tidak ada reaksi apa-apa. Benar-benar masih polos.

Lama-lama tangannya mulai memelukku. Dia mulai menikmatinya. Membalas ciumanku, walau lidahnya belum bereaksi. Kuusahan semesra mungkin aku mencumbunya. Dan akhirnya mulutnya membuka sedikit berbarengan dengan desahannya.
"Aaahhh.. Maasss..!" nafasnya mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya. Kubelit lidahnya perlahan-lahan. Dia pun membalasnya. Tanganku mulai meraba dadanya. Terasa putingnya sudah mengeras di bukit kembarnya yang kecil. Kuremas-remas keduanya bergantian.
"Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss.. shshhshshs…" desahnya.

Kulepas ciumanku. Kupandangi wajahnya sambil tanganku mengangkat kaosnya. Dia diam saja. Lepas sudah kaosnya, sekarang tinggal BH mininya. Kulepaskan juga pengaitnya. Dia masih diam saja. Akhirnya terpampanglah bukit kembarnya yang kecil lucu. Seperti biasa, untuk menaklukan seorang perawan, tidak bisa terburu-buru. Harus sabar dan dengan kata-kata yang tepat.
"Bukan maaiinnn. Susumu bagus sekali Sar..!" kataku sambil memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina, agak coklat seperti warna kulitnya. Aku elus perlahan-lahan sekali. Kusentuh-sentuh putingnya yang sudah menonjol. Setiap kusentuh putingnya, dia menggelinjang.

Kutidurkan dia ke karpet. Lalu kuciumi dada kanannya, yang kiri kuremas-remas.
"Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss.., aaaddduuuhhh… aaa..!"
Bergantian kiri kanan. Kadang ciumanku turun ke arah perutnya, lalu naik lagi. Tangan kananku sudah mengelus-ngelus pahanya. Dia masih memakai celana panjang katun. Kadang-kadang kuelus-elus selangkangannya. Dia mulai membuka pahanya. Sementara itu Rina sudah pergi ke kamar mandi. Karena kudengar suara guyuran air.

Setelah aku yakin dia sudah di puncak nafsunya, kupandangi wajahnya lagi. Wajahnya sudah memerahkarena nafsunya. Ini saatnya. Lalu tanganku mulai membuka pengait celananya, retsletingnya, dan menurunkan celana panjangnya sekalian dengan celana dalamnya. Tidak ada penolakan. Bahkan dia membantunya dengan mengangkat pantatnya. Dia memandangiku sayu.

Bukit kemaluannya kecil tidak berbulu. Hampir sama dengan kepunyaan Titin dulu. Mungkin karena sama-sama orang Sunda. Kupandangi bibir kemaluannya. Dia menutupinya dengan kedua tangannya. Kutarik tangannya perlahan sambil kudekatkan wajahku. Mulanya tangannya menutup agak keras, tetapi lama-lama mulai melemah. Kucium bibir kewanitaannya. Aaahhh.., segar sekali harumnya. Kuulangi beberapa kali. Setiap kucium, pantatnya dinaikkan ke atas sambil mendesah.
"Aaahhh… Masss.., mmm.. sshshshs…"
Batang kejantananku yang tadi sudah agak lemas, mulai mengeras lagi.

Lalu kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku. Sudah basah. Kutelusuri seluruh liangnya dengan jariku, lalu lidahku. Dia semakin menggelinjang. Lidahku menari-nari mencari kedele-nya. Setelah dapat, kujilat-jilat dengan cepat sambil agak kutekan-tekan. Reaksinya, gelinjangnya makin hebat, pantatnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
"Adduuuhhh… Maasss… aaahhh.. ssshhh.. aaahhh..!"
Kuangkat kedua kakinya, kutumpangkan ke pundakku, sehingga liang kewanitaannya semakin membuka. Kupandangi belahan kewanitaannya. Betapa indah liangnya. Hangat dan berkedut-kedut.
"Saarr.., memekmu bagus betul.. Wangi lagi…"
Kembali kuhisap-hisap. Dia semakin keras mendesah.

Kira-kira 5 menit kemudian, pahanya menjepit leherku keras sekali. Lubang keperawanannya berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan, "Syurrr… syurrr…" menyemburlah cairan kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin, gurih menjadi satu. Aaasshhh… segarnya. Kakinya sudah melemas.Kuturunkan kakinya, kukangkangkan pahanya. Kuarahkan batang keperkasaanku ke liangnya sambil kupandangi wajahnya.
"Boleh Sarr..?" tanyaku memohon persetujuannya.
Matanya memandangku sayu, tidak bertenaga. Dia hanya mengangguk.
"Pelan-pelan yaa Mass..!"
Kuoles-oleskan kepala kemaluanku dengan cairan pelumas yang keluar dari liang senggamanya. Lalu kugesek-gesekkan kepala kejantananku ke bibir kenikmatannya. Kuputar-putar sambil menekan perlahan.

"Aaahhh.. Maasss… Ooohhh..!" dia mendesah.
Lalu kutekan dengan amat perlahan. Kepalanya mulai masuk. Kuperhatikan kemaluannya menggembung karena menelan kepala keperkasaanku. Ketekan sedikit lagi. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya. Kuangkat pantatku sedikit dengan amat perlahan. Lalu kudorong lagi. Begitu berulang-ulang sampai dia tidak meringis.
"Ayooo… Masss.. aaahhh.. ooohhh.., ssshhhshshhh..!"
Lalu kudorong lagi. Masuk sepertiganya. Dia meringis lagi. Kutahan sebentar, kutarik perlahan, lalu kudorong lagi. Terasa kepala batang kejantananku mengenai selaput tipis. Nah ini dia selaputnya.
"Kok enggak dalam..? Belum masuk setengahnya udah kena..!" batinku dalam hati.
"Sar.., tahan sedikit yaa..!"
Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman, saling mengulum. Dan dengan tiba-tiba kutekan batang keperkasaanku dengan keras.
"Pret..!" kemaluanku menabrak sesuatu yang langsung sobek.
Dia mau menjerit, tetapi karena mulutnya kusumpal, maka tidak ada suara yang keluar. Kudiamkan sebentar kejantananku agar liang keperawanannya mau menerima benda tumpul asing. Lalu kutarik ulur perlahan-lahan. Setelah terlihat dia tidak merasa kesakitan, kutekan lebih dalam lagi. Kutahan lagi. Kuangkat perlahan, kutekan sedikit lagi. Begitu berulang-ulang sampai senjataku masuk semuanya. Dia tetap tidak bisa bicara karena mulutnya kulumat. Kutahan kemaluanku di dalam, kulepaskan ciumanku. Liang senggamanya menjepit seluruh batangku di semua sisi. Rasanya bukan main nikmatnya.

"Gimana Sar..?"
"Sakiittt Masss… Periiihhh… Mmmm..!"
"Tahan aja dulu, sebentar lagi ilang kok…" sambil kucabut sangat perlahan.
Kutekan lagi sampai menyentuk ujung rahimnya. Begitu berulang-ulang. Ketika kutarik, kulihat kemaluan Sari agak tertarik sampai kelihatan agak menggembung, dan kalau kutekan, agak mblesek menggelembung. Setelah 5 atau 6 kali aku turun naik, terasa agak mulai licin. Dan Sari pun tidak terlihat kesakitan lagi.
"Sar.., memekmu sempit banget. Ooohhh enak sekali Sar..!" bisikku sambil mempercepat gerakanku.

Dia sepertinya sudah merasa nikmat.
"Aaahhh… eennnaaakkk… Masss… aaahhh.. shshshshsh…" desahnya. Kupercepat terus.
"Ah.. ah.. ahh.. ooo.. shshsh.. aaaddduuuhhh… ooohhh..!" pantatnya mulai bergerak mengimbangi gerakanku. Kira-kira 5 menit, dia mulai tidak terkendali. Pantatnya bergerak liar. Tiba-tiba dia menekuk, kedua kakinya menjepit pantatku sambil mengangkat pantatnya. Bibir kemaluannya berkedut-kedut.
Dan, "Sysurrr.. syuurrr.." dua kali kepala kejantananku disembur oleh cairan hangatnya.
Karena aku dari tadi sudah mau keluar dan kutahan-tahan, maka kupercepat gerakanku.
"Masss… Uuudddaaahhh.. Mmasss.. Aaaddduuhhh.. Gellii.. Maass..!" teriaknya.
Aku tidak peduli. Keringatnya sudah seperti orang mandi. Kupercepat terus gerakanku, akhirnya, "Crooot… cruuuttt.." tiga kali aku menembakan cairanku di liang kenikmatannya.
Lalu aku ambruk di sebelahnya.

Tiba-tiba, "Plok.. plok.. plok.." terdengar suara tepukan.
Rupanya Rina sudah dari tadi memperhatikan kami berdua.
"Mas hebat… Sari.. selamat yaa..!" katanya sambil mencium pipi Sari.
Sari hanya bisa tersenyum di sela-sela nafasnya yang masih ngos-ngosan.
"Enak Sar..?" tanyanya lagi.
Sari hanya bisa mengangguk lemah. Lalu aku memeluk Sari.
"Sari. Terima kasih yaa..!" kataku sambil mengecup pipinya.
"Sari juga terima kasih Mas.. Enaakkk banget ya Mass..!"

Aku bangun mengambil baju-bajuku yang berserakan. Kulihat di selangkangan Sari ada bercak-bercak lendir kemerahan.
"Aaaahhh… Aku dapet perawan lagi..!" batinku.
Lalu aku ke kamar mandi. Selesai kumandi, gantian Sari yang mandi. Setelah semua selesai, kami hanya mengobrol saja sambil minum teh hangat yang dibuatkan Rina. Menceritakan pengalaman yang dirasakan oleh masing. Aku lemas karena dalam 2 jam sampai 3 kali main.

Sejak saat itu, Sari selalu datang jam 3 sore. Dan sebelum belajar, kami selalu mengawalinya dengan pelajaran biologis. Dan Rina sepertinya mengetahui dan menyadari kalau punyanya Sari lebih oke, jadi dia mengalah selalu dapat giliran kedua. Dan mereka pun saling berbagi. Saling mencoba dan mengajari. Aku yang dijadikan alat eksperimen mereka menurut saja. Abis enak sih.

Setelah pembagian raport, ternyata yang nilainya naik banyak hanya Sari. Tetapi keduanya naik kelas dengan nilai di atas rata-rata. Begitulah pengalamanku dengan gadis-gadis SMP.


       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Mojang Gelis Bandung
Mar 15th 2013, 13:09


Beberapa tahun lalu ketika perusahaan tempatku bekerja mendapatkan kontrak suatu proyek pada sebuah BUMN besar di Bandung, selama setahun aku ngantor di gedung megah kantor pusat BUMN itu. Fasilitas di gedung kantor ini lengkap. Ada beberapa bank, kantor pos dan kantin. Kantorku di lantai 3, di lantai 1 gedung ini terdapat sebuah toko milik koperasi pegawai BUMN ini yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, mirip swalayan kecil. Ada 3 orang pegawai koperasi yang melayani toko ini, 2 diantaranya cewek. Seorang sudah berkeluarga, satu lagi single, 22 tahun, lumayan cantik, putih dan mulus, mungil, sebut saja Sari namanya.

Awalnya, aku tak ada niat "mengganggu" Sari, aku ke toko ini karena memang butuh makanan kecil dan rokok. Sari menarik perhatianku karena paha mulusnya "diobral". Roknya selalu model mini dan cara duduknya sembarangan. CD-nya sempat terlihat ketika ia jongkok mengambil dagangan yang terletak di bagian bawah rak kaca etalase. Aku jadi punya niat mengganggunya (dan tentu saja ingin menyetubuhinya) setelah tahu bahwa Sari ternyata genit dan omongannya "nyrempet-nyrempet". Niatku makin menggebu setelah Sari tak menunjukkan kemarahan ketika beberapa kali aku menjamah paha mulusnya dan bahkan sekali aku pernah meremas buah dadanya. Paling-paling ia hanya menepis tanganku sambil matanya jelalatan khawatir ada orang yang melihatnya. Tentu ini ada "ongkosnya", yaitu aku tak pernah minta uang kembalian.

Agar bisa bebas menjamah, aku pilih waktu yang tepat jika ingin membeli sesuatu. Ternyata pada pagi hari ketika toko baru buka atau sore hari menjelang tutup adalah waktu-waktu "aman" untuk mengganggunya. Kenakalanku makin meningkat. Mulanya hanya mengelus-elus paha, kemudian meremas buah dada (masih dari luar), terus menyusupkan tangan ke BH (kenyal, tak begitu besar sesuai dengan tubuhnya yang sedang), lalu menekan-nekan penisku yang sudah tegang ke sepasang bulatan pantatnya yang padat. Bahkan Sari sudah "berani" meremas penisku walau dari luar. Entah kenapa Sari mau saja kuganggu. Mungkin karena aku memakai dasi sehingga aku dikiranya manager di BUMN ini, padahal aku hanya staf biasa di perusahaanku. Aturan perusahaan memang mengharuskan aku pakai dasi jika kerja di kantor klien.

Aku makin penasaran. Aku harus bisa membawanya, menggeluti tubuhnya yang padat mulus, lalu merasakan vaginanya. Mulailah aku menyusun rencana. Singkatnya, Sari bersedia kuajak "jalan-jalan" setelah jam kerjanya, pukul 5 sore. Tentang waktu ini menjadi masalah. Walaupun jam kerja resmiku sampai pukul 17, tapi aku jarang bisa pulang tepat waktu. Seringnya sampai jam 19 atau 20. Aku coba menawar jamnya agak malam saja. Tak bisa, terlalu malam kena marah mamanya, katanya. Okelah, nanti cari akal mencuri waktu. Pada hari yang telah disepakati, Sari akan menunggu di jalan "D" pukul 17.10. Dari kantor ke jalan "D" memang makan waktu 10 menit jalan kaki.

Pukul lima seperempat aku sudah sampai di jalan D. Kulihat Sari berdiri di tepi jalan, tapi tak sendirian. Bu Maya (sebut saja begitu) kawan sekerjanya yang telah berkeluarga ada di sampingnya. Celaka. Tadi Sari bilang sendirian. Kalau bawa orang lain bisa terbongkar belangku oleh kawan kantor. Hal ini sangat kuhindari.
"Bu Maya cuma mau nebeng sampai halte", kata Sari seolah mengetahui kekhawatiranku. Syukurlah. Tapi, peristiwa ini harusnya tak seorangpun boleh tahu.
"Tenang aja Mas.., rahasia dijamin, ya Sari", kata Bu Maya sambil mengedip penuh arti.

Setelah menurunkan Bu Maya di halte, aku langsung mengarah ke Setia Budi. Kalau sudah ada cewek duduk di sampingku, seperti biasa mobilku langsung cari hotel, wisma, guest-house, atau apapun namanya yang bertebaran di daerah Setia Budi. Daerah yang sudah beken di antara para peselingkuh, sebab sebagian besar tempat-tempat tadi menyediakan tarif khusus, tarif "istirahat" antar 3-6 jam, 75 % dari room-rate.

Sari membiarkan tanganku mengelus-elus pahanya yang makin terbuka ketika duduk di mobil. Penisku mulai bangun membayangkan sebentar lagi aku bakal menggeluti tubuh mulus padat ini.
"Ke mana Mas..", tanya Sari ketika aku menghidupkan lampu sein ke kanan mau masuk ke Hotel GE."Kita cari tempat santai..", jawabku."Jangan ah. Lurus aja".
"Ke mana..", aku balik bertanya.
"Kata Mas tadi mau jalan-jalan ke Lembang..".
Aku jadi ragu. Selama ini Sari memberi sinyal "bisa dibawa", tapi sekarang ia menolak masuk hotel. Tanganku kembali ke pahanya, bahkan terus ke atas meraba CD-nya. "Ih, Mas.., dilihat orang", sergahnya menepis tanganku. Memang pada waktu yang bersamaan aku menyalip motor dan si pembonceng sempat melihat kelakuan tanganku.

Kami sampai di Lembang. Aku bingung. Tadi sewaktu aku mau belok kiri ke Hotel "Kh" lagi-lagi Sari menolak. Mau ngapain di Lembang? Ke Maribaya? Ah, itu tempat wisata, susah untuk "begituan". Lebih baik mampir dulu buat minum sambil mengatur taktik.
"Kita minum dulu ke sini, ya..?", ajakku untuk mampir di tempat minum susu segar yang biasa ditongkrongi anak-anak muda.
"Mau minum susu? Engga.., ah. Mendingan minum susu Sari aja..". Aku tak heran, bicaranya memang suka "nyrempet".
"Boleh..", kataku sambil memindahkan tanganku dari paha ke belahan kemejanya, menyusup ke balik BH-nya, meremas. Tak ada penolakan. Daging bulat yang 'mengkal'. Tak begitu besar tapi padat. Puting yang hampir tak terasa, karena kecil. Celanaku terasa sesak. Sampai di perempatan aku harus ambil keputusan mau ke mana? Lurus ke Maribaya. Kanan kembali ke Setia Budi. Kiri ke arah Tangkuban Perahu. Kulepas tanganku dari "susu segar" Sari, aku belok kiri. Tangan Sari kuraih kuletakkan di selangkanganku, lalu tanganku kembali ke susu segarnya. Tangannya memijit-mijit penisku (dari luar). Berbahaya sebenarnya. Kondisi jalan yang penuh tikungan dan tanjakan sementara konsentrasi tak penuh.

Hari mulai gelap, aku belum menemukan solusi masalahku, di mana aku akan menggumuli Sari? Di tepi kanan jalan ke arah Tangkuban Perahu itu banyak terdapat kedai-kedai jagung bakar. Kubelokkan mobilku ke situ, mencari tempat parkir yang mojok dan gelap.
"Mau makan jagung?", tanyanya.
"Iya", jawabku. Makan "jagung"-mu.

Kuperiksa keadaan sekeliling mobil. Gelap dan sepi. Segera kurebahkan jok Sari sampai rata, kuserbu bibirnya. Sari menyambut dengan permainan lidahnya. Tanganku kembali meremasi bukit kecil kenyal itu sambil secara bertahap mencopoti kancing kemejanya. Sari melepaskan ciuman, bangkit, memeriksa sekeliling.
"Jangan khawatir.., aman", kataku.
"Mau minum susu..?", tawarnya. Tawaran yang naif, sebab jawabannya begitu jelas. Sari menarik sendiri sepasang 'cup'-nya ke atas sehingga sepasang bukit putih itu samar-samar tampak. Dengan gemas kulumat habis-habisan buah dadanya. Sekarang tonjolan putingnya lebih jelas, karena mengeras. Tanganku menyusup ke balik CD-nya. Rambut kelaminnya yang tak begitu lebat itu kuusap-usap. Sementara ujung telunjukku memencet clitorisnya.
"aahh", desahnya.
Tangannya kutuntun ke selangkanganku. Ia meremas.
"Buka kancingnya Sar.." Sari menurut, dengan agak susah ia membuka kancing, menarik ritsluiting celanaku dan "mengambil" penisku yang telah keras tegang.

Beberapa menit kami bergumul dengan cara begini. Sampai ketika ujung jariku mulai masuk ke "pintu" vaginanya, Sari berontak, bangkit, lagi-lagi men-cek keadaan. Di depan terlihat 2 orang pejalan kaki menuju ke arah kami. Sari cepat-cepat mengancingkan kemejanya, kutangnya belum sempat dibereskan. Sementara aku kembali ke tempatku. Penisku masih kubiarkan terbuka berdiri tegak. Toh tidak akan kelihatan. Kami berlagak "alim" sampai kedua orang itu lewat. Kembali kami bergumul. Keteganganku yang tadi sempat turun oleh "gangguan" orang lewat, kini naik lagi. Pintu vagina Saripun sudah basah. Saatnya untuk mulai. Kupelorotkan CD Sari. Tapi, masa kutembak di mobil? Rupanya Sari berpikiran sama.
"Jangan.., Mas.., banyak orang.."
"Makanya.., kita cari tempat, ya.."
Sari berberes sementara aku menstart mobil. Aku menyetir dengan posisi penisku tetap terbuka tegang.
"Si joni udah engga tahan ya..", goda Sari.
"Iyyaa.., sini..", kuraih tangannya menuju ke penisku. Dielus-elus.

Tempat terdekat yang sudah kukenal adalah Hotel "Kh", sedikit di bawah Lembang. Dari jalan raya kubelokkan mobilku masuk ke lorong jalan khusus ke hotel Kh.
"Hee.., stop.., stop Mas..", serunya.
"Lho.., kita 'kan cari tempat..", aku menginjak rem berhenti. Sari diam saja.
"Di sini aman, deh Sar..".
"Udah malem.., Mas.., Lain kali aja ya?", Aku mulai jengkel. Si "Joni" mana mau mengerti lain kali.
"Ayolah.., Sar, sebentar aja, sekali aja..".
"Maaf Mas, lain kali saya mau deh.., bener. Sekarang udah kemaleman. Saya takut dimarahin Mama", Aku diam saja, jengkel.
"Bener.., Mas. lain kali saya mau..", katanya lagi meyakinkanku.
Aku mengalah, toh masih banyak kesempatan. Aku kembali menuju Bandung. Kira-kira 100 m sebelum hotel GE, kembali aku membujuk Sari untuk mampir. Lagi-lagi Sari menolak sambil sedikit ngambek. Aku terus tak jadi mampir.

Sampai di jalan lurus menjelang terminal Ledeng, macet sekitar seratusan meter. Tempat ini memang biasa macet. Selain keluar/masuknya angkot, juga ada pertigaan jalan Sersan Bajuri. Iseng mengantre, kuambil tangan Sari ke penisku yang masih belum "kusimpan", Sari menggosoknya. Lepas dari kemacetan tiba-tiba Sari memberi tawaran yang nikmat.
"Mau dicium..?".
"Dengan senang hati".
Segera saja Sari membungkuk melahap penisku yang sudah tegang lagi. Kepalanya naik turun di pangkuanku. Nikmatnya.., Baru kali ini aku menyetir sambil dikulum. Aku memperlambat jalan mobilku, menikmati kulumannya sambil mata tetap mengawasi kendaraan lain. Sementara rasa nikmat menyelimuti bawah badanku, deg-degan juga dengan kondisi yang "aneh" ini. Sampai di pertigaan jalan Panorama macet lagi. Situasi ramai. Kuminta Sari melepas kulumannya, banyak orang lalu-lalang. Lepas dari kemacetan kembali Sari memainkan lidahnya di leher penisku. Ada untungnya juga jalanan macet. Aku punya waktu untuk menurunkan tensi sehingga bisa bertahan lama. Oohh.., sedapnya lidah itu mengkilik-kilik leher dan kepala kelaminku. Nikmatnya bibir itu turun naik menelusuri seluruh batang penisku. Sayangnya, aku harus membagi konsentrasiku ke jalan.

Menjelang pertigaan Cihampelas Sari melepas jilatannya, bangkit melihat sekeliling.
"Sampai di mana nih?", tanyanya terengah.
"Hampir Cihampelas", jawabku.
"Mampir ke Sultan Plaza.., ya Mas..".
"Mau ngapain?".
"Mama tadi pesan".
Okey, mendadak aku ada ide untuk melepaskan ketegangan selepas-lepasnya tanpa terpecah konsentrasi. Aku masuk ke Plaza, cari tempat parkir yang aman, di belakang bangunan. Sengaja kupilih tempat yang gelap. Kucegah Sari membuka pintu hendak turun.
"Oh ya.., sini Sari rapiin". Kutarik kepala Sari begitu ia membungkuk akan merapikan celanaku.
"Terusin.., Sar..", perintahku.

Sari bangkit lagi. Kukira ia mau menolak, tahunya hanya melihat sekeliling. Aman. Kembali kepala Sari turun-naik mengulum penisku. Kini aku bisa konsentrasi ke rasa nikmat di ujung penis. Sari memang pintar berimprovisasi. Kelihatannya ia sudah biasa ber-oral-seks. Lidahnya tak melewatkan seincipun batang kemaluanku. Kadang ditelusuri dari ujung ke pangkal, kadang berhenti agak lama di "leher". Kadang bibirnya berperan sebagai "bibir" bawahnya, menjepit sambil naik-turun. Terkadang nakal dengan sedikit menggigit. Aku bebas saja mendesah, melenguh, atau bahkan menjerit kecil, tempat parkir yang luas itu memang sepi. Ketika mulutnya mulai melakukan gerakan "hubungan kelamin", perlahan aku mulai "naik", rasa geli-geli di ujung sana semakin memuncak. Saatnya segera tiba.
"Dicepetin.., Sar..". Sari bukannya mempercepat, malah melepas.
"Uh, pegel mulut saya..".
"Sebentar lagi.., Sar..".

Kembali ia melahap. Kali ini gerakan kepalanya memang cepat. Aku menuju puncak. Sari makin cepat. Sebentar lagi.., hampir..! Sari mempercepat lagi, sampai bunyi. Hampir.., hampir.., dan "Creett", Ku*kan maniku ke dalam mulut Sari. Aku melayang.
"Uuhh" Sari melepaskan kulumannya, "Crot..", kedua dan seterusnya ke celana dan perutku.
"Iihh.., engga bilang mau keluar.., jijik..", katanya sambil mencari-cari tissu.Aku rebah terkulai. Sementara Sari membersihkan mulutnya dengan tissu.
Beberapa saat kemudian.
"Yuk.., Mas.., turun".
"Entar dong..", Aku bersih-bersih diri. Celaka, noda yang di celana tak bisa hilang.
"Kamu sendiri deh".
"Sama Mas dong..".
"Ini.., engga bisa ilang", kataku sambil menunjuk noda itu.
"Bajunya engga usah dimasukin", sarannya. Betul juga.
Akhirnya aku membayar belanjaan Sari. Aku diminta ikut belanja karena maksudnya memang itu. Aku juga memberinya uang dengan harapan agar lain kali bisa kusetubuhi.

Esoknya ketika aku membeli rokok, Sari kelihatan biasa saja tak berubah. Masih genit dan sedikit manja. Peristiwa semalam tak mengubah prilakunya. Aku yang makin penasaran ingin menidurinya. Pernah suatu pagi sekali tokonya belum buka tapi Sari sudah datang sendirian sedang merapikan barang-barang, kukeluarkan penisku yang sudah tegang karena sebelumnya meremas dadanya. Kuminta Sari mengulumnya di situ.
"Gila..! entar ada orang".
"Belum ada.., ayo sebentar aja".
Diapun mengulum sambil was-was. Matakupun jelalatan memperhatikan sekeliling. Kuluman sebentar, tapi membuatku exciting.
Setiap ada kesempatan untuk pulang jam 5, aku selalu mengajak Sari. Beberapa kali ia menolak. Macam-macam alasannya. Sedang mens, mau ngantar adik, ditunggu mamanya. Sayang sekali, sampai Sari pindah kerja aku tak berhasil menidurinya.

Tapi kemarin, setelah hampir 2 tahun, aku ketemu Sari di BIP berdua dengan teman cewek. Dia rupanya sudah tidak bekerja di toko koperasi itu lagi, sekarang kerja di Bagian Administrasi di sebuah Guest House. Jelas aku mencatat nomor teleponnya. Letak tempat kerjanya tak jauh dari kantor itu. Hanya, kemungkinan ketemu kecil, sebab proyekku di kantor itu telah selesai. Aku penasaran!

Tamat





Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Seks - Siska melampiaskan tubuhnya kepadaku
Mar 15th 2013, 13:07


siska adalah temen baik calonku viona dia emang sangat baik sama kami berdua disaat kita berdua suka tau pun duka selalu ada disekitar kita berdua hingga saking percayanya calonku apabila siska butuh sesuatu tanpa rasa segan atau curiga menyuruh aku anter siska kemana aja siska perlu

suatu hari disaat kita berdua aku dan viona lagi persiapan untuk proses qta nikah hp ceweku berdering dan aku bertanya siapa tlp say...oh siska mas!viona angkat dan dengan muka sedikit merah viona tny loh knapa kamu sis...jangan nangis gtu ada apa cerita sama kami ...aku agak kaget?ada apa sih sebenarnya mereka ini...semakin penasaran aku liat nada bicara nya viona makin tinggi..udah sis kamu sekarang dimana biar mas ku jemput kamu di kost ..

viona cerita sama aku mas jemput siska dia ada masalah . dia mau ke sini tapi gak ada kendaraan .....ok.aku jemput siska di kost ya...emang lumayan jauh sih dari rumah viona.sesampai di kost dia sdh nunggu di depan kost dengan muka ceberut,mata yang lebam,abis nangis yang hebat.....aku belum sempet nanya dia sudah masuk ke kendaraanku.dalam mobil selama perjalanan siska nangis sejadi - jadinya ..aku makin binggung ini cewek kenapa.krn setiap aku tanya dia gak jawab dan aku jadi tambah binggung ...capek dech rasanya

selang berapa waktu aku sampai di rumah viona!
siska lsg turun lari kedalam rumah.aku diem'in aja .setelah aku parkir mobil,aku melankah kerumah viona
di sini aku baru aku tau kalo siska abis rame sama keluarganya
aku sebagai calon suami viona duduk sebagai pedengar , penegah.
siska cerita semuanya sama kita berdua ....panjang lebar

ternyata dia disuruh pulang ke Bandung untuk segera nikah dengan seorang cowok pilihan orang tua nya dan ternyata si cowok ini adalah duda beranak 2 yang notabene adalah mantan suami kakak siska yang telah berpulang setahun lalu....alasan orang tua sisika tidak masuk akal ..ke siska.tapi nurut siska abang ipar ya ini rada nakal,pernah kepergok siska lagi intip siska ganti baju,pernah remas pantat siska.....ini nurut versi siska.knapa ortu siska maksa ...penilaian kita ? aku dan viona adalah materi..sebab selama ini yang aku tau semua kebutahan rumah tangga ortu siska ini cowok yang nopang semua,hingga sekarang

materi lagi.......

singkat cerita setelah aku nikah
siska tgal serumah dengan aku,suatu hari aku di tinggal istriku tugas luar kota selama 3 hari ke jkt,ada rapat dinas ktanya
sore itu aku pulang kerja aku dapetin siska itu plg kerja sambil ceberut mukanya cerita . mas aku gak lama lagi nikah sama abangku itu...loh dah final niii..jwb siska iya sambil masuk kamr ya,pdhl aku tau dr istriku
malem itu dia ngajak obrol aku panjang lebar...aku liatin dia ternyata manis juga ini anak..buah dada ya lumayan nonggol juga dan bulet bgt
padanganku melayang ketika siska naruh majalah di depanku , di balik kaos tesembul buah dada yang indah bgt,,putih,padet
siska duduk persis di sampingku,tampak gumpalan gunung ya waooow
aku beranikan diri untuk pegang pundaknya.....
dia malah bilang ,,,
aku dlm wkt deket ini nikah,,,tp ababgku itu gk bakalan dpt tubuhku secara utuh...dia bener ya hny ingin tubuh ku aja,,,ak gk bodoh ya trima aja kondisiku uda gk perawan lg
ak bilang kamu omong apa sich sis!!!!!
dengan balik muka ke muka ku.tanpa rasa segeen lsg sambar aja mulutku di ciumnya
aku kaget dan sempet marah ma dia
tp keburu tangan ku di tariknya dalam pelukanya!!aku pura2 melepasnya.sambil bilang aku suami viona sis

siska nangis,sambil nutupin mukanya....
dia lari ke kamarnya.sambil nutup pintu keras
ak biarkan dia masuk kmr ya,selang 1 jam lamanya,aku ketuk pintunya kuatir bila dia macem2,kan aku yang repot
dia gak jawab,aku beranikan diri buka pintunya!
ternyata dia duduk di atas ranjang diem saja,aku samperin
siska blg ke ak?mas aku minta maaf-minta maaf bner.dan blg jgn bilang viona!
aku peluk dia dan bilang sudah-sudah gk bakal aku bilang viona
sambil aku usap rambut ya,gak sengaja tanganku sentuh buah dada ya..waouw kenyal ya
gairahku bangkit.si otong lsg tegak
dengan pura2 ya aku angkat wajah yang sedih itu.aku tny kamu kenapa!jwb ya hanya diam aja
aku cium kening ya.siska hanya tatap mataku seakan akan bilang aku lakukan apa yang kamu mau
mungkin setan sudah merasuki tubuhku,aku beranikan diri cium pipinya ,matanya ,lalu bibir ya dengan lembut,oh .....
siska hanya diam dan pejamkan matanya
aku cium bibir dgn lembut , di blas ya dgn ciuman juga
ku rebah kan tubuh siska di rajang itu,sambil ku ciumin bibir ya,mulai lah tanganku meremas - remas buah dada ya.oaouw kenyal dan padat sekali buah dadanya.
perlahan aku tarik kaos ya keatas tampak lah dua buah gunung kembar yang di balut bra hitam dgn daging putih mulus,aku tarik bra penutup,oh my good puting sus yang merah kecoklat2tan tampak jelas di depanku,aku kembali lagi ciumin bibir siska yang sudah pasrah ini sambil remas payudara ya,ciuman ku turun ke leher ya ..desis ya terdegar lirih tp bikin bulu kuduk ku berdiri..aaahhh..ah.ah.aaahhh...sambil bilang mas,mas
semakinaku berani ,aku ciumin leher ya turun ke buah dada ya.mulai lingkaran bawah sampai puting ya aku hisap pelan2 sampai aku gigit kecil2,tubuh siska makin bergelincang,dan tangan siska menarik rambutku seakan akan ransangan ku makin bikin dia birahi
aku hisap puser perut ya sambil aku tarik ke bawah celana pendeknya!!!!waaaaauuuuuw , betapa indah ya bulu meqi siska ini tipis gak lebat tp hitem banget.ku jilatin bulu meqi siska makin mengelinjang@ tubuh siska.......makin jelas desis teriakan birahai siska ..oooooohhh...yaaaaaaaaa,,,,ussssssssssssssssssssw w
tangan ikutan gosok2 jembut ya dan tangan narik kaosku
aku tau dia uda nafsu bgt,tp gak mau cepet2 nurutin mau ya dia
aku buka kaos,celanaku
aku pegang penis ku dan aku bimbing tangan siska untuk pegang.matanya terbuka sambil setengah terbelalak liat batang penisku sdh berdiri tegak dan keras.
ku angkat kepala siska persis di depan penisku,sambil ku tempelkan di mulutnya,siska cangung dan binggung!knapa aku tny,aku gak tau diapain ini!
sambil tersenyum aku masukin ke mulutnya,siska terbelalak !mau muntah,krn gk pernah lakukan itu?
aku ulangi lagi,dan sensasi lain aku rasakan saat penisku dijilatin lidanya,hampir aku merasakan tubuh gemetar,aku cabut dr mulut siska.aku gak mau keluar dulu,karena belum mersakan tempek siska
aku balik tubuh siska yang sudah di penuhi nafsu birahi itu
ku jilatin tempeknya mulai lubang sampai pantatnya....
meraskan kenikmatan yang lain dari biasanya.jujur aku katakan masih lebih nikmat sama istriku,jauh lebih hot
setelah puas aku jilatin tempeeknya.mulai lah aku angkat dua kakinya dan aku taruh dibahuku dan diantara kepalaku
aku masukin kontolku ke tempek ya,sulit bgt dan masih buntuh
aku taruh kakinya ,lalu aku coba masukin perlahan - lahan.siska teriak kesakitan begitu ****** ku masuk ke lubang tempek ya.massssssssssssssssssssssssssss...makin aku tekan ..bless.masuk semua batang ****** ku
aku tarik maju mundur pelan - pelan ritme ya.siska makin mendesis keras dan teriak aaauuw...maaass..mass..oooooo
makin lama makin keceng aku gerakan kontolku,tiba2 tubuh siska bergetar dan kedua tangan ya merangkul aku kuat sekali sambil teriak @@@@ mmmmmmmmaaaaaaaaaaasssss.aku makin kenceng gerakanku ,dan siska menumpakan cairan di sekeliling dinding tempeknya.
siska blg aaaaakkku kkeluar masssss...suddaaaah maaassss,,,,,,,,
gk aku gubris makin kenceng kontolku keluar masuk tempeknya......aduh nikmat ya tempek ini
ak cabut ****** dr tempek siska
bdnya aku balik,dia terlungkup,dr belakang aku hujam kan lagi kontolku ke tempek ya dgn gaya dogie.aku teken kuat dan gak lama kemudian croooooooootttt..crrroottt,sperma ku muntuah di tempek siska
kita berdua lemas,rebahan sambil saling berpadangan
malem itu sampai 3-4 kali aku ngetotin siska

esoknya harinya di kamar mandi setelah ngetot lagi aku bilang siska kamu hebat,dia bilang aku puas tubuh sudah aku berikan kepadamu mas,puas aku sekarang


tapi aku berbuat dosa sama istriku
tapi apa mau di kata sudah terjadi

aku lakukan itu sampai 2 hari sebelum dia plg untuk nikah
hubungan ku tanpa di ketahui viona istriku
bulan december aku datang di pernikahanya sama viona
siska menatapku dengan rasa kepuasan yang dia dpatkan dari aku



ini kisah nyata ku dengan siska
viona maafkan aku


       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - buah dada GADIS SALON
Mar 15th 2013, 13:04

Sepulang kantor, tubuhku menjadi tambah penat sehabis mengerjai Lia tadi. Kuparkir Mercy kesayanganku di sebuah mall yang terletak tak jauh dari kantorku. Kubergegas menuju sebuah salon dengan dekorasi yang didominasi warna merah itu.
"Mau diapain Pak" tanya resepsionis yang cantik.
Kulihat namanya yang terpampang di dada. Anggi, namanya.
"Creambath sama refleksi" jawabku.
"Mari dicuci dulu Pak" Anggi menyilahkanku ke tempat cuci.
Tak lama pegawai salon yang akan merawat rambutkupun datang. Kuperhatikan dia tampak masih ABG. Dengan tubuh yang kecil dan kulit sawo matang tapi bersih, wajahnya pun tampak manis dan imut. Walaupun tak secantik Lia, tapi wajahnya yang menyiratkan kemudaan dan keluguan itu menarik hatiku. Tapi yang paling menyedot perhatianku adalah buah dadanya yang besar untuk ukuran tubuhnya. Dengan tubuh yang mungil, buah dadanya tampak menonjol sekali dibalik seragamnya yang berwarna hitam itu.
Perawatanpun dimulai. Pijatan Dian, nama gadis itu, mulai memberikan kenikmatan di tubuhku yang lelah. Tetapi tak kuduga setelah aku menyetubuhi Lia tadi, gairahku kembali timbul melihat Dian. Terutama karena buah dadanya yang tampak masih padat dan kenyal itu. Benar-benar sexy sekali dilihatnya, ditambah dengan celana jeansnya yang sedikit di bawah pinggang sesuai mode masa kini, sehingga terkadang perutnya tampak ketika dia memijat bagian atas kepalaku.
Setelah creambath, Dianpun yang memberikan layanan refleksi. Karena tempat dudukku lebih tinggi darinya, kadang ketika dia agak menunduk, aku dapat melihat belahan dadanya dari balik T-shirtnya yang kancingnya sengaja dibuka. Begitu indah pemandangan itu. Semenjak aku menikmati Tari, gadis SMP dulu, belum pernah aku menikmati ABG belasan tahun lagi. Terlebih dulu Tari berdada kecil, sementara aku ingin mencoba ABG berdada besar seperti Dian ini.
Akupun mengajaknya mengobrol. Ternyata dia baru lulus SMA dan berusia 18 tahun lebih sedikit. Mau melanjutkan sekolah tidak ada biaya, dan belum mendapatkan kerja yang sesuai. Dia bekerja di salon tersebut sambil mencari-cari kerja yang lain yang lebih baik.
Singkat kata, aku tawarkan dia untuk melamar di perusahaanku. Tampak dia berseri-seri mendengarnya. Aku sarankan sehabis jam kerjanya kita dapat mengobrol lebih jauh lagi mengenai pekerjaan itu. Diapun setuju untuk menemuiku di food court selepas pulang kerja nanti.
Jam 8.00 malam, Dian menemuiku yang menunggunya di tempat yang telah disepakati itu. Kupesan makan malam sambil kita berbincang-bincang mengenai prospeknya untuk bekerja di perusahaanku. Kuminta dia mengirimkan surat lamaran serta ijazahnya secepatnya untuk diproses. Kubilang ada lowongan sebagai resepsionis di kantorku. Memang cuma ada Noni resepsionis di kantorku, sehingga aku merasa perlu untuk menambah satu lagi. Setidaknya itulah pikiranku yang sudah diseliputi hawa nafsu melihat kemolekan tubuh muda Dian.
Sambil berbincang, mataku terus mengagumi buah dadanya yang tampak sekal menggiurkan itu. Ingin rasanya cepat-cepat kujilat dan kuhisap sepuas hati. Dian tampak menyadari aku menatap dadanya, dan dia tampak tersipu malu sambil berusaha menutup celah T-shirtnya.
Sehabis makan malam, aku tawarkan untuk mengantarnya pulang. Sambil meneruskan wawancara, alasanku. Dianpun tidak menolak mengingat dia sudah ingin sekali pindah tempat kerja. Terlebih penampilanku membuatnya semakin yakin. Di dalam mobil, dalam perjalanan, kuteruskan perbincanganku mengenai job description seorang resepsionis di kantorku. Sambil berbincang kucoba meraba pahanya yang terbungkus jeans ketat. Sesekali tangannya menolak rabaan tanganku.
"Jangan Pak.. malu" alasannya.
Sementara itu, nafsuku sudah begitu menggelora dan motel jam-jaman langganankupun sudah hampir tampak.
"Dian.. Terus terang saja.. Kamu memenuhi semua persyaratan.. Hanya saja kamu harus bisa melayani aku luar dalam untuk bekerja di perusahaanku." tegasku sambil kembali mengerayangi pahanya. Kali ini tidak ada penolakkan darinya.
"Tapi Pak.. Dian nggak biasa.."
"Yach kamu mulai sekarang harus membiasakan diri ya.." kataku sambil meremas pahanya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku membelokkan setir Mercyku ke pintu masuk motel langgananku itu.
Mobilku langsung masuk ke dalam garasi yang telah dibuka oleh petugas, dan pintu garasi langsung ditutup begitu mobilku telah berada di dalam. Kuajak Dian turun dan kamipun masuk ke dalam kamar. Kamar motel tersebut lumayan bagus dengan kaca yang menutupi dindingnya. Tak lama, petugas motel datang dan akupun membayar rate untuk 6 jam.
Setelah si petugas pergi, kuajak Dian untuk duduk di ranjang. Dengan ragu-ragu dia patuhi perintahku sambil dengan gugup tangannya meremas-remas sapu tangannya. Kusibakkan rambutnya yang ikal sebahu dengan penuh kasih sayang, dan mulai kuciumi wajah calon resepsionisku ini. Kemudian kuciumi bibirnya yang agak sedikit tebal dan sensual itu. Tampak dia hanya bereaksi sedikit sambil menutup matanya. Hanya nafasnya yang mulai memberat..
Kurebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan langsung tanganku dengan gemas merabai dan meremasi buah dadanya yang ranum itu. Aku sangat gemas sekali melihat seorang ABG bisa mempunyai buah dada seseksi ini. Kuangkat T-shirtnya, dan langsung kujilati buah dadanya yang masih tertutup BH ini. Kuciumi belahan dadanya yang membusung. Ahh.. Seksi sekali anak ini. Dia masih tetap menutup matanya sambil terus meremas-remas sapu tangan dan seprei ranjang ketika aku mulai menikmati buah dadanya. Kubuka pengait BHnya yang tampak kekecilan untuk ukuran buah dadanya, dan langsung kuhisap dan kujilati buah dada gadis salon ini.
"Eh.. Eh.." hanya erangan tertahan yang keluar dari mulutnya. Dian tampak menggigit bibirnya sendiri sambil mengerang ketika lidahku menari di atas putingnya yang berwarna coklat. Dengan cepat puting itu mengeras pertanda siempunya sedang terangsang hebat.
Segara kulucuti semua pakaianku sehingga aku telanjang bulat. Kemaluanku telah tegak ingin merasakan nikmatnya tubuh gadis muda ini. Akupun duduk di atas dadanya dan kuarahkan kemaluanku ke mulutnya.
"Jangan Pak.. Dian belum pernah.." katanya sambil menutup bibirnya rapat.
"Ya kamu harus mulai belajar donk.." jawabku sambil menyentuhkan kemaluanku, yang panjangnya hampir sama dengan panjang wajahnya itu, ke seluruh permukaan wajahnya.
"Katanya mau jadi pegawai kantoran.." aku mengigatkan.
"Tapi nggak akan muat Pak.. Besar sekali"
"Ya kamu coba aja sedikit demi sedikit. Dimulai dari ujungnya dulu ya sayang.." perintahku lagi.
Dianpun mulai membuka mulutnya. Kusodorkan kemaluanku dan sedikit demi sedikit rasa hangat yang nikmat menjalari kemaluanku itu, ketika Dian mulai menghisapnya. Kuangkat kepalanya sedikit sehingga dia lebih leluasa menghisapi kemaluan calon bosnya ini.
"Ya.. Begitu.. Sekarang coba lebih dalam lagi" kataku sambil mendorong kemaluanku lebih jauh ke dalam mulutnya.
Kemudian kutarik keluar kemaluanku dan kuarahkan mulut gadis ABG ini ke buah zakarku.
"Sekarang kamu jilat dan hisap ini ya.. Sayang"
Dianpun menurut. Dijilatinya dan kemudian dihisapnya buah zakarku satu per satu. Demikian selama beberapa menit aku duduk di atas dada Dian dan mengajarinya memberikan kenikmatan dengan menggunakan mulutnya. Mulutnya tampak penuh sesak ketika ia menghisapi kemaluanku.
Setelah puas menikmati hangatnya mulut Dian, aku kembali gemas melihat buah dadanya yang membusung itu. Kembali kunikmati buah dadanya dengan mulutku. Kembali Dian mengerang tertahan sambil mengatupkan bibirnya. Sementara itu, akupun melucuti celana jeansnya dan sekalian celana dalamnya. Tampak vaginanya yang bersih tak berbulu seperti menantang untuk digenjot kemaluanku.
Tanganku meraba-raba vaginanya dan tak lama menemukan klitorisnya. Kuusap-usap klitorisnya itu, sementara mulutku kembali dengan gemas menikmati buah dadanya yang besar menantang. Terdengar dengusan nafas Dian semakin dalam dan cepat. Matanya masih menutup demikian juga dengan bibirnya. Tangannya tampak semakin keras meremas sprei ranjang kamar. Aku sudah ingin menyetubuhi gadis petugas creambath ini. Kurenggangkan pahanya sementara kuarahkan kemaluanku ke liang nikmatnya.
"Pelan-pelan ya Pak.." pintanya sambil membuka mata.
Tak kujawab, tapi mulai kudorong kemaluanku menerobos liang vaginanya. Memang dia sudah tidak perawan lagi, tetapi vaginanya masih sempit menjepit kemaluanku.
"Ahh.." jeritnya ketika kemaluanku telah menerobos vaginanya. Tak kuasa lagi dia untuk menahan jeritan nikmatnya.
Mulai kugenjot vaginanya, sambil kuremas-remas buah dadanya. Makin keras erangan Dian memenuhi ruangan itu.
"Ahh.. Ahh.." erangnya seirama dengan goyanganku.
Buah dadanya bergoyang menggiurkan ketika aku memompa vaginanya. Sesekali kuhentikan goyanganku untuk kembali menghisapi buah dadanya yang besar dengan gemas. Hampir 20 menit terus kupompa gadis manis pegawai salon ini. Tiba-tiba dia mengerang dan mengejang hebat tanda orgasme. Tampak butir keringat mengalir membasahi wajahnya yang manis. Kuseka keringatnya dengan penuh kasih sayang.
Kemudian kunaiki kembali tubuhnya dan kali ini kuletakkan kemaluanku diantara buah dadanya yang kenyal itu. Tanganku merapatkan buah dadanya, sehingga kemaluanku terjepit diantaranya. Nikmat sekali rasanya dijepit buah dada gadis ABG semanis dia. Mulai kugoyangkan badanku maju mundur sehingga buah dadanya yang kenyal menggesek-gesek kemaluanku dengan nikmat. Kadang kulepaskan kemaluanku dari himpitan buah dadanya untuk kemudian kusorongkan ke mulutnya untuk dihisap. Kemudian kembali kujepitkan diantara buah dadanya yang ranum itu.
Kira-kira 15 menit lamanya kemaluanku menikmati kenyalnya buah dada dan hangatnya mulut Dian. Akupun merasa akan orgasme, dan tak lama kusemburkan cairan ejakulasiku di atas buah dada Dian. Dengan kemaluanku, kuoleskan spermaku keseluruh permukaan buah dadanya yang sangat membuatku gemas itu.
"Pak.. Jangan bohong lho janji Bapak.." ujar Dian saat kami telah meluncur kembali di dalam mobilku.
"Oh nggak, sayang.. Cepat saja kamu kirim lamarannya ya" jawabku.
Dianpun tersenyum senang mendengarnya. Terbayang olehnya kerja di kantor yang merupakan cita-citanya. Akupun tersenyum senang membayangkan buah dada Dian yang akan dapat aku nikmati sepuasnya nanti. Kuturunkan Dian dipinggir jalan sambil kuberi uang untuk ongkos taksi.
"Terimakasih ya Pak Robert" katanya ketika dia turun dari mobilku.
"Sama-sama Dian" jawabku sambil melambaikan tangan.
Kukebut mobilku menuju jalan tol. Hari telah larut malam. Jalanan telah menjadi lenggang. Ingin rasanya cepat sampai di apartemanku setelah hari yang melelahkan ini. Tiba-tiba aku sadar kalau aku belum mentest secara seksama kemampuan Dian untuk menjadi resepsionis. Interpersonal skill, bahasa Inggris, telephone manner, dan lain-lain. Rupanya aku hanya terbuai oleh buah dadanya yang nikmat itu. Biarlah nanti bagian HRD yang mentestnya, pikirku. Kalau lulus ya diterima, kalau nggak ya nggak apa-apa. Toh aku sudah puas menikmati buah dadanya he.. He..
Kubuka jendela untuk membayar tol. Setelah membayar, langsung aku tancap gas melintasi kota Jakarta di waktu malam. Lagu "Breakin' Away"nya Al Jarreau mengisi sepinya suasana dalam mobilku.

       Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Tidak ada komentar:

Posting Komentar