Selasa, 09 April 2013

Your Daily digest for Cerita Seks Bokep Dewasa

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Cerita Seks Bokep Dewasa
Cerita Sex - Petualangan Villa Cinta
Apr 9th 2013, 13:14


Pagi-pagi benar handphone-ku sudah bunyi. Aku sedikit kesal dan malas bangun dari tempat tidurku. Tapi bunyinya itu tidak kurang keras, aku malah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya aku paksakan juga berdiri dan lihat siapa yang call aku pagi-pagi begini. Eh, tidak tahunya temanku Vivie. Aku sedikit ketus juga menjawabnya, tapi langsung berubah waktu aku tahu maksudnya. Si Vivi mengajakku ikut bareng cowoknya ke vilanya tidak terlalu jauh dari tempatku. Aku sih setuju sekali sama ajakan itu, terus aku tanya, apa aku boleh ajak cowokku. Si Vivi malah tertawa, katanya ya jelas dong, memang harusnya begitu. Rencananya kami bakal pergi besok sore dan kumpul dulu di rumahku.
Singkat cerita kami berempat sudah ngumpul di rumahku. Kami memang sudah saling kenal, bahkan cukup akrab. Alf, cowoknya Vivie teman baik Ricky cowokku. Oh ya, aku belum mengenali aku sendiri ya, namaku Selvie, umurku sekarang 17 tahun, sama-sama Si Vivie, Ricky cowokku sekarang 19 tahun, setahun lebih tua dari Alf cowoknya Vivie. Oke, lanjut ke cerita.
Kami berempat langsung cabut ke villanya Vivie. Sekitar setengah jam kami baru sampai. Aku sama Vivie langsung beres-beres, menyimpani barang-barang dan menyiapkan kamar. Ricky sama Si Alflagi main bola di halaman villa. Mereka memang pecandu bola, dan kayaknya tidak bakalan hidup kalau sehari saja tidak menendang bola.
Villa itu punya tiga kamar, tapi yang satu dipakai untuk menyimpani barang-barang. Mulanya aku atur biar aku sama Vivie sekamar, Ricky sama Alf di kamar lain. Tapi waktu aku beres beres, Vivie masuk dan ngomong kalau dia mau sekamar sama Si Alf. Aku kaget juga, nekad juga ini anak. Tapi aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa tidur bareng Si Ricky kalau tidak di sini. Ya tidak perlu sampai gitu-gituan sih, tapi kan asik juga kalau bisa tidur bareng dia, mumpung jauh dari bokap dan nyokap-ku. Hehehe, mulai deh omes-ku keluar. Oke, akhirnya aku setuju, satu kamar buat Alf dan Vivie, satu kamar lagi buat Ricky sama aku.
Sore-sore kami makan bareng, terus menjelang malam, kami bakar jagung di halaman. Asik juga malam-malam bakar jagung ditemani cowokku lagi. Wah, benar-benar suasananya mendukung. Hehehe, aku mulai mikir yang macam-macam, tapi malu kan kalau ketahuan sama Si Ricky. Makanya aku tetap diam pura-pura biasa saja. Tapi Si Vivie kayaknya memperhatikan aku, dan dia nyengir ke aku, terus gilanya lagi, dia ngomong gini, "Wah... sepertinya suasana gini tidak bakalan ada di Bandung. Tidak enak kalau dilewatin gitu saja ya." Aku sudah melotot ke arah dia, tapi dia malah nyengir-nyengir saja, malah dia tambahin lagi omongannya yang gila benar itu, "Alf, kayaknya di sini terlalu ramai, kita jalan-jalan yuk!" Aku sudah tidak tahu harus apa, eh Si Alf juga samanya, dia setuju sama ajakan Si Vivie, dan sebelum pergi di ngomong sama Ricky, "Nah, sekarang elu harus belajar bagaimana caranya nahan diri kalau elu Cuma berdua sama cewek cakep kayak Si Selvie." Aku cuma diam, malu juga dong disepet-sepet kayak gitu.
Aku lihati Si Alf sama Si Vivie, bukannya jalan-jalan malahan masuk ke villa. Aku jadi tidak tahu harus ngapain, aku cuma diam, semoga saja Ricky punya bahan omongan yang bisa diomongin. Eh, bukannya ngomong, dia malah diam juga, aku jadi benar-benar bingung. Apa aku harus tetap begini atau nyari-nyari bahan omongan. Akhirnya aku tidak tahan, baru saja aku mau ngomong, eh... Si Ricky mulai buka mulut, "Eh... kamu tidak dingin?" Duer... Aku kaget benar, tidak jadi deh aku mau ngomong, sebenernya aku memang mau ngomong kalau di sini itu dingin dan aku mau ajak dia ke dalam. Tapi tidak jadi, aku tidak sadar malah aku geleng-geleng kepala. Ricky ngomong lagi, "Kalau tidak dingin, mau dong kamu temenin aku di sini, lihat bulan dan bintang, dan... bintang jatuh itu lihat...!" Ricky tiba-tiba teriak sambil menunjuk ke langit. Aku kontan berdiri kaget sekali, bukan sama bintang jatuhnya, tapi sama teriakan Si Ricky, aduh... malu benar jadinya. Ricky ikutan berdiri, dia rangkul aku dari belakang, "Sorry, aku tidak punya maksud ngagetin kamu. Cuma aku seneng saja bisa lihat bintang jatuh bareng kamu."Aku cuma bisa diam, tidak biasanya Ricky segini warm-nya sama aku. Dia malah tidak pernah peluk aku seerat ini biasanya. Aku tengok arlojiku, jam 11.00 malam. Kuajak Ricky ke dalam, sudah malam sekali. Dia setuju sekali, begitu masuk ke villa kami disambut sama bunyi pecah dari lantai atas. Kontan saja kami lari ke atas melihat ada apa di atas. Ricky sampai duluan ke lantai atas, dan di nyengir, terus dia ajak aku turun lagi, tapi aku masih penasaran, memang ada apa di atas. Waktu aku mau ketuk pintu kamar Vivie, tiba-tiba ada teriakan lembut, "Aw... ah...pelan-pelan donk!" Gila aku kaget setengah mati, tapi tanganku sudah keburu ngetuk pintu. Terus kedengaran bunyi gedubrak-gedubrak di dalam. Pintu dibuka sedikit, Alf nongol sambil nyengir, "Sorry, ngeganggu kalian ya? tidak ada apa-apa kok kami cuma..."Aku dorong pintunya sedikit, dan aku lihat Si Vivie lagi sibuk nutupi badannya pakai selimut. Dia nyengir, tapi mukanya merah benar, malu kali ya. Aku langsung nyengir, "Ya sudah, lanjutin saja, kami tidak keganggu kok."
Terus aku ajak Ricky ke bawah. Ricky nyengir, "Siapa coba yang tidak bisa nahan diri, hehehe." Tiba-tiba ada sandal melayang ke arah Ricky, tapi dia langsung ngelak sambil nyengir, terus buru-buru lari ke bawah. Aku ikut-ikutan lari sambil ketawa-ketiwi, dan kami berdua duduk di sofa sambil mendengarkan lagu di radio. Tidak lama kedengaran lagi suara-suara dari atas. Aku tidak tahan dan langsung nunduk menahan ketawa. Gila, bisa-bisanya mereka berdua meneruskan juga olah raga malamnya, padahal sudah jelas-jelas kepergok sama kami berdua. Eh, di luar dugaan aku, Ricky bediri dan mengajakku slow-dance, kebetulan lagu di radio itu lagu saat Ricky ngajak aku jadian. Aku jadi ingat bagaimana deg-degannya waktu Ricky ngomong, dan bagaimana aku akhirnya menerima dia setelah tiga bulan dia terus nunggui aku. Ricky memang baik, dan dia benar-benar setia menungguiku.
Selesai dance, Ricky tanya lagi, "Eh kalau mereka berdua ketiduran, aku tidur dimana? Memang tidur sama barang-barang?" aku malu sekali, bagaimana ngomongnya. Tapi akhirnya aku buka mulut, "Kita... kita tidur berdua." Wah lega sekali waktu omongan itu sudah keluar. Tapi aku takut juga, bagaimana ya reaksi Si Ricky. Eh tahunya dia malah nyengir, "Oke deh kalau kamu tidak masalah. Sebenernya aku juga sudah ngantuk sih, aku tidur sekarang ya." Aku jadi salah tingkah, Ricky naik ke lantai atas dan tidak sengaja aku panggil dia, "Eh... tunggu!" Ricky berbalik, dia nyengir, "Oke... oke... ayo naik, tidak bagus anak cewek sendirian malam-malam gini." Aku sedikit canggung juga sih, baru kali ini aku tidur seranjang sama cowok, tapi lama lama hilang juga. Kami berdua tidak ngapa-ngapain, cuma diam tidak bisa tidur. Dari kamar sebelah masih kedengaran suara Vivie yang mendesah dan menjerit, dan sepertinya itu juga yang bikin Ricky terangsang. Dia mulai berani remas-remas jariku. Aku sih tidak nolak, toh dia khan cowokku. Tapi aku kaget sekali, Ricky duduk terus sebelum aku tahu apa yang bakal dia lakukan,bibirku sudah dilumatnya. Aku mau nolak, tapi kayaknya badan malah kepingin. So, aku biarkan dia cium aku, terus aku balas ciumannya yang semakin lama semakin buas. Baru saja aku mulai nikmati bibirnya yang hangat di bibirku, aku merasa ada yang meraba tubuhku, disusul remasan halus di dadaku. Aku tahu itu Ricky, aku tidak menolak. Aku biarkan dia main-main sebentar di sana. Ricky makin berani, dia angkat badanku dan diduduki di pinggir ranjang. Dia cium aku sekali lagi, terus dia mau buka pakaian tidurku. Aku tahan tangannya, ada sedikit penolakan di kepalaku, tapi badanku kayaknya sudah kebelet ingin mencoba, kayak apa sih nge-sex itu. Akhirnya tanganku lemas, aku biarkan Ricky buka pakaianku, dia juga buka baju dan celananya sendiri. Dia cuma menyisakan celana dalam putihnya. Aku lihat penisnya yang membayang di balik celana dalamnya, tapi aku malu melihati lama-lama, so aku ganti lihat badannya yang lumayan jadi. Mungkin karena olahraganya yang benar-benar rajin.
Aku tidak tahu apa aku bisa tahan memuaskan Ricky, soalnya aku tahu sendiri bagaimana staminanya waktu dia main bola. 2x45 menit dia lari, dan dia selalu kuat sampai akhir. Aku tidak terbayang bagaimana aksinya di ranjang, jangan-jangan aku harus menerima kocokannya 2x45 menit. Gila, kalau gitu sih aku bisa pingsan. Waktu aku berhenti memikirkan stamina dia dan aku, aku baru sadar kalau bra-ku sudah dilepasnya. Sekarang dadaku telanjang bulat. Aku malu setengah mati, mana Ricky mulai meremas dadaku lagi, yah pokoknya aku tidak tahu harus bagaimana, aku cuma diam, merem siap menerima apa saja yang bakal dia lakukan. Tiba-tiba remasan itu berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar dadaku, terus berhenti di putingku. Aku melek sebentar, Ricky asik menjilati putingku sambil sesekali mengisap-ngisap. Aku makin malu, mana ini baru pertama kali aku telanjang di depan cowok, apalagi dia bukan adik atau kakakku. Wah benaran malu deh.
Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah Ricky di dadaku, aku mulai berani buka mata sambil melihat bagaimana Ricky menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku tidak sadar mendesah panjang. Rupanya Ricky sudah menelanjangiku bulat-bulat. Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah sekali. Dia masih terus menjilati putting susuku yang sudah mengeras sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku.
Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat pelan-pelan menyentuh vaginaku naik ke klitoris-ku, dan waktu lidahnya itu menyentuh klitoris-ku, aku tidak sadar mendesah lagi, dan tanganku tidak sengaja menyenggol gelas di meja dekat ranjangku. Lalu "Prang..." gelas akhirnya pecah juga. Ricky berhenti, kayaknya dia mau memberesi pecahan kacanya. Tapi entah kenapa, mungkin karena aku sudah larut dalam nafsu, aku malah pegang tangannya terus aku menggeleng, "Barkan saja, nanti aku beresin. Lanjutin... please..."
Sesudah itu aku lihat Ricky nyengir, terus diciumnya bibirku dan dia melanjutkan permainannya di selangkanganku. Ricky benar-benar jago mainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem melek keenakan. Terus di mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti kesetrum tidak tahan, tapi Ricky malah terus-terusan melintir-melintiri "kacang"-ku itu. "Euh... ah... ah... ach... aw..." aku sudah tidak tahu bagaimana aku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua serasa mutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari marathon. Aku benar benar pusing, terus aku memejamkan mataku, ada lonjakan-lonjakan nikmat di badanku mulai dari selangkanganku, ke pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku kendalikan.
Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata, Ricky sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal langsung berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai tangan kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau di-"karoake"-in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia sudah muasin aku, masa aku tolak keinginannya. So aku buka mulutku, aku jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan. Aku mulai berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di ranjang, kedua kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang, terus aku bungkuk sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya lumayan itu pakai tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar tidak jatuh dan mulutku mulai bekerja.
Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada sisa beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik turun sambil aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan kiriku. Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati bagaimana aku meng-"karaoke"-in dia sambil sesekali membuka mulut sambil sedikit berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan, dia berdiridan mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang, dibukanya pahaku agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran. Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dia mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak langsung dia masukan, dia gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang maksa masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi lendir.
Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk. Dia tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek, tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam vaginaku. "Aw... ah..." vaginaku perih bukan main dan aku teriak menahan sakit. Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt... tahan sebentar ya, nanti juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di balik senyum nafsunya aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa... aku tidak apa-apa. Terusin saja... ah...". Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun. Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa nikmat luar biasa setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik penisnya.
Ricky makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi...tidak bakalan lama lagi..." Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambilterus mengocok vagina aku. "Aku juga... ah... oh... sebentar lagi... ah... aw... juga..." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau ngomong kalau aku juga sudah hamper sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri sudah lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat pantatku ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit. Tanganku menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap ditusukdari belakang. Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang, terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky tidak terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku, bikin aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky kembali mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya ke anusku. Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak semuanya bisa masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku seperti mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas dadaku, tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku, dia masukkan jari tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki klitorisku.
Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-gosok, dadaku diremasremas dan putingnya dipelintir-pelintir, terus vaginaku dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar tidak kuat lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga sampai klimaks, dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari penis Ricky. Akhirnya aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat Ricky juga ambruk, dia terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat terus, kupegang badanku, ternyata aku juga basah keringatan. Benar-benar kenikmatan yang luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2 subuh. Leherku kering, tapi waktu aku mau minum, aku ingat gelas di kamarku sudah pecah gara-gara kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak pecahan kaca, terus aku ambil sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok. Aku turun ke bawah, maksudnya sih mau ambil minum di bawah, aku masih telanjang sih, tapi aku cuek saja. Aku pikir si Alf pasti masih tidur soalnya dia pasti capai juga olah raga malam bareng Si Vivie.
Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya Vivie lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus sambil jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu kenapa, tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget setengah mati. Aku lihat Si Alf dengan santainya turun dari tangga langsung menuju kulkas, kayaknya mau minum juga.
Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya. Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku pakai tangan, tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya tanganku pindah lagi ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati.
Alf akhirnya berbalik, "Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar. Jadi... jadi..." "Tidak apa-apa, ini salahku." Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, waktu akhirnya aku juga sadar kalau Alf juga telanjang. Sepertinya dia pikir aku masih di kamar sama Si Ricky, makanya dia cuek saja turun ke bawah. Aku pikir sudah terlambat untuk malu, toh Alf sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan lagi, so malu apa. Cuek saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak apa-apa." Aku mengambil remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku pikir bagus juga aku rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga sepertinya sudah cuek, dia berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku telanjang, dia duduk sambil ikut nonton TV. Gilanya yang aku setel malah VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton saja, peduli amat apa kata Si Alf, yang penting aku bisa istirahat sambil nonton TV.
"Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf. Dia berbalik, "Hebat, Vivie benar-benar hebat." Alf sudah bisa nyengir seperti biasanya. Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan dibikinnya." Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali menengok TV. Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa mikirin apa-apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton film BF. Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka dadaku yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi memang dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari kepunyaan Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati dadaku kalau ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa maluku,dan sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan.
Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus aku mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya mulai remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi begitu tahu kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama makin berani, dan jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku mulai merem-melek sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha Alf berhadap-hadapan. Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya langsung beraksi. Aku sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok penisnya pakai tanganku dan sepertinya Alf juga puas dengan permainanku. Aku mulai terbawa nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa yang dia lakukan, yang jelas enak buatku.
Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar di atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana kalau ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka pintu luar, aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi sibuk nge-sex. Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak. Aku lihat lagi ke sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di sana. Rupanya villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-orang nge-sex. "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil menggendongku. Aku ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf meniduriku di rumput. Dingin juga sisa air hujan yang masih membasahi rumput, punggungku dingin dan basah tapi dadaku lebih basah lagi sama liurnya Si Alf. Udara di luar itu benar-benar dingin, sudah di pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak terbayang bagaimana dinginnya deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu hilang, aku malah makin panas dan nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan lidahnya. Sayup-sayup aku mendengarkan suara cewek dari villa seberang yang sudah tidak karuan dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi mendengarnya, tapi Alf sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti orang kelaparan yang seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat. Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya minta aku meng-"karaokei"-in itu penis yang besarnya lumayan juga. Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei"-in penis Ricky, sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng- "karaoke"-in penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si Alf. Makanya tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok itu penis. Aku tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku hisap itu penis kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus kujilati mulai dari kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak ketinggalan.
Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia buka mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga, kukocok batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya sambil kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia sudah tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-cepat melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau selesai cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke"-in penisnya lagi.
Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati bibir vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku sudah dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu. Sepertinya habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari bibirnya, klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam, sampai anusku juga tidak ketinggalan dia jilati.
Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main, soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng- "karaoke"-in cowok, tapi bukan cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi meng-"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila juga itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Alf benar-benar ahli, tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat bintang di langit jadi tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam setrum dari selangkanganku yang terus-terusan bikin aku gila. "Ah... ah... Alf...Ah... berhenti dulu Alf... Ah... Ah... Shhh..." aku tidak tahan sama puncak nafsuku sendiri. Tapi Alf malah terus-terusan melintir-melintir klitorisku. Aku benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-kejang seperti orang ayan, tapi sudahnya benar-benar enak sekali, beberapa menit lewat, semua badanku masih lemas, tapi aku tahu ini belum selesai.
Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk dan mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama lagi, langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa sakit tapi tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf tidak menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan tangannya tidak diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum karena aku menungging. Diremasnya sambil dipelintir pelintir putingnya. Aku tidak tahan digituin, apalagi badanku masih lemas, tanganku lemas sekali, untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf menyodokkan penisnya saja sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi Alf masih terus mengocokku, dari belakang.
"Ah... euh... ah... aw..." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi aku tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk seperti gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku dari depan. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf menyodokkan penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek, klitorisku juga tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-melek keenakan.
Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus dia mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam saja, tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah, pokoknya aku ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin langsung dikocok. Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi, kakiku dua-duanya terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku terbuka lebih lebar dan Alf makin leluasa mengocok ngocokkan penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan aku bahkan sudah tidak bisa lagi berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi tidak ada suara yang keluar. "Aku mau keluar, aku mau keluar..." Alf membisikkan sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku. "Jangan di... jangan di dalam. Ah... ah... oh... aku... aku tidak mau... hamil." Aku cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku tidak tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha, itu juga sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa yang aku omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku.
Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan penisnya ke sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku sudah dipuncak nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok ngocok seolah masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke muka dan sisanya di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan tanganku dari dadaku, maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di pipiku mengalir ke mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku, aku terlalu lemas. Aku biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja sekalian.
Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di sofa. Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku buka mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan aku kaget kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih kaget lagi, aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di kananku Ricky juga masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang seperti aku. Belum habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia lagi mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru akhirnya aku tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-sex sama Alf. dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf cinta sama dia, soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah buat dia. Ternyata Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf nge-sex dan Ricky yang juga bangun subuh subuh kaget melihat aku lagi nge-sex sama Alf. Dia keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar aku lagi nge-sex sama Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah dan melihat Vivie yang lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela. Ricky langsung dapat ide, so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie nge-sex juga. Singkat cerita mereka akhirnya nge-sex juga di kamar. Dan waktu aku sama Alf selesai, Alf menggendongku ke atas dan melihat Ricky sama Vivie baru saja selesai nge-sex. Makanya kami berempat akhirnya tidur bareng di kamarnya telanjang bulat.
Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam juga kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky atau Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah siapa yang muasin aku. Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami nge-sex berempat bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng seperti gitu. Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie duluan. Aku masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu. Alf juga tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok aku, dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali, soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda. Baru saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya ke vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku.
Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi, soalnya sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama Alf langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti main bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan waktunya di villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di kamar. Aku jadi bosan sendirian,makanya aku putuskan aku mau jalan-jalan. Kebetulan di dekat situ ada air terjun kecil. Aku rencana mau menghabiskan hari ini berendam di sana, biar badanku segar lagi dan siap tempur lagi. Aku tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan dulu mengelilingi kompleks villa itu. Besar juga, dan villanya keren-keren. Ada yang mirip kastil segala. Sepanjang jalan aku ketemu lumayan banyak orang, rata-rata sih orang-orang yang memang lagi menghabiskan waktu di villa sekitar sini. Hampir semua orang yang ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang adadi halaman villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang lewat sampai tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma nyengir saja membalas mata-mata keranjang mereka. Tidak aneh sih kalau mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai baju pas-pasan, atasanku kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan soalnya kamarku dikunci dan kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari dia, makanya aku pakai saja kaos Si Vivie yang ada di meja setrika. Itu juga aku tidak pakai bra, soalnya bra Vivie itu sempit sekali di aku. memang sih dadaku jadi kelihatan nonjol sekali dan putingnya kelihatan dari balik kaos sempit itu, tapi aku cuek saja, siapa yang malu, ini kan kawasan villa buat nge-sex, jadi suka-suka aku dong.
Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega membangunkan Vivie Cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja ada Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku ikat di kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi terbuka, ya cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus yang aku punya, benar tidak?
Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, udah basah benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi lama-lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak. Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan waktu aku menemui tempat yang enak, aku siapsiap berendam, aku lepas sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya.
"Mau... mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu, rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara, "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!" Aku jadi ingat bagaimana korban korban perkosaan yang akulihat di TV, aku jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku.
"Oke... oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha ngomong, padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah membentak aku, "******, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, "Santai dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?" Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku lega setengah mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin mereka dulu.
Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat, ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa menikmati permainannya.
"Ah... yeah... ah... siapa... siapa nama loe?" aku tanya dibalik desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, "Oke... terus... terus... Yeah..." Ternyata ada juga cowok yang suka berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar, "Belum dijawab?" "Oh, sorry. Nama gue Jeff." Dia menjawab sambil terus merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan kuhisap hisap.
Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya. "Elo tinggal di sini juga ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?" Jeff kaget juga waktu aku ngomong gitu. "Memang elu tahu dari mana?" Aku nyengir terus aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama liurku. Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya ! berdua ngentotin cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu adik kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke sini, dan gue entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung cari posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku. Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat. Terus dan terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut penisnya, aku digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku. Terus dia mengocok aku sambil bediri, seperti gayangocoknya Tom Cruise di film Jerry Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan aku makin merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi pinggangku. Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan jongkok meng-"karaoke"-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa vaginaku jebol.
Lama juga aku meng-"karaoke"-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku sudah pasrah kalau dia bakal menyodok nyodok vaginaku, tapi kali ini tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung ke anusku. "Ah... aduh..." anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku. Dadaku goyanggoyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku.
Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya. Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku diremas-remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan nikmatnya seluruh tubuhku.
Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun, aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie. Vivie juga sibuk mengulum ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku tetap diam sampai mereka selesai main. Terus aku dikenali sama cewek mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf, namanya Angel. Aku baru ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis muasin Jeff sama Lex. Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana, kebenaran Ricky dan Alf lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi akhirnya akur lagi, dengan catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya Jeff sama Lex.
Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan waktu mereka lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia dan dikenali sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya ngesex juga. Makin asik juga, sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di kelompok kami, dan seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk muasin nafsu kami masing-masing. Dankami kasih nama kelompok kami "MAGNIFICENT SEVEN"



       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Sensasi jorok yang nikmat
Apr 9th 2013, 13:14


"Dek, ayo buruan… sebelum aku kesiangan…" kata mas Andri, suamiku.
Dia berdiri di samping meja makan yang telah bersih dari peralatan makan, sambil mengurut perlahan batang penisnya.
"Iya… aku datang…dasar tikus hutan …." Candaku sambil tertawa.
Aku letakkan piring dan gelas kotor di dapur, lalu aku kembali kearah ruang makan. Aku lepas cd yang membungkus vaginaku dan aku lempar ke atas tumpukan cucian kotorku. Cd itu adalah cd terakhirku, karena semua cd yang aku miliki belum sempat aku cuci. Sekarang, satu-satunya baju yang masih menempel di tubuhku adalah daster batik berbelahan dada rendah yang menggantung sepanjang separuh pahaku. Adalah suatu rutinitas, hampir setiap pagi aku harus melayani nafsu suamiku yang menggebu-gebu. Nafsu seks yang seolah-olah tak pernah ada habis-habisnya. Sepertinya, yang ada diotaknya ketika ada aku, hanyalah tentang seks…ngentot…make love…ngewe. Hanya itu saja. Aku, sebagai istrinya hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala saja melihat tingkat yang aku anggap lucu ini. Aku mendekat, sambil menurunkan tali pundak daster miniku. Daster itu meluncur turun dengan cepat, dan langsung menampakkan kepolosan tubuh putihku. Putingku telah ereksi, dan vaginaku juga mulai basah. Dikecupnya kening, pipi, hidung, leher dan bibirku. Karena aku mudah sekali terbakar nafsu birahi, tak perlu menunggu terlalu lama untuk pemanasan. Langsung saja lidah kami bergulat. Tangan kiri mas Andri mulai memelintir dan meremas putting payudaraku, dan tangan kanannya merogoh vaginaku dari depan. Aku pun tak mau tinggal diam, aku raih batang penisnya yang sudah menegang dengan kedua tanganku dan aku kocok penis mas Andri, naik turun dengan cepat.
"Memek kamu cepet sekali basah dek… Kamu dah sange ya sayang?" tanyanya sambil tersenyum.
"Ya iyalah…. Siapa coba yang ga sange klo jari mas mengobok-obok memek adek kayak gitu.." Mas Andri tersenyum, ia menatap wajahku yang sudah mulai memerah sayu.
Mas Andri mendadak menghentikan gulat lidahnya, dan mengarahkan mulutnya ke payudaraku. HAP. Dia langsung mencaplok dada kananku. Disedotnya kuat-kuat, lidahnya menari lincah diatas putingku. Geli. Tak lama, mulutnya pun pindah ke payudaraku yang kiri. HOP. "Annnnggg…" kali ini giginya ikut bermain, dengan menggigit perlahan puttingku yang mulai mengeras.
"Owhh… sssshh" Aku hanya bisa mendesis menerima semua perlakuannya.
"Mas, sekarang ya…." Bisikku lirih. "Aku sudah tak tahan". Mas Andri mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tubuh telanjangku dibalik menghadap ke arah meja makan dan ia mendekap tubuh mungilku dari belakang. Walau sudah berubah posisi, kedua tangannya masih saja menggerayangi tubuhku. Tangan kiri meremas perlahan payudaraku, dan tangan kanan mencolokkan beberapa jemari gemuknya ke dalam vaginaku. Aku merasakan penisnya berada tepat di belahan bokongku, digesek-gesekkannya penis itu dengan penuh perasaan.
"Mas.. ayo…. Dimasukkin … Adek udah nggak kuat lagi…." rengekku memelas.
Mengerti akan hasratku yang tak bisa aku tahan lagi, mas Andri lalu mendorong pundakku ke depan dan bertumpu pada meja makan.
"Lebarin kakimu dikit dek…. Nah gitu"
Aku terperanjat ketika merasakan, tangan kanan suamiku mencoblos perlahan vaginaku dari arah pantat. "Pemanasan…" katanya menenangkanku. Disodok-sodokkan jemari gemuknya beberapa kali di vaginaku. Cairanku membanjir. Dengan perlahan, mas Andri mulai mengarahkan kepala penisnya kearah vaginaku. Digesek-gesekkan batang penis itu diluar bibir kemaluanku. Ia berusaha melumasi seluruh batang penisnya dengan cairan vaginaku. Mas Andri mengambil ancang-ancang. Kurasakan kepala penisnya di antara bulatan bokongku. Perlahan ia mulai mendorong batang penisnya dan mulai menyeruak masuk. Benda itu begitu hangat, kenyal namun keras. Sambil tetap meremas-remas kedua dadaku dengan satu tangan, mas Andri mendorong sedikit demi sedikit kepala penisnya.
"CLEP" kepala penisnya telah masuk.
"Uhh…" aku mendesah sambil memejamkan mataku rapat-rapat. Walau aku sudah terbiasa dengan ukuran penis mas Andri, namun tetap saja, ada sedikit rasa nyeri yang timbul.
Mas Andri menggeser-geser posisi tubuhku, mencoba membuatnya menjadi lebih mantap ketika kami bersetubuh. Perlahan, batang penisnya mulai ia dorong masuk ke vaginaku. Aku merasakan denyut-denyut pelan yang membuat organ kewanitaanku semakin membanjir basah. Sedikit demi sedikit, sampai batang sepanjang 16 cm itu benar-benar hilang ditelan organ kewanitaanku.
"Mmm…mas…." Suaraku gemetar menahan nafsuku.
"Kenapa dek…? Enak…?" mas Andri mengecup punggungku ketika melihat aku mengangguk-anggukkan kepalaku.
Saking nafsunya, cairan vaginaku menjadi tak terbendung, karena aku merasakannya mulai turun, mengalir ke arah pahaku.
"CLEP… CLEP… CLEP… " mas Andri mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, mengaduk dan menusukkan batang penisnya dalam-dalam, semakin lama semakin cepat.
"PLAK… PLAK… PLAK…" Suara tubuh kami ketika saling bertabrakan.
"SREEK…SREEK…SREEK…" Meja makan yang aku buat sebagai tumpuan tubuhku juga perlahan mulai bergerak, tiap kali pinggul mas Andri menabrak pantatku. Kaki mejanya berderit-derit, tergeser oleh gerakan liar kami berdua. "DUG… DUG… DUG…" Suara bibir meja ketika menabrak tembok dan desahan suara kami memenuhi ruang makan yang sempit ini.
"Enak dek…?" tanyanya dari arah punggungku sambil terus meremas payudaraku.
Saking enaknya, aku hanya bisa menggigit bibir bawahku, tersenyum mendesis sambil mengangguk-anggukan kepalaku. Mulut mas Andri tak henti-hentinya mengucapkan kata "Aku sayang kamu dek" tiap kali ia memompa penisnya diliang vaginaku. Terkadang ia mengecup dan menjilat punggungku. Aku hanya bisa menundukkan kepala sambil melenguh keenakan, merasakan tusukan-tusukan tajam penis mas Andri.
"Pagi hari yang berisik… " pikirku tiap kali kami bersetubuh.
Karena memang benar, kami adalah pasangan yang tidak bisa diam, selalu bercinta tiap kali ada kesempatan. Tak peduli akan waktu, tempat ataupun situasi. Oleh karenanya aku panggil suamiku tikus hutan, karena nafsunya mirip dengan aktivitas makhluk kecil itu, hanya bercinta dengan pasangannya sampai dia mati. Gelombang kenikmatan itupun perlahan datang. Jantungku bercetak semakin cepat, nafasku memberat, siap menyambut orgasme pertamaku di pagi hari ini.
"Shhhh… Aku mau keluar mas…ayo… tusuk memek adek lebih dalam…" kataku menyemangatinya.
Tanpa menunggu perintahku untuk yang kedua kalinya, mas Andri semakin mempercepat sodokannya. Tubuhku terhentak-hentak dengan keras, tiap kali menerima sodokan penis mas Andri. Penisnya terasa begitu cepat, keluar masuk dengan ritme yang semakin cepat. Meja makan tempat aku menyandarkan tubuhku pun sepertinya ikut merasakan dorongan brutal mas Andri, berderit dengan keras dan menabrak tembok seiring desahan kenikmatan kami berdua.
"Shhh…ayo mas… aku sudah dekat.. aku mau keluar …. Ssshhhh…" erangku kepada suamiku. Dengan tangan kiri yang masih menopang badanku, aku pegang pantatnya dengan tangan kanan. Aku gerak-gerakan pantat semok itu kearahku, berharap mas Andri semakin mempercepat goyangannya.
"Mas…ayo…. sodok aku dengan keras… tusuk aku dengan tititmu… aku mau keluar mas…"
Di tengah-tengah pendakian kami ke puncak gunung kenikmatan. Tiba-tiba mas Andri menghentikan sodokannya. Dia terdiam, menusukkan penisnya dalam-dalam ke arah vaginaku, dan….
"Aaahhhhhhkkkkk……… ahhhh… ahhhh… " mas Andri berteriak lirih. Gumpalan cairan hangat langsung memenuhi rongga rahimku. Tak begitu banyak, namun cukup membuat liang rahimku agak sedikit penuh. Mas Andri mendorong tubuh gemuknya ke arahku dengan brutal tiap kali penisnya memuntahkan lahar panasnya. Sampai aku merasa sakit pada bagian paha depanku yang terkena bibir meja.
Enam kali sodokan keras aku terima pada vaginaku ketika suamiku ejakulasi, sebelum akhirnya ia merubuhkan tubuhnya ke arahku. Berat sekali. Nafasnya tersengal-sengal.
"Aku sayang kamu dek…" ucapnya sambil mengecup bagian belakang leherku.
"Iya.. Aku juga sayang kamu mas" jawabku lirih.
Sebenarnya ada rasa kesal karena aku masih belum mendapatkan orgasmeku. Sekali lagi, mas Andri gagal memberiku kenikmatan yang telah lama aku inginkan. Tidak sampai 5 menit dia sudah terpuaskan, mas Andri selalu saja begitu, terlalu cepat ejakulasi.
"Mas… aku masih pingin… ayo ngewe lagi… ayo mas…" kataku.
"Aduh… mas dah terlambat dek… ntar malem ya kita sambung lagi…" elaknya.
Selalu saja, kata-kata itu yang menjadi alesan. Mas Andri memeluk tubuh telanjangku sambil tersenyum penuh kepuasan. Sebagai istri yang harus selalu patuh, aku harus menyembunyikan rasa ketidakpuasanku. Aku harus bisa ikut tersenyum melihat kepuasan yang terpancar dari wajahnya, dan membiarkan kehausan nafsuku hilang dengan sendirinya. "PLOP" Aku masih merasakan kedutan pelan di dinding vaginaku ketika batang penis mas Andri yang telah lemas, jatuh keluar dengan sendirinya. Sekarang penis itu menggelatung tak berdaya di luar bibir vaginaku. Meneteskan lendir kenikmatan kami berdua di belakang paha dan betisku.
"Dek, aku berangkat dulu, khawatir ketinggalan angkutan… dah siang nie" kata mas Andri sambil mengangkat badan lebarnya dari punggungku.
Dia menepuk pantat semokku dan balikkan badanku yang masih tengkurap diatas meja makan. Aku sekarang dalam posisi telentang, menatap langit-langit rumah kontrakanku. Dengan kaki yang menjuntai di tepi meja makan. Mas Andri tiba-tiba mencium vaginaku dan menyeruput cairan yang keluar dari vaginaku.
"Hayo… kamu lupa ya dek?" tanyanya sambil tertawa.
"Hahaha.. geli mas… geli…iya iya…adek inget…." Jawabku berusaha menjauhkan mulutnya dari selangkanganku.
Memang sudah menjadi kebiasaan, jika setelah kami bersetubuh, aku selalu membersihkan seluruh batang penisnya dengan mulutku.
Aku segera bangun, turun dari meja makan dan langsung berjongkok di depan selangkangan suamiku. Aku raih batang penisnya yang menggelantung lemas itu, dan aku jilat perlahan. Kuhirup dalam-dalam aroma kewanitaanku yang bercampur dengan spermanya. Sejak pertama kali kami bersetubuh, aku memang suka sekali meminum sperma, teksturnya mirip dawet, minuman khas dari pulau jawa yang terbuat dari campuran gula merah dan santan kelapa, terlebih lagi aromanya, mirip aroma daun pandan. Kubuka mulutku lebar-lebar, lalu aku masukkan seluruh batang penisnya. Aku kecap, hisap dan urut batang penis lemasnya dengan mulutku. Berharap penis itu bisa tegang kembali. Namun setelah beberapa menit aku oral, sama saja, penis itu tetap menggelayut lemas.
"Nah…..Dah bersih mas…" kataku. "Dah… sana berangkat kerja…"
Mas Andri menyuruhku berdiri, dan sekali lagi, ia kecup keningku. "Kamu yakin? Nggak mau menunggu besok Minggu buat mengerjakan semua pekerjaan rumah ini…? Kamu mau mengerjakannya semua ini sendirian? Jangan terlalu capek ya istriku sayang" tanyanya begitu mengkhawatirkanku.
"Iye baweeeeel… aku yakin… dah ah… jangan menganggap aku cewek manja seperti dulu… aku dah berubah… sana buruan berangkat" kataku pada suamiku tercinta.
Dengan tubuh telanjang bulat dan vagina yang masih meneteskan cairan kenikmatan kami berdua, lalu aku antar mas Andri ke pintu depan sambil bergelayutan manja dipundaknya.
"Dah ah… sana buruan pakai dasternya… ntar ada orang yang ngliat loh…" kata suamiku.
"Ah.. kagak ada yang bakalan ngeliat mas… khan rumah kita paling tertutup…"
"Berani yaaaa……. " Kata mas Andri sambil mencubit pantatku..
"He he he… Iyeeeee…."
Diciumnya kening dan bibirku tuk terakhir kali, dan tak lupa salam berangkat kerja andalannya. Meremas kedua belah dadaku, memelukku dari depan dan menepuk keras-keras kedua bongkahan pantat semokku.
"Salam sayang buat mimi imutku… jaga baik-baik ya dek" katanya sambil tersenyum manja.
"Jaga juga dedenya… jangan diapa-apain sampai ntar malam kamu pulang ya mas" sambungku.
Mimi dan Dede adalah panggilan sayang kepada alat kelamin kami masing-masing. Mas Andri melambaikan tangan, dan melangkah menjauh meninggalkan aku sendirian di rumah kontrakan baruku ini.
Mas Andri, suamiku, berumur 32 tahun, berpostur agak gemuk, 170cm/90kg, dan berkulit putih mirip denganku. Dia baru saja diangkat jabatan menjadi seorang pengawas lapangan disebuah Perusahaan Pengeboran Minyak Internasional. Mas Andri adalah seseorang yang bijaksana dalam pengambilan keputusan, pandai dan penuh dengan perhitungan.
"Bukannya pelit dek… tapi khan lumayan… kita bisa menghemat uang jutaan rupiah perbulan loh kalo tinggal di rumah ini… daripada aku harus menyewa rumah mewah dekat kantor… toh beda jaraknya cuma 1 jam…" itulah kalimat yang selalu di ulang-ulang ketika aku sedikit ngambek karena keputusannya mengambil rumah yang "jauh dari peradaban ini".
Rumah kontrakanku adalah rumah petak, yang terbagi menjadi beberapa bagian, teras, ruang tamu, ruang tidur, dapur, kamar mandi dan halaman belakang untuk cuci dan jemur. Aku dan suamiku kebagian rumah paling ujung. Rumah yang paling jauh dari pintu masuk komplek kontrakan, namun memiliki ukuran paling besar diantara rumah kontrakan yang lain.
"Hari yang cerah untuk memulai aktifitas" kataku dalam hati.
Aku ambil daster kecilku yang teronggok di kaki meja makan lalu aku mulai mengenakannya lagi melalui atas kepalaku. Malas sekali rasanya ketika aku mulai mengenakan dasterku. Sepertinya sangat nyaman jika bisa hidup seperti kaum nudis yang tak perlu repot-repot menggunakan selembar bajupun ketika beraktifitas. Kubawa piring dan gelas kotor ke dapur, aku letakkan di dalam bak pencucian. Aku pandang tumpukan cucian kotor yang sudah lama teronggok dan mulai mengeluarkan bau tak sedap di sudut kamar mandi.
"Sabtu ini akan menjadi hari yang melelahkan. Ayo Liani, kamu pasti sanggup menjalani ini semua" aku menyemangati diriku sendiri dan mulai mengerjakan pekerjaan rumahku itu.
Aku harus bisa menjadi istri yang bisa diandalkan oleh suamiku. Menyapu, mengepel dan mencuci piring bisa aku lakukan dengan cepat. Namun ketika aku akan memulai mencuci tumpukan baju kotor, langsung terbayang betapa lelahnya tubuhku nanti malam. Ternyata menyeret bak cucian basah itu begitu susah, berat, dan licin. Perlu tenaga ekstra untuk bisa memindahkannya ke dari kamar mandi ke halaman belakang.
"Lagi mau nyuci mbak?" Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara seorang pria. Celingukan aku mencari asal suara itu.
"Banyak juga cuciannya mbak… dah berapa minggu tuh baju-baju nggak dicuci?" tambahnya lagi.
Ternyata suara itu berasal dari penghuni rumah kontrakan di samping tempat aku tinggal. Mas Manto, begitu tetanggaku biasa memanggilnya, adalah seorang satpam yang bekerja di perumahan dekat komplek kontrakan tempat aku tinggal. Selama aku tinggal disini, baru pertama kali ini aku melihat seperti apa bentuk suami mbak Narti sebenarnya. Mas Manto berumur sekitar 40 tahunan. Posturnya mirip dengan suamiku namun agak kurus 170cm/60kg dengan kumis tipis yang dipotong rapi diatas bibir tebalnya. Kulitnya coklat kehitaman dengan rambut kriting pendek. Sedangkan istrinya, Mbak narti, berusia 35 tahunan, berperawakan gemuk dengan payudara yang meluap-luap, khas badan ibu-ibu, adalah seorang pelayan toko yang juga bekerja pasar dekat komplek rumah kontrakan kami.
"Iya…" jawabku sekenanya. "Dah hampir 2 minggu nie belum diapa-apain…." tambahku lagi.
Sebenarnya aku sudah mengenal siapa mas Manto, karena hampir setiap hari aku melihatnya berangkat kerja, tapi selama aku dan suamiku tinggal di rumah kontrakan ini, belum pernah sekalipun aku bercakap-cakap. Hanya kenal sebatas sapa dan cerita saja.
"Saya Manto mbak…suami si Narti.." katanya lagi sambil menjulurkan tangan.
"Mmm… Nama saya Liani… " jawabku sambil menyalami tangannya.
Langsung saja tubuhku merinding begitu menyentuh tangan mas Manto. Tangan itu begitu dingin, hitam, dan keriput, sangat kontras dengan tanganku, putih, mulus. Entah kenapa, begitu aku melihat wajah dan postur tubuhnya, aku langsung terbayang akan cerita-cerita pemerkosaan sadis yang menimpa kepada para perantau di tanah orang. Apalagi saat itu aku hanya mengenakan daster pendek tanpa baju dalam sama sekali. Memamerkan kaki panjang dan belahan dadaku.
"Mas Andri kerja mbak?" tanyanya lagi, membuyarkan lamunanku.
"I… Iya… baru saja berangkat"
"Oooowwwh….. saya permisi ya mbak… gerah habis mencuci…mau mandi dulu" jawabnya sambil tersenyum.
"Iya….silakan" kataku sambil melihat deretan cucian mas Manto yang masih meneteskan air sabun.
"Sopan juga dia…" ternyata aku salah pikir terhadap mas Manto.
Walau hanya dari perkenalan singkat tadi, aku merasa kalau mas Manto tak seperti orang-orang kebanyakan. Sopan, tak seperti orang yang berpandangan jahil terhadap wanita berbusana seksi sepertiku barusan. Aku berpostur badan sedang dan terbilang langsing, 165cm/45kg, berkulit putih dengan ukuran buah dada yang cukup besar. Yang membedakan aku dengan wanita lain adalah pinggangku sangat kecil dan kakiku agak lebih panjang dari kebanyakan teman-temanku. Mata bulat lebar, bibir merah dan rambut panjang hitamkulah yang selalu aku banggakan. Sebenarnya aku kurang begitu suka dengan baju seksi, tapi aku lebih memilih baju yang berukuran kecil, karena merasa nyaman aja ketika digunakan untuk beraktifitas.
"PRAK…." Bak cucianku pecah, ketika aku mencoba menggesernya kehalaman belakang.
Pecah karena tak kuat menahan beban rendaman baju kotor kami. Air cucian kotorpun langsung keluar dari sela-sela bak cuci pecahku, menggenang, disertai bau apek yang cukup menyengat.
"Sialan… belum juga mencuci…" emosiku langsung meninggi…" sabar Liani… sabar…"
Aku diam sejenak, memikirkan apa yang harus aku lakukan.
"Daripada beli, mungkin lebih baik aku pinjam saja sebentar." Pikirku
"Mas Manto.." Walau pintu halaman belakang rumahnya terbuka begitu saja, tapi aku berusaha tuk sopan. Aku ketuk pintu rumahnya beberapa kali.
Mas Manto

Tak ada jawaban.
"Mas Manto.." aku panggil namanya lagi dengan suara lebih lantang.
"Iya sebentar…" jawabnya dari dalam rumah. "maaf tadi saya masih mandi… ada apa ya mbak??" tanyanya sambil mengikatkan handuk kecil berwarna hijau yang sudah lusuh dan sedikit berlubang di pinggangnya yang ramping. Badannya basah kuyup, dengan rambut yang juga masih meneteskan air..
"Ada apa ya mbak? Kok kayaknya kebingungan gitu?" tanyanya.
Aku tak menjawab, aku masih terkesima melihat postur tubuhnya, badannya begitu hitam, kekar, dengan bongkahan dada dan lengan yang menonjol disana-sini.
"Mbak?" tanyanya lagi. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Eeh…maaf…anu….. bak cuci aku pecah" kataku terbata-bata. "Apa boleh aku pinjem bak cucinya? Ntar begitu sel……….."
"Boleh-boleh… bentar ya saya ambilin dulu" potongnya sebelum aku menyelesaikan kalimat.
Mas Manto buru-buru masuk, dan mengambil bak mandi yang tergeletak di sudut lantai kamar mandinya. Ketika dia membalikkan badan, kembali aku terkesima melihat otot-otot kekar badannya. Punggungnya lebar dan pantat yang hanya ditutupi handuk merah lusuh itu begitu semok. Aku sedikit tertawa ketika melihat kaki mas Manto. Pahanya besar tapi betisnya kecil. Mirip badan tokoh film kartun yang memang hanya badan bagian atasnya saja yang besar, namun bagian bawahnya kecil. Dan dari disinilah cerita itu dimulai. Ketika dia membungkuk tuk mengambil bak cuci miliknya, bagian belakang handuk itu otomatis meninggi, mengikuti gerak badannya. Dan dari sela-sela paha belakang mas Manto, aku melihat barang yang tak seharusnya tak liat. Hitam, panjang menjuntai, dengan ujung besar berwarna merah kehitaman. DEG….Detak jantungku terasa berhenti sejenak. Langsung saja aku tinggalkan pintu rumahnya dan masuk kedalam rumahku. Aku tutup pintu dapur, dan langsung saja aku duduk terjatuh. Lututku lemas dan dadaku berdebar-debar mengingat hal yang baru saja aku lihat. Aku melihat barang yang seharusnya tidak boleh aku lihat, barang yang menjadi simbol kejantanan dan kebanggaan kaum pria. Ya, barang itu biasa disebut penis, titit, atau ******. Walau sekilas, seumur-umur, baru saja aku melihat barang yang bukan milik suami aku sendiri. Walau sekilas, tapi aku bisa membayangkan bagaimana bentuk keseluruhan dari barang milik mas Manto itu. Hitam, besar, dengan urat-urat yang mengelilingi sekujur batangnya, berkepala merah kehitaman dengan mulut kemaluan yang lebar menganga, bau amis asam selangkangan yang menusuk hidung dan rambut kemaluan yang lebat.
"Mbak… loh… kemana orangnya….?" Suaranya terdengar pelan dari sebelah rumah.
"Mbak…ini bak cucinya……" panggilnya dari samping rumahku. Mas Manto pun akhirnya mengantarkan bak cuci miliknya ke halaman rumahku. Karena melihat aku yang tak langsung keluar, mas Manto mendekat kearah pintu dapur, mengintip kedalam dari jendela dapur, dan mengetuknya perlahan.
"Mbak Liani… ini bak cucinya…" panggilnya.
Andai saja mas Manto agak menunduk dan melihat kebawah, mungkin saja ia bisa melihatku yang meringkuk di balik pintu dapur rumahku. Meringkuk menahan malu yang seharusnya tak aku rasakan. toh yang terlihat adalah bukan aurat tubuhku. Detak jantungku masih berdetak begitu kencangnya sampai aku sama sekali tak berani untuk bergerak. Susah rasanya aku berdiri dengan kedua kakiku. Lemas, tak bertenaga. Dengan gerak super pelan, aku mencoba berdiri, memasang telinga, untuk mendengarkan, mungkin saja ia masih ada di dekat jendela. Tenagaku perlahan pulih, setelah melihatnya berdiri tak jauh dari pintu dapur. Membelakangiku sambil berkacak pinggang. Dari balik korden tipis jendela dapur, aku amati gerak-geriknya. Dengan muka kebingungan, mas Manto hanya bisa celingukan ke arah rumah kontrakanku lalu mengamati banyaknya cucian kotor yang terhampar di depannya. Karena mungkin merasa iba, diapun membantu memindahkan cucian kotor yang ada di bak cuciku yang telah pecah, ke bak cuci miliknya. Sekali lagi, ketika mas Manto memindahkan baju-baju kotorku, aku pun kembali melihat barang hitam miliknya. Handuk kecilnya naik turun. Memperlihatkan barang yang ada dibaliknya setiap kali ia membungkukkan badan untuk memindahkan cucian kotorku. Ketika sedang dalam posisi membungkukkan badan tuk mengambil baju-bajuku, tiba-tiba mas Manto terdiam. Masih dalam posisi menungging. Lama sekali. Dan selama itu pula aku menatap tajam ke arah benda yang bergelatungan di balik handuk kecilnya. Bergoyang goyang seiring gerakan pantat mas Manto.
"Apa yang dia lakukan" tanyaku dalam hati.
Ternyata hal yang membuatnya terdiam adalah…. Tumpukan baju dalam kotor milikku. Iya, benar sekali, mas Manto mengamati baju dalam kotorku.
Tiba-tiba mas Manto berdiri, membalikkan badannya dan melihat ke arah rumahku, matanya celingkuan mencari dimana aku gerangan. Dia berpindah posisi, memutari bak cucian kotorku, mengawasi segala gerakan dari dalam rumah. Matanya sangat tajam, mengamati setiap sudut rumahku dengan seksama. Namun aku yakin dia tak bisa mengetahui posisiku, karena terhalang oleh korden tipis jendela dapurku. Karena menurutnya aman, diapun membungkukkan badannya kembali dan dengan tangan kirinya, dia mengambil salah satu cd kotorku. Cd putih dengan pinggiran berenda. Dengan mata yang masih celingukan penuh rasa was-was, dia mengamati dalam-dalam cd kotorku itu. Diamati bercak lendir lengket berwarna putih yang menepel di bagian depan cdku. Dan dengan jemari tangan kanannya, disentuhlah bercak lendir itu, dikorek-korek. Lalu, apa yang sama sekali tak pernah aku bayangkan terjadi. Mas Manto, tanpa rasa jijik sedikitpun, menjilat jemari tangan bekas mengkorek cd kotorku. Karena kurang puas, dia menghirup, menjilat dan mengecapnya, seolah-olah itu adalah makanan paling enak sedunia. Gila. Dia lakukan itu semua dengan tanpa rasa jijik sedikitpun. Tiba tiba, perlahan namun pasti, ada sesuatu yang bergerak dari dalam handuk kecilnya. Penisnya mulai ereksi. Naik, sedikit demi sedikit, semakin menggembung, mengembung dan mengeras. Ereksi dengan diiringi kedutan denyut nadi yang ada di batang penisnya. Handuk kecilnya tersingkap, terdorong ke atas, oleh batang kejantanan seseorang yang sama sekali belum aku kenal dekat. Penis hitam yang sempurna, keras, berurat, dengan ujung berwarna merah pekat. Buah zakarnya mengelantung pasrah, ukuran zakarnya pun tak kalah hebohnya, sebesar jeruk nipis. Penis itu terlihat begitu gagahnya, mulai meninggi keatas disertai dengan kedutan yang berirama. Naik, naik, naik dan terus naik. Berkedut naik, sampai melewati pusarnya. Sekarang yang ia lakukan sungguh nekat. Sama sekali tak khawatir akan adanya orang yang melihat. Dia berdiri di halaman belakang rumahku, menghadap tepat ke arahku dengan penis yang tegak mengacung sambil menjilat dan mengecap cd kotorku dengan rakus. Merasa tak cukup hanya mengecap satu cd kotorku, dengan tangan kanannya yang masih bebas, diapun kembali mengambil cd kotorku. Kali ini yang berwarna hijau muda dengan gambar bunga bunga di bagian vagina. Sekarang di kedua tangannya, ia memegang cd kotorku.
Tapi kali ini ada yang berbeda. Cd hijau yang ada di tangan kanannya tak hanya ia cium dan jilat saja. Melainkan……ia pakai sebagai sarana masturbasinya. Ia lilitkan cd hijauku ke batang penisnya dan ia mulai menggerakkan tangan kanannya maju mundur. Makin lama makin cepat, main cepat dan makin cepat. Dia mengocokkan penis yang terbungkus cd hijauku dengan kecepatan tinggi. Dengan sangat bernafsu dan brutal. Melihat tingkah laku mas Manto, detak jantungku pun semakin berdebar-debar tak karuan. Tubuhku menghangat, nafasku memberat, putingku mengeras dan yang paling tak aku sadari, kemaluanku mulai membasah. Secara reflek, aku sentuh cd yang aku pakai, dan aku raba belahan bibir kemaluanku. Aku basah, aku horny, aku terhanyut akan tingkah laku kurang wajar yang telah dipertontonkan oleh mas Manto. Bagian depan cdku terasa sangat hangat dan basah oleh cairan kewanitaanku. Astaga, aku benar-benar dibuatnya mabuk kepayang. Mas Manto, seseorang yang sama sekali belum aku kenal dengan dekat, berani berbuat hal yang begitu nekat. Begitu gila, yang sama sekali tak pernah aku bayangkan. Dengan tanpa rasa malu sama sekali ia masturbasi dengan menggunakan cd kotorku di halaman belakang rumahku. Badan kekar berotot, kulit hitam yang basah oleh air bekasnya mandi, ditambah sinar matahari yang menerangi halaman belakangku, membuat apa yang ia lakukan terlihat begitu seksi. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasakan perasan yang berbeda kepadanya. Perasan yang tak bisa aku lukiskan dengan kata-kata. Hanya ada rasa penasaran dan ingin tahu yang begitu menggebu. Mas Manto semakin mempercepat kocokannya. Badannya membungkuk dan membusur. Otot-otot tangan dan lehernya mengejang. Ia merem melek, pupil matanya tak terlihat, hanya putih. Ia terlihat begitu menikmati semua yang sedang ia lakukan. Melihatnya begitu menikmati akan apa yang sedang ia perbuat, aku jadi ikut merasakan kenikmatan. Tiba-tiba, muncul perasaan aneh dari dalam diriku. Perasaan nakal, binal, liarku sepertinya muncul. Ingin rasanya aku membuka pintu dapurku dan mendekap tubuhnya, mencium bibirnya dan meraih penisnya. Ingin rasanya aku membantu menuntaskan semua hasrat nafsunya. Menjilat batang penis yang begitu besar, hitam, panjang. Ingin sekali aku merasakan tusukan dan sodokan penis dahsyatnya di liang vaginaku. Dan… Aku ingin mas Manto menumpahkan semua spermanya di dalam rahimku.
"Liani…..mbak Liani….terima persembahanku untukmu….. mbak Lianiku….." bisiknya lirih sembari dia mempercepat kocokannya.
"Mbak Lianiku….?" Tanyaku dalam hati. Heran.
"Ooooooohhhhh…..mbak Liani!!!"
Mas Manto tiba-tiba menghentikan kocokan tangan kanannya dan dengan cd di tangan kiri, ia berusaha menampung semua tumpahan cairan kenikmatannya.
"Crut… crut… crut… crut…"
Mas Manto orgasme. 8 tembakan sperma menabrak cd putih di tangan kirinya. Semburan benih-benih kejantanan seorang lelaki menyemprot keluar dari mulut penisnya yang lebar. Begitu banyak. Sampai-sampai cd putihku yang ia gunakan untuk menampung tumpahan cairan nafsu mas Manto, tak mampu membendung itu semua. Cairan itu merembes keluar dari cd hijauku yang ia gunakan untuk melilit penisnya, dan menetes jatuh ke atas cucian kotorku. Sungguh menakjubkan melihat ekspresi wajahnya. Semua terjadi seperti dalam gerakan slow motion. Andai aku punya handycam, pasti aku kan merekam semua kejadian barusan. Penisnya berkedut dengan hebatnya. Berkedut sambil memuntahkan semua cairan spermanya.
"tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….." kami berdua dikejutkan oleh suara SMS dari HP milikku. Suara yang walau lirih, tapi terdengar begitu lantangnya. Memecah kesunyian yang terjadi selama beberapa menit ini. Mas Manto terlihat begitu panik, dia bingung, celingukan, mengkira-kira, kapan aku bakal menampakkan diriku dari dalam rumah. Dia juga bingung dengan benda yang sekarang masih ada di kedua telapak tangannya. Cd putih yang ia gunakan tuk menampung tumpahan sperma dan cd hijau yang ia gunakan tuk membungkus batang penisnya, semua basah karena sperma. Dibuang sayang, di letakkan di bak cucian pun khawatir aku akan curiga. Karena kehabisan akal, mas Manto akhirnya melepas handuk kecil yang melilit pinggang dan meletakkannya di pundak. Astaga, sekarang aku dapat melihat keseluruhan tubuh telanjang beserta penis raksasa mas Manto yang masih menggelatung lemas setelah dikocoknya habis-habisan. Penis itu telihat seperti buah terong, panjang, besar, berwarna hitam kemerahan dengan ujung kepala yang menggelembung. Dan anehnya lagi, penis itupun masih berkedut dan mengeluarkan sperma.
"Ga ada habisnya tuh peju" pikirku kagum.
Dengan cepat, mas Manto langsung mengenakan cd putihku yang penuh dengan spermanya. Cd tersebut dipaksa untuk dapat masuk, karena mas Manto tak dapat menemukan lokasi tuk menyembunyikan cd tersebut. Janggal sekali aku melihatnya mengenakan cd wanita. Ujung kepala penisnya tak dapat sepenuhnya tertampung. Masih menjulang keatas, melawati karet kolor cdku. Sampai-sampai ia harus bersusah payah tuk menekuk batang penisnya ke bawah, kearah pantat, supaya tak terlihat lagi. Biji testisnya pun terlihat tak nyaman, menggelambir keluar dari masing-masing celah celana dalamku. Dan cd hijau, yang juga terciprat spermanya, ia sembunyikan di dalam tumpukan baju kotorku. Setelah itu, ia segera melilitkan kembali handuk kecilnya, dan bertingkah seperti tak ada apa-apa..
"Mbak Liani…" panggilnya. "Mbak…Ini bak cucinya…"
"Eeh iya… sebentar mas…." Jawabku. Aku mencoba mengatur nafas, menyembunyikan deru nafsuku yang juga masih menggebu-gebu ini..
"Maaf mas… tadi mas Andri telpon, jadi mas Manto langsung saya tinggal deh…"
"Oh gapapa mbak…ini baju kotornya sudah saya pindahkan ke bak cuci saya… jadi mbak Liani tinggal meneruskan saja…" mas Manto berkata sambil mengurut-urut telapak tangannya di depan selangkangan, mencoba menutupi gundukan penis yang aku kira mulai menggeliat lagi.
"I….iya…ma kasih mas… jadi ngerepotin nie ceritanya…." Kataku.
"Ah.. gapapa kali mbak…. Lagian aku kasian kalau melihat cewek secantik mbak Liani harus bercapek-capek sendirian gini…." Katanya tersenyum meringis.
"Wah… sepertinya dia mulai merayuku" batinku. Aku hanya bisa tersenyum-senyum mendengar kalimat mas Manto.
"Hhmmm… anu mas… kalau boleh… apa saya bisa….…."
"Boleh boleh…mo apa ya?" potongnya.
"Anu… apa bisa saya minta tolong buat …..sekalian penuhin bak cuci dengan…..?"
"Wah bisa banget mbak.. tenang aja… "potongnya lagi. "bahkan kalau mau… saya bisa bantu mbak liani nyuci"in bajunya…"
Dengan sigap, mas Manto memindahkan air dari bak penampungan ke bak cucinya. Dia terlihat sama sekali tak merasa terbebani dengan segala perintahku. Dan tak lama, semua bak cucinya penuh dengan air bersih.
"Yup….semua bak cuci sudah saya penuhi ….apa ada hal lain yang bisa saya kerjakan??". Matanya berbinar-binar penuh harap. Terlihat seperti ****** yang haus akan perintah dari majikannya.
"Hmmmm… sepertinya itu saja deh mas…." Kataku sambil tersenyum.
"Mbak Liani tuh orangnya murah senyum ya? Jadi seneng saya mbantuinnya… jadi ga ada capek-capeknya dah…" candanya.
Langsung saja aku duduk di bangku kecil yang ada disisi bak cuciku, mulai mengucek dan membilas semua baju kotorku. Tapi begitu aku duduk di bangku kecil itu, aku baru sadar. Aku tak mengenakan cd dan bra sama sekali, dan di depanku, ada mas Manto, suami tetanggaku. Aku merasakan hal yang sangat kurang nyaman. Bangku itu terasa begitu pendek, hanya 15 cm dari lantai. Jadi, mau tidak mau, aku harus duduk dalam posisi jongkok. Paha, betis, lengan dan belahan dadaku terpampang jelas di depan mata mas Manto. Dan yang paling parah, daster kecilku ini sama sekali tak mampu untuk menutupi selangkanganku. Walau vaginaku bersih dan aku bisa dengan santai berbugil ria di hadapan mas Andri, tapi tetap saja, mas Manto adalah orang lain, orang yang baru aku kenal sekitar 30 menit yang lalu. Pasrah…hanya itu yang dapat kulakukan. Aku hanya jongkok, merapatkan kedua lututku, dan menempelkan dada montokku kearah paha. Berusaha sebisa mungkin tak memperlihatkan vagina dan belahan dadaku sama sekali.
Melihat aku yang kebingungan mencari posisi paling aman tuk menyembunyikan auratku, Mas Manto pun ikut sedikit menjauh. Dia mengambil posisi di seberang halaman, dan duduk di bangku kayu panjang, yang berjarak sekitar 2m dari tempatku duduk mencuci. Bangku itu hanya setinggi lutut orang dewasa, yang jika mas Manto duduk menghadapku, lutut dan pantatnya berada dalam posisi yang sejajar. Sehingga membuatku dapat dengan leluasa menerawang kedalam handuk kecilnya dan melihat perjuangan cd putih kecilku menyembunyikan penis besar mas Manto.
"Jadi sama-sama tau aurat masing-masing lah…" pikirku gampang.
Mas Manto ternyata orang yang mudah bergaul, ramah, dan suka memuji. Tak heran, aku yang biasanya tertutup akan adanya orang baru, merasa begitu nyaman dan bisa ngobrol lama dengannya. Apalagi dia bukan orang yang mata keranjang. Karena walau aku berbaju begitu minim, mas Manto mampu menahan keinginannya tuk menatap tubuhku lama-lama, hanya sekilas saja ia melihat, lalu melengos ke arah lain, seolah-olah tak peduli sama sekali. Situasi tegang diantara kamipun lama-lama mencair, karena mas Manto tahu sekali bagaimana berbicara denganku. Sering becanda dan pintar merayu orang. Diapun tak segan tuk tertawa terbahak-bahak ketika aku bercerita lucu. Bahkan tak jarang selangkangannya dapat aku lihat dengan jelas ketika dia tertawa. Ketika tertawa, kadang ia mengangkat kaki dan memegang perut sehingga penis yang terbungkus cd putihku sering terpampang dengan jelas. Sama sekali tak berusaha tuk menutupinya.
"Penis hitam mas Manto berusaha menampakkan dirinya… penis itu bersembunyi di dalam cd putihku… yesss…. aku bisa melihat penisnya lagi…. penis besarnya…" hanya itu pikirku ketika melihatnya tertawa puas.
Kadang aku berpikir, apakah mas Manto adalah seorang ekhibisionis. Seorang yang memiliki penyakit psikologis, suka memamerkan penisnya kepada orang lain.
"Iya… aku yakin dia adalah seorang ekshibisionis.. tapi,ah masa bodoh… yang jelas mas Manto adalah teman yang enak diajak ngobrol…. toh aku sudah merasa begitu nyaman dengannya…" pikirku, berusaha untuk tak memperdulikan kekurangannya.
Karena aku sangat yakin akan tingkah mas Manto, yang terkadang dengan sengaja membuka lulutnya lebar-lebar, seolah mempersilakan mataku tuk mengagumi batang penisnya yang hitam, membuatku pelan-pelan, juga mulai membuka diri, melemaskan semua pertahanan tubuhku. Semula aku yang hanya duduk jongkok, menutup semua aurat, sekarang sudah mulai melebarkan lututku, sedikit mengkangkang. Selain aku merasa capek dengan posisi jongkok yang rapat itu, aku juga ingin mempernyaman posisi mencuciku. Mas Manto bersandar di dinding pagar halaman belakang rumah kami, sambil menatap ramah kearahku. Sesekali ia beranjak, memindahkan air dari bak penampungan, dan menuangkannya ke bak cuci yang aku pinjam darinya. Ia tampak begitu tenang, walau aku tau, saat ini penisnya dah mengeliat karena melihat kemolekan tubuhku. Tapi wajah itu, begitu santai, seperti tak ada kejadian apa-apa. Aku terhanyut oleh auranya. Iya. Aku hanyut olehnya. Terbukti, walau tak beberapa lama kami bercakap-cakap, tapi aku sudah merasa kalau mas Manto tuh seperti orang yang benar-benar dekat denganku. Bahkan tak jarang kami mulai melontarkan ejekan dan gurauan jorok.
"Mas Manto… jorok deh.. dah gede gitu masih ngompol…" kataku disela-sela percakapan seru kami..
"Ngompol…. Idih… nggak lah…?"
"Lalu …itu apa hayoo…? kok ada yang ngalir dari dalem handuknya? Ah pasti ngompol tuh?" godaku lagi..
"Ohh… ini…?" mas Manto menunduk, mencari tau apa yang aku maksud, diusapnya cairan yang merembet turun dari dalam handuknya, dia pun mencium, dan merasakan cairan yang ada di tangannya. Dia melirik kearahku. Lalu berkata "Cuih…ini mah sabun bekas aku mandi tadi…."
"Sabun?" tanyaku heran. Sebenarnya aku tahu kalau yang mengalir turun dari dalam pahanya tuh bukan sabun, melainkan spermanya sendiri yang tak tertampung di cd putihku yang ia kenakan. "Hahahaha… bisa aja…"
Cucian demi cucian telah selesai dibilas, sampai akhirnya aku temukan cd hijauku. Cd yang bekas digunakan mas Manto untuk melilit batang penisnya ketika ia onani. Onani brutal yang membayangkan dan menyebut namaku. Cd hijau bergambar bunga-bungan dibagian vagina, yang berlumur sperma mas Manto. Kuraih cd hijauku dan kurasakan lendir yang menempel di permukaannya. Hangat, licin, dan bertekstur. Detak jantungku kembali berdetak dengan cepat.
"Aku memegang peju mas Manto…" batinku. "Aku merasakan benih-benih yang dimuntahkan oleh penis mas Manto…"
Ingin aku rasanya mendekatkan cd hijauku yang berlumuran sperma itu kehidungku. Menghirup aroma anyir spermanya, menjulurkan lidahku, menyentuh dan merasakan tekstrur sperma mas Manto. Mengecapnya, penis mas Manto, oh, mas Manto.
"Mbak…? Kok diem aja ?…. Hayo ngelamunin apa…?" suara mas Manto membuyarkan lamunanku.
"Eh… anu… ini…" jawabku bingung, mencoba mengembalikan pikiranku dari imajinasi yang tak jelas.
"Waduh… itu bekas pejunya mas Andri ya mbak…?" celetuknya, langsung, to the point.
"Eh.. kenapa mas?…" Tanyaku, kaget.
"Iya… itu pejunya mas Andri khan?…banyak juga ya mbak… pasti tadi pagi habis……" jawabnya lagi. Memperjelas kalimat yang tadi ia tanyakan sambil tertawa cengengesan.
Aku merasa mukaku seperti kepiting rebus, merah padam, menahan malu. Sepertinya mas Manto mengetahui apa yang terjadi antara aku dan suamiku tadi pagi. Sepertinya suara desahan kami terlalu keras sehingga terdengar sampai rumahnya. Sepertinya itu alasan kenapa tadi ketika onani, mas Manto memanggil-manggil namaku. Ia pasti membayangkan bersetubuh denganku.
"Mas Andri pasti seorang yang sangat beruntung ya mbak… " mas Manto beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan kearahku.
"Tiap malam bisa… hmmm anu………" ia tak meneruskan kalimatnya dan menantikan jawabanku.
"Anu apa???….." tanyaku lagi.
"Anu… itu tuh…" jawabnya sambil memajukan bibirnya, menunjuk kearah dada dan selangkanganku… "…….pokoknya puas deh mas Andri sepertinya….punya istri cantik dan bahenol kayak mbak Liani… Hahahahahaha…" kelakarnya.
"Idih ngaco…" jawabku tersipu. Aku ambil air dengan gayung, lalu aku lemparkan air itu ke badannya. "Dasar otak mesum…." Aku tertawa.
"Omong-omong, mas Manto tau cd putihku nggak?" pancingku.
"Cd putih…?" tanyanya sambil mengaruk rambut kepalanya yang tak gatal.
"Iya… cd putih yang ada rendanya… kali aja mas tau… soalnya khan mas yang mindahin semua baju kotor aku…" pancingku. Aku tatap wajahnya, mencari tau, apa akan yang ia lakukan setelah mendengar pertanyaanku barusan.
Terlihat ada sedikit keterkejutan yang tersirat di wajah mas Manto namun langsung saja hilang, dan berganti lagi dengan raut wajah yang tenang.
"Hmmm… yang mana ya?" jawabnya pura-pura tidak tahu.
"Cd putih yang ada renda-rendanya.." ulangku lagi. Kembali aku tatap wajahnya, tapi kali ini aku alihkan tatapanku. Dari wajahnya yang tenang ke arah selangkangannya yang melompong. Sebenarnya aku tahu bahwa cd putihku tak hilang, melainkan dipakainya sebagai bahan onani. Dan sekarang cd itu ia kenakan untuk menahan konaknya agar tak muncul dan terlihat olehku.
"Waduh… saya kurang tahu tuh mbak… mungkin terselip kali di tumpukan cucian tadi" jawabnya "Eh… tapi ntar klo saya temuin, saya dapet apa?… bisa dapet isinya nggak?…"
"Idih ngawur aja deh…."
"Yaaa… kali aja bisa dapet…. Pasti masih kenceng deh…. ga memble kayak punya si Narti gitu …." jawabnya enteng.
"Kenceng… mobil balap kali mas…?"
"Iya…lah itu buktinya ada di cd mbak Liani…pejunya mas Andri bisa tumpah ruah seperti itu…. berarti isi cd itu masih kenceng khan?… Klo Narti kayak gitu, saya bisa punya banyak anak nih… hahahahaha"
Entah kenapa, mendengar kelakar mas Manto, seharusnya aku marah, tapi yang aku rasakan beda. Aku merasa malu tapi sekaligus bangga.
"Punya banyak anak?"
Aku tatap cd hijau itu yang belepotan sperma mas Manto dalam-dalam. Andai yang ia dikatakan itu benar, betapa bahagianya aku. Aku dan mas Andri sebenarnya telah menikah selama 3 tahun, namun selama itu, kami masih belum dikaruniai seorang anak. Suamiku bukannya mandul, melainkan ada gangguan pada testisnya, sehingga benih sperma yang dikeluarkan, banyak yang tidak lengkap. Selain itu, volumenya juga tidak begitu banyak. Konsultasi dan terapi kesehatan sudah kami lakukan, namun belum juga membuahkan hasil. Aku sisihkan cd hijauku itu, tak aku campur dengan cucianku yang sudah bersih. Mas Manto hanya tersenyum-senyum melihat tingkah lakuku dalam memperlakukan cd hijau yang terkena spermanya. Dan aku pun membalas senyumannya. Segera aku selesaikan cucianku, dan aku jemur. Mas Manto pun tak mau tinggal diam. Dia ikut membantuku menjemur semua baju-bajuku. Tak jarang kami saling pandang, dan tersenyum. Bahkan terkadang tangan kamipun bersentuhan ketika mengambil baju yang akan dijemur. Tiba-tiba aku merasa seperti kembali ke masa lalu. Masa dimana aku dan mas Andri sedang kasmaran. Saling lirik, saling senyum dan saling sentuh. Namun kali ini orang yang membuatku kasmaran bukanlah mas Andri, melainkan mas Manto, tetangga baru kenal yang aku rasa begitu nyaman jika dekat dengannya.
"Kamu cantik banget mbak…." Mas Manto merayuku. "Seksi.."
Aku hanya bisa tersenyum sambil tersipu malu. Pujiannya sungguh membuatku melayang ke awang-awang.
"Makasie ya mas.. buat pinjaman ….."
"Ah… biasa aja mbak…" potongnya. "kalau mbak butuh yang lain… saya misalnya… langsung saja ya mbak… ga usah sungkan-sungkan… hehehehehe…" tambahnya lagi, tersenyum penuh harap.
Ketika tanganku hendak mengambil bak cuci mas Manto, dia langsung mencegahnya, memegang pundakku, dan meraih tanganku.
"Gak usah repot-repot mbak… biar saya saja yang membawa bak cucinya…"
Cukup lama tanganku berada didalam genggaman tangannya. Dan selama itu pula mas Manto memainkan jemari jangannya. Meraba, mengelus, dan meremasnya dengan perlahan. Melihat aku yang hanya diam saja, mas Manto pun mengangkat talapak tanganku dan dikecupnya perlahan.
Mukaku kembali memerah. Malu.
"Kalau butuh saya ya mbak…"
"Iya…. Iya…." Jawabku gugup. Aku langsung menarik tangan dan mengambil cd hijauku. "Ma… makasih banyak ya mas…"
Aku langsung masuk ke dalam rumah, dan menutup pintu dapurku rapat-rapat, meninggalkan mas Manto sendirian di halaman belakang rumahku. Detak jantungku tak bisa diatur, nafasku berat, dan mukaku merah.
"Gila… Sangat gila… Ini adalah awal mula sebuah perselingkuhan…" kataku dalam hati. Aku tahu ini semua mulai berjalan kearah yang salah, namun jauh didalam hatiku, aku menginginkan semua kesalahan ini.
Aku dekap cd hijauku erat-erat, aku tatap dalam-dalam dan aku bayangkan semua kejadian barusan. Aku merasa terangsang. Cairan vaginaku terasa seperti mengucur keluar dengan derasnya. Aku kembali menatap keluar melalui jendela dapurku, mencari tau apa yang sedang dilakukan oleh mas Manto sekarang. Berharap dia masih ada di tempat semula.
"Dia masih ada…" batinku. Mulutku semakin lebar mengembangkan senyum. Apalagi setelah tahu yang ia lakukan sekarang. Jauh lebih nekat.
Mas Manto berada di belakang pintu dapurku. Berdiri agak membungkuk. Handuk hijau lusuhnya sudah tersampir di pundak kirinya. Cd putihku yang ia kenakan tadi, sudah ia turunkan sampai sebatas paha, tangan kirinya kedepan, menopang tubuhnya pada dinding pintu dapurku, dan tangan kanannya, menggenggam erat batang penis miliknya yang sudah berwarna sangat merah. Dikocoknya penis itu dengan cepat, sampai terdengar bunyi "tek tek tek". Suara kulit penis yang terenggang dan tertarik oleh tangan kekarnya.
"Mbak Liani….. ohhh…. Mbak Liani….." erangnya tertahan.
Lututku kembali melemas. Aku langsung jatuh terduduk. Menyandarkan punggung dibawah jendela dapurku.
"Mas Manto sedang beronani di balik pintu dapurku" batinku girang."mas Manto sedang mengocok penis besarnya di belakang pintuku"
Jantungku terasa seperti mau loncat melalui mulutku. Aku sudah sangat terangsang. Vaginaku gatal, berdenyut hebat, pengen sekali digaruk oleh kejantanan mas Manto. Aku tatap lembar pintu dapur yang ada disamping kananku. Aku tatap gagang pintu yang berada ditengahnya. Hanya sekali putar saja, aku bisa membuka pintu itu dan mempersilakan mas Manto tuk masuk ke rumahku. Aku sudah begitu terangsang, tanganku, entah sejak kapan juga sudah mengobok-obok vagina dan klitorisku.
Aku benar-benar menginginkan mas Manto untuk masuk ke dalam rumahku, menciumku, menjilat payudaraku, menyodok vaginaku, dan menumpahkan seluruh spermanya yang kental kedalam rahimku. Seumur hidup, tak pernah aku merasakan nafsu seperti ini. Dengan lutut yang masih gemetar, aku memberanikan diriku tuk berdiri. Aku coba mengintip, apa yang mas Manto lalukan sekarang. Dia masih dalam posisi yang sama. Mengocok batang penisnya kuat-kuat. Aku bulatkan tekad, memberanikan diri tuk membuka pintu dapurku. Aku tak peduli akan apa yang akan orang lain katakan jika mereka melihat kami selingkuh. Aku tak peduli akan resiko yang akan aku peroleh jika hubungan gelap yang akan aku mulai dengan mas Manto ini sampai diketahui oleh suamiku. Ya. Hanya itu. Aku ingin kenikmatan dan kepuasan. Aku ingin merasakan kenikmatan yang selalu gagal aku capai dengan mas Andri, suamiku. Aku raih gagang pintu dapurku. aku tarik nafas dalam-dalam, dan aku putar ke bawah.
"Arrrrrgggggghhhhh….Mbak… Liaaaaannnniiiiiiii…."
Aku dikagetkan oleh suara erangan mas Manto. Enam semburan kencang ditembakkan ke arah pintu dapurku. Mas Manto telah orgasme duluan, sama seperti mas Andri, aku kembali ditinggalkan terangsang seorang diri. Aku urungkan niatku. Gagang pintu itu tak sempat aku putar. Aku hanya bisa menyesali ketidak beranianku.
"Mas Manto…." Aku hanya bisa memanggil namanya lirih. aku merasa begitu kecewa dan mengutuk diriku yang tak berani mengambil resiko.
Masih dari balik korden jendela dapurku, aku lihat mas Manto berdiri tertegun. Menatap penis dan cipratan sperma yang membasahi pintu dapurku. dada bidangnya naik turun, dan nafasnya terengah-engah. Mukanya berwarna merah. Dengan tangan yang masih mengurut-urut batang penisnya ia berusaha mengeluarkan semua cairan dari dalam kantong zakarnya. Tak lama kemudian, dengan kondisi masih tanpa mengenakan baju apapun, mas Manto melangkah mundur, pergi meninggalkanku, lalu masuk ke dalam rumahnya.
Mendadak, tak terdengar suara sedikitpun. Sunyi.
"Pluk…pluk…pluk…" Saking sunyinya, sampai telingaku mampu mendengar suara tetesan air keran yang berada di halaman belakang rumahku.
"Blak… keblak.. keblak…" Suara kebatan baju basah milikku yang dihembus oleh semilir angin.
Sunyi….perlahan, aku putar gagang pintu dapurku dan kugeser perlahan pintu dapurku sampai terbuka semua. Aroma tajam sperma langsung menyengat hidungku. Aroma dari kejantanan seseorang yang baru saja menjadi idolaku.
"Gila…Banyak sekali…." Pikirku.
Sperma itu membasahi pintu dapurku, setinggi perut. Terdapat sekitar enam lokasi cipratan sperma yang masih menempel dan merayap turun ke tanah. Rasa penasaran itu pun muncul kembali. Aku julurkan tanganku, menyentuh sperma yang masih mengalir turun itu. Aku usap-usap, dan aku masukkan beberapa jemari tanganku ke dalam mulut.
"Inikah rasanya…?" bibirku mengecap perlahan.
Merasa kurang puas merasakan sperma yang masih menempel itu, aku lalu jongkok. Memposisikan diriku dihadapan lokasi cipratan sperma mas Manto yang masih menempel di pintu dapurku. Aku julurkan lidah, menutup kedua mata, dan memajukan kepalaku. Kutempelkan lidahku ke pintu kayu yang belepotan sprema itu.
"Asin…" kataku dalam hati.
Mendadak, aku seperti merasa tak mengenali diriku lagi. Aku merasa tidak seperti Liani yang sopan, berpendidikan, dan bermoral baik. Sekarang aku merasa seperti pelacur yang haus akan kepuasan. Aku bersihkan semua cipratan itu dengan tangan dan lidahku. Bahkan tak jarang, sperma yang belepotan ditangan, aku colok-colokkan di vaginaku, membayangkan kalau tangan kecil milikku itu adalah penis besar mas Manto. Aku tak peduli jika ada tetangga yang melihat aktivitas gak wajarku. Yang jelas, saat ini, aku begitu bernafsu untuk dapat menghabiskan semua sperma gurih yang menempel di pintu dapurku.
**********
Jam dinding telah menunjukkan pukul 5 sore. Tak terasa, sudah hampir 6 jam aku terlelap. Walau hanya mencuci satu bak kecil, tapi rasanya aku seperti baru saja melakukan pekerjaan membangun perumahan satu komplek. Sangat capek. Masih di atas tempat tidurku, tiba-tiba aku tersenyum sendirian. Membayangkan kejadian yang terjadi beberapa jam yang lalu. Kejadian gila, nekat, dan tak pernah sekalipun aku bayangkan.
"Mas Manto dan badan berototnya… Mas Manto dan penis besarnya… Mas Manto dan pejunya yang menyembur begitu banyak… aku butuh kenikmatan darinya… oh mas Manto… gimana ya rasanya selingkuh dengan tetangga…?" tanyaku dalam hati "Kenapa tidak…? Toh suamiku tak pernah memberiku kepuasan jasmani…." jawabku sendiri." Kamu gila Liani… kamu gak waras…"
"Tok… tok…tok… " terdengar ketukan di pintu dapur.
Aku langsung beranjak dari kasur empukku dan berjalan kearah dapur. Kubuka pintu dapurku, namun aku tak melihat siapa-siapa. Aku hanya menemukan satu keranjang kotak yang tertutup taplak meja makan dan dua buah rantang bertingkat yang juga tertutup. Semua diletakkan di lantai depan pintu dapurku.
"Kiriman dari siapa ya?" celingukan aku mencari tahu siapa gerangan yang telah mengirim ini semua. Aku lalu menekuk kaki, dan berdiri dengan lututku. Aku buka kain yang menutup keranjang kotak itu.
"Ini khan baju…?" aku baru saja tersadar, ternyata semua cucianku yang aku jemur di halaman rumahku, telah lenyap. Berpindah kedalam keranjang kotak yang ada di hadapanku. Kaos, kemeja, daster, handuk, kolor, sampai semua cd dan braku telah licin terlipat dan tersusun rapi di dalam keranjang kotak itu. Terlebih, baju-baju itu telah terpisah, antara milikku dan milik mas Andri. Kembali aku celingukan mencari tau. Namun tetap saja, tak kutemukan jawaban apa-apa. Tiba-tiba aku kembali mencium aroma yang begitu khas. Aroma yang baru-baru ini selalu memenuhi benak dan imajinasiku.
"Bau peju mas Manto" batinku.
Kupertajam daya pengendusanku, kucari-cari darimana aroma itu berasal. Bukan dari pintu dapurku, aku meyakinkan diri. Karena pintu itu sudah aku bersihkan dengan benar tadi pagi. Aroma itu seperti berasal dari tumpukan baju ini. Dadaku kembali berdebar-debar.
Aku angkat satu persatu tumpukan baju kering yang ada di depanku. Aku periksa dengan seksama. Dan, benar. Ada cairan sperma yang menggenang di dalam tumpukan bajuku. Bukan di tumpukan baju mas Andri, suamiku, melainkan hanya di tumpukan bajuku.
"Sialan… berani benar mas Manto melakukan hal ini…" gerutuku. Aku merasa, semua jerih payah yang aku lakukan tadi pagi menjadi tak berarti sama sekali. Karena walau tak semua baju bersih ini terkena spermanya, tapi tetap saja, mau-tak mau aku harus mencuci ulang semua bajuku.
Aku lempar semua baju yang telah ternoda oleh sperma mas Manto kedalam keranjang. lalu aku saut rantang besi yang ada di sampingnya. Dan, sekali lagi, hidungku mencium aroma khas yang keluar dari rantang besi itu. Ketika aku buka tutup paling atas dari susunan rantang itu, aku hanya mendapati kolak labu yang masih mengepulkan asap hangat.
"Kolak? Pikirku heran.
Lalu, aku angkat rantang teratas tuk mengetahui apakah isi rantang di bawahnya. Mendadak, aku tersenyum, tertawa terbahak-bahak, sampai aku jatuh terduduk. Aku tidak lagi merasa kesal, malah aku merasa senang dan bahagia. Aku merasa mas Manto sudah jatuh kedalam pelukanku. Karena tinggal menunggu waktu saja kapan perselingkuhan ini akan berjalan. Di dalam rantang paling bawah, aku mendapati cd putihku yang masih berlumuran sperma, satu botol selai, dan selembar kertas. Aku ambil kertas itu dan kubaca tulisan jelek diatasnya perlahan.
"Cd putih mbak Liani sudah saya temukan loh… sekarang saya minta hadiahnya…" aku tersenyum sambil mengambil cd putihku. "Saya juga tau loh siapa yang membersihkan pintu dapur mbak….dan bagaimana dia membersihkannya…"
Mukaku langsung memerah dan mulai tertawa girang sambil mengamati beberapa bagian cd putihku telah mengeras Kuendus-endusdan kuhirup dalam-dalam aroma sperma mas Manto yang masih menempel sambil sesekali menjilatnya. "Ini pasti baru saja disembur lagi…"
Dan yang terakhir, aku ambil botol selai itu, dan aku buka tutupnya. Kembali aku cium aroma sperma mas Manto, namun kali ini sungguh menyengat. Botol itu berisikan sperma. Tak banyak, hanya sekitar seperempat botol dan sudah sebagian besar mulai mengendap.
"Obat Awet Muda. Minum 3x sehari" mirip label obat yang beredar di pasaran.
Aku kembali tersenyum dan tertawa terbahak-bahak. Aku merasa seperti anak kecil, yang baru saja dibelikan mainan boneka, begitu senang dan gembira. Aku baca tulisan jelek yang menempel didinding botol. Segera saja kumasukkan semua barang kiriman yang aku yakin, ini semua adalah kiriman dari tetangga sebelah. Mas Mantoku. Semua baju milikku dan milik suamiku kuletakkan rapi kedalam lemari pakaian. Aku tak peduli sama sekali akan noda-noda sperma yang ada, bahkan aku ingin untuk memakai semua baju yang ia nodai itu.
"Dingin… " kataku sambil mengusap vaginaku yang sekarang kembali basah oleh cd putihku yang belepotan sperma mas Manto. Lalu kupergi kedapur untuk mengambil sendok.
"Semoga ini benar-benar obat awet muda". Kutuangkan cairan dari botol selai itu, memenuhi sendok makanku, dan kubuka mulutku lebar-lebar.
***
"Dek… liat deh yang sudah mas bawain buat kamu…" sambil tersenyum, suamiku mengangkat kantong kresek hitam yang ia bawa. "Aku bawain kamu… sup dan sate kambing… buat bekal kita menghabiskan malam minggu ini bersama… hehehehe… "
"Aduh… kamu emang yang paling top deh mas…"
Setelah menyantap makan malam, tak lama kemudian aku dan mas Andri pun memulai apa yang sudah kami rencanakan sebelumnya. Ya, kami bersetubuh. Aneh. Dalam persetubuhan kali ini, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda muncul dari dalam diriku. Aku lebih bisa mengekspresikan diriku, lebih bebas, dan lebih agresif. Tak ada lagi rasa nyeri seperti yang tadi pagi aku rasakan ketika mas Andri menusukkan batang penisnya kevaginaku. Semua terasa begitu nikmat. Malah, sekarang aku tak malu lagi untuk melenguh, mendesis dan berteriak lebih lantang. Jauh lebih lantang daripada biasanya. Dan yang paling aku rasa aneh adalah, aku mampu dua kali orgasme. Sekali ketika disodok dari belakang oleh mas Andri, di samping meja makan. Mirip seperti posisi tadi pagi. Dan sekali ketika aku dalam posisi telentang, diatas kasur tidur kami yang luas. Aku tak tau, perubahan dalam diriku ini dikarenakan sop dan sate kambing atau karena hal lain. Hal lain…
"Malam ini kamu benar-benar beda dek…. lebih beringas… mas suka itu… hahahaha…" kata suamiku sambil mengacak-acak poni rambutku.
"Apaan sie mas… adek mah biasa aja kok…. Mas aja kali yang yang dah nggak sabar pengen ngewe sama adek…."
"Bener dek… kamu beda… tatapan mata kamu… senyum kamu…dan yang paling beda… memek kamu… lebih peret…" pujinya.
"Aah mas bisa aja…"
"Aku sayang kamu dek…" tangannya yang besar menelungkup diatas tubuhku, menyelimutiku dengan rasa sayangnya.
"Adek juga sayang kamu, mas…………"
Masih dalam keadaan telanjang bulat, kamipun akhirnya tertidur.
***********
Minggu pagi datang begitu cepat.
"Met pagi ratu manjaku…" kecupan hangat dan basah mendarat di putting kananku. Segera saja aku buka mataku dan membalas salam pagi suamiku.
"Dasar tikus hutanku….." tawaku renyah.
Seharian itu kami merasa seperti penganten baru. Bersetubuh, bersetubuh, dan bersetubuh. Seolah-olah kami mendapat kekuatan baru yang membuat badan kami selalu fit. Pintu dan jendela rumah sama sekali tak kami buka, karena kami bersetubuh di seluruh area rumah. Memasak, mencuci dan segala aktifitas rumah tangga pun, kami lakukan seperti kaum nudis. Tanpa menganakan baju sama sekali. Semua terasa seperti mimpi.
**********
"Masku sayang… ayo ah… bangun…. " kataku sambil memukul-mukulkan batang penis lemasnya yang sudah bersih keperut buncit suamiku. " dah bersih nih dedenya…."
Mas Andri yang masih dalam kondisi telanjang bulat, tetap saja berdiam diri, telentang di atas kasur dan membuka tangannya lebar-lebar. Dadanya naek turun dan nafasnya masih terengah-engah. Dia memutar kepalanya kebawah, menatap aku yang masih menungging setia di atas pahanya. "Aduuuh… mas masih capek nih dek…. 10 menit lagi ya…" jawabnya.
Gemas karena mendengar jawaban malas, aku gigit batang penisnya pelan.
"Iya…iya…iya… ampun…. Mas bangun…. Ampun dek…"
"Hahahahaha… nah gitu donk…ini udah siang… ayo berangkat kerja… katanya ntar ada meeting…?"
"Astaga… kamu bener…"
Tergopoh-gopoh mas Andri bangun dan berlari ke kamar mandi. Tak menutup pintu kamar mandi, mas Andri langsung mengguyur kepalanya.
"Sayang tolong siapkan semua perlatan kantorku ya… mas dah telat nih…" Sambil keramas, dia menginstruksikan padaku barang apa saja yang mau dibawanya meeting.
"Syukurin… biar aja telat…makanya jadi tikus hutan tuh liat-liat waktu donk… sini kalo masih mau nambah… adek siap melayani… hahahaha" kataku sambil berdiri di depan pintu kamar mandi, meliuk-liukkan tubuhku bak penari erotis." Come"on… come to mama…" ejekku lagi…
"awas kamu ya… " kata mas Andri sambil melempar air dengan gayung…
"Dek, mas berangkat dulu ya… harus buru-buru nih… ntar malem kayaknya mas pulang agak telat deh… jadi kamu jaga diri baik-baik ya…" nasehatnya sambil mengecup keningku.
"Iye…iye….dasar baweeeeel… sana gih buruan berangkat" kataku pada suamiku tercinta.
Dengan gemas. Mas Andri melakukan salam perpisahan khas kami. Meremas kedua belah dadaku, memelukku dari depan dan menepuk keras-keras kedua bongkahan pantat semokku. Ia lalu beranjak pergi sambil melambaikan tangan.
Kembali, aku seorang diri lagi rumah kontrakan baruku ini. Menjadi ibu rumah tangga. Menyapu, mengepel, mencuci piring dan mencuci baju. Tiba-tiba aku teringat akan kejadian kemarin lusa. Kejadian gila yang membuatku berubah menjadi Liani yang baru. Liani yang nakal, binal dan tak kenal malu ini. Kejadian awal perselingkuhanku dengan tetangga samping rumahku. Mas Manto. Kakiku melangkah ringan menuju belakang rumah, lalu kuputar gagang pintu dapurku. kubuka lebar-lebar pintu itu dan mengamati keadaan di sekelilingku. Masih tetap sepi seperti kemaren lusa. Hanya saja, aku tak melihat cucian mas Manto yang dijemur. Hari ini, hanya ada beberapa helai cucian kotor yang teronggok basah di bak cuciku. Tapi entah kenapa, aku sepertinya ingin segera mencuci lagi. Dengan hanya mengenakan daster pendek tanpa daleman sama sekali, kembali, aku menyeret bak cuciku kearah halaman belakang rumah kontrakanku.
"Cburrr…..cbuuurrrr……" aku mendengar suara air dan gayung.
"Wah … mas Manto sedang mandi nie…" pikirku.
Vaginaku yang masih basah karena baru saja disodok-sodok mas Andri tadi, mulai kembali berdenyut. Cairannya mulai membanjir turun kearah pahaku. Putting dadaku juga mulai mencuat, menampakkan keberadaannya dibalik daster tipisku. Dadaku berdebar-debar dengan hebatnya dan lututku pun mulai melemas.
"Tok… tok… tok…" aku ketuk pintu dapur mas Manto yang tertutup rapat.
Suara deburan air itupun sejenak terhenti. Mas Manto menutup keran airnya, dan berteriak lantang. "Yaaa… sebentar…. Syapa ya…?"
"Sa… saya mas… " kataku putus-putus menahan nafsu yang sudah memuncak "Liani…"
Aku mendengar mas Manto membuka pintu kamar mandinya, berjalan kearah pintu dapur dan membukanya perlahan. "Yaa…? Ada apa ya mbak….?" Katanya tenang.
Pria idamanku sekarang berada di depan mataku. Pria yang selalu aku bayangkan ketika bersetubuh dengan mas Andri, suamiku, sekarang benar-benar ada didepanku. Dia terlihat begiru segar, sama persis seperti saat aku meminjam bak cucinya sabtu kemaren. Badan dan rambut yang masih sama, basah terkena air mandi, namun kali ini agak berbeda. Aku tak lagi melihat handuk lusuh berwarna hijau yang terikat di pinggang rampingnya. Saat ini, mas Manto dengan sangat percaya diri, berdiri dalam kondisi tanpa mengenakan penutup aurat sama sekali. Telanjang bulat, memamerkan batang penisnya yang menjulang tinggi melewati pusarnya. Cairan vaginaku sudah tak tertahankan lagi. Meleleh turun, membasahi paha dan betisku. Aku benar-benar terangsang.
"Mas Manto… bisa pinjem ….." tanyaku lirih sambil menyunggingkan senyum selebar mungkin.
"Bisa…" potongnya sambil memamerkan senyum paling indah sedunia. Senyum tenang yang selalu menghanyutkan diriku. Diraihnya pergelangan tanganku, dikecupnya pelan, dan diletakkannya telapak tanganku tepat di kepala penisnya yang sudah berdenyut hebat.
"Yuk…mbak… "
Aku terima ajakan mas Manto, melangkah masuk ke dalam rumah kontrakannya, dan menutup pintu dapur di belakangku rapat-rapat.

"KEPLAK…KEPLAK……KEPLAK" hembusan angin pagi menggoda helai pakaian basah yang terjemur rapi di halaman belakang rumahku. Semerbak aroma bunga dari pewangi pakaian beterbangan terbawa angin keseluruh penjuru ruang.
"PLUK…PLUK…PLUK" suara lembut tetesan air yang jatuh dari ujung mulut keran ke dalam bak mandi.
"TENG…TENG…TENG" dentang jam terdengar nyaring sebanyak sepuluh kali.
Hari ini, langit terlihat jauh lebih bening daripada biasanya, membuat matahari bersinar dengan teriknya. Beberapa awan kecil dengan malu-malu melayang lucu, ditemani layang-layang yang berjoget riang.
"Benar-benar pagi yang sempurna" kulihat bayangan senyum bibirku terpantul dari peralatan masak yang tergantung rapi di dinding.
Pandanganku menebus beningnya kaca nako jendela dapur. Kutatap bak cuci pecah yang bertengger manis di sudut dinding belakang rumahku, bersebelahan dengan 2 buah bak cuci baru berwarna merah tua. Senyumku semakin mengembang lebar jika mengingat kejadian konyol beberapa waktu lalu. Kejadian dimana awal perkenalan, pertemanan, dan perselingkuhan dengan tetanggaku dimulai. Semua gara-gara bak cuci yang pecah. Entah kenapa akhir-akhir ini, hari terasa begitu cepat berlalu. Siang datang dengan tiba-tiba, dan tak lama kemudian, malam pun menampakkan keanggunannya. Semua hari seolah berlomba-lomba untuk mengabsenkan dirinya. Kulihat kembali bayangan seksi diriku terpantul dari peralatan masak yang tergantung rapi di dinding. Kuputar-putar pinggangku, mencoba melihat kemolekan lekuk tubuhku sendiri.
"Ternyata badanku masih tampak sangat seksi" Batinku. "Nggak kalah lah dengan badan muda anak-anak SMA" kembali aku tersenyum.
Dengan proporsi 165cm/50 kg, tubuhku terlihat begitu semok. Ditunjang kulit putih tak berbulu, kaki jenjang panjang, pantat bulat, dan payudara 36C yang besar membusung, aku yakin mampu membuat mata para pemuda serasa mau loncat dari kelopaknya jika melihatku dalam kondisi bugil seperti ini. Kuraih celemek kecil yang tergantung di sisi pintu dapur, dan langsung kukenakan guna menutupi tubuh polosku. Kupecahkan sebuah cangkang telor ayam dengan sudip. Cairan bening lengket beserta gumpalan bulat bewarna kuning meluncur turun dengan manjanya. Mendarat di atas besi licin, dan langsung mendidih kepanasan.
"SREEEENNGG". Dua kali kulakukan hal yang serupa. Jemariku bergerak lincah, mengambil sejumput garam, dan menaburkannya diatas genangan telor yang bergejolak. Tak lama, aroma wangi makanan memenuhi dapur kecil ini, membuat perut yang lapar semakin meraung-raung.
Kubiarkan beberapa saat, sampai tiba waktunya 2 telor itu pindah dari panasnya besi penggorengan ke atas nasi merah yang masih mengepulkan asap. Telor itu tersenyum manis kearahku dan kemudian terlentang dengan genitnya. Tak lama, kubawa sajian pagiku ke kamar tidur. Kondisi kamar tidur terlihat begitu berantakan. Sebagian bantal dan guling beserta selimut telah jatuh ke lantai. Kain sprei tertarik kesana kemari, tak mampu lagi membungkus kasur dengan sempurna. Gumpalan kertas tissue yang basah tercampur sperma berserakan dimana-mana. Kaos, rok, kolor, sarung, celana dalam dan bra, teronggok di hampir setiap sudut ruangan. Benar-benar berantakan. Kusapu seluruh sudut kamar tidur mas Manto dengan mataku. Aku baru sadar, jika sebenarnya udara dalam kamar ini benar-benar pengap. Gelap, panas, dan berbau amis. Walau kipas angin yang berada di sudut ruangan telah disetel semaksimal mungkin, namun, angin yang dihembuskannya masih terasa panas dan lengket. Kubuka tirai dan jendela kamar tidur mas Manto membiarkan udara pengap dalam kamar ini tergantikan oleh udara baru yang segar. Kilau sinar matahari langsung membutakan mataku, terang sekali. Karena terbiasa dengan kondisi temaram kamar mas Manto beberapa saat tadi, perlu sedikit waktu bagi mataku untuk dapat beradaptasi dengan terangnya pagi itu. Hembusan segarnya udara pagi langsung menyapa wajahku. Kuhirup dalam-dalam dan kubiarkan jendela kamar tidur itu terbuka lebar-lebar.
"Ini sarapan paginya mas"
Kuletakkan nampan berisikan nasi goreng telor setengah matang, air putih dan kopi pahit kegemaran suamiku di meja rias yang ada di sudut kamar tidur. Aku duduk ditepi tempat tidur, di samping kanan tubuhnya yang masih polos tanpa mengenakan sehelai pakaian pun. Ia menatapku dalam-dalam sambil tersenyum. Tangan kirinya diletakkan dibelakang kepala tuk dijadikan bantal. Dan tangan kanannya selalu dalam kondisi siaga, mengurut penisnya yang mulai kembali tegang secara perlahan. Kukecup pelan pipinya dan kupeluk perlahan tubuh kekarnya. Dadanya yang bidang terlihat sudah bergerak normal, naik dan turun dengan teratur. Begitu pula dengan hembusan nafasnya yang sekarang terlihat begitu tenang. Dengan sigap, ia segera bangkit dari posisi tidurnya dan bergeser ke kiri, mempersilakan aku untuk semakin mendekat ke arahnya. Punggung lebarnya disandarkan ke kepala ranjang.
"Makasih dek" suamiku tersenyum dan mengecup keningku "Kamu baik banget…setiap pagi selalu menyediakan 'sarapan' paling enak sedunia…bahkan mungkin sarapan yang paling enak se-jagat raya"
"Aaaah mas bisa aja…khan memang ini tugas seorang istri mas" kukecup dada bidang suamiku dan kukenyot puting yang berwarna hitam itu "Untuk selalu bisa memuaskan lelaki pilihannya…lahir dan batin"
"Kamu memang bidadari dek" ditariknya kedua pundakku maju kearahnya dan dipeluknya erat-erat. Sangat erat sampai aku merasakan sedikit kesakitan pada kedua payudaraku yang tertekan ke dada bidang suamiku. Dielusnya belakang kepalaku sambil mengusap-usap punggung putihku dengan tangannya yang kasar. "Aku sayang kamu dek"
"Hmmm…udah udah…nih dimakan makanannya…ntar keburu dingin" aku berusaha melapaskan diri dari pelukan suamiku. Sekuat tenaga kudorong tubuhnya, tapi sia-sia, ia begitu kuat. "Udah ah mas…nie adek mo ngambil makanannya dulu"


Sambil tersenyum, ia akhirnya mengendurkan pelukannya. Namun ketika aku membalikkan badan dan beranjak mengambil makanan di meja di sudut kamar, kembali suamiku menarik pinggangku yang kecil dan memelukku dari belakang. Tak lama kedua tangannya mulai jahil, menelusup dari sisi-sisi celemek dan meremas payudaraku yang bergelantungan bebas
"Bentaran ah dek…mas masih kangen kamu"
"Shhh…Aduuuuhhhh…udahan donk mas…sarapan dulu"
"Tapi mas nggak kepingin makan sarapannya dek" diremasnya kedua payudaraku lagi dan mulai mempermainkan putingku yang mulai tinggi mencuat "Mas kepingin makan kamu"
"Aduh…khan baru 20 menit tadi mas makan adek…masa mau nambah lagi?"
"Hahahaha" tawanya lantang "Kalo makan kamu mah mas nggak bakalan kenyang dek"
"Ssssshhh" Erangku mulai terhanyut arus birahi "Iya deh iya…ntar adek kasih lagi…tapi shhhh…sekarang mas makan dulu yak"
Seperti keasyikan bermain balon berisi air, diguncang-guncangkannya payudaraku sembari mengecup tengkukku. Membuatku semakin merinding mendapat perlakuan seperti itu.
"Makasie ya dek Lianiku sayang" masing-masing payudaraku ditarik jauh-jauh kearah samping dan diplintirnya puting payudaraku keras-keras . "Mas sayang banget ma kamu"
"Aawwwhhh…aduh…mas Manto tega deh" kutampikkan kedua tangan nakalnya keras-keras, mengusirnya supaya tak menggoda putting dan payudaraku lagi. "Khan sakit" kataku sambil mengernyitkan hidungku kearahnya, lalu beranjak bangun.
Kuambil nasi goreng yang ada di atas meja rias mbak Narti dan kuserahkan kepada mas Mantoku. Diambilnya piring nasi goreng itu dengan satu tangannya, lalu ia kembali duduk sambil menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Ia hanya tersenyum lalu tertawa lantang. Dan sekali lagi, aku terbuai oleh senyum yang menawan. Tak terasa, perselingkuhanku dengan mas Manto telah memasuki bulan kedua. Dan selama itu pula aku merasakan bagaimana indahnya hidup. Bukannya aku tak mensyukuri akan apa yang telah diberikan oleh mas Andri, suamiku asliku, namun jika bersama mas Manto, aku merasakan bagaimana rasanya menjadi wanita yang sebenarnya. Karena dari mas Manto, aku bisa mendapatkan kepuasan yang tak pernah aku dapatkan dari mas Andri. Kepuasan lahiriah sebagai seorang wanita. "Kenikmatan ketika mendapatkan ORGASME, benar-benar tak terkatakan" Semenjak tragedi pecahnya bak cuciku beberapa waktu lalu, aku menjadi seolah terhipnotis untuk menjadi istri kedua mas Manto. Menjadi budak pelampiasan nafsu binatang suami mbak Narti, tetangga sebelah rumah kontrakanku.
Peranku sebagai istri mas Manto berlaku semenjak mas Andri berangkat kerja di pagi hari sampai ia pulang di sore harinya. Semenjak saat itu pula, aku jadi sering menginap dirumah mas Manto ketika siang. Setelah istri mas Manto berangkat kerja juga tentunya. Mungkin karena jadwal mas Andri dan mbak Narti yang terlalu mudah diprediksi, kami menjadi benar-benar merasa tenang dengan perselingkuhan yang terjadi selama ini. Pagi hari sekitar pukul 8, suamiku berangkat ke kantor. Tak lama, sekitar 30 menit kemudian, mbak Narti juga kepasar untuk bekerja di toko. Sore harinya, mbak narti pulang lebih dahulu, sekitar pukul 6 sore. Dan suamiku, juga baru sampai rumah sekitar pukul 8 malam. Otomatis dari pukul 9 pagi sampai 5 sore, tak ada lagi pasangan masing-masing yang bakal memergoki kami berdua untuk berbuat mesum. Sehingga ada sekitar 8 jam waktu untuk kami berdua guna menikmati perzinahan ini.
"Enak bener dek masakanmu…sempurna" katanya memuji masakanku sambil tersenyum lebar.
"Siapa dulu donk istrinya…??" kataku sambil berkacak pinggang dan menepuk-nepukkan tanganku di payudaraku. "Liani…sang istri super"
"Haahahahaha…mas bangga dek bisa mendapatkan kesempatan untuk menjadi suamimu"
"Bangga sih boleh bangga…tapi mbok ya kontolnya diajarin supaya sedikit hormat" kataku sambil menunjukkan daguku kearah kemaluan mas Manto yang telah berdiri tegang dengan sempurna "Kok kayaknya nantangin gitu"
Liani yang kalem, sopan dan berperilaku terpelajar berubah menjadi Liani yang liar, binal dan berlaku bak pelacur murahan. Kugeleng-gelengkan kepalaku, takjub akan stamina penis mas Manto. Tak peduli sebanyak, sebrutal dan secapek apapun persetubuhan yang telah kami lakukan, penis itu dapat dengan mudah bangkit dari tidurnya. Tanpa banyak basa-basi, segera saja aku loncat ke tengah-tengah kasur lalu kuraih batang berurat yang tumbuh di selangkangan suami baruku itu. Kubuka paha dalam mas Manto lebar-lebar dan mulai kukocok penis beruratnya perlahan.
"Bentar dek…bentar" mas Manto berusaha meletakkan piringnya dan menjauhkan tanganku dari selangkangannya. Namun buru-buru aku cegah.
"MAKAN…!!!" Kubelalakkan kelopak mataku, dan kutatap mata mas Mantonya dalam-dalam.
"Ampuuunnnnn…iya deh…iya"
Denyutan batang penis mas Manto begitu hebat. Sampai aku bisa merasakan kedutan aliran darahnya ketika melewati rongga urat-urat yang berwarna hijau kehitaman. Ukuran penis mas Manto mirip tongkat kasti, begitu besar dan panjang.
Sekilas jika aku bandingkan antara penis mas Manto dengan penis milik suamiku, terlihat sungguh jauh berbeda. Panjang penis mas Andri hanya sekitar 16 cm. Digenggam dengan dua kepalan tanganku pun, batang dan kepala penis mas Andri sudah habis. Berbeda dengan penis mas Manto, walau sudah dibungkus dengan dua kepalan tanganku, masih ada lebih dari sepertiga bagian penisnya yang tersisa. Jengkalan tangankupun tak mampu untuk menyamai panjang batang penisnya. Belum lagi dengan diameternya. Jika diameter batang penis mas Andri mampu aku genggam penuh dengan mudah, tak begitu dengan batang penis mas Manto. Batang penis mas Manto terlihat jauh lebih besar, bahkan saking besarnya, ketika kucengkeram, hanya ujung ibu jariku yang mampu menyentuh ujung jari tengahku, tak peduli sekeras apapun aku mencengkeram batang itu.
"Ampuuunnn deeekk"
Semakin cepat aku naik turunkan tanganku pada penis mas Manto, dan semakin merah pula batang penis itu menderita. Sesekali, kepala penis mas Manto aku cekik, sampai bagian kepala penisnya menggelembung besar, penuh dengan darah berwarna merah kehitaman. Sesekali pula aku gigit keras-keras batang penisnya, sampai membekas cetakan gigiku. Berderet merah bak jahitan kemeja kerjanya.
"HAP…sluuurrrrpp" kumasukkan batang penisnya kemulutku.
Sesaat, tercium aroma pesing selangkangan yang langsung menusuk hidungku. Tak mau ketinggalan, aroma anyir sisa-sisa sperma juga kembali aku rasakan menjalar keseluruh bagian lidahku. Kujilati semua permukaan kulit penis yang bertonjolan urat-urat itu. Kukecup kepala penis mas Manto yang semakin memerah dan kukelitik lubang kencingnya yang mulai mengeluarkan air mani. Aku urut batang berurat itu dengan kencang dan keras, berharap dari lubang kencingnya segera muncrat benih-benih kejantanannya. Benih kehidupan yang tersimpan di kantung zakar hitamnya.
"Uuuuhhhhhh…Shhh" mas Manto memejamkan mata dan mendesah lirih, berusaha menikmati jilatan brutal lidahku diantara sakitnya cengkeraman jemari tanganku. "Ammpuun dek…ampuuunnn" katanya sambil berusaha meletakkan piring makannya.
"Hiiiieeeemmmm hhaaajjaaa hhiiissiiihhuuu…(diem saja disitu)" perintahku tegas.
"Dek…bentar dek…mas naruh piring makan dulu ya" katanya sambil memegang kepalaku, berusaha menjauhkan dari penisnya yang telah memerah tegang.
"Mmmmhh bodo" jawabku enteng. Kulepaskan batang mas Manto dari kuluman mulutku. "Slllrruup…syapa suruh tadi mas melintir-melintirin puting adek…khan adek jadi pengen ngewe lagi…Mmmmnnhh " kataku sambil menegakkan penisnya, berusaha menjilat dan memakan biji zakarnya.
Biji zakar sebesar buah duku itu juga tak kalah sangarnya. Terlihat begitu bulat, hitam dan terbungkus kulit tipis yang ditumbuhi ratusan helai rambut. Menggelambir turun dan ikut terombang-ambing kesana kemari seiring kocokan jemari lentikku.
"Rambut jembut yang lebat sekali" batinku, sembari terus mengurut batang besar itu dengan mulutku. Sesekali, aku kunyah rambut rambut kemaluan mas Manto sambil menggigit buah zakarnya…
"Ammppuuunnnn deeekk…Mas ga kuat lagi…ampunn" rintih mas Manto keenakan. Diletakkannya piring nasi goreng itu disamping tempatnya duduk, dan sambil mengejan keenakan, mas Manto memegang kepalaku.
Melihat ketidak berdayaan suami baruku, aku menjadi semakin gemas dan brutal. Dengan dua tangan, kupercepat kocokan penisnya, sambil terkadang kupelintir batang penis itu, bak memeras cucian basah.
"Dek Liani…bentar dek sssshhh…aduuhh deekk…kalo ****** mas kamu plintir-plintir gitu…mas bisa cepet keluar lagi…ssshhh" desisnya.
"Ya udah…sok…Mnnmmhhh" Tantangku sambil kembali memasukkan kepala penisnya lebih dalam ke mulutku. Kuhisap kepala penis mas Manto sekuat tenagaku, sampai kurasakan pipi putihku kempot. Aku ingin kembali merasakan benih kejantanannya.
"Deekk…Dekk"
"Uhhaaahhh…huurruuaann hiihheelluuaahhiinnn…(Udah buruan dikeluarin)"
"Ammppuunnn deeekkk…ampun" digerakkannya kepalaku naik turun.
Mas Manto sepertinya berusaha menjadikan bibir, mulut dan lubang tenggorokanku sebagai sarana pengocok penisnya. Walau mas Manto tahu, hanya setengah dari total panjang penisnya yang mampu aku telan, namun hal itu tak juga mengurungkan niatnya untuk memperkosa mulutku. Dengan posisi tubuhku yang menungging, terkadang tangan mas Manto menggapai-gapai vagina dan payudara 36Cku yang bebas bergelantungan. Terkadang pula ia menusuk vaginaku dengan jari-jemarinya atau memuntir dan menarik-narik putingku. Aku hanya bisa memejamkan mata, mencoba menikmati permainan kasar suami baruku. 3 kali sodokan pendek, 2 kali sodokan dalam. Tempo yang dilakukan mas Manto ketika menaik turunkan kepalaku. Mas Manto memang selalu bermain dengan tempo. Aku dapat merasakan kepala penisnya menyundul-nyundul didalam tenggorokanku. Maju mundur dengan tempo yang sangat cepat. Tak jarang tenggorokanku merasa sampai tersekat dan tak bisa bernafas. Namun, entah mengapa, dari kebrutalan gaya bermain mas Manto, aku semakin terlena dibuatnya.
"Tiduran terlentang dek…mas juga pengen ngobel memek kamu" Perintahnya singkat.
Karena aku juga sudah terbawa nafsu jasmani, segera saja aku ambil posisi terlentang. Mas Manto segera merangkak ke atas kepalaku, dan mengatur posisi penisnya supaya tepat di mulutku.
Kami memposisikan tubuh seperti angka 69, saling mengoral satu dengan yang lain. Jika aku menyedot sambil memintir batang penis mas Manto yang berukuran ekstra ini, mas Manto pun memperlakukan vaginaku dengan hal yang serupa. Ia menyibakkan bibir vaginaku lebar-lebar, menusuk dengan jemarinya dan menjilat setiap mili bagian vaginaku.
"Ohhh…Mas…Sshh…enak banget mas" desahku ketika mas Manto mempermainkan clitorisku. Geli, nikmat dan sedikit ngilu. Sampai-sampai, terkadang aku merasa vaginaku seperti tersengat arus listrik dan tubuhku menggelijang tak menentu arah.
Sebenarnya aku tak perlu bertingkah macam-macam ketika dalam posisi 69 ini, karena posisiku berada di bawah. Berbeda dengan mas Manto yang berada diatas, harus lebih aktif lagi.
"Enak bangets dek…mas mo keluar nih" Katanya sambil mempercepat goyangan pinggulnya dan menyodok-nyodokkan penisnya di mulutku. Tak lupa, ia pun menjilat dan menusuk-nusukkan dua jari tangannya dalam-dalam ke vaginaku.
Selagi merasakan kenikmatan pendakian ke puncak birahi, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara dari balik jendela.
"Tumben mas To… olahraganya agak siangan? hakhakhak" teriak suara itu lantang sambil terkekeh "Gorong-gorongnya mampet lagi ya?"
"Pak Tarjo…" bisik mas Manto kepadaku sambil mendekap mulutku "Habis turun mesin pak…lagi ngetes" teriak mas Manto, menjawab pertanyaan pak Tarjo dari dalam kamar. Seketika kami menghentikan aktifitas birahi ini dan berusaha memperhatikan kondisi sekitar.
Pak Tarjo adalah tetangga yang tinggal di komplek perumahan kami juga. Rumahnya bersebelahan dengan rumah mas Manto. Pak Tarjo, seorang pegawai negeri sipil yang sedang menanti masa pensiunnya. Berusia sekitar 60 tahun dan memiliki seorang istri dan dua orang anak yang masih sekolah. Memang sudah seperti hal yang biasa saja, mas Manto dan pak Tarjo saling bercanda seperti ini. Bercanda mengenai sex yang kurang lazim jika dilakukan oleh tetangga normal. Namun semenjak aku menjadi budak nafsu mas Manto, akupun mulai terbiasa mendengar mereka saling canda dan ejek. Ya, hanya sebatas saling ejek.
"JGREEEK…JGREEK…JGREK" Distaternya Honda WIN bututnya "BRUUMMM…."
"Oowwh…jadi sekarang baru dapat kendaraan baru nieh…hakhakhakhak" timpalnya lagi sambil memutar gas motornya berulang-ulang.
"Tau aja nie pak'e…hahahaha" jawab mas Manto sekenanya, sambil tersenyum kearahku.
Pak Tarjo selalu saja muncul di saat yang benar-benar tak bisa diprediksi. Tubuh polos kami dan pak Tarjo, hanya dipisahkan oleh dinding dan jendela kaca bertirai tipis yang sesekali terbuka ketika tertiup angin. Di antara rumah mas Manto dan rumah pak Tarjo terdapat teras dan jalan kecil selebar 3 meter yang mengarah ke halaman belakang. Teras tersebut ada di setiap sisi rumah, dan biasanya digunakan sebagai tempat menaruh barang atau motor. Seandainya pak Tarjo iseng mengintip ke dalam kamar tidur mas Manto, ia pun dapat langsung melihat kami yang sedang bertumpuk-tumpukan ini, karena posisi ranjang mas Manto sejajar dengan letak jendela kamarnya. Namun, menurut pengalaman kami berdua selama ini, pak Tarjo tak akan melakukan hal seperti yang aku khawatirkan.
"Pak Tarjo hanya manasin motor dek…tunggu ya…bentar lagi dia juga jalan"
Dan benar, tak lama kemudian, "Mas To…saya berangkat dulu ya" ucap suara dari ballik jendela. "Udah buruan dikelarin…kasihan mbak Narti ntar klo telat…bisa dimarahin bosnya…"
"Mbak Narti?" kami berdua berpandangan heran.
"HAHAHAHAHA…" spontan kami berdua tertawa terbahak-bahak.
Ternyata pak Tarjo masih mengira, saat itu mas Manto sedang menyetubuhi mbak Narti. Seandainya ia tahu siapa gerangan musuh birahi mas Manto saat itu, tentunya akan menjadi berita yang menghebohkan komplek perumahan kami. Seandainya Pak Tarjo tahu apa yang hampir setiap pagi mas Manto perbuat kepada istri tetangganya, mungkin ia tak jadi berangkat ke kantor, bahkan mungkin, bisa saja ia ikut nimbrung dan bergabung dengan kami berdua. Seandainya saja……..Perasaan aneh itu muncul lagi. Tiba-tiba, perasaanku menginginkan supaya pak Tarjo dapat mengetahui keberadaanku disini. Aku ingin pak Tarjo sadar jika saat itu wanita yang sedang dizinahi mas Manto adalah bukan istri syahnya. Aku ingin pak Tarjo menyaksikan persetubuhan kami berdua.
"Mas…ayo terusin kocokannya…adek udah gak tahan" pintaku sambil mulai menggerak-gerakkan pinggulku.
"Bentar dek…masih ada pak Tarjo…ntar dia bisa tau kamu ada disini" bisiknya.
"BODO AHHkk…AYO MASSSsshh…cepetaann" sedikit kunaikkan volume suaraku supaya pak Tarjo sadar akan keberadaanku di sini.
Tepat seperti perkiraanku, sekilas, pak Tarjo menatap tajam ke jendela kamar mas Manto. Namun karena ada tirai putih tipis yang menghalangi pandangannya, ia tak begitu mengetahui kondisi di dalam kamar saat itu. Karena merasa asing akan suara barusan, pak Tarjo celingukan, mencoba mengenali siapa pemilik tersebut.
"Tuh dek…Pak Tarjo bisa tahu loh" bisiknya sambil sesekali melihat ke arah pak Tarjo yang masih menatap tajam kearah kami.
"BODO" tambahku "Makanya BURUAN KOCOK…adek udah bener-bener nggak tahan" ujarku semakin sewot "BURUANnn…"
"Iye..iyeee…" jawab sambil mulai menjilat dan mengocok jemari gemuknya di vaginaku.
"Ouuggghhh…gitu mas…enak bener… terusin mas…" desahku lantang.
Kembali kulihat pak Tarjo dari dalam kamar gelap ini. Ia berdiri menatap tajam kearah jendela kamar mas Manto dengan raut muka penasaran. Kepalanya miring dan alisnya saling bertautan. Beruntung aku akan teriknya sinar matahari diluar sana, sehingga membuat pandangan dari luar sedikit terhalang. Sebaliknya, aku yang ada di dalam kamar, mampu dengan leluasa mengawasi keadaan diluar kamar.
"Sepertinya enak banget nih…weleh-weleh…yang lagi nyobain mesin baru…" kata pak Tarjo lagi "Tumben dek Narti diem saja…hahahaha"
"Ssshhh…Abis keenakan sih pak" teriakku lantang menirukan suara mbak Narti.
Dengan sigap, mas Manto langsung membekap mulutku.
"Gila kamu dek…suara kamu khan beda dengan suara Narti"
"Biarin ahhhhjaahhh…" jawabku genit "Biar kamu nurut semua kata-kataku" tambahku lagi sambil mengernyitkan hidungku.
Entah dari mana kenekatanku, menjawab pertanyaan pak Tarjo. Aku tahu, memang type suaraku berbeda dengan suara mbak Narti. Tapi toh pak Tarjo mungkin tak menyadarinya.
"Mas To… aku berangkat dulu ya… " ujar pak Tarjo sambil menengok terus kearah jendela kamar mas Manto.
"Iya pak…hati-hati ya" teriakku lagi menjawab salam pak Tarjo."Kapan-kapan kalo ada waktu …gabung ke sini aja pak"
Kaget, pak Tarjo kembali menatap tajam kearah kamar.
"Dasar tetangga edan…hakhakhakhak…" Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa "Yowes…aku berangkat dulu…ati-ati To…nyodoknya pelan-pelan…kasihan mbak Narti…khawatir lecet-lecet" akhirnya tak lama kemudian, iapun berangkat.
Mungkin karena jengkel, mas Manto langsung mengobok-obok vaginaku dengan buas. Dengan cepat dan memburu mas Manto menusuk dan mencabut jemari gemuknya ke dalam vaginaku.
"Mulai nakal kamu ya…nie…rasain hukumanku…"
"Oouuggghhh… enak banget mas…terusin…aku suka banget mas…mas…terus"
Menerima tusukan tajam dan cepat jemari mas Manto, aku merasa gelombang orgasmeku akan datang lagi. Detak jantungku semakin cepat, dan sembusan nafasku memberat. Cairan cintakupun membanjir dan tak terkontrol lagi. Mengalir turun melewati sela-sela bongkahan pantatku. Saking banyaknya, aku tak dapat membedakan, apakah yang keluar dari vaginaku ini murni cairan cintaku, atau sudah tercampur dengan air liur dari mulut mas Manto. Karena yang pasti, aku sudah tak sanggup menahan rasa panas dari gelombang nafsu yang akan datang ini.
"Ooohhh… massshh…adek juga mo keluar…ssshhhh" Kataku "Kita keluar bareng-bareng ya mas"
"Ogah…keluar aja sendiri" ujar mas MantoI sengit sambil terus mengobok liang vaginaku cepat-cepat. Rupanya ia masih jengkel dengan tingkahku terhadap pak Tarjo barusan.
"Hmmm mas Manto mo main-main ya? Boleh…belum tau dia…gimana kalo Liani beraksi" Batinku sambil membalas kocokannya dengan kenyotan mulutku ke batang penisnya.
"Uuuuhhh…uuhhh…dek…dek… pelan-pelan dek" ujarnya sambil mulai mempercepat sodokan penisnya naik turun ke mulut kecilku.
"Mampus" jawabku singkat" semakin kukencangkan katupan bibirku.
"Yah…yah…yah dek …mas juga sudah nggak tahan lagi dek"
Tiba-tiba, ditekannya dalam-dalam pinggul mas Manto kebawah. Tak sadar akan sakit yang aku rasakan, mas Manto dengan keras mendorong penisnya untuk dapat masuk dan tertelan semua oleh tenggorokanku..
"Gila…Batang penis sepanjang 24 cm ini ia paksa untuk bisa masuk semua ke dalam mulutku" pasrahku dalam hati, sambil berusaha menikmati sakitnya gaya seks brutal mas Manto.
Aku mencoba untuk teriak, namun "Uuuummmgggghhh" hanya itu suara yang keluar dari mulutku. Kurasakan sakit yang luar biasa ketika penis mas Manto berusaha untuk terus masuk lebih jauh lagi, begitu perih sampai seolah-olah batang penis itu merobek tenggorokanku. Seperti tenggelam, aku tak dapat bernafas. Leherku tersekat dan air mataku pun mulai menetes dari sudut mataku. Saking besarnya penis mas Manto memaksa mulutku tuk terbuka, aku merasakan rahangku sampai mati rasa. Pegal sekali, bahkan aku merasa, rahang mulutku seperti hendak lepas dari engselnya. Aku hanya bisa mendongakkan kepalaku semaksimal mungkin, berusaha membuat tenggorokan dan leher ini meregang selebar-lebarnya. Tujuanku hanya satu, aku juga ingin merasakan kenikmatan denyut orgasme pada vaginaku seiring sakitnya sodokan batang penis mas Manto pada tenggorokanku.
"AAAAAAAARRRRRGGGGGGHHHHHHH" Hampir bersamaan kami teriak, melepas semua beban birahi yang ada di otak dan alat kelamin kami masing-masing.
"CRET…CREET…CREEETT"
Lima denyutan hebat, aku kurasakan di dinding kerongkonganku, seiring dengan muncratnya ribuan benih sperma mas Manto. Tak sebanyak, dan sekental spermanya beberapa saat lalu, namun masih kurasa kenikmatan benih-benih pria selingkuhanku langsung masuk menyembur dengan kuatnya. Walau tak terasa oleh lidah, namun tekstur lembut sperma itu masih bisa rasakan ketika mengalir turun dari kerongkongan menuju lambungku.
Mas Manto menjatuhkan badannya kebawah, menimpa tubuh rampingku berusaha menikmati ejakulasi yang ia dapatkan dari mulutku sambil sesekali masih mengaduk-aduk mulut dan tenggorokanku naik turun dengan perlahan. Mas Manto tak memperdulikan tubuh dan tanganku yang menggelepar-gelepar hebat karena orgasme yang juga kurasakan. Karena tak mampu berbuat apa-apa, akhirnya aku hanya bisa pasrah. Membiarkan suami baruku berbuat sesukanya terhadap tubuhku. Toh tubuh ini juga sudah menjadi miliknya. Entah berapa lama lagi aku harus dalam kondisi seperti ini. Nafasku tersekat dan mataku mulai berkunang-kunang. Tanda kesadaranku mulai menurun. Tanpa mengenal kasihan, mas Manto masih saja membenamkan batang penisnya dengan brutal kearah mulutku. Mungkin dengan disodokkannya batang penisnya dalam-dalam, mas Manto bisa merasakan denyut gerakan peristaltic tenggorokanku lebih lama lagi. Merasakan tenggorokanku memanjakan penisnya dengan gerakan mengurut yang tiada henti. Melihat aku yang sudah lemas dan tak meronta lagi, rupanya mas Manto sadar jika aku mulai kehilangan kesadaran. Dengan segera, dicabutnya batang penis raksasanya dari mulutku dan langsung membiarkanku megap-megap mencari oksigen…
"Huuuuaaaaaahhhh" Kubuka mulutku lebar-lebar dan kuhirup oksigen sebanyak-banyaknya. Kembali tubuhku menggelepar-gelepar, merasakan kembali orgasmeku yang sempat terputus akibat sodokan kasar penis mas Manto di mulutku tadi. Lebih dari 30 detik, dinding vaginaku berkedut dengan hebat. Tak lama, gelinjang tubuhku mulai sedikit mereda, dan detak jantungku mulai pelan. Terlentang menghadap langit-langit sambil mengatur nafasku yang putus-putus.
"Hhhh…gihhla kahhmu mashhh…hhh hhh" kataku dengan nafas yang berat "Tehhga banget…Kalo adek mati gihhhmana?" kataku sambil menatap mas Manto yang sudah kembali bersandar di kepala tempat tidurnya dengan pandangan marah.
Mas Manto hanya tersenyum lebar. Menampakkan deretan gigi-giginya yang kuning sambil mengurut penisnya yang berkilat air liurku.
"Maaf dek…abis sepongan kamu benar-benar enak…mas jadi khilaf"
Mas Manto beranjak dari posisi duduknya dan merangkak kearahku. Gengan posisi kaki yang dilebarkan sejauh mungkin, ia dudukkan pantat hitamnya tepat di atas kepalaku.
"Kamu makin cantik sayang kalo marah gitu" katanya sambil tersenyum dan menepuk-nepukkan penisnya yang setengah ereksi ke rambutku.
"Halah gombal" ujarku sambil melirik ke atas, memasang muka sejutek mungkin.
Diraihnya tanganku, dan kembali diletakkannya pada batangnya yang setengah ereksi.
"Bersihin kontolku dong dek"
Dengan posisi yang masih telentang, akan sulit tentunya membersihkan penis yang ada tepat di atas kepalaku. Kubalikkan badanku dan langsung kucaplok keras-keras penis mas Manto sambil sesekali mengunyah daging kenyal itu dengan gigiku.
Mas Manto mulai meracau tidak jelas "Shhh…Dek…Enak banget"
Mulutku kembali basah oleh zir liur yang bercampur sperma segar mas Manto.
"Lianiku, sang bidadari pecinta peju" julukan sayang yang diberikan kepadaku oleh mas Manto, suami baruku.
Kujilat seluruh permukaan kulit penis mas Manto sambil kuhisap-hisap batang penis yang mulai mengecil itu.
"Seponganmu memang yahud dek…belum pernah aku temui wanita lain dengan sedotan mulut yang maut sepertimu sayang"
"Wanita lain…??"
"Iya…si Narti atau mantan-mantan pacarku dulu…selain kamu…tak satu pun dari mereka yang bisa membuatku moncrot seperti ini…sssshhh"
Walau sedikit jengkel karena dibanding-bandingkan dengan wanita lain, namun sekilas, ada juga perasaan bangga ketika mendengar suami baruku berkata seperti itu.
"Tak ada yang mampu menyamai seponganku" lagi-lagi senyumku mengambang lebar.
Kukecup kepala penis mas Manto
"Kontol berurat…Aku sayaaaang banget ama kamu" ujarku kepada kepala penis mas Manto.
Kugoyang-goyangkan batang itu ke kanan kekiri, sambil sesekali menepuk-nepukkan batang itu ke mulut dan pipiku, seolah sedang berbicara dengan manusia.
"Dasar dek Lianiku" kata mas Manto sambil mengacak-acak rambutku.
Melihat penisnya yang sudah benar-benar bersih dari sperma, ia segera turun dari tempat tidur, mengambil piring dan nampan berisi sarapan paginya lalu melangkah ke luar kamar. Kurebahkan tubuhku, kembali tidur terlentang dan menatap tajam langit-langit kamar mas Manto sambil tersenyum. "Hhhh…perzinahan yang benar-benar nikmat"
Masih dalam posisi terlentang, samar-samar aku mendengar mas Manto bersiul. Dari nadanya sepertinya ia dalam kondisi hati yang riang. Terdengar pula bunyi keresek plastik, dentingan gelas dan botol, serta kucuran air.
"Deekk…Kesini donk" panggil mas Manto dari arah dapur.
"Iya bentar mas"
Kulangkahkan kakiku menuju dapur. Sesampainya di dapur kulihat mas Manto sedang asyik menyantap sisa makanan yang belum sempat ia habiskan tadi. Ditangannya, terlihat sendok dan garpu yang sedang beradu dengan piring dan nasi. Menyendok nasi goreng, dan memasukkan makanan itu dengan lahap. Sesekali ia berdiri dari kursi makan dan melangkah ke arah kulkas untuk sekedar mengambil air minum. Aku hanya bisa tersenyum, ketika melihat pasangan zinahku beraktifitas. Sungguh lucu melihat mas Manto mondar mandir tanpa mengenakan pakaian selembarpun. Penis yang berukuran sebesar lengan bayi itu bergoyang-goyang dan memukul paha dalamnya tiap kali ia melangkahkan kaki.
"Dek duduk sini donk" pintanya sambil menggeserkan kursi makan di sampingnya mempersilakanku untuk duduk.
Sambil terus menatap aktifitas makannya sambil sesekali melirik batang penisnya yang tidur dengan damai, aku letakkan pantat bulatku di kursi yang ada di samping kanannya.
"Dek…habis mas makan… temenin mas mandi yuk" ujarnya santai sambil terus melahap nasi goreng di depannya.
Aku mengangguk pelan.
"Lucu sekali batang penis mas Manto…sekarang batang penis itu tak segahar beberapa waktu lalu. Pendek, hitam dan gemuk. Mirip terong…besar dikepala tapi kecil di pangkal batangnya" batinku sambil tersenyum.
"Kok senyum-senyum sendiri dek" Tanya mas Manto heran.
Aku tak menjawab, hanya tersenyum.
Dengan cuek, mas Manto kembali menyantap sarapan paginya. Kujulurkan lengan kiriku. Dan kuraih batang gemuk yang tergeletak diantara paha kekar mas Manto itu. Kutimang-timang batang hitam itu, layaknya seorang pembeli sedang melakukan transaksi di pasar buah.
"Uhuk…uhuukk" mas Manto tiba-tiba tersedak. Beberapa butir nasi muncrat dari mulutnya.
Rupanya ia terkejut ketika merasakan penisnya tiba-tiba aku sentuh. "Kaget aku dek…kirain ****** mas mau kamu betot…emang kenapa dek…?"
"Nggak kenapa-kenapa mas…adek cuman pengen mengamati ****** mas aja" ucapku sambil terus tersenyum "Mas terusin aja makannya"
Walau penis itu masih dalam kondisi tidur, tetap saja aku dibuat takjub. Ukurannya hampir sebesar penis mas Andri suamiku ketika telah ereksi dengan sempurna.
"Tak sepanjang penis mas Andri ketika ereksi sih…namun yang jelas, jauh lebih gemuk" batinku.
Kepala penis mas Manto hampir tertutup seluruhnya oleh kulit tipis, sehingga hanya mulut penisnya saja yang menampakkan senyumnya. Urat-urat batang penis mas Manto juga masih tetap terlihat, walau hanya sebagian saja. Namun kali ini aku bisa dengan mudah melingkarkan jemariku. Batang penis mas Manto yang super keras ketika ereksi, sekarang terasa begitu lembut, ketika kuremas perlahan, aku seperti meremas balon balon berisi air. Kenyal namun hangat. Diseruputnya kopi pahit sampai tak tersisa "Slurpp aaahhhh". Dan, selesai sudah acara sarapan pagi mas Manto. Sambil bersandar malas di kursi makan, ia mengusap-usap perutnya yang menggelembung. Mas Manto menatap ke arahku, kepalanya dimiringkan dan kembali, ia tersenyum kepadaku.
"Suamimu beruntung banget dek bisa dapat istri seperti kamu"
"Kok…? Mas Andri…?"
"Iya…dia bisa dapat kenikmatan darimu seutuhnya…tanpa harus melakukan hubungan yang sembunyi-sembunyi dan selalu takut ketahuan seperti ini" ada rasa pesimis dalam nada kalimatnya. "Andai kita bertemu 4 atow 5 tahun kemaren dek"
"Mas Manto…justru adek yang merasa beruntung mas"
"Loh…?"
"Iyalah…aku jadi merasa memiliki belahan jiwa yang selalu mengerti segala kebutuhanku" kataku mencoba menaikkan semangat mas Manto
Memang benar, jika dilihat dari segi fisik dan ekonomi, mas Andri beberapa langkah lebih unggul daripada mas Manto. Wajah mas Andri terlihat tampan, berkulit putih dan selalu berpenampilan rapi terawat. Bekerja di perusahaan minyak asing sebagai pengawas lapangan, yang aku yakin penghasilannya beberapa kali lipat diatas gaji mas Manto. Intinya, semua kebutuhan rohani dan jasmaniku, dapat dipenuhi oleh mas Andri. Sedangkan mas Manto. ia hanyalah seorang satpam perumahan biasa, berkulit hitam kelam, dan sama sekali tidak menampakkan ketampanan apapun. Penghasilannya juga pas-pasan, sampai mengijinkan mbak Narti bekerja. Sama sekali bukan lelaki pilihanku jika aku diminta memilih antara mas Manto dan mas Andri. Namun, jika dibandingkan dengan kebutuhan birahi yang aku terima dari suamiku. Jelas, mas Andri tak ada apa-apanya.
"Jasmani, rohani dan birahi" batinku. Kembali aku tersenyum-seyum sendiri
"Ah kamu bisa aja dek"
"Yeee dibilangin kok…selain itu…dengan adanya mas Manto seperti sekarang ini, adek khan jadi bisa mendapatkan 2 ****** yang selalu siap mengaduk-aduk memek adek SETIAP SAAT" ujarku sambil tersenyum lebar "Udah ah…yang jelas…kontol mas jauh lebih hebat dari milik mas Andri, suami adek"
Kembali mas Manto tersenyum lebar, dan mendekatkan bibirnya yang hitam tebal itu ke keningku. Dikecupnya perlahan lalu merangkul tubuh semampaiku. Tangannya yang kekar melibat tubuhku. Dan dengan satu gerakan mudah, ia membopongku dan membawaku masuk ke kamar mandi. Begitu sampai di dalam kamar mandi, mas Manto segera menurunkan tubuhku. Kututup pintu kamar mandi, dan kugantungkan celemek masak yang aku kenakan di balik pintu. Tak lama, setelah satu-satunya pakaian yang menutupi tubuh putihku lepas, terpampanglah tubuh polosku. Kugelung rambut panjangku dan kupamerkan ketiak putih mulus tak berambutku ke arah mas Manto sambil berputar-putar berjoget bak penari erotis. Kumenari seerotis mungkin. Melihat lekuk tubuhku polosku ketika menggelung rambut, mungkin membuat mas Manto kembali bernafsu, karena tiba-tiba kembali aku ditubruk dan dipeluknya kencang.
"Aku sayang kamu dek…benar-benar sayang kamu" ucapnya sambil mengecup tengkukku dalam-dalam.
Berusaha mempertahankan kestabilan posisi berdiriku ketika dipeluk mas Manto dari belakang, langsung kusandarkan kedua tanganku ke bibir bak mandi. "Aku juga mas…"
Perlahan, dari bawah belahan pantatku, aku merasakan sesuatu mulai menekan ke atas. Ada benda tumpul dan hangat mulai membesar di sela-sela belahan pantatku.
"Gila…ini penis ga pernah ada matinya" Batinku.
Digesek-gesekkannya kepala dan batang penisnya yang mulai ereksi itu ke belahan pantatku. Otak jorokku segera merespon gerakan mas Manto. Tanpa menunggu perintah apapun, segera kubungkukkan punggungku lebih rendah lagi, berharap mas Manto akan segera menusuk vaginaku dengan penis besarnya dari belakang. Namun aku ternyata salah…
"SSEEEEEERRRRRRRRRRRR" aku merasakan cairan panas menyembur belahan pantat, dan paha dalamku. Mengalir turun dan membasahi kaki jenjangku.
Segera kutundukkan kepalaku, berusaha melihat apa yang sedang terjadi melalui sela kedua kakiku. Ternyata cairan hangat itu adalah air seni mas Manto. Ia kencing. Eh, bukan. Lebih tepatnya ia mengencingi pantatku. Spontan, aku balikkan badanku dan langsung bergerak kesudut kamar mandi, menjauh dari semburan air seni yang memancar kencang dari mulut penis mas Manto.
"Iiiiihhhh…jorok bangets sih kamu mas" ujarku sambil membilas pantat dan pahaku berulang kali "Masa adek dikencingin"
Mas Manto menghentikan *an air seninya. "Hehehehe…kamu khan udah sering mas kasih kencing enak dek…sekali-kali lah kamu mas kasih kencing beneran…hehehehe" jawabnya polos "Lagian mas suka deh ngliat kamu ngambek gitu"
Dari mulut penisnya, kembali mas Manto menyembur cairan bening kekuningan yang memancar kuat mulai dari ujung pintu tempat ia berdiri sampai sudut kamar mandir, tepat di antara kedua telapak kakiku. Bahkan, saking kuatnya semburan air kencing mas Manto, tak jarang semburan itu ia tembakkan keras-keras sampai membasahi paha dan lututku lagi. Seharusnya aku marah mendapat perlakuan tak senonoh seperti ini. Dikencingi oleh orang dewasa secara terang-terangan. Harga diriku serasa benar-benar dijatuhkan. Mirip seperti sampah yang tak berharga sama sekali. Namun, ketika melihat mas Manto asyik bermain-main dengan air seninya, timbul suatu perasaan aneh dari dalam diriku.
"Gimana ya rasa air kencing mas Manto…?"
Segera saja kuraba area pahaku yang terkena semburan kencing mas Manto tadi, kuusap dengan tanganku dan kuangkat mendekat ke hidungku.
"Iiiiiihhhhh… Pesing banget mas" jawabku sambil mengerutkan hidungku begitu mengetahui bagaimana aroma air seni seorang pria.
"Hehehehe…ya iyalah dek…khan namanya juga air kencing" Mas Manto hanya tertawa melihatku yang seperti merasa jijik karena terkena air seninya "Sini deh sayang" tambahnya.
Sambil masih menghirup dalam-dalam aroma air seni mas Manto, aku mendekat ke arahnya. Mas Manto dengan sopan memegang pundakku, dan memintaku berjongkok tepat di depan penisnya yang masih mengucurkan air kencing.
"Bersihin kontolku dong sayang" pintanya enteng
"Hah?" Tanyaku sambil mendongak heran kearahnya.
"Iya…jilatin kontolku sampai bersih" Katanya lagi sambil mulai mengarahkan kepala penisnya yang masih meneteskan air seni.
"Tapi khan…EMMmmhhhh"
Aku tak dapat menyelesaikan kalimatku, karena dengan sedikit memaksa, mas Manto menjejalkan batang penisnya masuk kedalam mulutku. Dan dengan tangan kiri, mas Manto juga menarik kepalaku mendekat ke selangkangannya. Walau sedikit menolak, namun pada akhirnya, kutelan saja batang penis itu bulat-bulat.
"Emmmmhhhmmmm"
Masam, getir dan agak sedikit kecut. Itu kesan pertamaku ketika merasakan bagaimana rasa air seni mas Manto sebenarnya. Seumur hidupku, aku belum pernah merasa dipermalukan seperti ini. Mas Andri, suamiku yang sebenarnya pun sampai saat ini belum pernah memintaku untuk memperlakuan penisnya seperti yang mas Manto perbuat terhadapku sekarang. Jika ia baru saja buang air kecil dan memintaku untuk mengoral penisnya, aku selalu menolaknya tegas-tegas, bahkan aku bisa emosi dibuatnya. Namun hal berbeda aku rasakan ketika bersama mas Manto, walau penisnya baru saja menyemburkan cairan seni, aku sendiri yang dengan suka rela mengoralnya.
"Menjilat kelamin orang lain yang baru saja mengeluarkan air seni…?" Tanya suara dalam hatiku.
"Enak kali ya…?" tanya suara dalam hatiku yang lain
"Hmm…Walaupun air seni itu hanya sedikit yang masih menetes keluar, tapi itu khan sama saja dengan menyuruhku untuk meminum air seninya"
"Tapi bagaimana dengan halnya dengan sperma…?"
"Iya… itu khan hampir sama dengan meminum sperma…cuman sedikit beda aja"
"Tapi khan kalo meminum sperma tuh sudah biasa…orang-orang juga banyak yang melakukan hal itu…sedangkan meminum air kecing.????"
"Emang apa bedanya? Toh sama-sama dikeluarin oleh penis orang yang kita sayangi"
"Toh sama saja"
"Benar juga…toh sama saja…sama-sama berbentuk cair…sama-sama dikeluarin dari lubang penis…sama-sama dioral juga"
Ketika sedang asyik-asyiknya mengoral penis mas Manto yang masih belepotan air kencingnya. Kusadari, cairan cinta vaginaku mulai membanjir dan merayap turun. Aku horny. Tanpa basa-basi lagi, aku langsung mengoral penis mas Manto sekuat mungkin, berusaha membuatnya ereksi dan keras lagi. Penis mas Manto merespon sedotan mulutku. Penis itu mulai menegang. Lalu dengan sigap, aku berdiri, kubalikkan badanku, kupegang bibir bak mandi dan kutunggingkan pantat semokku kearahnya.
"Ayo mas…tusuk memek adek sekarang"
"Hah?…Kamu mo nambah lagi dek…??" tanya mas Manto kebingungan…
"Buruan mas…adek udah nggak tahan"
Mas Manto segera berjalan mendekat ke arahku. Dengan tangannya yang kasar, direntangkannya pahaku lebar-lebar. Diurutnya batang penisnya perlahan. Dan Ajaib, batang itu langsung mengeras, benar-benar keras. Terlihat dari urat-urat yang mulai bertonjolan di sekujur batang penisnya. Entah mas Manto memiliki ilmu sakti dalam bercinta atau memang telah terbiasa mempermainkan stamina batang penisnya, yang pasti, kembali aku dibuat terpana melihat keajaiban batang hitam yang tumbuh diantara selangkangannya. Dengan tangan kanan yang menggenggam pangkal batang penis hitamnya bak memegang pentungan hansip mas Manto memukul-mukulkan kepala penisnya ke pantat semokku "PLAK…PLAK…PLAK" sambil sesekali ia goser-goserkan ujung penis itu di antara sela pantatku. Sepertinya ia berusaha melumuri sekujur batang penisnya dengan lendir cintaku. Diletakkannya batang penis itu diantara pangkal pahaku, dan didorongnya perlahan.
"Uuuhhh…ia mas, sodok memek adek mas…terus" ujarku dengan nada panuh nafsu.
Namun ternyata mas Manto tak melakukan hal yang seperti aku inginkan. Ia terus mendorong penis itu maju, namun tak ia masukkan ke lubang vaginaku. Maju dan terus maju. Sampai jika aku lihat dari posisiku berdiri, aku dapat merasakan batang penisnya yang panjang itu tumbuh melalui bawah celah vaginaku. Seperti seorang pria, sekarang aku merasa memiliki penis yang tumbuh dari dalam vaginaku sendiri. Mas Manto terus saja mendorong batang penisnya maju kedepan sampai pangkal penisnya menyentuh pantatku. Kulihat cermin kamar mandi yang tergantung di disamping kiriku.
"Aku seperti waria" karena jika dilihat dari samping, aku seolah benar-benar memiliki batang penis. Penis itu menonjol sekitar 8 cm, keluar dari pangkal pahaku.
Tak lama, mas Manto mulai menggerakkan pinggulnya maju, mundur, maju, mundur. Ia lakukan gerakan tersebut berulangkali, tepat dibawah bibir kewanitaanku. Sampai batang penisnya terasa cukup licin guna penetrasi ke dalam liang vaginaku. Walaupun penis itu sama sekali tidak ia masukkan ke liang vaginaku, tapi sentuhan urat-urat yang tumbuh di sekujur batangnya mampu menyentuh klitorisku berulang kali. Membuatku semakin melayang.
"Ayo dong mas…Buruan masukin" kataku sambil menengok ke belakang, ke arah mas Manto yang hanya tersenyum lebar.
Tangan kirinya yang kasar kembali maju, dan meremas salah satu payudara yang menggelantung bebas. Sedangkan tangan kanannya, melingkar ke samping melewati pinggangku dan mulai menstimulus celah vaginaku dari depan. Diusapnya perlahan. Jari telunjuk dan jari tengahnya mulai ngait-ngait clitorisku, sambil sesekali jemari itu menjepitnya pelan.
"Uhhhhhggg…" kigigit bibir bawahku, seperti menahan gatal vaginaku namun tak juga kunjung digaruk. Vaginaku bener-benar terasa gatal. Cairan cintaku mengalir dengan derasnya "Vaginaku semakin membanjir" batinku.
Wajahku semakin panas dan nafasku semakin memburu. Detak jantungku semakin keras memompa darah nafsu kesekujur tubuhku. Mas Manto mulai menyusupkan telunjuk dan jari tengahnya yang gemuk kedalam vaginaku. Dengan mudah kedua jari gemuk ia dorong celupkan masuk ke celah vaginaku. Dan ketika ditariknya keluar, jemari gemuk mas Manto sudah benar-benar basah, berkilau cairan vaginaku. Merasa dipermainkan, aku julurkan kedua tanganku kebelakang "Mas…buruan masukin kontolmu mas" berupaya menggapai batang penis mas Manto. Namun begitu aku dapat menggenggam erat batang itu dan berupaya memasukkan ke lubang vaginaku, mas Manto selalu saja menampiknya.
"Bentar ya sayang…bentar lagi" kata mas Manto sambil berulang kali mengecup punggungku.
Tiba-tiba tangan kanan mas Manto melingkari pinggangku dari samping. Lalu tak lama kemudian, jemari gemuk mas Manto kembali dimasukkan perlahan kedalam vaginaku dan dimainkannya maju mundur.
"Pemanasan dulu ya dek" Ujarnya enteng sambil menggapai payudara kiriku yang menggelatung bebas.
Aku hanya bisa melenguh keenakan, merasa "Uhhh…uuuuuhhhh"
Walau hanya ditusuk-tusuk oleh dua jari gemuknya saja, aku merasa orgasmeku mulai Namun seolah sadar aku akan orgasme, mas Manto tiba-tiba menghentikan gerakan kocokannya dan berjongkok di belakang belahan pantatku. Dua jari gemuk itu sekarang tak lagi tercelup ke dalam vaginaku.
"Ughhhh…mas…" desahku, kembali aku dipermainkan.
Dibukanya daging bulat yang menutup lubang anusku lebar-lebar. Tak lama kurasakan hembusan nafas hangat mas Manto menerpa kulit pantatku, lalu kurasakan sesuatu yang lebar, tipis, basah, hangat dan sedikit berambut.
"Ini pasti mulut mas Manto" batinku.
Lahap, seperti orang yang tak makan 2 hari, mas Manto langsung menyantap hidangan vaginaku
"Hmmm…wangi banget memek kamu dek" gumamnya asyik sambil menghirup dalam-dalam aroma kewanitaanku "Mana bersih banget…putih…tak berjembut…dan keset…ga kayak memek Narti" candanya.
Sedikit rasa bangga kembali aku rasakan "Ouugggghh…mas…ayo mas buruan sodok memek adek mas…"pintaku berulang-ulang. Namun tetap saja tak ia gubris.
Lidah mas Manto bergerak kesana-kemari, menyapu setiap mili kulit liang vaginaku yang telah mengkilat basah akibat lendir cintaku. Aku baru sadar, ternyata, tak hanya penis mas Manto yang memiliki ukuran yang panjang, namun lidahnya, juga jauh lebih panjang daripada orang-orang kebanyakan. Kasar tekstur lidah mas Manto seolah amplas yang menghaluskan dinding vaginaku, benar-benar geli aku dibuatnya. Terlebih tusukan lidah tajamnya. Semakin membuat cairan vaginaku merayap turun ke pahaku.
"Uuuuggghh…mas…udah donk…ayo"
Kembali, seolah tak memperdulikan gumamanku, mas Manto terus saja menjilat liang vaginaku. Saking buasnya, ia juga menjilat lubang anusku. Sesekali, mas Manto mengkorek-korek jemari tebalnya ke dalam liang vaginaku. seolah sedang mencungkil-cungkil barang dari dalam vaginaku.
"Sempit sekali dek memek kamu" kata mas Manto sambil sesekali menjilat dan menusuk vaginaku.
Merasa nafsuku selalu dipermainkan aku berdiri dan segera berbalik kearahnya.
"Mas…udah ah…kalo maen-maen begini…adek pulang aja kerumah…" kudorong kepalanya yang masih mencoba mengulik vaginaku "NYEBELIN…"
"Hehehehehe…ya udah…yuk"
Mas Manto segera berdiri dan memposisikuan ujung kepala penisnya supaya sejajar dengan liang vaginaku lalu ia meremas kedua sisi pinggangku.
"Siap dek?" tanyanya singkat.
Aku hanya mengangguk pasrah.
"Mas mau masukin ****** mas ke memek….."Tanpa menunggu kalimatnya selesai, dengan sekali hentakan keras, mas Manto menghujamkannya pantat hitamnya ke depan. Mendorong batang penisnya jauh-jauh, dan membenturkan paha depannya keras-keras dengan pantat semokku. "…..mu" sambungnya.
"Arrrgggghhhh…sakit mas…" teriakku
Mendengar jeritanku, sepertinya semakin membangkitkan gairah bercinta mas Manto. perlahan, batang penis yang sudah terbenam cukup dalam di vaginaku itu ditariknya sampai ujung kepala penisnya. Kemudian, kembali, mas Manto menghentakkan pinggulnya maju. Menghujamkan batang penis raksasanya dalam-dalam keliang vaginaku.
"Ooouuuuugggghhh…sakit mas…pelan-pelan" Kembali, aku merasakan dinding vaginaku begitu penuh sesak menyambut penghuni barunya. Rasanya menohok sampai ke ulu hati.
"Gimana?" Tanya mas Manto dengan nada sombong. Dicabutnya penisnya perlahan dan kembali didorongnya masuk. Maju, mundur, maju, mundur, maju, mundur. Berulang kali mas manto melakukan gerakan yang sama. Mencabut dan menusuk celah vaginaku dengan tajam. Semakin lama semakin cepat, semakin cepat dan semakin cepat.
"Shhhh….enak bangets mas" Ujarku sambil berusaha menjaga payudaraku agar tidak terlalu banyak ikut bergoyang seiring kencangnya sodokan batang penis mas Manto dari belakang "Ssshhh…sodok memek adek mas…sodok yang kencang…terus mas"
Dengan kedua tangan besarnya yang masih memegang erat pinggulku, mas Manto perlahan memasukkan batang penisnya lebih dalam lagi "Hhmmm…mau mas tusuk lebih dalam lagi rupanya"
Kuanggukkan kepalaku dengan yakin "Oooowwwhhh…ya mas…begitu…sodok lebih dalam lagi mas" kusunggingkan senyumku sambil menengok ke belakang, kulihat suami baruku memejamkan mata, seperti sedang menghayati setiap tusukan yang ia lakukan. Dengan satu hentakan tajam "mampus kamu dek" didorongnyaseluruh batang raksasanya untuk dapat masuk ke dalam vaginaku.
"OOOWWwwwhhh… massshh" erangku lirih "Besar sekali kontolmu mas…sampai mentok banget"
"PLEK" suara tumbukan paha mas Manto dengan pantat semokku.
Suara itu terdengar begitu keras dan nyaring. Dapat kurasakan penis itu menyodok keras dinding terdalam mulut vaginaku, bahkan aku rasakan penis itu mampu menyentuh ujung rahimku. Ditambah dengan rasa geli akibat rambut jembut yang tumbuh super lebat di pangkal batangnya, mas Manto selalu mampu menggelitik vagina dan anusku. Selama hampir 5 detik, mas Manto membenamkan seluruh batang penisnya berada di dalam liang kenikmatanku. Dan selama itupun, dinding vaginaku yang terasa penuh itu dapat merasakan kedutan lembut batang penisnya. Dengan super pelan, ditariknya batang penis itu keluar dari vaginaku.
"Ohhh…Masss" Ketika mas Manto menarik perlahan batang penisnya, aku dapat merasakan, seolah-olah seluruh dinding vaginaku dibajak oleh kepala penisnya. Dan begitupun dengan bibir vaginaku, yang karena saking eratnya mengempot, ikut tertarik keluar seiring cabutan batang penis mas Manto.
Vaginaku membanjir, dan saking banyaknya lendir cintaku, tiap kali mas Manto menyodokkan batang penisnya ke vaginaku, ada busa putih yang keluar dari vaginaku. Busa putih itu mengiringi gerakan nya maju mundur. Semakin cepat ia menggerakkan batangannya, semakin banyak pula busa putih itu dikeluarkan vaginaku. Walhasil, tak sedikit pula cairan dan busa itu yang perlahan mengalir turun ke paha dalamku.
"PLEK" kembali dihentakkannya pinggulku kearah selangkangannya dengan keras, menusuk tajam sampai kembali menyentuh mulut rahimku. Kembali, didiamkannya beberapa saat, ditariknya dengan gerakan super pelan.
"PLEK" kembali kurasakan kenikmatan super sensitive dari dinding liang vaginaku.
"PLEK" Dihentakkan batang penisnya dalam-dalam, dibiarkan sejenak, lalu ditariknya perlahan.
"PLEK" sampai akhirnya
"Oowwhh…Aku keluar mas…Aku udah keluar"
Kelopak mataku melotot, bolamataku berputar keatas dan hanya menampakkan warna putih. Mulutku menganga lebar sampai membentuk huruf "O". Tubuhku menggelijang dengan hebat dan ambruk ke bawah, menghempaskan payudaraku dengan keras ke atas kasur.
"Aku udah keluar lagi mas" Tangan dan kepalaku bergidik, bergerak tak terkontrol, mengikuti gelombang kenikmatan yang dipancarkan organ kewanitaanku. Gelombang birahi yang terpuaskan.
"Sama-sama dek" jawab mas Manto seolah aku berkata terima kasih.
Mas Manto mendiamkan batang penisnya dalam-dalam di vaginaku, dan menjatuhkan badan kekarnya kedepan. Meraih payudaraku yang terhimpit tangan, dan bibir bak mandinya serta memelukku dari belakang. Dikecup pundakku sambil sesekali mengusap dan meremas bongkahan empuk payudaraku. Orgasme, orgasme, dan orgasme. Entah, sudah berapa kali sensasi nikmatnya orgasme aku rasakan di pagi hari ini. Dan hanya dengan batang penis hitam berurat milik mas Manto, aku bisa merasakan sensasi seperti ini, menggelijang-gelijang keenakan.
"Empotan ayammu sungguh dahsyat dek" ujar mas Manto. memang, ketika orgasme, vaginaku selalu berkedut hebat, seolah memiliki system otomatis, mengempot dan mengurut batang penis mas Manto yang telah masih keras terbenam di liang vaginaku. Seolah empotan dan urutan itu adalah imbalan yang setimpal atas kenikmatan yang aku terima. "Kuat banget" Aku hanya bisa tersenyum. Kadang aku merasakan ada keanehan pada diriku, biarpun mas Manto hanya melakukan gerakan dengan cara menghentak-hentakkan batang penisnya dengan rentang tempo yang pelan dan sedikit, aku bisa mendapatkan orgasmeku kembali. Mas Manto memang pejantan sejati. Hal yang tak pernah bisa dilakukan oleh suamiku yang sebenarnya. Walau mas Andri bertindak sebrutal apapun ketika bercinta denganku, sekeras dan sesakit apapun ketika menusuk vaginaku, orgasme yang diberikannya sungguh sangat lain. Tak sehebat dan sedahsyat dengan apa yang aku terima dari mas Manto. Sungguh, keperkasaan penis mas Manto benar-benar membuat jarak dan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan mas Andri, suamiku. Baik dalam kualitas atau pun kuantitas. Tak terasa, sudah lebih dari dua menit, kami berdua terdiam dalam posisi bertumpukan seperti ini. Nafasku sudah mereda, dan tubuhku sudah mulai bisa aku kontrol.
"Kamu nggak mau keluar lagi mas?" tanyaku kepada mas Manto yang berlulang kali mengecup pundah dan tengkukku.
Tanpa ditanya dua kali, mas Manto langsung melepas remasan di payudaraku, menegakkan badannya dan mulai menarik batang penisnya.
"Uuuhh…uuhh…uhh" tangan kananku langsung mencengkeram pantat hitam mas Manto. "Pelan-pelan mas… masih sedikit ngilu"
Diremasnya bongkahan pantatku dan dibukanya lebar-lebar kearah samping "Lendir kamu banyak banget dek"
"Iya mas" sambil meringis ngilu, aku coba mengumpulkan kembali sensasi kenikmatan birahku yang mulai meninggi "Itu emang cirri khas memek aku mas"
"Aneh" Kata mas Manto pelan.
"Kenapa…?"
"Kata banyak orang…kalo wanita punya memek becek kayak punya kamu ini, rasanya seperti diempot nenek-nekek"
"Aaahhh…jadi kamu bilang memek aku kayak memek nenek-nekek…?"
"Bukan gitu dek Lianiku sayaaaaannng" kembali bongkahan pantat putihku dibuka lebar-lebar ke samping "Memek kamu tuh aneh…dia mampu menepis semua anggapan itu"
"Aah…kamu tuh mas" nadaku mulai sewot.
"Bener…baru kali ini aku ngerasain, memek becek yang super legit"
"Uudah ah…kalo nggak mau ngewe ma adek lagi… adek pulang aja" jawabku dengan sengit.
"Sumprit dek…sumprit…aneh banget…walau lendirnya buanyak banget…tapi rasa memek kamu tuh…super ketat…sempit banget dek… mirip memek anak sekolahan"
Kuputar kepalaku dan kutatap wajah mas Manto "Emangnya mas pernah ngerasain memek anak sekolahan…?"
"Kata orang-orang sie" Jawabnya enteng sambil mengembangkan senyum kuda andalannya. Tak lama, mas Manto pun mulai mempercepat sodokan penisnya.
Diusapnya cairan vaginaku yang meleleh turun di pahaku, dibersihkan dengan kedua balah tangannya. "Sumpah…nie lendir kok nggak ada habisnya yak…?" tanyanya heran.
Aku hanya diam, dan semakin menggoyangkan pantatku berlawan arah dengan hentakan pinggul mas Manto. Tiba-tiba, mas Manto menyentuh area duburku.
"Ngapain mas…?" tanyaku kaget.
"Nggak kok…Nggak ngapa-ngapain" jawabnya. "Pantat kamu bagus banget ya dek…mas baru sadar…putih dan semok " tambahnya. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan sembari kembali menyodok-nyodok vaginaku dari belakang.
"Oowwhh…terusin mas…sodok memek adek lebih kencang lagi"
Mas Manto kembali mempercepat sodokan tajamnya kevaginaku. Namun, tak lama berselang, kembali kurasakan jemari tangan mas Manto menyentuh area duburku.
"Hmmm…Sepertinya ada yang mau mencoba main kasar nih" batinku ingin tahu.
Kubiarkan saja ibu jari mas Manto memutar-mutari mulut duburku, aku ingin tahu sampai sejauh mana permainan ini akan berjalan. Perlahan, jemari mas Manto yang pada awalnya malu-malu menyentuh lubang duburku, sekarang mulai sedikit memberanikan diri. Dengan ibu jari tangan kanannya, ia mulai melakukan gerakan melingkar-lingkar. Aku pura-pura tak menyadari hal itu, dan untuk sesaat membiarkan ibu jari tangannya bermain-main di lubang duburku. Begitu mengetahui aku tak bereaksi sedikitpun ketika jempol mas Manto bermain di lubang duburku, ia bertindak semakin jauh. Tanpa sepengetahuanku, diambilnya busa vaginaku yang terus menerus keluar dari kocokan kelamin kami, lalu diusapkannya ke lubang duburku. Sepertinya mas Manto berusaha membasahi lubang itu supaya licin.
"CLEP" Satu ruas ibu jari mas Manto menusuk masuk ke liang duburku.
"Owwwhhh…" erangku "…Mas"
"Ya dek?"
"Ssshhhh…."
"Kenapa dek?"
"Terusin mas…enak banget" ucapku lirih.
"HAH…TERUSIN…?" kataku dalam hati "Liani…kamu gila…mas Manto tuh ingin melakukan seks anal keliang duburmu…itu adalah suatu tindakan yang bodoh…memangnya kamu nggak sadar…sebesar apa kelamin yang dimiliki suami barumu itu…?"
Aku tak mampu berkata apa-apa lagi. aku hanya menggigit bibir bawahku, mencoba untuk menterjemahkan kenikmatan baru yang kurasakan dari lubang tubuhku yang lain. Kenikmatan asing dari liang duburku. Merinding, geli, dan sakit. Kurasakan sensasi yang benar-benar berbeda ketika mas Manto mulai menggerakkan ibu jarinya keluar masuk di liang anusku. Terlebih ketika mas Manto juga mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur seiring dengan tusukan ibu jarinya. Kupejamkan mataku, mencoba tuk merasakan kenikmatan ganda yang kuterima di liang vaginakaku dan lubang duburku. Dua lubang tubuh bawahku disodok oleh dua organ dalam waktu yang bersamaan. Sungguh sensasi yang tak dapat terukirkan dengan kata-kata. Sensasi jorok yang nikmat.



       

Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Petualangan Villa Cinta
Apr 9th 2013, 13:12


Pagi-pagi benar handphone-ku sudah bunyi. Aku sedikit kesal dan malas bangun dari tempat tidurku. Tapi bunyinya itu tidak kurang keras, aku malah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya aku paksakan juga berdiri dan lihat siapa yang call aku pagi-pagi begini. Eh, tidak tahunya temanku Vivie. Aku sedikit ketus juga menjawabnya, tapi langsung berubah waktu aku tahu maksudnya. Si Vivi mengajakku ikut bareng cowoknya ke vilanya tidak terlalu jauh dari tempatku. Aku sih setuju sekali sama ajakan itu, terus aku tanya, apa aku boleh ajak cowokku. Si Vivi malah tertawa, katanya ya jelas dong, memang harusnya begitu. Rencananya kami bakal pergi besok sore dan kumpul dulu di rumahku.
Singkat cerita kami berempat sudah ngumpul di rumahku. Kami memang sudah saling kenal, bahkan cukup akrab. Alf, cowoknya Vivie teman baik Ricky cowokku. Oh ya, aku belum mengenali aku sendiri ya, namaku Selvie, umurku sekarang 17 tahun, sama-sama Si Vivie, Ricky cowokku sekarang 19 tahun, setahun lebih tua dari Alf cowoknya Vivie. Oke, lanjut ke cerita.
Kami berempat langsung cabut ke villanya Vivie. Sekitar setengah jam kami baru sampai. Aku sama Vivie langsung beres-beres, menyimpani barang-barang dan menyiapkan kamar. Ricky sama Si Alflagi main bola di halaman villa. Mereka memang pecandu bola, dan kayaknya tidak bakalan hidup kalau sehari saja tidak menendang bola.
Villa itu punya tiga kamar, tapi yang satu dipakai untuk menyimpani barang-barang. Mulanya aku atur biar aku sama Vivie sekamar, Ricky sama Alf di kamar lain. Tapi waktu aku beres beres, Vivie masuk dan ngomong kalau dia mau sekamar sama Si Alf. Aku kaget juga, nekad juga ini anak. Tapi aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa tidur bareng Si Ricky kalau tidak di sini. Ya tidak perlu sampai gitu-gituan sih, tapi kan asik juga kalau bisa tidur bareng dia, mumpung jauh dari bokap dan nyokap-ku. Hehehe, mulai deh omes-ku keluar. Oke, akhirnya aku setuju, satu kamar buat Alf dan Vivie, satu kamar lagi buat Ricky sama aku.
Sore-sore kami makan bareng, terus menjelang malam, kami bakar jagung di halaman. Asik juga malam-malam bakar jagung ditemani cowokku lagi. Wah, benar-benar suasananya mendukung. Hehehe, aku mulai mikir yang macam-macam, tapi malu kan kalau ketahuan sama Si Ricky. Makanya aku tetap diam pura-pura biasa saja. Tapi Si Vivie kayaknya memperhatikan aku, dan dia nyengir ke aku, terus gilanya lagi, dia ngomong gini, "Wah... sepertinya suasana gini tidak bakalan ada di Bandung. Tidak enak kalau dilewatin gitu saja ya." Aku sudah melotot ke arah dia, tapi dia malah nyengir-nyengir saja, malah dia tambahin lagi omongannya yang gila benar itu, "Alf, kayaknya di sini terlalu ramai, kita jalan-jalan yuk!" Aku sudah tidak tahu harus apa, eh Si Alf juga samanya, dia setuju sama ajakan Si Vivie, dan sebelum pergi di ngomong sama Ricky, "Nah, sekarang elu harus belajar bagaimana caranya nahan diri kalau elu Cuma berdua sama cewek cakep kayak Si Selvie." Aku cuma diam, malu juga dong disepet-sepet kayak gitu.
Aku lihati Si Alf sama Si Vivie, bukannya jalan-jalan malahan masuk ke villa. Aku jadi tidak tahu harus ngapain, aku cuma diam, semoga saja Ricky punya bahan omongan yang bisa diomongin. Eh, bukannya ngomong, dia malah diam juga, aku jadi benar-benar bingung. Apa aku harus tetap begini atau nyari-nyari bahan omongan. Akhirnya aku tidak tahan, baru saja aku mau ngomong, eh... Si Ricky mulai buka mulut, "Eh... kamu tidak dingin?" Duer... Aku kaget benar, tidak jadi deh aku mau ngomong, sebenernya aku memang mau ngomong kalau di sini itu dingin dan aku mau ajak dia ke dalam. Tapi tidak jadi, aku tidak sadar malah aku geleng-geleng kepala. Ricky ngomong lagi, "Kalau tidak dingin, mau dong kamu temenin aku di sini, lihat bulan dan bintang, dan... bintang jatuh itu lihat...!" Ricky tiba-tiba teriak sambil menunjuk ke langit. Aku kontan berdiri kaget sekali, bukan sama bintang jatuhnya, tapi sama teriakan Si Ricky, aduh... malu benar jadinya. Ricky ikutan berdiri, dia rangkul aku dari belakang, "Sorry, aku tidak punya maksud ngagetin kamu. Cuma aku seneng saja bisa lihat bintang jatuh bareng kamu."Aku cuma bisa diam, tidak biasanya Ricky segini warm-nya sama aku. Dia malah tidak pernah peluk aku seerat ini biasanya. Aku tengok arlojiku, jam 11.00 malam. Kuajak Ricky ke dalam, sudah malam sekali. Dia setuju sekali, begitu masuk ke villa kami disambut sama bunyi pecah dari lantai atas. Kontan saja kami lari ke atas melihat ada apa di atas. Ricky sampai duluan ke lantai atas, dan di nyengir, terus dia ajak aku turun lagi, tapi aku masih penasaran, memang ada apa di atas. Waktu aku mau ketuk pintu kamar Vivie, tiba-tiba ada teriakan lembut, "Aw... ah...pelan-pelan donk!" Gila aku kaget setengah mati, tapi tanganku sudah keburu ngetuk pintu. Terus kedengaran bunyi gedubrak-gedubrak di dalam. Pintu dibuka sedikit, Alf nongol sambil nyengir, "Sorry, ngeganggu kalian ya? tidak ada apa-apa kok kami cuma..."Aku dorong pintunya sedikit, dan aku lihat Si Vivie lagi sibuk nutupi badannya pakai selimut. Dia nyengir, tapi mukanya merah benar, malu kali ya. Aku langsung nyengir, "Ya sudah, lanjutin saja, kami tidak keganggu kok."
Terus aku ajak Ricky ke bawah. Ricky nyengir, "Siapa coba yang tidak bisa nahan diri, hehehe." Tiba-tiba ada sandal melayang ke arah Ricky, tapi dia langsung ngelak sambil nyengir, terus buru-buru lari ke bawah. Aku ikut-ikutan lari sambil ketawa-ketiwi, dan kami berdua duduk di sofa sambil mendengarkan lagu di radio. Tidak lama kedengaran lagi suara-suara dari atas. Aku tidak tahan dan langsung nunduk menahan ketawa. Gila, bisa-bisanya mereka berdua meneruskan juga olah raga malamnya, padahal sudah jelas-jelas kepergok sama kami berdua. Eh, di luar dugaan aku, Ricky bediri dan mengajakku slow-dance, kebetulan lagu di radio itu lagu saat Ricky ngajak aku jadian. Aku jadi ingat bagaimana deg-degannya waktu Ricky ngomong, dan bagaimana aku akhirnya menerima dia setelah tiga bulan dia terus nunggui aku. Ricky memang baik, dan dia benar-benar setia menungguiku.
Selesai dance, Ricky tanya lagi, "Eh kalau mereka berdua ketiduran, aku tidur dimana? Memang tidur sama barang-barang?" aku malu sekali, bagaimana ngomongnya. Tapi akhirnya aku buka mulut, "Kita... kita tidur berdua." Wah lega sekali waktu omongan itu sudah keluar. Tapi aku takut juga, bagaimana ya reaksi Si Ricky. Eh tahunya dia malah nyengir, "Oke deh kalau kamu tidak masalah. Sebenernya aku juga sudah ngantuk sih, aku tidur sekarang ya." Aku jadi salah tingkah, Ricky naik ke lantai atas dan tidak sengaja aku panggil dia, "Eh... tunggu!" Ricky berbalik, dia nyengir, "Oke... oke... ayo naik, tidak bagus anak cewek sendirian malam-malam gini." Aku sedikit canggung juga sih, baru kali ini aku tidur seranjang sama cowok, tapi lama lama hilang juga. Kami berdua tidak ngapa-ngapain, cuma diam tidak bisa tidur. Dari kamar sebelah masih kedengaran suara Vivie yang mendesah dan menjerit, dan sepertinya itu juga yang bikin Ricky terangsang. Dia mulai berani remas-remas jariku. Aku sih tidak nolak, toh dia khan cowokku. Tapi aku kaget sekali, Ricky duduk terus sebelum aku tahu apa yang bakal dia lakukan,bibirku sudah dilumatnya. Aku mau nolak, tapi kayaknya badan malah kepingin. So, aku biarkan dia cium aku, terus aku balas ciumannya yang semakin lama semakin buas. Baru saja aku mulai nikmati bibirnya yang hangat di bibirku, aku merasa ada yang meraba tubuhku, disusul remasan halus di dadaku. Aku tahu itu Ricky, aku tidak menolak. Aku biarkan dia main-main sebentar di sana. Ricky makin berani, dia angkat badanku dan diduduki di pinggir ranjang. Dia cium aku sekali lagi, terus dia mau buka pakaian tidurku. Aku tahan tangannya, ada sedikit penolakan di kepalaku, tapi badanku kayaknya sudah kebelet ingin mencoba, kayak apa sih nge-sex itu. Akhirnya tanganku lemas, aku biarkan Ricky buka pakaianku, dia juga buka baju dan celananya sendiri. Dia cuma menyisakan celana dalam putihnya. Aku lihat penisnya yang membayang di balik celana dalamnya, tapi aku malu melihati lama-lama, so aku ganti lihat badannya yang lumayan jadi. Mungkin karena olahraganya yang benar-benar rajin.
Aku tidak tahu apa aku bisa tahan memuaskan Ricky, soalnya aku tahu sendiri bagaimana staminanya waktu dia main bola. 2x45 menit dia lari, dan dia selalu kuat sampai akhir. Aku tidak terbayang bagaimana aksinya di ranjang, jangan-jangan aku harus menerima kocokannya 2x45 menit. Gila, kalau gitu sih aku bisa pingsan. Waktu aku berhenti memikirkan stamina dia dan aku, aku baru sadar kalau bra-ku sudah dilepasnya. Sekarang dadaku telanjang bulat. Aku malu setengah mati, mana Ricky mulai meremas dadaku lagi, yah pokoknya aku tidak tahu harus bagaimana, aku cuma diam, merem siap menerima apa saja yang bakal dia lakukan. Tiba-tiba remasan itu berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar dadaku, terus berhenti di putingku. Aku melek sebentar, Ricky asik menjilati putingku sambil sesekali mengisap-ngisap. Aku makin malu, mana ini baru pertama kali aku telanjang di depan cowok, apalagi dia bukan adik atau kakakku. Wah benaran malu deh.
Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah Ricky di dadaku, aku mulai berani buka mata sambil melihat bagaimana Ricky menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku tidak sadar mendesah panjang. Rupanya Ricky sudah menelanjangiku bulat-bulat. Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah sekali. Dia masih terus menjilati putting susuku yang sudah mengeras sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku.
Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat pelan-pelan menyentuh vaginaku naik ke klitoris-ku, dan waktu lidahnya itu menyentuh klitoris-ku, aku tidak sadar mendesah lagi, dan tanganku tidak sengaja menyenggol gelas di meja dekat ranjangku. Lalu "Prang..." gelas akhirnya pecah juga. Ricky berhenti, kayaknya dia mau memberesi pecahan kacanya. Tapi entah kenapa, mungkin karena aku sudah larut dalam nafsu, aku malah pegang tangannya terus aku menggeleng, "Barkan saja, nanti aku beresin. Lanjutin... please..."
Sesudah itu aku lihat Ricky nyengir, terus diciumnya bibirku dan dia melanjutkan permainannya di selangkanganku. Ricky benar-benar jago mainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem melek keenakan. Terus di mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti kesetrum tidak tahan, tapi Ricky malah terus-terusan melintir-melintiri "kacang"-ku itu. "Euh... ah... ah... ach... aw..." aku sudah tidak tahu bagaimana aku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua serasa mutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari marathon. Aku benar benar pusing, terus aku memejamkan mataku, ada lonjakan-lonjakan nikmat di badanku mulai dari selangkanganku, ke pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku kendalikan.
Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata, Ricky sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal langsung berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai tangan kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau di-"karoake"-in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia sudah muasin aku, masa aku tolak keinginannya. So aku buka mulutku, aku jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan. Aku mulai berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di ranjang, kedua kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang, terus aku bungkuk sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya lumayan itu pakai tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar tidak jatuh dan mulutku mulai bekerja.
Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada sisa beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik turun sambil aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan kiriku. Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati bagaimana aku meng-"karaoke"-in dia sambil sesekali membuka mulut sambil sedikit berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan, dia berdiridan mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang, dibukanya pahaku agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran. Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dia mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak langsung dia masukan, dia gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang maksa masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi lendir.
Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk. Dia tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek, tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam vaginaku. "Aw... ah..." vaginaku perih bukan main dan aku teriak menahan sakit. Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt... tahan sebentar ya, nanti juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di balik senyum nafsunya aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa... aku tidak apa-apa. Terusin saja... ah...". Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun. Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa nikmat luar biasa setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik penisnya.
Ricky makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi...tidak bakalan lama lagi..." Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambilterus mengocok vagina aku. "Aku juga... ah... oh... sebentar lagi... ah... aw... juga..." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau ngomong kalau aku juga sudah hamper sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri sudah lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat pantatku ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit. Tanganku menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap ditusukdari belakang. Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang, terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky tidak terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku, bikin aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky kembali mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya ke anusku. Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak semuanya bisa masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku seperti mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas dadaku, tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku, dia masukkan jari tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki klitorisku.
Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-gosok, dadaku diremasremas dan putingnya dipelintir-pelintir, terus vaginaku dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar tidak kuat lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga sampai klimaks, dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari penis Ricky. Akhirnya aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat Ricky juga ambruk, dia terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat terus, kupegang badanku, ternyata aku juga basah keringatan. Benar-benar kenikmatan yang luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2 subuh. Leherku kering, tapi waktu aku mau minum, aku ingat gelas di kamarku sudah pecah gara-gara kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak pecahan kaca, terus aku ambil sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok. Aku turun ke bawah, maksudnya sih mau ambil minum di bawah, aku masih telanjang sih, tapi aku cuek saja. Aku pikir si Alf pasti masih tidur soalnya dia pasti capai juga olah raga malam bareng Si Vivie.
Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya Vivie lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus sambil jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu kenapa, tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget setengah mati. Aku lihat Si Alf dengan santainya turun dari tangga langsung menuju kulkas, kayaknya mau minum juga.
Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya. Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku pakai tangan, tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya tanganku pindah lagi ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati.
Alf akhirnya berbalik, "Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar. Jadi... jadi..." "Tidak apa-apa, ini salahku." Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, waktu akhirnya aku juga sadar kalau Alf juga telanjang. Sepertinya dia pikir aku masih di kamar sama Si Ricky, makanya dia cuek saja turun ke bawah. Aku pikir sudah terlambat untuk malu, toh Alf sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan lagi, so malu apa. Cuek saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak apa-apa." Aku mengambil remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku pikir bagus juga aku rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga sepertinya sudah cuek, dia berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku telanjang, dia duduk sambil ikut nonton TV. Gilanya yang aku setel malah VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton saja, peduli amat apa kata Si Alf, yang penting aku bisa istirahat sambil nonton TV.
"Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf. Dia berbalik, "Hebat, Vivie benar-benar hebat." Alf sudah bisa nyengir seperti biasanya. Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan dibikinnya." Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali menengok TV. Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa mikirin apa-apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton film BF. Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka dadaku yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi memang dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari kepunyaan Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati dadaku kalau ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa maluku,dan sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan.
Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus aku mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya mulai remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi begitu tahu kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama makin berani, dan jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku mulai merem-melek sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha Alf berhadap-hadapan. Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya langsung beraksi. Aku sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok penisnya pakai tanganku dan sepertinya Alf juga puas dengan permainanku. Aku mulai terbawa nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa yang dia lakukan, yang jelas enak buatku.
Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar di atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana kalau ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka pintu luar, aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi sibuk nge-sex. Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak. Aku lihat lagi ke sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di sana. Rupanya villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-orang nge-sex. "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil menggendongku. Aku ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf meniduriku di rumput. Dingin juga sisa air hujan yang masih membasahi rumput, punggungku dingin dan basah tapi dadaku lebih basah lagi sama liurnya Si Alf. Udara di luar itu benar-benar dingin, sudah di pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak terbayang bagaimana dinginnya deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu hilang, aku malah makin panas dan nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan lidahnya. Sayup-sayup aku mendengarkan suara cewek dari villa seberang yang sudah tidak karuan dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi mendengarnya, tapi Alf sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti orang kelaparan yang seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat. Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya minta aku meng-"karaokei"-in itu penis yang besarnya lumayan juga. Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei"-in penis Ricky, sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng- "karaoke"-in penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si Alf. Makanya tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok itu penis. Aku tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku hisap itu penis kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus kujilati mulai dari kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak ketinggalan.
Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia buka mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga, kukocok batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya sambil kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia sudah tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-cepat melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau selesai cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke"-in penisnya lagi.
Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati bibir vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku sudah dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu. Sepertinya habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari bibirnya, klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam, sampai anusku juga tidak ketinggalan dia jilati.
Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main, soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng- "karaoke"-in cowok, tapi bukan cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi meng-"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila juga itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Alf benar-benar ahli, tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat bintang di langit jadi tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam setrum dari selangkanganku yang terus-terusan bikin aku gila. "Ah... ah... Alf...Ah... berhenti dulu Alf... Ah... Ah... Shhh..." aku tidak tahan sama puncak nafsuku sendiri. Tapi Alf malah terus-terusan melintir-melintir klitorisku. Aku benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-kejang seperti orang ayan, tapi sudahnya benar-benar enak sekali, beberapa menit lewat, semua badanku masih lemas, tapi aku tahu ini belum selesai.
Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk dan mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama lagi, langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa sakit tapi tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf tidak menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan tangannya tidak diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum karena aku menungging. Diremasnya sambil dipelintir pelintir putingnya. Aku tidak tahan digituin, apalagi badanku masih lemas, tanganku lemas sekali, untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf menyodokkan penisnya saja sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi Alf masih terus mengocokku, dari belakang.
"Ah... euh... ah... aw..." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi aku tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk seperti gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku dari depan. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf menyodokkan penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek, klitorisku juga tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-melek keenakan.
Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus dia mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam saja, tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah, pokoknya aku ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin langsung dikocok. Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi, kakiku dua-duanya terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku terbuka lebih lebar dan Alf makin leluasa mengocok ngocokkan penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan aku bahkan sudah tidak bisa lagi berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi tidak ada suara yang keluar. "Aku mau keluar, aku mau keluar..." Alf membisikkan sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku. "Jangan di... jangan di dalam. Ah... ah... oh... aku... aku tidak mau... hamil." Aku cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku tidak tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha, itu juga sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa yang aku omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku.
Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan penisnya ke sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku sudah dipuncak nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok ngocok seolah masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke muka dan sisanya di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan tanganku dari dadaku, maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di pipiku mengalir ke mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku, aku terlalu lemas. Aku biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja sekalian.
Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di sofa. Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku buka mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan aku kaget kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih kaget lagi, aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di kananku Ricky juga masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang seperti aku. Belum habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia lagi mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru akhirnya aku tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-sex sama Alf. dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf cinta sama dia, soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah buat dia. Ternyata Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf nge-sex dan Ricky yang juga bangun subuh subuh kaget melihat aku lagi nge-sex sama Alf. Dia keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar aku lagi nge-sex sama Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah dan melihat Vivie yang lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela. Ricky langsung dapat ide, so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie nge-sex juga. Singkat cerita mereka akhirnya nge-sex juga di kamar. Dan waktu aku sama Alf selesai, Alf menggendongku ke atas dan melihat Ricky sama Vivie baru saja selesai nge-sex. Makanya kami berempat akhirnya tidur bareng di kamarnya telanjang bulat.
Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam juga kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky atau Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah siapa yang muasin aku. Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami nge-sex berempat bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng seperti gitu. Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie duluan. Aku masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu. Alf juga tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok aku, dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali, soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda. Baru saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya ke vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku.
Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi, soalnya sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama Alf langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti main bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan waktunya di villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di kamar. Aku jadi bosan sendirian,makanya aku putuskan aku mau jalan-jalan. Kebetulan di dekat situ ada air terjun kecil. Aku rencana mau menghabiskan hari ini berendam di sana, biar badanku segar lagi dan siap tempur lagi. Aku tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan dulu mengelilingi kompleks villa itu. Besar juga, dan villanya keren-keren. Ada yang mirip kastil segala. Sepanjang jalan aku ketemu lumayan banyak orang, rata-rata sih orang-orang yang memang lagi menghabiskan waktu di villa sekitar sini. Hampir semua orang yang ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang adadi halaman villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang lewat sampai tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma nyengir saja membalas mata-mata keranjang mereka. Tidak aneh sih kalau mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai baju pas-pasan, atasanku kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan soalnya kamarku dikunci dan kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari dia, makanya aku pakai saja kaos Si Vivie yang ada di meja setrika. Itu juga aku tidak pakai bra, soalnya bra Vivie itu sempit sekali di aku. memang sih dadaku jadi kelihatan nonjol sekali dan putingnya kelihatan dari balik kaos sempit itu, tapi aku cuek saja, siapa yang malu, ini kan kawasan villa buat nge-sex, jadi suka-suka aku dong.
Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega membangunkan Vivie Cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja ada Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku ikat di kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi terbuka, ya cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus yang aku punya, benar tidak?
Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, udah basah benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi lama-lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak. Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan waktu aku menemui tempat yang enak, aku siapsiap berendam, aku lepas sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya.
"Mau... mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu, rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara, "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!" Aku jadi ingat bagaimana korban korban perkosaan yang akulihat di TV, aku jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku.
"Oke... oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha ngomong, padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah membentak aku, "******, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, "Santai dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?" Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku lega setengah mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin mereka dulu.
Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat, ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa menikmati permainannya.
"Ah... yeah... ah... siapa... siapa nama loe?" aku tanya dibalik desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, "Oke... terus... terus... Yeah..." Ternyata ada juga cowok yang suka berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar, "Belum dijawab?" "Oh, sorry. Nama gue Jeff." Dia menjawab sambil terus merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan kuhisap hisap.
Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya. "Elo tinggal di sini juga ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?" Jeff kaget juga waktu aku ngomong gitu. "Memang elu tahu dari mana?" Aku nyengir terus aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama liurku. Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya ! berdua ngentotin cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu adik kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke sini, dan gue entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung cari posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku. Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat. Terus dan terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut penisnya, aku digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku. Terus dia mengocok aku sambil bediri, seperti gayangocoknya Tom Cruise di film Jerry Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan aku makin merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi pinggangku. Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan jongkok meng-"karaoke"-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa vaginaku jebol.
Lama juga aku meng-"karaoke"-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku sudah pasrah kalau dia bakal menyodok nyodok vaginaku, tapi kali ini tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung ke anusku. "Ah... aduh..." anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku. Dadaku goyanggoyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku.
Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya. Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku diremas-remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan nikmatnya seluruh tubuhku.
Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun, aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie. Vivie juga sibuk mengulum ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku tetap diam sampai mereka selesai main. Terus aku dikenali sama cewek mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf, namanya Angel. Aku baru ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis muasin Jeff sama Lex. Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana, kebenaran Ricky dan Alf lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi akhirnya akur lagi, dengan catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya Jeff sama Lex.
Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan waktu mereka lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia dan dikenali sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya ngesex juga. Makin asik juga, sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di kelompok kami, dan seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk muasin nafsu kami masing-masing. Dankami kasih nama kelompok kami "MAGNIFICENT SEVEN"



       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Pengorbanan Demi Pacar
Apr 9th 2013, 13:10


endorong dia ke atas kasurku.
seperti biasa,kami bercinta dengan hebatnya...(lebay....)

:::::skip...skip...skip:::::

setelah keluar tuh sperma,teryata cuma sedikit,soalnya kemaren udah dikeluarin dan dia belum sempat istirahat cukup karena banyaknya tugas kampus dia,katanya

akhirnya dia punya ide gila,dia akan meminta bantuan pacar temen kosku dan temen kosnya buat onani memakai kondom.Tapi aku ngga setuju,aku malu buat mintanya ke temen kos aku.bisa-bisa aku dikira mau ngrebut cowok orang....

yaudah setelah itu kita berdua berpikir lagi sambil hangout sore hari muter2 semarang pake mobil Bayu.

"aku ada ide lagi yank..." kata dia
"apa??"
"gimana kalau kita bayar orang buat onani pake kondom??"
"hah?? itu lagi yang dibahas....aku ngga mau nyuruh cowok temen aku.kan dah aku bilang aku ngga enak sama temen aku....kamu sendiri sana, biar dikira homo...hahahaha" celetukku

"ah kamu ni....pacar kesusahan ngga dibantuin malah dibilang homo.kalo aku homo berarti kamu cowok dong....hahahahaha...." ejeknya
"aah... kamu nih...terus gimana dong dapetin sperma lg?kamu ngocok aja terus kalo ngga pada mau minta tlg orang"

"hmm....kalau nyuruh orang yg ngga dikenal kamu mau ngga?"kata Bayu agak serius
"wah...siapa??asal ntar akhirnya dia di kasih duit,mungkin aku berani negosiasi."

"kalo nyuruh sopir angkot atau tukang becak gitu,kamu mau?"
"wah sopir angkot???aku sering naek angkot Yank kalo ke kampus,ntar salah2 ketemu lagi ama sopir yg sama...waduuuuh malu aku ntar...."

"tukang becak deh kalo gitu...gimana?" tanya bayu
"kenapa sih ngga kamu aja yg minta ama mereka?kenapa harus aku??"

"kan kamu tadi yg bilang,ntar aku dikira homo"
"trus kalo aku dikira cewek ngga bener gimana?" tanyaku

"emang kamu cewek bener? ahahahahahaha" ejek bayu lagi
"ah kamu nih....ngga aku bantu lho kalo ngejek mulu..."

"maaf deh sayanggg....kalo gitu bantuin ya....pliss.....ntar aku beliin eskrim deh"
"yeee emgnya aku anak kecil....yaudah,tukang becak yg mana nih?" kataku sambil melihat ke arah jalan memilih tukang becak yg sekiranya mau.
"owh yang itu aja!" kata bayu
"kok tua gitu?ntar keluarnya dikit loh...."aku menolak

"yaudah terserah kamu yg mana" kata bayu lagi sambil memarkir mobil di dekat kumpulan tukang becak,kemudian kami keluar.
"Yank,yg itu aja,agak mudaan.gimana?" kataku
"yaudah ngga apa-apa.sana...bilang,kalo mau,ntar aku kasih 100ribu"

"oke,siap bos!" kataku kemudian berjalan ke arah tukang becak itu
----------------------------------:::::::::::::::::----------------------------

"permisi pak,bisa minta tolong sebentar?"tanyaku
"oiya gimana mbak?becak?" jawabnya

"nggak pak...mau minta tolong,tapi ngomongnya jangan di sini,ngga enak sama temen2 bapak."
"ngomong opo to mbak?kok serius banget koyoke..."tanya dia lagi

"ngomong di sana aja pak"kataku sambil menunjuk arah tempat duduk di dekat taman

"alah wes,Dir....melu wae...di jak cewek ayu mojok kok ndadak mikir-mikir.opo karo aku wae mbak?hahaha....." celetuk temen bapak tukang becak yang ada di sampingnya
"nggak pak,sama bapak ini aja dulu"kataku

akhirnya aku ajak bapak itu duduk di tempat yg aku tunjuk.Bayu juga ikut ngobrol di sana

"ada apa to mbak?mas? kok ndadak tekan kene?" tanya bapak itu
"ngga apa-apa pak,kenalin saya firza,ini pacar saya Bayu" kataku sambil salaman dg bapak tukang becak itu

"gini pak,saya mau mnt tolong" kataku meneruskan "pacar saya ini ada tugas kampus yg menyuruh dia mencari sperma laki-laki yang sudah beristri,yah seumuran bapak inilah" kataku berimprovisasi,karena kalau aku bilang cuma sperma cowok aja,pasti dia mikirnya pacar aku kan juga cowok,ngapain harus dia...

"waduh waduh.....buat apa mbaaak...wah mbaknya nih.ngajak-ngajak...hahahaha..." kata bapak itu

"ngga pak,nanti bapak onani aja,tapi pakai kondom biar sperma yg dikeluarin ngga muncrat kemana-mana.nanti kita bayar bapak kok 100ribu cukupkan?" bujukku.

"hmm....ntar yg nyiapin kondom segala macem situ kan?maksudnya saya ngga perlu beli sendiri?"

"iya pak.pacar saya dah ada kondom,nanti bapak saya traktir makan yg mengandung protein,soalnya kita butuh sperma ngga sedikit."kataku lagi

"yaudah ngga apa-apa.sekarang?terus saya kudu ngocok dimana?"
"ntar di kos saya aja pak."kata Bayu
"oke deh ayo...keburu malam.lumayan lah,dari tadi pagi belum ada penumpang,korban protein dikit tapi dapet duit.hehehe.." kata bapak itu semangat karena mau dapat duit cepek

kemudian bapak itu titip becaknya ke teman-temannya,dia pergi bareng aku dan Bayu naik mobil.
-----------------------------------::::::::::::::::::::::::::::----------------------------
sampai di kost,aku di suruh ngobrol bareng bapak itu,Bayu pergi cari makan buat kita bertiga

"dah punya istri Pak?" tanyaku memecah kebekuan
"udah cerai,anakku di gowo lungo san..."

"ouh gitu....berarti dah ngga pernah berhubungan lagi?"
"berhubungan?ya masih kalo lagi kangen sama anakku ya saya pulang desa,tilik mereka di sana."

"maksudnya berhubungan badan pak" kataku
"ouh...kentu.hahaha...karo sopo mbak....ra ono sing gelem karo tukang becak elek ngene mbak.lha mbak sendiri dah pernah kentu sama pacarnya?sori lho mbak,blak-blak'an"

"iya ngga apa-apa pak.saya dah pernah tapi ngga sering" kataku bohong.

"enak to mbak....hahahaha" kata bapak itu sambil tertawa dan aku juga ikut ketawa

ngga berapa lama kemudian Bayu datang bawa makanan,dan kita bertiga makan bareng di dalam kamar Bayu

setelah selesai,Pak tukang becak itu bilang pengin mulai sekarang karena keburu malam.dia minta kondom Bayu dan menuju kamar mandi.Lama sekali dia di dalam,tau-tau dia buka pintu kamar mandi dengan kondisi ngga pake celana.aku pura-pura buang muka,,,, ""pura-pura""

"wah mas ra metu-metu...piye?sui bngt ra metu-metu" kata bapak itu
"dicoba lagi aja pak,apa mau dibantuin pacar saya?" kata bayu.aku langsung memandang tajam ke arah bayu

"wah ngga apa-apa.saya malah seneng.hahahaha..." kata bapak itu girang bgt

"yaudah pak,di sini aja ngga sah di kamar mandi."kataku sambil memegang ****** bapak itu yg mengeras lagi setelah aku mengiyakan

aku kocok terus penisnya tapi ngga keluar2.akhirnya aku kulum itu penis sambil melirik ke Bayu yang kaget sambil ketawa ke arahku.oiya,buat intermeso aja,aku dan bayu emang suka kalau melihat pacar masing-masing ML dengan orng lain (ada di cerita lainnya di blog ku)

----------------------kembali ke laptop-----------------------

setelah lama aku BJ,itu sperma ngga keluar2 juga.gila nih bapak perkasa bener kataku dalam hati
"kok lama ya mbak padahal dah enak lho tapi ngga keluar2." kata bapak itu
kemudian aku berdiri dan di depan bayu dan tukang becak itu,aku lepas pakaianku satu per satu hingga bugil total.bapak itu langsung terpesona melihatku,sebelum dia berkata apa-apa aku kulum mulutnya yg jujur aja bau banget sambil tanganku mengocok-kocok penisnya.aku lihat Bayu senyum-senyum sambil geleng-geleng ngliat kebuasanku dengan orang yg baru aku kenal,tukang becak lg...kemudian Bayu keluar kamar kos karena ada telpon entah itu dari siapa.ditinggalnya aku berdua dengan bapak tukang becak ini

aku dan bapak tukang becak itu tiduran di atas ranjang bayu dan aku rasakan vagina ku juga sudah basah,tngan bapak itu meraba puting dan vaginaku
kemudian dia menyuruhku posisi 69 siapa tau bisa keluar saat itu juga
dia menjilati vaginaku,"wah memeknya mbak wangi ya,kata dia agak keras"
"sst...pak jangan kencceng2 nnti seisi kost pada tau lho"
"hehehe..." tawanya sambil meneruskan menjilat vaginaku

aku sendiri dibuat menggelinjang sedemikian hebat,ternyata walaupun tukang becak,dia pandai memainkan lidahnya di dalam vaginaku
"mbak,ini boleh dimasukin apa gini-gini aja?" tanya dia padaku
lalu aku telentang,"ngga apa-apa pak,asal tetep make kondom aja"
"wah siap...."

pelan-pelan dia menghunuskan "pedang"nya ke dalam vaginaku.penis nya ukuran rata-rata lah...sama kayak punya si Bayu

"wuih masih berdenyut-denyut....mbak horny juga ya?tak kirain aku aja yg horny"

aku hanya tersenyum mendengar pujiannya

sekitar 10 menit,aku dah merasakan penis tukang becak itu mengeras dan hampir klimaks,buru- buru aku sudahi,takut ada sperma yang masuk ke vaginaku.lalu aku BJ lagi,dan akhirnya croooot keluar semua deh protein yang baru dia makan tadi... tapi di dalam caps dia dong....

"gimana mbak? segini cukup?" tanya bapak itu setelah dia melepas kondom dengan hati-hati
"cukup kayanya pak" kataku sambil memakai pakaian lagi

"wah mbak bokongnya gede sih,jadi liatnya horny terus.hahaha...kok pacar mbak ngga marah y kita kentu tadi?"
"iya pak pacarku emang gitu,asal kita ML pake caps aja ngga apa-apa"
"wah pacar yang baik.hahahaha....kentu gratis nih,dapet duit lagi...."
"ngomong2 kita ML kok saya belum tau nama bapak ya?"
"lho tadi kan dah kenalan,lupa ya?saya sarwo,biasa dipanggil kadir,karena emang saya dari madura"

"ouh tadi aku ngga denger Pak"
"wah kentu sama orang yg ngga tau namanya dong sampeyan.hahaha...."
"hehehe....dah biasa pak" aku tersenyum aja mendengarnya
setelah itu bapak tukang becak itu pamit pulang

-----------------------::::::::::::::::::::::::::---------------------------

beberapa bulan kemudian,saat aku naek angkot,aku ketemu bapak sarwo itu lagi,sekarang dia jadi kernet angkot di kampusku.aku duduk tepat di sampingnya dan dia tersenyum padaku

"mbak,lagi butuh sperma lagi ngga?" tanya dia sambil berbisik
"aku dah putus Pak,jadi bapak tanya sama mantan saya aja itu."

"lha kalau mbak sendiri butuh ngga?"tanyanya menggodaku
"OK,nanti habis pulang kuliah ya pak,saya tunggu di halte tadi"


       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Pijat Sensual
Apr 9th 2013, 13:09

Kurasa hampir semua orang pasti pernah merasakan dipijat, apa lagi para
laki-laki hidung belang seperti sebagian besar pembaca vocland.com.
Kurasa sebagian besar dari mereka pasti punya langganan pemijat di
panti-panti pijat yang menjamur di mana-mana.

Itulah enaknya jadi kaum laki-laki, ibaratnya seperti iklan minuman
ringan, bisa di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Ini berbeda
sekali dengan kaumku, kalau badan pegal harus susah payah cari mbok
pemijat yang belum tentu ada di setiap tempat, apa lagi di kota besar
seperti Surabaya ini.

Biasanya kalau badanku terasa pegal-pegal, kuminta bantuan adikku untuk
memijatnya. Kadang kami bergantian saling pijat. Tetapi hari ini rumahku
sedang kosong. Adikku masih kuliah sedangkan orang tuaku belum pulang dari
tugas rutinnya mencari nafkah.

Hari ini aku agak sedikit kurang enak badan. Terasa sekali badanku
pegal-pegal, namun di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Kucoba bertanya
kepada tetangga kanan kiri barangkali ada yang tahu kalau-kalau ada
tetangga sekitar yang bisa memijat. Sebenarnya aku tahu bahwa di ujung
gang sana ada seorang tukang pijat yang terkenal di sekitar rumahku, tapi
laki-laki, namanya Pak Mat. Tidak bisa kubayangkan bahwa tubuh molekku ini
bakal dipijat oleh seorang tukang pijat laki-laki, bisa-bisa yang dipijat
nanti hanya di daerah-daerah tertentu saja.

Akhirnya aku dapatkan juga seorang tukang pijat wanita. Namanya Mbak Tun
yang rumahnya juga tidak begitu jauh dari rumahku. Kucoba untuk mendatangi
rumah Mbak Tun yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter dari rumahku.
Kebetulan Mbak Tun ada di rumah dan bersedia datang ke rumah untuk
memijatku. setelah berganti pakaian dan membawa sedikit perlengkapannya,
Mbak Tun mengikutiku pulang.

Mbak Tun usianya masih relatif muda, hanya sedikit lebih tua dariku.
Perkiraanku Mbak Tun saat ini berusia sekitar 35 tahun. Namun di usianya
yang relatif masih muda itu Mbak Tun sudah menjanda. Ia hidup bersama
ibunya, satu-satunya orang tuanya yang masih tersisa.

Mbak Tun sudah 6 tahun bercerai dengan suaminya yang telah kawin lagi
dengan wanita lain karena perkawinannya dengan Mbak Tun tidak dikaruniai
anak. Cerita tentang Mbak Tun ini kuperoleh dari Mbak Tun sendiri saat
memijat tubuhku. Sambil memijat Mbak Tun bertutur tentang kehidupannya
padaku.

Walau tinggal di Surabaya, Mbak Tun tetap seperti layaknya orang udik,
pengalamannya masih sedikit sekali soal dunia modern, namun untuk urusan
sex sepertinya Mbak Tun punya cerita tersendiri. Semuanya akan kukisahkan
pada ceritaku kali ini.

Sesampai di rumahku, Mbak Tun kuajak langsung masuk ke kamarku yang sejuk
ber-AC. Suhu udara di luar sana bukan main panasnya, beberapa bulan
terakhir ini kota Surabaya memang sedang dilanda cuaca panas yang luar
biasa, konon panasnya mencapai 37 derajat celcius.

Kubuka kancing hemku dan kutanggalkan hingga bagian atas tubuhku yang
mulus terpampang dengan jelas sekali. Payudaraku tampak segar dan ranum
dengan ujung puting susuku yang bersih berwarna merah muda sedikit
kecoklatan. Rok miniku juga kutanggalkan.

Kini tubuhku sudah hampir telanjang bulat, hanya tersisa CD yang
kukenakan. Mata Mbak Tun tampak terkagum-kagum pada bentuk tubuhku yang
ramping dan sexy, terlebih saat melihat bentuk CD-ku yang mini itu. Aku
saat itu memakai G String berenda yang ukuran rendanya tak lebih dari
seukuran satu jari melingkari pinggangku, selebihnya sepotong rendah yang
tersambung di belakang pinggangku, turun ke bawah melewati belahan
pantatku, melingkari selangkanganku hingga ke depan. Tepat di bagian
vaginaku, terdapat secarik kain berbentuk hati kecil yang keberadaannya
hanya mampu menutupi bagian depan liang vaginaku.

Lalu aku tengkurap di tempat tidur dengan hanya memakan CD. Mbak Tun mulai
memijat telapak kaki, mata kaki, betis, naik lagi ke pahaku. Awalnya aku
biasa-biasa saja, pijatan tangannya juga terasa pas menurutku, tidak
terlalu lemah dan juga tidak terlalu keras yang dapat menyebabkan terasa
lebih sakit setelah dipijat. Menurutku, cara memijat Mbak Tun cukup baik.
Setelah memijat kaki kanan, kini Mbak Tun berpindah memijat kaki kiriku,
urutannya seperti tadi. Kini giliran pahaku bagian atas yang dipijat juga
kedua belahan pantatku.

"Mbak! CD-nya kok modelnya lucu ya?" tanya Mbak Tun lugu mengomentari
bentuk CD-ku.
"Emangnya kenapa Mbak Tun?" tanyaku padanya.
"Oh enggak Mbak! Kalau dipakai kok seperti tidak pakai CD aja ya? Bokong
(pantat) Mbak tetap kelihatan, dan bagian depannya, jembut (bulu kemaluan)
Mbak juga kelihatan, Hii.. Hii.. Hii..! Kalau aku sih tidak berani pakai
CD yang model begitu", oceh Mbak Tun masih mengomentari bentuk CD yang
kupakai saat itu.

Sambil mengngoceh dan bercerita, tangan Mbak Tun tetap memijat pahaku.
Yang kini dapat giliran adalah pahaku bagian atas, tepatnya di daerah
pangkal paha dan belahan pantatku. Aku sengaja tidak menjawab ocehannya
karena aku ingin menikmati pijatannya. Sambil sedikit tiduran, mataku
kupejamkan saat dipijat Mbak Tun.

Letak kedua kakiku dibentangkan terpisah agak lebar sehingga posisi pahaku
terbuka. Mbak Tun memijat bagian dalam pahaku yang bagian atas dekat
selangkanganku hingga aku merasakan sedikit geli, tapi enak sekali. Selain
pegalku di bagian kaki dan paha mulai sedikit berkurang, aku juga mulai
merasakan horny, apa lagi saat jari-jari Mbak Tun memijat bagian pangkal
pahaku. Jarinya sempat menyentuh gundukan vaginaku hingga rasanya ujung
CD-ku mulai lembab. Untungnya Mbak Tun sudah mulai pindah posisi memijat
punggungku, naik ke leher dan berakhir di kepalaku.

Selesai memijat bagian belakang tubuhku, Mbak Tun mengambil body lotion
dan dioleskannya ke kaki dan pahaku. Rasanya sedikit dingin saat mengenai
kulitku. Kalau tadi memijat, kini Mbak Tun ganti mengurut tubuhku mulai
dari telapak kaki, betis hingga pahaku. Kembali saat mulai mengurut pahaku
bagian atas aku merasa geli, terlebih saat paha bagian dalamku yang diurut
olehnya.

"Mbak! CD-nya dilepas aja ya, toh percuma pakai CD cuma sepotong begitu,
lagian kita kan sama-sama wanita dan tidak ada orang lain di kamar ini,
soalnya nanti kena hand body nyucinya susah", pinta Mbak Tun padaku.

Tanpa menjawab, kumiringkan sedikit tubuhku sambil sedikit membungkuk.
Kubuka CD-ku dan kulepas dengan bantuan ujung kakiku. Kini aku telah
telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhku. Posisiku
kembali tengkurap menunggu tangan Mbak Tun kembali mengurut tubuhku.

Mbak Tun kembali ke tugasnya mengurut bagian bawah tubuhku yang sudah
dilumuri body lotion tadi. Jarinya kembali bersarang di pangkal pahaku
bagian dalam, sambil sekali-sekali mengurut kedua gundukan pantatku. Aku
tidak hanya merasakan pegalku mulai berkurang, namun aku juga merasakan
seperti ada suatu rangsangan tersendiri menyerang tubuhku bagian bawah.

Mulutku menggigit bantal yang kupakai untuk menopang daguku saat tengkurap
karena menahan rasa geli di selangkanganku, manakala jari tangan Mbak Tun
menyentuh bibir vaginaku. Terkada sentuhannya masuk lebih dalam lagi
hingga menyentuh celah belahan bibir vaginaku.

Terus terang liang vaginaku mulai bawah hingga cairan bening tak
terbendung mulai membasahi liang dan dinding dalam vaginaku. Saat mengurut
gundukan pantatku, seakan dengan sengaja jari Mbak Tun disentuhkannya ke
vaginaku kembali hingga ujung jarinya sempat menyenggol ujung klitorisku.

Aku jadi tersiksa sekali karena menahan hasrat birahi yang timbul akibat
sentuhan tangan dan jari Mbak Tun saat memijat dan mengurut bagian bawah
tubuhku. Untungnya urutan Mbak Tun segera pindah ke punggungku, terus naik
ke leher dan kembali berakhir di kepalaku.

Kalau di bagian atas tubuhku, aku masih tidak merasakan suatu rangsangan
seperti tadi. Namun rupanya setelah selesai memijat kepalaku, Mbak Tun
kembali memijat dan mengurut kedua bongkahan pantatku, yang tentunya
pangkal pahaku kembali menjadi sasarannya pula.

Aku tak kuasa menolak, karena selain kupikir Mbak Tun toh juga seorang
wanita, dan juga normal karena pernah bersuami walau sudah lama bercerai.
Aku toh akhirnya juga menikmati semua sentuhan tidak disengaja maupun
mungkin disengaja saat jari-jari tangannya mengusap bagian luar vaginaku.
Sampai akhirnya aku benar-benar tidak tahan lagi.

"Sudah! Cukup! Terima kasih ya Mbak", ujarku akhirnya.
"Kok sudah toh Mbak?", Tanya Mbak Tun padaku.
"Bagian depannya belum diurut lho! Ayo telentang Mbak, kuurut sebentar
perutnya supaya ususnya tidak turun", tambah Mbak Tun dengan sedikit
memerintah.

Herannya aku menurut juga. Dan lalu aku pun telentang di hadapan Mbak Tun.
Mbak Tun mulai kembali mengolesi body lotion ke bagian dada dan perutku.
Mbak Tun langsung mengelus bagian atas dadaku dekat leher sedang jarinya
mengurut ke bawah ke arah payudaraku. Kemudian area sekitar payudaraku
juga diurut lembut mirip elusan. Aku yang sudah horny sejak tadi jadi
lebih blingsatan lagi hingga akhirnya aku tidak tahan untuk tidah
mengaduh.

"Aduuh! Geli Mbak!" protesku, tapi Mbak Tun diam saja sambil terus
mengurut pinggiran payudaraku.

Kemudian perutku diurut dari setiap penjuru mengarah ke pusar. Kini
giliran pahaku diurut oleh Mbak Tun. Cara mengurutnya naik ke atas menuju
pangkal paha, letak kakiku dipisahkan agak lebar sehingga posisiku lebih
terkangkang lagi. Mbak Tun terus mengurut pahaku. Saat mengurut bagian
dalam pahaku, aku menggeliat tak karuan.

Kemudian Mbak Tun mengurut mulai tepat di atas vagina menuju pusarku.
Katanya ini adalah untuk menaikkan usus dalam perutku agar supaya tidak
turun ke bawah. Aku diam saja tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun,
terus terang pijatannya memang enak hingga pegal yang ada di tubuhku sedah
tidak terasa lagi. Namun selain itu aku juga mendapatkan rangsangan
seksual dari cara Mbak Tun mengurutku.

"Sudah, sekarang yang terakhir" kata Mbak Tun sambil membuka lebar pahaku.


Mbak Tun berpindah posisi duduknya. Kini dia berjongkok tepat di hadapan
selangkanganku yang terkangkang lebar. Kedua tangannya secara bersamaan
mengurut kedua pahaku, dari arah lutut menuju selangkangan hingga aku jadi
menggeliat tidak karuan menahan geli.

Kemudian kedua ibu jarinya mengurut-urut celah lipatan selangkangan dekat
vaginaku dengan cara mengurutnya dari bawah ke atas terus berulang-ulang.
Bibir vaginaku menjadi saling gesek karenanya hingga rangsangan dahsyat
melanda bagian bawah tubuhku dan akhirnya aku tak kuasa lagi mengendalikan
nafsu birahiku sendiri hingga tanpa perlu merasa malu lagi pada Mbak Tun,
jariku kuarahkan ke klitorisku dan terus kugosok-gosokkan sambil
mengangkat dan menggoyang-goyang pantatku.

Aku akhirnya orgasme di hadapan Mbak Tun. Persetan kalau mau dia tertawa,
bathinku. Namun ternyata Mbak Tun tetap cuek saja sampai aku selesai
melepaskan orgasme. Lalu kubayar ongkos Mbak Tun memijatku dan kuminta dia
untuk pulang sendiri.


E N D

       Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - Pesona Seks Warni
Apr 9th 2013, 13:05


Kaki itu terkaget namun lantas diam. Yang kudengar berikutnya adalah desah..

"Mbak.. Kok beginii.. Sih mbaakk.."

Geliatnya membuat aku sedikit menahan kakinya agar tak lepas dari kulumanku. Lidah dan bibirku merasakan kesat licin pori-pori jari kakinya. Aku melumatnya hingga kurasakan keringat tipisnya larut dalam ludahku. Aku menikmati dengan menelannya.

"Saya merinding mbaakk.." tanganku juga mulai mengelus-elusi betisnya.
"Aachh.. Enak banget siihh.." aku lega.

Mulai aku menggigit. Telapak kakinya kujilati dan juga aku menggigitnya. Dia benar-benar menggelinjang.

"Mbaakk.. Ampuunn.. Geli bangett.."

Kini mulai ada perlawanan. Namun bukan untuk menghindar. Itu perlawanan dalam geliat nikmat hasrat syahwat yang mulai menerpa sanubari Warni. Aku hanya semakin erat memegangi betisnya. Lidahku melata dan kugigit tumit Warni. Uucchh.. Tumit ini bak ujung telur ayam kampung. Begitu indah namun nampak begitu rentan. Dengan halus aku menjamahnya. Kulepaskan gigitan lembut di atasnya dan kembali keringat tipis tumitnya larut dalam ludahku yang langsung kusedot menelannya.

Sekali lagi Warni berontak menggeliat. Namun bukannya melawan. Geliatnya ternyata untuk mengubah posisi. Dia kini tengkurap. Dan yang kusaksikan adalah sebuah kejutan sensual. Lereng, lembah dan gunung muncul dari tubuh Warni yang setengah telanjang. Dari arah telapak kakinya yang sedang dalam pagutanku aku menyaksikan betis yang bak padi bunting kemudian menjauh nampak lipatan lututnya yang mengandung kerutan. Disana biasanya tersimpan aroma keringatnya. Lidah dan bibirku mulai melata naik.

Saat aku mulai menyentuh kemudian melepaskan jilatan serta sedotan kecil bibirku pada betis mulus itu,

"Adduhh.. Mbak Marini.. Enak bangeett.. Teruss mbaakk.. Enak bangett mbakk.."

Walaupun aku sudah menduga sebelumnya, namun suara desah dan racau Warni ini tetap merupakan kejutan bagiku. Aku merasakan bahwa kini sepenuhnya kegelisahan syahwatku telah pudar. Hasrat akan cinta sesama perempuan mendapatkan saluran dengan desah serta rintih Warni ini. Kini aku mulai meliar tanpa ragu. Aku sedot kuat-kuat betis itu hingga meninggalkan cupang. Warni menjerit,

"Mbaakk.. diapain akuu.. Mbaakk…" jeritan yang sangat indah merangsang syahwat telingaku.

Tanganku mulai meliar pula. Rabaan-rabaan kulepaskan pada pahanya serta gundukkan bokongnya. Aku terus melata, ciuman dan kenyotan bibirku naik merambah pelataran pahanya yang dduuhh.. Sangat mulusnyaa.. Rupanya semua ini merupakan sensasi bagi Warni. Dia menggelinjang hebat. Tubuhnya menggeliat-geliat menahan derita nikmat syahwat. Tangannya bergerak kebelakang langsung meraih rambutku,

"Mbakk.. Terusin Mbaakk.. Teruss mbakk.. Enak mbaakk.." ditarik-tariknya rambutku. Dia sepertinya ingin agar aku menciumi bokongnya. Ahh.. Warnii.. Jangan khawatir.. Aku akan menuju ke sana..

Tanpa lagi ragu aku menggiring wajahku menuju bukit kembar bokongnya yang terbungkus celana dalam putih ini. Aku memang ingin menikmati aroma bokong berikut celana dalamnya. Aku belum ingin melepaskan bungkusnya itu.

Aku langsung 'nyungsep' menenggelamkan wajahku ke bokong indah itu. Aromanya langsung menyergap hidungku. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk sebanyak mungkin menyedoti baunya yang sangat khas.

Ternyata naluria alami Warni berjalan sebagaimana seharusnya. Gejolak syahwat yang melanda berkat serangan ciumanku menuntun dirinya untuk bergerak nungging. Dengan kepala beserta dadanya yang merayap di ranjang dia nagkat pantatnya tinggi-tinggi. Ini artinya dia memberikan kesempatan padaku untuk sepuasnya menciumi maupun menjilati pantatnya. Dan tak mungkin kulewatkan.

Lidahku mencari tepian celana dalam itu kemudian menggigitnya. Dengan mulutku aku perosotkan celana itu hingga pantat Warni ter-ekspose putih telanjang. Melihat apa yang memang pasti kulihat aku langsung seperti kerasukkan. Aku menyaksikan sebuah paduan harmonis dalam bentuk nyata. Sebuah gundukkan licin tanpa cacat mengarah ke bawah. Nonok Warni menunjukkan cembung bibirnya berikut kelentitnya yang bak sayap kupu-kupu kembar menunggu kumbang menyentuhnya. Lidahku mengeluarkan liur.

Lebih naik lagi kulihat sebuah titik pusat yang diseputari keriputan lembut yang membentuk titik pusat itu. Aku pastikan itulah lubang dubur Warni. Ooww.. Kenapa lubang itu demikian mempesonaku?? Ahh.. Aku merasakan ada yang mengalir becek dari vaginaku.

Cairan birahiku tak mampu kubendung. Apa yang kusaksikan mendesaki cairan ini untuk merembes keluar. Aku memang telah sangat terangsang. Aku ingin selekasnya melepaskan jilatn-jilatanku. Aku ingin menikmati indahnya lubang dubur Warni di lidahku. Aku mulai melepaskan jilatanku.

Aku mulai dari bawah. Dengan mendesakkan mulutku ke vagina di selangkangannya aku menjilati bibir vaginanya itu. Aku juga telah merasakan adanya cairan yang lengket asin. Aku yakin Warni telah terbakar birahi. Aku semakin liar mendesaki kemaluannya. Aku menyedoti cairan lengketnya.

Kemudian ciumanku menaik aku merambati bukit terjal mengantar lidahku menuju lubang duburnya. Warni meracau dan merintih tak tertahan,

"Mbaakk.. Belum pernah aku nikmat seperti ini mbaakk.. Tolong Mbakk terusinn yaa.. Aku enak banget mbaakk Marini. Terus jilati ya mbakk.." ah entah apa lagi racaunya itu.

Duburnya tidak langsung kujilat. Aku membaui dulu. Hidungku mengusel-uselnya dulu. Aku ingin bau sebenarnya kutangkap sebelum terkontaminasi dengan ludahku. Aku merasakan bau yang hangat. Bau khas dan hangat dari lubang dubur.

Uselan hidungku pasti memindah alihkan aroma duburnya itu ke hidungku. Sesudah itu baru dengan penuh serta merta dan dahsyatnya nafsu aku menjilati lubang itu. Dduuhh.. Warnii.. Kenapa kamu cepat pinterr siihh.. Warnii.. Aku sayang kamuu.. Biar aku jilati lubang taimu aku mau dan sayang kamuu..

Tak kuduga, tiba-tiba Warni seperti kemasukan setan. Dia berteriak histeris dambil bangkit langsung memeluk aku,

"Mbakk, mbakk, mbaakk.. Gimana inii.. Saya jadi seperti inii.. Rasanya haus bangeett.. Tenggorokanku kering bangeett.. Mbakk.. Saya takuutt.." sambil nampah wajahnya merah, bingung dan ngap-ngapan.

Serta merta aku peluk dia. Aku ciumi pipinya, lehernya, dagunya kemudian bibirnya. Uuhh.. Ternyata dia langsung merangsek aku. Dia 'terkam' aku dan mencakar punggungku. Seperti serigala betina dia pagut bibirku dan melumatnya. Dia nampak sangat 'kehausan', dia ingin minum sebanyak mungkin ludahku, dia benar-benar tak terkendali. Keringatnya mengucur deras dari seluruh bagian tubuhnya.

Aku langsung mengerti. Semua hal ini adalah 'first time' bagi Warni. Dia mengalami 'kekagetan syahwat'. Dia merasakan sangat nikmat namun sekaligus takut, 'ada apa ini', dia asing dengan nikmat yang melandanya. Dan ciuman-ciumanku menurunkan 'tensi'nya. Dia nampak reda dan pelan-pelan menjadi tenang.

Saat telah kembali menguasai dirinya dia dengan 'dalam' membalas ciuman dibibirnya,

"Maafin saya ya Mbak.. Sungguh aku tadinya nggak ngerti lho.. Tetapi aduuhh.. Mbak Marini pinter sekali.. Aku merasakan enaakk bangett.. Aku pengin terus begini mbaakk…"

Ahh.. Aku jadi iba. Warni terlampau lugu. Namun aku juga nggak boleh setengah jalan. Aku melepasi baju dan rokku. Kini aku setengah telanjang, tinggal ber-BH dan celana dalam saja. Aku langsung menurunkan ciumanku ke dadanya, ke ketiaknya, ke tulang iganya. Dia terus bergelinjangan, namun tak mau berhenti,

"Teruss Mbakk.. Teruss.." dan aku menyambutnya.

Kini aku 'ngusel-usel' perutnya. Kujilati pusernya. Aku jilati pinggulnya. Tangan-tanganku mulai mencakar lembut paha-pahanya. Juga jari-jariku mulai menyentuhi bibir vaginanya. Syahwat birahi Warni menanjak tajam tanpa 'shock'. Dia tetap menjadi menguasai diri. Sesekali dengus desah dan rintihnya mengiba-iba. Aku yakin dia minta aku puaskan. Yaa.. Aku akan ke sana.

Lumatan bibir dan jilatan lidahku meluncur turun lagi. Aku menemukan rambut-rambut halus di seputar kemaluan Warni. Sangat nikmat menciumi gundukkan kemaluan sementara dagu atau pipi menyentuhi rambut itu. Kemaluan Warni sungguh mempesona. Sebuah bukit kecil merah ranum, ditengahnya ada belahan lembut dan lereng kecilnya. Dan lebih ke bawah lagi aku menemukan gelambir klitoris yang bak sayap kupu-kupu.

Merah bening mewarnai sepasang klitoris itu. Dan yang langsung menyergap aku adalah aroma pedesaannya. Kemaluan Warni sungguh wangi seperti akar pandan. Bibirkku langsung melumat tepiannya. Dan seketika pula rambutku terjamah tangan-tangan Warni yang meremasinya. Dia menahan gelegak syahwatnya. Serasa dia hendak mencabik rambutku dari kulit kepalaku. Rasa pedih menjadi penyedap birahiku dalam menjilat dan melumat-lumat vagina Warni. Sungguh dialah anak perawan desa. Dan ketika klitorisnya aku emut dan kenyot tak ayal pula dia berteriak nyaring,

"Aampuunn.. Mbak Marinii.. Jangann.. Hah.. Hahh.. Hahh.. Aammppuunn.." dia benar-benar gelagapan.

Oleh karenanya aku perlu diam sesaat. Aku kembali mengelusi pahanya pelan agar dia tenang lagi.

"Mbaakk.. Enak bangett.. Tetapi saya nggak kuat rasanyaa.."

Namun sambil mengucapkan 'nggak kuat rasanya' Warni merebahkan diri kembali dengan membiarkan memeknya berada di depan bibirku. Aku maknai bahwa dia ingin aku meneruskan apa yang telah aku mulai. Kini tanpa ragu aku langsung mencium kemudian melumati vaginanya. Desah dan rintihnya bertubi namun kuacuhkan. Lidahku sudah menyeruak jauh ke lubang vaginanya. Aku rasa cairan birahi Warni telah mengalir deras sejak awal tadi. Aku sepertinya menyedot kelapa muda. Cairan birahinya kuteguk-teguk dan kurasai asin kentalnya. Aku tak bosan melumati memek dengan wangi akar pandan ini.

Warni bergelinjangan. Dia mengangkat-angkat pantatnya. Rasanya dia berharap aku menusukkan lidahku lebih dalam lagi. Inilah bentuk kegatalan yang paling puncak. Yang kulakukan kemudian adalah menyedotnya kuat-kuat. Gelambir klitorisnya ku kenyot-kenyot dan menggigitnya kecil.

Kini aku gelisah, syahwatku demikian mendesaki wilayah vaginaku. Serasa pengin kencing. Keringatkupun mulai turun mengucur. Tubuhku memanas terbakar gelora birahiku sendiori. Aku merasakan kegatalan tak terhingga pada dinding vaginaku. Aku ingin menggaruk. Dengan apa?

Sementara Warni tengah mendaki puncak syahwatnya. Pantatnya naik turun dengan semakin tak terkendali. Gatal vaginanya untuk menjemputi lumatan bibir dan jilatan lidahku. Aku rasa beberapa detik ke depan dia akan histeris menyambut orgasmenya. Aku cepat bergeser menindih kedua tungkai kakinya. Aku pepetkan selangkanganku tepat ke salah satu lututnya. Aku menggesek-gesekkan vaginaku ke lutut Warni untuk menyalurkan kegatalan vaginaku. Warni abai. Dia hanya berurusan dengan orgasmenya yang semakin mendekat. Dan..

"Hoocchh.. Hhoocchh.. Hhaacchh.. Hhoocchh.. Mbak Marinii.. Ampuunn.. Mbakk.. Mbaakk.."

Dia peluk aku dengan tangannya yang juga mencakar. Barut-barut langsung menandai punggungku. Rasa pedih langsung kurasakan. Namun rasa pedih itu berbarengan pula dengan nikmat yang melanda aku..

Ahh.. Bisa jugaa akhirnyaa.. Aku dan Warni meraih orgasme secara bersama. Namun aku tak langsung berhenti. Aku masih menggeseh-gesekkan kemaluanku pada lutut Warni. Sementara puncratan cairan birahi Warni terus menderas keluar dari memeknya. Aku menampung dalam penuh mulutku. Aku meminumnya. Aku menelan rasa asinnya. Sungguh cairan perawan ini sewangi akar pandan dan mengingatkan pada legit air kelapa muda. Dd.. Duhh.. Duhh.. Warnikuu..

Demikianlah aku menikmati perawan Warni. Malam itu dia menjadi kekasihku sepenuhnya. Kami menjadi sepasang kekasih yang saling menikmati madu. Rasanya tak kenal waktu. Menjelang subuh baru kami terlena.

Pelampiasan syahwat sesama perempuan antara aku dan Warni berlangsung hingga Bu Mitro balik. Selama 5 hari tak ada waktu untuk yang lain. Kami saling memanjakan, memberi dan menerima dengan segala kepuasan syawati. Aku sangat menyayanginya dan sebaliknya Warni menyayangi aku.

Memang yang terbaik kemudian adalah mengakhirinya. Warni balik mesti bekerja untuk Bu Mitro dan aku kembali melayani Mas Aditya suamiku.

Tak kusangkal, pada waktu-waktu tertentu apabila ada kesempatan aku dan Warni kembali berasyik masyuk.




       
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex- Aku dibayar sama Tante anis
Apr 9th 2013, 13:03

Berenang adalah salah satu olahraga rekreasi favoritku selama aku kuliah di Bandung. Tapi pada masa itu sebagai mahasiswa yang masih mengandalkan kiriman orang tua, aku harus berhemat dan tidak bisa sering-sering berenang. Paling-paling aku hanya berenang 2 atau 3 kali dalam sebulan.
Kadang aku berenang bersama teman-teman kampus, tapi lebih sering berenang sendiri karena tidak banyak teman-temanku yang mau meluangkan waktu untuk berenang secara rutin. Aku sering berenang di daerah Setiabudi, di sana ada kolam air hangatnya sehingga aku bisa berenang sampai malam tanpa takut kedinginan oleh udara malam kota Bandung.

Hari Jumat itu aku seperti biasa berenang sendiri. Setelah melakukan gaya bebas bolak-balik beberapa kali aku beristirahat sambil tetap berendam di tepi kolam. Hari itu agak sepi, paling hanya 15 orang saja yang ada di kolam renang. Langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu di sekitar kolam renang sudah mulai dinyalakan. Tapi aku masih ingin berlama-lama menikmati kolam renang, maklum besok hari Sabtu tidak ada kegiatan kuliah.

Tidak berapa lama kulihat seorang wanita berrambut ikal yang berumur sekitar 40-an masuk ke area kolam renang. Meskipun sudah tidak muda lagi badannya terlihat sangat terawat dan sexy. Payudaranya tampak agak menggantung tapi masih cukup kencang dan menurutku tidak kalah dengan wanita-wanita yang lebih muda. Kulitnya putih dan wajahnya juga masih tampak cantik…ah.. rasanya aku kenal wanita itu… Kalau tidak salah dia Tante Anis, teman klub aerobik Tante Nita bekas ibu kosku di Dago yang pernah kuceritakan kisahnya beberapa waktu yang lalu. Pantas saja tubuhnya sexy…. Setelah meletakkan barang-barang bawaannya wanita itu mulai menceburkan diri ke kolam renang, tepat di seberangku. Lalu perlahan ia mulai berenang mengelilingi kolam renang. Saat ia berenang di depanku, kuberanikan memanggil namanya, "Tante Anis…" Wanita itu berhenti dan berbalik menatapku.
"Hey… Doni ya… sama siapa berenang?" tanya Tante Anis sambil mencubit lenganku.
"Biasa tante… sendirian aja, tante sama siapa?"
"Oh, sama Dewi teman kantor tante… tapi kayaknya dia masih di kamar ganti tuh…soalnya tadi tasnya ketinggalan di mobil… nah itu dia baru datang, tante kenalin yaaa…"
Tampak seorang wanita, terlihat masih muda dan lumayan manis mungkin umurnya sekitar 25-an, berjalan ke arah kolam renang. Rambutnya lurus melewati bahu, tubuhnya terkesan atletis dengan buah dada montok berisi seperti Pamela Anderson di film serial TV "Bay Watch". Tante Anis lalu naik ke pinggir kolam dan bergegas menghampiri wanita tersebut. Tak lama kemudian kedua wanita itu kembali masuk ke kolam renang.

"Wi.. ini kenalin… Doni, Don… ini kenalin..Dewi, teman kantor tante," Sambil mengulurkan tangannya Dewi tersenyum dan menyebutkan namanya, senyumnya manis sekali. Akupun menyebutkan namaku sambil menikmati kehalusan tangannya. Setelah berbasa-basi sebentar Dewi berpamitan untuk berenang beberapa keliling, lalu aku dan Tante Anis mengikutinya. Sebenarnya aku sudah cukup lelah setelah berenang sebelumnya, tapi kebersamaan dengan Tante Anis dan Dewi kayaknya sayang kalau dilewatkan begitu saja hanya karena rasa capai yang tidak seberapa. Setelah berenang beberapa keliling kamipun akhirnya berhenti.

"Doni.. kok udah lama tante nggak pernah lihat kamu jemput Tante Nita lagi?"
"Lho… saya khan sudah nggak kos di tempat Tante Nita…"
"Tapi tante dengar kamu masih suka ketemu dengan Tante Nita, iya khan..?" Tante Anis mulai menggodaku dengan senyumnya yang nakal. Aku tidak menjawab, hanya tertawa ringan.
"Tante Nita suka cerita tentang kamu lho…hmm.. bikin kita-kita penasaran deh," Tante Anis menggoda lagi, kini tangannya mencubit perutku.
"Aduh… sakit tante…," kataku pura-pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu arah pembicaraan kami tampak agak bingung.

Tante Anis merapatkan badannya ke sampingku dan melingkarkan tangannya di pinggangku.
"Dewi, kamu kenal dengan Nita teman aerobikku khan..? Doni ini dulu kos di tempat Nita dan semenjak itu si Nita bisa jadi betah banget di rumah kalau Doni lagi nggak kuliah, nggak tau ngapain aja dia dengan si Doni ini," Tante Anis tertawa genit sambil melirikku. Dewi hanya tersenyum-senyum saja memandangku.
"Ah… ati-ati Teh Anis… mahasiswa sekarang memang nakal-nakal….!!"

Udara malam makin dingin, tapi suasana kami justru mulai menghangat. Aku merasa kegenitan Tante Anis sedang menantikan tanggapanku. Aku mulai memberanikan diri memegang dan meremas-remas pantat Tante Anis dengan lembut. Jantungku berdegup-degup menanti reaksi Tante Anis… syukurlah dia diam saja dan membiarkan tanganku terus beraksi. Hanya aku dan Tante Anis yang tahu persis apa yang kami lakukan. Suasana kolam renang tidak begitu terang dan kami berendam sebatas leher sehingga apapun yang diperbuat tangan-tangan kami di bawah air tidak akan terlihat siapapun. Meskipun demikian Dewi kelihatannya mengerti apa yang terjadi, tapi dia pura-pura tidak tahu dan dengan sengaja berenang menjauhi kami.

Melihat kegenitannya mendapat tanggapanku dan tidak ada lagi orang lain di dekat kami, Tante Anis semakin berani. Tangannya mulai dengan sengaja menyentuh penisku yang mulai menegang. Melihat aku tidak menolak perlakuannya Tante Anis mulai berani meremas-remas penisku sehingga membuatnya mengeras. Tante Anis tersenyum nakal.
"Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita lupa sama suaminya." Aku tidak mau ketinggalan, kuraba dan kuremas-remas kedua buah dada Tante Anis sehingga membuatnya memekik perlahan. Kami saling meraba dan berpandang-pandangan penuh nafsu. Perlahan-lahan kuarahkan tangan kananku ke selangkangan Tante Anis dan kurasakan gundukan yang lembut dan hangat di antara kedua pahanya. Mulut Tante Anis sedikit terbuka, nafasnya mulai terasa berat dan matanya mulai sayu, tampaknya dia mulai terangsang.

"Ssstop Doni… jangan disini… kita ke hotel aja… mau?" kata Tante Anis setengah berbisik dengan nafas mulai berat menahan birahi. Aku mengangguk setuju.
"Tapi Dewi gimana tante…. masak ditinggal?"
"Tenang aja, itu urusan tante… kamu naik dulu… tante mau bicara sama Dewi."
Aku bergegas naik dan mengambil handuk serta sabun untuk mandi. Saat aku kembali ke kolam renang tampak Dewi dan Tante Anis sudah duduk di kursi sambil mengenakan handuk.

"Doni, keberatan nggak kalau Dewi ikutan acara kita?" tanya Tante Anis sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku.
"Terserah Dewi aja, Doni sih nggak keberatan tante…" kataku. "Iiih… emangnya acara apaan sih…?" tanya Dewi, entah dia cuma pura-pura atau memang tidak tahu aku tidak peduli, yang jelas malam ini aku akan menikmati tubuh Tante Anis yang sexy. Belum terbayang bagiku bagaimana kalau nanti Dewi ikut bergabung, aku belum pernah ML dengan lebih dari satu wanita sekaligus.

Kutitipkan motorku di kantor Satpam, kebetulan karena sudah sering berenang di situ aku jadi kenal dengan mereka. Kami bertiga lalu meluncur pergi ke arah Lembang dengan mobil Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian kami sampai di Lembang dan Tante Anis lalu mengajak kami untuk makan malam di sebuah rumah makan. Setelah selesai makan Tante Anis membeli beberapa kaleng bir, softdrink dan makanan kecil, "Untuk bekal sampai pagi cukup nggak…" tanya Tante Anis sambil tersenyum nakal. Aku mengangguk setuju sementara Dewi masih pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.

Akhirnya kami meluncur ke sebuah hotel kecil yang cukup bagus di sekitar Lembang, lokasinya enak dan aman untuk berselingkuh karena mobil bisa langsung parkir di garasi yang tersedia di sebelah kamar. Mungkin hotel itu sejak semula sudah dirancang untuk tempat perselingkuhan, entahlah…..
"Eh.. seperti yang aku bilang tadi…. kalau kalian mau ML aku nggak ikutan yaa… aku cuma nunggu kalian di mobil aja."
"Aduh Dewi… kami nggak tega ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan di sini sampai pagi lho, ikutan aja deh ke kamar. Kalau nggak mau ikutan kami ML juga nggak apa-apa, that's your choice honey… kamu bisa nunggu di ruang tamu sambil minum bir. Atau kalau perlu bisa kami pesankan "extra-bed". Gimana..?" tanya Tante Anis. Dewi akhirnya mengangguk setuju.
"OK aku di ruang tamunya aja… tapi kalian jangan ribut ya…. nanti aku nggak bisa tidur."

Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja tidak mau ikut ML, kalau dia benar-benar tidak mau ikutan kenapa dia tadi tidak minta diantar pulang saja. Itu jauh lebih baik dari pada tidur di mobil ataupun di kamar sementara kami asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa Dewi ini sebenarnya mau tapi malu karena baru kenal denganku beberapa jam yang lalu, jadi kupikir bagus juga kalau aku sengaja memancing-mancing dan mengambil inisiatif supaya dia mau ikut. Setidaknya dengan cara itu dia tidak harus merasa malu kalau "terpaksa" ikut bergabung. Hmm… kalau Dewi mau ikutan, ini bakal menjadi pengalaman pertamaku ML dengan dua wanita sekaligus.

Kamar hotel yang dipesan Tante Anis cukup besar, sebenarnya hanya satu ruangan tapi antara tempat tidur dan ruang tamu dipisahkan oleh tirai pembatas. Dengan kondisi seperti itu apapun yang terjadi di tempat tidur pasti akan terdengar di ruang tamu. Dewi merebahkan dirinya di kursi sofa.
"Selamat ML yaa… aku mau disini aja menikmati bir dan tidur nyenyak."
Sampai di kamar Tante Anis mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan lampu tidur yang nyalanya remang-remang saja sementara aku langsung merebahkan diri di tempat tidur. Tante Anis lalu mengikuti dan berbaring di sebelahku. Tanpa menunggu komando aku langsung memeluk dan mencumbu Tante Anis, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit penuh nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai saling meraba dan meremas daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik bajunya, oh… rupanya Tante Anis sudah tidak mengenakan BH lagi sehingga tanganku dengan mudah langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Tante Anis dengan ganas berusaha masuk ke celana dalamku untuk meremas penisku yang sudah menegang sejak tadi. Setelah beberapa saat kami bergumul dan saling meremas dengan panas, aku mulai melepaskan t-shirt dan celana jeansku sementara Tante Anis juga mulai melepas pakaiannya satu per satu.

Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.
"Tante Anis… tante sexy sekali…," kataku memuji sambil meraba payudara dan putingnya. Sengaja aku berbicara tanpa berbisik supaya Dewi bisa ikut mendengar.
"Ah… kamu bisa aja," tampak wajah Tante Anis memerah, mungkin merasa bangga mendapat pujian dari anak muda. Tante Anis juga tampaknya mengerti maksudku sehingga diapun tidak berusaha mengecilkan suaranya.
"Tante, Doni mau menikmati tubuh Tante Anis malam ini sepuas-puasnya… lampunya Doni nyalain aja yaa…"
"Iihh… tante malu ah… khan udah nggak muda lagi…"
"Tapi tante masih sexy banget lho… swear deh…. Doni betul-betul terangsang."
"Terserah Doni kalau gitu… emangnya Doni mau liat apa sih kok pake nyalain lampu segala…"
"Doni mau menikmati tubuh Tante Anis yang sexy ini sampai puas, Doni mau menikmati buah dada tante yang indah, Doni mau menikmati seluruh bagian vagina tante yang tertutup bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat klitoris tante, Doni pengen liat semua bagian dalam vagina tante. Boleh khan…?" kataku merayu sambil menyalakan lampu kamar.
"Tentu boleh aja sayang…., malam ini tante jadi milik kamu. Doni boleh liat apapun yang Doni mau, boleh pegang apapun… pokoknya boleh ngapain aja… sesuka kamu sayang….. Tapi sebaliknya Doni juga jadi milik tante malam ini yaa…. Sekarang tante mau pegang dan isep pisangnya Doni…gimana?" tanya Tante Anis sambil mendorongku ke tempat tidur.

Mulailah Tante Anis menjilati dan mengulum penisku. Rupanya Tante Anis cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya buah pelirku sementara penisku dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
"Hmm dasar anak muda, penisnya keras banget kalau berdiri… tante udah lama nggak ngerasain penis yang keras seperti ini. Tante nggak sabar pengen ngerasain ini di dalam punya tante…." kata Tante Anis sambil terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, wow… rasanya membuat tubuhku bergetar menahan nikmat.
"Oohh… tante… enak banget tante….mmhh… isep terus tante…," aku sengaja mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan dengan harapan supaya Dewi terpancing untuk ikut bergabung.

Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas payudara Tante Anis sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Tante Anis makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. "Mmhh….mmhh….." Tante Anis mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya yang lebat agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante Anis dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding vagina Tante Anis sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya sehingga Tante Anis menggelinjang keenakan.
"Ah… Doni…. mhh…. masukin sekarang sayang… tante udah kepengen ngerasain penis Doni di dalam vagina tante," katanya sambil melepaskan penisku dari mulutnya.

Tante Anis lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua pahanya untuk mempersilahkan penisku masuk. Tapi aku tidak ingin langsung memainkan partai puncak, aku harus menyimpan tenaga karena bukan tidak mungkin akan ada partai tambahan dengan Dewi. "Sabar dulu ya tante… Doni pengen banget jilat vagina tante…Doni nggak tahan liat vagina tante terbuka seperti itu… boleh….?" "Terserah Doni sayaang…. tante udah kepengen banget sampai puncak…." Pantat Tante Anis kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Tante Anis begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya.

Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi akhirnya aku membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh nafsu kujilati seluruh bagian vagina Tante Anis, mulai dari klitoris, bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku yang ganas. Tante Anis meremas rambutku dan terus mendesah menahan nikmat.
"Oohh… oohh… mmhh… Doni…. mmhh… adduhh…." Suara Tante Anis makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya seperti seorang bocah sedang menikmati es krim coklat yang begitu nikmat. Jari-jariku mulai ikut ambil bagian untuk masuk ke dalam liang vagina Tante Anis, sementara itu bibirku mengulum klitorisnya dan lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
"Aaahh… Donii… tante nggak tahan Don…. adduuh…" desahannya makin tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya tidak berapa lama lagi Tante Anis akan mengalami orgasme.

Sementara itu samar-samar kulihat bayangan di ruang tamu mulai bergerak, ah… rupanya Dewi mulai terpancing untuk melihat apa yang kami lakukan di atas tempat tidur.
"Doni… Doni… mmhh… tante nggak tahan lagi… tante udah mau keluar…. mmhh…. ahh…aahh…," akhirnya seluruh tubuh Tante Anis menegang selama beberapa saat dan kemudian terkulai lemas. Kulitnya yang putih tampak berubah agak memerah, Tante Anis mengalami orgasmenya yang pertama malam itu. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah seperti daging mentah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Tante Anis perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme.
"Doni… enak sekali orgasmenya… mmhh… tante sampe lemes…. rasanya belum apa-apa tulang-tulang tante rontok semua…."
Aku hanya tersenyum. "Gimana tante… udah siap lagi….," tanyaku menggoda.
"Bentar lagi ya Don… badan tante masih lemes…. dan lagi rasa enaknya masih belum hilang…."

Sementara itu kulihat Dewi sudah berdiri di samping tirai pembatas ruangan, ikut menikmati apa yang kami lakukan.
"Dewi, kalau mau gabung kesini aja… nggak apa-apa kok," kataku memancing-mancing.
"Iih… enggak ah, aku cuma pengen ngeliat kalian ML aja kok, soalnya suaranya seru banget sih… sampe Dewi nggak bisa tidur."
"Iya Dewi… sini aja lah…, ngapain kamu berdiri di situ… duduk aja di dekat tempat tidur biar bisa liat lebih jelas kalau emang mau liat kita ML," Tante Anis ikut menimpali. Dewi kelihatan masih malu-malu, aku lalu berdiri menghampirinya dan menariknya ke sisi tempat tidur.
"Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi ikutan ngeliat di sini…?" tanyanya sambil duduk di kursi.
"Ah nggak apa-apa Wi, malah kami lebih senang lagi kalau kamu juga mau ikutan ML dengan kami, iya khan Don…… Ikutan ajalah sekalian, aku nggak akan bilang sama suamimu asal kamu juga nggak cerita ke suamiku," kata Tante Anis sambil melirikku dan aku mengangguk mengiyakan. Wajah Dewi tampak merah, "Ah.. Dewi cuma mau liat kalian aja dulu…." Betul dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut bergabung hanya saja ia masih malu-malu. Yang dibutuhkannya cuma sebuah alasan yang pas.

Sementara itu Tante Anis tampaknya sudah pulih sepenuhnya, tangannya mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di selangkangannya.
"Ayo sayang… kita lanjutin lagi…. sekarang punya kamu harus dimasukkin ke sini ya…tante dari tadi pengen ngerasain punya kamu…" Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Tante Anis dan mempermainkan putingnya diantara kedua bibirku. Tubuh Tante Anis mulai menggeliat-geliat kembali.
"Ah… Doni… tante jadi konak lagi… punya kamu masukin ya…. sekarang sayang… sekarang… tante udah kepengen banget ngerasain penismu yang keras ini…" Tante Anis terus merengek-rengek meminta aku memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Tante Anis sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki.

Dengan perlahan-lahan kutuntun penisku menuju lubang vagina Tante Anis yang sudah siap menanti sejak tadi, dan… blesss… dengan sekali sentakan ringan penisku masuk ke dalam vaginanya. "Aahh…" teriak Tante Anis sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku. Rupanya Tante Anis sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan tante berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam dengan mantap.
"Aduhh.. Doni… penismu sampai ke ujung… enak banget….mmhh… terus sayang… tusuk yang kuat sayang… tante suka…. mmhh… mmhh…. mmhh… mmhh …mmhh .." Tante Anis terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku. Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Tante Anis dan suara derit ranjang yang bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas. Aku rasa dengan cara seperti ini Tante Anis tidak akan bertahan lama.

Beberapa saat kemudian Tante Anis minta ganti posisi, dia ingin berada di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Tante Anis memposisikan dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya sendiri. Begitu penisku masuk, Tante Anis lalu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Gerakannnya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, "Mhh… mmhh.. mmhh…." aku belum pernah merasakan goyangan pinggul seorang wanita seganas Tante Anis. Saking keras dan semangatnya goyangan Tante Anis, beberapa kali penisku sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Tante Anis dengan sigap memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai tiga menit Tante Anis di posisi atas iapun mulai mengalami orgasme yang kedua kali….
"Aduh… tante mau keluar lagi sayang… aduuh… mmhh… mmhh… mmhh… aahh!" Tante Anis menjerit keras berbarengan dengan orgasmenya yang kedua. Kedua tangannya mencengkeram erat dadaku dan kepalanya mendongak ke atas sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan ujungnya.

Baru kali ini kurasakan orgasme seorang wanita yang begitu ganas dan intens. Seganas-ganasnya Tante Nita, rasanya masih kalah ganas dibandingkan Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian Tante Anis terkulai lemas di dadaku. Aku melirik ke arah Dewi, kulihat dia mulai terangsang hebat melihat "live-show" di depan matanya… Duduknya serba gelisah dan tangannya meremas-remas ujung bajunya. Aku sendiri sebenarnya belum orgasme, tapi rasanya juga tidak lama lagi. Permainan liar Tante Anis mau tidak mau membuatku makin dekat menuju puncak orgasme juga. Kalau aku sekarang mengajak Dewi untuk ML pasti aku tidak akan sanggup bertahan lama, jadi kuputuskan untuk menyelesaikan ronde pertamaku dengan Tante Anis saja. Setelah Tante Anis mulai pulih dari orgasmenya, aku balikkan tubuhnya sehingga dia kembali dalam posisi terlentang. Tanpa basa-basi langsung aku menancapkan penisku ke dalam vaginanya.
"Doni… tante masih lemes… sabar sayang…. sebentar lagi…. mmhh… mmhh…" Tante Anis mencoba mendorongku. Tapi tenaganya tidak cukup kuat, lagi pula hanya berselang beberapa detik kemudian tampaknya Tante Anis sudah mulai terangsang lagi. Apalagi setelah telinga dan lehernya kujilati dengan lidahku. Maklum kaum wanita dalam hal persetubuhan sebenarnya jauh lebih hebat dari pria, mereka bisa mengalami orgasme berkali-kali dalam waktu yang singkat kalau mendapatkan rangsangan yang tepat.

Aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam vagina Tante Anis.
"Doni… kamu nakal sekali… mmhh… mmhh …. dasar anak muda….. mmhh… adduuh sayang… nanti tante bisa keluar lagi…. mmhh… Doni… aduuhh…mmhh… tante jadi konak lagi… aahh… kamu ganas sekali…." kurasakan pinggul Tante Anis yang semula diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Tante Anis menyentak ke atas sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
"Tante… udah mau keluar belum…..?"
"Mmhh… iya sayang…. tante udah mau keluar lagi…. mmhh …mmhh…"
"Sekarang kita barengan ya… Doni juga udah mau keluar…." "Hmmhh……. keluarin aja sayang… keluarin semuanya di dalam…. tante siap menampung…. tante udah nggak tahan sayaang.. … tusuk tante yang kuat……. mmhh…. uuh… rasanya penis kamu makin besar….. dorong yang kuat sayang….. iya… seperti itu sayang… iya… masukin yang dalam…mmhh… adduuh… tante keluar lagi…. aahh…aagh….!!"
"Tante… mmhh… aduuh… Doni udah nggak tahan lagii….. aahh…aahh..aagghh…!!" Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke dalam vagina Tante Anis menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu tubuh Tante Anis juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat orgasmenya yang ketiga malam itu. Tidak lama kemudian tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat.

Aku dan Tante Anis hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang terasa makin melemah masih tertancap di dalam vagina Tante Anis…. Tidak berapa lama kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Tante Anis. Penisku tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Tante Anis dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Tante Anis lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar bercampur dengan lendir Tante Anis. Aku yakin spermaku banyak sekali yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir dua minggu aku belum mengeluarkannya. Tante Anis memiringkan badannya dan mengelus-elus penisku.
"Gila kamu Doni….. belum-belum tante udah keluar tiga kali… kayaknya tante nggak bakalan kuat nih kalau ML sampai pagi…."
"Ah nggak apa-apa tante… khan ada Dewi, dia bisa gantiin tante kalau tante udah capek… iya nggak," kami tertawa cekikikan melirik Dewi yang dari tadi tampak duduk gelisah menahan gejolak nafsu.
"Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong… bantuin aku ngerjain Doni… aku nggak bakalan kuat kalau sendiri," kata Tante Anis ikut memanaskan suasana.

"Ah… kayaknya aku nggak perlu bantuin Teh Anis…, tuh liat… Doni punya udah lemes… kelihatannya dia juga udah bakal nggak kuat lagi main dengan Dewi….," kata Dewi yang mulai menanggapi ajakan kami dengan setengah menantang.
"Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi Dewi mau ikutan nggak…?" pancingku.
"Boleh aja… tapi buktiin dong kalau Doni punya masih sanggup berdiri lagi seperti tadi," kata Dewi. Tampaknya Dewi sudah mendapatkan alasan yang pas untuk ikut bergabung.
"Ok… aku akan buktikan kalau sebentar lagi punyaku akan bangun dan keras seperti tadi tapi syaratnya harus Dewi yang bangunin yaa…" kataku tersenyum.
"Iya… tapi dibersihin dulu dong… Dewi nggak mau bekas Teh Anis… he… he.. he…" Aku lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan penisku dari sisa-sisa cairan hasil persetubuhan dengan Tante Anis. Saat keluar dari kamar mandi tampak Dewi sudah duduk di tepi tempat tidur. Sementara itu Tante Anis gantian duduk tanpa busana di kursi sambil menenggak sekaleng bir hitam dan menghisap rokok.
"Ayo sini anak muda…. kita buktikan apa kamu masih sanggup bertempur lagi…" kata Dewi sambil tersenyum nakal. Setelah mendapat alasan yang pas, Dewi yang sebelumnya tampak malu-malu mulai menampakkan nafsu sex yang tidak kalah dengan Tante Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku di tempat tidur.

Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi langsung mengelus-elus penisku yang masih terkulai lemas akibat kelelahan setelah bertempur hebat dengan Tante Anis. Diremas-remasnya biji pelirku dan kemudian Dewi mulai menjilat-jilat batang penisku. Aku mulai merasakan kenikmatan lidah Dewi dan remasan lembut tangannya, akibatnya penisku perlahan-lahan mulai menunjukkan tanda kehidupan. Dewi mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya, dikulumnya kepala penisku dan dikocok-kocoknya batang penisku dengan tangannya. Tentu saja tidak berapa lama kemudian penisku mengeras kembali. Merasakan penisku kembali membesar dan mengeras, Dewi semakin bernafsu menghisap dan menjilatinya. Perlahan-lahan kulepaskan mulutnya dari penisku.
"Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi khan… sekarang giliran Dewi memenuhi janji untuk ikut bergabung… gimana?" Dewi cuma tersenyum sambil dengan sukarela melepaskan pakaiannya satu per satu dan berbaring di sisiku. Karena sejak awal aku sudah tertarik dengan payudara Dewi yang montok seperti punya Pamela Anderson, aku langsung meremas payudaranya dengan lembut dan mempermainkan putingnya dengan lidahku. Dewi yang sebenarnya dari tadi sudah terangsang mulai mendesah-desah keenakan. Berbeda dengan Tante Anis, meskipun sudah 3 tahun menikah Dewi belum memiliki anak jadi puting susunya masih mungil dan berwarna terang seperti puting susu gadis perawan.

Setelah puas menjilati dan meremas buah dadanya, aku mulai menjelajahi bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati bagian perut Dewi dan kemudian akhirnya sampai ke daerah "Segitiga Bermuda". Bulu kemaluan Dewi tidak selebat Tante Anis sehingga belahan vaginanya sudah tampak jelas tanpa harus menyibakkan bulu-bulunya. Setelah puas menjilati daerah lipatan paha dan daerah bagian atas bulu vagina Dewi, aku membuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang vagina yang berwarna merah muda dan sangat indah. Ingin rasanya segera membenamkan penisku ke dalamnya. Mungkin karena belum memiliki anak, kedua bibir vaginanya masih tampak kencang dan tidak menggelambir seperti punya Tante Anis. Secara refleks jari-jari tanganku langsung masuk menggerayangi lubang vaginanya dan membuatnya melenguh keras, "Oohh…….." Langsung lidahku menjilati bibir vagina dan klitorisnya dengan lembut. Setiap kali lidahku menjilati klitorisnya, pinggul Dewi bergerak maju seolah tidak menginginkan lidahku terlepas dari klitorisnya. Setelah kurasa cukup, akhirnya kulepaskan lidahku dari bagian vaginanya dan aku mulai membuka kedua pahanya. Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin segera merasakan kenikmatan vagina seorang Dewi.

Dengan lembut kubelai lembut rambutnya, dari matanya kulihat Dewipun sudah tidak sabar ingin menerima penisku. Tapi dia bukan Tante Anis yang secara ekspresif dan terang-terangan mengumbar nafsunya dengan ganas. Dewi hanya menatapku penuh harap sambil nafasnya berdesah-desah tak teratur. Kuposisikan diriku diantara kedua pahanya, lalu perlahan-lahan kubuka bibir vaginanya dan kuarahkan penisku ke liang vagina yang tampak masih sempit. Kuletakkan kepala penisku tepat di depan lubang vaginanya. Lalu dengan lembut tapi pasti kugerakkan pinggulku ke depan sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya. Gila….nih cewek… vaginanya masih sempit sekali, benar-benar seperti seorang perawan. Untung saja Dewi sudah cukup terangsang sehingga penisku tidak begitu kesulitan menembus liang vaginanya yang sempit dan basah. Dewi tampak menggigit bibir bawahnya dan tangannya meremas pinggangku. Aku sempat berpikir mungkin Dewi merasa kesakitan akibat perbuatanku, gerakanku kuhentikan sejenak.
"Sakit sayang…?" tanyaku. Dewi menggeleng perlahan.
"Enak sayang….?" kataku lagi. Dewi hanya mengangguk sambil tersenyum. Sedikit demi sedikit kupercepat gerakanku, vagina Dewi terasa makin basah dan gerakan penisku terasa mulai lancar.

Setelah merasakan persetubuhan yang ganas dengan Tante Anis, persetubuhan dengan Dewi terasa begitu lembut dan indah. Kontras sekali bedanya, namun kedua-duanya sama-sama memiliki kenikmatannya yang khas sehingga sulit untuk mengatakan mana yang lebih enak. Kubelai rambut Dewi dan kucumbu bibirnya dengan hangat, kami sungguh menikmati persetubuhan yang indah ini. Sesekali aku melepaskan diri dan meminta Dewi untuk bergantian di posisi atas. Diapun melakukannya dengan lembut namun penuh energi, digerak-gerakkannya pinggulnya maju mundur dengan berirama dan penuh tenaga sementara aku meremas-remas buah dadanya yang indah. Aku rasakan dinding-dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram penisku sehingga membuatku makin terangsang. Sementara itu gerakan pinggul Dewi makin cepat dan desahannya makin kuat serta tidak beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol gerakannya sendiri….
"Oohh… mmhh….mmhh… uuhh.." tampaknya Dewi mulai dekat menuju orgasme.
"Ahh… Doni… mmhh… Dewi di bawah aja ya… Dewi takut keluar duluan….."
"Nggak apa-apa sayang, keluarin aja…."
"Enggak ah… Dewi mau keluar barengan sama Doni…." Akhirnya Dewi kembali berbaring disebelahku. Aku langsung mengambil posisi diantara selangkangan Dewi dan kembali membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Di posisi ini tampaknya Dewi lebih bisa mengatur nafsunya sehingga desahannya kembali teratur seirama dorongan penisku. Kami kembali bercumbu dengan hangat sambil tanganku meremas-remas buah dadanya dan pinggulku turun-naik sehingga kedua tubuh kamipun mulai dibasahi oleh peluh.

Sekarang giliranku mulai merasakan dorongan kenikmatan orgasme mulai menjalari seluruh tubuhku. Rasanya tidak lama lagi pertahananku akan bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi juga merasakannya sehingga diapun mulai agak mengganas. Aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya dan mulai mengatur posisi agar bisa menancapkan penisku dengan maksimal ke dalam vagina Dewi. Rasanya tidak lama lagi kami berdua akan sampai ke puncak kenikmatan….
"Dewi… aku udah mau keluar sayaang…. mmh…. sshh… sshh… mmhh…" aku mencoba sekuat tenaga mengontrol orgasmeku agar bisa bertahan sedikit lagi.
"Dewi juga mau keluar sayang… adduhh… penis kamu tambah besar… Dewi nggak tahan lagi… mmhh… aaah……mmhh…" Gerakan kami berdua makin cepat dan makin ganas, akhirnya….
"Aahh…. Donii….. mmhh…. aahh…. Dewi nggak tahan lagi sayang… aahh… aahh…!"
"Dewiii…. aduuh….. Donii keluaar………… aahh…!" Tubuh kami menggelinjang dan bergetar hebat dalam sebuah orgasme bersama yang indah, akhirnya kami berpelukan lemas. Setelah beberapa saat kami berpelukan, aku kembali mencumbu Dewi dengan lembut. Kemudian aku merebahkan diriku di sampingnya, kami diam dan saling berpandangan. "Wow… keren…. hebat…." tiba-tiba kudengar Tante Anis bertepuk tangan memberi "applaus" untuk persetubuhan kami yang cukup lama dan menggairahkan. Kami berdua cuma tersenyum saja, sudah terlalu lelah untuk berkomentar.

Mungkin lebih dari setengah jam aku dan Dewi saling bergumul sebelum akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme. Tampak Dewi tergolek kelelahan disampingku, dia hanya sebentar menoleh tersenyum penuh arti ke Tante Anis lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu sisa-sisa spermaku tampak mulai menetes dari celah vagina Dewi meskipun tidak sebanyak Tante Anis. Akupun hanya bisa terbaring lemas, penisku tampak tak berdaya. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar. Aku bangkit lalu mengambil sekaleng bir dan menyantap sebungkus roti untuk mengembalikan tenagaku yang nyaris terkuras habis oleh dua wanita bersuami ini.
"Nanti kalau sudah siap, giliran tante lagi ya… melihat kalian ML tante jadi kepengen lagi lho…. Doni masih kuat khan…?"
"Ok tante,…. Doni masih kuat kok… liat nih… sebentar juga bangun lagi…" kataku menanggapi tantangan Tante Anis. Kutunjukkan pada Tante Anis penisku yang perlahan-lahan mulai agak membesar. Melihat aku mulai segar lagi Tante Anis merebahkan aku ke tempat tidur di samping Dewi yang masih tergolek kelelahan. Tanpa merasa perlu membersihkan penisku dari sisa-sisa persetubuhanku dengan Dewi, Tante Anis langsung mengulum dan mengkocok-kocok penisku hingga perlahan-lahan kembali mengeras dengan sempurna.

Begitu melihat penisku kembali berdiri sempurna langsung Tante Anis mengambil posisi jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Seperti sebelumnya, dengan ganas Tante Anis menggerak-gerakkan pinggulnya sambil mulutnya terus berdesah-desah merasakan nikmat. Dewi yang terbaring disampingku lalu membuka mata dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kami,
"Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si Doni belum sempat istirahat udah diembat lagi…. nggak kasian sama anak orang…" Tante Anis cuma tertawa kecil dan meneruskan goyangan mautnya. Tak berapa lama kemudian Tante Anis melepaskan penisku dari vaginanya dan meminta aku untuk berganti posisi, dia ingin ditusuk dari arah belakang.
"Doni… tante kepengen kamu masukin dari belakang ya…?" Tante Anis lalu mengambil posisi menungging di sebelah Dewi sambil tangannya meraba-raba payudara Dewi sambil sesekali lidahnya menjilati putingnya. Sementara itu aku langsung memasukkan penisku lagi ke dalam vagina Tante Anis yang sudah merah merekah dari belakang. Merasakan apa yang dilakukan Tante Anis pada mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia belum pernah dengan sesama wanita, tapi lama kelamaan dia membiarkan Tante Anis melakukan aksinya bahkan tampaknya Dewi mulai menikmati ulah tangan dan lidah Tante Anis.

Aku juga tidak tinggal diam, sambil penisku keluar masuk di vagina Tante Anis tanganku mulai meraba vagina Dewi sehingga membuatnya makin terangsang. Kemudian Dewi membuka kedua pahanya lebih lebar agar jari-jari tanganku lebih leluasa masuk ke dalam vaginanya. Sementara itu pinggul Tante Anis mulai bergerak tak teratur dan desahannya makin keras.
"Aaah… mmhh… mmhh…. mmhh…." Aku tahu sebentar lagi Tante Anis akan mencapai orgasmenya yang keempat. Kupercepat gerakanku dan Tante Anispun makin tak terkontrol.
"Donii…. aahh…. tusuk yang kuat sayaang…. iya… yang kuat sayang… teruss… teruss… tusuk yang dalam…. tusuk sampai ujung sayang… aahh… tantee keluar lagii……… aaghh…" Tante Anis mengejang keras dan menyentakkan pantatnya ke arahku sehingga penisku masuk makin dalam. Kutarik paha Tante Anis ke arahku dengan maksud supaya dia makin merasakan kenikmatan orgasmenya. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Anis terkulai lemas dan peniskupun terlepas dari vaginanya. Melihat penisku masih berdiri tegang, Dewi langsung mengerti apa yang harus dilakukannya. Dia mengambil alih posisi Tante Anis dengan menungging di depanku. Dengan perlahan kubuka belahan vagina Dewi dan kumasukkan penisku ke dalamnya. Dewipun mendesah menahan nikmat saat penisku meluncur ke dalam vaginanya yang hangat dan basah.

Sementara penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang indah. Dewi tampak sangat menikmatinya sehingga pinggulnya mulai bergerak-gerak. Setelah beberapa menit berlalu, Dewi tampak mulai kelelahan dengan posisi "doggy-style". Dewi memintaku untuk melepaskan penis dan diapun kembali menelentangkan dirinya pasrah dengan kedua pahanya terbuka lebar-lebar seolah mengundangku untuk segera membenamkan penisku kembali. Dan akupun menanggapi undangannya dengan senang hati. Tanpa banyak basa-basi langsung kumasukkan penisku ke dalam liang vagina Dewi yang belum sempat dibersihkan dari lendir sisa-sisa persetubuhan kami sebelumnya. Dewi sendiri sekarang sudah mulai berani mengungkapkan gejolak nafsunya terang-terangan, dia mulai berani menggerakkan pinggulnya dengan ganas dan mendesah-desah dengan kuat. Rasanya Dewi yang sekarang tidak kalah ganas dengan Tante Anis.

Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak siap menghadapi keganasan Dewi yang nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku nyaris kehilangan kontrol dan hampir mencapai orgasme. Tapi aku tidak ingin mengalaminya sendiri, aku ingin Dewi juga bisa merasakannya padahal saat itu kurasakan kondisi Dewi masih stabil dan belum mendekati orgasme. Sekuat tenaga aku berusaha mengontrol nafasku untuk menghambat datangnya orgasme. Tapi rasanya tidak banyak membantu, goyangan Dewi yang ganas membuat orgasmeku terasa makin mendekat. Akhirnya kuputuskan untuk meremas buah dada dan mempermainkan klitorisnya supaya Dewi juga cepat terangsang. Ternyata cara ini efektif, dalam waktu singkat gerakan pinggul Dewi menjadi makin kuat dan mulai tidak beraturan, desahan dan lenguhannya juga semakin keras. Aku tahu Dewi juga sudah kehilangan kontrol dan mulai mendekati puncak orgasme…. "Dewi sudah mau keluar ya…….?" tanyaku.
"Hhmm… iya sayang… adduhh… sebentar lagi Dewi keluar…. barengan ya sayang….sepertinya penis Doni juga udah makin besar… mmhh… enak banget….. vagina Dewi terasa penuh…. mmhh…. aahh….. fuck me honey….fuck me hard… aahh…. aahh…." Begitu kurasakan Dewi hampir mencapai orgasme langsung kupercepat gerakanku, kulepaskan tanganku dari klitoris dan buah dadanya sambil mencari posisi yang nyaman untuk melakukan tusukan akhir yang dalam dan nikmat. Dan akhirnya…
"Dewi…. aku nggak tahan lagi… keluarin bareng sekarang yukk……"
"Iya sayang…. Dewi juga…. aahh… adduhh…. tusuk yang kuat sayang… fuck me…… yess… aahh…uuhh… Dewi keluar lagi….aahh…… aagh…!!"
"Oohh…. Dewi…. mmhh Doni juga keluaarr…… aagh…!" Akhirnya kami kembali orgasme bersamaan.

Orgasme kali ini sungguh-sungguh menguras energiku, aku tidak tahu apakah aku masih sanggup kalau Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat Tante Anis juga sudah kelelahan setelah empat kali orgasme hebat yang dialaminya sehingga kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat saja. Kami bertiga tidur saling bepelukan tanpa busana dan hanya ditutupi selimut. Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ah… ternyata Tante Anis sudah bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum penisku. "Aduh… tante… pagi-pagi udah sarapan pisang…" kataku sambil tertawa.
"Hmm.. sorry ya Don,… tante tadi bangun duluan terus tante nggak tahan liat penis kamu. Tante langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau subuh-subuh gini ML lagi dengan Doni… nggak apa-apa khan…?" Kulihat penisku sudah berdiri tegak akibat ulah Tante Anis. Tampaknya Tante Anis sudah sangat bernafsu, nafasnya memburu tak teratur dan pandangan matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak birahinya.

Sementara itu Dewi tampak masih tergeletak pulas disampingku.
"Doni sayang… tante pengen ngerasain penis kamu lagi yaa…. soalnya sebentar lagi khan kita pisah… jadi sekarang tante pengen ML lagi dengan Doni… mau khan…?"
"Masukin aja tante… Doni juga suka ML dengan tante….pokoknya hari ini Doni mau ML sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi…. tante mau khan?"
"Hm…. dengan senang hati sayang….. ssttt… jangan keras-keras nanti si Dewi bangun. Kasihan dia masih kecapaian semalam gara-gara ML dengan kamu." Ah… kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Tante Anis. Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat istirahat. Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Tante Anis tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme. Lagi pula karena semalam aku sudah tiga kali orgasme, aku yakin bisa bertahan lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan Tante Anis menaiki diriku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.

Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga penisku meluncur keluar-masuk vaginanya. Dengan sengaja kusentakkan pinggulku untuk menandingi gerakannya sehingga membuatnya makin terangsang. Benar saja tidak sampai lima menit Tante Anis mulai kehilangan kontrol dan melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang kelima. "Aahh… Doni…. tante keluar…. mmhh… adduuhh… aahh… aahh.. aaghh…!!"
Aku tidak memberi Tante Anis kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya melemas aku langsung membaringkan Tante Anis dan membuka pahanya, tanpa basa-basi aku langsung menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Dan kali ini aku menusukkan penisku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Tante Anis tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ini. Tidak sampai tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat.
"Adduhh… Doni… tante jadi pengen keluar lagi…. aahh… aahh… aahh…" Kurasakan badan Tante Anis mengejang dan kemudian lemas, ini orgasmenya yang keenam. Sementara itu penisku masih keras dan besar di dalam vaginanya. Tanpa memberinya kesempatan istirahat aku kembali menggerak-gerakkan penisku dengan kuat dan ganas.

Tante Anis yang belum sempat istirahat untuk memulihkan tenaganya, kembali tergetar oleh rangsangan orgasme yang ketujuh.
"Donni….. kamu nakal…. nanti tante bisa keluar lagi… aduuhh… mhh… aahh… mmhh…. Doni….. tante mau keluar lagii….. aduuhh… aahh….. dorong yang keras sayang… iya… tusuk yang dalam sayang… iya gitu… terus… terus…. jangan berhenti… aahh… aahh… enak sekali sayang… mmhh… tante keluar lagiii… aahh" Kembali aku tidak memberinya kesempatan istirahat, kali ini kuangkat kedua kakinya dan pantatnya kuganjal dengan bantal sehingga penisku masuk semakin dalam hingga menyentuh ujung vaginanya.

Kutusukkan penisku ke dalam vagina Tante Anis berulang-ulang dengan cepat dan kuat. Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme sebelumnya kembali tubuh Tante Anis bergetar hebat untuk mengalami orgasmenya yang ke delapan.
"Aahh… Donnii…. uughh…. masukin yang dalam sayang…. masukin sampai ujung…. aahh…. enak banget….. aaahh… gimana nih…. tante bisa keluar lagi…. mmhh…. aahh… aduuhh… tante keluar lagi sayang… aahh.. aahh….." kali ini tubuhnya menggelinjang cukup lama, pinggulnya berkedut-kedut tidak beraturan, matanya terpejam rapat-rapat dan giginya terkatup menahan kenikmatan yang luar biasa…. Begitu selesai orgasme yang ke delapan, kembali aku meneruskan tusukan penisku.

Kali ini tante Anis sudah mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas memintaku untuk berhenti.
"Udah dong sayang… tante capek banget…. vagina tante mulai perih sayang jangan cepet-cepet dong… sakit… udah sayang… tante istirahat dulu… sebentar aja… nanti kita lanjutin lagi… kasih kesempatan tante istirahat dulu sayang…" katanya sambil mencoba menahanku. Tapi aku tidak peduli, memang gerakanku kuperlambat supaya Tante Anis tidak merasa sakit tapi aku tetap menusukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sendiri sekarang mulai terangsang berat melihat pandangan sayu tanpa daya seorang wanita yang haus kenikmatan seperti Tante Anis. Setelah beberapa saat tampaknya Tante Anis mulai kehilangan rasa sakitnya dan berubah menjadi rasa nikmat kembali, dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gerakanku. Sekarang aku ubah sedikit posisiku, hanya kaki kiri Tante Anis yang kuangkat sementara kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki kiriku kuletakkan diatas paha kanannya. Kelihatan Tante Anis menikmati sekali posisi ini, dia mulai bergairah lagi dan gerakan pinggulnya mengganas kembali.

Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang kesembilan… "Ahh…oohh…Doni….kamu pinter banget sih… aahh… anak nakal…. tusuk tante yang kuat sayang… aahh … aahh… tante keluar lagi…. aahh….. aahh aahh..!," teriakannya kali begitu keras dan panjang sehingga Dewi yang tertidur kelelahan akhirnya terbangun juga. Aku menekan penisku dalam-dalam di vagina Tante Anis sambil menunggunya kembali siap.
"Udah sayang… tante udah capek… tante nggak kuat lagi sayang…. udah ya sayang… vagina tante udah kebas…… please… tante udah nggak sanggup lagi……"
"Hmm… Doni masih pengen terus tante… soalnya sebentar lagi kita pisah… Doni mau menikmati tubuh Tante Anis hari ini sampai sepuas-puasnya…" kataku sambil memulai lagi tusukan penisku.
"Ayo dong sayang….. udah dulu… kapan-kapan kita khan bisa ketemu lagi…. tante janji deh…. tapi sekarang udah dulu tante capek banget… tenaga tante udah abis…."
"Yang ini terakhir tante… Doni juga udah mau keluar kok… boleh yaa…" kataku sambil mengecup bibirnya.

Tante Anis terdiam dan berusaha menikmati permainan penisku yang terus mengganas nyaris tanpa henti. Sementara itu aku sudah merasakan diriku mulai mendekati orgasme juga, penisku terasa membesar dan memenuhi vagina Tante Anis. Tampaknya Tante Anis juga merasakan hal yang sama, iapun segera terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk orgasmenya yang kesepuluh.
"Ahh… Doni…. keluarin punya kamu sekarang sayaang… tusuk tante yang kuat… tante juga udah mau keluar sekarang……. aaaahhh..!!" "Ayo tante kita barengan… ini yang terakhir…. aahh Doni keluarr… aaggh…!"
"Aahh…… mmhh… tante juga keluar lagii….. adduhh maakk…enak bangeett…… aaghh…!" Akhirnya kali itu persetubuhan kami benar-benar terhenti dan kamipun berpelukan lemas. Kukecup bibir Tante Anis dan perlahan-lahan kulepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulihat vagina tante Anis sudah sangat merah dan Tante Anis sendiri masih memejamkan matanya kehabisan energi. Hanya sedikit saja sisa lelehan spermaku yang keluar dari vagina Tante Anis, rupanya aku sudah mulai kehabisan cadangan sperma.

Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan oleh suara Dewi,
"Hey… kalian ML kok nggak ngajak-ngajak Dewi sih… emangnya kalian kira aku nggak pengen yaa…."
"Sudah berapa lama sih kalian main… kok kayaknya seru banget… Anis sampai basah penuh keringat gitu…," lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya menoleh sejenak lalu memberi kode dengan jarinya bahwa ia mengalami 6 kali orgasme pagi itu.
"Enam kali…?? Ah gila juga… bener-bener teteh maniak ML….. Dewi baru tau…." kata Dewi melotot memandangi Tante Anis seolah tidak percaya.
"Swear… enggak juga Wi…. aku baru kali ini kok ML segila ini, gak tau nih siapa yang gila, si Doni apa gue…." kata Tante Anis membela diri sambil masih terengah-engah kelelahan.
"Dewi juga pengen dong sayang…. nggak usah enam kali kayak Teh Anis tapi Dewi pengen ML lagi pagi ini sebelum kita pisah… ya sayang….. please… aku pengen dapet kenang-kenangan yang spesial dari kamu. Ok, honey….." Tapi tampaknya Dewi menyadari kondisiku yang masih lelah kehabisan tenaga.
"Kalau Doni masih cape, pakai tangan atau lidah juga gak masalah kok….. dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan kamu kok kayaknya seru banget, Dewi jadi konak kepengen ngerasain juga. Please honey… jilatin punyaku seperti kemarin malam…. Dewi suka kok… jilatin terus sampai Dewi puas… pokoknya jangan berhenti sebelum aku puas yaaa…… please honey… eat my pussy…. please…" Dewi yang beberapa jam sebelumnya masih malu-malu dan pura-pura tidak mau ikutan kini terlihat mulai berani merayuku dengan genit, di bukanya pahanya dan kedua tangannya menarik bibir vaginanya ke samping sehingga lubang vaginanya yang mungil tampak jelas.

Mau tidak mau akupun kembali terangsang dan mulai melupakan kelelahanku. Aku ingin membuat Dewi mengalami orgasme berkali-kali tanpa istirahat seperti Tante Anis. Karena penisku masih lemas, kali ini aku memulainya dengan lidahku dulu. Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan pantatnya kualasi dengan dua buah bantal supaya lidahku bisa menjangkau vaginanya dengan mudah.
"Nah… gitu sayang… jilatin vagina Dewi… hmmh… enak banget…. Dewi belum pernah orgasme pakai oral… sekarang Dewi pengen ngerasain… ayoo sayang… bikin aku terbang melayang ke bulan…. c'mon honey… lick my pussy…. mmhh… yesss… I like it… yess… make me cum honey…" Kujilati bibir dan liang vaginanya lalu kupermainkan klitoris Dewi dengan bibir dan lidahku sementara itu jari-jari tanganku masuk ke dalam liang vaginanya.

Tampaknya Dewi sangat menikmati ini, pinggulnya bergoyang-goyang perlahan serta suaranya mendesah-desah sexy sekali. Setelah beberapa menit akhirnya kuputuskan untuk meningkatkan rangsangan dengan jalan menghisap klitorisnya dengan kuat dan menjilatinya dengan cepat sehingga tubuh Dewi mulai bergetar tak beraturan. Sementara itu jari-jariku terus masuk semakin dalam sampai menyentuh g-spotnya. Ini membuat Dewi menjadi makin tak mampu mengontrol dirinya lagi, pinggulnya bergetar keras hingga akhirnya dia mengalami orgasmenya yang ketiga.
"Mmhh Doni… adduhh… Dewi nggak tahan lagi adduuhh… terus isep yang kuat… c'mon honey…. mmhh… yess…. I'm cumming…. I'm cumming…… aduh enak bangeett…. aahh… oohh…. oohh…!!" tubuh Dewi mengejang keras, giginya terkatup rapat, matanya terpejam dan tangannya mencengkeram kasur dengan kuat. Tapi aku tidak menghentikan permainanku, klitoris dan g-spotnya terus aku rangsang sampai akhirnya setelah hampir semenit berlalu tubuh Dewi yang menggelinjang mulai terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku ingin Dewi merasakan orgasme yang terus-menerus tanpa henti seperti Tante Anis. Dewi masih tergolek lemas di tengah tempat tidur, sementara itu penisku sudah mulai menegang kembali setelah mendapatkan cukup waktu beristirahat.

Dewi yang belum sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba kaget karena aku memasukkan penis ke dalam vaginanya yang masih berdenyut-denyut akibat orgasmenya yang terakhir.
"Aduhh… Doni sayang… kamu ganas banget sih…. Dewi masih capek nih…. istirahat dulu yaa…. please honey…" Aku tersenyum dan menggelengkan kepala perlahan sambil terus menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya tidak berapa lama kemudian Dewi mulai terangsang juga, dia mulai menikmati sodokan penisku dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pertahanan Dewi mulai bobol. Ia mulai kehilangan kendali dan tubuhnya bergetar-getar merasakan orgasmenya yang ke-empat.
"Donni….. mmhh… gimana nih… Dewi bisa keluar lagi sayang……. aduhh… aahh… keluar lagi deh… aahh….. mmhh…. aahh…!" kedua tangan Dewi mencengkeram punggungku sementara itu kakinya menjepit kuat pinggulku. Aku membiarkan penisku tertancap dalam-dalam di vagina Dewi dan membiarkan dia menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi mulai melunak aku mulai lagi melanjutkan goyangan penisku di dalam vaginanya. Dewi tampaknya kaget setengah mati dan benar-benar tidak siap mendapat serangan beruntun ini.
"Doni… udah dulu dong sayaang… Dewi masih capek….. Dewi lemes banget sayang…. please…. gimme a break, honey…." Tapi sama seperti dengan Tante Anis sebelumnya, aku tidak ambil peduli. Aku terus menusukkan penisku ke dalam vaginanya, makin lama makin cepat… sampai akhirnya Dewi mulai terangsang lagi untuk yang kesekian kalinya dan kembali ikut bergerak aktif.

"Doni… gantian ya… Dewi pengen di atas…." Aku lalu merebahkan diriku dan membiarikan Dewi menaiki tubuhku sambil membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini Dewi benar-benar sudah belajar banyak dari Tante Anis, gerakannya mulai ganas dan liar. Desahan-desahan kenikmatannya benar-benar membangkitkan nafsu. Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak kenikmatan orgasmenya yang kelima, gerakannya makin liar terutama saat membenamkan penisku ke dalam vaginanya dan desahannya berubah menjadi jerit kenikmatan.
"Donii…. aahh… Dewi udah nggak tahan…uuhh… mmhh …..Dewi keluar lagi…. mmhh… yess…. I'm cumming… aahh… aahh……!!" Akhirnya pinggul Dewi menghujam keras ke bawah membuat penisku terbenam sampai ke ujung vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat luar biasa yang menjalari tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas di atas tubuhku.

Kelihatan Dewi sudah begitu lemas setelah orgasmenya yang kelima, tapi sudah kepalang tanggung. Aku sudah terangsang berat dan belum orgasme. Kubaringkan Dewi yang masih memejamkan mata, lalu perlahan-lahan kubuka pahanya dan kuarahkan penisku ke liang kenikmatannya. "Aduh… jangan sayang… uuh… sakit sayang… vagina Dewi udah mulai ngilu…. berhenti dulu yaaa… istirahat sebentar aja… nanti boleh lagi…." Dewi mencoba menolakku, tapi tubuhnya yang sudah lemah tidak kuasa menahan masuknya penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya ia tergolek pasrah di bawah berat tubuhku yang menindihnya. Aku tidak ingin menyakiti Dewi, sebaliknya aku ingin memberinya kenikmatan. Maka aku menggerak-gerakkan pinggulku dengan hati-hati supaya penisku bergerak dengan lembut di dalam vaginanya yang sudah over-sensitif. Kalau Dewi terlihat kesakitan aku berhenti sebentar, setelah itu aku lanjutkan lagi dengan gerakan yang lembut. Sesekali kucumbu bibirnya, lalu kujilati leher dan telinganya agar nafsunya bangkit kembali sehingga akhirnya perlahan tapi pasti libido Dewi mulai naik kembali.

Ia mulai bisa merasakan kenikmatan yang diberikan penisku. Matanya mulai terpejam merasakan nikmat dan dari mulutnya yang mungil kembali keluar desahan-desahannya yang khas dan sexy. Beberapa saat kemudian tampaknya Dewi benar-benar sudah pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan sepenuhnya dengan rasa nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan ganas sehingga akupun harus mempercepat tusukan penisku untuk mengimbanginya. Aku merasakan Dewi sebentar lagi akan mencapai orgasme, dan begitu juga aku.
"Doni sayang… Dewi mau keluar lagi….. adduhh… adduhh… enak banget… mmhh… c'mon honey… fuck me harder…. yess…. aahh… masukin yang dalam sayang… adduuh… mmhh…. adduhh… Dewi keluar lagii…. mhh… aahh… I'm cumming…. aahh!"
"Ayo Dewi…. kita barengan yaa sayang……. mmhh… aahh…!!" Akhirnya aku menumpahkan sisa persediaan spermaku yang terakhir ke dalam vagina Dewi, sementara tubuh Dewi menggelinjang hebat menahan nikmat orgasmenya yang keenam.

Kali ini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga, seandainya Tante Anis masih mau ML rasanya aku akan menyerah saja. Untunglah kami bertiga sudah benar-benar kelelahan sehingga tidak ada satupun dari kami yang berani meminta lagi. Tanpa sadar hari sudah terang dan waktu menunjukkan jam 7 pagi, setelah beristirahat sejenak kamipun akhirnya mandi bersama dan bersiap-siap meninggalkan hotel. Di perjalanan pulang masing-masing kami mulai berkomentar tentang perasaan nikmat yang kami alami…
"Doni… kamu keterlaluan, tante sampai lemes dan kaki tante sampai sekarang masih gemeteran. Veggie tante juga rasanya masih kebas… belum pernah tante orgasme sampai sepuluh kali seperti kemarin… kayaknya jatah ML sebulan habis dalam semalem deh…."
"Iya nih… Dewi juga sampai teler banget, tega banget sih kamu sayang… kayak besok kita nggak bisa ketemu lagi aja….! But anyway thanks ya… Dewi belum pernah ML senikmat ini… I feel great…. kapan-kapan Dewi mau ikutan lagi yaa…"
"Aduh… Tante Anis dan Dewi juga nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri juga sudah kehabisan tenaga. Untung aja tante nggak minta nambah lagi, ML yang terakhir dengan Dewi tadi bikin Doni bener-bener udah nggak kuat lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan kita bisa ketemu lagi tante… Terus terang ini pengalaman Doni yang pertama ML dengan dua cewek cantik sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan pengen lagi… Doni nggak bisa lupain pengalaman ini."
"Itu gampang diatur… ini kartu nama tante, Dewi juga kerja di kantor yang sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni pengen ketemu tinggal telpon aja, bisa kita atur waktunya. Yang jelas tante nggak mau ketemu sendirian dengan Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi atau tambah cewek lain biar gantian Doni yang kita habisin sampe nggak bisa bangun…ha…ha…ha…"
"Atau kalau tante mau ketemu tante bisa dateng ke kolam renang hari Jumat, Doni rutin berenang di sana setiap hari Jumat…." kataku memberi alternatif. Setelah mengantarkan aku ke kolam renang untuk mengambil motor kamipun berpisah.

Tante Anis sempat berusaha menyelipkan beberapa lembar uang seratus-ribuan ke kantongku tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak ingin mengganti petualangan yang bebas dan menyenangkan ini menjadi suatu profesi yang bisa mengganggu kuliah dan masa depanku. Setelah kejadian itu kami sempat beberapa kali mengadakan pertemuan dan mengulangi pesta seks, kadang di Ciater, kadang di Puncak, atau di Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis pernah mengajak seorang temannya lagi dan itu benar-benar membuatku kehabisan tenaga karena harus mengalami orgasme sampai delapan kali dalam semalam untuk melayani tiga orang wanita yang haus akan kenikmatan syahwat. Sayang sekali petualangan gila ini terpaksa harus berakhir setelah Tante Anis dan Dewi terlibat perselisihan akibat urusan kantor. Meskipun demikian pengalamanku bersama mereka masih terus kuingat sampai sekarang dan sering menjadi fantasi seksualku saat aku bercinta dengan istriku.

Tamat

       Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - persetubuhan sabtu minggu
Apr 9th 2013, 05:45

Pada suatu hari di sekolah tempat istriku mengajar sedang diadakan Perkemahan Sabtu Minggu atau yang biasa disingkat Persami. Saat itu aku iseng-iseng menyusul istriku di perkemahan yang kebetulan diadakan di halaman sekolah, karena pesertanya adalah anak usia dini yaitu kelas 3-6 SD. Aku berfikir gak mungkin bisa cuci mata karena semuanya anak-anak, untuk itu aku hanya memakai celana pendek, Tshirt dan sandal jepit. Tapi setelah sampai di sekolah, aku terkejut sekaligus bahagia karena yang kemah adalah ibu-ibu. Bagaimana Tidak, siswa kelas 3 dan 4 boleh di dampingi orang tuanya, maka dipastikan separuh pesertanya adalah tante-tante yang berusia antara 30-35 tahun.
Karena sudah terlanjur, aku cuek saja nyelonong masuk untuk mencari istriku tetapi ternyata sedang sibuk karena memang dia yang bertanggung jawab pada kegiatan ini. Alhasil, aku malah disuruh pulang dan menjemputnya minggu sore jam 3an. Aku menurut saja dan berjalan menuju ke parkiran, tapi saat aku hendak menyalakan mobil mendadak HPku berbunyi dan itu dari istriku. Dengan nada tergesa aku disuruh menjemput kepala Yayasan yang mobilnya rusak ditengah jalan karena menabrak sebuah becak. Aku iyakan saja permintaanya walau dalam hati aku sangat kesal. Setelah berjalan hampir 20 menit akupun tiba di lokasi kejadian, setelah memperkenalkan diri aku langsung memintanya agar ikut denganku karena sudah ditunggu.
"Mari Pak, saya antar ke perkemahan! Kataku
'maaf Mas saya tidak bisa menghadiri acara api unggun saya mau mengantar korban ke RSU, biar ibu Diana saja yang kesana. Jawab kepala yayasan yang aku sendiri tidak tahu namanya
"tapi....saya.... jawabku heran
'sama saja Mas, ibu Diana adalah wakil saya! Jawabnya menjelaskan
"iya Pak, dimana Ibu Diana?! Tanyaku
'itu yang memakai baju pramuka... jawabnya sambil menunjuk ke arah kerumunan orang
Wow....ibu Diana ternyata orangnya masih muda, mungkin seumuran istriku sekitar 24 tahun, tinggi sekitar 170, toket 36B serta body yang sangat bohay kalau artis seperti bodinya Sarah Azhari yang padat berisi dan yang pasti penuh gizi. Di perjalanan Diana terlalu sibuk dengan Hpnya sehingga kamipun mengobrol secukupnya meskipun sebenarnya itu tidak cukup untuk mengenalnya lebih jauh. Entah apa yang dialami Diana, wajahnya begitu panik!
Hanya sekitar 10 menit Diana memberikan sambutan dan membuka acara, kemudian kembali ke mobilku dan meminta tolong supaya mengantarnya kerumah karena anaknya sedang demam tinggi.
Diperjalanan pulang Diana tetap sibuk dengan Hpnya dan mencuekin aku, bahkan belum apa-apa sudah menyuruhku mengantar anaknya sekalian ke dokter seakan menganggap aku adalah sopirnya. Semua sudah aku lakukan, termasuk mengantar anaknya. Saat aku berpamitan pulang, ucapan terima kasih pun tidak ada. Benar-benar malam yang sial!
Tapi anehnya semua ini tidak membuatku marah, pantat diana selalu terlintas di otak kotorku dan menghipnotis. Dengan berat hati aku kembali dan iseng-iseng aku menuju sekolahan dengan harapan dapat mencuci mata melihat tante-tante muda yang kedinginan. Ternyata parkiranya semakin penuh, padahal sudah menunjukkan pukul 21:45 WIB sehingga memaksaku untuk memarkir mobil agak jauh dari area perkemahan.
Semoga aku mendapat obat atas rasa kesal dan sesal yang baru saja aku rasakan, itulah doaku dalam hati. Saat memasuki area sekolah aku sengaja menepikan langkah kaki di tempat yang gelap dan sepi karena memang niatku untuk mencuci mata dan aman dari istri. Mendadak aku ingin pipis dan dengan cuek aku acungkan kont*lku di sebuah taman di depan kelas karena keadaan di tempatku berdiri sangat gelap dan sepi jadi aku pikir aman. Cuuuuuuuuurrrrrrrr............tanpa rasa berdosa aku kencingi bunga yang kebetulan paling tinggi dan lebat, tapi sebelum kencingku selesai mendadak berdiri sesosok orang dari balik bunga tersebut. Aku yang terkejut spontan memasukkan kont*lku kedalam celana alhasil, ngompol deh. Tapi aku tidak sendirian, orang yang ada di depanku juga mengompol karena sebenarnya dia juga sedang duduk berjongkok dan kencing dibalik bunga serta mendadak berdiri sesaat setelah aku kencing. Samar-samar terlihat jelas air kencingnya mengalir di kakinya saat kedua tangannya masih menjinjing rok. Kami sama-sama merasa malu dan salah tingkah, harus berkata apa atau bersikap bagaimana karena kami memang tidak saling kenal. Mendadak terdengar seseorang berjalan menuju tempat kami, karena takut ketahuan dan disangka aneh-aneh akupun meloncat disebelah wanita tersebut dan menutup mulutnya.
"please, aku mohon jangan bersuara nanti ketahuan orang! Bisikku lirih
Wanita itu hanya mengangguk pertanda mengerti dan dengan respek mendekatkan tubuhnya ke tubuhku hingga untuk beberapa menit kami seperti saling berpelukan. Sepeninggat orang yang lewat aku sempatkan meminta maaf dan menawarkan pakaian ganti yang rencananya aku bawakan untuk istriku. Karena butuh dia yang ternyata bernama Atika mengiyakan tawaranku. Aku kembali berjalan menuju mobil untuk mengambil rok panjang istriku dan meminta Atika untuk tetap bersembunyi. Untuk kali ini aku tidak tahu harus kesal atau senang, sempat muncul dalam otakku untuk merayu dan mencumbunya tapi buru-buru aku menepisnya karena selain ramai juga sangat sulit merayu wanita berjilbab dalam satu malam. Kecuali kalau terpaksa seperti tadi, pikirku licik. Dengan membawa rok, aku menghampiri Atika dan mengantarnya ke kamar mandi.
"enggak Pak, aku takut kata orang-orang tempatnya angker makanya aku tadi di taman! Kata Atika menjelaskan
'udah gak apa, sebagai permintaan maaf aku akan mengantarmu! Kataku menawarkan kebaikan, padahal jauh dalam hatiku ada niat untuk membuat keadaan menjadi terpaksa.
Akhirnya Atika mau dan segera menuju kamar mandi yang jauh berada di belakang, sungguh seram memang apalagi tempatnya dibawah rimbunnya pohon bambu. Tapi, apa mungkin sesama setan saling mengganggu?! Heheheee, tawaku dalam hati. Atika pun masuk kamar mandi dan aku cepat-cepat mencari celah untuk mengintipnya dan ternyata ada. Dengan berdiri diatas tumpukan kayu aku mengintip Atika dari celah angin-angin, jantungku serasa ingin berhenti sesaat setelah tahu ternyata Atika yang berjilbab memakai CD bikini dan tato di pinggulnya. Aku semakin bernafsu dan dengan cepat mendorong paksa pintu kamar mandi tersebut yang ternyata kuncinya hanya sebuah kayu kecil yang di silangkan. Pintu itupun terbuka dan aku langsung menerobos masuk, sengaja agar Atika tidak sempat menutupi keseksiannya dan berpakaian.
'Apa-apaan Pak?! Tanya Atika terkejut sambil menyilangkan kedua tangan di CDnya
"Maaf, ada penjaga malam yang menuju kemari! Kataku berbohong
'ngapain masuk, kan bisa sembunyi diluar.... bantahnya dengan wajah marah
"ssssssssssttttttt....jangan bicara lagi, orangnya di depan. Kamu mau semua orang mengetahui kita berduan dikamar mandi dengan keadaan kamu setengah bugil begini?! Bisikku lirih dan ternyata membuat Atika larut dalam kepanikan yang aku ciptakan.
Tak mau membuang waktu, aku mencoba memaksimalkan kesempatan ini. Aku tarik kedua tali simpul CDnya dengan kedua tanganku secara bersamaan dan tanpa sempat dicegah, aku berhasil membugili setengah bagian bawah tubuhnya.
"coba aja kamu teriak biar kita ketahuan dan sama-sama malu, keluargamu malu dan kamu pasti diceraikan suamimu!! Ancamku sambil mendorong tubuh Atika ke sudut kamar mandi. Tetes air matanya tidak mampu memadamkan nafsu dan niatku untuk menikmati tubuhnya. Aku langsung mendekapnya erat-erat, mencium dan melumat bibirnya yang pasrah tidak berdaya. Lidahku menggelitik bibirnya, menyusuri rongga mulutnya dan memilin lidahnya, sementara tanganku langsung menuju selangkangan yang sudah tidak berCD. Aku elus jembutnya yang lembut, aku raba pahanya dan terus merangsangnya.
Aku tahu Atika sudah mulai terangsang, hal ini terlihat dari nafasnya yang semakin memburu, perlawanan tangannya mereda dan yang paling membuatku yakin adalah memeknya sudah licin tapi dia terus berusaha menutupinya. Aku semakin bersemangat mencumbunya, bibirku kini mulai menuruni lehernya yang masih tertutup jilbab, kebawah menuju toketnya, kebawah lagi di perutnya dan aku hentikan jilatanku di memeknya.
Lirih desahan nafsunya mulai terdengar, pertanda Atika sudah ikhlas aku perkosa dan benar saja kedua pahanya semakin merenggang mempersilahkan aku menjilati memeknya. Lidahku meliuk dan menari memutari bibir memeknya. Sementara jari telunjukku mengelus dan menekan pelan di lubang memeknya.
"SSSSSSSSSSSSSTTTTTTTTT.........AAAAAAAAAAAAAAAAAA A....AAAAAAHHHHHHH........... desahan Atika terdengar jelas saat aku mulai memaju-mundurkan jariku. Aku pijit dan putar-putar klitorisnya memaksa Atika menggerakkan pinggulnya ke kiri dan kanan. Orgasme pertamanya begitu cepat terjadi,... lendir di memeknya telah mengalir di jari telunjukku.
"Tika....sayaaaaaaaaaaanng....masukin ya?? Pintaku
Atika ternyata masih ragu dan malu, ada pertentangan dalam hatinya. Aku arahkan badannya ke tembok dan menunggingkan pantatnya. Aku langsung keluarkan senjata andalanku dari dalam CD dan langsung mengambil ancang-ancang menyerang tapi ternyata lendir orgasmenya tidak mampu melicinkan kont*lku yang terlalu gede. Aku ludahi palkon dan aku tekan-tekan ke memeknya, aku masukkan aku cabut, aku masukkan lebih dalam dan aku cabut lagi.... terus dan terus. Desahan dan erangan Atika yang tertahan membuatku semakin ingin cepat-cepat menggoyangnya. Setelah sepertiga kont*lku masuk, aku memaksa dengan sekuat tenaga mendorongnya.
AAAAAAAAAAAAAAAAAUUUUUHHHHHHHHHHHH....ADUH SAKIIIIIIIIIIITTTTTTTTTT..... rintihnya sambil mengigit bibir, untung suara sound system acara api unggun berdentang keras jadi bisa menutup suara parau Atika.
'aduh...gede banget Pak....sakiiiiiiiiiitttttt.... rengeknya sambil menengok ke arahku
"panggil yang mesra dong,... sebentar lagi pasti sakitnya berganti nikmat! Jawabku sambil berjongkok memeluk tubuhnya dari belakang.
Pelan-pelan aku goyangkan pantatku maju-mundur dan ke kiri-kanan sambil memberi ciuman dan rangsangan di belakang telinganya dengan sesekali tiupan dan desahan memanja. Atika semakin terangsang dan melayang, pantatnya meliuk mengimbangi goyanganku. Kini entotanku sudah tidak terlihat seperti perkosaan tapi kemesraan dua kekasih yang dilanda kerinduan. Aku semakin mempercepat goyanganku, sepasang toketnya bergelantungan kedepan belakang seirama dengan goyangan pinggulnya.
MMM......HEMMMMMMM........UUUUUHHHHHHHH..........O OOOOO....ayo sayaaaaaang puaskan nafsuku. Ayooo....mainlah yang kasar, aku suka kamu perkosa! Rengek Atika terbata-bata
Aku sangat terkejut mendengarnya, wanita berjilbab yang binal! Gumamku dalam hati. Aku mulai meremas dan memukul pantatnya seirama dengan dentuman sound di depan. Terlihat jelas wajahnya begitu puas saat aku pukul pantatnya. Aku terus berusaha bermain kasar, jari telunjukku aku tusukkan ke anusnya...Blesssssssss........blessssssssss....... ...
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAUUUUHHHHHHHHHHH.....jangan di anus sayang, ampuuuuuuunnnn! Rengeknya memelas, tapi aku tidak menghiraukannya dan terus mengobok-obok anusnya dengan jari tangan kananku sementara tangan kiriku meremas gemas toketnya.
Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh....memeknya benar-benar nikmat, disepanjang goyangan aku rasakan himpitan, pijitan dan hisapan dari memeknya. Jujur memeknya lebih berasa di bandingkan dengan memek istriku, pujiku penuh kemenangan. Sesaat aku hentikan goyanganku dan memintanya menyepong kont*lku yang sudah berlumuran lendir memek. Awalnya dia menolak tapi aku terlanjur menikmati permainan kasar yang dimintanya, dengan menutup hidungnya aku memaksanya membuka mulut dan segera aku masukkan kont*lku.
HLEEBBBBBBBBBBBBBBBB.....kont*lku hanya separuh yang bisa masuk dan aku belum puas! Aku paksakan terus dengan mendorongnya kuat-kuat hingga berasa menthok di tenggorokannya. Begitu becek dan berlendir rongga dimulutnya, begitu hangat dan dahsyat. Apalagi saat Atika mengambil nafas dengan mulutnya sambil melotot terengah-engah, aku sangat puas melihat ekspresi wajah yang beberapa menit lalu meminta bermain kasar tapi kini tampak menyerah kalah.
Uhuk...uhukkkk....Atika tersedak dan mencabut kont*lku dari mulutnya!
'kamu benar-benar nakal sayang, aku suka permainanmu! Pujinya dengan mulut mengeluarkan lendir dan ludah. Dengan nafas yang masih terengah, Atika duduk di bibir bak mandi dan membuka pahanya lebar-lebar memintaku segera menuntaskan permainan ini karena sudah hampir 2 jam dia meninggalkan tenda anaknya. Dengan senang hati aku hujamkan kont*lku hingga mentok di dinding memeknya, aku genjot dengan semangat 45, lebih cepat, lebih cepat, terus dan teruuuuussss sambil berciuman penuh hasrat,
Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh............aaaaaaaaaaahh hhhhhhhhhhhh...........oooooooooooooooooohhhhhhhhh hhhhh...........hhhhhhhmmmmmmmmmmmmmmmmmm......uuu uuuuuuuuuuuuuuuuuuuugggggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh ...........mantap banget kont*lmu, aku mau sepanjang hidup diperkosa kont*lmu. Puji Atika sambil menjambak dan mencubit dadaku.
Lima belas menit dalam posisi ini, detik-detik orgasmeku terasa semakin dekat. Kakiku gemetar tak kuasa menyangga beban nikmat yang tersaji, keringatpun bercucuran seperti hujan dan puncaknya sekujur tubuhku seakan mengejang.
"ayo sayaaaaaaaaaaang....aku hampir sampai...aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh....aaaayo semprotin brengggg.........uuuuuuuuuuuuugggggggggghhhhhhhhhh hhhhh............ pintaku!
'iyaaaaaaaaa....satu dua tigaaaaaaaaaaaaa.......aaaaaaaahhhhhhhhhhhh.... sahutnya!
CROT......CROT...CROT........CROOOOOOOOOOTTTTTTTTT ........ spermaku memenuhi ruang di memeknya, entah mengapa dia menahan kont*lku saat akan aku tarik keluar. Kamipun berpelukan erat penuh nikmat. Sejenak kami bermanja-manja berdua dan saling memuji , tapi sesaat sebelum pergi Atika berpesan: AKU SANGAT MENIKMATI APA YANG TERJADI, AKU TIDAK MENYESAL DAN AKU TIDAK AKAN MELUPAKANNYA.... TAPI TOLONG, JANGAN PERNAH HADIR LAGI DI DEPANKU! AKU TAKUT TIDAK BISA MENAHAN NAFSUKU MEMILIKIMU... SAYANGI ISTRIMU! Satu kecupan di bibir menandai perpisahanku dengannya. Aku membisu dibuatnya!!


Pagi itu aku bangun agak kesiangan, badanku terasa letih dan lesu seakan tenagaku telah terkuras dalam sensasi perkosaan semalam. Tapi yang sangat mengherankan, begitu aku terbangun yang ada diotakku adalah Diana bukan Atika yang memberiku kenikmatan. Entahlah, mungkin karena masih penasaran bagaimana rasanya ngentot tubuh bohaynya.
Akupun pergi mandi agar bayang-bayang Diana terhapus dari otakku, tapi ternyata percuma bayangan Diana seakan sebuah benih yang kian bersemi tersiram air. Aku minum sebutir obat kuat untuk mengembalikan staminaku, bukan seperti biasanya saat akan ngentot karena hari ini aku tidak ada niat untuk bercinta. Aku keluarkan motor ninja yang baru 2 hari aku beli, dengan niat test drive aku menyusuri jalanan yang terik dan berdebu. Benar juga kata orang-orang, jangan ngaku kaya kalau belum punya ninja! Heheee maaf melenceng dari cerita. Aku hentikan raungan knalpotku di depan sebuah Cafe dan memesan sebuah kopi. Entah setan mana yang berbisik ditelingaku, saat mendengar percakapan seseorang yang bilang anaknya sakit karena tidak dibelikan mobil remote control tiba-tiba terngiang dalam telingaku untuk membeli RC sebagai bahan pendekatan pada Diana. Tanpa menunggu lagi aku tinggalkan selembar uang diatas meja untuk secangkir kopi yang baru di buat, aku melaju menuju sebuah toko RC membeli miniatur Hammer H3 berwarna orange dan membawanya ke RSU tempat Rafel, anaknya Diana dirawat.
Sesampainya disana, aku melihat Rafel ditemani oleh seorang suster bukan orang yang aku impikan. Dengan berat hati aku menyerahkan mobil RC dan berpamitan pulang. Rafel sangat senang dengan RC yang aku berikan, semoga saja ibunya juga demikian! Harapanku dalam hati. Disaat jalan menuju parkiran aku bertemu seorang teman yang menunggui anaknya yang sedang sakit, karena sungkan akupun berbasa-basi dan menengok anaknya yang sedang sakit. Tak terasa satu jam telah berlalu dan aku mohon diri untuk pulang. Sesampainya di parkiran, aku mendengar ada suara yang memanggil namaku dan itu adalah Diana.
"Terima kasih ya Mas, atas perhatiannya pada Rafel. Kata Diana
'gak apa Mbak, semoga bisa membuatnya senang dan cepat sembuh! Jawabku sok cool
"kalau gak keberatan, kita ngobrol di dalam ya? Rafel sendirian susternya pamit pulang! Tawar Diana yang langsung aku iyakan.
Sesampainya dikamar kami bercanda dan tertawa mengakrabkan diri, hingga suara Rafel menyela dan mengejutkan aku dan Diana.
'Mah, aku mau Papah yang seperti Om Adith! Kata Rafel lugu
'iya-iya, ayo diterusin mainnya....jangan nakal! Kata Diana dengan nada agak gugup
'enggak mau, aku mau sama Om... kata Rafel sambil duduk dipangkuanku, padahal tangannya masih di infus.
"Rafel jangan nakal ya, turuti kata mamah... kataku sambil membelai rambunya.
Akhirnya Rafel kembali ketempat tidur dan meninggalkan aku dan Diana dalam kebisuan. Kami jadi salah tingkah dengan wajah yang memerah. Hanya menebarkan senyuman dan tatapan mata yang menerawang kata hati masing-masing.
'udah berapa wanita yang sudah kamu tiduri? Tanya Diana dengan telak
"maksud kamu... tanyaku terkejut
'udah, jangan sok cool gitu....aku yakin kamu pasti banyak koleksi wanita? Katanya memvonis aku
"iya Mbak, naluri lelaki.... jawabku pelan
'kamu pasti suka wanita yang agresif kan? Tanya Diana sambil membuka 2 kancing bajunya
"suka banget Mbak! Jawabku sambil menelan ludah, aku lihat lehernya yang jenjang dan bagian atas dadanya yang begitu putih seakan sengaja memancing aku.
'heheee...tuh, lihat aku lagi kegerahan aja udah bangun! Ngebet banget ya pengen ngentot aku? Tanya Diana dengan Vulgar dan nada memanja
Diana mendadak beranjak dari tempat tempat duduknya menghampiri Rafel yang ternyata sudah tertidur, sambil menatapku manja dan lidah yang menggoda diana mengajakku masuk kedalam kamar mandi. Tanpa berpikir ulang aku langsung menuju kamar mandi dengan penuh nafsu. Begitu aku membuka pintu, di depan mataku sudah terpampang pemandangan yang sangat-sangat menggiurkan tubuh bohay Diana hanya tertutup CD dan BH. Kalau begini Sarah Azhari yang asli kalah sexy deh, pikirku dalam hati sambil menelan ludah. Diana langsung menarik tanganku dan mengarahkanya ke dua bongkahan togenya yang menantang. Aku langsung meremasnya dan mencium bibirnya yang sensual. Kami berciuman dengan penuh nafsu, lidah kami saling memilin, menghisap dan menggigit bibir sambil tangan aktif membelai, meraba dan merangsang bagian-bagian sensitif.
Ooooooooohhhh....kont*lmu boleh juga, aku suka yang begini! Kata Diana saat mengeluarkan kont*Lku dari celah resleting. Kini jari-jarinya mulai mengelus dan mengocok kont*lku dengan lembut. Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh....aku tidak tahan dibuatnya, dengan tergesa aku membuka baju dan memelorotkan celanaku. Tingga akhirnya tampak sepenuhnya! Sambil terus mencium dan menggigit leherku Diana mempercepat kocokannya.
'dalam waktu satu jam kamu harus membuatku puas, bahkan kalau bisa sampai puas sebelum perawat datng! Ungkapnya sambil menjongkokkan tubuhnya. Dengan rakus Diana langsung melahap kont*l yang ada di depanya, menghisap dan menggigitnya pelan sambil mengocok pangkal kont*lku .
AAAAAAAAAAAAAAAGGGGGGGHHHHHHH......aku dibuat mengejang olehnya, hisapannya begitu kuat dan yang pasti penuh dengan kenikmatan hingga kont*lku terasa sangat ngilu. Untuk mengimbangi agresifnya, aku menjambak rambutnya dan mendorongnya hingga menthok ke tembok dengan posisi masih menyepong kont*lku.
HAEEMMMMMMMMM...........OUHMMMMMM......suara desahannya saat menyepong kont*lku.
Sekitar 10 menit aku menahan posisi ini dan dengan mata merem melek aku menggoyangkan pantat maju-mundur semakin dalam. Mendadak aku teringat deadline 1 jam yang diberikanya, akupun langsung menyuruhnya menungging sambil berpegang pada bibir bak mandi. Aku sengaja tidak memaksimalkan rangsangan disekitar memeknya karena aku ingin merasakan memek kesednya. Aku langsung menekan palkon ke lubang memeknya, maju mundur dengan setengah memaksa.
AAAAAAAAAAAHHHHHHHH....sakiiiiiiiiiiiiiiiiittt.... perih Mas, aaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh
BLES..BLESSSSSSSSS....BLESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS SSS! rintihan panjangnya menandakan kont*lku sudah ambles kedalam memeknya! Dengan sepenuh tenaga aku ayunkan kontl'ku maju-mundur secara teratur. Ah...ah....ah....ahhhhh......hemmmmmm.....bibir Diana tak henti-hentinya melenguh penuh nikmat, membuatku kian bernafsu menjejali memek gembulnya dengan kont*l. Aku cengkeram kedua belahan pantatnya dengan kuat, sambil mempercepat goyangan maju mundurku tanpa henti.
"aaaahhhhhhhhh.....Massssss....aku sudah sampai Mas, aku keluaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrr
"OOOOOOOOOOOOOuuuuhhhhhhhhhhhhhhh......kont*lmu enak banget mas! Puji Diana bersamaan dengan keluarnya lendir orgasme! Ternyata Diana tidak setangguh penampilannya, begitu cepat orgasme dan mendadak lemas. Ngentot di ruangan berAC tidak mampu mendinginkan tubuh bohaynya, dengan bermandi peluh Dia terus mengaduh dan mengeluh kont*lku kegedean padahal sudah licin. Aku tarik tubuhnya ke belakang, menjauhi tembok dan bak mandi memaksa tubuhnya menungging dengan tangan menyangga dari lantai. Tubuhnya semakin bergerak tak menentu, kakinya semakin goyah menopang tubuhnya dan erangan kenikmatan terus mengalun dari mulutnya.
Aaaaaaaaaah.....mass...aku gak kuat...aaaaaaaaaaaaaaaaagggggghhhhhhhhhhhhhhhhh... ..
Mendadak tubuh Diana terjatuh ke lantai dan terlepaslah kont*lku dari dalam memeknya. Dengan nafas terengah Diana mencoba untuk berdiri namun aku melarangnya dan menyuguhi kont*l agar diemut. Dipegangnya kont*lku yang berlumuran lendir memeknya dan mengocoknya degan kedua tangannya, lidahnya menjulur mengelus palkon dan mulai mengulumnya sedikit demi sedikit. Sempat aku utarakan untuk ngentotin anusnya tapi Diana menolaknya dengan alasan, memek aja penuh sesak apalagi anus! Sebentar lagi susternya pasti datang aku harus cepat-cepat memandikan Diana dengan spermaku, gumamku dalam hati.
Akupun duduk dengan kaki lurus dilantai dan tanpa diminta Diana duduk diatas paha menghadap kearahku dan langsung mencium dan menghisap leherku dengan penuh nafsu. Tangan kanan Diana langsung memegang dan mengelus kont*lku sambil menggesek-gesekkan di memeknya. Begitu geli ujung palkonku, hingga kakiku berasa seperti kesemutan.
"aaaaaahhhhhh......Ayo sayang, buruan masukin keburu ada yang datang....bisikku saambil meremas pantat dan toketnya
'iya sayaaaang! Jawabnya sambil memasukkan kont*lku kedalam memeknya
BLEEEEEESSSSSSSSSSSSSSSSSS.........BLEEEEEEEEEEEEE SSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS........ seluruh kont*lku ambles memasuki memek nya, sungguh sangat berasa nikmatnya dan jujur baru kali ini kont*lku bisa masuk seluruhnya kedalam memek, biasanya selalu menyisakan 3-5cm diluar. Ternyata selain tembem, memek Diana juga lebih dalam. Dengan semangat baru aku meladeni nafsu Diana yang semakin menggebu, aku rebahkan tubuhku dilantai dan memberikan ruang untuk Diana menggoyangkan pantat bohaynya.
AAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH......HEMMMMMMMM..........OOO OOOUUUUUUUUUUUHHHHHHHHHHH...............AAAAAAAAAA AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHH..... desahan panjang langsung aku suarakan sesaat setelah Diana mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur. Semakin cepat dan cepat dengan selingan goyangan memutar yang dahsyat, layaknya inul kaalau sedang ngebor.
'enak kan mas goyanganku, gak kalah dengan inul! Katanya memuji diri sendiri sambil tersenyum manja
"mantap banget say, baru kali ini aku merasakan nikmat yang teramat....aku genjot jangan berhenti! Pintaku sambil mencubit dan meremas toket gedenya.
Begitu lama kami berML ria dengan gaya ini, hingga kami dikejutkan dengan suara seseorang yang memasuki kamar rawat inap Rafel. Sejenak Diana menghentikan hentakan pantatnya, memandangku dengan wajah panik. Sempat terlihat Diana berusaha mencabut kont*lku tapi aku buru-buru memegang pantatnya dan memaju mundurkan.
'ayo lanjutin, yang penting jangan bersuara! Kataku lirih
Diana hanya mengangguk setuju dan kembali memanjakan kont*lku dengan goyangan mautnya. Rasa geli bercampur nikmat tidak dapat aku ungkapkan, hanya bisa menahan sambil menutup rapat mulutku. Aaaaaaahhhhhhhhhh....semalam memperkosa, gantian sekarang diperkosa. Teriakku dalam hati. Dari celah bawah pintu kamar mandi aku melihat ada sepasang sepatu putih yang sedang berhimpit menempel di pintu, mungkin ada yang mengintip atau mencuri dengar dari lubang kunci. Ah masa bodoh sajalah! Sanggahku dalam hati, bahkan iseng-iseng aku mulai mendesah lembut, semakin keras hingga akhirnya mendesah lepas. Diana yang sedang birahi tinggi tidak lagi memperdulikan desahanku, Dia terus menggenjot hingga kurasakan palkonku semakin cenat-cenut hendak menyemprot!
"Ooooooooooooooooohhhhh....nikmat banget say...aku hampir keluar nih! Rengekku manja
Mendengar itu Diana semakin mempercepat goyangannya, lebih cepat dan cepat hingga beberapa detik kemudian aku tidak dapat menahannya.
CROT...CROOOOOOOTTTTTTTTTTTTTTTTT.......CROOOOOTTT TTTTTTTTT............AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA AAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHH.....
Ternyata sedetik sebelum aku nyemprot Diana telah terlebih dahulu menyemburkan lendir orgasmenya yang ketiga. Goyangan Diana tetap berlanjut walaupun memeknya sudah penuh terisi sperma, seakan sengaja ingin menyedot tenagaku. Bagaimana tidak saat menyemprot sperma, seluruh tubuhku mengejang terangsang dan sensitif tapi Diana terus memberi rangsangan yang bertubi-tubi. Kami terengah dan bersusah payah menghirup udara..... lendir kami yang telah tercampur perlahan mengalir menuruni belahan pantatku. Hingga akhirnya tubuh Diana melunglai diatas tubuhku. Satu ciuman mesra mendarat dibibirku menutup pergulatan kami.
Setelah membersihkan diri dan memakai pakaian, Diana membuka pintu sedikit-deki sedikit dan setelah dirasa aman Diana menyuruhku bergegas keluar. Entah sengaja atau tidak, sesaat kami keluar dari kamar Mandi tiba-tiba ada suster yang membuka pintu dan masuk. Entah apa maksud dan tujuannya, yang pasti sepatu putihnya menunjukkan bahwa Dialah yang berada di depan pintu kamar mandi tadi. Aku putuskan untuk berpamitan pada Diana dan pulang menuju sekolah untuk menjemput istriku. Akhirnya rasa penasaranku pada tubuh Diana terhapuskan bahkan setelah kejadian itu gantian Diana yang mengajak ngentot, tapi aku tidak selalu menurutinya hanya saat aku sedang free saja.        
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita Sex - pesta sex untuk vivi
Apr 9th 2013, 05:43


Begitu banyak cerita miring mengenai karyawan toko yang bispak dan gampangan, yang hanya mengejar materi semata. Seperti siang itu, secara tidak sengaja aku bertemu seorang teman lama yang sedang menggandeng seorang wanita cantik yang berpakaian seksi dan mengundang birahi. Aku tahu pasti itu bukan istrinya tapi aku tidak ambil pusing siapa yang dibawanya, pasti selingkuhannya gumamku dalam hati. Dan benar saja, beberapa saat kemudian Dia menghampiriku dan menceritakan siapa yang dibawanya tadi. Ternyata Dia bernama Vivi, seorang penjaga stand provider sebuah operator seluler yang ada di kotaku. Singkat cerita Vivi adalah pacarnya, tapi mematok sebuah tarif disetiap kencan dan ML. Aku hanya tersenyum mendengar ceritanya, ternyata ada modus baru prostitusi yang dijalankan para cewek matre. Sesaat sebelum pulang Dia memberiku nomer HP Vivi kalau-kalau aku berminat mencari pacar kontrak karena teman Vivi banyak yang jomblo dan berpesan agar aku tidak mendekati Vivi jika tidak ingin malu karena Vivi orangnya sangat setia walau dia seorang Bispak.
Aku benar-benar sureprise dengan apa yang baru aku dengar, jujur aku sangat tertarik dengan semua yang diceritakan temanku tapi disatu sisi hatiku merasa panas karena diremehkan tidak mungkin bisa menaklukkan Vivi. Karena terbawa suasana, tanpa berfikir lagi aku menghampiri Vivi disebuah stand yang diceritakan temanku.
"Vivi ya? Kenalin aku Adith! Kataku sambil mengulurkan tangan
'siapa ya? Maaf aku tidak menegnal kamu! Jawabnya cuek mengacuhkan jabat tanganku
"aku temannya Hendra, pacar kamu! Jawabku menjelaskan
'oo...Vivi.... jawabnya singkat sambil mengulurkan tangannya
'maaf Mas, ini jam kerja....gak enak dilihat teman-teman! Jawabnya mengusir halus
"ok makasih,... jawabku dengan kecewa
Akupun kembali duduk ke Cafe dan memesan sebuah juice jeruk untuk menyegarkan hati dan pikiranku. Jujur aku sangat tersinggung dengan sambutan Vivi, apa mungkin ada perek yang setia pada pelanggannya??? Tanyaku dalam hati. Belum juga hilang jengkelku, tiba-tiba ada wanita yang berpakaian sama dengan Vivi datang menghampiriku.
"maaf Mas, boleh duduk?? Katanya sambil memasang senyum manis
'silahkan! Jawabku singkat
"oya...kenalkan aku Cindy, teman kerja dan 1 kost dengan Vivi! Jawabnya Cindy
'Adith... jawabku singkat
"Vivi orangnya memang begitu, dia memandang seseorang hanya penampilannya saja. Kata Vivi membuka pembicaraan
'emang aku bagaimana? Tanyaku
"Mas sangat tampan dan atletis, tapi karena pakaian Mas kaos begini ya dianggapnya gak berduit. Aku yakin kalau Vivi tahu pekerjaan dan Pajero Putih milik Mas, dia yang bakal ngejar-ngejar Mas. Katanya menjelaskan
'...maaf, kamu tahu aku?? Tanyaku heran, karena mobilku baru aku beli 3 hari yang lalu
"tahu aja dari teman Mas, kebetulan temanku kerja di dealer tempat mas beli mobil! Jawabnya
'apa benar Vivi itu.... tanyaku agak ragu
"iya Mas, dia memang begitu...selain sombong, dia juga perebut pacar orang. Pacarku direbut dua kali Mas! Jawabnya dengan memasang wajah sebel.
Setelah berbincang beberapa saat, aku tahu kalau Cindy juga seorang bispak dan dia bersedia membantuku mendapatkan Vivi dengan syarat setelah Vivi suka aku harus mencampakkannya untuk membalas sakit hatinya Cindy. Dengan senang hati aku menerima kesepakatan itu. Setelah cukup mendapatkan informasi, akupun pulang kerumah dan kembali lagi sore harinya setelah mendapatkan sms dari Cindy bahwa Vivi pulang cepat. Akupun standby di parkiran lantai dasar untuk menunggu Vivi dan ternyata tepat waktu, kulihat Vivi turun menuju parkiran.
"Hey Vi, mau pulang ya? Tanyaku
'Adith kan, iya nih...emangnya kamu mau antar aku kok tanya begitu? Jawabnya dengan nada centil
"ayo....siapa takut! Jawabku singkat, ternyata benar kata Cindy kalau Vivi hanya menghargai orang dari materinya saja.
'mau langsung ke kost atau kemana? Tanyaku
"kamu maunya gimana?! Jawabnya antusias
'aku sebenarnya kepengen banget nge-ro0m (karaoke) tapi apa kamu bisa, kalau di cari Hendra? Tanyaku memancingnya
"ayo aja, urusan Hendra sih gampang! Jawabnya sambil menggenggam tangan kiriku
Akupun melaju menuju tempat karaoke favoritku dan langsung menuju ruang VIP+ yang biasa aku pesan. Vivi semakin terpesona oleh materiku karena ruang VIP tergolong sangat mahal dan satu-satunya yang ada di kotaku dengan harga sewa 6 juta untuk 5 jam termasuk penyanyi dan sepasang minuman special. Dua penyanyi langgananku datang menyapaku sambil cipika-cipiki dan tangan yang nakal meremas kont*l yang masih terbungkus celana. Mendadak Vivi menarik aku dan menyuruh kedua penyanyi tersebut keluar. Aku hanya tertawa dalam hati, melihat ekspresi cemburu dari tatapan matanya.
'kamu kan datang denganku, ngapain pakai penyanyi? Tanya Vivi sewot
"itu 1 paket dengan ro0m ini, lagian lumayan kan bisa cuci mata! Jawabku iseng sambil mengukur seberapa besar hasratnya padaku
'kamu mau lihat yang sexy? Aku juga bisa.... jawabnya dengan nada sebel
Pintupun dikunci dari dalam dan sambil menari striptease Vivi melepaskan satu persatu seragam kerjanya hingga menyisakan CD dan BH saja. Sungguh fenomenal, aksinya sangat menggugah birahi dan semakin membuat aku terpesona. Kulit putihnya terlihat sangat kontras dengan remang cahaya, togenya yang sekel, kakinya yang jenjang, perutnya yang sexy dan yang paling hebat adalah tarian dan goyangan erotisnya. Sedikit demi sedikit Civas special ditenggaknya dengan lahap, hingga membuatnya terjatuh karena mabuk. Akupun memapah dan membawanya kedalam kamar yang ada diruangan VIP tersebut. Aku sms Cindy yang memang sudah ada di depan karaoke, serta menyuruh Sandra dan Agnes mereka adalah 2 penyanyi yang tadi diusir Vivi karena aku berniat untu membuat "pesta sex untuk Vivi".
Akhirnya mereka datang dan saatnya show time! Aku meminta Sandra dan Agnes untuk berlesbian mengerjain Vivi yang tergeletak mabuk ditempat tidur. Dengan antusias mereka melepaskan baju yang dikenakanya dan kemudian melepaskan bajunya Vivi yang tinggal CD san BH saja. Sementara aku dan Cindy duduk berpelukan di sofa sebelahnya kasur. Sandra langsung melahap tubuh Vivi dengan mencumbu dan meremas kedua toket sekal Vivi. Berlahan Vivi bereaksi aktif atas rangsangan dan cumbuan yang dilakukan oleh Sandra, gerakan tubuhnya meliuk dan menjambak rambut Sandra sambil mendesis tiada henti.
Hemmmmmmmmmmmmmm....aaaaaahhhhhhhhhhhhhhh, enak banget ciuman kamu Dith, ayo tunjukkan kejantananmu.....aaaahhhhhhhh puaskan aku sayaaaaaaaaaaaaaangggggggggg! Desahan Vivi
Aku dan Cindy tertawa cekikikan melihat Vivi yang sedang kelojotan dan mengerang nikmat. Mendadak Agnes datang dari belakangku dengan membawa tali dan beberapa sex toys. Diikatnya tangan Vivi ke pojok tempat tidur, setelah itu mengambil posisi menungging di depan memek Vivi. Lidahnya menjilat dan mengobok-obok memek Vivi yang gundul, sambil memasukkan sebuah vibrator berbentuk kapsul dan menekan tombol ke-3 yang berarti getaran penuh. Vivi semakin terangsang, semua kata-kata kotor keluar dari mulutnya melampiaskan berjuta rangsangan yang datang bersamaan.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHH.....OOOOOUUUUGGGHHHH.. ...Baj*ngan nikmat banget rasanya....aaaaaahhhhh....aku gak tahan.....aaaaaaaahhhhhhh..........memekkuuuu..... memekku banjirrr......aaaagggggggg...............hhhhhhuuu uuuuuuuuhhhhhhhhhhh............mmmmmmmmm
Sandra tidak mau kalah, toket Vivi diremasnya dengan kuat dan diremas-remas dengan buas seakan ingin melampiaskan kekesalannya karena disuruh keluar room. Bibirnya menghisap dan menggigit puting Vivi yang menonjol keluar tak menghiraukan umpatan Vivi yang kian menjadi. Mendadak Agnes menghentikan jilatannya dimemek Vivi....
'iiihhh....kurang ajar, orgasme gak bilang-bilang....mana asin banget lagi.... kata Agnes nyengir melihat memek Vivi menyemprotkan cairan orgasmenya
"udah, kocok aja terus...perek kaya gini harus dikerjain!! Sahut Sandra sambil memberikan kon*l mainan yang berkepala dua.
Agnes hanya mengangguk tanda setuju dan langsung memasukkan kont*l mainan tersebut kedalam memeknya, sementara satu kepalanya mengacung kedepan. Perlahan Agnes memasukkan kont*l karet tersebut ke memek Vivi, setelah dirasa sudah masuk ujungnya dihentakkannya sekuat tenaga hingga tanpa sisa. Kini Agnes memutar-mutar pantatnya untuk mengobok-obok memek Vivi. Jujur baru kali ini aku melihat permainan sex sejenis secara langsung. Entah karena terlalu sebel atau memang Agnes menikmati, goyangan Agnes begitu liar dan cepat membuat Vivi berulang kali menyemprotkan lendir dari memeknya. Sandra juga terbawa suasana, diambilnya sebuah dildo 'kont*l berduri' dan kemudian dilumasinya dengan olive oil. Dipegaangnya gagang dildo dengan kuat dan ditusukkan kedalam anus Vivi. Walau terlihat sangat sempit (mungkin anusnya masih perawan) tapi karena yang menusuk adalah dorongan tangan maka ambles juga kedalam anusnya.
AAAAAAAA.......ADUUUUUUHHHHHHH....SAKIIIIIIIIIIIII IIIIITTTTTTTTTT....PERIH BANGET B*NGSAAATT OOOOOOOOOOOOOOOHHHHH......JANGAN SODOMI AAAAAAAAH....AKUUUUUUUUHH.........
Melihat permainan Agnes dan Sandra terhadap Vivi membuatku sangat bernafsu, kont*lku terasa sangat menyesak dicelana. Spontan aku lepaskan celana jeansku beserta CD yang membelit. Cindy yang berada disebelahku tampak salah tingkah, birahinya yang membumbung tinggi hadir diantara rasa malu dan ragu karena diruangan itu adaa 3 orang lainnya. Perlahan aku genggam tangan Cindy, aku remas dan aku arahkan ke kont*lku.
'Mas, jangan disini dong....ramai banget nih....aku malu.... bisiknya Cindy
Aku jawab bisikan Cindy dengan ciuman dan lumatan di bibirnya. Emuah....emuuuuuaaaaccchhhhh kini Cindy hanya bisa bergumam keenakan, tanganya mulai mengurut dan mengelus kont*l jumboku dengan penuh penghayatan.
'gede banget Mas, kaya di bokep....apa muat di memekku? Tanya Cindy sambil mereganggakn kedua pahanya
"pasti muat sayaaaaaaaang, pasti ntar kamu puas dan ketagihan.... jawabku
'kalau aku ketagihan gimana dong???? Tanya Cindy memanja
"gampang, apasih yang enggak buat kamuuuu.... jawabku merayu
Tanganku mulai masuk kedalam rok mininya, meraba dan mengelus sekujur pahanya..... kurasakan bulu-bulu halus pahanya mulai berdiri, desahan lembut mengiringi detik—detik cumbuanku.
Ooooooooohhhhhhhhhhh......nikmaaaaaaaaaaaaaatttttt ttttt..... desahnya saat ujung jariku mengelus kain tipis yang menutupi memek basahnya.
Ternyata Cindy sudah orgasme, terasa begitu hangat memeknya tersiram lendir yang begitu banyak. Cindy melenguh, saat jari telunjukku menyusup masuk dari pinggir CDnya, mengelus bibir memeknya yang lembut tertutup jembut. Aku langsung menarik Cindy agar rebahan di pahaku, mengarahkan bibir mungilnya ke kont*lku.... dengan cekatan cindy mulai mengocok kont*lku dengan cepat, sementara lidahnya menjulur menjilati pangkal kemaluanku. Menghisap dan menggigit lembut kont*lku.......
Aaaaaahhhhhhhhhh........nikmaaaaaaaaaaaaaaaaaaattt tttttttttt.....ayo sayang hisap yang kuat, kont*l ini milikmu sayang..... desahku sambil berbisik manja ditelinga Cindy
Resleting rok merahnya aku turunkan setelah senelumnya aku lepaskan kancingnya, kini tanganku menyusup masuk dari belakang pantatnya. Aku elus dan susuri belahan pantatnya, aku elus halus anusnya dan terus kedepan hingga lipatan memeknya begitu hangat kurasakan.
Tanpa membuang waktu aku buang rok dan Cdnya hingga hanya menyisakan bulatan pantat bohay dan memek basahnya. Jari tengah dan jari telunjukku aku masukkan kedalam memeknya, begitu sesak dan hangat. Perlahan jariku mulai bergerak masu mundur seirama dengan lenguhan dan desahan Cindy yang telah beradaptasi diruangan itu.
Aaaaaahhhhhhhhhh....oooooouuuuuhhhh.....ssssssssss ssssssssttttttttttt......heemmmmmmmmmm
Semakin keras Cindy mendesah, semakin kuat hisapannya di kont*lku dan diikuti oleh gerakan mengejang dipantat dan kakinya. Hanya dalam waktu 8 menit, kedua jariku sudah berhasil memaksa Cindy untuk menyemburkan orgasme sebanyak dua kali. Cindy ternyata sangat mudah terangsang dan begitu sensitif, berulang kali kont*lku digigitnya karena tidak kuasa menahan nikmat yang aku buat.
'Mas....aku sudah gak tahan nih, ayo entot aku Mas....please! Cindy memohon dengan sangat
Akupun menyuruhnya jongkok di Sofa dan dari belakang aku gesek-gesekkan ujung kont*lku ke bibir memeknya....aku tekan sedikit....aku tarik lagi....aku dorong maju....aku tarik mundur.... berulang-ulang aku meaju-mundurkan kont*lku membuat jalan di memeknya. Asal tahu aja, walau Cindy bispak dan sudah 3 kali orgasme tapi nyatanya kont*lku masih belum bisa masuk juga. Saat ujung kepala kont*lku sudah masuk ke memeknya aku teteskan olive oil ke kont*l dan bibir memeknya. Setelah aku rasa sudah cukup merata dan licin aku dorong kont*lku kuat-kuat hingga masuk sepaaruh kedalam memeknya.
ZLEBBBBBBBBB....ZLEEEEEEBBBBBB.....BLEESSSSSSSSSSS SSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS.......
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH.. ...satu desahan panjang meresmikan kont*lku masuk kedalam memeknya. Aku goyangkan pantatku semakin cepat, semakin dalam, lebih dalam, terus dan terus hingga ujung kont*lku menthok didalam memeknya. Sesekali aku tahan goyanganku untuk meresapi denyut dan pijatan memeknya, begitu nikmat kurasakan. Sambil memejamkan mata aku menggoyangnya pelan, begitu terasa ada hisapan dan himpitan dari dinding memeknya yang seluruhnya menempel di kont*lku.
Ooooouuuuuuhhhhhhhhhhhhh........benar-benar memek yang sempurna untuk kont*lku, pujiku dalam hati.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH HHHHHHH.......
HAHAHAHAHAHAAAA.....HAAAAAAAAAAA..........
Satu jeritan panjang dan tawa penuh kepuasan terdengar dibelakangku, saat aku tengok aku lihat Sandra dan Agnes tertawa sambil berpelukan sementara Vivi tergeletak tak berdaya denga memek tersumbat 2 buah penis mainan dan vibrator yang menggetarkan anusnya. Samar samar aku melihat begitu banyak lendir yang membasahi pangkal pahanya, sementara tubuh Vivi diam tak bergerak hanya bibirnya saja yang tampak terengah mengambil nafas. Karena khawatir, aku meminta Agnes dan Sandra untuk membantuku merangsang Cindy. Kini Agnes berada disebelah kiri Cindy, menciumi leher dan memainkan toket kiri Cindy dengan lembut dan penuh nafsu. Sementara Sandra berada disebelah kanan Cindy, mengenyot-kenyot toketnya sambil mengelus-elus bibir memek yang sedang aku genjot.
Aaaaahhhhh.........ooouuuuhhhhhhhhh....aaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh.....aku ....akuuuuuuuu....keluaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr rrrr...... desahan Cindy terdengar jelas dan keras bersamaan dengan keluarnya cairan orgasme yang disemprotkannya. Terasa benar, lendir itu menekan dan mengalir dari pinggir kont*lku.
"tunggu sebentar lagi sayang.....aku hampir keluar..... aku mempercepat goyanganku dan diikuti Agnes dan Sandra yang semakin inten menjamah bagian sensitif Cindy. Timbu niat iseng dari dalam hatiku, aku ambil Vibrator dari anus Vivi dan memasukkanya kedalam memek Cindy tepat dibawah kont*lku.
Aaaaaaaaaahhhhhhhh....ooouuuhhhhhh.......hhhhhhmmm mmmmmmmm........aaaaaaaaaaahhhhh
Aku dan Cindy mendesah bersamaan, bersautan dan semakin terangsang dengan sensasi getaran yang ada. Tidak butuh waktu lama, aku dan Cindy mencapai klimaks yang benar-benar klimaks secara bersamaan. Semprotan sperma dan lendirnya begitu deras memenuhi memeknya, bahkan karena banyaknya dan besarnya tekanan lendir tersebut memaksa kont*lku bergerak mundur terlepas dari dalam memeknya. Kini terlihat jelas lendir itu mengalir deras dari lubang bulat (huruf:O) yang tercetak di memeknya, menuruni paha mulusnya dan tumpah di sofa. Sangat kontras terlihat, lendir putih itu menggumpal di sofa hitam.
Agnes dan Sandra tidak menyia-nyiakan itu, Sandra melumat habis memek Cindy dan menghisap sisa-sisa sperma yang tertinggal. Sementara Agnes langsung menyambar kont*lku yang mulai mengendur kecapean. Membuat sekujur tubuhku mengejang, menahan nikmat yang teramat dan memaksa kont*lku untuk menegang kembali.
Karena sudah kembali ereksi akupun mengentot Agnes dan Sandra secara bergantian, entah berapa lama yang pasti kont*lku terasa begitu panas menggesek dua memek secara bergantian. Hingga akhirnya satu semprotan deras mengakhiri goyanganku dan membuat lunglai kakiku.
Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh....sungguh seX partY yang hebat, gumamku dalam hati. Tapi ternyata tugasku masih belum usai, masih ada Vivi yang belum aku entot!! Tapi bagaimana, aku harus membuat Vivi tersungkur agar tidak meremahkan aku sedangkan staminaku sudah terkuras habis! Belum aku temukan jawaban atas kata hatiku, Sandra menghampiriku sambil menyodorkan 2 buah pil, satu berwarna biru untukku dan satu berwarna kuning untuk Vivi.
"ini....satu sachet ada 2, harganya 650ribu! Kata Sandra
'iyaaa.....siniiii.... jawabku agak kesal, masa disaat seperti ini masih aja nyales???
Setengah jam kemudian, kurasakan kont*lku berdenyut-denyut dan mendadak tegang. Tenagaku seakan pulih kembali bahkan terasa berlipat.
'hebat kan? Yang biru obat kuat dan yang kuning obat perangsang! Kata sandra menjelaskan
"sippppp! Jawabku sambil memberi jempol
'silahkan dilanjut saampai pagi, ini udah jam 1 malem aku dan Agnes mau pulang! Jawab Sandra
Kini yang ada di room hanya aku, Cindy dan Vivi yang masih terkulai lemas tapi masih mendesah dan melenguh karena dimemeknya masih tertancap sebuah dildo berduri. Aku nyalakan semua lampu yang ada, hingga semuanya terlihat jelas dimataku. Ternyata kondisi Vivi lebih dari yang aku pikirkan, begitu banyak bekas hisapan dileher dan sekitar dada. Selain itu, ceceran olive oil dan lendir Vivi memenuhi kamar didalam ro0m ini. Walau sudah terangsang penuh tapi aku masih memikirkan kenyamanan dan kebersihan. Aku papah tubuh Vivi keruang karaoke dan aku rebahkan di sofa panjang, sesekali kont*lku yang tegang menjulang menggesek pantatnya dan itu sangat membuatku terangsang. Tanpa sadar aku mulai menciumi Vivi secara bertubi-tubi, dari bibir, leher, toket kanan dan kiri serta turun menyusuri perutnya yang rata dan putih. Eemuah...emuaaaaaaaaaaccchhh......emuaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh.....
Akupun membuka kedua pahanya, mengangkat pantatnya dan kemudian mengganjal dengan bantal. Kuangkat kedua kakinya dan aku rapatkan kedadaku, kini memeknya tepat di depan kont*lku. Pelan-pelan aku arahkan kont*lku ke bibir memeknya dan dengan sekali tusuk ambleslah ¾ batang kont*lku kedalam memeknya. Mendadak kurasakan denyutan disekujur kont*lku, ada pijatn dari dinding memeknya dan sesekali hisapan yang membuatku merem-melek.
BLESSSSSSSSSSS.......ZLEB...ZLEEEEEEEEEEEBBBBB.... ...ZLEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEBBBBBBBBBB
OOHHHH...AAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHH.........HEMMMMMMM MMMMMMMMMMM....
Desahan Vivi berpadu dengan desahanku dan itu membuatku semakin bersemangat dan bertenaga untuk menggenjot dan mengobok-obok memeknya. Aku pompa semakin cepat, semakin kuat dan semakin dalam. Hanya dalam waktu 10 menit aku sudah membuatnya orgasme dan itu semakin membuat becek memeknya.
PLAK...PLAK...PLAAAAAAAAAAKKKKK.....PLAAAAAAAAAAAA AAAAKKKKKKKKKKKKKK.....
'Mas, aku horny lagi nih!? Kata Cindy sambil mencium leherku dari belakang
"ya udah, ayo main bareng! Jawabku singkat
Kini Cindy berdiri di depanku, menggagahi tubuh Vivi yang terlentang. Pelan-pelan Cindy menurunkan pantatnya tepat dimulut Vivi, bergerak maju-mundur sambil mengusap wajah Vivi dengan memek dan pantatnya sementara bibirnya memilin dan menghisap lidahku. Aku terus menggoyang memek Vivi sambil meladeni ciuman dan cumbuan Cindy. Tiba-tiba Cindy memegang dan mengeluarkan kont*lku dari dalam memek dan mengarahkannya ke lubang anus.
AAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHH..............OOOOOOOUUUUUU GGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHHHH.....BLEEEEEEEEESSSSSSSS SSSSSSSSS....BLEEEEEEEEEEEEEEEEESSSSSSSSSSSS..... dengan dorongan yang kuat, seluruh kont*lku masuk kedalam anusnya, terasa begitu sempit dan menghimpit. Aku terus menggoyangnya....terus dan terus, sementara Cindy mulai mengocok memek Vivi dengan 2 jarinya.
Setelah hampir satu jam aku menggenjot, mendadak kurasakan sesuatu yang berbeda, jepitan anus Vivi semakin berkurang, terus berkurang hingga terasa tanpa denyutan dan semakin kesed saja. Akupun meminta Cindy untuk berdiri dari muka Vivi, dan ternyata Vivi sudah pingsan. Karena aku belum ejakulasi, aku meminta cindy untuk menggantikan vivi. Kini Cindy memilih diatasku, menggoyang kont*lku dengan sangat cepat dan dalam. Maju-mundur, memutar hingga hentakan kiri dan kanan. Aku tundukkan wajahnya kearahku, hingga kedua toket kembarnya menggantung didepan mataku. Aku langsung menghisap dan menggit lembut putingnya dengan bibirku.
Aaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh.......nikmaaaaaaaaaaa aaaaaatttttttt, buruan Mas semprotin memekku dengan pejuhmu. Bisik Cindy lirih
"iya sayang, sebentar lagi ya?? Jawabku sambil mengelus halus toket kenyalnya.
Sesaat sebelum ejakulasi, aku suruh Cindy mencabut kont*lku dan memasukkannya kembali ke memek Vivi. Dengan mudah aku masukkan kont*lku dan kembali menggenjot goyanganku.
CROT......CROOOOOOTTTTTTTTT.....CROOOOOOOOOOOOOOOO OOOOOOOOTTTTTTTTTT..... seluruh spermaku tumpahkedalam memek Vivi yang hangat.
Aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh........puaaaaaaass sssssssssssssssssssss......
Setelah beberapa saat mengumpulkan sisa-sisa energi, aku dan cindy memakai kembali baju yang berserakan dan penuh pejuh. Tidak lupa aku memakaikan baju Vivi dan memapahnya keluar room. Aku cuek saja dengan orang-orang, paling dikira lagi sakit, jawabku........
Aku bawa Vivi menuju tempat kostnya dan dengan bantuan cindy aku bisa masuk kost dan masuk kamar Vivi yang kebetulan satu kamar dengan Cindy. Aku baringkan Vivi ketempat tidur dan membuka kembali seluruh pakaiannya begitu juga aku. Akupun tidur satu selimut dengan Vivi, dalam keadaan sama-sama bugil dan saling berpelukan erat. Sementara Cindy tidur di kasur sebelah karena walau mereka satu kamar tetapi mereka tidur di kasur sendiri-sendiri.
Keesokan harinya, sesuai rencana aku buat Vivi terbangun duluan dengan memberi minyak kayu putih dihidungnya dan setelah itu aku dan Cindy berpura pura tidur.
"eeeeeehhhhhhhhh....Adith, kok kamu disini? Kata Vivi saat terbangun
'kamu sudah bangun sayang?!! Kataku pura-pura baru bangun
"apa yang terjadi semalam? Aduuuhhhh....sakit banget memekku, kamu apain? Tanya Vivi meringis
'lho itu bego atau pura-pura bego? Jelas-jelas kalian semaleman ngentot... tuh kont*l Adith yang segede ketimun yang bikin lho pingsan! Sahut Cindy dengan berakting marah
"iiihhhh....apaan sih?! Apa benar Dith? Tanya Vivi dengan agak bingung
'iyaaa sayaaang....kita semalem karaoke dan kita ngentot sampai subuh karena kita taruhan siapa yang nyerah duluan harus nurut pada yang menang! Jawabku
"apa....aku kalah ngentot, apa iya???? Kata Vivi Heran
'jelas-jelas lho pingsan, masa iya pingsan menang! Kata Cindy menambahkan
Sejak pagi itu Vivi menyerah tanpa syarat kepadaku, menuruti semua kemauanku dan dua bulan ini Vivi aku suruh menjadi sekretarisku. Ternyat otaknya encer juga Gan, aku sangat terbantu dengan kemampuannya. Yang membuatnya sangat berguna adalah, dia sangat pintar merayu, dengan body dan kecantikannya dia melobi serta melayani klien-klienku alhasil dari 12 lelang tender aku menang sebanyak 11 kali. Sangat fantastis!!!!      
   
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

Cerita sex - Istriku dipijat plus
Apr 9th 2013, 05:41


 
Berawal dari sahabatku Arman yang bercerita tentang seorang tukang pijat yang hebat dan bisa dipanggil ke rumah, aku jadi tertarik. Apalagi ketika ia berbicara tentang kemampuan tukang pijat itu meningkatkan gairah dan kemampuan seks wanita dengan pijatan supernya. Arman bercerita dengan cukup detail bagaimana tukang pijat itu yang katanya bernama Pak Daru, kakek usia kepala tujuh melakukan pijatan super pada istrinya. Hasilnya sungguh luar biasa. Aku jadi ingin mencobanya..

"Tapi loe harus inget, waktu dipijat sama Pak Daru istri loe harus bugil total. Mau nggak dia?" Arman bertanya padaku.
"Hah? Dipijat bugil? Nanti istri gue diapa-apain ama dia?
"Ya enggak laah.. Loe juga ada disitu koq. Lagian Pak Daru itu udah tua banget. Udah gitu dia juga pemijat profesional. Gue jamin ngga masalah. Tapi istri loe harus setuju dulu."
"Nanti gue coba tanya dia deh.."
"Pokoknya sip banget deh!"

Malamnya aku bicarakan hal itu dengan Vie istriku. Aku ceritakan apa yang kudengar dari Arman sambil memeluk tubuh mungilnya. Mulanya dia tertarik tetapi ketika mendengar bahwa ia harus telanjang bulat mukanya langsung merah padam.

"Malu ah.. telanjang di depan orang lain" protesnya.
"Tukang pijatnya udah tua. Lagipula menurut Arman istrinya bilang dipijatnya enak dan tangannya sama sekali tidak menyentuh atau meraba memek koq"
"Ih.." muka Vie semakin merah.
"Kenapa khusus cewek?"
"Nggak tau juga. Tapi coba dulu deh. Siapa tahu nanti ketagihan."

Vie mencubit perutku, tapi akhirnya mau juga dia mencoba. Besoknya kuhubungi Arman untuk menanyakan cara menghubungi Pak Daru. Setelah itu kucoba menghubungi Pak Daru dari nomor HP yang kudapat dari Arman. Singkatnya Pak Daru akan datang ke rumahku esok malamnya dengan perlengkapannya. Setelah itu kuberitahu Vie. Esok malamnya sesuai janji Pak Daru tiba di rumahku. Perawakannya kurus hitam dan kelihatannya memang sudah tua sekali. Apa bisa dia melakukan pijat? Aku terheran-heran sendiri sementara Vie hanya melirikku dengan pandangan ragu. Kami menuju ke ruang tamu dalam dan aku menyingkirkan meja tamu untuk mendapatkan tempat yang luas. Aku sudah memastikan kalau pembantu kami Darsih sudah masuk ke kamarnya. Sejenak basa-basi, Pak Daru langsung "To the point" menghamparkan selimut tebal di lantai.

"Silakan Ibu berbaring tengkurap di atas sini" katanya sambil menunjuk selimut sebagai alas.
"Maaf, tapi saya minta Ibu melepas pakaian" sambungnya lagi.

Wajah Vie merona merah. Dia kelihatan nervous karena itu aku membantunya melepas dasternya sehingga hanya tinggal mengenakan bra dan celana dalam.

"Untuk sementara begitu saja. Silahkan, Bu" Pak Daru memotong.

Vie berbaring tengkurap diatas selimut. Pak Daru mengeluarkan dua botol kecil obat yang menurutnya adalah obat ramuan rahasia turun temurun. Kemudian ia membuka yang bertutup hijau dan menggosokkan minyak tersebut pada kedua telapak tangannya. Ia mulai memijat bagian belakang hingga samping kepala Vie dengan perlahan. Aku duduk menyaksikan. Entah kenapa saat itu aku mulai terangsang membayangkan nantinya tubuh istriku akan dijamah oleh kakek tua ini. Tentu saja di bawah sana penisku menegang.

Pijatan di kepala beralih ke tengkuk Vie yang mulus dan dipenuhi rambut halus. Nampaknya Vie merasa enak dengan pijatan Pak Daru di kepala dan tengkuknya. Ternyata kakek tua ini hebat pijatannya. Dari tengkuk diteruskan ke bahu Vie yang terbuka dan dilanjutkan ke lengan sampai telapak tangan. Setelah itu Pak Daru meminta agar istriku melepas tali bra di punggungnya. Vie melepas kaitan branya sehingga bra tersebut sudah tidak menutupi tubuh Vie dan hanya tergeletak diantara selimut dan kedua susunya yang tergencet sehingga menyembul ke samping. Pak Daru mengolesi punggung Vie dengan minyak dari botol pertama dan mulai mengurut serta memijat punggung. Vie tampak menikmati pijatan ini.

"Maaf Bu, tapi selanjutnya celana dalam harus dilepas. Bagaimana kalau suami Ibu yang melepasnya?" Pak Daru tiba-tiba berkata.

Wajah Vie memerah lagi. Aku mengikuti permintaan Pak Daru melepas celana dalam Vie tanpa mengubah posisinya yang tengkurap. Pantat Vie yang indah dan celah vaginanya terlihat jelas membuat penisku semakin tegang. Pak Daru melumuri dua bongkahan pantat Vie dengan minyak dan segera memijat dengan perlahan. Kali ini Vie mengeluarkan suara tertahan. Jelas Vie mulai terangsang birahinya dengan pijatan Pak Daru. Apalagi ketika Pak Daru memijat pangkal paha bagian dalam, tarikan nafas Vie berubah menjadi lebih berat dan matanya terpejam. Pak Daru tetap memijat seperti tidak terjadi apa-apa. Kakek tua itu memijat pantat, paha dan kemudian betis hingga akhirnya melakukan pijat di telapak kaki.

"Ini adalah salah satu tahap penting dalam pijatan ini" Pak Daru menjelaskan.
"Terdapat titik-titik penting di telapak kaki untuk meningkatkan gairah" lanjutnya.

Kemudian ia mengambil botol minyak kedua bertutup merah yang dari tadi belum pernah dipakainya. Digunakannya untuk memijat telapak kaki Vie. Kali ini pijatannya sangat intensif dan memakan waktu cukup lama. Terkadang Vie merintih, mungkin pijatan si kakek cukup kuat.

"Maaf Bu, untuk tahap berikutnya saya akan memijat di daerah bagian depan tubuh. Sebaiknya Ibu duduk bersila membelakangi saya dan menghadap ke arah Pak Saldy agar saya tidak melihat tubuh bagian depan Ibu." kata Pak Daru setelah selesai memijat kaki istriku.

Kali ini kelihatannya Vie sudah mulai terbiasa dan kemudian ia mengambil posisi duduk bersila membelakangi Pak Daru. Tubuh indah Vie yang telanjang bulat berhadapan denganku. Pak Daru kembali menggosokkan minyak kedua pada telapak tangannya. Pak Daru terlebih dahulu meminta persetujuan aku dan Vie.

"Saya minta izin kepada Pak Saldy dan Ibu Vie untuk melakukan pijatan di tubuh bagian depan Ibu Vie.."
"Silakan, Pak Daru" jawabku
"Silakan.." jawab Vie.

Langkah pertama Pak Daru adalah melumuri bagian sekitar vagina Vie dengan minyak dari botol bertutup merah dan mulai melakukan pijatan di daerah itu dari belakang. Walaupun tidak menyentuh vagina, tetapi tangannya memijat mencakup pangkal paha, pinggul depan, termasuk daerah yang ditumbuhi bulu kemaluan. Mulut Vie sedikit terbuka. Aku tahu Vie merasakan nikmat disamping rasa malu. Pijatan Pak Daru pasti membuat birahinya naik ke ubun-ubun. Beberapa kali tangannya terlihat seakan hendak menyusup ke dalam celah vagina Vie yang membuat Vie menahan nafas tetapi kemudian beralih. Bulu kemaluan Vie dibasahi oleh minyak pijat Pak Daru sementara Vaginanya basah oleh cairan nafsunya.

Pak Daru melanjutkan pijatannya ke bagian perut Vie, dan memijat perut terutama bagian pusar sehingga membuat Vie kegelian. Hanya sebentar saja, setelah itu Pak Daru meminta Vie mengangkat tangannya.

"Maaf Bu, tapi ini adalah tahap terakhir dan saya harus memijat di bagian ketiak dan payudara. Coba angkat kedua tangan Ibu."

Vie mengangkat tangan dan meletakkan kedua tangannya di atas kepala. Pak Daru memulai pijatannya di daerah ketiak dari belakang.

"Ihh.. geli pak.." Vie menggelinjang.
"Ditahan Bu. "

Pak Daru mengabaikan Vie yang sedikit menggeliat menahan geli dan melanjutkan pijatannya di ketiak Vie. Setelah itu Pak Daru mengambil minyaknya lagi dan dituangkan ke telapak tangannya. Selanjutnya dari belakang tangannya meraup kedua gunung susu milik Vie yang langsung membuat Vie mendesah. Pak Daru melakukan massage lembut pada susu Vie yang sudah tegang. Terkadang kakek itu melakukan gerakan mengusap. Jari-jari terampil yang memijat pada kedua susunya membuat Vie sangat terangsang dan lupa diri, mengeluarkan suara erangan nikmat.

Aku melotot melihat pemandangan luar biasa itu. Payudara istriku yang berusia 27 tahun, mulus, kenyal, dan berlumur minyak sedang dicengkeram dan diusap oleh tangan kasar hitam seorang kakek berusai 70-an, membuatku sangat bernafsu. Berbeda dengan Pak Daru yang sama sekali tidak bereaksi apa-apa, Vie merintih dan mendesah. Posisinya sudah berubah tidak lagi duduk bersila, tetapi duduk mengangkang memperlihatkan vaginanya yang sudah becek kepadaku sambil tangannya mencengkeram rambut.

"Ukhh.." kali ini Vie mendesah keras. Aku sangat terangsang mendengarnya. Ingin sekali aku menggantikan Pak Daru memijat susu Vie.

Pak Daru menarik puting susu Vie dengan telunjuk dan jempolnya dengan perlahan sehingga membuat Vie mengeluarkan suara seperti tercekik. Sampai akhirnya Vie merintih pelan, panjang. Vaginanya banjir. Hebat sekali pijatan si kakek ini.

"Saya rasa sudah cukup. Silakan Ibu mengenakan pakaian. Sementara itu ada yang ingin saya bicarakan dengan Pak Saldy" Pak Daru menyudahi aksinya.
"Ya Pak?"

Pak Daru menyerahkan sebuah botol kecil berisi carian kepadaku.

"Apa ini, Pak Daru?"
"Pijatan saya itu membuat gairah seorang wanita meledak-ledak tetapi orgasmenya akan menjadi lebih cepat. Selain itu ini adalah ramuan untuk membuat susu wanita tetap kencang dan padat. Usapkan dengan gerakan memeras. Saya yakin Pak Saldy bisa." bisiknya sambil tersenyum.

Setelah itu aku membayar Pak Daru dan ia pamit pulang. Vie sudah mengenakan pakaiannya lagi.

"Eh.. buka lagi bajunya. Aku mau coba hasil pijatan Pak Daru." kataku.

Vie tidak menjawab, tetapi dari sinar matanya aku tahu saat ini dia sedang dalam gairah yang tinggi. Mukanya merah dan nafasnya memburu. Aku segera meraihnya dan mencium bibirnya. Ciuman yang ganas karena aku sendiri sejak tadi menahan nafsuku melihat tubuh Vie yang sedang dipijat. Vie membalas tak kalah bernafsu sambil melucuti pakaiannya sendiri dan langsung melucuti pakaianku sehingga kami berdua telanjang bulat di ruang tamu.

"Senggamai aku.. aku ingin segera ****** kamu masuk ke sini" Vie meracau sambil menunjuk vaginanya yang sudah basah kuyup sejak tadi.
"Beres sayang.. "

Aku segera memutar tubuhnya menghadap dinding dan mencoba menyetubuhinya dari belakang. Vie segera mengambil posisi tangan bertumpu pada dinding. Dengan perlahan-lahan penisku menerobos vaginanya yang sempit dan licin. Adalah proses yang sangat nikmat luar biasa saat penis memasuki vagina. Aku pejamkan mataku merasakan sensasinya sementara Vie merintih nikmat. Sampai akhirnya seluruh penisku masuk de dalam vaginanya yang panas berlendir dan nikmat.

"Aahh.." Vie menghela nafas, tubuhnya bergetar.

Nikmat sekali. Vaginanya yang panas itu mencengkeram penisku dengan kuat. Jepitannya lebih hebat dari biasanya. Sementara dengan sudut mataku aku melihat kalau ternyata pembantu kami, Darsih, sedang mengintip dari balik dinding ruang tamu. Aku bisikkan ke telinga Vie tentang hal itu.

"Masa bodoh. Biar dia nonton kamu entotin aku." Vie balas berbisik.
"Okee.."

Aku gunakan kakiku untuk mengambil bajuku dan mengeluarkan botol pemberian Pak Daru dengan tanganku tanpa melepas penisku yang sudah menancap. Lalu aku tuangkan pada tanganku.

"Apa itu..?" tanya Vie heran.
"Ini minyak dari Pak Daru, bagus buat payudara kamu"
"Ya udah.. cepetan! Terserah kamu mau ngapain. Yang penting garap aku sampai kamu puas."

Aku segera mengusapkan tanganku yang berlumur minyak itu pada kedua susunya yang bergelantungan bebas. Lalu aku mulai mengocok vaginanya dengan lembut. Vie menghelas nafas dengan keras. Akh.. nikmat sekali rasanya sambil meremas daging kenyalnya. Tangan kanan di susu kanan, tangan kiri di susu kiri. Seiring kupercepat sodokanku, kumainkan puting susunya dan sesekali kuremas miliknya itu dengan lebih kuat. Rasanya menjadi lebih dahsyat terutama karena kami mengetahui bahwa kami bersanggama sambil ditonton Darsih secara sembunyi-sembunyi. Mungkin dia mengintip sambil onani, aku tidak perduli.

"Mhh.. terus.. aah.. " Vie merintih terengah-engah. Seiring gerakan keluar masuk penisku di vaginanya semakin intens, Vie menggeliat.

Aku lepaskan tanganku dari payudaranya, membiarkan kedua daging menggairahkan itu bergelantung bergoyang-goyang mengikuti sodokan penisku. Tanganku berganti menggosok-gosok vaginanya yang berlepotan cairan nafsunya. sesekali kugesek klitorisnya sehingga Vie menjerit keenakan. Tiba-tiba tubuh Vie menyentak dan vaginanya terasa menyempit membuat penisku seperti diperas oleh dinding kenikmatannya. Lalu Vie melepaskan orgasmenya disertai erangan panjang dan kemudian ia terkulai. Benar kata Pak Daru, Vie orgasme cepat sekali. Aku terus menyodok vaginanya mengabaikan tubuhnya yang lemas. Tak lama Vie bangkit kembali nafsunya dan mulai merintih-rintih.

"Saldy sayaang.. aku.. ingin kamu.. entotin aku dengan kasaar.." Vie meracau membuat aku tercengang.
"Nanti kamu kesakitan.." jawabku cepat disela kenikmatan.
"Biaar.. masa bodoh.. aku sukaa.. aa.. ahh"
"As you wish.. Istriku yang cantiik.."

Aku keluarkan sebagian besar penisku dari vaginanya, kemudian dengan satu hentakan cepat dan kasar aku sodok ke dalam. Penisku terasa ngilu dan nikmat.

"Eaahh.." Vie menjerit keras.
"Aah..iya..ah.. begiituu.."

Aku lakukan gerakan tadi berulang diiringi jeritan-jeritan Vie. Berisik sekali.. mungkin tetangga mengira aku sedang menyiksa Vie. Entah apa yang ada di pikiran Darsih yang sedang mengintip.

"Teruuss.. sayaang.. remas susuku ini.. dengan kuat.. akh! Aku.. ingin merasakan.. tenagamu.. uuhh.."

Aku meraih susunya yang sejak tadi hanya berayun-ayun, kemudian sesuai keinginannya aku remas dengan kuat sambil terus menyodok vaginanya dengan kasar. Lagi-lagi Vie menjerit keras. Aku yakin ia kesakitan tapi bercampur nikmat.

"Lebih kuaatt.. lebih kuat dari itu.." Vie setengah berteriak.
"Jangan ngaco.. sayang.."
"Ngga apa ap.. aa.. aah..!"

Vie kembali orgasme. Sudah kepalang tanggung, aku ingin mencapai puncak secepatnya. Kukocok dengan cepat vagina Vie sampai pinggangku pegal. Vie mendesah lemah.

"Keluarin.. yang banyak di dalam.." katanya pelan.
"Aku.. sedang subur.. biar jadi anak.."

Tak lama aku merasakan denyutan di penisku yang menandakan aku sudah mendekati puncak. Dan akhirnya penisku menyemprotkan sperma yang sangat banyak dan berkali-kali ke dalam rahim Vie. Kami berdua jatuh berlutut di lantai sementara penisku masih bersarang di vaginanya.

"Anget.." Vie menggumam.
"Apanya?" tanyaku terengah-engah.
"Sperma kamu, di rahimku.."
"Emang biasanya dingin ya?"
"Yang sekarang lebih.."

Aku mengusap rambutnya, dan memeluknya dengan sayang. Sementara itu Darsih sudah menghilang. Puas sudah dia melihat "Live show" kami. Setelah itu kami berdua membersihkan tubuh kami, terutama Vie yang tubuhnya penuh minyak. Tetapi setelah selesai mandi Vie kembali ganas dan "Memperkosa" aku. Gila! Aku benar-benar KO malam itu       
   
Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Tidak ada komentar:

Posting Komentar