Senin, 29 April 2013

Your Daily digest for Cerita Seks Bokep Dewasa

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Cerita Seks Bokep Dewasa
Cerita Sex - panasnya waktu upacara
Apr 29th 2013, 12:21


Panasnya Upacara

Hari Senin adalah hari yang paling tidak menyenangkan bagi kebanyakan siswa, karena hari Senin para siswa disalah satu SMA di Bekasi diwajibkan untuk datang lebih pagi guna mengikuti upacara bendera rutinan. Disela sela teriknya matahari pagi itu, dua orang sejoli abg sedang mengeluh sesuatu.

"Fiuhhh males banget nih cil… panas2 gini suruh berjemur di lapangan, kayak ikan teri aja... hufftt" sewot Neta pada temannya Cecil.
"Iya net.. bisa2 paha gw yg mulus ini jadi item gosong, ilang deh keseksian gue selama ini…" sahut Cecil sembari mengelus2 pahanya yang tertutup rok warna abu2 pendek diatas lutut itu.
"Yeee... salah lo sendiri pake rok pendek amat, mau jualan neng??? hihihihi.." ledek Neta sambil mencubit paha Cecil.
"Auww.. sialan lu Net, sakit taukk.. huuuft.." sahut Cecil dengan nada kesakitan.

Cecil dan Neta adalah dua orang sahabat sejak kecil yang kini duduk dibangku kelas XII IPA 4, mereka selalu bersama kemana-mana, belajar pelajaran sekolah hingga belajar pelajaran esek esek (nonton bokep, dsb) ia lakukan bersama sama. Cecil sudah berkali-kali ganti pacar, ia lebih senang memacari orang yang lebih dewasa ketimbang dengan cowok sepantarannya. Kebanyakan mantan pacarnya adalah mahasiswa, dan dari situlah sifat binal yang ia miliki muncul. Sedangkan Neta, bedanya dengan Cecil ia masih takut takut akan berbuat mesum dengan orang lain atau dengan pacar, karena ia merasa masih belum waktunya. Dan kelakuan kelakuan Neta hanya sebatas FK, grepe-grepe, dan masturbasi. Untuk tingkatan ML seperti yang sudah sering dilakukan sahabatnya itu, ia sama sekali belum pernah dan belum berani.

Memang di sekolahan mereka terdapat dua jenis rok yang bisa dipakai untuk sekolah, yakni rok pendek dan rok panjang (kaya yang sering dipakai para pemain sinetron abg SMU di Televisi). Neta sering menggunakan rok panjang untuk ke sekolah sedangkan Cecil paling suka memakai rok pendek dan cenderung ketat diatas lututnya.

Pada waktu itu Neta dan Cecil berdiri di barisan paling depan. Mereka sengaja brdiri di depan agar tidak terkena inspeksi dari guru2 yang berkeliaran menertibkan siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah. Cecil memang siswi yang suka berpakaian seragam ketat dan cenderung memakai rok pendek diatas lutut. Sering kali Cecil menjadi pusat perhatian para siswa2 cowok karena dandanannya itu, dan tak jarang juga Cecil digoda oleh siswa2 cowok, namun ia tetap menanggapinya dengan santai dan cuek karena memang itulah sifat Cecil yang cenderung exhibitionis.

"Siappp grakkk..!!" Suara lantang dari pemimpin upacara keluar sebagai tanda upacara telah dimulai. Toni anak kelas XII IPA 3 yang berperawakan tinggi gagah dan bertampang lumayan ganteng ditunjuk sebagai komandan upacara, yang juga kebetulan berdiri tepat berhadapan dengan barisan Cecil dan Neta.
"Ya ampun.. kereennn bangetttt.." seru Neta setelah mengamati penampilan komandan upacara tersebut.
"Ahhh biasa aja net, lo tu lebay.." celoteh Cecil menanggapi komentar temannya tadi.
"Heh! lo tu punya mata ga dipake ya? ganteng gagah gitu dibilang biasa, dasar lo cil cil.." saut Neta dg nada sedikit kesal.
"Hahahaha… iya neng iya, gitu aja sewot… hehehe" jawab Cecil dengan sedikit kelakar.

Mata Neta terus memandangi Toni yang berdiri tepat dihadapannya dengan jarak kurang dari 10 meter itu. Hingga pada suatu saat pikiran Neta melayang2 berimajinasi dengan joroknya. Ia membayangkan dirinya dengan Toni sedang berciuman dengan ganas serta dilanjutkan remasan remasan pada toket 32 C nya dan lanjut kedaerah2 sensitif milik Neta. Namun disaat asyik asyiknya membayangkan tiba2,

"Woiiii!! bengong aja lo.. pasti lg mikir yg jorok2 ya… hayoo ngaku deh lo…" kaget Cecil dengan lirih dan penasaran dg tingkah temannya yg melamun sambil senyum2 sesaat itu.
"Ah.. eng.. enggak ko Cil.." jawab Neta dengan sedikit terbata2 karena shock setelah dikejutkan temannya secara tiba2 itu.
"Bo'ong lo.. keliatan kali dasar omes… otak mesum kakakakak.." ledek Cecil sambil berkelakar lirih.
"Sialan.. lo tu yang omes Cil… hihihi.." jawab Neta dengan nada malu tidak menerima perkataan sahabatnya itu.
"Eh.. emang lg ngebayangin apaan sih? Koq keliatannya seru nih… siapa tau gue juga bisa ikutan hahahahaha.." kelakar Cecil sambil menutupi mulutnya yg tertawa terbahak2.
"Hahahaha, ah elo CIl… Itu tuh si Toni.." Neta mengarahkan pandangannya ke arah Toni.
"Toni? kenapa emang???" Cecil menjadi tambah penasaran.
"Emm.. tadi itu gw lg ngebayangin berduaan terus gitu2 deh sama si Toni hihihi.. seru deh.. " jawab Neta sambil cekikikan dan masih memandangi Toni yang sedang dalam posisi tegap itu.
"Yaelahhhh... cuma ngebayangin doang, mana ada seru2nya tuh.." ledek Cecil sekali lagi.
"Lah.. kalo ga ngebayangin terus mau ngapain lg emangnya??" jawab Neta dg polos disertai nada penasaran dengan sesuatu yg dianggap seru oleh Cecil dibanding yg dilakukannya barusan.
"Mau tau lo gimana caranya biar lebih seru??"
"Gimana emangnya Cil?" saut Neta semakin penasaran.
"Perhatiin gw baik2 ya Net.." jawab Cecil dengan nada sedikit serius.

Seketika itu Cecil melakukan aksinya. Pertama ia memandang mata Toni secara terus menerus. Lama ia memandangi Toni, namun tak sedikitpun ia memandang balik kearah Cecil. Hingga akhirnya setelah beberapa menit, akhirnya Toni melirikkan matanya kekanan dan kekiri terlihat sedikit bosan dengan posisi tegapnya yang mengharuskan ia memandang fokus pada arah2 tertentu saja, dan akhirnya pandangan matanya berhenti sejenak ke arah Cecil. Dalam hati Toni merasa sedikit terheran kenapa daritadi Cecil terus menatapinya seperti itu dan tak sedikitpun menampikkan pandangannya. Setelah itu perhatian Toni beralih padanya. Cecil kemudian langsung melancarkan serangan kedua , Ia membuka satu kancing baju Osisnya yang paling atas.

"Cleguk..." terlihat Toni sontak kaget dan merasa ada yang menggoda dirinya di bawah terik matahari yang menyengat kota Bekasi itu. Cecil tidak berhenti disitu, setelah membuka kancing bajunya yg paling atas ia mencondongkan badannya kebelakang, sehingga nampak sedikit gundukan toket montok Cecil yang tertutup BH putih dengan size 34 C yang lumayan brutal untuk seukuran anak SMA. Dag dig dug terus berdegup dada Toni, pikirannya menjadi terpecah antara fokus pada Kepala Sekolah yang sedang memberi ceramah atau tingkah gila Cecil yang bikin celananya jadi gerah. Konsentrasinya buyar, ditambah Cecil membungkukkan badannya tersebut sambil memandanginya. Seketika konsentrasi Toni yg semula tertuju pd jalannya upacara berpindah memandangi pemandangan yg menakjubkan tepat dihadapannya itu. Cecil terus menegak-condongkan badanya sambil sesekali tangannya mengibas2kan sedikit sela2 baju yg terbuka satu kancing itu.

Toni semakin menekan tatapan matanya kearah sela2 buah dada yg terkadang timbul tenggelam seiring tegak-condongnya tubuh Cecil. Dalam hati Toni berkata "Mimpi apa gue semalam, bisa dapet sarapan plus plus kayak gini.. euhhh". Penis Toni semakin menegang keras, keringat bercucuran, urat mengencang di sekitaran kepalanya, hal ini benar benar membuat Toni hilang arah. Ia hanya dapat menelan ludah clegak cleguk saja. Cecil terus mengimprovisasikan aksinya, ia menarik sedikit rok mininya keatas secara perlahan2. Naik turun, naik turun sambil dielus2 sedikit, sehingga membuat semakin panas lapangan upacara yg sudah panas terkena terik matahari itu. Gerakkannya berlanjut dengan menempelkan tangan kanannya ke toked yang terlapis oleh baju Osis itu sembari meremas remas teteknya secara perlahan lahan, sesekali Cecil memandangi Toni dg tatapan sayu sembari mengeluarkan lidah dari mulutnya untuk digoyang2 beradu dengan bibir seksi miliknya itu. Kelakuan liar Cecil tersebut berlangsung sekitar 10 menitan, hingga tak terasa kalu sebenarnya Cecil juga merasa sange sendiri karna ulahnya itu, apalagi tampang Toni yg lumayan ganteng menambah intensitas libido yg naik didalam ubun2 kepala Cecil. Hingga sesuatu membuat ia menghentikkan aksi panasnya.

"HEEEEIIIIII…!!!! Yang bener aja lo cil masak sampai buka kancing baju segala.. ntar kalo ketauan yg lain gimana? bis2a ketauan guru juga.. ngawur ih lo.." sentak Neta sambil menarik pundak Cecil kebelakang dengan nada sedikit was was.
"Hahaha…. ini baru namanya seru.. tenang aja ga bakal ketauan kok Net… hihihi…" cekikikan Cecil menanggapi sahabatnya yang daritadi mengawasi ulah nakalnya itu sembari mengancingkan bajunya yg terbuka satu.

Keduanya langsung menatap Toni secara bersamaan, terlihat wajah Toni memerah, kemudian keduanya langsung sedikit terkejut ketika melihat kebawah ada sesuatu yang menonjol di celana Toni bagian resletingnya.

"Kikikikik... rupa2nya ada yg lagi tegang nih.." cekikik Cecil, disahut oleh Neta yg juga ikut cekikikan puas melihat korbannya merasa tegang berat karena menahan sensasi upacara dipagi itu.

Setelah aksi Cecil selesai, Toni sesegera mungkin berkosentrasi melanjutkan tugasnya untuk menyelesaikkan upacara bendera di hari senin yg panas itu.
Upacara pun selesai, semua siswa berhamburan menuju tempat kongkow masing2 untuk mengobrol2 memanfaatkan waktu senggang 15 menit sebelum bel masuk pelajaran dimulai.

"Eh..eh… Net, bentaran ya gue kekamar mandi dulu, mendadak pengen pipis nih hehehe.." ucap Cecil kepada Neta yg sedang menuju kelas. Ternyata Cecil masih merasakan efek dari kelakuan erotisnya saat upacara tadi, dimana libidonya belum juga turun dan ia masih saja merasa horny serta perlu menuntaskan perasaan kentang yang melanda dirinya saat itu.

"Hahaha.. itu tuh akibatnya kalo suka yang enggak2 kikikikik.." ledek Neta sembari cekikikan.
"Yeeeee.... apaan sih lo.. seru tauk hahahaha" kelakar Cecil menanggapi celotehan Neta.

Kemudian Cecil berlari kecil menuju kamar mandi. Kamar mandi yg terletak sedikit jauh dari ruang2 kelas dan tertutup bangunan kantin itu tampak sepi. Sesampainya disana Cecil terkejut ketika melihat ada cowok yang berdiri didepan kamar mandi, cowok itu kemudian bersamaan menengok ke arah Cecil. Ternyata cowok itu dalah Toni. Meraka sama2 melempar senyum dengan agak canggung tersipu2 serta muka yg memerah. Tak disangka tak dinyana mereka berdua bisa bertemu di kamar mandi yang kebetulan sedang sepi dan tidak ada orang sama sekali, ditambah mereka berdua dalam keadaan biologis yang sedang sama2 horny akibat upacara penuh gairah yang baru saja selsesai tadi. Akhirnya dengan segenap perasaan kentang yang menyelimuti, Toni memutuskan untuk memberanikan diri menghampiri Cecil dan menyapanya.

"Hay cil.. eee… kok berdiri disitu aja? Gak.. gak jadi masuk kamar mandi?" ucap Toni mencoba berbasa basi namun justru kalimat yang muncul dari mulutnya menjadi terbata2.

Cecil sedikit terkejut dengan keberanian Toni, yang menghampiri dan menyapanya. Toni memang dikenal sebagai cowok berperawakan maskulin disekolahan, ia ikut Pasukan Pengibar Bendera, fisiknya atletis karena sering kali ekskulnya mengadakan latihan fisik secara rutin. Diam diam Toni mengagumi keindahan fisik Cecil, dengan paras cantik kulitan putih dan toket berisi yang selalu bergoyang goyang saat sedang berjalan, membuatnya ingin sekali kali dapat mengencani cewek itu. Namun apa daya, tak Cuma dia seorang yang mengagumi Cecil. Hampir semua cowok disekolahnya pasti punya keinginan untuk mendapatkan Cecil. Apalagi ditambah Cecil lebih tertarik pada cowok cowok mahasiswa dibanding ABG SMA macam dirinya itu.*Seketika Cecil menjawab memberi respon pada pertanyaan Toni tadi,

"Ummm… jadi sih ton... tapi kalo aku masuk sendirian kayaknya ga asik deh.. hihihi.." jawab Cecil dengan nada sedikit merayu disertai perasaan birahi yang sudah memuncak dan menuntut untuk segera dituntaskan.

Bak mendapatkan hujan lebat ditengah gurun pasir yang tandus, Toni merasa bahagia sekali karena birahinya yang sudah memuncak ternyata mendapatkan sambutan yang baik dari seorang gadis cantik dambaannya itu. Tanpa babibu Toni langsung menjawab,

"Emmm... masuk bareng yuk cil… Pokoknya lo harus tanggung jawab... huuuufff..." saut Toni dengan sedikit manja meminta Cecil untuk masuk kekamar mandi yg sama.
"Yeeee... kok jadi aku sih….?? Huh…. yaudah yuk ton… mumpung lg sepi.... hihihi.." jawab Cecil sembari menggandeng tangan Toni masuk ke dalam kamar mandi untuk menyelesaikan sesuatu yang mengganjal diantara dua muda mudi SMA itu.

"Gleeek, ceklak.." Pintu kamar mandi sudah tertutup rapat rapat, mereka berdua telah berhasil masuk dengan aman tanpa diketahui oleh orang lain. Langsung saja Toni memeluk Cecil dengan eratnya, ia memulai dengan menciumi harum rambut Cecil. Tercium aroma wangi shampoo dari rambut Cecil yang menambah intensitas libido Toni. Setelah itu ia ciumi telinga Cecil, dijilati dengan lembut mulai dari telinga hingga ke tengkuk kepala, hal ini jelas membuat birahi Cecil semakin menjunjung tinggi.

"Emmmh… emmmh… uhhhh.." lenguhan lenguhan kecil muncul dari mulut Cecil diiringi dengan nafasnya yang semakin berat. Kemudian mereka melanjutkan dengan menempelkan bibir satu sama lain, dan kemudian memulai untuk saling melumat. Toni menjulurkan lidah kedalam bibir Cecil, dan langsung saja Cecil dengan lahap melumatnya dan saling bergantian menikmati sensasi FK itu. Sembari berkulum bibir, tangan Toni dengan cepat merabai toket Cecil yang menyembul itu dari luar, ia terus meremas remas dengan tempo yang lambat dan sangat menikmati kekenyalan toket gadis cantik itu dari luar bajunya. Berlanjutlah ia dengan cepat membuka kancing baju Cecil satu per satu dan tak sabar untuk melihat gundukan toket secara nyata milik cewek yang sering jadi bahan pembicaraan cowok2 di sekolahan itu. Akhirnya terpampanglah bongkahan tetek yang terbungkus BH putih dengan motif renda yang semakin memper seksi tampilan tersebut. Dengan manjanya, Cecil berucap,

"Ayooo Toniiii… jangan lama2, sikat aja langsung"

Seolah mendapat komando dari atasan, segera Toni menurunkan kedua katup BH itu terlihat jelas puting berwarna coklat muda kemerah-merahan yang sudah keras memancung menandakan sipemilik sudah sangat horny berat. Dan langsung saja Toni memilin-milin lembut kedua puting itu dan mengenyotnya dari sisi kanan terlebih dahulu.

"Uuuhh… Amhhh… enak banget Ton… teruss kenyot teruss…"

Nafas Cecil semakin berat. Nampak tangan kanan Cecil sedang menyusup memasuki rok pendeknya dan menggesek gesekkan jarinya ke CD nya yang sudah mulai banjir oleh cairan dari dalam memeknya.*Berlanjut Toni sembari mengenyot puting dari kanan ke kiri, tangannya bergerak melepas pengait BH dari belakang dan setelah lepas, gundukan toket 34 C itu semakin bebas bergoyang kekanan dan kekiri. Kekenyalan toket itu sudah tidak terbatasi lagi. Sejenak Toni menghentikan aktivitasnya dan memandangi keindahan tubuh yang selama ini ia idam idamkan.

"Hoooyy..!! Bengong aja sih Ton… buruan nih meki aku udah gatel bangeeeeett…" sentak Cecil dengan sedikit manja sembari menunjuk nunjukkan telunjuknya ke arah dalam rok.
"Siap komandaaaan!!" sahut Toni dengan tegas dan langsung saja ia lanjutkan menjilati dan menyedot nyedot puting Cecil dengan jurus lidah naga miliknya itu. "Sruput…. Slrupuuut.." begitulah kira kira lidah naga berkombinasi dengan bibir Toni mengeluarkan suaranya.

Sembari mengenyot toket Cecil, tangan kiri Toni langsung bergelirnya, menyasar kedalam isi rok mini warna abu-abu itu. Sesampainya disana, Toni terkejut mendapati memek yang terbungkus celana dalam itu sudah becek basah kuyup. Ia terheran heran mendapati begitu sangenya Cecil saat itu. Dengan semangat Toni mengelus memek becek itu perlahan lahan. Ia gosok gosokkan jemarinya dari luar celana dalam sembari mulutnya aktif ngenyot payudara kenyal itu.

"Uuuuh… yessss… nikmat…." Desah Cecil dengan nafas yang semakin memburu.

Setelah beberapa saat, Toni segera berinisiasi untuk menyingkapkan rok mini itu keatas menutupi perut Cecil. Sehingga nampaklah gundukan vagina yang menonjol tertutup oleh celana dalam warna pink bermotif polkadot yang sudah becek oleh cairan yang keluar dari dalam mekinya itu. Segeralah Toni melorotkan celana dalam itu kebawah hingga mencapai mata kaki, dan terpampanglah sudah memek tembem putih bersih yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang baru tumbuh disekitar labia mayora milik Cecil. Dengan gerak cepat bak seribu bayangan, jari jari Toni langsung menuju ke arah memek becek itu, lanjutlah ia memainkan jari2nya, menggesek gesek dan menyursuri setiap jengkal bagian dari memek tembem itu. Jarinya terus mengitari dan sejenak berhenti ketika ia menemukan sebuah klitoris yang tersembunyi dari dalam lipatan labia minora, ia mainkan sebentar dengan telunjuknya dan kemudian langsung menyasarkan jilatannya ke klitoris Cecil. Kini lidah naga pun berpindah daerah operasi. Seketika Cecil melenguh,

"Uuuuhhh… Ahhhh… enak tooon… jilat terus…" nafasnya semakin tak terkendali bak seekor kuda yang tengah berlari kencang dipadang pacuan yang luas.
Toni menggesek gesekkan telunjuknya ke memek Cecil untuk beberapa saat dan kemudian "Bleeesss" kini jari telunjuknya sudah tertancap masuk ke liang surga yang sudah banjir itu. Selakangan Cecil ia buka lebar lebar, menyambut kehadiran rasa nikmat didepannya.

"Awww… Uuuh… pelan2 ya Tonnnnn…" kemudian diikuti oleh jari tengah Toni dengan tempo pelan maju mundur ia kobel memek Cecil dengan giat sembari lidahnya memainkan klitoris Cecil yang membuat ia jadi merem melek keenakan.
Tangan kiri Toni tak lantas diam begitu saja, ia langsung daratkan ke toket kenyal sebelah kiri milik Cecil dan diremas remasnya. "Clak… clakk… clakkk…" begitulah kira2 bunyi dalam kamar mandi yang mereka pakai bersama itu. Semakin lama Toni semakin menaikkan tempo kobelan ke vagina Cecil ke RPM yang lebih tinggi, dan hingga akhirnya tibalah saat saat yang ditunggu oleh Cecil.

"Uuuuhh… Toniiii… Ahhhhh… Yesss…. Aku keluaaaaaarrr….." kalimat penuh kepuasan itu meluncur dari bibir Cecil.

Cecil terengah engah pikirannya serasa melayang layang diudara, serasa beban dikepala hilang dan sangat ringan sekali, seiring kedutan luar biasa yang terjadi didalam vaginanya yang terus menyemprotkan cairan orgasme kemuka Toni yang tepat berada dihadapannya.
Toni menghentikan kobelannya sejenak, memberikan waktu untuk Cecil menghabiskan sisa sisa orgasmenya. Dan Toni pun juga hanya bisa diam dan menikmati setiap semprotan yang keluar dari memek tembem itu hingga tetesan yang terakhir.

"Hihihi…. maaf ya Tonnn……jadi kena mukamu deh….. hihihi…." kata Cecil dengan nafas sedikit terengah-engah setelah menyelesaikan orgasmenya yang dahsyat itu.

Tanpa mengindahkan kata kata tadi, Toni pun tidak mau menyia nyiakan waktu yang ada, Ia segera membuka celana panjang warna abu abu SMA miliknya, ia sengaja menyisakan celana dalamnya agar Cecil yang membukakan dan memberikan surprise dari dalam CD nya. Langsung saja Cecil melorotkan CD Toni kebawah, Dan "Wuuuuuusssss…" ayunan penis Toni yang sudah super tegang itu mencuat dari dalam kandangnya, sontak membuat Cecil yang sudah menanti nanti menjadi kaget, karena penis kekar yang sedang tegang itu sempat menampol hidung Cecil dengan sekejap. Kemudian ia menjadi seketika terpana melihat kekarnya penis Toni dengan ukuran sekitar 13 cm yang dikelilingi oleh urat urat kencang, seakan sudah siap untuk maju berperang.

"Woow… amazing… gagah sekali burung kamu Toni.. hihihi…." kagum Cecil pada Toni.
"Iya dong sayang… soalnya kalo aku lagi push up, si Hercules ikutan push up juga…. Hahahaha…" canda Toni.
"Sekarang giliran kamu puasin aku ya yaanng…???" pinta Toni dengat penuh semangat.
"Siaaap komandaaan….!!" saut Cecil seraya menggengam penis Toni yang super tegang itu.

Ia kocok penis itu dengan perlahan, sudah nampak cairan pelumas yang meleleh dari palkon Toni. Cecil terus mengocok dengan tempo semakin cepat, ia goyangkan penis itu kekanan, kekiri, kebawah, dan keatas sembari dikocok membuat sensasi hand job menjadi tambah nikmat. Toni terkagum kagum, merasakan servis luar biasa dari Cecil, tak ia sangka sudah seperti bintang bokep profesional saja Cecil ini.Capek mengkocok kocok penis Toni, Cecil lalu tanpa malu-malu dan jijik langsung ganti menjilati palkon itu yang dapat membuat Toni jadi kelonjotan, ia merasakan seperti ada setruman kecil di area palkon miliknya itu. Setelah puas menjilati, kemudian Cecil dengan lahapnya mengulum penis Toni kedalam mulutnya, sekarang berganti dengan teknik Blow Job, Cecil mencoba menuntaskan birahi yang menggumpal pada diri Toni.

Namun tiba-tiba….

"KRIIINGGGGG… KRINGGGGG… KRIIINGGGG…." bunyi bel sekolah tanda jam pelajaran dimulai sudah menggelegar, pertanda para siswa sudah harus masuk untuk mengikuti pelajaran. Kedua sejoli itu seketika kaget dan sejenak menghentikan aktivitas mesumnya.

"Duh gimana Ton..??? Udah bel gini…" tanya Cecil dengan nada sedikit panik pada Toni.
"Lah…??? Ya dilanjut dong yang… masa mau udahan…??? Hmmmm…" gerutu Toni pada Cecil.
"Titit kamu sih bandel…!! daritadi ga keluar keluar, capek juga kan aku ngenyotnya….huuuft" Cecil berbalik menggerutu.
"Hehe iya cantik… habis ini langsung deh… ga aku tahan tahan lagi…" jawab Toni sembari terkekeh.

Kemudian langsung saja Cecil menkombinasikan teknik hand job dan blow job nya, dengan tempo yang cepat, kuat, dan jilatan yang super nikmat. Keringat Toni semakin bercucuran deras, ia merasakan ada sesuatu yang membuat dirinya nyut-nyutan, seperti ada luapan yang akan menyembur dari lubang penisnya. Matanya terpejam, kedua tangannya mengacak-acak rambut Cecil maju mundur seirama dengan gerakan pinggulnya yang ia pompa terus menerus. Hingga pada akhirnya Toni sampai pada klimaks birahinya yang sedari upacara tadi terus mengganggu dirinya. Badannya bergetar hebat, urat uratnya seakan mau lepas. Ia benar benar menikmati orgasme yang dibantu oleh seorang gadis cantik idamannya itu.

"Ahhh… ahhh… aku crooot…. yaaaang….." seru Toni dengan nafas yang tersengal sengal.
"Croot… Crooot… Coroot.." sebanyak tiga kali cairan sperma kental milik Toni membanjiri mulut Cecil yang sedari tadi terus mengulum penis kekar anak SMA itu. Sambil tersenyum Toni mengatakan kepada Cecil…..

"Makasih ya sayang, servicemu itu…. 9 dari 10… mantaaaap… hahaha.." kelakar Toni yang memberi penilaian pada Cecil atas servicenya yang luar biasa memuaskan itu.

Cecil membalas ucapan itu dengan mencubit paha Toni, ia tersenyum manja. Kemudian mereka berdua segera membershihkan diri dan secepat mungkin memakai kembali pakaian mereka masing masing.Toni keluar dari kamar mandi duluan. Ia mengawasi keadaan sekitar, setelah aman barulah Cecil keluar dan mereka langsung ngacir menuju kelasnya masing-masing. Sesampainya dikelas, ternyata pelajaran sudah dimulai, dengan baju yang sedikit kurang rapi dan rambut yang agak acak acakan, Cecil masuk kedalam kelas dan segera duduk disamping Neta. END Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - di rumah sakit
Apr 29th 2013, 12:20


Jam sembilan pagi. Aku naik motor sambil menahan rasa haus yang menyerang tenggorokanku. Aku orang yang cepat merasa haus, jadi aku harus benyak minum. Tapi karena aku tadi lupa minum sebelum masuk kelas dosen yang kelasnya dikenal lama. Aku berhenti dan turun dari motorku begitu aku menemukan sebuah toko kelontong yang tidak asing untukku. Langsung saja, aku berjalan ke toko itu.
"Mau beli apa?"
Aku yang berniat membeli malah justru bertanya pada gadis yang sedang menjaga toko ini.
"Mau beli air minum mas. Hehe."
Haha. Orang ini...
"Ah mas Deni..."
Aku mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin sambil tersenyum menahan tawa, dan kemudian aku menunjukkan apa yang ingin aku beli pada gadis itu.
"Ini mbak."
"Udahlah mas, kayak orang baru kenalan aja. Kan aku udah bilang berkali-kali, panggil aku Mitha, lagian mas Deni lebih tua daripada aku."
Ya, namanya Mitha. Dia kukenal sejak aku masih semester pertama. Waktu itu aku yang sedang haus mencari air minum, dan aku yang waktu itu belum mengenal wilayah sekitar kampusku membeli air minum di toko ini karena aku tidak tahu harus beli dimana lagi. Mulai saat itu, aku selalu membeli air minum disini dan mengenal beberapa penjaga toko disini, tapi Mitha yang notabene berumur satu tahun lebih muda dariku adalah orang yang paling menarik perhatianku. Kulitnya kuning langsat dan terlihat bersih, rambutnya yang sebahu terlihat cocok dengan mukanya yang cantik, dan bodinya bisa dibilang bagus (menurutku). Kalau aku kira-kira, ukuran dadanya 89 cm, pinggang 56 cm, dan pinggul 85 cm. Tingginya mungkin sekitar 150 cm, berat sekitar 30 kilo. Jujur saja aku sendiri tidak yakin perkiraanku tepat. Aku membuat perkiraan itu karena dadanya terlihat besar, pinggangnya ramping, dan pinggulnya berisi. Yang jelas, aku tidak keberatan kalau dia mau jadian denganku, walaupun dia sudah tidak bersekolah lagi.
"Ya udah deh, tapi aku kasih diskon ya?"
"Huuh..."
"Enggak, enggak. Bercanda kok mit."
"Nah, gitu dong..."
Aku langsung mengambil selembar uang dua ribu rupiah dari dompetku dan menyerahkannya padanya.
"Makasih."
Dia berterimakasih padaku sambil tersenyum manis. Aku tidak tahu apakah itu senyum bahagia atau senyum bisnis, tapi aku senang hanya dengan melihatnya tersenyum.
"Oh ya, malem ini ada acara gak?"
"Eh, kenapa mas?"
"Makan bareng yuk."
"Ada apa nih? Kok tumben ngajak makan bareng?"
Dia benar, aku memang belum pernah mengajaknya makan bareng. Bukannya bermaksud sombong, tapi aku sedang punya uang berlebih dan aku tidak tahu uangku harus kupakai untuk apa.
"Udahlah gak usah tanya. Mau gak?"
"Makan dimana?"
"Suka makan stik gak?"
Aku pernah dengar dari teman-temanku kalau ada restoran stik yang punya banyak menu, apalagi harganya murah dan rasanya enak. Walaupun aku belum pernah makan disana, tapi tidak ada salahnya dicoba, karena kebanyakan saran dari teman-temanku benar. Alasan tadi cukup untuk membuatku menjadikan restoran itu sebagai tempat untuk .
"Iya mas, aku suka."
Dia terlihat senang begitu aku menyebut makanan itu.
"Nanti jam 6 aku jemput kamu di kosmu ya."
"Oke. Aku tunggu ya mas. Hehe."
Aku meninggalkan toko itu dan langsung meminum air mineral yang tadi aku beli. Tanpa kusadari, airnya langsung habis. Mungkin tenggorokanku sudah benar-benar tidak bisa menahan rasa haus yang dari tadi menyerangnya. Setelah aku membuang botol air yang kuminum tadi, aku langsung tancap gas dan pulang ke rumah.
Waktu yang dijanjikan sudah hampir tiba. Aku bersiap-siap untuk menjemput Mitha. Dompet dan HP kumasukkan ke saku celana, jaketku yang tebal kupakai, dan kunci motor kuambil. Langsung saja, aku menaiki motorku menuju kosnya.
Setibanya di tempat tujuan, aku langsung memberitahu dia kalau aku sudah sampai lewat sms. Satu menit telah berlalu, aku masih sabar menunggu. Sepuluh menit berlalu, aku mulai merasa curiga dan memutuskan untuk menelponnya. Hasilnya membuatku makin curiga: tidak ada jawaban, tapi aku harus sabar. Sudah setengah jam berlalu, tapi aku masih berdiri, menunggu dia datang.
Tiba-tiba, pintu kos yang ada di dekatku terbuka. Seorang perempuan berambut panjang yang tidak kukenal keluar membawa sekeranjang buah-buahan. Penampilannya rapi sekali. Baju merah muda berlangan panjang dipadu dengan celana jeans. Cocok dengan badannya yang ideal. Tidak terlalu kurus, tidak terlalu gemuk. Begitu dia keluar, pandangannya menuju ke arahku.
"Permisi mas. Ada apa ya kok berdiri di situ?"
"Anu, mbaknya tinggal di kos ini?"
"Iya. Ada apa ya mas?"
"Kenal Mitha gak mbak?"
"Kenal mas. Masnya ada urusan apa ya?"
"Saya mau ketemu dia. Orangnya ada di dalam gak mbak?"
"Wah. Gak ada mas."
"Lho, memangnya dia kemana? Tadi udah janji mau ketemu sekarang."
"Dia baru dikirim ke rumah sakit. Tadi dia sms aku."
Aku sempat kaget mendengarnya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia tidak memberitahuku?
"Rumah sakit mana?"
Sontak aku memegang pundak perempuan itu, merasa panik.
"Tolong lepasin dulu mas."
Dia mengeluh sambil melihat ke arah samping. Mengalihkan pandangannya dariku.
"Oh, iya. Maaf."
"Dia di rumah sakit –"
Begitu dia menyebut nama rumah sakitnya, otakku menyuruhku untuk segera pergi kesana.
"Oke, makasih mbak."
"Tunggu, mau kemana mas?"
"Mau ke rumah sakit, nengok Mitha."
"Aku boleh numpang mas? Motorku masih di bengkel. Tadinya mau ngambil motor dulu, tapi mumpung ada yang bawa motor, aku mau bonceng. Boleh gak mas?"
"Oke."
Aku membonceng perempuan itu sekarang, dan aku langung tancap gas menuju rumah sakit tempat Mitha dirawat. Tunggu aku Mitha.
Di rumah sakit, aku langsung menanyakat kamar Mitha pada resepsionis. Aku dan perempuan itu bergegas menuju kamar Mitha begitu tahu di kamar mana dia dirawat. Sesampainya di sana, aku hanya bisa melihat Mitha berbaring. Perban membungkus lengan dan kaki kanannya. Kasihan.
"Kamu gak apa-apa, mit?"
Kata-kata itu seketika meluncur dari mulutku.
"Aduh mit. Maaf aku baru datang sekarang."
Perempuan yang dari tadi bersamaku juga bertanya pada Mitha dan mendekati ranjangnya. Dia kelihatannya khawatir.
"Gak apa-apa mas, mbak. Oh ya, maaf tadi gak ngasih tau."
"Tenang aja mit."
Aku tidak punya pilihan lain selain memaafkannya begitu aku tahu apa yang menimpanya.
"Udah kenalan sama mas Deni belum mbak?"
Oh ya, aku belum kenalan dengan perempuan ini. Aku terlalu sibuk memperhatikan jalan tadi. Aku mendekati perempuan yang belum kukenal itu dan menjabat tangannya sambil tersenyum.
"Deni"
"Ayu."
Aku melepas tanganku darinya begitu selesai berjabat tangan.
"Nih, ada buah Mit."
Ayu menaruh buah yang dari tadi dia bawa di meja yang ada di sebelah ranjang Mitha.
"Waduh mbak. Nggak usah repot-repot gini..."
"Gak apa-apa kok mit."
"Ya udahlah. Makasih lho mbak."
"Iya. Santai aja."
Kali ini aku melihat ke arah Mitha. Melihat dia diperban membuatku ingin tahu siapa orang kurang ajar yang membuat dia jadi seperti ini.
"Ngomong-ngomong mit, kok kamu bisa masuk rumah sakit?"
Pertanyaan itu meluncur seketika dari mulutku.
"Tadi aku ketabrak mas. Waktu aku lagi jalan di belokan, tiba-tiba ada motor yang belok kenceng, terus dia nabrak aku sampe aku jatuh. Sakit banget mas rasanya..."
"Terus kemana orang yang nabrak kamu?"
Kalimat tanya itu keluar secara spontan, dan Ayu tiba-tiba tersenyum ke arahku.
"Dia udah minta maaf waktu tadi waktu mas belum kesini."
"Wah. Masnya perhatian banget sama Mitha."
Celetukan Ayu tadi membuatku dan Mitha terdiam. Malu rasanya.
"Mit, kok kamu gak bilang-bilang kalau kamu udah punya-"
"Bukan mbak."
Aku yang tadi hanya bisa diam merasa lega sekarang. Ternyata walaupun Mitha kecelakaan, dia tetap menjadi Mitha yang biasanya. Aku baru tahu kalau kuat walaupun dia kesakitan. Kurasa itu bisa jadi nilai tambah untuk dia.
Sudah lima hari berlalu sejak Mitha masuk rumah sakit. Dokter Mitha bilang kalau dia perlu waktu sekitar dua minggu satu atau dua minggu untuk sembuh, tapi ternyata dia sudah boleh keluar besok. Aku sudah sering menjenguknya kalau ada waktu luang. Mungkin ada beberapa orang yang merasa bosan atau kesal kalau dijenguk beberapa kali oleh orang yang sama, tapi untungnya Mitha bukan orang seperti itu. Senang rasanya bisa mengenal Mitha.
Di hari keenam Mitha dirawat...
Hari ini jam 9 kelasku kosong. Aku sendiri tidak tahu kenapa kelasku kosong, tapi peduli amat. Malah bagus. Dengan ini, aku bisa bertemu Mitha lebih cepat dari rencana.
"Bling."
Hpku berbunyi, dan aku langsung mengambilnya dari kantong celanaku. Ada satu sms masuk.
"Mohon maaf hari ini saya tidak bisa ngajar, saya harus ke rapat prodi. Sebagai gantinya, tolong kerjakan tugas di buku halaman 138. Dikumpulkan hari ini jam 11.00 di meja saya. Terima kasih."
Aku melihat jam tanganku, dan ternyata sekarang sudah jam setengah sepuluh. Anjing. Kenapa harus ada tugas sekarang? Aku pun langsung mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas. Begitu aku membuka bukunya dan membaca soalnya, aku langsung mengela nafas.
"Haaah..."
Soalnya ternyata susah. Melihatnya sekilas saja sudah membuatku ingin menutup buku itu. Apa boleh buat. Aku terpaksa menyalin jawaban teman yang sudah selesai nanti. Beginilah aku. Kalau sedang tidak mood untuk mengerjakan soal, aku lebih memilih untuk menyalin jawaban.
Tugasnya selesai dan. Sesuai rencana, aku menyalin jawaban temanku. Untungnya aku punya teman yang bisa diandalkan. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Mitha, lagi.
Aku di depan kamar Mitha. Seperti biasa, aku mengetok pintu dulu sebelum masuk.
"Tok...tok..."
Setelah kutunggu, pintunya tidak terbuka. Apa mungkin pintunya tidak dikunci? Lebih baik kudorong saja pintunya.
"Ngeeek."
Terbuka. Ternyata memang benar, pintunya tidak dikunci. Aku pun masuk begitu saja ke kamar Mitha, seolah-olah kamar itu kamarku sendiri. Di dalam, aku tidak melihat siapapun kecuali Mitha, yang sedang tidur. Biasanya dia ditemani Ayu atau temannya yang lain, tapi sekarang hanya ada aku dan dia disini.
Aku melihat muka Mitha. Ini pertama kalinya aku melihat dia tidur. Mukanya kelihatan seperti anak kecil kalau tidur, polos dan manis. Membuatku ingin pemilik wajah itu menjadi milikku.
Tiba-tiba, keinginan untuk mencium bibirnya yang mengkilap melintas di pikiranku. Apa ini harus kulakukan? Haruskah aku menciumnya? Kurasa aku harus, karena kesempatan seperti ini sangat mungkin tidak akan ada lagi. Terlebih lagi, siapa tahu ini ciuman pertamanya. Daripada dia dicium laki-laki lain, lebih baik aku yang menciumnya.
Perlahan-lahan, aku mendekatkan bibirku ke bibirnya. Sebenarnya, aku masih merasa takut kalau sampai dia bangun dan berpikir kalau aku mau mencabulinya. Tapi aku harus berani. Ingat: kesempatan seperti ini sangat mungkin tidak akan ada lagi.
Jarakku dengan bibir Mitha makin dekat. Hanya tinggal beberapa milimeter lagi, bibirku akan menyentuh bibirnya. Tapi aku berhenti, menjauh dari mukanya. Memang iya kesempatan seperti ini sangat mungkin tidak akan ada lagi, tapi lebih baik kalau dia rela kucium. Mungkin iya aku senang kalau aku berhasil menciumnya, tapi dia belum tentu senang kalau kucium dengan cara seperti ini. Aku ingin aku dan dia sama-sama senang.
Tidak lama setelah percobaan mencium tadi, Mitha bangun, melihat aku duduk di sampingnya.
"Eh, mas Deni...maaf mas tadi tidur. Udah lama disini?"
Dia sepertinya kaget begitu dia tahu aku ada di sampingnya.
"Ah, gak juga. Baru lima menitan."
Aku menyanggah, sambil menggelengkan kepala untuk membuat dia yakin.
"Gimana mit, lukanya? Masih sakit?"
"Udah nggak kok. Ngomong-ngomong, mas Deni udah sering kesini ya."
"Masa?"
Ake menyanggah lagi, kali ini supaya dia tidak curiga.
"Beneran kok, mas udah sering kesini."
Begitu Mitha menyelesaikan kalimatnya, alam memanggilku. Untunglah. Aku jadi punya alasan untuk pergi sebentar.
"Mit, aku ke kamar mandi dulu ya."
"O, iya mas."
Sekitar satu menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Mit-"
"Emm, mas."
Mitha melirik ke arah resleting celanaku yang masih terbuka. Spontan, tanganku langsung memegang resleting itu. Tapi tanpa sepengetahuanku, tangan mitha tiba-tiba memegang tanganku.
"Gak usah ditutup mas."
Tunggu. Apa mungkin dia...?
"Aku-"
Kali ini badanku bergerak secara spotan, dan membuat kalimatnya terpotong, seolah tidak mengingat prinsipku tadi. Badannya kurebahkan di ranjang. Bibirnya kusambar. Lembut rasanya, kurang lebih seperti lapis legit.
"Mmmmmh!?"
Badannya terasa sedikit kaku. Mungkin dia tidak menyangka aku akan melakukan ini.
"Nnnnh...ah...cup...haaah..."
Mitha mulai mendesah. Seksi sekali suaranya. Aku harus lebih agresif. Sekarang tidak hanya bibirku saja yang bermain. Lidahku kumasukkan ke dalam mulut Mitha yang kecil.
"Mmmh...haaa...aaah..."
Lidahku kumasukkan lebih dalam lagi ke mulutnya, sambil menari di atas lidah Mitha untuk membuatnya menikmati ini.
"Mmmmph...nnngh....aaah..."
Berhasil. Lidahnya bermain dengan lidahku sekarang, seperti ular yang mencoba melilit satu sama lain. Di sisi lain, air liur kami bercampur. Menambah kadar sensasi kenikmatan yang menyerangku.
"Nnnnh...haaa...tunggu...berhenti sebentar...mas..."
Aku berhenti menciumnya.
"Kenapa?"
"Aku lepas baju dulu mas. Biar mainnya lebih enak. Mas juga lepas baju dong."
"Eh, yakin? Nanti kalau ada orang masuk gimana?"
"Nggak akan ada kalau sekarang mah. Kalau tetep ngerasa gak nyaman, kunci pintu sama tutup gorden aja."
Untuk jaga-jaga, aku mengunci pintu dan menutup gorden. Setelah itu, aku dan Mitha melepas semua kain yang menutupi badan kami. Saat aku melihat Mitha telanjang, aku hanya bisa kagum, speechless. Dan tentu saja, tititku berdiri. Dadanya besar, perutnya tidak menimbun banyak lemak, dan pantatnya berisi. Sempurna. Benar-benar sempurna.
"Mas, jangan bengong aja."
"O, iya iya."
Kami berdua naik ke atas ranjang. Sekarang Mitha duduk tepat di depanku. Tanpa komando, aku kembali menyambar bibirnya dan meremas dadanya dengan pelan. Benar-benar kenyal rasanya. Luar biasa.
"Nnnnh...haaa...cup...mmmh..."
"Mit...ukuran lingkar dadamu berapa sih? Kok besar banget?"
"Mmmh...mau tau aja..."
"Iya...aku emang pingin tahu..."
"89 cm."
Wah. Di luar dugaan. Perkiraanku tidak meleset.
"Pantesan gede...kenceng lagi. Tapi enak kok."
Aku berhenti menciumnya. Bibir dan lidah kami berpisah.
"Aaah...mas Deni."
"Aku kenyot ya. Aku pengen tahu rasanya ngenyot dada."
"He eh mas. Kenyot aja sampe puas."
Mataku langsung melirik ke putingnya yang secil berwarna pink. Lucu sekali. Membuatku makin ingin memainkannya. Puas melihatnya, mulutku langsung melahapnya. Lidahku pun juga kujulurkan untuk menyerang bagian puting.
"Ah...yaaa...terus mas..."
"Gimana rasanya?"
"Geli, tapi gelinya enak banget mas."
Aku terus menjilat putingnya. Kadang badan Mitha pun menggelinjang, seolah-olah dia disetrum. Benar-benar menggairahkan melihat dia seperti itu.
"Haah...aaah...ya..."
Desahan seksi terus keluar dari mulutnya. Aku jadi makin tidak karuan mendengarnya.
"Mas, enak banget...aaah..."
"Oh ya. Kamu udah pernah main kayak gini belum?"
"Belum mas...aaah...pacar-pacarku...yang dulu...pada gak suka main kayak gini."
Bodoh. Benar-benar bodoh. Dia sudah di sia-siakan.
"Kalau gitu ini pertama kali?"
"Aaaah...ya. Mas Deni yang pertama..."
Wah. Dapat durian runtuh aku. Asik.
"Aaaah...ah...ah...mas...aku mau...aaaaaah!"
"Ada apa?"
"Aku...sampe mas..."
"Kita ganti posisi ya. Kamu rebahan sekarang."
"Jangan buru-buru dong mas. Aku jaga mau dapet jatah."
"Okelah. Nih kalau mau."
Kami berdua turun dari ranjang. Aku berdiri, sambil menunjukkan tititku yang menegang persis di depan matanya.
"Wah, jadi kayak gini yang namanya titit."
Tanpa perintah, dia melahap titiku, dan menggerakkannya maju mundur.
"Mmmmh...ssssp...cup..."
Sebuah sensasi luar biasa mulai menjalar di tititku.
"Nnnnh...cup...nnnh...gimana...rasanya...mas? "
"Mantap..."
"Kalau...mmmh...mau keluar...keluarin...sppph...aja...di mulutku..."
"Waduh...beneran nih?"
"Iya...sssph...aku...mau tahu...cup...rasanya sperma...nnnh..."
"Kalo gitu, terusin dong. Enak banget nih..."
Kali ini, mulutnya lebih cepat.
"Sppph...nnnh...cup...sppph...nnnh..."
"Ya...terus..."
"Nnnnh...cup...nnnnh...nnnnnh...sssph..."
"Haah...mit...aku mau..."
Belum sempat menyelesaikan kalimatku, spermaku keluar di mulutnya.
"Haaah...enak banget mit...gimana rasanya spermaku?"
"Agak lengket di tenggorokan. Tapi enak!"
Memang tadi rasanya benar-benar enak, tapi aku tidak mau berhenti sampai disini.
"Lagi yuk. Sekarang yang beneran."
"Nah, itu yang aku tunggu dari tadi mas."
Mitha rebahan di kasur, dan membuka pahanya lebar-lebar. Sekarang aku melihat ke vaginanya. Bersih, tidak ada bulu sama sekali. Hmmm, kira-kira kenikmatan seperti apa yang akan diberikan lubang ini padaku?
"Ayo mas..."
"Siiiap."
Aku mengarahkan tititku ke vaginanya, dan menggerakkan pinggulku. Sekarang kepala penisku sudah masuk ke dalam. Benar-benar basah dan lembek rasanya. Tapi di dalam sana ada yang menghalangi laju penisku. Oh iya, benar juga. Dia belum pernah main sebelumnya.
"Kamu kan masih perawan. Gak apa-apa nih?"
"Aku rela kok keperawananku diambil mas Deni."
"Haaah."
Aku menghela nafas, untuk menenangkan diriku.
"Oke. Kalau sakit bilang ya. Siap...satu...dua..."
"Bles!"
Aku mendorong tititku sekuat tenaga, dan selaput dara yang tadi menghalangiku sudah kusobek. Darah perawan pun mulai merembes keluar dari vaginanya.
"Maaas...sakiiiiit..."
Mitha menangis sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kelihatannya dia benar-benar kesakitan.
"Tahan ya mit."
Aku mengecup bibirnya sambil mengelus rambutnya yang halus. Semoga dia bisa cepat terbiasa.
"Jangan digerakin dulu ya mas. Masih sakit..."
Aku hanya mengangguk untuk menjawabnya. Di saat yang bersamaan, sebuah sensasi nikmat yang belum pernah aku rasakan terasa di tititku. Vagina Mitha yang basah meremas-remas tititku, seolah-olah hendak memerah spermaku. Tapi sensasi itu harus bisa kutahan selama mungkin. Aku tidak boleh mengecewakan Mitha.
"Mas, gerakin aja sekarang..."
"Kamu yakin?"
"Gak apa-apa mas..."
"Ya udah..."
Aku mulai menggerakkan tititku maju mundur. Seiring aku bergerak, vagina Mitha yang tadi masih perawan meremas-remas tititku. Geli dan enak rasanya.
"Ah...ah...ah..."
Luar biasa. Vaginanya yang basah dan lembek terus memijat-mijat penisku.
"Rasanya gimana mit?"
"Ah...ah...ah...ah...enak...lebih cepet lagi mas..."
Penisku kugerakkan lebih cepat. Dan sensasi nikmat yang kudapat dari vagina Mitha makin menyelimuti seluruh permukaan penisku.
"Iya...ah...ah...bagus mas...ah...ah...ah...aaaaaaaah!"
Vaginanya menjadi lebih basah begitu dia berteriak. Aku senang aku bisa membuatnya orgasme.
"Ah...ah...ah...ayo mas...bawa aku ke surga lagi..."
Sensasi yang sedang kurasakan membuat nafasku makin tidak karuan.
"Aaaah...ah...ah...ah...ah...ah...ah...ah!"
"Mitha..."
Tiba-tiba, aku merasa spermaku mendesakku untuk mengeluarkannya.
"Haah...haah...mit...aku mau...keluar..."
Gerakan penisku jadi makin tak terkendali. Aku sudah mencapai batasku.
"Ah...ah...ah...Mitha...aaaah!"
"Crot...crot...crot!"
Kusemburkan spermaku di dalam vagina Mitha. Semburannya kuat. Rasanya benar-benar nikmat, jauh lebih nikmat daripada saat onani. Mungkin jangan kucabut tititku dulu. Aku masih mau merasakan sensasi tiada dua ini.
"Maaas...enak banget..."
"Mitha, kamu mau gak jadi pacarku?"
"Kenapa enggak mas? Mitha juga mau jadi pacar mas Deni."
Kami kembali berciuman, dan kali ini aku juga memeluknya. Badan kami pun masih bersatu. Haaah, apa mungkin in bisa disebut surga dunia? Karena kenikmatan yang kudapat benar-benar luar biasa.
Sudah dua bulan berlalu sejak aku main dengan Mitha di rumah sakit. Dan sudah du bulan juga aku menjadi pacar Mitha. Untung waktu itu di rumah sakit tidak ada yang tahu kalau aku ngentot Mitha, dan sampai sekarang hanya kami yang tahu tentang hal itu. Ini rahasiaku dan Mitha. Ngomong-ngomong, aku tahu kalau mahasiswa laki-laki biasanya menjadikan mahasiswi atau murid perempuan sebagai pacar, tapi aku tidak berkecil hati. Karena menurutku, selama ada perempuan yang setia denganku, itu tidak masalah.       Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Marini, pertualangan sex
Apr 29th 2013, 07:27

Dari Banjarmasin, Mas Adit telepon bahwa besok, temannya yang bernama Rendi, mau ambil beberapa file penting yang ada dikomputer rumah untuk keperluan kantornya. Aku sempat berpikir, selama 8 tahun pernikahan, rasanya belum pernah ada tamu lelaki saat Mas Adit tidak di rumah. Ah, mungkin ini hanya kebetulan saja. Dan Mas Adit sendiri yang meminta agar aku menerima temannya itu karena ada hal, tentu yang sangat penting, yang harus di ambil dari komputernya.

Besoknya, sekitar pukul 9 pagi, ada mobil parkir di depan rumah. Seorang pemuda, tampan dan jangkung memakai jaket untuk membungkus badannya yang bidang, turun dari mobil itu, menyampaikan hormatnya.
"Pagi Bu. IBu Adit? Saya Rendi, Bu. Apakah Pak Adit sudah menelepon Ibu, bahwa saya akan kemari? Saya memerlukan beberapa file di komputer beliau untuk keperluan kantor yang harus saya dapatkan hari ini, Bu. Saya harap tidak akan mengganggu Ibu".
"O, ya, Dik Rendi ya. Ya, kemarin Mas Adit telepon saya. Silakan masuk, komputernya di sini dik", aku persilakan Rendi mengikutiku ke tempat ruang kerja Mas Adit.
Dia membuka jaketnya, mungkin merasa gerah di rumahku yang sempit ini. Aku lihat dia keluarkan beberapa lembar disket dari kantong kemejanya dan langsung menyalakan komputer Mas Adit. Aku sempat pula melirik dengan rasa kagum akan postur tubuhnya yang bidang itu.

Aku menawarkannya minum.
"Terima kasih Bu, jangan merepotkan Ibu. Saya tidak lama koq".
"Ya, aku buatkan saja teh panas di cangkir".
Kemudian nampak Rendi mulai berkutat di depan monitor dan keyboard mencari file yang dimaksud. Rupanya Mas Adit sudah memberikan ancar-ancar di lokasi dan folder mana, sehingga file itu langsung Rendi dapatkan dan nampak dia telah menekan ikon copy ke directory A, tempat disket yang dibawa Rendi tadi. Mungkin hanya sekitar 10 menit, semua yang dilakukannya telah selesai. Kemudian Rendi minta ijin untuk ke toilet sebentar.
"Silakan, itu di samping ruang makan", kupersilakan dia.

Tak ada hal-hal yang istimewa dari kedatangan Rendi pagi ini. Kecuali memang kalau aku perhatikan teman Mas Adit ini termasuk pria yang tampan. Penampilannya nampak bersih dan apik. Maklumlah orang kantoran. Dia harus tampil "perfect" di depan para relasinya. Sementara Rendi ke toilet, aku melanjutkan bebenah kamar tidurku sebagaimana yang rutin aku lakukan setiap pagi hari. Beberapa saat kemudian aku mendengar pintu kamar mandi terbuka dan langkah Rendi kembali menuju komputer di ruang kerja suamiku. Karena tanggung oleh pekerjaanku di kamar tidur aku tidak serta merta menyambanginya. "Ah, teman Mas Adit ini saja", pikirku. Saat itu aku sedang membetulkan seprei ranjang bekas aku tidur semalam. Pintu kamar tidurku terbuka dan kebetulan aku sedang dalam posisi bertumpu pada lututku di lantai membelakangi pintu kamar.

Aku mendengar suara langkah yang halus.
"Bu.., Bu Adit..", kudengar suara Rendi dan aku menoleh ke pintu. Aachh, apa yang nampak berada tepat di belakangku sama sekali berada di luar nalarku. Rendi, Rendi, benarkah ini, benarkah kamu Rendi. Di depanku yang sedang berposisi setengah jongkok di lantai, Rendi berdiri tanpa celana panjangnya dengan kontolnya yang keluar dari samping celana dalam putihnya dan diacung-acungkannya padaku. Sementara itu kemejanya juga setengah terbuka hingga menampakkan gumpalan dadanya.

Bagai terkena sihir nenek lampir, aku terpana, tak berkutik serasa ikan duyung yang terjerat dalam jaring nelayan, tak berdaya, dikarenakan seluruh bentuk kehendak dan jiwaku langsung terlempar jauh melayang tanpa tahu ke tempat mana akan jatuh tujuannya. Dan sihir itu juga membuat mataku langsung tak mampu berkedip maupun mengelak atau melepas pandanganku pada ****** Rendi yang hanya berjarak sekitar 2 jengkal dari wajahku. Aku langsung lumpuh, jatuh terduduk dengan punggungku yang tersandar pada ranjang. Aku ditimpa shock hebat hingga kehilangan setengah kesadaranku. Bahkan telingaku juga serasa tuli kecuali hanya mendengar suara jantungku yang dengan kerasnya sekana memukuli dadaku. Tidak sepenuhnya sadar pula ketika tanganku menggapai-gapai tepian ranjang untuk berpegangan agar tubuhku tidak limbung terjatuh.

"Mbak Adit..", itu suara bisikan.
Suara Rendi. Rendi bersuara dalam bisikan. Tetapi karena hanya suara itu, di samping suara jantungku sendiri yang memukuli dada, bisikkan itu terasa seperti suara guruh yang menggulung membahana di telingaku. Aku ingin sekali menyahut suara Rendi, semacam refleks reaktif dari apa yang membuatku shock hebat ini, tetapi lidahku dijerat kelu. Akupun seketika bisu total.

Dan mataku, oohh mataku, kenapa aku tidak mampu melepaskan pandanganku pada ****** itu. Dan leherku, mengapa leherku juga terbawa beku dan tidak mampu untuk memalingkan wajahku dari kemaluan Rendi itu. Dan yang terasa memukau pandangan dan perasaanku itu adalah adanya semacam pesona. Wajah dan mataku terpaku pada pesona erotik yang sensasional dan sangat spektakuler, ****** itu, betapa indahnya, betapa sedapnya, betapa nikmatnya. Rasanya aku tak lagi memiliki kesabaran untuk mengulum, mencium dan menjilati ****** seperti itu. Dan kepalanya itu yang bak jamur memerah mengkilat dikarenakan seluruh darah yang telah mendesak di sana. Lubang kencingnya yang nampak berlubang gelap di tengah bibir lubangnya yang begitu ranum. Warna batangnya yang coklat muda kemerahan yang dikelilingi urat-uratnya yang juga demikian indahnya, tampak sangat serasi dan sangat bersih. Tak terbayangkan bahwa ada ****** seindah itu di dunia. Penampilan ****** itu mencuatkan refleks biologisku. Lidahku bergerak menjilat bibir. Betapa ingin aku melumatinya. Aku menelan liurku sendiri dalam upaya menekan keinginan yang meledak-ledak untuk menelan ****** itu.

"Mbak Adit..", kembali bisikan itu terdengar.
Kali ini sedikit memberikan kesadaran bagiku. Aku menyadari bahwa kini Rendi memanggilku "Mbak", bukan lagi "Ibu". Aku jadi menyadari bahwa dia ingin lebih dekat kepadaku. Dan memang, ****** yang sangat mempesonakan mata dan hatiku itu sepertinya sengaja kuundang untuk bergerak mendekat.
Dan dengan sekali bisikan lagi, "Mbak Adit..", ****** itu telah menyentuh wajahku.
Mengusap-usap pipi, hidung dan bibirku. Langsung aroma kelelakian Rendi menerpa hidungku, yang kemudian menembus masuk keparu-paruku dan dengan tajamnya menghunjam ke sanubariku. Sihir nenek lampir itu dengan seketika membuatku lumpuh total. Dan aku tak mampu menolak saat ****** yang terus diusap-usapkan serta mendesak wajahku dan memaksa bibirku terkuak. Rendi terus mendesak-desakkan kontolnya itu, terus mendesak. Dan aku, hidungku, bibirku dan lidahku bak anak kecil yang disodori es cream yang super lezat hingga ingin langsung menjilatinya.

Dan kini, dengan disertai desah dan lenguh dari mulutku, bibirku pelan-pelan begerak melumat. Lidahku mulai menjilati jamur itu. Aku, bibirku mulai mengulum daging yang terasa kenyal itu di dalam mulutku. Kukulum, dan kemudian lidahku memindahkan segala rasa pada jamur itu dan membawanya masuk ke mulutku. ****** itu benar-benar telah meruntuhkanku. ****** itu telah meringkusku. ****** itu telah membuatku kehilangan nalar sebagai istri setia Mas Adit. ****** itu telah meluluh lantakkan dan melumatkanku sebagai istri yang untuk kesekian kalinya telah ingkar dan berselingkuh pada suaminya. Pesonanya yang dahsyat dalam bentuknya yang indah sensual, ototnya yang membuat batangnya menjadi sangat keras dan berkilat serta kekuatan erotik yang memancar dari ****** Rendi itu membuatku kini terduduk dengan bibirku yang penuh terjejali dan melumatinya.

"Aacchh.. Mbak Adit.. aachh.. Marini.., kamu cantik sekalii Marr.. bibirmu sangat indah Mbak Marr..", desah nikmat Rendi demi melihat bibir mungilku yang telah penuh oleh kontolnya.
Aku tidak lagi peduli akan suara-suara di sekitarku, yang kupedulikan kini adalah bibirku yang terus melumat-lumat dikarenakan pancaran pesona dahsyat ****** Rendi yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatku terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas.

Belum pernah aku menyaksikan pesona ****** seindah, sebesar dan sepanjang itu. Aku tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran sebenarnya. Yang kucoba mengingatnya hanyalah bahwa ukuran ****** Rendi yang mungkin 3 atau bahkan 5 kali lebih besar dan lebih panjang daripada ****** Mas Adit, hingga pesona erotiknya dapat melambungkan nafsu birahiku hingga jutaan kali nikmatnya. Oohh, ampuni aku Mass, aku telah terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri Maass.. ampuni aku Maass..

Kini aku mulai menyadari bahwa sihir yang menimpaku ini adalah gelombang dahsyat yang menyeret dan menguras seluruh libidoku. ****** Rendi telah membangkitkan gelombang dahsyat pada diri pribadiku. Dan mata hatiku, sang nakoda yang lemah ini, tak mampu lagi menanggulanginya kecuali akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ada dalam ingkar dan selingkuh pada suaminya. Dan yang terasa kini adalah prahara birahi yang merambat seluruh nurani dan organ-organ tubuhku. Dan saat ada tangan-tangan yang membongkar dan melepas busanaku, aku telah berada dalam penantian yang penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan Rendi memelintir puting susuku, tak terbayangkan lagi, entah di langit yang ke berapa aku melayang-layang dalam nikmat birahi tak terperikan ini.

Tiba-tiba saja kusadari bahwa tubuhku telah telanjang bulat. Dan tiba-tiba kusadarai bahwa Rendi juga telah dalam keadaan telanjang bulat dengan selangkangannya yang mengangkangi wajahku. Dan aku menjadi seperti anak lembu yang menyungkupkan mulutnya ke susu induknya untuk mencari jawaban atas kehausannya yang melanda dengan hebat. Mulutku dan bibirku kusorong-sorongkan ke biji pelir dan pangkal ****** Rendi untuk meraih kenikmatan yang telah Rendi siapkan sepenuhnya.

Tanganku yang kini tak bisa kutolak kemauannya itu, ikut ambil bagian menggenggam ****** Rendi, menaikkannya lekat-lekat ke perutku hingga kini mulutku lebih leluasa mencium dan menjilati pangkal dan bantangan ****** itu. Desahan dan rintihan yang terus keluar dari mulut Rendi menjadi pendorong semangat mulutku agar lebih ganas menjilatinya. Cekalan jari-jari Rendi pada urai rambutku menjadikanku lebih liar menyusup-nyusup ke biji pelirnya. Aku kini telah sepenuhnya terbakar nafsu birahiku. Tak ada lagi hambatan dan rambu-rambu yang bisa menghentikan.

Tidak ada protes dan sanggahan saat tangan-tangan kokoh Rendi mengangkat dan membimbing tubuhku naik ke ranjang. Dengan pantatku tetap di tepian ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, aku telungkup di kasur tempat tidur pengantinku yang biasa aku tiduri bersama Mas Adit suamiku. Dan tanpa ada waktu untuk berfikir, aku rasakan tubuh Rendi sudah menindih tubuhku. Dia pagut kudukku, dia pagut leherku, dia pagut tengkukku, bahuku, dia pagut dan jilati seluruh bukit dan dataran punggungku. Dia tinggalkan cupang-cupang berserak bekas-bekas sedotan hisapan bibirnya di seluruh wilayah yang dijarah bibir dan lidahnya. Dia buat kuyup seluruh pori-pori tubuhku. Tangannya menggapai tangan-tanganku yang terentang di kasur, dia remasi jari-jariku untuk bersama-sama menelusuri nikmat. Dan itulah awal tangan-tangan Rendi memulai menyusuri lenganku hingga wilayah ketiakku yang terus berlanjut ke buah dadaku.

Remasan-remasan tangannya ke kedua payudaraku memaksak mendesah dan merintih dengan hebatnya.
"Rendii.. ampuunn.. Rendii..".
Dan kemudian aku langsung terhempas ke awang-awang yang sangat tinggi saat bibir dan lidahnya meluncur dari punggungku, melewati wilayah pinggulku langsung turun lagi untuk mendesak belahan pantatku.Dari Banjarmasin, Mas Adit telepon bahwa besok, temannya yang bernama Rendi, mau ambil beberapa file penting yang ada dikomputer rumah untuk keperluan kantornya. Aku sempat berpikir, selama 8 tahun pernikahan, rasanya belum pernah ada tamu lelaki saat Mas Adit tidak di rumah. Ah, mungkin ini hanya kebetulan saja. Dan Mas Adit sendiri yang meminta agar aku menerima temannya itu karena ada hal, tentu yang sangat penting, yang harus di ambil dari komputernya.

Besoknya, sekitar pukul 9 pagi, ada mobil parkir di depan rumah. Seorang pemuda, tampan dan jangkung memakai jaket untuk membungkus badannya yang bidang, turun dari mobil itu, menyampaikan hormatnya.
"Pagi Bu. IBu Adit? Saya Rendi, Bu. Apakah Pak Adit sudah menelepon Ibu, bahwa saya akan kemari? Saya memerlukan beberapa file di komputer beliau untuk keperluan kantor yang harus saya dapatkan hari ini, Bu. Saya harap tidak akan mengganggu Ibu".
"O, ya, Dik Rendi ya. Ya, kemarin Mas Adit telepon saya. Silakan masuk, komputernya di sini dik", aku persilakan Rendi mengikutiku ke tempat ruang kerja Mas Adit.
Dia membuka jaketnya, mungkin merasa gerah di rumahku yang sempit ini. Aku lihat dia keluarkan beberapa lembar disket dari kantong kemejanya dan langsung menyalakan komputer Mas Adit. Aku sempat pula melirik dengan rasa kagum akan postur tubuhnya yang bidang itu.

Aku menawarkannya minum.
"Terima kasih Bu, jangan merepotkan Ibu. Saya tidak lama koq".
"Ya, aku buatkan saja teh panas di cangkir".
Kemudian nampak Rendi mulai berkutat di depan monitor dan keyboard mencari file yang dimaksud. Rupanya Mas Adit sudah memberikan ancar-ancar di lokasi dan folder mana, sehingga file itu langsung Rendi dapatkan dan nampak dia telah menekan ikon copy ke directory A, tempat disket yang dibawa Rendi tadi. Mungkin hanya sekitar 10 menit, semua yang dilakukannya telah selesai. Kemudian Rendi minta ijin untuk ke toilet sebentar.
"Silakan, itu di samping ruang makan", kupersilakan dia.

Tak ada hal-hal yang istimewa dari kedatangan Rendi pagi ini. Kecuali memang kalau aku perhatikan teman Mas Adit ini termasuk pria yang tampan. Penampilannya nampak bersih dan apik. Maklumlah orang kantoran. Dia harus tampil "perfect" di depan para relasinya. Sementara Rendi ke toilet, aku melanjutkan bebenah kamar tidurku sebagaimana yang rutin aku lakukan setiap pagi hari. Beberapa saat kemudian aku mendengar pintu kamar mandi terbuka dan langkah Rendi kembali menuju komputer di ruang kerja suamiku. Karena tanggung oleh pekerjaanku di kamar tidur aku tidak serta merta menyambanginya. "Ah, teman Mas Adit ini saja", pikirku. Saat itu aku sedang membetulkan seprei ranjang bekas aku tidur semalam. Pintu kamar tidurku terbuka dan kebetulan aku sedang dalam posisi bertumpu pada lututku di lantai membelakangi pintu kamar.

Aku mendengar suara langkah yang halus.
"Bu.., Bu Adit..", kudengar suara Rendi dan aku menoleh ke pintu. Aachh, apa yang nampak berada tepat di belakangku sama sekali berada di luar nalarku. Rendi, Rendi, benarkah ini, benarkah kamu Rendi. Di depanku yang sedang berposisi setengah jongkok di lantai, Rendi berdiri tanpa celana panjangnya dengan kontolnya yang keluar dari samping celana dalam putihnya dan diacung-acungkannya padaku. Sementara itu kemejanya juga setengah terbuka hingga menampakkan gumpalan dadanya.

Bagai terkena sihir nenek lampir, aku terpana, tak berkutik serasa ikan duyung yang terjerat dalam jaring nelayan, tak berdaya, dikarenakan seluruh bentuk kehendak dan jiwaku langsung terlempar jauh melayang tanpa tahu ke tempat mana akan jatuh tujuannya. Dan sihir itu juga membuat mataku langsung tak mampu berkedip maupun mengelak atau melepas pandanganku pada ****** Rendi yang hanya berjarak sekitar 2 jengkal dari wajahku. Aku langsung lumpuh, jatuh terduduk dengan punggungku yang tersandar pada ranjang. Aku ditimpa shock hebat hingga kehilangan setengah kesadaranku. Bahkan telingaku juga serasa tuli kecuali hanya mendengar suara jantungku yang dengan kerasnya sekana memukuli dadaku. Tidak sepenuhnya sadar pula ketika tanganku menggapai-gapai tepian ranjang untuk berpegangan agar tubuhku tidak limbung terjatuh.

"Mbak Adit..", itu suara bisikan.
Suara Rendi. Rendi bersuara dalam bisikan. Tetapi karena hanya suara itu, di samping suara jantungku sendiri yang memukuli dada, bisikkan itu terasa seperti suara guruh yang menggulung membahana di telingaku. Aku ingin sekali menyahut suara Rendi, semacam refleks reaktif dari apa yang membuatku shock hebat ini, tetapi lidahku dijerat kelu. Akupun seketika bisu total.

Dan mataku, oohh mataku, kenapa aku tidak mampu melepaskan pandanganku pada ****** itu. Dan leherku, mengapa leherku juga terbawa beku dan tidak mampu untuk memalingkan wajahku dari kemaluan Rendi itu. Dan yang terasa memukau pandangan dan perasaanku itu adalah adanya semacam pesona. Wajah dan mataku terpaku pada pesona erotik yang sensasional dan sangat spektakuler, ****** itu, betapa indahnya, betapa sedapnya, betapa nikmatnya. Rasanya aku tak lagi memiliki kesabaran untuk mengulum, mencium dan menjilati ****** seperti itu. Dan kepalanya itu yang bak jamur memerah mengkilat dikarenakan seluruh darah yang telah mendesak di sana. Lubang kencingnya yang nampak berlubang gelap di tengah bibir lubangnya yang begitu ranum. Warna batangnya yang coklat muda kemerahan yang dikelilingi urat-uratnya yang juga demikian indahnya, tampak sangat serasi dan sangat bersih. Tak terbayangkan bahwa ada ****** seindah itu di dunia. Penampilan ****** itu mencuatkan refleks biologisku. Lidahku bergerak menjilat bibir. Betapa ingin aku melumatinya. Aku menelan liurku sendiri dalam upaya menekan keinginan yang meledak-ledak untuk menelan ****** itu.

"Mbak Adit..", kembali bisikan itu terdengar.
Kali ini sedikit memberikan kesadaran bagiku. Aku menyadari bahwa kini Rendi memanggilku "Mbak", bukan lagi "Ibu". Aku jadi menyadari bahwa dia ingin lebih dekat kepadaku. Dan memang, ****** yang sangat mempesonakan mata dan hatiku itu sepertinya sengaja kuundang untuk bergerak mendekat.
Dan dengan sekali bisikan lagi, "Mbak Adit..", ****** itu telah menyentuh wajahku.
Mengusap-usap pipi, hidung dan bibirku. Langsung aroma kelelakian Rendi menerpa hidungku, yang kemudian menembus masuk keparu-paruku dan dengan tajamnya menghunjam ke sanubariku. Sihir nenek lampir itu dengan seketika membuatku lumpuh total. Dan aku tak mampu menolak saat ****** yang terus diusap-usapkan serta mendesak wajahku dan memaksa bibirku terkuak. Rendi terus mendesak-desakkan kontolnya itu, terus mendesak. Dan aku, hidungku, bibirku dan lidahku bak anak kecil yang disodori es cream yang super lezat hingga ingin langsung menjilatinya.

Dan kini, dengan disertai desah dan lenguh dari mulutku, bibirku pelan-pelan begerak melumat. Lidahku mulai menjilati jamur itu. Aku, bibirku mulai mengulum daging yang terasa kenyal itu di dalam mulutku. Kukulum, dan kemudian lidahku memindahkan segala rasa pada jamur itu dan membawanya masuk ke mulutku. ****** itu benar-benar telah meruntuhkanku. ****** itu telah meringkusku. ****** itu telah membuatku kehilangan nalar sebagai istri setia Mas Adit. ****** itu telah meluluh lantakkan dan melumatkanku sebagai istri yang untuk kesekian kalinya telah ingkar dan berselingkuh pada suaminya. Pesonanya yang dahsyat dalam bentuknya yang indah sensual, ototnya yang membuat batangnya menjadi sangat keras dan berkilat serta kekuatan erotik yang memancar dari ****** Rendi itu membuatku kini terduduk dengan bibirku yang penuh terjejali dan melumatinya.

"Aacchh.. Mbak Adit.. aachh.. Marini.., kamu cantik sekalii Marr.. bibirmu sangat indah Mbak Marr..", desah nikmat Rendi demi melihat bibir mungilku yang telah penuh oleh kontolnya.
Aku tidak lagi peduli akan suara-suara di sekitarku, yang kupedulikan kini adalah bibirku yang terus melumat-lumat dikarenakan pancaran pesona dahsyat ****** Rendi yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatku terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas.

Belum pernah aku menyaksikan pesona ****** seindah, sebesar dan sepanjang itu. Aku tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran sebenarnya. Yang kucoba mengingatnya hanyalah bahwa ukuran ****** Rendi yang mungkin 3 atau bahkan 5 kali lebih besar dan lebih panjang daripada ****** Mas Adit, hingga pesona erotiknya dapat melambungkan nafsu birahiku hingga jutaan kali nikmatnya. Oohh, ampuni aku Mass, aku telah terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri Maass.. ampuni aku Maass..

Kini aku mulai menyadari bahwa sihir yang menimpaku ini adalah gelombang dahsyat yang menyeret dan menguras seluruh libidoku. ****** Rendi telah membangkitkan gelombang dahsyat pada diri pribadiku. Dan mata hatiku, sang nakoda yang lemah ini, tak mampu lagi menanggulanginya kecuali akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ada dalam ingkar dan selingkuh pada suaminya. Dan yang terasa kini adalah prahara birahi yang merambat seluruh nurani dan organ-organ tubuhku. Dan saat ada tangan-tangan yang membongkar dan melepas busanaku, aku telah berada dalam penantian yang penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan Rendi memelintir puting susuku, tak terbayangkan lagi, entah di langit yang ke berapa aku melayang-layang dalam nikmat birahi tak terperikan ini.

Tiba-tiba saja kusadari bahwa tubuhku telah telanjang bulat. Dan tiba-tiba kusadarai bahwa Rendi juga telah dalam keadaan telanjang bulat dengan selangkangannya yang mengangkangi wajahku. Dan aku menjadi seperti anak lembu yang menyungkupkan mulutnya ke susu induknya untuk mencari jawaban atas kehausannya yang melanda dengan hebat. Mulutku dan bibirku kusorong-sorongkan ke biji pelir dan pangkal ****** Rendi untuk meraih kenikmatan yang telah Rendi siapkan sepenuhnya.

Tanganku yang kini tak bisa kutolak kemauannya itu, ikut ambil bagian menggenggam ****** Rendi, menaikkannya lekat-lekat ke perutku hingga kini mulutku lebih leluasa mencium dan menjilati pangkal dan bantangan ****** itu. Desahan dan rintihan yang terus keluar dari mulut Rendi menjadi pendorong semangat mulutku agar lebih ganas menjilatinya. Cekalan jari-jari Rendi pada urai rambutku menjadikanku lebih liar menyusup-nyusup ke biji pelirnya. Aku kini telah sepenuhnya terbakar nafsu birahiku. Tak ada lagi hambatan dan rambu-rambu yang bisa menghentikan.

Tidak ada protes dan sanggahan saat tangan-tangan kokoh Rendi mengangkat dan membimbing tubuhku naik ke ranjang. Dengan pantatku tetap di tepian ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, aku telungkup di kasur tempat tidur pengantinku yang biasa aku tiduri bersama Mas Adit suamiku. Dan tanpa ada waktu untuk berfikir, aku rasakan tubuh Rendi sudah menindih tubuhku. Dia pagut kudukku, dia pagut leherku, dia pagut tengkukku, bahuku, dia pagut dan jilati seluruh bukit dan dataran punggungku. Dia tinggalkan cupang-cupang berserak bekas-bekas sedotan hisapan bibirnya di seluruh wilayah yang dijarah bibir dan lidahnya. Dia buat kuyup seluruh pori-pori tubuhku. Tangannya menggapai tangan-tanganku yang terentang di kasur, dia remasi jari-jariku untuk bersama-sama menelusuri nikmat. Dan itulah awal tangan-tangan Rendi memulai menyusuri lenganku hingga wilayah ketiakku yang terus berlanjut ke buah dadaku.

Remasan-remasan tangannya ke kedua payudaraku memaksak mendesah dan merintih dengan hebatnya.
"Rendii.. ampuunn.. Rendii..".
Dan kemudian aku langsung terhempas ke awang-awang yang sangat tinggi saat bibir dan lidahnya meluncur dari punggungku, melewati wilayah pinggulku langsung turun lagi untuk mendesak belahan pantatku.Hal yang sama sekali tidak kuperkirakan semula adalah, posisi yang sedang aku lakoni ini justru menjadi bumerang yang berbalik dan mendongkrak gelora birahiku kembali. Rasa gatal pada dinding vaginaku datang kembali. Dorongan nafsu merenggut seluruh saraf-saraf pekaku kembali. Dan rasa lemasku langsung lenyap diganti dengan semangat untuk menggenjot ****** Rendi agar dapat lebih dalam merasuki vaginaku. Aku kembali kesetanan. Kembali merintih dan mendesah. Kembali mencakar dan meremas bukit-bukit gempal tubuh Rendi.

Dan akulah kini yang mempercepat keluar masuknya ****** itu ke nonokku. Batang yang besar, panjang dan kerasnya bukan main itu membuatku bahkan lebih terbakar daripada yang pertama tadi. Aku berteriak sebagai ganti desahanku. Aku berteriak sebagai ganti rintihanku. Aku berteriak menjemput nikmat tak terperikan ini. Dan saat itulah aku merasakannya kembali.

Dari lubuk kedalaman nonokku, desakan ingin kencing kembali mengejar ke depan gerbang vaginaku. Karena kini aku tahu betapa nikmatnya menumpahkan desakan dari dalam tadi. Genjotan dan naik turun pantatku kubuat semakin menggila. Kulihat sepasang payudaraku terlempar ke atas ke bawah. Aku sudah semakin tidak peduli lagi pada rambutku. Gerbang vaginaku telah sepenuhnya siap menyambut. Dan dengan teriakan yang paling keras, orgasmeku kembali hadir.

Tiba-tiba ada rasa benci dan marah yang menyelinap di celah-celah membanjirnya tumpahan vaginaku. Aku benci dan marah kepada suamiku. Aku merasa dipecundangi selama 8 tahun perkawinanku dengannya. Aku merasa di lecehkan. Aku tidak sepenuhnya percaya bahwa Mas Adit tidak mampu memberikan kenikmatan sebagaimana yang kuterima dari Rendi hari ini. Aku merasa bahwa Mas Adit tidak bersungguh-sungguh mengusahakan dan memberikan kepuasan orgasme padaku istrinya. Saat itu pula aku meraung menangis. Aku menangis sejadi-jadinya.

Dan Rendi yang belum menyadari keadaanku, yang mungkin juga tidak mau tahu keadaanku, sementara kontolnya memang juga masih terus menggenjot nonokku, kembali meraih tubuhku agar merapat ke tubuhnya. Ketiakku dia serang habis-habisan. Payudaraku diremasnya habis-habisan. Aku tahu. Rendi hampir mencapai puncak kenikmatan seksual. Pasti sperma Rendi sudah merasuk ke batangnya untuk dimuncratkan ke dalam nonokku. Tetapi aku meraskan sakit yang amat sangat.

Aku langsung berontak merasakan sakit yang amat sangat pada nonokku. Genjotan Rendi yang tak habis-habisnya rasanya telah mengiris-iris vaginaku. Aku tidak tahan lagi. Aku bangkit dan turun dari ranjangku. Rupanya Rendi salah pengertian dengan sikapku ini. Dia berfikir bahwa aku ingin mengubah posisiku. Teriakan kesakitanku tadi dianggapnya sebagai teriakan kenikmatan. Begitu aku turun, dia langsung ikut menyusul turun. Dia berdiri dan pundakku dicekalnya dan kemudian menekannya agar aku berjongkok. Kemudian dia jaMbak rambutku dan menengadahkan mukaku.
"Ayoo Mbak Marr, ayoo Mbak Aditt, telaann.. minuumm..", dia meracau.
Dia sodorkan ****** besarnya ke mulutku. Aku harus menghisapnya. Sperma yang sudah dekat ke pintu keluarnya akan dia tumpahkan ke mulutku.

Karena rasa sakit pada nonokku itu, aku sudah tak mampu lagi berfikir jernih. Pilihan ini akan lebih baik daripada nonokku harus jebol, pikirku. Di samping itu, hati kecilku jadi terobsesi sejak aku dipaksanya untuk mengulum kontolnya pada awal dia memasuki kamar tidurku tadi. Hati kecilku ingin merasakan spermanya tumpah di mulutku. Hati kecilku menginginkanku meminum air maninya. Hati kecilku ingin merasakan tenggorokanku dihangati oleh lendir-lendir hangatnya. Hati kecilku menginginkanku meminum sperma dari ****** Rendi yang telah memberikanku kepuasan orgasme yang belum pernah seumur hidup kudapatkan. Dan hati kecilku juga ingin aku membuktikan bahwa aku bisa memberikan kepuasan yang dahsyat itu pula kepadanya.

Kuraih ****** Rendi dan melumatnya sepuas hatiku. Sepuas nafsuku. Sepuas kehausan nafsuku. Kepalaku mengangguk-angguk memompa ****** itu dengan mulutku. Dan akhirnya terdengar suara Rendi yang meregang. Desahan dan rintihannya memenuhi ruang sempit kamar pengantinku. Entah sudah berapa mililiter sperma Rendi tumpah ruah ke mulutku. Aku berusaha agar tak ada setetespun yang tercecer. Kini aku terdorong berusaha menelan seluruh air maninya.
Memang dulu pernah aku dipaksa Mas Adit suamiku, untuk mengulum kontolnya dan meminum air maninya. Tetapi waktu itu reaksiku adalah perasaan jijik. Aku langsung muntah-muntah saat lendir Mas Adit terasa menyemprot dalam mulutku. Selanjutnya Mas Adit tidak lagi pernah memaksa.

Tetapi pada Rendi ini, yang bukan suamiku, justru aku yang merasa menginginkannya. Dan sama sekali tak ada rasa jijikku. Bahkan aku merasakan kerakusan hewaniah saat tenggorokanku merasakan aliran lendir yang disemprotkan terus menerus milik Rendi ini. Rasanya aku menginginkannya lebih banyak lagi, lebih banyak lagi, lebih banyak lagi.
Dan akhirnya redalah semua prahara. Kami sama-sama tergolek kelelahan. Kami telentang telanjang di ranjang. Kamar pengantinku dipenuhi nafas-nafas memburu dari para ahli selingkuh pengejar nikmat nafsu birahi ini. Sejenak kami terlena.

Aku sedikit gelagapan saat Rendi membangunkanku. Kulihat dia sudah rapi untuk kembali ke kantornya. Tangannya masih menyempatkan untuk mengelus dan memainkan jari-jarinya ke nonokku. Aku melenguh manja. Kami berpelukan dan saling memagut sesaat. Sebelum dia pergi aku tanya pada Rendi, kenapa dia begitu PD (percaya diri) dan yakin saat telanjang di depanku pada awal berada di kamarku tadi. Dia tidak menjawab kecuali menunjukkan senyumnya yang tipis. Apakah dia tidak khawatir aku akan menggebuknya dengan sapu lidiku yang kebetulan berada di tanganku tadi. Kembali dia tidak menjawab kecuali dengan senyumannya lagi.

Dan aku memang tidak terlalu menginginkan jawabannya. Aku juga meyakini, 90 diantara 100 perempuan, entah itu gadis, istri ataupun janda, apabila dihadapkan pada pemandangan yang sedemikian spektakuler sebagaimana tampilan ****** super besar dengan pria macho yang setengah telanjang tadi, pasti akan langsung jatuh terduduk. Kekuatan sihir dari penampilan Rendi dan kontolnya akan mampu menghempaskan harga diri setiap wanita hingga di lantai yang paling bawah. Dan mereka akan merelakan dirinya untuk dijadikan sekedar obyek pemuasan seperti tadi. Demikian pulakah aku? Ah, persetan dan peduli amat, pokoknya hari ini aku telah berhasil meraih orgasmeku yang pertama kali dalam hidupku. Persetan, persetaann..

Kemudian aku bertanya pula, mengapa saat pertama kali datang dan turun dari mobil sepertinya dia terkesan sangat sopan dan sama sekali tidak menampakkan akan berlaku 'kurang ajar' seperti tadi? Kali ini dia mau menjawab. Dia menceritakan pandangan teman-temannya bahwa di antara para istri teman-teman satu kantor, yang paling cantik adalah istri Pak Adit. Teman-teman bilang bahwa Bu Adit itu sangat sensual. Pakai busana apa saja selalu nampak cantik. Dan secara berkelakar mereka bilang, penampilan yang paling cantik dari istri Pak Adit tentu saja adalah saat tanpa memakai busana sama sekali, alias saat telanjang. Ampuunn, deh.

Sudah lama sebenarnya Rendi mendengar perihal diriku dan kemudian banyak memperhatikanku. Pada beberapa kali pertemuan atau hajatan antar teman sekantor dia banyak mengamatiku. Naluri kelelakiannya mendorong untuk selalu mencari kesempatan. Dan ketika kemarin Mas Adit menyuruhnya untuk ke rumah mengambil file dari komputernya, dia tahu bahwa inilah kesempatan emas baginya. Dengan sungguh-sungguh dia berancang-ancang dan mempersiapkan dirinya. Dia akan berusaha tampil secara "low profile" agar tidak mengundang kekhawatiran ataupun kecurigaanku, begitu ceritanya. Dia juga berusaha untuk seakan-akan tidak mengambil perhatian padaku. Kurang ajar juga kau Rendi, batinku.

Dia juga menceritakan bahwa wanita sepertiku pasti memiliki nafsu seksual yang luar biasa. Rendi mengutarakan pendapatnya dengan gaya bagai seorang pakar seksual. Posturku yang relatif kecil dengan pinggul, bokong, gaya berdiri maupun sensual bibirku yang katanya persis bibir Sarah Ashari, rambutku yang lurus yang juga dia katakan seperti rambut Sarah Ashari, betisku yang mulus kencang dan segudang lagi pujian gombalnya yang sepenuhnya mencitrakanku sebagai seorang perempuan yang paling sempurna untuk diajak ke atas ranjang. Edan, beraninya kau membicarakan daya tarik seksual istri temannya sendiri, kataku yang disambutnya dengan tawa lepas. Aku tahu bahwa itu semua merupakan dramatisasi Rendi sendiri.

Tetapi apapun yang terjadi, ucapan Rendi itu membuatku berbunga-bunga, walaupun juga setengah malu-malu. Dan ada beberapa hal yang kuakui bahwa ada benarnya omongan Rendi. Khususnya yang berkaitan dengan soal ranjang tadi tidak terlampau meleset. Aku memang merasa selalu kehausan. Apa lagi kalau sering kudengar dari teman atau tetangga, bagaimana mereka mendapatkan kepuasan lahir batin dalam hubungan intimnya dengan suami-suami mereka. Yang kurang ajar lagi, Rendi juga bilang bahwa nonokku yang seperti nonok perawan, dan nonok seperti itu pasti belum pernah merasakan ****** macam punyanya, katanya sambil melirikkan matanya. Dia menyindirku rupanya.

Aku hanya tersenyum sebagaimana dia menjawab pertanyaanku tadi. Yang dia maksudkan pasti bahwa ****** Mas Adit yang kecillah yang membuat nonokku tetap sempit seperti nonok perawan. Aku tertawa nyengir saja memikirkan semua itu.
Terus terang walaupun kenyataannya pahit, bagaimanapun apa-apa yang disampaikan Rendi tadi membuatku sangat tersanjung rasanya. Aku jadi semakin percaya diri. Pernyataan yang Rendi katakan itu juga sering kudengar dari lelaki maupun perempuan lain di sekitarku. Kali ini aku menjadi semakin percaya bahwa aku memiliki ciri-ciri sebagai perempuan yang sangat cantik dan menarik.

"Besok aku telepon ya, Mbak. Pak Adit baru minggu depan khan pulangnya?!".
Aku tidak bilang "ya", tapi juga tidak bilang "tidak". Que sera sera.. Peristiwa air mani Rendi yang muncrat ke mulutku pada akhir selingkuh hari ini tadi tiba-tiba terlintas dalam bayanganku dan membuat libidoku kembali bergetar. Hari itu, hingga sore dan malam menjelang tidur, nikmat selingkuh bersama Rendi tadi terus menerus membayang ke manapun aku bergerak dalam rumahku. Rasa pedih dan perih sekaligus nikmatnya nonokku ingin rasanya kuabadikan. Aku ingin selalu bisa mengenang dan selalu berada dalam kenangan Rendi. Ini bukanlah peristiwa seperti halnya jatuh cinta. Ini adalah peristiwa dimana pejantan bertemu betina. Setiap kali berjumpa yang dipikirkan tidak lebih dari soal perselingkuh mengejar pemuasan nafsu birahi.

Hampir sepanjang malam aku kesulitan tidur, gejolak libidoku dengan lembut terus membisiki telingaku.
"Lihatlah kontolnya, lihatlah belahan lubang kencing di kepalanya yang sangat sensual itu, lihatlah batangnya yang seperti patung lilin Madame Tussaud, lihatlah selangkangannya yang sangat mengundang lidah untuk menjelajahinya, lihatlah dadanya yang mengundang bibir dan lidahku, lihatlah ketiaknya, lembahnya, aromanya, bulu-bulu halusnya..".
Entah sudah pukul berapa saat teleponku berdering. Aku meloncat bak rusa betina. Meradang dan menerjang. Hampir saja aku jatuh tersandung kaki meja makanku. Hatiku seperti anak kecil yang sedang menunggu Papanya pulang membawa mainan yang dijanjikannya. Dengan cepat kuraih gagang telepon itu. Ah.., aneh.. aku kecewa. Ternyata hanya Mas Adit. Hanya..? Hanya..?

Dia bilang bahwa ia akan pulang hari Senin minggu depan. Dia juga bertanya apakah Rendi tidak kesulitan mengambil file dari komputernya. Dia juga menanyakan hal-hal rutin lainnya. Terus terang aku telah kehilangan semangat untuk menjawabnya. Semua kujawab seperlunya saja. Juga saat dia bilang bahwa dia sudah membeli kain tenun asli Banjarmasin untukku, yang memang dia janjikan sebelum pergi, rasanya aku menerima kabar itu dengan biasa-biasa saja. Pagi ini yang kutunggu dengan harap-harap cemas hanyalah telepon Rendi. Semalaman aku sudah kurang tidur. Semalaman aku hanya mencoba mengingat-ingat bagaimana ****** besar Rendi dengan 'kejam'-nya merobek-robek nonokku. Semalaman aku hanya ingin kembali mengulangi kenikmatan tak terperikan itu. Kenikmatan yang menghasilkan kepuasan tak terhingga sampai-sampai aku dapat merasakan betapa nikmat dan penuh maknanya orgasme itu bagiku.
Saat ini aku sudah mempunyai niat, apabila Rendi jadi mengajakku keluar, yang pasti akan berakhir di tempat tidur, aku akan berbuat lebih banyak untuk menyalurkan nafsu birahiku yang sangat menyala-nyala ini. Aku harus lebih siap. Aku punya banyak obsesi mengenai bagaimana melakukan berbagai hal di atas ranjang. Dan aku merasa hal-hal itu hanya akan terwujud dengan dan bersama Rendi.

Telepon yang kutunggu itu akhirnya berdering juga. Rendi minta agar kami bertemu di Slizer American Steak di kawasan jalan Bitung, Menteng. Dia mengajakku makan siang di situ. Aku sudah memikirkan baju apa yang akan kupakai untuk pertemuan dengan Rendi hari ini. Aku akan memakai baju yang menurut komentar teman-temanku saat aku memakai baju itu, paling sensual. Rok terusan sampai di dada dengan tali kecil yang menggantung ke bahu. Warnanya merah tua mawar. Bahannya sifon tipis, teman-teman bilang busana itu akan membuat postur tubuhku nampak sangat seksi karena efek dari bahan itu. Agar tidak menyolok saat aku keluar rumah, di luarnya aku memakai blus lengan panjang dengan warna coklat muda.

Aku sendiri tidak begitu suka make up yang terlalu menyulitkan, aku lebih senang kesan natural dan simplicity. Dan itulah yang membuatku jadi nampak cantik alami. "Elegan simplicity", begitu kata temen-temenku yang terpelajar.
Pukul 12.00 tepat aku turun dari taksi, dan kulihat Rendi sudah menungguku di depan pintu. Dia keluar untuk turun menjemputku. Aku tahu bahwa Rendi sangat terpesona penampilanku siang itu. Tidak banyak yang bisa diceritakan saat makan siang itu, kecuali Rendi yang matanya terus menerus mengagumi dan menikmati penampilanku.

"Mbak koq cantiknya luar biasa, kenapa sih. Dulunya makan apa koq sampai bisa jadi cantik dan seksi banget. Kontolku jadi ngaceng berat nih, lihat saja bahu Mbak Adit yang.. selangit deh", begitu terus menerus Rendi mengeluarkan bisikan-bisikannya di tengah orang ramai di Slizer American Resto itu.
Aku sangat tersanjung dibuatnya. Hari ini Rendi mengajakku ke Puncak. Dia kebetulan mempunyai hak menempati villa yang dipinjamkan oleh temannya. Aku "no comment" saja. Hatiku kembali tergetar. Aku ingin sekali meraih kenikmatan yang seperti kemarin. Aku ingin sekali merasakan orgasme yang seperti kemarin. Aku ingin sekali mewujudkan berbagai obsesi ranjangku. Aku sangat bernafsu birahi. Tanganku meremas keras-keras tangan Rendi sampai dia mengaduh.

Tepat pukul 1.15, dengan Honda Civic Rendi kami telah berada di gerbang tol Jagorawi. Sepanjang jalan Rendi banyak bercanda. Aku sendiri kuakui, agak merasa tegang. Aku terlampau serius hari ini. Aku akan mencoba untuk bersikap lebih santai.
"Ren, aku tidak bisa tidur lho semalaman", kucoba katakan pada Rendi.
"Kenapa Mbak?".
"Ya ini nihh penyebabnya..", aku tekadkan saja untuh menjamah selangkangannya yang berada di belakang kemudi Honda Civicnya.
Rendi nampak senang atas inisiatifku.
"Ooo.. begitu.. boleh Mbak, kalau kangen mau ketemu adikku ini", canda Rendi.

Aku tidak menyahut tetapi terus saja mengelus selangkangannya itu. Kurasakan tonjolannya semakin membesar dan mengeras. Sebentar-sebentar Rendi memandangku dengan matanya yang tajam menusuk ke hatiku. Rasanya aku semakin sayang saja padanya. Dia tarik handle kursinya hingga posisinya menjauh dari kemudi dan selangkangannya lebih leluasa menerima elusan-elusan tanganku.
"Keluarin saja Mbak, 'dia' khan juga ingin lihat Mbak", aku tertawa cekikikan.
Dan dengan tanpa menunggu perintah berikutnya, kuraih ikat pinggangnya dan kubuka. Kancing-kancing celananya juga kubuka. Demikian juga dengan resluitingnya. Dengan sedikit beringsut Rendi lebih mengendorkan posisinya agar aku dapat lebih mudah merogoh kontolnya.

Tidak tahu, mengapa aku merasa tidak sabar sekali saat itu. Aku inginnya buru-buru saja untuk meremas dan menyaksikan ****** penuh pesona itu. ****** yang habis-habisan telah menyihirku. ****** yang membuatku tak bisa tidur semalaman. Setelah merogoh-rogoh dan menyingkirkan jepitan-jepitan celana dalamnya, ****** itu akhirnya muncul mencuat dari selangkangan Rendi. Untuk kedua kalinya aku melihat pesona itu dengan takjub. Dan baru sekarang aku berkesempatan mengamatinya dengan lebih mendetail. Kueluskan jariku, kutoreh-toreh lubang kencingnya. ****** itu cepat sekali mengeras hingga berukuran maksimum.

Dan kini dapat kulihat apa yang sangat pantas menjadi incaran banyak wanita itu. Indahnya, kepalanya mengkilat tegang. Dan belahan tempat lubang kencingnya juga ikut menegang menantang menunggu jilatan. Aku agak menahan diri untuk tidak bertindak terlalu jauh, khawatir akan mengganggu Rendi yang sedang menyopir di lajunya jalan tol Jagorawi. Tanganku dengan lembut mengelus ****** perkasa itu. Jari-jariku bermain pada sembarang permukaannya. Aku rasa ukurannya mengingatkanku pada pisang tanduk dari Bogor yang terkenal itu. Aku tak kuasa melepaskan sedetikpun kekagumanku. Setiap kali aku menghela nafas. Rupanya Rendi tahu. Dia memperlambat laju mobilnya dan menepi.
"Berhenti sebentar ya Mbak", aku tersenyum senang.

Setelah berhenti Rendi kembali memundurkan joknya dan lebih memiringkan sandarannya. Tidak maksimum, karena dia juga harus sambil mengamati jalanan, siapa tahu ada polisi jalan tol yang melakukan pengawasan pada mobil-mobil yang nampak bermasalah. Sekarang baru aku punya kesempatan untuk bermain. Aku dekatkan wajahku hingga hidungku bisa menangkap baunya, aku jadi sangat horny. Aku tak tahan lagi. Akhirnya mulutku mendekat dan mencaploknya. Mungkin tidak lebih dari 5 menit kuminta Rendi untuk jalan lagi. Itu sudah cukup untuk sekedar melepas beban keteganganku yang sejak pagi sudah kencang terus.
"Jalan lagi deh Ren. Rasanya aku kayak orang kehausan banget nih", Rendi tertawa.

Aku mungkin tertidur sekejap. Ternyata mobil Rendi sudah memasuki halaman villa itu. Nampaknya lumayan. Satu rumah menyendiri dengan taman dan pohon-pohon khas puncak yang dingin. Tak nampak ada seorangpun. Rendi memakirkan mobilnya dan kami turun. Tak lama kemudian ada seorang ibu yang kelihatannya orang setempat yang muncul dan mengucapkan salam. Dia katakan bahwa Samin penjaga rumah sedang ke toko sebelah untuk membeli rokok. Rendi tidak menanyakannya lebih jauh. Dia hanya menunjukkan bahwa kunci rumah villa itu sudah ada di tangannya. Dia menerimanya dari Pak Anggoro pemilik villa tersebut. Kemudian kami naik ke rumah dan Rendi membuka pintu. Ibu itu kemudian meninggalkan kami kembali ke rumahnya sendiri, bangunan kecil di bagian belakang rumah besar yang kami pakai ini, sebagai bagian dari rumah villa tersebut.

Ternyata fasilitas villa ini cukup lengkap. Ada lemari es yang berisi buah-buahan dan minuman dingin. Ada kompor dan lemari dapur yang lengkap dengan sachet kopi, teh, coklat dan sebagainya. Kami memasuki kamar tidur utama. Ruangannya lumayan besar dengan kamar mandi sendiri. Sementara menunggu Samin si penjaga, kami saling berpagutan. Bibir dan lidah kami langsung meliar. Saling menyedot dan menghisap bertukar ludah.

Rendi memelukku keras hingga pinggangku tertekuk ke belakang. Dan aku sambut dengan pelukan yang keras pula. Kami berpagut seakan telah seabad lamanya tidak berjumpa. Kami berdua nampak bagai orang-orang yang sangat kehausan. Dan aku, tanganku yang sudah tak sabar, langsung saja mencengkeram dan meremas selangkangan Rendi.
"Eit.., entar kita sedang keasyikan, dia nongol lagi", kata Rendi yang menunggu Samin.
"Kalau begitu biar aku menyiapkan minuman panas saja dulu", ujarku.
Dengan teko listrik yang ada di situ, aku buat kopi untuk Rendi dan teh panas manis untukku. Aku suguhkan pada Rendi kopinya, seakan aku membuatkan kopi pada Mas Adit suamiku.
"Sedaapp", kata Rendi sambil mengangkat kakinya ke ujung meja.
Pak Samin akhirnya muncul. Rendi berbasa-basi. Dia perkenalkan aku sebagai istrinya. Rendi bilang kami sekedar mampir dari perjalanan ke Bandung, tidak untuk menginap. Pak Samin lantas pamit undur diri.

Sehabis meminum kopi, kami langsung masuk ke kamar tidur. Dan kali ini aku yang mencoba untuk bersikap lebih tenang dan sabar. Aku merasa perlu menciptakan suasana nyaman dulu, biar tidak seperti ayam, begitu jantan melihat betinanya langsung saja diperkosa. Dengan penuh kelembutan bak istri yang setia, aku berlutut di lantai dan meraih sepatu Rendi. Aku bukain sepatu dan kaos kakinya satu per satu. Ah.. sungguh suatu surprise untuk Rendi. Dia bilang istrinya tidak pernah melakukan seperti ini. Dan aku juga bilang bahwa aku tak pernah melakukannya untuk suamiku. Ucapan-ucapan terakhir kami ini membuat gelegak nafsu birahi kami berdua melonjak. Rendi langsung turun dari kursinya dan memagut leher, bahu dan kemudian bibirku.

Dan muncullah suasana itu. Rasa kedekatan, kemesraan, ketulusan dan keintiman yang mengantarkan dan mengawali kenikmatan selingkuh seorang istri dengan teman suaminya. Edan memang. Dan kemudian dengan mesra pula Rendi menurunkan tali gaun sifonku sehingga busanaku yang tipis selembut sutra ini langsung merosot ke bawah dan menunjukkan dadaku yang indah terbungkus BH Animale-ku. Kembali bibirnya langsung memagut bahuku yang putih mulus dengan penuh nafsu birahinya. Aku menggeliat.

Dengan tetap lesehan di lantai villa itu, Rendi melucuti seluruh busanaku kecuali BH dan celana dalamku. Demikian pula aku terus melanjutkan melepaskan celana panjang dan kemejanya. Dan kutinggalkan pula celana dalamnya.
Rupanya kami memiliki keinginan yang sama. Saling melihat lawan selingkuhnya tetap menggunakan pakaian dalamnya. Tentunya ini merupakan salah satu konsep seni dalam bercinta. Dengan meneruskan bermain di lantai, Rendi merebahkan dirinya dan menarik tubuhku menindih tubuhnya. Kami kembali berpagut. Tetapi tak terlalu lama.

Kini aku mulai melaksanakan impianku. Bibirku kulepas dari bibirnya. Dengan terus mencium dan menjilati mulutku dan kemudian merambat ke dagunya, yang terasa kasar di bibir dan lidahku dikarenakan bulu-bulu dagunya yang habis dicukur, terus merambat, merambah lehernya. Tercium aromanya yang semerbak. Kusedot lehernya hingga Rendi menggelinjang dan mendesah.

Dengan tanganku masih memeluk kedua lengannya dan kemudian turun ke arah ketiak dan dadanya, bibir dan lidahku terus meluncur ke bukit gempal dadanya. Aku sangat menikmati saat lidahku menjilat yang kemudian diseling dengan bibirku yang menyedot untuk menyerap rasa asin keringat tubuh Rendi. Saat aku menjilat puting-putingnya, tangan Rendi mengelus rambutku. Dengan cara itu bangkitlah rasa saling sayang antara aku dengan Rendi. Sesekali tangan Rendi menyibakkan rambut panjangku agar tidak mengganggu kenikmatanku dalam menggigit dan menyedot kedua putingnya itu.

Dari dada, bibir dan lidahku menyisir ke samping kanan kemudian kiri. Sasaranku kini adalah menjilati dan membuat kuyup ketiak Rendi yang nampak ditumbuhi bulu-bulu yang membuatnya nampak sangat seksi. Dan saat hidungku sempat tenggelam dalam lembah ketiaknya, aku rasakan betapa nikmat sedapnya ketiak lelaki ini. Aku menggoyangkan pantatku.
Kemudian setelah memuaskan diriku dengan ketiak Rendi, bibir dan lidahku merambah perutnya. Kujilat dan kusedot pusarnya. Kujilati seluruh permukaan perutnya. Kegelian yang nikmat pasti telah menyerang Rendi. Dia mendesah dan mengaduh, dan badannya menggeliat-geliat menahan perasan geli.

Turun dari pusarnya aku menemui bulu-bulu yang semakin turun semakin merimbun. Tidak ada semilipun yang terlewat dari bibir dan lidahku. Kembali aku beringsut untuk memposisikan tubuhku agar tepat mengarah ke selangkangannya.
Dan saat sampai di sana, aku benamkan seluruh wajahku. Aku ciumi celana dalamnya yang telah menampakkan tonjolan kontolnya yang besar dan panjang. Disini aku menggigit dan mengisapnya hingga ludahku membasahi celana dalamnya.
Sungguh nikmat bau selangkangan Rendi. Dengan celana dalamnya yang belum dibuka, aku mendekatkan mukaku ke tempat luar biasa itu. Tangan Rendi terus mengelus kepala dan rambutku. Dan sesekali menyibakkan rambut panjangku agar tidak menggangu kenikmatan birahiku dan tentu saja demi kenikmatan dia sendiri juga.
Aku menjadi sangat ketagihan menciumi bau selangkangannya. Di lipatan paha dengan perut sebelah kanan dan kiri itu aku mendapatkan sensasi erotik sendiri. Saat bibir dan lidahku menyedot dan menjilati lebih turun lagi lipatan itu hingga mendekati lantai villa, tanganku mengisyaratkan agar Rendi mengangkat kedua pahanya ke atas dan terus melipatnya hingga lututnya menyentuh dadanya. Dan kini yang nampak adalah akhir paling bawah celana dalamnya yang langsung menutupi pada arah analnya. Inilah sasaran impianku. Menciumi wilayah anal Rendi yang masih terbungkus celana dalamnya. Dan bau yang khas pada daerah itu samar-samar mulai tertangkap hidungku. Dengan setengah menungging dan dengan kedua tanganku memeluk kedua pangkal bokong dan pahanya itu, seluruh wajahku terus menyungkup dan menciumi akhir celana dalam Rendi itu.

"Mbak.. Mbak Marinii.. pinter banget sihh..".
Rendi mendapatkan kenikmatan yang luar biasa dariku, istri Mas Adit, teman sekantor sekaligus atasannya. Dan kembali dengan isyarat tanganku yang mendorong agar dia berbalik tengkurap, Rendi menurunkan lipatan kakinya dan bergerak tengkurap. Tetapi saat dalam posisi setengah menungging, dia kutahan. Bahkan kuangkat sedikit agar dia benar-benar menungging. Rupanya Rendi tahu apa yang sangat kutunggu selama ini. Dengan kepalanya yang berbantalkan lantai, dia kini benar-benar menungging dengan menghadapkan pantatnya yang putih itu tepat di depan mukaku. Dan itulah yang kumau.

Aku mendekatkan wajahku ke pantat itu. Sungguh menjadi sensasi erotik yang baru pertama kudapatkan seumur hidupku. Kini aku siap menciumi pantat Rendi. Dengan cepat bau anal Rendi menyergap hidungku. Kususurkan kembali wajah, hidung, bibir dan lidahku ke belahan pantat Rendi. Kubuat kuyup celana dalamnya dengan lidah dan ludahku. Kuhisap-hisap basah tersebut dengan khayalan akan keringat dan serpihan dari duburnya yang bisa kuraih, kukenyam-kenyam dan kutelan untuk membagi kenikmatan pada tenggorokanku.

Kemudian dengan gigi, kucoba untuk menurunkan celana dalam Rendi dari tempatnya. Kukuak sedikit demi sedikit. Dan pada setiap kuakan kujulurkan lidahku untuk menjilati bukit pantat telanjangnya. Setiap kali kuulangi hingga rona merah dengan kerutan-kerutan halus yang mengarah ke titik pusat duburnya muncul terjangkau mata dan hidungku. Baunya yang khas semakin menyengat. Bulu-bulu cukup rimbun tampak mengitari lubang duburnya. Aku tidak tahan untuk menunda lidahku, aku mulai melumati dubur Rendi.

Aku merasakan ada semacam cairan. Itulah cairan analnya. Bukan basah tetapi juga tidak kering. Cairan itu agak terasa lengket-lengket, Dan saat kujilat aku merasakan sepatnya. Aku menjadi sangat bernafsu. Dengan liar hidung, bibir dan lidahku melahap kawasan pantat dan dubur Rendi. Tanganku langsung menurunkan celana dalamnya hingga seluruh onggokan pantat Rendi menjadi utuh telanjang sudah. Mukaku langsung kubenamkan dalam-dalam ke celahan pantatnya itu. Hidung dan bibirku menjadi sibuk menciuminya. Dan lidahku pun tak pernah berhenti menjilatinya.

Untuk pertama kalinya menjilati dubur, dan itu adalah dubur Rendi teman suamiku sendiri, sungguh merupakan sensasi erotis bagiku. Dalam menghadapi Rendi ini aku mendapatkan pengalaman erotis yang sungguh-sungguh membuat segala perasaan ragu-ragu dan rasa jijikku saat mengulum ******, meminum sperma, menjilat pantat dan dubur lelaki seperti Rendi ini hilang sudah. Aku sendiri heran juga. Koq bisa. Sedangkan pada suamiku sendiri, membayangkannya saja bisa dipastikan aku akan muntah-muntah.

Tetapi memang pantat dan dubur Rendi luar biasa. Dengan kulitnya yang putih bersih, pantat dan dubur Rendi menjadi perangsang libidoku yang hebat. Aku jadi seperti terkena narkoba. Aku mabuk kepayang. Mabuk dalam nikmatnya nafsu birahi yang disebabkan tindakanku menjilati dubur lelaki pasangan selingkuhku. Dan pada akhirnya Rendilah yang tidak tahan. Rangsangan yang hebat dia rasakan dari setiap jilatan lidahku pada duburnya itu. Lidahku yang terus menusuk pantatnya seakan ingin menembusinya membuat Rendi berkelojotan sperti disentuh besi panas. Dengan setengah histeris dia minta aku menghentikannya. Dan Rendi buru-buru bangkit dari lantai sambil meraih dan mengangkat tubuhku menuju ranjang.

Mulai dengan tubuhnya yang menindih tubuhku, kami langsung bergumul. Saling sedot, saling jilat, saling gigit, saling isap. Dan kini dia berganti posisi menjadi dominator. BH-ku dilepaskannya dengan mulutnya yang menggigit tali-talinya dan menariknya hingga dadaku terbuka. Payudaraku yang tampak langsung dia mainkan. Aktifitas bibir dan lidahnya membuatku menjadi cacing yang kepanasan. Aku bergerak menggelinjang dan menggeliat-geliat menahan hebatnya rangsangan seksual saat puting susuku dikulumnya.

"Ampun Rendii, ampun Rendi, Renddiikuu sayangg.. ampunn..", aku terus meracau menahan nikmatnya.
Kemudian jilatan dan sedotannya turun ke perutku. Pusarku di lumatnya. Terus meluncur lagi ke bawah pusar. Terus turun lagi. Celana dalamku dia gigit dengan gemas. Dia tarik-tarik ke bawah dan diturunkannya hingga ke lututku.
Dia benamkan wajahnya ke selangkanganku. Diciuminya bulu-bulu tipisku. Karena pahaku belum terbuka sepenuhnya, dia kembali ke celana dalamku. Di tariknya hingga lepas satu kaki dan ditinggalkannya pada kakiku satunya. Sekarang dia bisa mengangkangkan pahaku untuk mendapatkan selangkanganku yang terbuka.

Kembali dia benamkan wajahnya ke selangkanganku yang sangat wangi oleh campuran keringat dan parfumku. Rendi benar-benar menjadi liar. Dia mainkan terus celah-celah dan lipatan selangkanganku yang pasti baunya sangat merangsangnya. Dan aku benar-benar telah melayang ke langit ke tujuh. Aku menggoyang-goyangkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan kenikmatan itu. Aku juga terus menerus meracau dan mendesah-desah. Kujambak rambut Rendi keras-keras. Pasti pedih akibatnya pada kulit kepalanya. Tetapi rupanya itu juga menjadi kenikmatan tersendiri pula baginya.

Kemudian, rasanya Rendi sudah tak mampu lagi menahan kontolnya yang ingin segera menembus nonokku. Rendi lepaskan wajahnya dari selangkanganku dan merangsek naik menindih tubuhku. Dengan memagut bibirku kuat-kuat, tangannya memegang kontolnya yang aduhai itu, mengarahkannya ke nonokku yang dengan cepat pula kuraih. ****** itu kutepatkan posisinya pada lubang vaginaku dan, bless.., Oohh.. legit sekali. ****** besar panjang nikmat bertemu dengan vagina yang basah tetapi sempit. Aku terlempar kembali ke sejuta langit kenikmatan. Kupeluk tubuh Rendi dengan penuh hangatnya birahi dan nafsuku. Pantatku kugoyangkan untuk menenggelamkan sepenuhnya ****** Rendi ke dalam vaginaku.

Dinding-dinding vaginaku langsung terasa menguncup meremasi batangan ****** besar itu. Saraf-daraf pekaku bergerak menjepit dan melumat ketat batangan itu seakan tidak akan dilepaskannya lagi. Dan saat Rendi menariknya ke atas untuk kembali ditusukkannya, tak bisa kuhindarkan lagi teriakan nikmatku. Aku mendengus-dengus seperti sapi betina. Kuangkat kakiku untuk menjepit pinggul Rendi dan pantatku naik turun dengan cepat menjemput dan menarik ****** Rendi dalam vaginaku. Seluruh tubuhku bergetar dengan hebat.

Rendi langsung memompa dengan cepat dan keras. Batang kontolnya terasa seperti batu panas yang terus naik turun dan keluar masuk dengan hebat di vaginaku. Ciuman dan lumatan gilanya bersambut dengan lumatan gilaku juga. Kami berdua tenggelam dalam gelombang kenikmatan yang bertalu-talu. Akhirnya Rendi yang tak mampu bertahan lagi, memuntahkan spermanya langsung ke dalam vaginaku. Aku sepenuhnya tidak keberatan. Bahkan sangat merindukan untuk merasakan hangatnya semburan sperma Rendi dalam vaginaku ini. Aku menyambutnya dengan terus menggoyang-goyang pantatku dan vaginaku memerasnya hingga seluruh sperma Rendi habis.

Dan tepat pada saat tetes terakhir sperma Rendi, aku kembali merasakan desakan nikmat seperti akan kencing seperti halnya yang kurasakan kemarin di rumah. Aku akan meraih kembali orgasmeku yang sejak 15 jam terakhir sungguh-sungguh kunantikan. Dan saat orgasme datang, aku sudah tak sadar lagi, betapa emosiku yang langsung meledak oleh nafsu birahiku dengan tak sadar telah menancapkan dan menggoreskan kukuku ke punggung Rendi. Persetan. Rendi berteriak kesakitan atas goresan di punggungnya itu. Tetapi dia teruskan saja kocokkan kontolnya dalam upaya membantuku meraih kepuasan orgasmeku.

Begitu usai kami berdua langsung jatuh tergolek di kasur. Tangan-tangan kami terentang untuk menghela nafas-nafas kami agar mudah menarik oksigen villa Bogor yang sejuk ini. Aku dan Rendi terlelap beberapa waktu. Saat aku terbangun jam sudah menunjukkan pukul 5.10 sore. Kubangunkan Rendi. Rasanya masih enak untuk terus tidur. Tetapi kami takut kemalaman sampai Jakarta. Hari ini kami harus cukup puas dengan hanya sekali mendayung kenikmatan dalam lautan perselingkuhan yang nikmat ini.

Dan aku langsung sepakat saat Rendi mengajakku untuk terus mengisi hari-hari sebelum Mas Adit pulang untuk bersama mengarungi samudra nikmatnya perselingkuhan ini. Besok dia akan kembali menunggu di suatu tempat yang belum ditentukannya. Dia berjanji akan meneleponku besok pagi.

Pukul 8 malam, dengan taksi Blue Bird aku sudah sampai di rumah kembali. Aku turun dari taksi tanpa lupa kembali memakai blus lengan panjangku untuk menyembunyikan gaun sensualku yang menampakkan bahu mulusku. Malam itu aku tidur sangat nyenyak dengan mimpi-mimpi indahku. Setelah aku meminum segelas besar juice tomat ditambah semangkuk sedang yoghurt campur madu aku, langsung tertidur dan di jemput mimpiku.

Aku sepertinya sedang terbang di atas awan yang tinggi. Di bawah sana kulihat Mas Adit berada di bukit yang luas dengan rumput yang sangat hijau. Kulihat dia membawa kertas-kertas catatan dan blue print proyek. Dengan topi helm proyeknya dia menengadah ke atas, melihatku dan melambaikan tangannya. Aku datang dan kami langsung berpelukan. Lama bibirnya melumat bibirku. Kemudian rasanya aku menerima roll meter darinya. Aku berlari ke ujung bukit menarik roll meter itu mengukur panjangnya halaman. Kemudian aku berlari kembali ke pelukannya.

Sesaat Mas Adit melepaskan pelukannya untuk beranjak menuju semak rerumputan yang penuh bunga liar. Dia petik setangkai dan diciumnya. Kemudian dia serahkan bunga itu kepadaku. Aku ikut menciumnya. Dia buka blue print di tangannya. Itu adalah gambar rumah kami. Rumah mungil di atas bukit. Ada burung-burung yang terbang bebas. Ada luncuran anak yang berwarna biru. Ada tanaman cabai yang menjadi kesukaan kami berdua. Aku terbangun karena suara teleponku yang berdering. Kulihat jam menujukkan pukul 9.05 pagi. Aku telah tertidur lebih dari 10 jam. Aku turun dengan dengan cepat dari ranjang menghampiri pesawat telepon dan kuraih. Di ujung sana kudengar suara Mas Adit.

"Kemarin aku telepon berkali-kali seharian. Kamu ke mana?", agak geragapan juga aku menjawabnya.
"Ini Mas, aku ke Senen, nyarikan kado buat anaknya Pak Targo tetangga kita yang berulang tahun. Terus aku antarkan dan yaa, jadinya ngobrol sama ibunya sampai jam 8 malam", demikian lancarnya untuk aku yang tidak pernah membohongi suamiku selama ini.
Mas Adit tidak lagi mempersoalkan hilangnya aku kemarin. Dia berkata bahwa kemungkinan ia akan pulang pada hari Senin. Dan dia ulangi lagi bahwa kain tenun yang kuimpikan juga sudah diperolehnya.
"Kini aku sudah tidak mengimpikan lagi kain tenun itu. Kini aku lebih senang mengimpikan ****** Rendi yang besar, panjang dan kepalanya yang mengkilap itu, Mass", ujarku (dalam hati, tentunya).
Saat aku mandi, kembali telepon berdering. Aku pastikan bahwa ini dari Rendi, dan ternyata memang benar.
"Kamu mau makan apa siang ini, Mbak?".
"Terserah Rendi saja".
"Mau Ribnya Tony Romas atau gado-gado pasar Blopo".
"Gado-gado? Boleh juga".
"Gado-gado saja Ren, lagian tidak terlalu jauh dari rumahku".
Hari ini aku memilih mengenakan celana jeans ketatku, dengan blus kaos oblongku yang pendek modelnya, yang memang didesain untuk memperlihatkan pusar pemakainya. Aku memang ingin menunjukkan pusarku pada Rendi agar nafsu birahinya terbakar lebih hebat lagi.

Sesuai dengan janji, tepat pukul 12 aku sudah duduk di bangku warung gado-gado Boplo yang sangat terkenal di seantero Jakarta itu. Harganya selangit. Untuk seporsi gado-gadonya Rendi mesti membayar Rp. 25 ribu. Bandingkan dengan tukang gado-gado di rumah, hanya Rp. 2,500 saja. Sepuluh kalinya. Tiba-tiba saat menunggu pesanan, masuklah sebuah Lancer sedan dan parkir tepat di samping mobil Rendi. Nampak Rendi terkejut. Dia berkata bahwa itu adalah mobil teman kantornya.

Kemudian kulihat ada 2 orang turun dari mobil itu. Wow, cukup keren juga mereka. Tampak Rendi menjadi gugup tetapi tidak bisa mengelak. Teman-temannya itu langsung pula menatap dan mendatangi kami.
"Hai, ketemu di sini, nih.. asyik juga yaa..".
Dan mau tidak mau Rendi terpaksa memperkenalkan mereka padaku. Yang bernama Burhan, cukup jangkung dengan kulitnya yang agak gelap. Yang satunya bernama Wijaya, nampaknya keturunan chinese, tubuhnya berotot seperti binaragawan. Mereka tersenyum ramah padaku. Saat Rendi menyebutkan bahwa aku adalah Bu Adit mereka tidak terlalu terkeju. Hanya nampak mata-mata mereka yang nakal seakan ingin melahap tubuhku.

"Kami pernah melihat Ibu di tempat Pak Anggoro, boss kami, saat ada pesta tunangan putranya", begitu mereka menjelaskan mengenai kenalnya mereka padaku.
Aku mencoba mengingat-ingatnya. Kemudian mereka mencari tempat duduk yang agak berjauhan dari tempat duduk kami. Aku setuju saja saat Rendi mengusulkan untuk kembali ke villa di Bogor itu. Dan kami segera bergegas agar punya waktu lebih panjang untuk berasyik masyuk di sana.

Saat kami beranjak meninggalkan warung itu, kami melambaikan tangan untuk teman-teman Rendi yang juga teman suamiku itu. Mereka membalasnya, dan kulihat mata Burhan yang nakal mengernyitkan alisnya padaku dan melepas senyumannya. Ah, dia nampak jantan juga. Dengan kulitnya yang agak gelap, seperti apa ya kontolnya, pikiran gatalku lewat begitu saja.

Sepanjang jalan Rendi lebih banyak diam. Mungkin dia agak panik hingga hilang "mood"nya. Tapi aku berusaha menenangkannya. Biasanya antar lelaki tak akan membocorkan rahasia temannya. Kutepuk pundaknya supaya tenang. Sepertinya dia ingin menunda kencan selingkuh ini, tetapi tampaknya dia malu kalau akan dianggap sebagai pengecut olehku. Lagian mana aku mau..!! Persetan dengan teman-teman Rendi yang juga teman suamiku itu..

Jam 2 tepat kami sudah memasuki halaman villa. Pak Samin membukakan pintu halaman. Rendi memakirkan mobilnya di tempat parkir kemarin. Kami turun dari mobil dan aku menaiki tangga villa, sementara Rendi menemui Pak Samin sebentar. Begitu memasuki kamar kembali, sebagaimana kami memasuki kamar yang sama kemarin, kami langsung berpagutan. Kali ini kami saling menikmati pagutan-pagutan kami cukup lama. Nampaknya Rendi sudah tak lagi terpengaruh dengan teman-temannya tadi.

Aku buka saja ikat pinggangnya, kancing celananya, resluitingnya. Aku lepaskan celananya dan kulemparkan ke bangku yang ada di kamar itu. Begitu pula kemejanya hingga yang tertinggal hanya celana dalamnya. Hal yang amat kusukai adalah melihat Rendi setengah telanjang seperti itu. Sebelum aku sendiri melucuti kaos oblongku, Rendi menciumi pusarku yang sejak tadi telah begitu menarik libidonya. Aku menikmati sepenuh sanubariku. Kuelus-elus kepala Rendi yang bibrrnya sedang melumat pusarku dengan lembut itu. Kemudian hanya dengan membuka blus dan BH-ku sehingga nampak payudaraku yang lepas dan belum menanggalkan celana jeansku, kudorong Rendi ke ranjang. Aku terobsesi mengulangi seperti kemarin, menciumi lehernya, menjilati dan menggigit dadanya dan lembah harum ketiaknya.
Rendi hanya pasrah dan membiarkanku menikmati apa yang ingin kunikmati dari tubuhnya. Dia hanya mendesah dan setiap kali mengelus kepalaku sambil menyibakkan rambutku agar tidak mengganggu kesenanganku.

Tiba-tiba terdengar pintu halaman villa berderit. Ada yang datang. Rendi buru-buru bangkit. Kali ini kulihat dia sangat terkejut. Aku menyusul bangkit untuk melihat siapa yang datang. Ternyata itu mobil Lancer sedan. Rupanya Burhan dan Wijaya sengaja membuntuti kami. Rendi memukul tangannya sendiri menahan kekesalannya. Aku sendiri berusaha untuk tenang. Kulihat Burhan dan Wijaya turun dari mobil dan menaiki tangga villa. Mereka langsung duduk di berandanya. Rendi yang sangat kesal buru-buru berpakaian, tidak terlampau rapi dan dengan terpaksa dia keluar. Dia menemui kedua temannya tersebut.

"Huh, kamu mbuntuti aku ya..", nada bicaranya nampak sangat tidak bersahabat.
"Ah, nggak kok, kami memang sering main ke villa Pak Anggoro ini. Ya Wid, omong-omong bagi-bagi dong", Burhan menyahut sewotnya Rendi dan dengan enteng menyampaikan keinginannya untuk ikut mendapatkan bagian nikmat.
Aku tahu pasti yang dimaksud adalah minta kesempatan agar mereka juga kebagian ikut menikmati tubuhku sementara suaminya yang teman mereka sendiri sedang bertugas keluar kota. Hatiku sendiri berdesir mendengar omongan mereka ini. Aku mencoba mengintip dari celah pintu. Nampak Rendi sedang menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, maksudnya agar tidak terlampau keras bicara karena takut aku akan mendengarnya.
"Memangnya kenapa..? Mungkin dia suka juga lho kita main bertiga..", kurang ajar orang-orang ini.

Kuperhatikan mereka semuanya. Rupanya mereka semua ini adalah serigala-serigala yang lapar. Lama mereka saling berbisik tanpa nampak ada jalan keluar. Tiba-tiba ada yang menjalar dalam darahku. Sesuatu yang sangat menggairahkan. Sesuatu yang mungkin akan memberikan sensasi bagiku. Exciting dan sensasional yang akan membakar seluruh atom dalam tubuhku. Aku membayangkan seandainya saja mereka bertiga ini telanjang bulat, dengan ******-****** mereka yang ngaceng berat mengerumuniku yang terjongkok di lantai, sambil tangan-tangan mereka mengocok kontolnya masing-masing dan bersiap sewaktu-waktu sperma mereka muncrat menghujani muka, rambut dan mulutku. Aku akan menganga selebar-lebarnya agar sperma-sperma mereka tidak terbuang sia-sia. Aku jadi "horny" sekali.

Kutengok lagi mereka dari celah pintu. Mereka belum juga kunjung mendapatkan solusi. Sementara libidoku mendesak nafsu birahiku yang datang akibat bayanganku tentang mereka yang telanjang dan menyemprotku dengan spermanya yang muncrat-muncrat. Aku tak lagi mampu sabar menunggu. Aku kuakkan saja pintu kamar itu. Dan mereka semua, Rendi, Burhan dan Wijaya serentak menengok ke pintu.

Aku, dengan dada yang telah terbuka langsung membuat mereka tertegun. Entah kaget, entah heran entah bernafsu. Dan aku, sambil melepas senyuman, kunikmati adegan saat para serigala lapar itu memelototkan matanya kepadaku. Aku sama sekali tidak perlu berbicara. Aku diam saja dengan senyumku sementara tanganku bergerak, jariku memilin-milin sendiri putingku, aku sengaja mendesah keras agar mereka mendengar desahanku dan terangsang.

"Mmass.. oohh..", aku merasa sangat kehausan.
Dan sangat menginginkan mereka bertiga segera melahapku. Aku merelakan diri dan tubuhku untuk mereka kunyah-kunyah. Aku ingin sekali gigi mereka segera menancap pada pahaku yang lembut, pada bokongku yang menurut orang sangat sintal, pada buah dadaku yang ranum, pada puting susuku. Aku heran juga, darimana munculnya sebuah keberanian dan kenekadan yang -bukan main- telah kulakukan di depan teman-teman suamiku ini. Aku heran juga akan hadirnya dengan tiba-tiba nafsu "exhibitionist" ini. Kupertontonkan pada mereka bertiga dadaku yang terbuka dengan payudaraku berikut puting-puting-nya yang sangat ranum ini. Kudengar suara Rendi yang tersendat.
"Maarr..".

Tetapi juga suara-suara yang lain. Bukan pembicaraan. Itu adalah suara dengusan Burhan atau Wijaya. Yang kemudian kulihat adalah Burhan mendahului langkah Rendi mendekatiku. Dia meraihku dan menutup pintu kamar tidur. Dia pagut bibirku. Dia pagut leher, pundak maupun payudaraku dengan liar. Dia kesetanan tanpa kontrol. Dia dorong aku ke ranjang. Aku di gumulinya. Dia remasinya bokongku, dia lumat-lumat payudaraku berikut putingnya.

Kudengar pintu kamar digedor-gedor dan akhirnya terbuka. Wijaya masuk kamar. Dia juga langsung merangsekku. Mungkin dia juga merasa bahwa haknya sama dengan Burhan untuk juga menggelutiku saat ini. Aku sangat menikmati keroyokan mereka. Untuk menyatakan "welcome"-ku, aku mendesis dan mendesah sambil tanganku menggapai ikat pinggang Burhan dan melepasnya. Kubuka celananya, kurogoh kontolnya. Demikian pula kulakukan yang sama pada Wijaya. Mereka kini sudah setengah telanjang. Dan selebihnya mereka sendiri yang melucuti dirinya hingga telanjang bulat.

Burhan dengan penuh ketidaksabaran melucuti celana jeansku. Dan Wijaya turut membantu melepasnya dari kaki-kakiku. Dengan sekali renggut celana dalamku juga langsung dilepas oleh Burhan. Ditariknya kakiku sehingga tubuhku berposisi diagonal dengan pantatku berada di tepian ranjang. Burhan berdiri di arah kakiku. Dia kuakkan selangkanganku dan dengan jelasnya menyaksikan nonokku yang mestinya sangat menantang kontolnya. Kemudian tangan kanannya meraih kaki kiriku, diangkatnya ke arah pundaknya. Dan selanjutnya dengan ketangkasan yang dimilikinya dan dengan serta merta dia meraih kontolnya yang telah ngaceng berat untuk di masukkan ke liang kemaluanku.
Kusaksikan sebentar kontolnya yang hitam. Wow, ukurannya sama persis dengan besar dan panjangnya ****** Rendi.

Aku bergetar. Aku merindukan ****** seperti itu sejak meninggalkan warung gado-gado tadi. Sayangnya ****** Rendi tak jadi menyerangku karena adanya gangguan dari Burhan dan Wijaya ini. Tapi bagiku akhirnya tak ada bedanya. ****** Rendi atau ****** Burhan sama saja. Aku akan memberikan kepuasan seksual untuk pemilik ******-****** indah ini. ****** Burhan baru saja menempel ke liang vaginaku ketika Wijaya yang juga telah telanjang bulat naik ke ranjang dan mengangkangiku. Dia berjongkok persis di atas dadaku. Dan kontolnya yang juga ternyata sebesar para koleganya, si Rendi dan Burhan, sudah mengacung keras dan kuat, berkilatan batang dan kepalanya tepat di depan wajahku. Sungguh sangat menggairahkan dan sensasional. Telanjang bulat dikeroyok teman-teman suamiku yang sama-sama berkontol besar, yang satu berusaha menembus nonokku, yang lain minta dijilati dan diisap.

Aku tidak tahu di mana Rendi. Mungkin dia mengambek. Aku membayangkan dia sedang bengong duduk di beranda. Aku sungguh merasa sangat beruntung. Aneh juga, hal yang beberapa saat sebelumnya hanya dapat kubayangkan, sekarang telah benar-benar kualami. Burhan menggenjot nonokku. Kontolnya yang hitam besar dan sangat legit kurasakan saat menembus vaginaku yang telah membasah sejak bersama Rendi tadi. Sementara itu, Wijaya yang ngentot mulutku meracau.
"Ayoo, Bu Adit.. isepp Buu.. ayyoo isep Bu Aditt.. besar mana sama ****** Pak Aditt heehh..", racauannya persis seperti orang kemasukkan setan pohon randu di belakang kampung di desa kelahiranku.

****** Wijaya ini sangat lezat. Kujilati akarnya yang menggunung tepat di bawah pangkal batang dan biji pelirnya. Dan dengan setengah merangkak, Wijaya menusukkan ****** putih besarnya merangsek mulutku. Dan pelan-pelan memompanya. Entah dimana aku saat ini. Yang dapat kurasakan hanyalah kenikmatan yang melayang-layang akibat tusukan ****** Burhan di vaginaku dan rangsekan ****** Wijaya di mulutku. Dan saat lamat-lamat kudengar rintihan tak tertahankan dari mulut Burhan. Itu pertanda bahwa tak lama lagi spermanya pasti muncrat. Dengan serta merta kutarik tangan Burhan dan kuajak naik ke ranjang dan sementara kulepaskan kuluman mulutku pada ****** Wijaya. Aku ingin agar Burhan menumpahkan spermanya ke mulutku. Aku ingin meminum spermanya. Burhan dan Wijaya secara berbarengan tahu apa yang kuinginkan dan mereka melayaniku dengan baik. Wijaya turun menggantikan peran Burhan mengentot memekku dan Burhan naik untuk mengocok kontolnya sendiri dan memuncratkan spermanya ke mulutku.
Aku menjilat bibirku yang belepotan sperma Burhan yang kental yang yang muncratnya tidak tepat ke mulutku. Ternyata rasa sperma itu berbeda-beda. Walaupun sama sekali tidak mengurangi kenikmatannya, aku merasakan sperma Burhan ini sangat pahit. Belakangan baru aku tahu dari dokter Boyke, seorang pakar seks, bahwa berbagai rasa mungkin akan berbeda dari sperma lelaki. Hal itu sangat dipengaruhi oleh makanan apa yang telah dikonsumsinya dalam 24 jam terakhir. Ia juga menyatakan bahwa sperma itu mengandung protein dan berbagai unsur vitamin lainnya. Informasi itu membuatku semakin senang dan selalu kehausan muntuk meminum sperma.

Burhan yang telah menumpahkan spermanya langsung telentang di kasur. Sementara Wijaya semakin cepat memompa memekku. Dan juga mulai kurasakan dan kulihat bagaimana wajah Wijaya yang menyeringai keenakan, pasti tak akan lama lagi Wijaya juga akan menyemprotkan air maninya. Kembali buru-buru kutarik Wijaya ke atas ranjang. Dan tanpa perlu kuminta lagi dia langsung berjongkok dan menyodorkan kontolnya ke mulutku dan langsung memompa kecil sementara mulutku mengulumnya.

Wijaya berteriak keras saat spermanya keluar. Kontolnya ditekankan ke mulutku dalam-dalam hingga menyentuh tenggorokanku. Hampir saja aku tersedak. Cairannya juga sangat kental dan hangat. Nikmat sekali mengenyam cairan sperma milik Wijaya ini. Kali ini aku merasakan rasa asin dan gurih. Sementara itu ternyata Burhan sudah kembali memasukkan kontolnya kembali ke memekku. Rupanya melihatku mengulum ****** Wijaya tadi, Burhan dengan cepat kembali horny dan ngaceng. Dia pompakan kembali kontolnya ke memekku. Burhan memompanya semakin cepat. Di lain pihak Wijaya masih belum bersedia mengangkat kontolnya dari mulutku. Tampaknya dia masih sangat horny juga.

"Mbak, aku pengin terus-terusan, nih, lihat Mbak Adit yang ayu", ujarnya.
Aku tidak dapat menjawab dengan kontolnya yang masih menyumbat ke mulutku. Aku hanya berkedip-kedip. Kemudian dia melepaskan kontolnya dari mulutku. Beringsut dari atas dadaku menuju ke kanan tubuhku dan menunduk. Bibirnya melumat bibirku dan tangannya meremas payudaraku beserta putingnya. Ahh., nikmat sekali dikeroyok dua lelaki yang hebat-hebat permainan seksnya.

Dan akhirnya Burhan berhasil mengisi lubang vaginaku dengan spermanya. Kehangatan cairannya di liang vaginaku itu sungguh membuatku sedemikian horny. Aku ingin mendapatkan orgasmeku dari mereka ini. Wijaya masih terus melumat bibirku dan kini bergerak untuk melumat dada dan payudaraku. Tanganku mencoba menggapai kontolnya. Sungguh hari yang luar biasa bagiku. ****** Wijaya masih sangat tegar. Rupanya satu kali memuntahkan air maninya tidaklah cukup. Dia harus memuntahkannya lagi untuk yang kedua kali.

Aku merasa ini merupakan jalan untuk mencapai orgasmeku.
"Wid, tolong Mbak Adit kamu entot di nonok, ya sayangg..", bisikku.
Tentu saja itu bukan hanya sekedar permintaan bagi Wijaya. Tetapi itu lebih merupakan perintah mutlak yang dengan senang hati dia akan laksanakan. Dan tanpa perlu perintah susulan, Wijaya langsung turun dari ranjang menjemput nonokku. Kontolnya yang sudah ngaceng seperti tugu Monas langsung dihunjamkannya ke lubang memekku.

Wijaya langsung bergerak memompakan kontolnya di lubang vaginaku. Kenikmatan yang kuterima bukan main dahsyatnya. Kepalaku tak bisa diam, meggeleng ke kanan dan ke kiri menahan nikmat itu. Aku merintih dan mendesah. Kucari-cari tangan Burhan dan kutarik untuk agar rebah di sampingku.
"Burhaann, cium akuu.. Burhaann.. cium akuu..".
Dan langsung kurasakan lumatan bibir Burhan meruyak mulutku. Ludahnya kusedot. Kepalanya langsung kupeluk erat-erat agar aku dapat menciumnya lebih intens untuk menahan kenikmatan ****** Wijaya yang sangat gencar keluar dan masuk merobek-robek vaginaku. Dan saat rasa ingin kencing mendesak dari dalam vaginaku, segera kulepaskan mulutku dari mulut Burhan. Kupeluk tubuhnya hingga bibirku bisa kudaratkan pada bahunya. Dan tanpa ampun lagi gigiku menghunjam tajam masuk ke daging bahu Burhan.

Di tengah teriakan kesakitan dari mulut Burhan, memekku akhirnya mendapatkan kepuasannya. Aku meraih orgasmeku. Dan pada saat bersamaan pula, Wijaya juga mencengkeram kedua pahaku, pertanda dia telah mendapatkan orgasmenya pula.
Aku terkapar, Wijaya terkapar, begitu juga Burhan terkapar. Kami bertiga mendapatkan kepuasan tak terhingga. Sepi, kecuali tarikan nafas berat dan panjang dari kami bertiga. Kulihat jam tanganku, sudah pukul 6 sore, benar-benar lupa daratan.

Aku minta untuk cepat pulang. Mandi 5 menit, bersisir ala kadarnya, berdandan ala kadarnya. Kemudian aku keluar menemui Rendi. Sepi. Kulihat mobilnya sudah tidak ada. Ternyata dia benar-benar ngambek. Kedua temannya mentertawakan ulah Rendi tersebut. Mereka akan bertanggung jawab untukku hingga sampai di rumahku dengan selamat. Kami keluar dari villa pukul 6.15 menit. Mampir dulu di restoran Sunda kesukaanku, kami makan banyak sayuran dan sambal. Aku makan cukup banyak setelah kerja keras melayani Burhan dan Wijaya.

Pukul 8.30 aku sudah sampai di rumahku. Aku tidak berkeberatan mereka berdua mengantarku hingga sampai rumah. Tetangga tidak akan berfikir negatif kalau melihatku pulang beramai-ramai dengan 2 atau 3 orang teman. Aku sangat kelelahan hari itu. Pertama dan yang terutama aku lelah karena pikiranku pada Rendi. Sikap Rendi yang kuanggap bukan sikap lelaki. Hal itu sangat menyedot energiku. Yang kedua adalah karena untuk meraih 4 kali orgasme sebagaimana yang kudapatkan selama 2 hari berturut-turut ini ternyata memerlukan tenaga fisik dengan melayani 3 orang teman Mas Adit yang sangat menguras tenagaku.

Tetapi bagaimanapun aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga, bahwa ternyata aku masih bisa meraih orgasme, walaupun tidak dari suamiku sendiri. Aku sempatkan untuk mandi air panas sebelum tidur. Aku juga menyiapkan juice tomat dan yoghurt campur madu kesukaanku. Aku akan tidur istrirahat total malam ini. Aku sudah naik ke ranjang saat telepon berdering. Jam menunjukkan pukul 10.12 menit. Siapa yang meneleponku selarut ini? Mas Aditkah? Rendi? Atau siapa?

"Selamat Malam Bu Adit, saya Basri", kucoba mengingat siapa Basri.
"Saya yang suka nganter pulang Pak Adit Bu, saya Satpam kantor Pak Adit. Nanti kalau Pak Adit sudah pulang dari Banjarmasin, saya juga yang disuruh menjemput beliau di airport", begitu dia teruskan bicaranya hingga langsung mengingatkanku pada seorang Satpam muda di kantor Mas Adit.
"Maaf mengganggu Ibu malam-malam begini. Saya telepon Ibu tadi agak sore, tapi rupanya Ibu belum pulang dari Bogor", lho koq tahu-tahunya aku ke Bogor..?!

Pikiranku cepat berputar. Si Basri tahu kalau aku ke Bogor, tentunya pasti ada yang memberi tahu. Dan pasti "tahu"-nya itu tidak sekedar tahu begitu saja. Apakah Rendi..? Ah.. pasti dia. Rendi telah berbuat culas.
"Ya, kenapa Mas Basri..", tanyaku balik seakan tidak ada masalah apa-apa denganku.
"Begini Bu Adit, ntar hari Senin khan saya akan menjemput Pak Adit. Kalau beliau tanya tentang Ibu, bagaimana saya mesti menjawabnya..? Bahwa Bu Adit pergi ke Bogor, ke villa Pak Anggoro bersama Pak Burhan dan Pak Wijaya..?".

Kurang ajar juga Satpam kampungan ini. Kurang ajar sekali si Rendi ini. Aku terhenyak dengan ucapan Basri di telepon tadi. Aku masih terdiam ketika.
"Bagaimana kalau kita bicarakan saja malam ini, Bu? Saya tunggu Ibu di depan kompleks perumahan Ibu. Saya tunggu di Kijang saya. Saya tunggu benar lho Bu Adit, atau..".
Klik, telepon dimatikan. Aku belum sempat menjawab tetapi Basri telah memutuskan teleponnya. Dan menurutnya dalam telepon tadi, dia sekarang sedang menunggu di depan kompleks perumahanku ini dengan mobil Kijangnya. Ini pemerasan.. dia mau minta apa? Uang.. atau..? Aku tidak berani meneruskan pemikiranku. Jangan-jangan dia memintaku tidur dengannya.

Aku mencoba mengingat-ingat dan membayangkan postur si Basri ini. Aku perkirakan usianya sekitar 30 tahunan. Kulitnya yang hitam karena banyak terjemur, dibungkus dengan seragam putih dan celana birunya. Ada tali peluit di kantongnya dan ikat pinggangnya yang keemasan karena rajin dibraso. Sebagai Satpam di kantor suamiku, Basri dipilh dari banyak calon yang memenuhi syarat. Antara lain penampilannya harus gagah, badan sehat, tegas, pintar bela diri dan lain-lainnya. Dan postur seperti Basri memang meyakinkan untuk menjadikannya sebagai satpam kantor. Aku akan mendiamkannya saja. Biarlah pemerasan tinggal pemerasan. Dan sungguh suatu hal yang sangat tidak mengenal perikemanusiaan untuk memeras perempuan seperti aku di malam hari begini. Ah, persetan. Kutunggu saja apa yang akan dikerjakan Basri selanjutnya.

Tetapi aku jadi tidak bisa tidur. Aku jadi merasa tertekan. Apa mau Basri sebenarnya? Apa mau Rendi? Mungkinkah dia sengaja menghinaku? Merendahkanku? Dasar serigala pengecut. Akan halnya Basri, memang dia cukup berotot sebagai satpam, pantaslah. Dan bagaimana jika dia memerasku dengan memintanya untuk tidur dengannya? Akan kuturutikah? Keterlaluan, bagaimana pula kata orang nanti? Bagaimana kata Rendi yang pengecut itu nanti? Dan lagi, bagaimana mungkin aku keluar rumah pada malam-malam begini? Apa kata tetangga nanti? Kemudian kalau ini adalah memang hasil pemikiran Rendi, akankah hal ini akan dapat diselesaikan cukup dengan satu orang seperti Basri ini? Karena nanti pasti dia juga akan menyebarkannya kepada orang lain.

Aku semakin bingung ketika telepon kembali berdering.
"Bagaimana Bu..? Saya sudah tidak sabar nih..", nadanya jelas-jelas mengancam.
"Pak Basri mau ngapain? Ini khan udah malam, aku tidak enak sama tetangga. Dan terus terang aku takut malam-malam begini. Besok saja telepon lagi!", telepon aku banting.
Ganti aku sekarang yang memutuskan telepon. Agar dia tahu bahwa aku tidak bisa diperas seenaknya. Telepon langsung berdering kembali.
"Kalau Ibu berani ke Bogor, terang-terangan di gilir bertiga selama dua hari berturut-turut, kenapa sekarang takut keluar rumah. Ini Jakarta Bu, jam 10 malam itu masih sore untuk orang Jakarta".
Wah, benar-benar sudah nekat rupanya si Basri. Aku tidak menjawabnya dan langsung kututup kembali.

Kembali dering itu terdengar lagi, mukaku sudah memerah karena amarah yang sangat.
"Kalau Ibu tidak mau pergi sama saya sekarang, saya tidak bisa apa-apa kalau Pak Adit nanti tanya soal Ibu di Bogor itu. Terus terang Bu, saya juga ingin merasakan tidur dengan Ibu. Dan saya yakin bisa memberikan kepuasan pada Ibu lebih dari tiga orang teman Pak Adit itu. Ayolah Bu.., kasih kesempatan saya. Atau saya jemput Ibu ke rumah saja?".
"Terserah..!, kubanting lagi telepon itu untuk yang ketiga kalinya.
Tetapi jawabanku terserah itu? Apakah aku memang berniat memenuhi permintaannya? Aku jadi bingung. Ini semua memang rekayasa Rendi yang gila itu. Aku jadi pasrah. Aku tak biasa ditekan macam begini. Aku cepat menyerah. Aku mau apa lagi? Dan itu dia, datanglah si Basri brengsek itu. Yang kini terpikir olehku sekarang adalah, bagaimana caraku agar hal ini tidak mencolok pada pandangan tetangga kanan-kiriku. Bagaimana aku harus bersandiwara. Aku harus mengajak si Basri juga untuk bersandiwara. Sialan kamu Rendi..!

Aku bergerak bangkit. Kunyalakan terang-terang semua lampu rumah. Lampu halaman, lampu beranda, lampu ruang tamu, lampu ruang makan. Semuanya jadi terang benderang saat Basri datang dan masuk rumah. Perhitunganku adalah dengan cara itu, akan mengurangi kecurigaan tetangga bahwa di malam hari begini aku menerima lelaki asing dalam suasana remang-remang. Kusambut Basri dengan ramah di depan pintu, untuk memberikan kesan bahwa yang datang adalah sanak familiku hingga Basri sendiri heran.

Dan kubuka lebar-lebar ruang tamu di mana Basri kupersilakan duduk saat akan masuk rumah. Dan aku sendiri juga menemaninya duduk layaknya seseorang menerima tamu keluarganya. Aku juga berbicara keras-keras dan tertawa-tawa, sambil mengisyaratkan kedipan mataku pada Basri untuk juga mengikuti sandiwara ini. Basri tahu, dan cepat menyesuaikan diri. Dia berlagak bebas di rumahku, berdiri, jalan sana-sini, melihat fotoku bersama Mas Adit di tembok dan sebagainya.

Aku mulai secara khusus memperhatikan pria yang ingin tidur denganku ini. Kali ini dia datang tanpa seragam satpamnya. Wow, ternyata kharisma kelelakiannya tak kalah dari penampilan Rendi maupun Burhan dan Wijaya. Dengan T-shirt Polo (mungkin merk imitasi) dan celana Valentinonya (barangkali juga imitasinya), di mataku Basri jadi tampak sangat tampan. Posturnya yang di atas 175 cm, membuatku hanya setinggi bahunya. Kekesalanku akan teleponnya tadi seketika lenyap. Bahkan kelelahanku dari perjalanan ke Bogorpun ikut lenyap. Dan untuk tetangga-tetangga sekitar yang kemungkinan usil karena aku telah menerima tamu pria di malam hari sementara suamiku berada di luar kota, persetan! Tidak akan semudah itu menuduhku berbuat macam-macam.

Dengan membiarkan semua pintu tetap terbuka lebar-lebar, pelan-pelan aku mengajak Basri menuju ruang makan yang tak nampak dari halaman depan dan jalanan. Di situ Basri langsung menubrukku. Dia langsung mencium kudukku dan tangannya memeluk dadaku, meremas payudaraku. Berani benar dia, batinku. Dan terus terang aku jadi sangat bernafsu menjalani sandiwara ini. Ini merupakan skandal terbesar sejak aku selingkuh dengan Rendi. Ini merupakan pertaruhan dengan risiko terbesar selama aku berani berkhianat pada Mas Adit, suamiku. Darahku terasa menggelegak. Jantungku berdegup keras. Aku gemetar sejadi-jadinya. Perasaan birahi yang menggelegak campur aduk dengan rasa takut tertangkap orang di kampungku, bercampur aduk.

"Bu Adit, kita keluar yuk".
"Nggak, ah. Di sini saja. Aman, deh. Tenang saja..", aku menjawab sambil tersenyum dan mendekatkan bibirku ke bibirnya.
Kami berpagutan dengan penuh nafsu. Aku sudah tidak tahan untuk tidak meraba selangkangannya. Aku mendesah. Tangan kiri Basri memeluk pinggangku, sementara tangan kanannya mulai bermain meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus dalam blusku. Kuraba selangkangan itu.
"Waduuhh.. pentungan Satpam benaran nih..", batinku.

Aku meraba daging panas yang sangat besar dan panjang di balik celananya. Kuremas. Pantat Basri langsung menekan tanganku menahan gelinjang kontolnya.
"Jangan lebih dari 1 jam yang Mas Basri",
"Uuhh, cukup Bu, cukup Bu, cc.. cukkupp.. Bb.. Bu.. Jangan-jangan Ibu yang kurang nanti", mendengar jawabannya yang nakal aku tertawa geli sambil mencubit pantatnya.
Dia mengaduh, manis. Cukup lama kami saling berpagut dan meremas apa saja. Kubimbing Basri menuju kamar tidur pengantinku, tempat yang biasanya hanya aku dan Mas Adit -bossnya- yang tidur di atasnya.

Dan saat sampai di tepi ranjang, kudorong tubuhnya hingga telentang di ranjang. Aku menyusul menindihnya. Kami bergulingan. Dan dengan penuh ketidaksabaran kami saling melucuti pakaian. Aku melucuti pakaiannya, dia melucuti pakaianku. Kami telah siap untuk langsung menuju kenikmatan tak terhingga. Aku telentang di kasur dengan pahaku yang terbuka menjepit tubuhnya. Dia bergerak sedikit mengangkat pantatnya, tangan kirinya menggenggam kontolnya untuk diarahkannya ke memekku. Aku lebih melebarkan pahaku untuk bersiap menerima ****** itu menembus kemaluanku.
Saat bibir vaginaku tersentuh ujung ****** yang mirip pentungan itu, aku langsung memejamkan mataku dan jiwaku seakan melayang ke langit. Aku bergetar. Pantatku kuangkat-angkat sedikit kerena sangat merindukan ****** itu untuk secepatnya terbenam ke kemaluanku.

Seperti biasanya, Basri sangat ahli, ujung ****** itu dimainkan terlebih dulu di gerbang vaginaku untuk memancing cairan birahiku. Tetapi tak perlu memakan waktu lama, karena cairan itu sebenarnya telah mulai keluar sejak aku meremas celananya tadi. Dan tak ayal lagi, kurasakan betapa batangan besar dan hangat itu akhirnya tertelan seluruhnya hingga ke akar-akarnya, masuk dan menembus vaginaku. Seketika itu pula saraf-saraf peka pada dinding vaginaku bekerja menyambut batang itu. Diremas-remasnya ****** Basri. Mengencang dan mengendor bergantian.

"Dduhh, Ibuu.. Bu Aditt.. ennhakk bBHhaanngett.. Bbuu..".
Basri langsung memompakan kontolnya, suara pelirnya yang terayun-ayun memukuli akar kontolnya sendiri, akibat dari ayunan pompa ****** besarnya itu ke lubang memekku. Dan aku sendiri yang mendapat landa kenikmatan tak terhingga ini hanya bisa mendesah dan merintih sambil kepalaku bergoyang ke kanan dan ke kiri, seperti menggeleng-geleng, karena nikmat yang tak mampu kutahan itu.

Kami bersanggama penuh irama dan improvisasi yang mengalir. Sungguh hebat si Basri ini. Tubuhnya di jatuhkan miring. Tanpa mencabut kontolnya, dia angkat kaki kiriku melintasi tubuhnya dan tetap dipegang dengan tangan kirinya. Aku dientotnya dari arah belakang punggungku. Kemudian dengan posisi strategis itu yang membuat ketiakku tepat berada di dekat wajahnya, dia peluk tubuhku dengan tangan kanannya dan lebih didekatkannya ketiakku dan di ciuminya.

Paduan entotan pada vaginaku dan ciuman pada ketiakku ini benar-benar membuatku terlempar jauh melayang dalam gelombang nikmat tak terperikan. Pantatku langsung bergoyang-goyang untuk mempercepat tusukan ****** nikmat milik Basri itu. Aku berteriak kecil dan merintih.
"Mas Basrii.. Mas Basrrii.. Mas Bassrrii..", tidak tahu lagi aku mesti bicara apa.
Setelah posisi itu kami nikmati beberapa saat, Basri membisiki telingaku.
"Bu, nungging donk..", dan segera kurespon.
Aku bergerak menungging, mulai dengan tengkurap, kemudian pelan-pelan kunaikkan pantatku, kemudian lututku mengambil alih peran sebagai tumpuan pantatku. Hebatnya si Basri tetap tidak mau melepaskan kontolnya yang telah menancap pada vaginaku. Itu berarti dia harus mendukung tubuhnya hanya pada dengkulnya. Dan saat akhirnya sepenuhnya aku berhasil menungging, Basri sudah setengah bangkit, seperti ****** jantan, kontolnya masih menancap pada betinanya. Wow..

Kurasakan posisi ini membuat ****** Basri main merangsek dan meruyak kedalaman vaginaku. Titik-titik saraf peka birahiku mengelinjang. Ujung ****** itu mendesak gerbang rahimku. Aku, dengan kepalaku yang bertumpu pada bantal, jari-jari tanganku meremasi tepian bantal-bantalku. Aku merasakan kenikmatan itu seakan air bah yang menghanyutkan seluruh haribaanku. Kenikmatan ini sungguh tak bertara.

Aku mulai merasakan ada desakan ingin kencing dari dalam vaginaku. Ini bukan lagi untuk yang pertama kalinya. Sejak dua hari yang lalu aku sudah merasakan hal seperti ini 4 kali. Dan ini adalah untuk yang ke lima kalinya. Aku akan menyongsong kenikmatan tertinggi seorang wanita dari sanggamanya. Aku akan meraih orgasmeku.
"Acchh.. Mass Basrii.. tolonng akuu.. Basrii.. tolongg..".
****** Basri makin cepat memompa. Pantatku berusaha bergoyang untuk menangkap nikmat pompaan Basri. Kami mulai merasakan berada di gerbang kenikmatan puncak. Basri melepas payudaraku yang sejak aku menungging tadi diremas-remasnya. Kini dia bangkit dengan tangannya menekan pinggulku. Itu artinya nafsu Basri sudah tak mungkin dia bendung lagi.

Kocokan kontolnya makin cepat, "in & out" ke lubang vaginaku. Aku sendiri tak mampu menahan keinginan rasa ingin kencingku. Aku menggoyang-goyangkan pantatku dengan memepertegas desahan dan rintihanku untuk memacu nafsu Basri.
Dan akhirnya.. Bertetes-tetes sperma Basri terasa menghangatkan memekku. Sedetik berikutnya, orgasmeku datang. Cairan birahiku membanjir. Pompaan ****** Basri tidak langsung berhenti saat menembak lubang vaginaku dengan spermanya. Dan akibatnya dari celah ketat antara batang ****** dan bibir vaginaku nampak busa-busa cairan birahiku bercampur sperma Basri muncrat dan meleleh setiap kali ****** Basri masuk maupun keluar dari lubang kemaluanku.

Kemudian lama-lama melambat dan akhirnya diam. Kami bersama-sama rebah di ranjang. Kecuali nafas-nafas panjang yang terdengar, yang lainnya sepi. Terdengar ****** tetangga menyalak, seakan ada yang lewat. Terdengar kucing mengejar betinanya di genting. Terdengar tukang mie menawarkan dagangannya. Aku melirik ke Basri dan saling bertemu pandang. Kami masing-masing meraih kepuasan. Untuk sementara rasa penasaran Basri telah reda.

Jam menunjukkan pukul 10.40 malam. Basri bangkit dari ranjang dan turun ke kamar mandi. Kubiarkan saja dia, mungkin dia perlu buang air kecil. Aku masih menginginkan ada lanjutannya. Aku selalu belum tuntas kalau mulutku belum dientot lelaki yang mengencaniku. Dan Basri harus menyelesaikannya. Aku yakin dia akan menyelesaikannya dengan baik dan aku akan meraih kepuasan darinya untuk yang kedua kalinya.

Ternyata memang sekembalinya dari kamar mandi, kontolnya sudah terlihat tegak kembali. Aku yakin, lelaki seperti Basri ini tidak akan cukup dengan hanya sekali spermanya muncrat pada setiap bersetubuh dengan perempuan. Dia kembali mendekat ke ranjang. Aku cepat meraih kontolnya yang sebesar pentungan satpamnya. Kuelus dengan jari-jariku dan kulihat wajahnya. Dia menutup matanya menikmati sentuhan jari-jari lembutku. Aku senang dia menutup matanya itu. Bibirku mendekat, kuulurkan lidahku ke belahan lubang kencingnya. Kurasakan, lidahku merasakan sebagian air kencingnya yang masih tertinggal di belahan lubang itu. Aromanya mendekati bir yang baru terbuka botolnya. Keras dan ada sedikit pesingnya. Kujilati hingga bersih dari sisa-sisa tetesan air kencingnya. Aku sangat menikmati kesempatan langka ini.

Kulihat kembali wajahnya. Ternyata dia telah membuka matanya dan memperhatikan lidahku yang sedang menjilat-jilat.
"Bu Adit, enak banget ketika bibir Bu Adit menyentuh ****** saya. Dan ketika lidah Ibu menjilat.. aku tidak pernah membayangkan ada wanita secantik Ibu mau menjilat ****** saya. Bahkan sisa-sisa kencing saya, Bu", kata Basri sambil tangannya mengelus rambutku yang terurai panjang.

Mendengar pembicaraannya itu, terbit kenakalanku. Aku ingin melihatnya benar-benar blingsatan, ingin mendengar rintihan nikmatnya yang luar biasa, ingin melihat bagaimana jika tubuhnya menggeliat-geliat dengan penuh gelinjang karena merasakan jilatan dan kuluman nikmat dari mulutku. Kugenggam kontolnya, kunaikkan dan kupepetkan ke perutnya. Wow, panjangnya adalah hingga ujungnya menyentuh pusarnya.

Saat itu pelirnya berada tepat di depan bibirku. Tentu saja lidahku langsung bekerja dipadu dengan bibirku yang menyedot-nyedot biji pelirnya itu. Dia mulai gelisah. Pantatnya bergoyang, ingin menekankan pada mulutku. Kemudian aku mengubah posisi dengan turun dari ranjang. Dan Basri kudorong hingga telentang di kasur dengan kedua kakinya tetap terjuntai ke lantai. Kini aku sepenuhnya memegang 'komando'. Dengan tetap kugenggam kontolnya, lidahku mulai menjilat selangkangannya.

Bau keringatnya yang sangat alami karena telah seharian terjemur dalam tugasnya, sangat merangsang libidoku. Bau alami seperti ini terkadang jauh lebih merangsang dari pada para pria pesolek seperti Rendi dan teman-temannya yang suka dengan parfum, bedak atau pewangi lainnya. Benar juga. Lidahku di selangkangannya membuat Basri seperti orang tenggelam di laut, gelagapan dengan nafasnya yang terputus-putus memburu. Tangannya terus mengacak-ngacak rambutku yang istri bossnya ini.

Saat aku menjilat lebih ke bawah lagi dan mengarah ke anusnya, pantatnya dia angkat-angkat sambil kakinya di tekankan ke pinggiran ranjang menahan kegelian yang amat sangat. Ah, tanggung.. kubalik saja badannya hingga posisinya tengkurap, kemudian tanganku memberi isyarat agar Basri sedikit menungging. Dia patuh. Dengan lututnya sebagai tumpuan dia bukan lagi sedikit, tetapi benar-benar menungging. Inilah saatnya Basri akan merasakan bagaimana aku, istri Pak Adit atasannya akan menjilati duburnya.

Kusapu dulu bukit pantatnya dengan lidahku sambil hidungku berusaha menangkap aroma anusnya. Wow, dia langsung menggelinjang dengan suara rintihan yang menimbulkan rasa horny. Tangannya menggapai-gapai untuk berusaha meraih kembali rambutku. Dan lidahku tak lagi berputar-putar, tetapi langsung kubenamkan pada analnya. Basri benar-benar blingsatan. Kini tangannya yang telah meraih rambutku menariknya kencang-kencang hingga kulit kepalaku terasa pedih. Aku sangat menikmati hal ini. Aku semakin bersemangat menjilat dan menyedot-sedot pantatnya, sementara tangan kiriku meraba dan kemudian meraih kontolnya yang bergelantungan di bawah perutnya dalam keadaan ngaceng berat. Tanganku mengocok lembut ****** itu.

Setelah beberapa saat hal itu berlangsung, terdengar desahan dan rintihan Basri yang menandakan bahwa spermanya akan muncrat. Cepat kudorong kembali tubuhnya untuk telentang. Kucaplok kontolnya, kukulum dan kupompa dengan mulutku. Basri ingin aku memompa dengan cepat. Dan dengan lolongan seperti serigala di malam hari, Basri menjerit kecil dengan disertai tumpahnya sperma ke mulutku. Aku merasakan kehangatan adanya lendir-lendir yang menyemprot dan memenuhi mulutku. Aku kecap sperma Basri dan kutelan. Tak setetespun yang tercecer. Kami kembali rubuh ke kasur. Aku teramat sangat lelah. Ini mungkin adalah akumulasi kelelahan yang tak begitu kurasakan sejak kepergianku dari Bogor tadi. Aku terlena sesaat.

Saat Basri membangunkanku untuk pamit pulang, kulihat dia sudah rapi dengan pakaiannya kembali. Aku bergegas berpakaian. Aku sengaja tidak ke kamar mandi dulu. Nanti saja. Ada kenikmatan erotis tersendiri untuk menahan sperma yang masih mencemari tubuhku. Kuantarkan Basri ke pintu. Dia harus cepat pergi dari rumahku. Saat telah siap semuanya, aku mendekat dan memagutnya dalam-dalam. Sesaat kami saling bertukar ludah dan lidah.
"Mas Basri, ntar kita cari waktu lagi, ya. Aku ingin dientot terus menerus sama Mas Basri. Kontolmu ini sangat membuatku mabuk. Aku masih belum puas".

****** Basri yang masih kugenggam langsung berdiri kembali. Aku tahu, kalau saja kutahan dia, Basri akan dengan senang hati tinggal. Mungkin sampai pagi. Tetapi kubimbing saja dia ke pintu, karena dia memang harus pergi dari rumahku sekarang. Tepat pada pukul 11.10 Kijang Basri sudah meninggalkan rumahku. Aku tidak langsung mematikan lampu-lampu. Bahkan aku masih sempat berjalan-jalan di taman rumahku, seakan-akan memperhatikan tanaman-tanaman bungaku yang memang setiap hari kurawat dengan penuh kecintaan.

Tetanggaku, Pak Taslim baru saja lewat bersama anaknya dari warung sebelah. Setelah pintu halaman kukunci, pada pukul 11.30 malam baru aku masuk rumah. Pintu utama kututup dan kukunci. Lampu-lampu yang tidak penting kumatikan. Baru aku menuju peraduan dengan masih menyimpan sperma Basri dalam nonokku dan sebagian sperma kering yang masih belepotan di sekitar mulutku. Aku nikmati terus agar selalu merasa dekat dengannya. Selama 2 hari berselingkuh dengan 4 lelaki teman kantor suamiku, aku baru merasakan bahwa hanya dengan Basrilah aku mendapatkan keaslian sifatnya. Bayangkan, dengan pendidikannya yang hanya dapat membuatnya menjadi satpam, dia berani melakukan sesuatu loncatan keluar jauh dari 'orbit'-nya, dia entoti aku yang merupakan istrinya bossnya di kantor, Mas Adit.


       Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Pembantu seksi
Apr 29th 2013, 07:20


Aku berusia 37 tahun saat ini, sudah beristeri dan mempunyai 4 orang anak. Rumahku terletak di pinggiran kota Jakarta yang bisa disebut sebagai kampung. Orang tuaku tinggal di sebuah perumahan yang cukup elite tidak jauh dari rumahku. Orang tuaku memang bisa dibilang berkecukupan, sehingga mereka bisa mempekerjakan pembantu. Nah pembantu orang tuaku inilah yang menjadi 'pemeran utama' dalam ceritaku ini.

Bapakku baru dua bulan yang lalu meninggal dunia, jadi sekarang ibuku tinggal sendiri hanya ditemani Enny, pembantunya yang sudah hampir 4 tahun bekerja disitu. Enny berumur 26 tahun, dia masih belum bersuami. Wajahnya tidak cantik, bahkan giginya agak tonggos sedikit, walaupun tidak bisa disebut jelek juga. Tapi yang menarik dari Enny ini adalah bodynya, seksi sekali. Tinggi kira-kira 164 cm, dengan pinggul yang bulat dan dada berukuran 36. Kulitnya agak cokelat. Sering sekali aku memperhatikan kemolekan tubuh pembantu ibuku ini, sambil membandingkannya dengan tubuh isteriku yang sudah agak mekar.

Hari itu, karena kurang enak badan, aku pulang dari kantor jam 10.00 WIB, sampai di rumah, kudapati rumahku kosong. Rupanya isteriku pergi, sedang anak-anakku pasti sedang sekolah semua. Akupun mencoba ke rumah ibuku, yang hanya berjarak 5 menit berjalan kaki dari rumahku. Biasanya kalau tidak ada di rumah, isteriku sering main ke rumah ibuku, entah untuk sekedar ngobrol dengan ibuku atau membantu beliau kalau sedang sibuk apa saja.

Sampai di rumah ibuku, ternyata disanapun kosong, cuma ada Enny, sedang memasak.
Kutanya Enny, "En, Bu Dewi (nama isteriku) kesini nggak?"
"Iya Pak, tadi kesini, tapi terus sama temannya" jawab Enny.
"Terus Ibu sepuh (Ibuku) kemana?" Tanyaku lagi.
"Tadi dijemput Bu Ina (Adikku) diajak ke sekolah Yogi (keponakanku)"
"Oooh" sahutku pendek.
"Masak apa En? tanyaku sambil mendekat ke dapur, dan seperti biasa, mataku langsung melihat tonjolan pinggul dan pantatnya juga dadanya yang aduhai itu.
"Ini Pak, sayur sop"
Rupanya dia ngerasa juga kalau aku sedang memperhatikan pantat dan dadanya.
"Pak Irwan ngeliatin apa sih" Tanya Enny.
Karena selama ini aku sering juga bercanda sama dia, akupun menjawab,
"Ngeliatin pantat kamu En. Kok bisa seksi begitu sih En?"
"Iiih Bapak, kan Ibu Dewi juga pantatnya gede"
"Iya sih, tapi kan lain sama pantat kamu En"
"Lain gimana sih Pak?" tanya Enny, sambil matanya melirik kearahku.
Aku yakin, saat itu memang Enny sedang memancingku untuk kearah yang lebih hot lagi.
Merasa mendapat angin, akupun menjawab lagi, "Iya, kalo Bu Dewi kan cuma menang gede, tapi tepos"
"Terus, kalo saya gimana Pak?" Tanyanya sambil melirik genit.
Kurang ajar, pikirku. Lirikannya langsung membuat tititku berdiri.
Langsung aku berjalan kearahnya, berdiri di belakang Enny yang masih mengaduk ramuan sop itu di kompor.
"Kalo kamu kan, pinggulnya gede, bulat dan kayaknya masih kencang", jawabku sambil tanganku meraba pinggulnya.
"Idih Bapak, emangnya saya motor bisa kencang" sahut Enny, tapi tidak menolak saat tanganku meraba pinggulnya.

Mendengar itu, akupun yakin bahwa Enny memang minta aku 'apa-apain'.
Akupun maju sehingga tititku yang sudah berdiri dari tadi itu menempel di pantatnya. Adduuhh, rasanya enak sekali karena Enny memakai rok berwarna abu-abu (seperti rok anak SMU) yang terbuat dari bahan cukup tipis. Terasa sekali tititku yang keras itu menempel di belahan pantat Enny yang, seperti kuduga, memang padat dan kencang.
"Apaan nih Pak, kok keras? tanya Enny genit.
"Ini namanya sonny En, sodokan nikmat" sahutku.
Saat itu, rupanya sop yang dimasak sudah matang. Ennypun mematikan kompor, dan dia bersandar ke dadaku, sehingga pantatnya terasa menekan tititku. Aku tidak tahan lagi mendapat sambutan seperti ini, langsung tanganku ke depan, ku remas kedua buah dadanya. Alamaak, tanganku bertemu dengan dua bukit yang kenyal dan terasa hangat dibalik kaos dan branya.

Saat kuremas, Enny sedikit menggelinjang dan mendesah, "Aaahh, Pak" sambil kepalanya ditolehkan kebelakang sehingga bibir kami dekat sekali. Kulihat matanya terpejam menikmati remasanku. Kukecup bibirnya (walaupun agak terganggu oleh giginya yang sedikit tonggos itu), dia membalas kecupanku. Tak lama kemudian, kami saling berpagutan, lidah kami saling belit dalam gelora nafsu kami. TItitku yang tegang kutekantekankan ke pantatnya, menimbulkan sensasi luar biasa untukku (kuyakin juga untuk Enny).

Sekitar lima menit, keturunkan tangan kiriku ke arah pahanya. Tanpa banyak kesukaran akupun menyentuh CDnya yang ternyata telah sedikit lembab di bagian memeknya.
Kusentuh memeknya dengan lembut dari balik CDnya, dia mengeluh kenikmatan, "Ssshh, aahh,
Pak Irwan, paak.. jangan di dapur dong Pak"
Dan akupun menarik tangan Enny, kuajak ke kamarnya, di bagian belakang rumah ibuku.
Sesampai di kamarnya, Enny langsung memelukku dengan penuh nafsu, "Pak, Enny sudah lama lho pengen ngerasain punya Bapak"
"Kok nggak bilang dari dulu En?" tanyaku sambil membuka kaos dan roknya.
Dan.. akupun terpana melihat pemandangan menggairahkan di tubuh pembantu ibuku ini.

Kulitnya memang tidak putih, tapi mulus sekali. Buah dadanya besar tapi proporsional dengan tubuhnya. Sementara pinggang kecil dan pinggul besar ditambah bongkahan pantatnya bulat dan padat sekali. Rupanya Enny tidak mau membuang waktu, diapun segera membuka kancing bajuku satu persatu, melepaskan bajuku dan segera melepaskan celana panjangku.

Sekarang kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam saja, dia bra dan CD, sedangkan aku hanya CD saja. Kami berpelukan, dan kembali lidah kami berpagut dalam gairah yang lebih besar lagi. Kurasakan kehangatan kulit tubuh Enny meresap ke kulit tubuhku. Kemudian lidahku turun ke lehernya, kugigit kecil lehernya, dia menggelinjang sambil mengeluarkan desahan yang semakin menambah gairahku, "Aahh, Bapak".

Tanganku melepas kait branya, dan bebaslah kedua buah dada yang indah itu. Langsung kuciumi, kedua bukit kenyal itu bergantian. Kemudian kujilati pentil Enny yang berwarna coklat, terasa padat dan kenyal (Beda sekali dengan buah dada isteriku), lalu kugigit-gigit kecil pentilnya dan lidahku membuat gerakan memutar disekitar pentilnya yang langsung mengeras.

Kurebahkan Enny ditempat tidurnya, dan kulepaskan CDnya. Kembali aku tertegun melihat keindahan kemaluan Enny yang dimataku saat itu, sangat indah dan menggairahkan. Bulunya tidak terlalu banyak, tersusun rapi dan yang paling mencolok adalah kemontokan vagina Enny. Kedua belah bibir vaginanya sangat tebal, sehingga klitorisnya agak tertutup oleh daging bibir tersebut. Warnanya kemerahan.
"Pak, jangan diliatin aja dong, Enny kan malu" Kata Enny.

Aku sudah tidak mempunyai daya untuk bicara lagi, melainkan kutundukkan kepalaku dan bibirkupun menyentuh vagina Enny yang walaupun kakinya dibuka lebar, tapi tetap terlihat rapat, karena ketebalan bibir vaginanya itu. Enny menggelinjang, menikmati sentuhan bibirku di klitnya. Kutarik kepalaku sedikit kebelakang agar bisa melihat vagina yang sangat indah ini.
"Enny, memek kamu indah sekali, sayang"
"Pak Irwan suka sama memek Enny? tanya Enny.
"Iya sayang, memek kamu indah dan seksi, baunya juga enak" jawabku sambil kembali mencium dan menghirup aroma dari vagina Enny.
"Mulai sekarang, memek Enny cuma untuk Pak Irwan" Kata Enny.
"Pak Irwan mau kan?"
"Siapa sih yang nggak mau memek kayak gini En?" tanyaku sambil menjilatkan lidahku ke vaginanya kembali.
Enny terlihat sangat menikmati jilatanku di klitorisnya. Apalagi saat kugigit klitorisnya dengan lembut, lalu lidahku ku masukkan ke liang kenikmatannya, dan sesekali kusapukan lidahku ke lubang anusnya.
"Oooh, sshshh, aahh.. Pak Irwan, enak sekali Pak. Terusin ya Pak Irwan sayang"

Sepuluh menit, kulakukan kegiatan ini, sampai dia menekan kepalaku dengan kuat ke vaginanya, sehingga aku sulit bernafas"Pak Irwan.. aahh, Enny nggak kuat Pak.. sshh"Kurasakan kedua paha Enny menjepit kepalaku bersamaan dengan itu, kurasakan vagina Enny menjadi semakin basah. Enny sudah mencapai orgasme yang pertama. Enny masih menghentak-hentakkan vaginanya kemulutku, sementara air maninya meleleh keluar dari vaginanya. Kuhirup cairan kenikmatan Enny sampai kering. Dia terlihat puas sekali, matanya menatapku dengan penuh rasa terima kasih. Aku senang sekali melihat dia mencapai kepuasan.

Tak lama kemudian dia bangkit sambil meraih kemaluanku yang masih berdiri tegak seperti menantang dunia. Dia memasukkan kemaluanku kedalam mulutnya, dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Ooouugh, nikmatnya, ternyata Enny sangat memainkan lidahnya, kurasakan sensasi yang sangat dahsyat saat giginya yang agak tonggos itu mengenai batang kemaluanku. Agak sakit tapi justru sangat nikmat. Enny terus mengulum kemaluanku, yang semakin lama semakin membengkak itu. Tangannya tidak tinggal diam, dikocoknya batang kemaluanku, sambil lidah dan mulutnya masih terus mengirimkan getaran-getaran yang menggairahkan di sekujur batang kemaluanku.

"Pak Irwan, Enny masukin sekarang ya Pak?" pinta Enny.
Aku mengangguk, dan dia langsung berdiri mengangkangiku tepat di atas kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku, lalu diturunkannya pantatnya. Di bibir vaginanya, dia menggosok-gosokkan kepala kemaluanku, yang otomatis menyentuh klitorisnya juga. Kemudian dia arahkan kemaluanku ke tengah lobang vaginanya. Dia turunkan pantatnya, dan.. slleepp.. sepertiga kemaluanku sudah tertanam di vaginanya. Enny memejamkan matanya, dan menikmati penetrasi kemaluanku.

Aku merasakan jepitan yang sangat erat dalam kemaluan Enny. Aku harus berjuang keras untuk memasukkan seluruh kemaluanku ke dalam kehangatan dan kelembaban vagina Enny. Ketika kutekan agak keras, Enny sedikit meringis. Sambil membuka matanya, dia berkata, "Pelan dong Pak Irwan, sakit nih, tapi enak banget". Dia menggoyangkan pinggulnya sedikit-sedikit, sampai akhirnya seluruh kemaluanku lenyap ditelan keindahan vaginanya.

Kami terdiam dulu, Enny menarik nafas lega setelah seluruh kemaluanku 'ditelan' vaginanya. Dia terlihat konsentrasi, dan tiba-tiba.. aku merasa kemaluanku seperti disedot oleh suatu tenaga yang tidak terlihat, tapi sangat terasa dan enaak sekali. Ruaar Biasaa! Kemaluan Enny menyedot kemaluanku!

Belum sempat aku berkomentar tentang betapa enaknya vaginanya, Ennypun mulai membuat gerakan memutar pinggulnya. Mula-mula perlahan, semakin lama semakin cepat dan lincah gerakan Enny. Waw.. kurasakan kepalaku hilang, saat dia 'mengulek' kemaluanku di dalam vaginanya. Enny merebahkan badannya sambil tetap memutar pinggulnya. Buah dadanya yangbesar menekan dadaku, dan.. astaga.. sedotan vaginanya semakin kuat, membuat aku hampir tidak bertahan.

Aku tidak mau orgasme dulu, aku ingin menikmati dulu vagina Enny yang ternyata ada 'empot ayamnya' ini lebih lama lagi. Maka, kudorong tubuh Enny ke atas, sambil kusuruh lepas dulu, dengan alasan aku mau ganti posisi. Padahal aku takut 'kalah' sama dia.

Lalu kusuruh Enny tidur terlentang, dan langsung kuarahkan kemaluanku ke vaginanya yang sudah siap menanti 'kekasihnya'. Walaupun masih agak sempit, tapi karena sudah banyak pelumasnya, lebih mudah kali ini kemaluanku menerobos lembah kenikmatan Enny.

Kumainkan pantatku turun naik, sehingga tititku keluar masuk di lorong sempit Enny yang sangat indah itu.
Dan, sekali lagi akupun merasakan sedotan yang fantastis dari vagina Enny. Setelah 15 menit kami melakukan gerakan sinkron yang sangat nikmat ini, aku mulai merasakan kedutan-kedutan di kepala tititku.
"Enny, aku udah nggak kuat nih, mau keluar, sayang", kataku pada Enny.
"Iya Pak, Enny juga udah mau keluar lagi nih. Oohh, sshh, aahh.. bareng ya Pak Irwan.., cepetin dong genjotannya Pak" pinta Enny.

Akupun mempercepat genjotanku pada lobang vagina Enny yang luar biasa itu, Enny mengimbanginya dengan 'mengulek' pantatnya dengan gerakan memutar yang sangat erotis, ditambah dengan sedotan alami didalam vaginanya. Akhirnya aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi, sambil mengerang panjang, tubuhku mengejang.
"Enny, hh.. hh, aku keluar sayaang"
Muncratlah air maniku ke dalam vaginanya. Di saat bersamaan, Enny pun mengejang sambil memeluk erat tubuhku.
"Pak Irwaan, Enny juga keluar paakk, sshh, aahh".

Aku terkulai di atas tubuh Enny. Enny masih memeluk tubuhku dengan erat, sesekali pantatnya mengejang, masih merasakan kenikmatan yang tidak ada taranya itu. Nafas kami memburu, keringat tak terhitung lagi banyaknya. Kami berciuman.

"Enny, terima kasih yaa, memek kamu enak sekali" Kataku.
"Pak Irwan suka memek Enny?"
"Suka banget En, abis ada empot ayamnya sih" jawabku sambil mencium bibirnya.
Kembali kami berpagutan.
"Dibandingin sama Bu Dewi, enakan mana Pak?" pancing Enny.
"Jauh lebih enak kamu sayang"
Enny tersenyum.
"Jadi, Pak Irwan mau lagi dong sama Enny lain kali. Enny sayang sama Pak Irwan"
Aku tidak menjawab, hanya tersenyum dan memeluk Enny. Pembantu ibuku yang sekarang jadi kekasih gelapku.



       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Nikmatnya Memek Tetangga
Apr 29th 2013, 07:15


Setelah 10thn menjalani rmh tangga dan telah dikaruniai 2 ank, tentunya kadang timbul kejenuhan dalam rmh tangga, untunglah karna kehidupan kami yang terbuka, kami dapat mengatasi rasa jenuh itu, termasuk dalam urusan seks tentunya.

awal dari segalanya adalah cerita dari istriku saat akan tidur, yang mengatakan bahwa evi tetangga depan rumah aq ternyata mempunyai suami yang impoten, aq agak terkejut tidak menyangka sama sekali, karna dilihat dari postur suaminya yang tinggi tegap rasanya tdk mungkin, memang yg aku tau mereka telah berumah tangga sekitar 5 tahun tapi blm dikaruniai seorang anakpun,

"bener pah, td evi cerita sendiri sm mama" kata istriku seolah menjawab keraguanku,
"wah, kasian banget ya mah, jadi dia gak bisa mencapai kepuasan dong mah?" pancingku
"iya" sahut istriku singkat

pikiran aku kembali menerawang ke sosok yg diceritakan istriku, tetangga depan rumahku yang menurutku sangat cantik dan seksi, aku suka melihatnya kala pagi dia sedang berolahraga di depan rumahku yang tentunya di dpn rumahku jg, kebetulan tempat tinggal aku berada di cluster yang cukup elite, sehingga tidak ada pagar disetiap rumah, dan jalanan bisa dijadikan tempat olahraga, aku perkirakan tingginya 170an dan berat mungkin 60an, tinggi dan berisi, kadang saat dia olahraga pagi aku sering mencuri pandang pahanya yang putih dan mulus karena hanya mengenakan celana pendek, pinggulnya yg besar sungguh kontras dengan pinggangnya yang ramping, dan yang sering bikin aku pusing adalah dia selalu mengenakan kaos tanpa lengan, sehingga saat dia mengangkat tangan aku dapat melihat tonjolan buah dadanya yg keliatannya begitu padat bergotang mengikuti gerakan tubuhnya.

Satu hal lagi yang membuat aku betah memandangnya adalah bulu ketiaknya yang lebat, ya lebat sekali, aku sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak mencukur bulu ketiaknya, tapi jujur aja aku justru paling bernafsu saat melihat bulu ketiaknya yang hitam, kontras dengan tonjoilan buah dadanya yg sangat putih mulus. tapi ya aku hanya bisa memandang saja karna bagaimanapun juga dia adalah tetanggaku dan suaminya adalah teman aku. namun cerita istriku yang mengatakan suaminya impoten jelas membuat aku menghayal gak karuan, dan entah ide dari mana, aku langsung bicara ke istriku yang keliatannya sudah mulai pulas.
"mah" panggilku pelan
"hem" istriku hanya menggunam saja
"gimana kalau kita kerjain evi"
"hah?" istriku terkejut dan membuka matanya
"maksud papa?"
Aku agak ragu juga menyampaikannya, tapi karna udah terlanjur juga akhirnya aku ungkapkan juga ke istriku,
"ya, kita kerjain evi, sampai dia gak tahan menahan nafsunya"
"buat apa? dan gimana caranya?" uber istriku
lalu aku uraikan cara2 memancing birahi evi, bisa dengan seolah2 gak sengaja melihat, nbaik melihat senjata aku atau saat kamu ml, istriku agak terkejut juga
apalagi setelah aku uraikan tujuan akhirnya aku menikmati tubuh evi, dia marah dan tersinggung
"papa sudah gila ya, mentang2 mama sudah gak menarik lagi!" ambek istriku
tapi untunglah setelah aku beri penjelasan bahwa aku hanya sekedar fun aja dan aku hanya mengungkapkan saja tanpa bermaksud memaksa mengiyakan rencanaku, istriku mulai melunak dan akhirnya kata2 yang aku tunggu dari mulutnya terucap.
"oke deh pah, kayanya sih seru juga, tapi inget jangan sampai kecantol, dan jangan ngurangin jatah mama" ancam istriku.
aku seneng banget dengernya, aku langsung cium kening istriku. "so pasti dong mah, lagian selama ini kan mama sendiri yang gak mau tiap hari" sahutku.
"kan lumayan buat ngisi hari kosong saat mama gak mau main" kataku bercanda
istriku hanya terdiam cemberut manja.. mungkin juga membenarkan libidoku yang terlalu tinggi dan libidonya yang cenderung rendah.

keesokan paginya, kebetulan hari Sabtu , hari libur kerja, setelah kompromi dgn istriku, kami menjalankan rencana satu, pukul 5.30 pagi istriku keluar berolahraga dan tentunya bertemu dengan evi, aku mengintip mereka dari jendela atas rumah aku dengan deg2an, setelah aku melihat mereka ngobrol serius, aku mulai menjalankan aksiku, aku yakin istriku sedang membicarakan bahwa aku bernafsu tinggi dan kadang tidak sanggup melayani, dan sesuai skenario aku harus berjalan di jendela sehingga mereka melihat aku dalam keadaan telanjang dengan senjata tegang, dan tidak sulit buatku karena sedari tadi melihat evi berolahraga saja senjataku sudah menegang kaku, aku buka celana pendekku hingga telanjang, senjataku berdiri menunjuk langit2, lalu aku berjalan melewati jendela sambil menyampirkan handuk di pundakku seolah2 mau mandi, aku yakin mereka melihat dengan jelas karena suasana pagi yang blm begitu terang kontras dengan keadaan kamarku yang terang benderang. tapi untuk memastikannya aku balik kembali berpura2 ada yang tertinggal dan lewat sekali lagi,
sesampai dikamar mandiku, aku segera menyiram kepalaku yang panas akibat birahiku yang naik, hemm segarnya, ternyata siraman air dingin dapat menetralkan otakku yg panas.

Setelah mandi aku duduk diteras berteman secangkir kopi dan koran, aku melihat mereka berdua masih mengobrol. Aku mengangguk ke evi yg kebetulan melihat aku sbg pertanda menyapa, aku melihat roma merah diwajahnya, entah apa yg dibicarakan istriku saat itu.
Masih dengan peluh bercucuran istriku yg masih keliatan seksi jg memberikan jari jempolnya ke aku yang sedang asik baca koran, pasti pertanda bagus pikirku, aku segera menyusul istriku dan menanyakannya
"gimana mah?" kejarku
istriku cuma mesem aja,
" kok jadi papa yg nafsu sih" candanya
aku setengah malu juga, akhirnya istriku cerita juga, katanya wajah evi keliatan horny saat dengar bahwa nafsu aku berlebihan, apalagi pas melihat aku lewat dengan senjata tegang di jendela, roman mukanya berubah.
"sepertinya evi sangat bernafsu pah" kata istriku.
"malah dia bilang mama beruntung punya suami kaya papa, tidak seperti dia yang cuma dipuaskan oleh jari2 suaminya aja"
"oh" aku cuma mengangguk setelah tahu begitu,
"trus, selanjutnya gimana mah? " pancing aku
"yah terserah papa aja, kan papa yg punya rencana"
aku terdiam dengan seribu khayalan indah,
"ok deh, kita mikir dulu ya mah"

aku kembali melanjutkan membaca koran yg sempat tertunda, baru saja duduk aku melihat suami evi berangkat kerja dengan mobilnya dan sempat menyapaku
"pak, lagi santai nih, yuk berangkat pak" sapanya akrab
aku menjawab sapaannya dengan tersenyum dan lambaian tangan.
"pucuk dicinta ulam tiba" pikirku, ini adalah kesempatan besar, evi di rumah sendiri, tapi gimana caranya? aku memutar otak, konsentrasiku tidak pada koran tapi mencari cara untuk memancing gairah evi dan menyetubuhinya, tapi gimana? gimana? gimana?

sedang asiknya mikir, tau2 orang yang aku khayalin ada di dpn mataku,
"wah, lagi nyantai nih pak, mbak yeni ada pak?" sapanya sambil menyebut nama istriku
"eh mbak evi, ada di dalam mbak, masuk aja" jawabku setengah gugup
evi melangkah memasuki rumahku, aku cuma memperhatikan pantatnya yang bahenol bergoyang seolah memanggilku untuk meremasnya.

aku kembali hanyut dengan pikiranku, tapi keberadaan evi di rumahku jelas membuat aku segera beranjak dari teras dan masuk ke rumah juga, aku ingin melihat mereka, ternyata mereka sedang asik ngobrol di ruang tamu, obrolan mereka mendadak terhenti setelah aku masuk,
"hayo, pagi2 sudah ngegosip! pasti lagi ngobrolin yg seru2 nih" candaku
mereka berdua hanya tersenyum.
aku segera masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku, aku menatap langit2 kamar, dan akhirnya mataku tertuju pada jendela kamar yang hordengnya terbuka, tentunya mereka bisa melihat aku pikirku, karena di kamar posisinya lebih terang dari diruang tamu, tentunya mereka bisa melihat aku, meskipun aku tidak bisa melihat mereka mengobrol?
reflek aku bangkit dari tempat tidur dan menggeser sofa kesudut yg aku perkirakan mereka dapat melihat, lalu aku lepas celana pendekku dan mulai mengocok senjataku, ehmm sungguh nikmat, aku bayangkan evi sedang melihatku ngocok dan sedang horny, senjataku langsung kaku.
tapi tiba2 saja pintu kamarku terbuka, istriku masuk dan langsung menutup kembali pintu kamar.
"pa, apa2an sih pagi2 udah ngocok, dari ruang tamu kan kelihatan" ******* istriku
"hah?, masa iya? tanyaku pura2 ****.
"evi sampai malu dan pulang tuh" cerocosnya lagi, aku hanya terdiam,
mendengar evi pulang mendadak gairahku jadi drop, aku kenakan kembali celanaku.

sampai siang aku sama sekali belum menemukan cara untuk memancingnya, sampai istriku pergi mau arisan aku cuma rebahan di kamar memikirkan cara untuk menikmati tubuh evi,
" pasti lagi mikirin evi nih, bengong terus, awas ya bertindak sendiri tanpa mama" ancam istriku "mama mau arisan dulu sebentar"
aku cuma mengangguk aja,
5 menit setelah istriku pergi, aku terbangun karna di dpn rumah terdengar suara gaduh, aku keluar dan melihat anakku yg laki bersama teman2nya ada di teras rumah evi dengan wajah ketakutan, aku segera menghampirinya, dan ternyata bola yang dimainkan anakku dan teman2nya mengenai lampu taman rumah evi hingga pecah, aku segera minta maaf ke evi dan berjanji akan menggantinya,
anakku dan teman2nya kusuruh bermain di lapangan yg agak jauh dari rumah,
"mbak evi, aku pamit dulu ya, mau beli lampu buat gantiin" pamitku
"eh gak usah pak, biar aja, namanya juga anak2, lagian aku ada lampu bekasnya yg dari developer di gudang, kalau gak keberatan nanti tolong dipasang yang bekasnya aja"
aku lihat memang lampu yang pecah sudah bukan standar dr developer, tapi otakku jd panas melihat cara bicaranya dengan senyumnya dan membuat aku horny sendiri.
"kalau gitu mbak tolong ambil lampunya, nanti aku pasang" kataku
"wah aku gak sampe pak, tolong diambilin didalam" senyumnya.
kesempatan datang tanpa direncanakan, aku mengangguk mengikuti langkahnya, lalu evi menunjukan gudang diatas kamar mandinya, ternyata dia memanfaatkan ruang kosong diatas kamar mandinya untuk gudang.
"wah tinggi mbak, aku gak sampe, mbak ada tangga?" tanyaku
"gak ada pak, kalau pake bangku sampe gak" tanyanya
"coba aja" kataku
evi berjalan ke dapur mengambil bangku, lambaian pinggulnya yang bulat seolah memanggilku untuk segera menikmatinya, meskipun tertutup rapat, namun aku bisa membayangkan kenikmatan di dalam dasternya.
lamunanku terputus setelah evi menaruh bangku tepat didepanku, aku segera naik, tapi ternyata tanganku masih tak sampai meraih handle pintu gudang,
"gak sampe mba" kataku
aku lihat evi agak kebingungan,
"dulu naruhnya gimana mbak? " tanyaku
"dulu kan ada tukang yang naruh, mereka punya tangga"
"kalau gitu aku pinjem tangga dulu ya mba sama tetangga"
aku segera keluar mencari pinjaman tangga, tapi aku sudah merencanakan hal gila, setelah dapat pinjaman tangga aluminium, aku ke rumah dulu, aku lepaskan celana dalamku, hingga aku hanya mengenakan celana pendek berbahan kaos, aku kembali ke rumah evi dgn membawa tangga, akhirnya aku berhasil mengambil lampunya. dan langsung memasangnya, tapi ternyata dudukan lampunya berbeda, lampu yang lama lebih besar, aku kembali ke dalam rumah dan mencari dudukan lampu yg lamanya, tp sudah aku acak2 semua tetapi tidak ketemu jg, aku turun dan memanggil evi, namun aku sama sekali tak melihatnya atau sahutannya saat kupanggil, "pasti ada dikamar: pikirku "wah bisa gagal rencanaku memancingnya jika evi dikamar terus"
aku segera menuju kamarnya, namun sebelum mengetuknya niat isengku timbul, aku coba mengintip dari lubang kunci dan ternyata….
aku dapat pemandangan bagus, aku lihat evi sedang telanjang bulat di atas tempat tidurnya, jari2nya meremas buah dadanya sendiri, sedangkan tangan yang satunya menggesek2 klitorisnya, aku gemetar menahan nafsu, senjataku langsung membesar dan mengeras, andai saja tangan aku yang meremas buah dadanya… sedang asik2nya mengkhayal tiba2 evi berabjak dari tempat tidurnya dan mengenakan pakaian kembali, mungkin dia inget ada tamu, aku segera lari dan pura2 mencari kegudang, senjataku yang masih tegang aku biarkan menonjol jelas di celana pendekku yang tanpa cd.
"loh, nyari apalgi pak?" aku lihat muka evi memerah, ia pasti melihat tonjolan besar di celanaku
"ini mbak, dudukannya lain dengan lampu yang pecah" aku turun dari tangga dan menunjukan kepadanya, aku pura2 tidak tahu keadaan celanaku, evi tampak sedikit resah saat bicara.
"jadi gimana ya pak? mesti beli baru dong" suara evi terdengar serak, mungkin ia menahan nafsu melihat senjataku dibalik celana pendekku, apalagi dia tadi sedang masturbasi.
aku pura2 berfikir, padahal dalam hati aku bersorak karena sudah 60% evi aku kuasai, tapi bener sih aku lagi mikir, tapi mikir gimana cara supaya masuk dalam kamarnya dan menikmati tubuhnya yang begitu sempurna??
"kayanya dulu ada pak. coba aku yang cari" suara evi mengagetkan lamunanku, lalu ia menaiki tangga, dan sepertinya evi sengaja memancingku, aku dibawah jelas melihat paha gempalnya yang putih mulus tak bercela, dan ternyata evi sama sekali tidak mengenakan celana dalam, tapi sepertinya evi cuek aja, semakin lama diatas aku semakin tak tahan, senjataku sudah basah oleh pelumas pertanda siap melaksanakan tugasnya,
setelah beberapa menit mencari dan tidak ada juga, evi turun dari tangga, tapi naas buat dia ( Atau malah sengaja : ia tergelincir dari anak tangga pertama, tidak tinggi tapi lumayan membuatbya hilang keseimbangan, aku reflek menangkap tubuhnya dan memeluknya dari belakang, hemmm sungguh nikmat sekali, meskipun masih terhalang celana dalam ku dan dasternya tapi senjataku dapat merasakan kenyalnya pantat evi, dan aku yakin evi pun merasakan denyutan hangat dipantatnya, "makasih pak" evi tersipu malu dan akupun berkata maaf berbarengan dgn ucapan makasihnya
"gak papa kok, tapi kok tadi seperti ada yg ngeganjel dipantatku ya"?" sepertinya evi mulai berani, akupun membalasnya dgn gurauan,
"oh itu pertanda senjata siap melaksanakan tugas"
"tugas apa nih?" evi semakin terpancing
aku pun sudah lupa janji dgn istriku yang ga boleh bertindak tanpa sepengetahuannya, aku sudah dikuasai nafsu
"tugas ini mbak!" kataku langsung merangkulnya dalam pelukanku
aku langsung melumat bibirnya dengan nafsu ternyata evipun dengan buas melumat bibirku juga, mungkin iapun menunggu keberanianku, ciuman kami panas membara, lidah kami saling melilit seperti ular, tangan evi langsung meremas senjataku, mungkin baru ini dia melihat senjata yang tegang sehingga evi begitu liar meremasnya, aku balas meremas buah dadanya yang negitu kenyal, meskipun dari luar ali bisa pastiin bahwa evi tidak mengenakn bra, putingnya langsung mencuat, aku pilin pelan putingnya, tanganku yang satu meremas bongkahan pantatnya yang mulus, cumbuan kami semakin panas bergelora
tapi tiba2
"sebentar mas!" evi berlari ke depan ternyata ia mengunci pintu depan, aku cuma melongo dipanggil dengan mas yang menunjukan keakraban
"sini mas!" ia memanggilku masuk kekamarnya
aku segera berlari kecil menuju kamarnya, evi langsung melepas dasternya, dia bugil tanpa sehelai benangpun di depan mataku. sungguh keindahan yang benar2 luar biasa, aku terpana sejenak melihat putih mulusnya badan evi. bulu kemaluannya yang lebat menghitam kontras dengan kulitnya yg bersih. lekuk pinggangnya sungguh indah.
tapi hanya sekejab saja aku terpana, aku langsung melepas kaos dan celana pendekku, senjataku yang dari tadi mengeras menunjuk keatas, tapi ternyata aku kalah buas dengan evi. dia langsung berjongkok di depanku yang masih berdiri dan melumat senjataku dengan rakusnya,
lidahnya yang lembut terasa hangat menggelitik penisku, mataku terpejam menikmati cumbuannya, sungguh benar2 liar, mungkin karna evi selama ini tidak pernah melihat senjata yang kaku dan keras, kadang ia mengocoknya dengan cepat, aliran kenikmatan menjalari seluruh tubuhku, aku segera menariknya keatas, lalu mencium bibirnya, nafasnya yang terasa wangi memompa semangatku untuk terus melumat bibirnya, aku dorong tubuhnya yang aduhai ke ranjangnya, aku mulai mengeluarkan jurusku, lidahku kini mejalari lehernya yang jenjang dan putih, tanganku aktif meremas2 buah dadanya lembut, putingnya yang masih kecil dan agak memerah aku pillin2, kini dari mataku hanya berjarak sekian cm ke bulu ketiaknya yang begitu lebat, aku hirup aromanya yang khas, sungguh wangi. lidahku mulai menjalar ke ketiak dan melingkari buah dadanya yang benar2 kenyal,
dan saat lidahku yang hangat melumat putingnya evi semakin mendesah tak karuan, rambutku habis dijambaknya, kepalaku terus ditekan ke buah dadanya. aku semakin semangat, tidak ada sejengkal tubuh evi yang luput dari sapuan lidahku, bahkan pinggul pantat dan pahanya juga, apalagi saat lidahku sampai di kemaluannya yang berbulu lebat, setelah bersusah payah meminggirkan bulunya yang lebat, lidahku sampai juga ke klitorisnya, kemaluannya sudah basah, aku lumat klitnya dengan lembut, evi semakin hanyut, tangannya meremas sprey pertanda menahan nikmat yang aku berikan, lidahku kini masuk ke dalam lubang kemaluannya, aku semakin asik dengan aroma kewanitaan evi yang begitu wangi dan menambah birahiku,
tapi sedang asik2nya aku mencumbu vaginanya, evi tiba2 bangun dan langsung mendorongku terlentang, lalu dengan sekali sentakan pantatnya yang bulat dan mulus langsung berada diatas perutku, tangannya langsung menuntun senjataku, lalu perlahan pantatnya turun, kepala kemaluanku mulai menyeruak masuk kedalam kemaluannya yang basah, namun meskipun basah aku merasakan jepitan kemaluannya sangat ketat. mungkin karna selama ini hanya jari saja yang masuk kedalam vaginanya,
centi demi centi senjataku memasuki vaginanya berbarengan dengan pantat evi yang turun, sampai akhirnya aku merasakan seluruh batang senjataku tertanam dalam vaginanya, sungguh pengalaman indah, aku merasakan nikmat yang luar biasa dengan ketatnya vaginanya meremas otot2 senjataku, evi terdiam sejenak menikmati penuhnya senjataku dalam kemaluannya, tapi tak lama, pantatnya yang bahenl dan mulus nulaik bergoyang, kadang ke depan ke belakang, kadang keatas ke bawah, peluh sudah bercucuran di tubuh kami, tanganku tidak tinggal diam memberikan rangsangan pada dua buah dadanya yang besar, dan goyangan pinggul evi semakin lama semakin cepat dan tak beraturan, senjataku seperti diurut dengan lembut, aku mencoba menahan ejakulasiku sekuat mungkin, dan tak lama berselang, aku merasakan denyutan2 vagina evi di batang senjataku semakin menguat dan akhirnya evi berteriak keras melepas orgasmenya, giginya menancap keras dibahuku…
evi orgasme, aku merasakan hangat di batang senjataku, akhirnya tubuhnya yang sintal terlungkup diatas tubuhku, senjataku masih terbenam didalam kemaluannya,
aku biarkan dia sejenak menikmati sisa2 orgasmenya
setelah beberapa menit aku berbisik ditelinganya, "mba, langsung lanjut ya? aku tanggung nih"
evi tersenyum dan bangkit dari atas tubuhku, ia duduk dipinggir ranjang, "makasih ya mas, baru kali ini aku mengalami orgasme yang luar biasa" ia kembali melumat bibirku.aku yang masih terlentang menerima cumbuan evi yang semakin liar, benar2 liar, seluruh tubuhku dijilatin dengan rakusnya, bahkan lidahnya yang nakal menyedot dan menjilat putingku, sungguh nikmat, aliran daraku seperti mengalir dengan cepat, akhirnya aku ambil kendali, dengan gaya konvensional aku kemabli memasukkan senjataku dalam kemaluannya, sudah agak mudah tapi tetap masih ketat menjepit senjataku, pantatku bergerak turun naik, sambil lidahku mengisap buah dadanya bergantian, aku liat wajah evi yang cantik memerah pertanda birahinya kembali naik, aku atur tempo permainan, aku ingin sebisa mungkin memberikan kepuasan lebih kepadanya, entah sudah berapa gaya yang aku lakukan, dan entah sudah berapa kali evi orgasme, aku tdk menghitungnya, aku hanya inget terakhir aku oake gaya doggy yang benar2 luar biasa, pantatnya yang besar memberikan sensasi tersendiri saat aku menggerakkan senjataku keluar masuk.
dan memang aku benar2 tak sanggup lagi menahan spermaku saat doggy, aku pacu sekencang mungkin, pantat evi yang kenyal bergoyang seirama dengan hentakanku,
tapi aku masih ingat satu kesadaran "mbak diluar atau didalam?" tanyaku parau terbawa nafsu sambil terus memompa senjataku
evipun menjawab dengan serak akibat nafsunya " Didalam aja mas, aku lagi gak subur"
dan tak perlu waktu lama, selang beberapa detik setelah evi menjawab aku hentakan keras senjataku dalam vaginanya, seluruh tubuhku meregang kaku, aliran kenikmatan menuju penisku dan memeuntahkan laharnya dalam vagina evi, ada sekitar sepuluh kedutan nikmat aku tumpahkan kedalam vaginanya, sementara evi aku lihat menggigit sprey dihadapannya, mungkin iapun mengalami orgasme yg kesekian kalinya.


       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Malam yg Enak
Apr 29th 2013, 07:14


Beberapa tahun yg lepas, aku ada berkenalan dgn seorang janda beranak satu yang berumur lebih kurang 30 tahun dan pada waktu itu aku berumur kurang 5 tahun daripadanya. Janda tersebut aku gelarkan sebagai Ana sahaja dan beliau berasal dari negeri Cik Siti Wan Kembang. Kami berdua telah berkenalan lebih kurang 3 bulan dan aku amat tertarik dengan penampilan Ana. Dia mengusahakan sebuah saloon kecantikan dan tinggal berseorangan di sebuah apartment di kawasan Lembah Kelang. Tinggi Ana ni hampir sama dgn aku (lebih kurang separas telinga aku yang mempunyai ketinggian 170cm). Kulitnya putih, berbadan kurus lansing dengan punggung sedikit tonggek dan tetek yang mekar sederhana besar. Ana berambut hitam lebat dan lurus melepasi sedikit paras bahu. Pendek kata, walau apa jenis pakaian yg dia pakai pasti benar-benar membuatkan aku stim gila, cuma selama itu aku ni tak berapa berani nak ayat seks dengan dia walaupun dia ni jenis yang betul2 sporting dan open minded.

Satu malam Sabtu, Ana menelefon aku untuk meminta pertolongan aku membaiki lampu dapurnya yang terbakar. Aku berjanji dengan Ana yang aku akan ke apartmentnya pada keesokan paginya kerana malam tersebut aku ada urusan lain dan Ana bersetuju. Esoknya, aku pun pergi ke apartmentnya bersendirian. Sampai di rumah Ana tepat pukul 9:00 pagi, begitu bersemangat aku ketika itu. Aku disambut Ana yang berpakaian kebaya ketat dgn mesra. Keanggunan Ana pada pagi itu benar2 terserlah dengan bau aroma yang enak dicium dan mekap nipis beserta bibir yang bergincu merah yang menaikkan lagi seri wajahnya. Pagi itu Ana benar2 menyeksa nafsu berahi aku terhadapnya selama ini. Mata aku tak lepas daripada menatap Ana yang menyambut aku ketika itu, dari hujung rambut hingga ke hujung kaki aku menatapnya. Aku sedikit tertegun bila mata aku menatap bahagian dada Ana yang benar2 menonjol di sebalik kebaya ketat yang dipakainya. Sebahagian dadanya yang putih jelas kelihatan.

"Hei Razlan, mata tu jaga2 sikit, nanti Ana cucuk…… buta." Ana menegur aku kerana melihat aku terpegun lama menatap dadanya. "Oppps sori Ana, asyik sangat tadi." Jawab aku selamba. "Gatal….." sambut Ana sambil mencubit manja lengan aku. Aduhhhhh….. lembut sungguh jari Ana apabila mencubit lengan aku. "Jom masuk, Ana dan belikan lampu yang baru, Razlan tolong tukarkan aje. Tinggi sangat la lampu tu, Ana tak berani nak memanjat sangat," kata Ana sambil mengunci pintu selepas aku masuk ke dalam apartmentnya.

Ana berjalan terus ke dapur sementara aku mengekorinya dari belakang. Sambil berjalan mata aku asyik menatapi lenggok punggung Ana yang berbuai lembut dan mengairahkan. Rasa2 macam nak terkam terus ke punggungnya dan terus tekapkan muka aku kat situ.

Kemudian aku memanjat kerusi dan menukarkan lampu dapurnya sambil berbual2 dangan Ana perkara biasa. Sambil berbual tu mata aku tak henti2 menjeling ke arah dada Ana yang benar2 membuatkan batang kote aku rasa tak tentu arah. Sengaja aku lengah2kan kerja menggantikan lampu dapurnya. Sambil itu aku rasa Ana perasan apa yang aku perhatikan pada dirinya dan aku lihat Ana seperti tidak kisah sangat dengan perlakuan aku itu. Sebabnya ialah aku lihat Ana hanya tersenyum kepada aku setiap kali aku cuba berpaling ke arah lain bila dia memandang aku.

Selesai menggantikan lampu dapurnya, Ana mempersilakan aku ke ruang tamu untuk menonton TV sementara Ana membuatkan minuman. Aku duduk di atas sofa ruang tamunya sementara menunggu Ana. Jam pada ketika menunjukkan baru pukul 9:30 pagi. Seketika kemudian, Ana datang ke ruang tamu sambil membawa hidangan air.

"Eh! buat susah2 pulak Ana," kata aku kepada Ana. "Ala tak apa, teh bujang je. Buat sedapkan tekak sambil menonton," jawab Ana seraya menghidangkan hidangan air di atas meja kecil di hadapan aku.

Ketika itu Ana membongkokkan badannya untuk menghidangkan air dan kesempatan itu aku gunakan untuk mengintai lurah dadanya. Ana dengan selamba membiarkan sahaja dadanya terdedah untuk aku tatapi dengan senang. Keputihan dan kehalusan kulit Ana ditambah dengan sebahagian bra berwarna hitam yang dipakainya dan rambut yang terurai lembut benar2 membuatkan aku menjadi tidak keruan. Ana bangun selepas menghidangkan minuman sambil tersenyum ke arah aku. Kemudian Ana terus sahaja duduk betul2 bersebelahan kiri aku.

"Razlan ni betul2 nakal la……….. tak habis2 renung Ana," kata Ana sambi mencubit peha aku yang sedar apa yang aku perhatikan selama waktu itu. "Ala…….. sikit2 je, bukan boleh luak pun," jawab aku pula.

Kemudian kami berdua tertawa gembira. Ketawa yang membawa makna amat besar buat aku. Kami berdua menyambung semula perbualan kami sambil TV terus menayangkan cerita yang langsung aku tak ambil pusing. Daripada perbualan biasa sehingga membawa kepada cerita yang sikit2 berbaur seks. Ana benar2 sporting pada pagi itu dan itulah yang membuatkan kami berdua bertambah seronok berbual. Sambil itu juga beberapa kali tangan Ana mencubit manja peha aku.

Seketika kemudian kami berdua terdiam dan jam ketika itu sudah menunjukkan pukul 10:30 pagi. Tak sedar aku masa berlalu begitu pantas. "Rileks la dulu Lan, balik awal2 pun bukan ada apa kat rumah," kata Ana yang perasan aku memerhatikan jam dinding ruang tamunya. Sememangnya itulah kata2 yang aku nak dengar dari mulut Ana. "Kalau boleh Lan memang tak nak balik, nak tinggal di sini dengan Ana," selorohku bersahaja. Ana hanya tersenyum manja sambil sekali lagi mencubit manja peha aku. Ini petanda baik, kata hati aku.

Aku mengiringkan sedikit badanku menghadap Ana yang masih berada benar2 hampir di sisi kiri aku. Ana memandang ke arah aku dan ketika itu mata kami berdua bertentangan. Ana tetap terus tersenyum manja ke arah aku dan aku membalas kembali senyumannya itu. Aku beranikan diri menaikkan tangan kiriku ke atas bahunya sambil memain2kan rambut Ana. Ana membiarkan sahaja perlakuan aku itu. Oleh kerana itu, aku terus memberanikan tangan kanan aku untuk mengambil tangan kanannya sambil terus mengelus2 manja jari-jemari Ana. Ana tetap sporting dan tetap terus tersenyum tanda dia bersetuju dengan perlakuanku itu.

Kini aku benar2 merasakan bahawa peluang untuk aku menikmati hubungan seks dengan wanita idaman aku ini sudah benar2 terbuka, cuma aku sahaja yang perlu pandai memulakan. Aku beranikan diri dengan berkata, "Ana, Razlan nak mintak satu perkara sikit dengan Ana boleh tak?" Tanya aku kepada Ana. Ana mengiringkan sedikit badannya ke arah aku dan ini membuatkan muka kami berdua terus hampir berhadapan antara satu sama lain. "Mintak la, kalau boleh Ana penuhi, Ana akan penuhi, kalau tak, tak dapatlah," jawab Ana penuh manja sambil dia terus membiarkan jari-jemarinya dielus2 oleh aku. "Tapi Ana kena janji tak marah Razlan OK," balas aku semula. "Emmmm……. takkan Ana nak marah kot," jawab Ana bertambah manja. Bibir ghairah Ana yang disapu nipis dengan lipstick merah pagi itu benar2 membuatkan gelora nafsu seks aku ketika itu betul2 tak tertahan lagi.

"Razlan nak mintak cium Ana boleh tak?" Tanya aku perlahan tapi dengan penuh pengharapan. Ana tetap terus tersenyum sambil memandang tepat ke arah aku dan berkata, "Razlan nak cium kat mana?" "Kat mana2 saja yang Ana benarkan," jawab aku pula. Aku dapat rasakan kini jari-jemari Ana mula memberi respon yang baik dengan elusan2 manja yang aku lakukan pada jari-jemarinya. "Kalau Ana izinkan, kat mana yang Razlan nak cium dulu?" Tanya Ana kembali kepada aku. Aku benar2 yakin kini akan dapat menikmati batang tubuh Ana pagi itu sambil berkata selamba, "Kalau Ana izinkan, setiap inci batang tubuh Ana Lan nak cium. Dari luar hingga ke dalam dan dari hujung rambut hingga ke hujung kaki." "Auwww….. ganas la Lan ni, ngeri Ana," jawab Ana tertawa sambil tangan kirinya menampar manja lengan kanan aku.

Ketika itu, tangan kiri aku masih lagi aktif membelai2 rambut Ana yang aku lihat sudah mula menampakkan keresahannya.
"Macamana Ana, boleh ke?" Tanya aku kembali setelah Ana tidak menjawab soalan aku tadi. Ana tetap terus tersenyum ke arah aku tanda dia memberikan respon yang baik untuk aku meneruskan tindakan aku.

Perlahan2 aku merapatkan muka aku ke arah mukanya. Perlahan2 juga aku merapatkan bibir aku ke arah bibir ghairah Ana dan Ana hanya membiarkan sahaja perlakuan aku itu. Bibir kami mula bertaut rapat buat beberapa ketika. Kemudian aku melepaskan tautan bibir tu dan ketika itu aku lihat Ana mula mendesah sedikit kekecewaan. Aku lihat Ana masih membiarkan bibirnya bersedia untuk aku nikmati sambil matanya sedikit terpejam keenakan.

Sekali lagi aku terus mencium bibir ghairah Ana dan kali ini aku menjulurkan sedikit lidahku ke dalam mulutnya yang sengaja dibiarkan terbuka. Aku memain2kan lidahku di dalam mulut Ana, berpusing2 lidah aku menjilat segala apa yang mampu tercapai oleh lidahku di dalam mulut Ana. Ana pula terus merelakan kenakalan lidah aku itu sambil tangan kirinya kini mula merangkul kuat ke arah leher aku. Mulut kami masih bertaut rapat dan setelah respon baik diberikan Ana tangan kiriku yang sedari tadi membelai2 rambut Ana terus kuat merangkul lehernya. Kini kami berdua sudah benar2 tenggelam dalam titik awal permainan seks yang aku rasakan kami berdua memang idam2kan.

Setelah puas aku memainkan lidahku di dalam mulut Ana, aku cuba menarik mulutku daripada terus mencium Ana. Namun, dengan rangkulan kuat tangan kirinya, membuatkan aku tidak berdaya untuk menariknya kembali ditambah pula kini Ana mengambil alih peranan lidah aku tadi. Kini Ana pula aktif memainkan lidahnya di dalam mulut aku. Aku benar2 asyik dilayan sebegitu rupa oleh Ana. Air liur kami kini sudah mula dinikmati pasangan masing2.

Setelah beberapa lama kemudian, kami menarik kembali mulut kami. Ana menampakkan wajah ayunya yang kini benar2 mengharapkan aksi2 seks seterusnya daripada aku. Aku tersenyum riang kepada Ana. Ana membalas kembali senyumanku itu seraya merengek manja, "Tak cukup setakat tu Razlan…..." Aku yang mendengar kata2 mengharap Ana itu faham apa yang harus aku lakukan untuk memenuhi kegersangan seorang janda cantik seperti Ana.

Tangan kiri aku yang sedari tadi merangkul leher Ana kini aku lepaskan dan mula merangkul pinggang Ana pula. Genggaman jari-jemari kami berdua tadi turut aku lepaskan dan kini mengiringi tangan kiriku dengan merangkul pinggang Ana. Aku tegakkan badan kami berdua dan aku terus memeluk rapat batang tubuh Ana yang hangat dan perlukan tuntutan seks itu. Ana yang kelihatan seronok dengan layanan aku mula menggunakan kedua2 tangannya untuk merangkul kuat leher aku. Kini sebelah kaki kami memijak lantai dan sebelah lagi berlipat di atas sofa.

Kini tubuh kami berdua mula bersatu dan tetek yang sedari awal tadi asyik aku perhatikan sudah mula melekap mesra di dada aku. Alangkah enak rasanya bila dapat menikmati tetek mengkal Ana yang melekap rapat ke dada aku. Ana tersenyum melihat aku sambil terus merelakan segala perlakuan aku itu. Aku menatap wajah ayu Ana buat seketika sambil mencium kening kiri dan kanan Ana. "Ana terlalu cantik hari ni," puji aku kepada Ana. Sememangnya aku memang gemar memuji mana2 perempuan yang berhubungan seks dengan aku kerana itulah satu2nya cara untuk aku menghargai pengorbanan mereka kepada aku dan aku sukakan suasana romantik seperti itu sebab aku rasa dengan cara itu aku akan dapat terus menikmati seks dengan perempuan yang berkenaan.

"Terima kasih Razlan," jawab Ana sambil terus mempamerkan matanya yang sedikit terpejam nikmat itu. Aku terus melakukan aksi seperti awal tadi iaitu bercium mulut dan bermain2 lidah. Sudah tiada halangan lagi di antara kami berdua untuk aksi2 seperti itu. Kami bergilir2 memainkan peranan lidah masing2. Setelah lama begitu, aku menarik mulutku daripada bertaut dengan mulut Ana dan kini bibir dan lidahku mula memainkan peranan di sekitar batang leher Ana. Kedua2 tangan aku yang dari tadi kuat merangkul pinggang Ana mula bermain2 dan meramas2 punggung gebu Ana. Saat itu nafas Ana sudah mula kencang tanda kesedapan dan batang tubuhnya melenting2 kenikmatan sementara rengekan2 serta erangan2nya mula berterusan.

Aku mahu Ana terus berkeadaan seperti itu sebab sememangnya aku cukup bahagia bila dapat mendengarkan erangan2 dan rengekan2 nikmat seorang perempuan. Maka oleh sebab itu, lidah dan bibir aku tidak putus2 melingkari seluruh batang leher Ana yang jinjang itu. Sekali sekala tangan kiri dan kanan aku bergilir2 menepuk manja punggung Ana. "Auw………" jerit Ana kesedapan setiap kali aku menepuk punggungnya. Itulah yang membuatkan aku semakin ghairah terhadap Ana.

Setelah beberapa lama berkeadaan begitu, aku naikkan kedua2 tangan aku ke arah tetek Ana yang kini berombak amat kencang. Sambil mulutku masih terus berkeliaran di batang leher Ana, kedua2 tangan aku pula kini perlahan2 merayap di bahagian tetek Ana. Ana terus merangkul kuat leher aku tanda dia setuju dengan tindakan kedua2 tanganku itu. Perlahan2 juga kedua2 tangan aku itu meramas2 mesra kedua2 tetek Ana yang terpacak mengkal di dadanya itu. Masih lagi gebu, masih lagi mekar dan masih lagi segar tetek Ana yang dapat aku rasakan di sebalik kebaya dan bra hitam yang dipakainya. Aku benar2 geram dengan tetek Ana ketika dan itulah yang membuatkan ramasan2 dan genggaman2 tangan aku ke atas teteknya bertambah hebat.

Sambil itu aku kembalikan semula bibir dan lidahku ke arah bibir dan lidah Ana yang terus disambut rakus oleh Ana. Kesedapan yang sedang dirasai Ana ketika itu membuatkan dia menyambut sedikit ganas mulut aku. Sekali lagi mulut kami bermain2 nikmat sambil tetek Ana terus menjadi mangsa ramasan2 geram tangan aku.
Kemudian itu Ana melepaskan mulutnya daripada mulut aku sambil berkata penuh manja, "Razlan, kita masuk ke bilik Ana ye, kat sini tak berapa selesa la." "OK Ana, mana saja yang Ana mahu, Lan turutkan Sayang," jawab aku yang seperti orang mengantuk disorongkan bantal. Ana mencapai tangan aku lalu memimpin aku terus masuk ke dalam bilik tidurnya.

Sampai di dalam bilik tidurnya, aku dapati Ana sememangnya sudah merancang segalanya untuk kami berdua. Dengan katil kelaminnya yang rapi, penghawa dingin yang sudah tersedia terpasang dan langsir yang ditutup untuk hanya membenarkan cahaya matahari pagi menyinar suram ke dalam biliknya, benar2 mengambarkan kepada aku yang Ana memang mendambakan layanan seks dari seorang lelaki seperti aku dan aku rasa amat bertuah kerana dipilih oleh Ana.

"Semuanya untuk kita berdua pagi ini Razlan," kata Ana manja sambil terus merangkul leher dan merapatkan badannya kepada aku. "Ana perlukan seorang lelaki seperti Razlan hari ini, temankan Ana sepanjang hari ni ye Razlan. Ana relakan segala2nya untuk Razlan." Begitulah bunyi pujuk rayu yang penuh kemanjaan dan pengharapan Ana kepada aku ketika itu. "Razlan akan buat apa saja untuk penuhi kehendak Ana bukan setakat hari ni, tapi sampai bila2 pun," balasku pula yang sememangnya sudah lama bersedia untuk meratah batang tubuh Ana.

Kami berpelukan penuh ghairah ketika itu dan mula bermain kembali adegan2 mulut seperti tadi. Kini Ana semakin berani memainkan peranannya. Dilepaskan tangan kirinya lalu diturunkan perlahan2 ke arah dada aku dan seterusnya pergi ke bahagian koteku yang masih ditutupi dengan seluar jeans. Perlahan2 jari-jari tangannya itu bermain mesra dengan batang kote aku dari bahagian luar. Aku merasa nikmat bilamana jari2 halus dan runcing Ana melakukan begitu kepada kote aku. Kote aku yang sememangnya sedari awal tadi keras menggila kini rasanya bagai nak meletup keluar dari sarang yang membungkusinya.

Aku yang sudah benar2 asyik itu mula merangkul pinggang Ana dengan lebih kuat lagi dan perlahan2 mengangkat tubuh badannya. Ana sedikit menjerit bila aku mula mahu mengangkat tubuhnya. Ditarik kembali tangan kirinya yang bermain2 dengan kote aku tadi lantas kembali merangkul batang leher aku.

Perlahan2 aku membawa Ana ke sisi ranjangnya dan perlahan2 juga aku merebahkan tubuh Ana. Kini kami berdua sudah rebah di atas ranjang pelayaran seks kami berdua dengan tubuh aku menindih tubuh Ana. Aku menolak sedikit tubuh Ana lebih ke atas supaya keseluruhan tubuhnya berada di atas ranjang itu. Kemudian aku bangkit semula di sisi katil untuk menanggalkan baju dan seluar aku.

Sambil menanggalkan pakaian aku, aku tetap terus merenung ghairah batang tubuh Ana yang sudah terlentang menantikan tindakan2 aku seterusnya. Aku benar2 terhibur dan seronok dengan hidangan ikhlas Ana itu. Nafsu yang sudah lama bergelora di dalam diri aku telah membuatkan aku sudah tidak hiraukan apa2 lagi. Akhir sekali seluar dalam aku juga aku tanggalkan tanpa ada rasa segan silu lagi kepada Ana. Ana yang sedang berbaring sambil memerhatikan aku dari tadi sedikit terpegun melihatkan kemantapan batang kote aku. Dengan ukur lilit lebih kurang 3 inci dan panjang lebih kurang 6 inci benar2 membuatkan Ana menjadi bertambah tidak keruan.

Aku renung sepuas2nya Ana yang masih berbaring dari hujung rambut hingga ke hujung kakinya. Kain yang dipakai Ana terselak luas hingga menampakkan sebahagian daripada sepasang betis dan peha yang penuh gebu itu. Aku cuba mengawal kerakusan nafsu seks aku kerana aku mahu menikmati batang tubuhh Ana sepuas2nya dan supaya Ana juga dapat menikmati kehebatan perkhidmatan aku.

Aku yang sudah bertelanjang bulat itu perlahan2 merangkak di atas tubuh Ana dan dengan selamba Ana mencapai batang kote aku dengan kedua2 tangannya. Ana menyambut aku dengan senyuman penuh bermakna buat aku. Ana memain2kan jari-jemarinya dengan koteku yang kini sudah terlepas bebas dan bersedia untuk menyelesaikan tanggungjawabnya. Aku merasa kegelian dengan permainan Ana itu, namun kenikmatan yang aku rasakan melebihi segala2nya.

"Besar dan panjang betul anu Razlan ni, mau menjerit Ana kena tikam nanti," komen Ana tertawa kecil dan manja sambil matanya tak lepas memandang ke arah batang kote aku. "Special untuk Ana ni," balas aku sambil terus mencium bibir ghairah Ana. Aku membelai2 rambut Ana sambil mencium2 seluruh wajahnya.
Aku mencium seluruh wajah Ana bertubu-tubi dengan penuh mesra sambil tangan kanan aku terus membelai rambut Ana. Tangan kiri aku pula sibuk meramas-ramas lembut tetek Ana yang masih lengkap berpakaian. Sementara itu batang kote dan kantung mani aku yang terlepas bebas itu terus dimain2kan Ana dengan kedua2 belah tangannya.

Beberapa lama berkeadaan begitu, perlahan2 aku menurunkan tangan kanan aku untuk membantu tangan kiri aku meramas2 kedua belah tetek Ana. Kemudian aku sendiri melurutkan badan aku turun ke bahagian dada Ana. Kini muka aku berada tepat di antara kedua tetek Ana sementara kedua2 tangan Ana yang tadi sibuk bermain2 dengan batang kote dan kantung mani aku terlepas kerana kedudukan badan aku yang telah aku turunkan dari badannya.

Aku benamkan muka aku di celah kedua tetek Ana yang sederhana besar itu sambil kedua2 tangan aku terus meramas2 teteknya. Tangan Ana yang telah terlepas bebas tadi merangkul kepala aku dengan kuat sambil Ana terus mendengus kesedapan. Aku menggesel2kan muka aku ke seluruh bahagian tetek Ana, dari pangkal hingga ke puncak dan begitulah juga sebaliknya. Aku tidak terus membuka pakaian Ana kerana aku ingin buat seperti yang aku hajatkan kepadanya sebentar tadi………. "cium dari luar hingga dalam, dari hujung rambut hingga hujung kaki."

Aku merangkak perlahan lagi menuruni tubuh badan Ana sambil kedua2 tangan aku masih tetap meramas2 tetek Ana. Aku menggesel2kan muka aku dibahagian perut dan pinggang Ana. Ana mengelinjang nikmat bila aku perlakukan dia seperti itu. Kemudian perlahan2 juga aku menurunkan muka aku hingga ke celahan kangkangnya. Aku terus sembamkan muka aku ke bahagian tundun Ana. Ana terus mengelinjang nikmat sambil mulutnya terus-menerus mengerang2 kesedapan. Kedua2 tangan Ana semakin kuat meramas2 kepala aku. Aku terus menggesel2kan muka aku di celahan kangkang Ana sambil terus turun lagi hingga ke kedua2 kakinya.

"Razlan…………. sedapnya Razlan…." Rengekan berbisik Ana jelas kedengaran dalam keadaan matanya yang masih terpejam. Kini tugasan luaran yang aku hajatkan sudah selesai. Tiba pula tugasan dalaman yang sangat2 aku nantikan sedari tadi. Aku benar2 mahu meleraikan kegersangan Ana pada pagi ini dan untuk itu aku juga mahu Ana turut sama meleraikan segala hajat seks aku terhadapnya selama ini.

Aku merangkak naik kembali hingga muka aku dan muka Ana bertentangan semula. "Sedap ke Ana.?" Soal aku kepada Ana dengan penuh lembut. "Sedap Razlan……. teruskan lagi, dah terlalu lama Ana tak dapat permainan macam ni, tolong Razlan, tolong puaskan Ana, Ana rela buat apa saja untuk Razlan pagi ni…." rengek Ana dengan penuh mengharap. Lesen besar aku untuk menikmati batang tubuh Ana ini telah mendapat kelulusan tanpa sebarang spekulasi lagi dari tuan punya tanah.
Aku benar2 gembira ketika itu.

Kini aku mahu melihat Ana pula bertelanjang bulat tanpa seurat benang pun. Perlahan2 kedua tangan aku membuka butang baju kebaya Ana satu persatu. Aku selak baju kebaya Ana hingga kini jelas menampakkan batang tubuh Ana walaupun belum sepenuhnya lagi. Perut Ana kelihatan masih lagi kempis, putih bersih dan gebu lagi. Tetek Ana yang masih ditutupi bra hitamnya menambahkan lagi keinginan aku untuk melihat sepuas2nya isi yang berada di dalamnya. Aku menjadi asyik dengan pemandangan indah itu. Ana tersenyum melihatkan perlakuan aku itu tanpa ada sebarang bantahan. "Seksi Ana," kata aku lembut kepada Ana. "Semuanya untuk Razlan," jawab Ana.

Aku memain2kan jari2 tangan aku di sekitar bra hitam Ana. Ana mengangkatkan sedikit tubuh badannya untuk membantu aku menanggalkan baju kebayanya. Aku melingkarkan tangan kanan aku ke bahagian belakang Ana untuk membantu Ana menanggalkan kancing branya. Selesai itu, Ana tersenyum lagi ke arah aku sambil berkata, "Jangan tunggu lama2 Razlan, Ana tengah sedap ni." Aku tersenyum ke arah Ana dan faham akan maksudnya itu.

Aku melurutkan tali bra yang tersangkut di bahu Ana perlahan2 hingga melepasi kedua2 belah tangannya. Kini, kedua2 tetek Ana hanya menunggu masa untuk didedahkan bebas kepada aku dan aku yang sedari tadi mengawal kerakusan nafsu aku, menarik perlahan2 bra hitam Ana. Ana memandang kepada aku dengan wajah yang penuh mengharap agar teteknya itu akan dikerjakan oleh aku. Aku benar2 berahi melihatkan kedua2 belah tetek yang aku ramas2 dari luaran tadi kini sudah berada bebas sebebasnya untuk tatapan dan mainan aku. Aku terus terpegun melihatkan keindahan kedua2 tetek Ana yang masih lagi tegak megah berdiri dan putih bersih dengan puting teteknya yang kelihatan sedikit kemerah-merahan.

Perlahan2 aku melekapkan kedua2 tapak tangan aku ke arah kedua2 tetek Ana. Tetek Ana yang masih mengkal dan sederhana besar itu hanya cukup-cukup berada di dalam genggaman tangan aku sahaja. Aku sememangnya amat suka dengan saiz tetek yang seperti ini. Perlahan2 aku menguli dan meramas2 kedua2 belah tetek Ana sambil jari2 tangan aku menguis2 serta menggentel2 puting teteknya. Ana semakin kuat mendesah dan mengerang sambil mata aku tak lepas dari terus menatapi kedua belah tetek Ana yang selama ini aku idam2kan sangat. Ana mengeliat2 kesedapan diselang seli pula dengan erangan2 keenakannya.
Aku tak sanggup lagi menanti lama untuk mengerjakan tetek Ana yang sungguh indah menurut pandangan mata aku. Tetek yang tersergam mekar dan cantik itu sememangnya telah benar2 bersedia untuk membiarkan aku meratahnya sepuas2 hatiku.

Aku mula mencium setiap inci kedua tetek Ana dari puncak hingga ke pangkal, dari pangkal hingga ke puncak, dari kiri ke kanan dan dari kanan hingga ke kiri. Pendek kata tiada seinci pun kedua2 bahagian tetek Ana yang terlepas dari ciuman bibir aku. Kemudian aku menggantikan pula aksi2 tadi dengan jilatan2 lidah aku. Sesekali aku selang selikan adegan2 itu dengan menggigit geram tetek Ana hingga membuatkan Ana menjerit kecil kesakitan yang dicampur dengan kenikmatan. Memang betul2 lama aku memainkan aksi2 ciuman dan jilatan di kedua2 bahagian tetek Ana sehinggakan Ana benar2 tidak keruan aku kerjakan.

Puas dengan aksi2 tersebut, aku mula memberikan tumpuan ke arah puting tetek Ana yang indah menawan terpacak di puncak teteknya. Bermula di sebelah kiri teteknya dahulu, perlahan2 aku memasukkan puting tersebut ke dalam mulut aku. Aku menyonyot dan menghisap puting tersebut dengan penuh kelazatan sementara tangan kiri aku sibuk menguli tetek sebelah kanan Ana. Aku melakukannya lama2 dan ini membuatkan batang tubuh Ana mengeliat tak henti2 akibat keenakan yang aku berikan kepadanya. Dalam masa menghisap dan menyonyot puting tetek Ana, lidah aku juga turut sama memainkan peranannya dengan memainkan hujung puting tersebut perlahan2.

Puas di sebelah kiri, aku beralih pula ke sebelah tetek kanan Ana. Aku lakukan perkara yang serupa sambil kini tangan kanan aku pula meramas2 lembut tetek kiri Ana. Aku lihat Ana terus memejamkan matanya sambil mulutnya sedikit terbuka mengeluarkan rengekan manja yang menandakan kepada aku yang kini Ana sudah benar2 "melayang" dan membuktikan kepada aku yang dia benar2 rela dengan segala perlakuan aku.
Aku melurutkan tubuh aku ke bahagian perut Ana pula selepas agak lama dan puas dengan permainan aku terhadap kedua2 tetek Ana yang benar2 memberahikan aku. Aku terus mencium2 dan menjilat2 seluruh perut Ana hingga ke pinggangnya. Sesekali Ana tertawa kegelian dengan perlakuan aku itu.

Kini aku mahu menumpukan pula tumpuan aku ke bahagian kelangkang Ana yang dapat aku rasakan sedikit kebasahan dengan tangan aku. Aku menanggalkan perlahan2 kain Ana yang tadi sudah terselak lebar. Aku campakkan kain Ana ke lantai dan kini aku menatap batang tubuh Ana yang hanya dilitupi dengan underwear hitamnya.

Sememangnya Ana adalah seorang perempuan yang benar2 menawan dari segi luaran dan dalamannya juga. Bukan setakat cantik pada raut wajah dan bentuk tubuhnya, tapi kecantikan dan kehalusan serta kebersihan kulitnya benar2 memikat sesiapa sahaja yang dapat melihat Ana dalam keadaan begitu. Ana masih tetap terus berbaring dalam keadaan mata yang masih terpejam menantikan dengan penuh rela akan tindakan2 aku seterusnya.

Perlahan2 aku memainkan jari2 aku di bahagian kelangkangnya. Underwear Ana aku rasakan telah benar2 basah akibat dari air mazinya. Kini aku melutut betul di celahan kakinya yang telah aku kangkangkan. Jari2 tangan kiri aku terus bermain2 di sekitar underwear Ana sementara jari2 tangan kanan aku pula mengelus2 lembut ke bahagian pangkal peha hingga ke hujung kaki kirinya. Ana terus membiarkan saja perlakuan aku itu sambil matanya tetap terus terpejam keenakan.

Beberapa ketika kemudian aku menanggalkan underwear Ana dan kini terpamerlah batang tubuh Ana yang amat2 aku idamkan selama ini tanpa ada seurat benang pun yang melekat di tubuhnya. Bahagian cipap Ana yang tembam benar2 bersih dari segala "semak samun" yang telah dicukur rapi olehnya. Cantik….. sungguh cantik pemandangan itu aku rasakan. Aku tatap sepuas2nya batang tubuh bogel Ana dalam cahaya matahari yang menyinar di sebalik langsir biliknya dan menyerlahkan segala keindahan yang ada di tubuh badan Ana. Sambil itu aku terus merangka strategi2 berikutnya untuk aku memperlakukan sepuas2 hatiku ke atas tubuh badan Ana.

Perlahan2 aku merendahkan muka aku tepat ke bahagian cipap Ana yang telah benar2 becak itu. Aku tenyeh dan geselkan seluruh permukaan muka aku ke segenap inci cipap Ana hingga habis seluruh muka aku basah oleh cairan mazi Ana. Ana terus mengeliat dan mendengus kenikmatan. Sambil itu aku juga geselkan hujung hidungku ke atas biji kelentit Ana yang timbul kemerah-merahan itu. Aku benar2 melampiaskan segala kegeraman aku ke atas cipap yang benar2 aku hajatkan itu. Namun begitu aku masih tetap dapat mengawal kerakusan nafsu aku dengan melakukan segala2nya penuh teliti, terkawal, terancang dan penuh kemesraan. Aku mahu kami berdua benar2 'enjoy' dengan adegan2 hangat itu.

Sebelum aku melepaskan lidahku untuk menjilat segala kelazatan yang telah sedia terhidang di depan mataku itu, aku mencium2 mesra seluruh kawasan segitiga emas Ana perlahan2 dan aku lurutkan ciuman2ku itu dari pangkal peha hingga ke hujung kaki Ana. Bermula dari kaki kirinya, digantikan dengan kaki kanannya pula. Dari peha hingga ke betis, dari ciuman hingga jilatan dan dari sedutan hingga gigitan. Semuanya aku lakukan berselang seli di kedua2 bahagian kaki Ana. Ana semakin tidak keruan aku lakukan.

Kemudian aku mula memberikan tumpuanku sepenuhnya ke arah cipap Ana yang bertambah becak itu. Aku angkat sedikit kedua2 kaki Ana dan dengan segala kelembutan yang termampu dilakukan, aku kembali mencium mesra alur cipap Ana dari bawah hingga ke biji kelentitnya. Sambil itu kedua2 tanganku diletakkan di bawah punggung gebu Ana sambil aku meramas2 geram diselang selikan dengan larian jari2 aku di alur punggungnya. "Ana terus mengeli

Aku terus menjilat2 alur cipap Ana sambil menikmati cairan mazi hendak enaknya. Sambil itu tangan aku yang sedari tadi bermain2 di punggung gebu Ana diarahkan terus kembali ke kedua2 belah tetek Ana. Sambil terus menjilat itu, aku meramas2 mesra dan menggentel2 galak puting tetek Ana. Setelah beberapa lama berkeadaan begitu, Ana mula mendesah semakin kuat dan badannya juga mengelinjang semakin keras. Kedua2 tangan Ana mula meramas kuat kain cadar. Aku tahu kini Ana sudah benar2 hampir mengeluarkan air nikmatnya yang pertama. Aku tetap meneruskan jilatan2 aku dan ramasan2 tangan aku ke atas teteknya. Jilatan2 aku lebih aku tumpukan di bahagian biji kelentitnya.

Beberapa ketika kemudian……. "Arghhhhhhhh….. Razlan……. Umphhhhhh….." Ana menjerit kenikmatan sambil kedua belah pehanya yang hangat mengepit kuat kepala aku. Air nikmat Ana telah berjaya aku keluarkan dahulu dengan segala intro pelayaran yang aku lakukan terhadapnya. Kehangatan air nikmat Ana sedikit sebanyak membasahi muka aku. Aku biarkan sahaja segalanya itu sambil tangan aku masih tetap aktif meramas2 tetek dan lidah aku menjilat2 biji kelentit Ana.

Aku memandang seketika wajah Ana di sebalik pacakan teteknya yang masih tetap menegak segar di dadanya. Ana masih memejamkan katanya manakala ombak nafas dadanya mula reda sedikit dari tadi. Aku dapat melihat sedikit sebanyak nikmat kepuasan yang dinikmati oleh Ana ketika itu. Namun aku tidak mahu berhenti setakat itu sahaja kerana aku mahu Ana terus menikmati keistimewaan layanan aku. Aku pasti Ana juga mahu aku meneruskan lagi permainan ini.

Tangan aku kini ditarikkan kembali dari bahagian tetek Ana dan aku mula melipatkan kedua2 belah kaki Ana hingga ke dadanya sambil tangan aku terus menahan kakinya daripada lurus semula. Kini apa yang terpampang di depan mataku adalah dua lurah yang aku lihat mengemut2 lembut. Satu lurah cipap Ana yang telah basah dengan cairan2 yang berbagai dansatu lagi lurah punggungnya yang beanr2 kecil dan sempit. Tiada sebarang bantahan dari Ana dan ini meyakinkan lagi aku bahawa Ana benar2 rela untuk aku memperlakukan apa sahaja ke atas batang tubuhnya.

Aku mula menjilat2 lubang punggungnya, Ana terus mendesah yang diselang selikan dengan ketawa2 kecil Ana yang kegelian akibat lubang punggungnya yang aku jilat. Suara desahan2, erangan2 dan ketawa2 manja Ana itulah yang menjadikan aku semakin gila untuk melakukan apa sahaja ke atas batang tubuh Ana. Aku jilat kedua2 lubangnya itu bersilih ganti. Ana semakin seronok dengan layanan aku itu.

Kemudian aku membalikkan tubuh Ana supaya dia tertiarap. Ana mengikut sahaja rentak aku. Seperti tadi, sebelum aku melakukan sesuatu ke atas 'target' aku, aku pasti menatap dahulu apa yang terhidang indah di hadapan mata aku. Sesungguhnya batang tubuh Ana ini memang benar2 menarik samada di bahagian depan mahupun belakangnya. Punggung Ana yang sedikit tertonggek di samping pinggangnya yang masih lagi ramping itu benar2 menawan aku.

Ana menekapkan mukanya kepada bantal dan aku menyelak sedikit rambut panjang Ana ke tepi untuk aku membiarkan leher jinjang Ana terdedah. Aku kembali mencium dan menjilat bahagian belakang batang tubuh Ana bermula dari kedua2 tumit kakinya membawa hingga ke punggung gebu Ana. Sambil mencium dan menjilat punggung gebu itu aku menampar2 lembut punggungnya. Sepertimana tadi Ana kembali mendesah kenikmatan sambil beliau tetap terus merelakan segala yang aku lakukan.

Kini ciuman dan jilatan2 aku naik hingga ke leher jinjang Ana dalam keadaan aku tertiarap di belakang tubuhnya. Kedua2 tangan aku yang masih aktif dan bebas itu merangkul tubuh hadapan Ana untuk kembali mencari kedua2 tetek Ana yang masih menjadi objek utama pengulianku. Ana mengangkatkan sedikit badannya untuk memudahkan lagi kerja2 ramasan dan pengulian tangan aku serta untuk turut sama menikmati permainan tangan kasar aku. Sambil itu aku menggesel2kan batang kote aku di celahan alur punggung Ana. Habis setiap inci batang leher Ana aku cium dan jilat.

Aku menggunakan sepenuh tenagaku untuk aku mengangkat batang tubuh Ana sehingga kini kami berdua sudah melutut tegak di atas ranjang itu. Aku masih lagi membelakangi Ana sementara lidah aku masih tetap aktif menjelajahi leher jinjang Ana dan kedua2 tanganku pula masih aktif menguli geram kedua2 tetek segar Ana.

Beberapa ketika kemudian Ana memusingkan badannya berhadapan dengan aku sambil terus rakus menangkap mulutku untuk kami memulakan semula permainan lidah kami. Aku dapat merasakan bahawa Ana benar2 seronok dan nikmat dengan segala perlakuan aku ke atas batang tubuh bogelnya. Dengan perasan yang penuh berahi, Ana menolak badan aku lembut meminta supaya aku berbaring pula.

Kini aku faham bahawa Ana sudah mula bersedia untuk mengambil alih aksi2nya pula dan aku yang sememangnya bersedia dengan aksi2 Ana yang seterusnya merebahkan badanku di atas ranjang empuk itu dengan penuh kerelaan. Kini di antara kami berdua sudah benar2 hilang segala perasaan malu terhadap pasangan masing2.

Dalam keadaan mulut kami masih bertaup rapat, Ana sudah berada di atas badan aku. Kedua2 tetek Ana yang segar bugar itu kini melekap kuat di dada aku. Aku mengarahkan kedua2 tangan aku ke arah kedua2 belah punggung tonggek Ana sambil meramas2 mesra.

Ana mengangkatkan sedikit badannya untuk menukar tumpuan mulutnya kea rah tubuh badan yang lain pula. Ana yang sememangnya benar2 berpengalaman itu, mula memainkan aksi2nya perlahan2 sepertimana aku memperlakukan tubuhnya sebentar tadi. Bermula dari bahagian leher aku, Ana turun pula ke bahagian dada aku. Habis air liur Ana melekat dan membasahi seluruh bahagian tubuh aku yang dijelajahi olehnya.

Sambil menurunkan perlahan2 tubuhnya untuk menjilati dan mencium badan aku, kedua2 tetek Ana yang penuh gebu itu bergesel2 di badan dan seterusnya hingga ke hujung batang kote aku. Sesungguhnya aku tahu Ana memang sengaja melakukan geselan2 itu untuk kesedapan aku.

Sampai di bahagian perut dan pinggang aku yang kini sedang dijilati olehnya, Ana menggunakan kedua2 tangannya untuk kembali memainkan semula telur dan batang kote aku. Jari-jemari lembut Ana yang bermain2 di bahagian sensitif aku itu benar2 membuatkan aku semakin seronok dan mahu Ana terus lama dengan aksi2nya memperlakukan tubuh badan aku.

Beberapa lama kemudian, wajah Ana kini sudah berada tepat di hadapan batang kote aku. Sambil mengurut2 lembut telur dan batang kote aku, Ana mencium2 segenap penjuru bahagian sensitif aku itu bertubi2 dengan penuh lembut dan manja. Ana memandang ke arah muka aku buat seketika sambil tersenyum ke arah aku lalu bertanya manja, "besarnya Razlan……" Aku membalas kembali senyuman Ana lantas menjawab lembut, "tapi sedapkan Sayang…..."

Aku mengangkatkan sedikit kepala aku untuk memerhatikan wajah cantik dan lembut Ana bermain di bahagian nikmat aku itu. Dengan bibir yang mengghairahkan aku, Ana mencium dahulu hujung kepala kote aku. Sedikit kegelian aku rasakan. Namun kesedapan mengatasi segala2nya. Perlahan2 Ana memasukkan batang kote aku ke dalam mulutnya.

Kini batang kote aku itu sudah berada separuh di dalam mulut Ana. Dibiarkan seketika batang aku itu di dalam mulutnya yang hangat sambil kedua2 tangannya tidak berhenti menurut2 lembut telur dan batang kote aku. Dalam masa yang sama juga aku merasakan Ana menggunakan lidahnya untuk menjilat2 seluruh kepala kote aku yang masih separuh terbenam di dalam mulutnya.

Dalam keadaan Ana yang terlalu asyik mengulum batang kote aku sambil matanya yang terpejam menikmati kelazatan aiskrim hidangan aku itu, rambut panjangnya jatuh lembut membelai2 pangkal daerah sensitif aku. Aduh………….terlalu indah pemandangan di hadapan mataku itu dan terlalu nikmat sungguh aku rasakan. Terasa oleh aku betapa romantiknya hubungan seks kami berdua ketika itu.

Setelah beberapa lama Ana membiarkan batang kote aku berendam di dalam mulut hangatnya, Ana memasukkan lagi batang kote aku jauh ke dalam mulutnya sambil genggaman tangan kanannya mencekak pangkal batang kote aku sementara jari-jemari tangan kirinya masih lagi menari2 memainkan telur aku. Terasa oleh aku yang batang kote aku kini sudah sepenuhnya berada di dalam mulut hangat Ana. Kali ini perlahan2 Ana menyorong tarik mulutnya menghisap dan mengulum batang kote aku. Ana melakukannya dengan penuh kelembutan, namun mantap seiring dengan wajahnya yang cantik dan mengghairahkan itu.

Terasa seperti mahu meledak sahaja kepala kote aku waktu itu. Ternampak jelas oleh aku kembang kuncup pipinya menyedut2 batang kote aku. Memang sukar untuk aku ungkapkan bagaimana enak, nikmat dan seronoknya aku rasakan apabila Ana memperlakukan aku sebegitu.

Setelah lama dan puas mengulum batang kote aku, kini Ana beralih pula melakukan perkara yang serupa terhadap kedua2 biji telur aku. Aku mengelinjang kenikmatan apabila bibir mungil dan lidah Ana mempermain2kan telur aku. Habis di situ, Ana melakukan tindakan terakhirnya dengan mencium dan menjilat semula keseluruhan telur dan batang kote aku.

Kemudian Ana perlahan2 mendaki semula batang tubuh aku sehingga dia kini kembali meniarap di atas badan aku dengan muka kami bertentangan semula.
Kami kembali bercium dan bermain2 lidah semula. Dengan wajah yang penuh kemanjaan dan rayuan, Ana berkata lembut kepada aku, "Razlan, Ana betul2 tak tahan lagi….. umphhhhh Ana nak main sekarang Razlan….." Aku tersenyum kepada Ana seraya menganggukkan kepala aku tanda sememangnya aku memang menanti2kan saat ini.

Ana mengangkatkan sedikit badannya sambil tangan kirinya di arahkan ke batang koteku dan tangan kanannya pula bertahan di sebelah kepalaku. Ana menggenggam batang kote lembut dan dimain2kan kepala koteku di lurah lubang cipapnya ke atas dan ke bawah. Cipap Ana yang sedari tadi belum kering daripada cairan mazi telah membasahi kepala kote aku. Aku membiarkan sahaja apa yang Ana lakukan sambil mata aku tak berkelip menikmati batang tubuh bogel Ana yang melenting sedikit tanda bersedia untuk 'menghenjut'. Kedua2 tetek segar Ana yang bebas lepas di hadapan mataku menambahkan lagi keindahan pemandangan mataku.

Kemudian dengan berhati2, Ana memimpin batang koteku tepat ke arah lubang cipapnya yang kurasakan sedang berdenyut2 menantikan tikaman nikmat batang kote aku. Dengan mata yang terpejam dan mulut yang sedikit ternganga ghairah, Ana memasukkan batang kote aku perlahan2. Daripada suku menjadi separuh, separuh menjadi tiga suku dan akhir sekali keseluruhan batang kote aku terbenam di dalam gua nikmat Ana yang amat2 aku idamkan selama ini.

Sepertimana Ana menikmati batang kote aku dengan mulutnya sebentar tadi, begitulah juga Ana melakukannnya kepada batang kote aku di dalam cipapnya. Direndamkan terlebih dahulu batang kote aku di dalam cipapnya sambil digelek2kan sedikit punggungnya dengan mesra sekali. Ana kini sedang membongkok ke arah aku, menundukkan kepala dalam keadaan matanya yang masih terpejam kesedapan, membiarkan kedua2 tetek segarnya tergantung indah untuk tatapan mataku, dibiarkan rambut halus lembutnya jatuh terurai bermain2 di mukaku dan kini masih lagi asyik menggelek2kan lagi punggungnya sebagai menguli batang kote aku.

Setelah agak lama begitu, akhirnya Ana mula menyorong tarik cipapnya perlahan2. Berdenyut2 aku rasakan kepala kote aku dilakukan sebegitu. Bermula dengan perlahan dan kini Ana melajukan sedikit sorong tariknya. Desahan2 dan erangan2 keenakan Ana semakin kuat bunyinya. Mulutnya mula terbuka dan tertutup tiada keruan. Rambutnya yang jatuh terurai di kedua2 belah pipinya terus membelai2 mukaku dengan keharuman yang membangkitkan lagi nafsu berahiku. Gantungan kedua2 tetek Ana semakin bebas berbuai2 di depan mataku. Kedua2 tangan Ana kini sudah bertahan di kedua2 belah kepala aku. Cairan mazi Ana benar2 membantu adegan sorong tarik itu dan bunyian yang datang hasil dari becakan2 benar2 menambah baikkan lagi suasana malam itu.

Aku yang dari tadi sekadar memerhatikan sahaja keindahan tubuh bogel Ana tidak mahu berdiam diri lagi. Aku arahkan tangan kanan aku ke arah tetek kiri Ana sementara tangan kiriku pula ke arah punggungnya. Kedua2 tanganku meramas2 geram di daerah yang telah tetapkan itu sambil Ana semakin laju menyorong tarik batang koteku ke dalam cipapnya. Melihatkan Ana semakin laju menghenjut, aku mengangkatkan sedikit kepala aku untuk mencapai puting tetek kanannya.

Dengan agak pantas mulut aku mula memainkan peranannya dengan mengerjakan semahu2nya ke atas tetek Ana yang bebas berbuai itu. Mungkin kerana aku menambah nikmatkan lagi adegan itu, Ana semakin melajukan henjutan2nya dan erangan2nya semakin kuat kedengaran.
Setelah agak lama begitu, Ana menolak lembut kepala aku supaya berbaring semula sementara Ana mengubah posisi kakinya pula.

Kalau tadi posisinya berlutut dalam masa menghenjut itu, kini Ana mencangkung pula. Ombak nafasnya masih lagi keras dan desahan2nya masih belum berhenti lagi menandakan bahawa Ana masih belum sampai ke puncaknya lagi. Ana menukar posisinya untuk menghangatkan lagi puncak kenikmatannya.

Dalam posisinya yang mencangkung itu, Ana kembali semula menghenjut seperti tadi, namun kali ini kedua2 tangannya bertahan di atas dada aku pula. Sambil itu, jari2 tangannya menggentel2 puting dada aku juga. Tangan kanan aku berubah pula meramas punggung Ana sebelah lagi…. memberi kerjasama kepada tangan kiri aku yang sedari tadi meramas punggung Ana.

Aku pula yang semakin seronok dengan henjutan2 Ana itu, mula membantu Ana mencapai puncak nikmatnya dengan mengangkat2 punggung aku setiap kali Ana 'menghentak' masuk batang kote aku ke dalam cipapnya. Cairan2 mazi Ana kini benar2 membasahi hampir keseluruhan daerah sensitif kami berdua.

Setelah beberapa minit kemudian, "Arghhhhhhh………….. Razlan …………….." Ana menjerit setelah mencapai puncak kenikmatannya. 'Henjutan2' Ana kini mula perlahan kembali. Aku dapat merasakan kehangatan air nikmat Ana turun membasahi sehingga ke telur aku.

Seketika kemudian Ana berhenti 'menghenjut', membuka matanya perlahan dan membukakan sedikit mulutnya minta aku menciumnya semula. Aku angkatkan kepalaku hingga mulutku mencapai mulut Ana. Kami berdua bercium seketika.
Kemudian Ana memandang tersenyum kepada aku……. senyum kepuasan. Nafas Ana kini mula reda sedikit dari tadi tadi, namun masih belum mahu reda sepenuhnya lagi. Aku pasti Ana tahu yang aku belum mencapai nikmat kepuasan lagi dan pastinya beliau sedia untuk memenuhi kepuasan dan kenikmatan yang aku dambakan dari dirinya selama ini.

Aku mengangkatkan badan aku sementara Ana masih tetap mencangkung menghadap aku. Kini kami berdua berhadapan semula dalam keadaan aku duduk meriba punggung gebu Ana. Buat seketika bibir kami bertaut semula untuk memainkan semula aksi2 lidah dan bibir kami. Sambil itu aku terus memeluk kuat pinggang ramping Ana sementara Ana pula merangkul kuat leher aku dan kakinya bersilang di belakang badan aku.

Aku menurunkan kedua belah tanganku ke arah punggung Ana sambil merendahkan sedikit badan aku lalu mengarahkan mulut aku terus ke bahagian teteknya.

Dengan segala kekuatan dan tenaga yang aku kumpulkan, aku mengangkat2 punggung Ana untuk kami berdua kembali 'belayar.' Respon Ana cukup baik, Ana membantu aku meringankan sedikit beban tubuh badannya dengan membantu aku menghenjut dan menghentakkan batang kote aku ke dalam cipapnya. Sambil itu mulut dan lidah aku tidak henti2 terus mengerjakan tetek Ana yang masih lagi bebas berbuai2 di hadapan mataku.

Setelah beberapa kami 'berdayung' dalam posisi tersebut, anu bersuara meminta sesuatu dari Ana, "Sayang….. kita main menonggeng pulak ye Sayang." Ana yang lebih berpengalaman dari aku itu memahami hajat aku. sambil tersenyum keenakan, Ana mengeluarkan batang kote aku yang sedari tadi terbenam di dalam lubang cipapnya. Ana mengubah posisi tubuhnya dengan menonggengkan punggungnya ke arah aku sementara kepalanya menghadap ke kepala katil.

Ana yang telah bersedia untuk menerima tujahan2 batang kote aku kelihatan bertambah mengghairahkan aku dengan posisi yang seperti itu. Perlahan2 aku mendatangi belakang Ana dan dengan penuh perasaan sedap, aku mula memain2kan batang kote aku di lurah punggung dan cipap Ana. Ana pula melentingkan lagi punggungnya hingga mukanya kini tersembam di atas bantal sambil tangan kirinya membantu dengan memimpin batang kote aku terus masuk ke dalam lubang cipapnya.

Aku yang sedang berlutut di belakang Ana mula menghayun perlahan2 dayungan kami berdua sambil jari2 tangan kiri aku mengelus2 lembut lurah punggung Ana. Waktu yang sama juga, aku arahkan tangan kanan aku ke sebelah teteknya lalu meramas2 mesra sambil sesekali menggentel2 puting tetek Ana. Ana yang masih seronok menikmati layanan aku terus mendesah keenakan sambil tangan kirinya yang membantu memasukkan kote aku tadi mengelus lembut telur aku. Aduh….. memang pandai sungguh Ana memainkan peranannya.

Aku yang benar2 menikmati layanan seks dari Ana masih mampu melambat2kan ejakulasi aku. Sesekali aku melajukan hayunan aku dan ketika kelajuan hayunan aku ditingkatkan, Ana mengerang enak lebih kuat dari sebelumnya. Itulah yang membuat aku seronok mempelbagaikan kelajuan hayunan aku…. mendengarkan erangan2 keenakan Ana cukup membuatkan aku bertambah seronok melayani Ana.

Agak lama juga kami berdua melayarkan bahtera kami berdua dalam keadaan begitu. Kini kami berdua sudah mula berpeluh walaupun dalam suasana dingin di dalam bilik itu. Ana yang keletihan menonggeng itu meminta kami menukar posisi kami. Tanpa mencabutkan batang kote aku di dalam cipapnya, aku membantu Ana memusingkan badannya sehingga dia berbaring.
Aku menarik sedikit tubuh kami berdua sehingga berada benar2 di tepi ranjang itu. Aku turunkan sebelah kakiku ke lantai sementara kedua kaki Ana aku angkat dan sangkutkan di kedua2 belah bahu aku.

Dalam keadaan terbaring tanpa seurat benangpun melekat di tubuh badannya, wajahnya yang cantik ayu penuh keseronokan dan rambutnya yang diselak ke atas sambil mempamerkan leher jinjangnya yang putih bersih membuatkan Ana kelihatan terlalu seksi pada ketika itu.

Ana tersenyum ke arah aku. Sebelum menghenjut lagi, aku letakkan kedua2 tangan aku di kedua2 belah tetek Ana yang bakal aku buaikan lagi sebentar nanti. Aku tatap wajah Ana sepuas2nya sambil kedua2 tanganku pula aktif meramas2 dan menggentel buah puting teteknya. Ana keseronokan diperlakukan begitu. Perlahan2 aku memulakan hayunan batang kote aku di dalam cipap Ana yang masih lagi kebecakan. Ombak nafas Ana kini kencang semula diiringi dengan desahan2 dan erangan2 keenakannya. Mulut Ana yang sedikit terbuka menambahkan lagi suasana berahi aku ketika itu.

Aku membongkokkan sedikit badan aku untuk mempertemukan mulut aku dan mulut Ana. Ana yang sedar dengan aksi aku itu, pantas merangkul leher aku lalu kami berdua terus aktif berkuluman lidah sambil punggung aku masih terus aktif turun naik menghenjut lubang cipap Ana. Ana kelemasan namun masih tetap tidak mahu melepaskan rangkulan dan mulutnya dari aku. Bagi aku, itu menandakan yang Ana benar2 menikmati pelayaran ini.

Beberapa lama begitu, Ana melepaskan tautan mulut kami berdua sambil melepaskan sedikit keluh keletihan. Aku pula memberhentikan seketika henjutan2 aku sebab aku sendiri pun sudah keletiha sebenarnya. Cuma yang belum berhenti ialah tangan aku yang masih sibuk menguli tetek Ana yang masih lagi kenyal itu. Aku dan Ana bertentang mata seketika sambil masing2 melemparkan senyuman penuh bermakna terhadap pasangan masing2.

Kemudian dengan penuh kemanjaan, Ana berbisik perlahan meminta kepada aku, "Razlan…… kerjakan lagi tetek Ana dengan mulut Razlan ye….." Aku yang sememangnya senang untuk memenuhi segala kehendak Ana hanya tersenyum dan mengangguk saja kepala tanda bersetuju. Aku lepaskan kaki Ana yang tadi tersangkut di bahu aku an membiarkan Ana membelitkan kakinya di punggung aku.

Kemudian itu, sambil tangan aku masih terus meramas2 tetek kenyal Ana, aku bongkokkan lagi sedikit badan aku untuk membolehkan mulut dan lidah aku mengerjakan tetek Ana. Sampai di situ, aku memulakan kerja2 aku yang Ana minta tadi sambil tangan aku masih tidak aku lepaskan lagi. Nyonyotan, sedutan, jilatan dan gigitan2 manja aku lakukan pada setiap inci daerah kekenyalan tetek Ana. Dalam masa yang sama aku kembali menaik turunkan punggung aku untuk aksi menyorong tarik batang kote aku di dalam lembah nikmat Ana.

Ana meremas2 kepala aku sambil badannya mengeliat2 kesedapan dengan perlakuan aku itu.
Nafas Ana kedengaran semakin kencang daripada tadi dan erangan2 nikmat Ana pula semakin kuat kedengaran. Sambil mengerjakan kedua2 belah tetek Ana, aku sempat menjeling ke wajah Ana. Aku lihat Ana berada dalam keadaan yang begitu hebat ketika itu.
Aku melajukan lagi henjutan aku dan ketika itu Ana juga semakin laju menolak dan menahan henjutan2 laju aku. Plap! Plap! Plap! Bunyi kesedapan kedengaran apabila tiap kali pangkal kote aku bertemu dengan pangkal cipap Ana dan ditambah pula dengan becakan2 yang sudah memang tiada kekeringan daripada awal tadi.

Tiba2 Ana mengemaskan kepitan kakinya ke pinggang aku dan jelas kedengaran jeritan Ana yang sedikit kuat daripada yang sebelumnya tadi. Aku tahu yang Ana kini sudah mencapai klimaks yang terhebat sekali sepanjang permainan kami ini, sebab itulah jeritannya tadi kuat. Entah kali yang berapa Ana mencapai klimaksnya pagi itu, aku tak berapa pasti. Cuma apa yang aku perlu pastikan ialah, Ana akan benar2 menikmati kepuasan yang tak terhingga dari aku supaya mudah untuk aku mendapatkan lagi layanan seks Ana di lain kali.

Aku juga sudah tidak tertahan lagi ketika itu. Kote aku sudah tidak tertanggung lagi menahan air nikmat aku yang kini sudah berada benar2 di hujung kepalanya. Sambil mulut aku yang masih tidak lepas lagi mengerjakan tetek Ana, kelajuan henjutan aku semakin kencang lagi. Semakin laju semakin tidak tertahan aku rasakan. Ana pula terus setia menahan tujahan2 aku.

Beberapa lama kemudian, aku mengangkat tegak badan aku dan terus mencabut keluar batang kote aku dari dalam lubang cipap Ana. Ana yang melihat batang kote aku sudah keluar dari cipapnya faham yang aku bakal menghamburkan air nikmat aku di luar dari lubang cipapnya.

Dengan pantas Ana menghulurkan kedua2 tangannya ke daerah sensitif aku itu. Ana menggunakan genggaman tangan kanannya mengocok2 batang kote aku sementara tangan kirinya memain2kan telur aku. Aku yang benar2 kesedapan ketika itu terus membiarkan tangan2 nakal Ana mengerjakan telur dan batang kote aku.
Tidak lama selepas itu…… Crupppppp! Crupppppp! Cruppppp! Kote aku yang telah bersedia dari tadi memancut2kan air nikmatnya. Oleh kerana kesedapan yang teramat sangat, air mani aku benar2 laju memanjut hingga mencapai ke arah sebahagian tetek Ana.
Ana terus memain2kan lagi kote aku sementara aku yang telah habis dibasahi peluh itu tetap terus menegakkan badan aku untuk memberikan rehat sedikit kepada badan aku.

Aku merasa seronok apabila jari2 runcing dan halus Ana terus membelai2 kote aku. Setelah agak lega sedikit batang kote aku memancutkan air nikmatnya, Ana menegakkan badannya dan terus menghampirkan kepalanya kepada kote aku. Tanpa disangka, Ana mencium2 dan menjilat2 seluruh kepala kote aku dengan penuh lemah lembut dan manja. Ana membuka mulutnya dan kembali mengulum2 dan menyedut2 batang kote aku perlahan2. Sesungguhnya memang aku tak pernah menikmati kehebatan layanan seorang perempuan seperti Ana ini.

Beberapa lama selepas itu, Ana mendongakkan kepala memandang kepada aku lantas tersenyum kepuasan. Aku membongkokkan sedikit kepala aku lantas mengucup dahi Ana sambil bertanya lembut kepadanya, "Macamana Sayang? Puas hati dengan Razlan?" Ana tetap terus tersenyum sambil menjawab manja, "Mestilah Razlan….. mana Ana pernah dapat layanan hebat macam yang Razlan berikan tadi…"

Kemudian kami berdua tertawa keseronokan sambil aku terus merebahkan badan aku yang keletihan ini di sisi Ana. Ana pula turut merebahkan badannya di sisi aku sambil kepalanya dilentokkan di dada aku.

Waktu ketika sudah masuk tengahari. Kami yang masih bertelanjang bulat itu terus berbual2 seketika sambil jari-jemari lembut, halus dan runcing Ana terus membelai2 mesra seluruh daerah kote aku. Aku mula mengecap nikmat kebahagiaan bersama dengan Ana.

Setelah agak lama berehat, kami berdua masuk ke bilik air dan terus mandi bersama2. Di dalam bilik air, aku memandi dan menyabunkan Ana dan begitulah juga keadaan sebaliknya. Antara kami berdua sudah tiada lagi perasaan malu2 lagi.

Selesai mandi, kami berdua hanya bertuala sahaja dan terus menikmati hidangan makan tengahari bersama. Tiada apa yang kami makan sangat, cuma nasi lemak yang belikan pagi tadi sahaja. Selesai makan tengahari, kami berdua berehat seketika sambil menonton siaran TV. Dan di situ, sekali lagi hubungan panas kami berlangsung lagi dan kali ini, Ana lebih berani dan hebat lagi daripada tadi.

Untuk pengetahuan semua, hubungan kami selepas itu semakin rapat lagi, malah sekali sekala aku terasa seperti pasangan suami isteri pula. Cuma aku tak tinggal bersama Ana setiap hari. Dalam seminggu tu, ada la sehari dua aku tidur berseorangan dii rumah bujang aku, selebihnya tu semuanya bersama dengan ratahan seks aku, Ana.

Hubungan kami berlangsung selama lebih kurang setahun setengah lamanya. Kami berpisah setelah Ana mengambil keputusan untuk kembali ke kampung bagi menjaga kedua orang tuanya. Dua tiga bulan selepas Ana pulang ke kampungnya, ada juga kami bertemu sekali dua bila Ana datang semula ke KL untuk urusan2 kerjanya. Selepas itu aku sudah tidak mendengar khabar lagi mengenai Ana. Aku pun kini telah berkahwin dan mempunyai anak seorang. Tapi jika berpeluang aku nak juga test yang lain, saja untuk suka2 je…….. Jadi bagi para gadis, perempuan dan wanita2 yang tertarik nak main dengan aku, janganlah malu2 hantarkan mesej kat aku.

Ok la pembaca semua, cukup setakat ini dahulu. Jika berkesempatan aku akan bercerita lagi tentang pengalaman hubungan seks aku dengan Ana atau juga dengan perempuan2 lain yang hebat dan sedap. Oh ya, untuk pengetahuan semua, sebulan sebelum Ana meninggalkan aku, Ana ada mengenalkan aku kepada salah seorang sepupunya. Juga seorang janda sepertinya dan sebaya umur dengan aku. Ana beritahu aku yang dia tak nak tengok aku merana sebab tak dapat seks selagi aku belum berkahwin. Jadi dia kenalkanlah sepupunya itu yang juga perlukan seks dalam hidupnya, sama seperti aku dan juga Ana.






       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Aku Terjebak Dalam Badai
Apr 29th 2013, 07:13


Hujan gerimis. Padahal mentari masih bersinar, membuai orang-orang menikmati senja. Aku bergegas pulang. Keramaian taman makin menghilang. Sibuk orang-orang menyelamatkan diri dari titik-titik air. Lalu menyelamatkan yang lainnya, jemuran pakaian dan kasur. Gerimis meningkatkan frekuensinya menjadi lebat. Hujan deras. Di depan flatku seorang wanita muda mengangkati jemurannya yang cukup banyak. Kelihatannya kurang mengantisipasi akibat baru bangun tidur. Masih memakai piyama.
"Saka, bantuin Tante dong!"
Tanpa bicara aku membantunya. Sprei, kelambu, baju, t-shirt, dan ...ih, pakaian dalam.
"Bawa ke mana, Tante?"
"Sekalian ke dalam aja!"

Tante Imas berjalan di depanku. Menaiki tangga hingga lantai dua. Aku cukup puas menikmati irama pinggulnya yang kukira agak dibuat-buat. Saat menghadap ke arah terang, siluet tubuhnya jelas membayang. Seakan telanjang. Kami masuk ke rumahnya. Tante Imas menggeletakkan jemuran di sudut kamarnya, akupun mengikutinya.
"Makasih ya? Kamu mau minum apa, Ka?" tanyanya yang langsung menghentikan maksudku untuk langsung pulang.
"Apa aja deh, Tante. Asal anget."
Kurebahkan diri di sofanya. Hmm, lumayan nyaman. Tante Imas belum mempunyai anak. Yang kutahu, suaminya, Om yang tak kutahu namanya itu hanya sekali-kali pulang. Dengar-dengar pekerjaanya sebagai pelaut. Ha ha, pelaut. Di mana mendarat, di situ membuang jangkar. Sinis sekali aku.
"Om belum pulang, Tante?" tanyaku basa-basi sambil menerima teh hangat.
"Belum, nggak tentu pulangnya. Biasanya sih, hari Minggu. Tapi hari Minggu kemarin nggak pulang juga."
"Tante nggak kemana-mana?"
"Mau kemana, paling cuma di rumah saja. Kalau ada Om baru pergi-pergi."
"Eh, kamu nggak ada keperluan lain, kan?"
"Nggak, Tante," jawabku. Mau apa aku di rumah, sendirian, di tengah hujan yang semakin lebat begini.
"Temenin Tante ya. Ngobrol."

Kamipun terlibat dalam obrolan yang biasa saja. Sekedar ingin tahu kehidupan masing masing. Dari ucapannya, kutahu bahwa suaminya bernama Om Iwan. Jarang pulang. Yang cukup membuat darahku berdesir agak cepat adalah daster itu. Seakan aku bisa melihat dua titik di dadanya, yang timbul tenggelam ketika kami bercengkrama. Tangan Tante Imas cukup atraktif. Entah sengaja atau tidak sering menyentuh tanganku, atau mampir di pahaku. Makin lama duduknya pun semakin dekat. Hingga...
"Saka, mau nonton film nggak? Tante punya film bagus nih."
Wah untunglah. Rumahku tidak mempunyai vcd player. Tante Imas menyalakan TV lalu memasang film. Dan, astaga ternyata dia benar tidak memakai BH dan celana dalam. Aku bisa melihatnya jelas karena dia cukup lama berdiri menyamping, cahaya TV membuat gaun tidurnya menjadi selaput transparan. Bentuk payudara beserta putingnya beserta rambut di pangkal paha. Aku lebih ternganga lagi karena film itu XXX. Kembali Tante Imas duduk di sampingku, malahan lebih dekat lagi. Tangannya mengusap-usap lenganku dengan lembut.

"Filmnya bagus ya?" Bisiknya pelan.
Namun terdengar di telingaku bagaikan rayuan. Aku tak mampu menjawab karena bibir bawahku menahan ekstasi yang kuat. Entah apa yang harus kulakukan kini. Mataku tak lepas dari wanita yang merintih di film itu, yang sudah distel suaranya pelan. Tante Imas menggenggam pergelangan tanganku. Dan, astaga. Dibawanya tanganku ke payudaranya. Didiktenya tangan ini ke daerah yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Begitu pula tangan kiriku. Kini masing-masing telapak tangan itu memegang rata masing-masing pasangannya, payudara. Pandanganku masih ke arah TV. Aku tak berani menatap wajah Tante Imas. . Tak pernah aku impikan hal ini terjadi. Sementara di TV desahan si gadis yang menghadapi dua batang penis makin membuat hot suasana.
"Saka, hadap sini dong," ujarnya manja.
Kuhadapkan wajahku. Kulihat tatapan pengharapan di sana. Wajah Tante Imas cukup cantik, dengan kulit putih dan senyuman manis yang menghiasinya. Aku masih memegang payudara itu, hanya memegang dengan daster yang melapisinya. Ah, tak terasa daster itu. Hanya payudara besar ini fokus pikiranku. Tanganku masih canggung, sementara ada sesuatu yang mulai menggeliat di bawah sana.

Tiba-tiba dia menghentikanku, dengan cara yang sempurna. Tangannya merengkuhku dalam pelukan, sementara bibirnya mencium lembut. Payudaranya menghimpit dadaku. Membuat dadaku berdetak hingga aku merasa bisa mendengarnya. Ciumannya nikmat. Beda sekali sekali dengan apa yang ada di TV. Seakan ingin mengaliri dengan hangat jiwanya. Kami berciuman lama sekali, tak terasa tanganku ikut mendekapnya makin erat. Kulepaskan dekapanku untuk mulai mengontrol diri kembali. Berakhirlah sesi ciuman itu.

"Kenapa Saka? Kamu marah ya?" tanyanya pelan.
Tapi sialan, suara-suara di TV itu kembali mengacaukanku. Melumpuhkanku lagi dalam birahi.
"Maafin Tante ya? Tante..." Wajah itu mengeluarkan prana iba untuk dikasihi.
Dia kembali menciumku, cukup hangat. Namun tak sehangat tadi kurasa. Akupun tak mengharap ciuman kasih sayang, karena dariku juga tinggal nafsu. Ciuman-ciuman itu pindah ke leher dan telinga. Ah, tak pernah kubayangkan bahwa daerah ini lebih membuatku bergidik. Akupun menirunya. Kami saling menciumi leher, bahkan Tante Imas sempat mencium keras.
"Aduh, Tante..."
Dia lalu tersenyum dan berdiri. Perlahan dia melepas daster itu, mulai dari tangannya. Satu demi satu tangan daster itu terlepas. Daster melorot, tertahan sebentar di bulatan payudaranya yang besar. Dia menarik ke bawah lagi daster itu. Terlihat payudara, tanpa BH. Putih, bulat, besar, dengan puting susu berwarna merah muda. Mulutku menganga kagum seakan ingin memakannya. Aku menelan ludah.

Diturunkannya lagi. Aku menikmati satu persatu sajian pemandangan itu. Perutnya putih dengan pinggang yang ramping. Pusarnya menjadi penghias di sana. Daster itu tertahan di pinggangnya. Oh, pantatnya menahan. Aku semakin berdebar, ingin mempercepat proses itu, aku ingin segera melihat kemaluannya. Diturunkan lagi, dan ah... vagina itu muncul juga. Dihiasi rambut berbentuk segitiga yang tak begitu lebat. Bibir vaginanya merah segar, sedikit basah. Untuk pertama kalinya aku melihat wanita bugil. Dengan senyumnya, bangga membuatku tergakum-kagum.

"Sekarang, kamu juga buka ya?" perintahnya manja.
Aku membuka tshirtku. Tante Imas membuka celanaku, Lepas jinsku, tapi Tante Imas tak segera membukanya. Dia jongkok lalu menjilati penisku dari luar celana dalam. Tampak noda basah sperma yang makin ditambah oleh air ludah. Penis itu makin membesar dalam celana dalam, rasanya tak enak kerena tertahan. Segera kubuka dan ...hup keluarlah batang kemaluan diikuti dua bolanya. Tante Imas mengecupnya, si penis tampak membesar. Semakin tegaknya penis diikuti dengan jilatan-jilatan lidah. Uff, enak sekali.

Kini gantian tangannya yang bekerja. Pertama dirabanya semua bagian penis, lalu mulai mengocoknya. Setelah kira-kira telah utuh bentuknya, tegak dan besar, dimasukkannya ke dalam mulut. Tante Imas memandang ke atas, wajahnya berseri-seri .
"Teruskan Tante."
Lidah Tante Imas menjilat-jilat, kadang menggelitik penisku. Lalu mulai memaju mundurkan mulutnya, seakan sebuah vagina menyetubuhi penis. Ini hebat sekali. Sekitar 15 menit permainan itu berlangsung, hingga...
"Tante, saya mau ke-luar..." kataku terengah-engah.
Tante Imas malah mempercepat kocokan mulutnya. Aku ikut memegang kepalanya. Dan keluarlah ia. Aku merasa ada 5 semprotan kencang. Tante Imas tidak melepasnya, ia menelannya. Bahkan terus mengocok hingga habis spermanya. Lega rasanya tapi lemas badanku. Tante Imas berdiri, kemudian kami berciuman lagi. A

"Sekarang gantian ya..."
Kini aku menghadapi payudara siap saji. Pertama kuraba-raba dengan kedua tanganku. Remasan itu kubuat berirama. Lalu aku mulai berkonsentrasi pada puting susu. Kutarik-tarik hingga payudaranya terbawa dan kulepaskan. Hmm, bagaimana rasanya ya? Aku mulai menjilatinya. Enak. Jilatanku pada satu payudara sementara tangan yang lain meremas satunya. Ketika kuhisap-hisap putingnya, terasa makin mancung, mengeras, dan tebal puting itu. Kulakukan pula pada payudara satunya. Oh, ternyata jika wanita terangsang, yang ereksi adalah puting susunya. Kira-kira 5 menit aku melakukannya dengan nikmat.

Kemudian jilatanku turun, hingga vaginanya. Kucoba dengan jilatan-jilatan. Kusibakkan lagi rambut kemaluannya agar jilatan lebih sempurna. Ada seperti daging kecil yang menyembul. Yang kutahu, itu adalah klitoris. Kuhisap seperti menghisap puting susu, eh Tante Imas merintih.
"Hmm, Saka, jangan dihisap. Geli. Tante nggak kuat."
Dan Tente Imas benar-benar lunglai. Tubuhnya rebah ke sofa. Dia terlentang dengan paha mengangkang memperlihatkan vagina terbuka dan payudara yang berputing tegak. Aku lanjutkan lagi kegiatan ini. Makin lama kemaluannya makin basah. Jilatan dan hisapanku makin bersemangat, sementara di sana Tante meremas-remas payudaranya sendiri menahan ektasi.

Tiba-tiba pahanya mendekap kepalaku dan ..serr seperti ada aliran lendir dari vaginanya. Otot liang itu berkontraksi. Inikah orgasme, hebat sekali, dan aku melihatnya dari dekat. Tak kusia-siakan lendir yang mengalir, kuhisap dan kutelan. Rasanya lebih enak dari sperma. Tubuh Tante Imas yang bergoyang-goyang akhirnya tenang kembali. Jepitan pahanya mulai melemah namun penisku mulai ereksi lagi. Kucium mesra vaginanya seperti aku mencium bibirnya. Tante Iya tersenyum. Bibirnya berkata "Terima kasih," namun tak mengeluarkan suara.

Gambar di film itu merangsang kami. Wanita berpayudara besar terlentang diatas meja kantor. Diatasnya laki-laki dengan penis panjang dan besar menyetubuhi payudaranya. Tangan si wanita menekan payudaranya sendiri agar merapat, dan penis itu melewati celahnya. Kupikir pasti asyik sekali. Aku menjilati dulu payudara Tante Imas, agar basah dan lengket. Tak lupa dengan hisapan-hisapan di putingnya. Setelah merasa cukup, aku duduk di muka payudara itu. Tante Imas merapatkan celah payudaranya. Dia tersenyum senang. Aku mulai dengan pelan memasuki celah payudara, seakan itu adalah liang vagina. Uff, sensasinya luar biasa. Aku mulai memaju mundurkan penis dengan irama. Ujung penisku terlihat saat aku maju. Kalau klimaks, pasti spermanya sampai ke wajah Tante. Tanganku ikut memegang payudara untuk menguatkan hujaman penis. Kadang aku menarik-narik puting susu. Aku mencium bibirnya, mengangkat paha di lehernya, kemudian menyerahkan lagi penisku. Dihisap dan jilat lagi, seperti tak puas saja. Posisiku duduk tak enak. Aku tak bisa duduk karena akan menekan lehernya, tangankupun tak bisa memaju mundurkan kepalanya. Oh, ada sandaran tangan. Empuk lagi. Apalagi kalau bukan payudara. Sambil aku meremas-remasnya, penis seperti diremas-remas juga.

Tante Imas mengeluarkan kemaluanku sebentar, mengajak posisi 69. Hm, kupikir boleh juga. Maka aku berganti posisi lagi. Tubuhku menghadap Tante Imas, tapi saling berlawanan. Penisku di mulutnya, vaginanya di mulutku. Sampai beberapa saat kami melakukan itu. Aku tak tahu apakah Tante mendapat orgasme lagi, tapi dia sempat diam mengulum penisku, pahanya menekan rapat kepalaku, tapi tak ada cairan yang keluar.
"Saka, berhenti dulu deh." serunya.
Padahal aku sedang asyik dengan posisi ini. Tante Imas berdiri menuju ke dapur. Rupanya dia minum air dingin. Tante Imas datang. Membawa dua gelas air es dan menyodorkan dua tablet yang kuduga obat kuat. Kami meminumnya satu-satu. Tante memperhatikanku lalu melihat film itu.
"Kita bercumbu beneran, yuk," ajaknya.
"Di bathtub yuk."

Dia memegang kemaluanku seperti memegang tanganku, untuk mengajak dengan menggandeng penis itu. Kami ke kamar mandinya. Bathtub-nya cukup besar, Kami mulai lagi. Di bawah shower itu berpelukan sambil meraba dan menyabuni. Nikmat sekali menyabuni payudaranya, senikmat disabuni penisku. Tak ada yang terlewatkan, termasuk vagina dan anus. Ketika air mulai penuh, kami berendam. Airnya tak diberi busa. Nyaman sekali. Lalu kami mulai saling merangsang, meninggikan tensi kembali. Tante Imas mengocok penisku dalam air, sementara aku meraba-raba vaginanya.

Tak berapa lama dia duduk di pinggiran bathtub. Kelihatannya dia ingin vaginanya dijilat. Aku merangkak menjilatinya. Cairannya mulai keluar lagi.
"Pakai tangan juga dong," pintanya lanjut.
Aku menuruti saja. Kukocok dengan telunjuk kananku. Kucoba telunjuk dan jari tengah, semakin asyik. Tangan kiriku mengusap klitorisnya. Tante memejamkan matanya menahan nikmatnya. Sebelum berlanjut lebih jauh, Tante menghentikan. Membalik badannya menjadi menungging dan membuka pantatnya. Ternyata dari tadi aku belum mengeksplorasi daerah anus. Akupun mencobanya. Kujilat anusnya, reaksi Tante mendukung. Kujilat-jilat lagi, dari anus hingga vagina. Lalu kocoba masukkan dua jariku lagi ke vaginanya dan mengocoknya. Lidahku menjilat-jilat lagi. Daerah pantat yang menggembung berdaging kenyal seperti payudara. Akupun suka. Tante Imas menunjukkan reaksi seperti akan orgasme lagi. Desahannya mulai keras.

"Saka, Tante mau keluar lagi nih. Cepat! Pakai penismu. Ayo masukin penismu. Cumbu Tante, Saka," jeritnya tertahan putus-putus.
Astaga, dirty talk sekali. Membuat aku makin terangsang. Aku siapkan penisku, walau agak bingung karena tak ada pengalaman. Tante Imas mengocok vaginanya sendiri sambil menungguku memasukkan penis. Penis sudah kuarahkan ke vagina.
"Tante, nggak bisa masuk, nih," tanyaku bingung.
"Tekan saja yang kuat. Tapi pelan-pelan."
Aku ikuti sarannya, tetap saja susah. Dasar pemula. Jadinya penisku hanya merangsang mulut vagina saja, mengggosok klitoris, tapi itu malah membuat Tante makin terangsang.
"Ayo masukkan, Tante sudah hampir keluar,"

Dengan tenaga penuh aku coba lagi. Dan, berhasil. Kepala penisku bisa masuk walau sempit sekali. Tante Imas bergoyang untuk merasakan gesekan karena klimaksnya semakin dekat. Ketika aku coba masukkan lebih dalam lanjut pantat Tante bergoyang hebat. Otot vaginanya seperti meremas-remas. Penisku yang walau baru kepalanya saja menikmati remasan vagina ini. Dan Tantepun orgasme. Setelah itu dia jatuh dan berbaring dalam bathtub. Aku sudah melepaskan penisku.
"Tante, maafin saya ya," kataku agak menyesal.
Aku belum memasukkan seluruh penisku dalam vaginanya saat dia orgasme.
"Nggak apa-apa. Kepala penisnya sudah nikmat, koq. Ayo kita coba lagi. Sekarang penis kamu mau dikulum, nggak?" Tak usah bertanya. Ganti aku yang duduk di tepi bathtub".

Tante merangkak dan mengulum penisku. Ah, pose seperti ini membuat aku nyaman, seakan aku yang punya kuasa. Di ujung tubuh yang merangkak itu ada pantat. Wah, empuknya seperti payudara. Akupun menjamah dan meremas-remasnya. Kadang aku membandingkan dengan satu tangan tetap meremas pantat, tangan yang lain meremas payudara. Kenikmatan ganda. Kelihatannya Tante juga menikmati sekali.

Ombak berdebur kecil di bathtub itu. Kurasakan penisku mulai megeluarkan tanda akan klimaks. Tumben cukup lama sekali aku bertahan. Mungkin karena obat yang diberikan Tante. Kuhentikan gerakan Tante, kuanggukkan kepalaku ke wajahnya yang masih mengulum penisku. Tante berdiri, aku mengikutinya. Tante membuka vaginanya, aku mengarahkan penisku. Kugosok-gosokkan ke vaginanya. Kutemukan klitosinya. Seperti puting susu, kumasukkan klitoris itu ke dalam lubang penisku. Rangsangannya kuat, sampai-sampai Tante mau jatuh lagi seperti ketika klitorisnya kuhisap kuat-kuat. Ok, sekarang aku mulai memasukkan penisku. Tante Imas menggenggam penisku, mengarahkan agar bisa masuk. Aku seperti orang bodoh yang harus diajari untuk melakukan gerakan yang kupikir semua laki-laki juga bisa. Ternyata tidak mudah. Dengan susah payah akhirnya kepala penisku masuk.

Seperti tadi, kucoba goyang maju mundur untuk membuatnya siap melanjutkan misinya. Suasana begitu sepi, mungkin sudah malam. Tapi hujan masih menetes satu-satu. Sunyi. Saat itu, tiba-tiba ada ketukan di pintu rumah. Tok...tok...tok... Dan kami diam seperti hendak dipotret saja,
"Imas...Imas, ini aku. bukain pintu dong...", teriak seorang laki-laki.
Kami bagai tersambar geledek, mematung dalam badai. Hujan tadi berlanjut menjadi badai akibat suara itu.
"Mas Iwan...", bisik Tante Imas pelan. Penisku langsung lemas, keluar begitu saja dari vagina yang telah susah payah berusaha dijebolnya.
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Aku akan berpura-pura..."
"Kalau aku?"
"Sembunyi saja." "Dimana?" Kata-kata kami meluncur cepat nyaris tak bersuara. Kami berusaha berfikir. Agak sulit, karena sedari tadi hanya menggunakan nafsu.
"Imas, kamu tidur ya? Bukain dong," suara Om Iwan seakan detik-detik bom waktu yang siap meledak. Wajah Tante Imas sedikit cerah.
"Aku ada akal..."
"Gimana?" tanyaku tak sabar.
"Kamu di sini saja dulu. Jangan keluar sebelum kupanggil."

Tante Imas merendam lagi dirinya dalam bathtub, kemudian keluar. Aku menutup pintu kamar mandi, tidak terlalu rapat agar bisa melihat keadaan. Kulihat Tante Imas membawa pakaianku dan menengelamkannya dalam tumpukan jemurannya. Mengelap lagi sofa dengan dasternya, melemparkan daster itu ke tumpukan jemuran. Kemudian membuka pintu. Apa yang dilakukannya? Dia sudah gila? Aku bisa mati jika suaminya tahu kami telah berbuat. Belum sih, tapi hanpir menyetubuhi istrinya. Lalu? {Adakah mantra untuk menghilang? Aku takut menghadapi kenyataan Saat ini Di tempat ini Dalam keadaan ini Dengan apa yang telah kulakukan}


TAMAT



       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Bersama dengan kakak angkat tersayang
Apr 29th 2013, 07:12

Aku Amran, aku berumur 24 tahun dan aku berasal dari utara semenanjung. Cerita yang aku ingin paparkan disini ialah kejadian benar yang telah berlaku keatas diri aku yang menjerumuskan aku kekancah seks dan kenikmatan dunia yang tidak terhingga enaknya.

Dalam keluarga aku,aku hanya mempunyai 2 beradik , dan aku mempunyai seorang kakak yang lebih tua dari aku 5 tahun. Namanya hasliza dan aku panggilnya kak ija. Ibu dan ayahku telah lama tiada kerana mengidap penyakit kencing manis dan darah tinggi. Tinggallah aku berdua bersama kak ija di rumah peninggalan arwah kedua ibubapaku. Kami hidup sederhana sahaja, kak ija bertugas sebagai Jururawat di Hospital Swasta dan belum berkahwin manakala aku hanyalah seorang pekerja pembantu am rendah lantaran kelulusan SPM ku yang tidak seberapa bagus. tapi kami cukup gembira dan tidak merungut dengan kerjaya kami.

Bercerita mengenai fizikal kak ija, aku boleh gambarkan dirinya seorang yang bertubuh tegap dan sederhana tinggi dan mempunyai dada yang bidang dan disitulah membukit 2 buah gunung yang kukira cukup besar. dia juga mempunyai pinggul yang sungguh tonggek dan besar. rambutnya sederhana panjang ke paras bahu dan ikal bentuknya. dan beliau juga berkulit kuning langsat dan sedikit sepet matanya mengikut arwah ayah yang ada mix cina.Ramai lelaki mengidamkan tubuhnya yang ranum dan menyelerakan itu. Tapi yang peliknya kak ija tidak melayan semua itu dan beliau juga tidak mempunyai teman lelaki. dan aku tidak pernah bertanyakan mengenai hal itu..dan mengenai taste fashionnya, dia suka bertudung dan berpakaian jeans ketat serta t shirt yang melekap di badan..

Satu hari petang , cuaca cukup tidak baik..hujan yang berterusan selama berjam-jam membuat aku mati kutu untuk berjalan diluar bersama rakan-rakan. plan asal aku untuk ke pekan terpaksa dibatalkan. Kak ija juga tidak muncul dari biliknya. Mungkin buat hal dia lah tu " getus hati aku..

aku pun terus melangu kebosanan tak tau nak buat apa…buat ini tak kena..buat itu tak kena….tiba-tiba dengan tak semena-mena, GGRRRUUMMMMMMMMMM..kedengaran bunyi petir dan guruh sabung menyabung.sejurus selepas itu kedengaran seperti orang menjerit dari bilik.Arrrrrkkk! Amran..tolong, akak"..aku terus bergegas ke bilik kak ija dan mendapati dia sedang terbaring kerana terkejut dengan bunyi guruh tadi.."akak tak apa-apa" aku bertanya…"kuat betul bunyi guruh tu..terkejut akak…amran temankan akak jelah dalam bilik ni yer…takut pulak akak sorang2 ni..aku mengiyakan saja tanda tak kisah..rupanya kak ija tengah sedap tidur tadi..urm…dia pun menyambung kembali tidurnya setelah diganggu oleh guruh tadi…aku pon duduk di kerusi solek..takkan aku nak tidor sebelah dia plak…gila apa..

Tetapi bau harum yang hangat dari bilik itu membuatkan aku serba tak kena. dengan cuaca yang suram dan hujan, aku dapat rasakan tiba tiba nafsu syahwatku bergelojak dalam diri…"takkan aku nak rogol kak aku sendiri..itu salah"getus hati aku..makin lama makin tak boleh ditahan-tahan..aku membuat keputusan untuk merapatkan diri ke katil kak ija. Misi harus dibuat segera walaupun ia bermakna aku akan merosakkan masa depan kak ija..ditambah dengan kak ija yang berpakain baju kelawar berwarna merah membuatkan aku hilang kawalan..

Perlahan2 aku mengesot ke katil dan aku duduk disebelahnya..dengan tangan yang menggeletar…aku beranikan diri menyentuh bahunya..aku urut lembut dan kulihat tiada respon dari kak ija. aku beranikan diri untuk memegang lembut bahagian dadanya..tiba 2 kak ija tersentak dan terkejut dengan tindakan aku." am, apa yang am buat ni? am jangan apa2kan akak..am nak rogol akak yer..aku mula ketakutan…aku mula memikirkan tindakan aku tadi..melihat aku mula ketakutan, kak ija mula mengendurkan kemarahannya.."kenapa ni Am? Am nak buat apa dengan akak, ha..akak ni akak kandung Am..sampai hati am buat akak camni. " "
"Akak, am bukannya apa, am dah tak tahan tengok kecantikan tubuh akak, body akak lentik, punggung besar, dada pulak membukit kencang..am jadi tak keruan, " aku mula berterus terang..

Melihat pengakuan ku itu, kak ija tersenyum .." napa am tak pernah cakap kat akak yang am idamkan tubuh akak..kalau am berterus terang, kan senang..tak payah nak curi-curi pegang. " berderau aku mendengar kata-kata kak ija.. "Jadi akak kasi lah am meneroka tubuh akak?" aku bertanya inginkan kepastian."Untuk adik akak, akak sanggup buat apa saja"..aku menjerit kegembiraan dalam hati..yes yes…"Nak akak bukak baju ni ke atau am yang sendiri bukakkan" aku mengangguk dan menyatakan kak ija yang perlu membuka bajunya..Kak ija menyuruh aku berbaring di atas katil sementara dia bangun dan mula membuat aksi membuka baju kelawarnya secara perlahan-lahan. sedikit demi sedikti tersingkap tubuh badannya yang bercoli hitam dan….argghhhh..dia memakai G string berwarna hitam…adikku dibawah ni mula menegang keras yang tak dapat ditahan-tahan lagi. " am suka g string akak ni?" Aku mengangguk laju-laju macam orang bodoh. dia mula menonggeng membelakangi aku dan menarik tali gstring yang nipis itu dan dilepaskannya perlahan…"Am tak nak cium bontot akak ni? " aku yang sudah tidak sabar terus saja meluru ke arah punggungya yang besar dan aku cium semahu-mahunya."perlahan sikit dik, tak lari gunung dikejar.." aku malu sendiri..

Aku pun mula menerokai pungung akak ku dan ku jilat secara rakus.basah punggung kak ija dengan air liur aku yang bersemburan.."bawak akak ke katil itu sayang" kak ija meminta. dengan sepenuh kudrat aku membawanya ke katil..perlahan2 aku turunkannya..Kak ija terus membuka g string dan dibukanya sedikit demi sedikit sehingga aku tidak keruan. " Jilat adiiku sayang.Jilat lah semahunya."..Aku yang tidak sabar terus saja memegang pussynya yang tidak berbulu dan tembam itu menggunakan jari telunjuk dan jari hantu, kak ija mendengus kesedapan dan meminta ku menjilatnya. aku sengaja melambat2kan permintaanya supaya dia berasa geram..Dia menarik rambut dikepalaku dan aku tersembam dipussynya yang sudah berair itu..,,aku mula menjilat secara laju dan perlahan berselang-seli."Uh Ah Uh uhgrhhhhh..sedapnya..fuck me amran, fuck me.."Kak ija mula hilang arah..aku juga yang hilang akal terus saja melajukan proses jilatan aku diselang seli dengan tangan ke arah klitorisnya. ..laju dan perlahan berselang seli sehingga kami melupakan terus ikatan adik beradik dalam persetubuhan ini.

Aku mula megang buah dadanya yang besar dan tegang itu. aku urut perlahan-lahan dan aku menanggalkan tali branya yang hitam itu sedikit demi sedikit. kak ija yang sudah kuyu matanya tidak mempedulikan tindakan aku itu. " ramas tetek akak ni am..ramas sekuat2nya…gigit am..gigittttt " aku yang geram terus saja mencium putingnya yang berwarna coklat gelap dengan pantas dan tangan kiriku meramas buah dada yang satu lagi. aku gentel, aku pusing, aku ramas secara berselang seli. aku kerjakan buah dadanya sehingga aku berasa nikmat yang teramat sangat..

setelah puas meneroka bukit kak ija, kak ija ingin merasai keenakan buah zakarku. dia meminta aku berbaring dan mengangkangkan kakiku supaya mudah dia melakukan kerjanya itu..kak ija memegang sdikit demi sedikit zakarku yang sederhana besar itu. dan kemudian setelah dikocoh berkali - kali, dia memasukkan nnya ke dalam mulut dan mula menelan sedikit demi sedikit..diulangnya proses telan dan luah berkali-kali sehingga ku berasa pening dek kenikmatan yang tak pernah aku rasakan. " Am nak lawan akak yer…kita tengok berapa lama am boleh tahan dengan lancapan akak ni" Wah cam pertandingan pulak. kak ija mula mengocoh zakarku dengan lembut dan bertukar kepada laju. Aku terpaksa bertahan dari "serangan" kak ija yang bertubi-tubi itu. " wah boleh tahan yer adik akak ni..cam dah biasa buat jer?" aku tersipu-sipu malu dengan sindirannya itu..' oklah , kita tukar posisi ye sayang…"

Kak ija berbaring dan dia pun mengangkang kakinya seluas mungkin. " Am, fuck me am, fuck me harder…" aku pun bergerak ke arah atas badannya dan memegang zakarku untuk ditujukan ke pussy kak ija yang telah bersedia menerima tujahan dari aku..aku memasukannya perlahan-lahan dan terus menekan ke dalam..ku tarik dan memasukannya sekali lagi perlahan-lahan dan terus menujah ke pussy kak ija yang ketat itu..setelah itu aku tidak menunggu lagi setelah pussynya terbuka lantas aku menujahnya secara perlahan2 dan diselang seli dengan tujahan yang keras dan dalam. Kak ija sudah mengerang kesedapan ..Plap, plap, plap, plap" bunyi air maziku bertemu dengan air mazi kak ija..Aku memegang pinggangnya yang ramping itu dan ku tolak ke atas badanku untuk dia merasakan kedalaman zakarku..dia hanya mengerang "ARGHHH, ARghhhh…sahaja dengan matanya yang kuyu..

Aku meminta kak ija menonggeng selentik mungkin dan ku ingin menujah pussynya dari belakang, Bontotnya yang pejal dan besar itu aku tampar beberapa kali secara lembut untuk aku memulakan proses kesedapan..setelah itu aku tidak menunggu lagi dan terus aku membelasah bontotnya dengan tujahan yang keras dan mantap sehingga kak ija tidak mampu berkata-kata melainkan mengerang dan mendesah…" rogol akak am, rogol akak am…"itulah ayat2 yang diulang2nya sehingga membuat aku ingin klimaks…aku dengan pantas menyuruh kak ija untuk menyedut air maniku yang bakal keluar tidak lama lagi..setelah menujah beberapa kali untuk kali terakhir, air mani yang panas dan hangat itu pun ku talakan ke mukanya dan buah dadanya. laju dan pantas pancutannya..

kemudian aku mencium bibir kak ija dan mencium dahinya seraya mengucapkan terima kasih diatas kesudianyya untuk disetubuhi. kak ija hanya tersenyum dan berkata" lain kali kita boleh buat lagi, nanti akak akan prepare untuk "peperangan" kita yang seterusnya"..Aku tersenyum dan berasa sungguh gembira..

aku dan kak ija terbaring kepenatan di katil. Aku tidak sangka kami akan melakukan hubungan seks sedangkan kami adalah adik beradik yang tak sepatutnya melakukan perkara taboo seperti ini.

kak ija melangkah ke bilik air dengan berbogel seraya memberikan aku senyuman yang paling manis. "Harap2 lepas ni dapat lagi" kata-kataku sambil memeluk bantal…


       Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Tidak ada komentar:

Posting Komentar