|                               Cerita Sex - Memperkosa Calon Pengantin               Mar 23rd 2013, 03:02                                                Aku pernah berbagi kisah dengan teman-teman pembaca semua, dan aku akan  melakukan hal yang sama sekarang untuk yang kedua kalinya. Statusku yang  bebas (mahasiswa perantau) membuatku tidak terbatas dalam berbagai  aktifitas, walau seringkali diantaranya bermuatan negatif. Pengalaman  ini terjadi pada tahun 1999 di bulan November, dimana kota Surabaya  sedang diguyur hujan. Merupakan pemandangan langka kalau Surabaya  dicurahi hujan, karena lebih sering kota ini berada dalam kondisi  kering. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk berkeliling mengitari Surabaya  karena suhunya agak bersahabat.
  Aku berkeliling dengan menggunakan angkutan umum, ke tempat-tempat  favorit dan belum pernah kujalani sebelumnya. Kali ini aku bersantai di  Galaxy Mall, yang banyak dikunjungi WNI keturunan. Mataku liar  melirik-lirik wanita putih mulus dan trendy. Entah kenapa sejak dulu aku  terobsesi dengan wanita Chinese yang menurut pandanganku adalah tipikal  sempurna dalam banyak hal. Di lantai paling atas, mataku tertuju kepada  seorang gadis cantik dan seksi, sedang makan sendirian, tak ada teman.  Dengan teknik yang biasa kulakukan, kudekati dia. Kami berkenalan  sejenak dan dia menawariku ikut makan. Aku bilang aku sudah kenyang. Dia  bernama Nina **** (edited). Kami seumuran atau paling tidak dia lebih  tua dua tahun dariku. Setelah ngobrol agak lama, dengan mengeluarkan  jurus empuk tentunya, dia mengajakku pulang bersama, karena aku mengaku  akan menunggu angkutan sampai hujan reda.
  Akhirnya, aku pun setuju, dan segera berangkat bersamanya. Di dalam  mobil, aku tak bisa tenang karena ketika menyetir, aku bisa melihat  dadanya yang montok dan paha mulusnya bergerak gesit menguasai kemudi.  Tapi dia tidak menyadari itu, karena aku tahu dia tidak akan suka. Hal  itu kusadari dari pembicaraan sebelumnya. Dia kelihatannya wanita  baik-baik. Tapi konsentrasiku sangat terganggu apalagi jalanan di kota  Surabaya yang tidak rata membuat dada indah yang bersembunyi di balik  bajunya bergoyang-goyang. Ditambah lagi harum tubuhnya yang sangat  merangsang. Akhirnya timbul pikiran jahat di otakku. "Aku pindah ke belakang ya.." kataku. "Kenapa?" "Aku ngantuk, mau tiduran, nanti turunkan aku di jalan Kertajaya", kataku berpura-pura. Saat itu sejuta rencana jahat sudah merasuki otakku. "Ok, tapi kamu jangan terlalu pulas ya.. nanti ngebanguninnya susah", katanya polos.
  Di kala otakku sudah kesetanan, tiba-tiba... "Jangan berisik atau pisau ini akan merobek lehermu", ancamku seraya  menempelkan pisau lipat yang biasa kubawa. Itu sudah menjadi kebiasaanku  sejak di Medan dulu. "Don... apa-apaan nihh..?" teriaknya gugup, karena terkejut. "Aku peringatkan, diam, jangan macam-macam!" bentakku sambil menekan permukaan pisau lebih kuat. Aku sudah kehilangan keseimbangan karena nafsu. "Jalankan mobilnya dengan wajar, bawa ke daerah Petemon... cepat..!" "Ehh.. iiya.. iyahh..." jawabnya dengan sangat ketakutan. Tas yang tadi diletakkan di jok belakang segera kubuka. Seluruh uang dan kartu kreditnya langsung berpindah ke kantongku. "Bawa ke Pinang Inn... cepat!" bentakku lagi. Kali ini aku sudah pindah ke jok depan, dan pisau kutempelkan di  pinggangnya. Sepanjang perjalanan wajahnya pucat dan sesekali  memandangiku, seolah minta dikasihani. "Jangan mencoba membuat gerakan macam-macam... atau kamu kulempar ke jalan... mengerti?" ancamku lagi sambil berganti posisi.
  Aku mengambil alih kemudi. Entahlah, saat itu aku merasa bukan diriku  lagi. Mungkin iblis sedang menari-nari di otakku. Dia hanya membisu,  dengan tubuh gemetar menahan rasa takut. Tiba-tiba HP-nya berbunyi,  kurebut HP itu dan kuhempaskan di jalan sampai pecah. "Ingat... jangan bertindak aneh-aneh... kalau masih ingin hidup..." pesanku sesampainya di parkiran Pinang Inn. Mobil langsung masuk garasi, dan aku menghubungi Front Officer. Kubayar, lalu kembali ke garasi. "Keluar...!"
  Dengan wajar kugandeng dia masuk kamar. Kukunci dan kusuruh dia  telentang di kasur yang empuk. Kunyalakan TV channel yang memutar  film-film biru. Pinang Inn memang disediakan untuk bermesum ria. Dia  kelihatan semakin ketakutan, ketika melihatku langsung membuka baju dan  celana. Dengan hanya menggunakan CD, kurebahkan tubuhku di sampingnya  dengan posisi menyamping. Pisau itu kugesek-gesek di sekitar dadanya. "Agar proses ini tidak menyakitkan, kamu jangan bertingkah.. atau besok mayatmu sudah ditemukan di laut sana... paham?" "Don.. ke.. ke... napaa.. jadi be.. gii.. ni? Apa.. salahku?" dengan ketakutan dia berusaha membuatku luluh. "Salahmu adalah... kamu memamerkan tubuhmu di hadapan singa lapar..."
  Segera, seluruh bajunya kusobek dengan pisauku yang tajam. Mulai dari  bagian luar sampai dalamnya. Kini dia telanjang bulat di antara serpihan  pakaian mahal yang kusayat-sayat. Dia menagis, mata sipitnya bertambah  sipit karena berusaha menahan air mata yang mulai mengalir deras  ditingkahi isaknya yang sesenggukan. Sejenak aku tertegun menyaksikan  keindahan yang terpampang di hadapanku. Dada putih mulus yang montok,  tubuh langsing, dan... ups... liang kemaluannya yang merah muda  bersembunyi malu-malu di antara paha yang dirapatkannya. Kubuka pahanya. "Jangann Don... kumohon jangan..." pintanya memelas. Aku sudah tidak peduli. "Hei... Nin... bisa diam nggak? Mau mati? Hah...?" ancamku sambil  menampar pipinya. Wajahnya sampai terlempar karena aku menamparnya cukup  keras. "Silakan menjerit... ini ruangan kedap suara... ayo... menjeritlah...", ejekku kesenangan.
  Segera kulebarkan pahanya, kuelus permukaan kemaluannya dengan lembut  dan berirama. Sesekali dia menatapku. Ada juga desah aneh di bibirnya  yang tipis. Aku terus mengelus kemaluan itu, sambil dua jariku yang  menganggur mempermainkan puting susunya bergantian. Dia hanya bisa  mendesah dan menangis. Kudekatkan wajahku ke sela paha mulusnya. Dengan  perasaan, kukuak liang kemaluannya, indah sekali. Seumur hidup, baru  kali ini aku melihat kemaluan wanita seindah itu. Bentuknya agak  membukit mungil, ditumbuhi bulu yang halus dan lemas. Bibir kemaluannya  kupegang, kemudian lidahku kujulurkan memasuki lubang yang nikmat itu.  Kujilati dengan perlahan, mengitari seluruh permukaannya.
  "Shhh... Don... Donhh.. jangaaann... sshh..." Nina sampai terduduk. Ada sesuatu yang lucu. Dalam situasi itu sempat-sempatnya dia menggoyang  pinggulnya mendesak mulutku, dan menjambak rambutku sesekali. Dalam  hati aku tertawa, "Dasar wanita... munafik." "Ayo... Nin... ayo..." kataku pelan mengharap cairan itu segera keluar  membasahi kemaluan indahnya. Saat itu kesadaranku perlahan hadir.  Perlakuanku kubuat selembut mungkin, namun tetap tegas agar Nina tidak  bertindak ceroboh.
  Kali ini lidahku mengait-ngait klitorisnya beraturan namun dengan arah  lidah acak. Dia makin bergetar. Goyangan pinggulnya terasa sekali. "Lho... diperkosa kok malah enjoy... ayo.. nangis lagi... mana...?" olokku. "Don... jangannhh.. janganh..." balasnya malu-malu, berusaha menggeser  kepalaku dari selangkangannya. Tapi setelah kepalaku digerakkan ke  samping, malah ditariknya lagi hingga mulutku langsung terjatuh di bibir  kemaluannya. Aku pun paham, dia ingin menunjukkan ketidaksudiannya,  namun di lain pihak, dia sangat menginginkan sensasi itu. "Nih.. aku kasih bonus.. silakan menikmati..." kataku sambil melanjutkan jilatanku. Sementara tanganku yang kiri membelai payudaranya bergiliran secara  adil. Kiri dan kanan. Sementara tangan kananku kuletakkan di bawah  pantatnya. Pantat seksi itu kuremas sesekali. "Oghhh... sshhh..." Nina menggelinjang menahan nafsu yang mulai merasuki dirinya. Sesaat dia  lupa kalau sekarang dia dalam keadaan terjajah. "Sshhh... terrusshh..."
  Perlahan lahan, cairan yang kunanti keluar juga. Secara mantap, lendir  bening itu mengalir membasahi liang kemaluannya yang semerbak. "Donnhhh... Donhhh..." Dia berteriak di sela orgasmenya yang kuhadiahkan secara cuma-cuma. "Aduh.. Nin.. yang benar aja dong..." ringisku karena saat orgasme tadi, kukunya yang lentik melukai pundakku. "Maaf... maaf Donhh..."
  Aku berhenti sesaat untuk memberinya waktu istirahat. Aku berdiri di  samping ranjang. Dia terkulai lemas. Pahanya dibiarkan terbuka. Kemaluan  genit itu sudah mengundang batang kemaluanku untuk beraksi. Namun aku  berusaha menahan, agar pemerkosaan ini tidak terlalu menyakitkan. Kami  berpandangan sejenak. Dia sudah tidak melakukan perlawanan apa-apa,  pasrah.
  "Don... aku tahu kamu sebenarnya baik, jangan sakiti aku yah... aku mau  menemani kamu di sini, asal kamu tidak melukai aku..." pintanya sambil  mengubah posisi telentangnya menjadi duduk melipat lututnya ke bawah  pantat. Liang kemaluannya agak tersembunyi sekarang. "Kamu masih perawan nggak?" tanyaku ketus. "Iyah.. masih..." "Nah.. sayang sekali, kalau mulai besok kamu sudah menyandang gelar tidak perawan lagi..." "Ah..." dia tercekat. "Don... semua uang tadi boleh kamu ambil.. tapi mohon jangan yang kamu  sebut barusan... empat hari lagi aku menikah Don... kumohon Don..." "Ah... daripada cowok lain yang merasakan nikmatnya darah segar kamu,  mending aku curi sekarang..." kataku cepat sambil mendekatinya lagi. "Don... jangan... kumohon..." "Diam!" "Ingat... pisau ini sewaktu-waktu bisa mengeluarkan isi perutmu..." ancamku. Nina terkejut sekali, karena menyangka aku sudah berbaik hati. Padahal  aku juga tidak sungguh-sungguh marah padanya. Mungkin karena aku yang  sudah terbiasa berteriak-teriak membuatnya ketakutan.
  "Sekarang giliranmu", kukeluarkan batang kemaluanku yang sudah agak terkulai. "Kupikir aku nggak perlu menjelaskan lagi cara membangunkan preman yang  satu ini..." kataku sambil mengarahkan kepalanya berhadapan dengan  batang kemalauanku yang lumayan besar. Sejenak dipandanginya diriku.  Tanpa berkata apa-apa dia memegang batang kemaluanku dan mengocoknya  perlahan. Dikocoknya terus sampai perlahan, si batang andalanku naik. "Cuma itu?" tanyaku lagi. Dibuka mulutnya dengan ragu-ragu, kebetulan sekali adegan di TV channel  juga sedang memperagakan hal yang sama. Aku sebenarnya ingin tertawa.  Tapi kutahan, karena gengsi kalau dia tahu. Dikulumnya batang  kemaluanku. Aku berdiri di atas ranjang. Dia berjongkok dan mulai  menggerakkan kepalanya maju mundur.
  "Ahhh..." aku mengerang merasa nikmat sekali. Kulihat matanya sesekali melirik TV. Biar saja, pikirku dalam hati. Toh  ini demi keuntunganku. Dijilatinya kepala kemaluanku. Tapi dia tidak  berani menatap wajahku. "Auhhgghh..." "Jangan dilepas..." seruku tertahan. Aku jongkok dengan mengarahkan kepala ke sela pahanya. Aku telentang di  bawah. Posisi kami sekarang 69. Sewaktu berputar tadi dia menggigit  kemaluanku agar tidak lepas dari mulutnya. Lucu memang. Dengan bibir  kemaluan tepat di atas wajah, kujilati dengan mantap. Kali ini gerakan  lidahku liar mengitari permukaan kemaluannya. Sesekali kusedot bukit  kecil itu sambil memasukkan hidungku yang kebetulan mancung ke lubang  senggamanya.
  "Oghhh... Ahhh..." Kami berseru bersahutan. Kubalikkan tubuhnya.  Sekarang dia ada di bawah, namun tetap 69. Kali ini aku lebih leluasa  menjilati kemaluannya. "Augghhh... Donhh... enakkhh... terusshh..." pintanya. Lalu kembali menyantap batang kemaluanku dengan garang. Sesekali aku  merasakan gigitan kecil di sekitar kepala kemaluan. Pintar juga dia,  pikirku dalam hati.
  Lidahku kujulurkan masuk ke lubang sempit itu dan menari di dalamnya.  Pantatku kugoyang naik-turun agar sensasi batang kemaluan yang berada di  kulumannya bertambah asyik. Sambil menjilat liang kemaluan itu,  jari-jariku mempermainkan bibir kemaluannya. "Ougghh... Don... enakkhh.. Donnhh.. ahhhh... Donnhh..." serunya  dibarengi aliran hangat yang langsung membanjiri lembah merah muda itu. "Sekarang waktunya Nin."
  Aku mengambil posisi duduk di antara belahan kedua kakinya. Dia masih  telentang. Kugesek lagi kepala kemaluanku yang sudah mengeras sempurna  beradu dengan klitorisnya yang menegang. Dia setengah duduk dengan  menahan tubuhnya pakai siku tangan, dan ikut menyaksikan beradunya  batang kemaluanku dengan klitorisnya yang sudah menjadi genit. Batang  kemaluanku itu kuarahkan ke liang kemaluannya.
  "Jangann... kumohon Donh... jangan.." serunya tertatih sambil mencengkeram batang kemaluanku. "Aku bersedia memuaskan nafsumu, dengan cara apa saja, asal jangan mengorbankan pusakaku." "Oh ya? Kalau dari anus mau nggak?" tantangku. Tapi sebenarnya aku tidak lagi perduli karena kemaluanku sudah minta dihantamkan melesak lubang kemaluannya. "Yah.. terserah kamu Don.."
  "Nggak.. mau... aku cuma mau yang ini, ini lebih enak.." teriakku sambil menunjuk liang kemaluannya. "Nih.. pegang.. masukin...." Dengan ragu dipegangnya batang kemaluanku. "Don... apa tidak ada cara lain?" "Cara lain? Ada-ada saja kamu... Hei... kamu jangan bertingkah lagi  ya... jangan sampai kesabaranku hilang. Kamu beri satu milyar pun  sekarang aku nggak bakalan mau melepaskan punya kamu itu sekarang. Aku  sudah nggak tahan... paham... paham? paham..?" bentakku dengan nada  suara lebih meninggi. Pisau yang tadi kusembunyikan di bawah kasur  kuacungkan dan kutekan kuat di dadanya. "Donn... sakitt.. jangann..." rintihnya ketika pisau tadi melukai dada putihnya. Aku terkesiap. Namun tak peduli. "Ayo.. dimasukin..." kali ini pisau kutekan lagi. Darah segar mengalir perlahan dari luka yang kuperbesar, walau tidak begitu parah.
  Dengan berat disertai ketakutan, dipegangnya kemaluanku. Diarahkannya ke liang kemaluannya. "Sulit... sakitt.. Don.. ampunn.. Don..." "Pegang ini", kataku tidak sadar karena memberikan pisau itu ke  tangannya. Dia juga tidak menyadari kalau sedang memegang pisau. Lucu  sekali. Aku hanya bisa tersenyum kalau mengingat masa itu. Aku menunduk  dan menjilati kemaluannya. Dia melihatku menjilati barangnya. Sesekali  kami bertatapan. Entah apa artinya. Yang pasti aku merasa sudah memiliki  mata sipit yang menggemaskan itu. Digerakkannya pinggul besarnya  seirama jilatanku. Kuremas juga susunya yang segar merekah. "Augghhh... Ahhh..." jilatanku kupercepat. Cairannya mengalir lagi walau  tidak sebanyak yang tadi. Aku kembali duduk menghadap selangkangannya.  Tiba-tiba aku sadar kalau sebilah pisau ada di tangannya. Segera kuambil  dan kulempar ke lantai. Dia juga baru sadar setelah aku mengambil pisau  itu. Namun sepertinya dia memang sudah takluk.
  "Nin.. ludahin ke bawah.. yang banyak..." kataku sambil menunjuk  kemaluannya. Kami sama-sama meludah. Kuoleskan liur yang menetes itu ke  batang kemaluanku, juga ke kemaluannya. Sesekali dia juga ikut mengusap  batang kemaluanku dengan air ludah yang dikeluarkannya lagi di telapak  tangannya. Aku memandanginya dengan sayang. Dia juga seolah mengerti  arti tatapanku itu. Aku segera mengecup bibirnya. Dia membalas. Kami  berpagutan sesaat. Kurasakan batang kemaluanku bersentuhan dengan  perutnya. "Ayo dicoba lagi.." Kali ini dipegangnya kepala kemaluanku. "Ah... Shhh" Dan.., "Oogghhh... aaahhh... Shh..."
  Kepala kemaluanku masuk perlahan. Sempit sekali lubang itu. Kusodok lagi  perlahan. Dia hanya bisa menggigit bibir dan mencengkeram tanganku.  Sesekali nafasnya kelihatan sesak. Namun ada juga desah liar terdengar  lirih. "Donnhh... aku benci.. kaaamu..." Kusodok terus, sampai akhirnya semua batang kemaluanku terbenam di liang  kewanitaannya. Aku tahu itu sakit. Namun mau bilang apa, nafsuku sudah  di ujung tanduk. "Brengsek... Donhh.. baajingann.. kamu.. shhh... oghh", Aku tak peduli lagi umpatannya. Yang kurasakan hanya nikmat  persenggamaan yang benar-benar beda. "Shhh.. shhh... Donhh... Donhh..."
  Kupeluk dia erat-erat. Goyanganku makin liar. Aku hanya bisa mendengar  dia mengumpat. Sesekali kupandangi wajahnya di sela nafasku yang  ngos-ngosan. Beragam ekspresi ada di sana. Ada kesakitan, ada dendam,  tapi ada juga makna sayang, dan gairah yang hangat. Kulihat titik-titik  darah mulai mendesak lubang sempit yang tercipta antara batang kemaluan  dan liang kewanitaannya. Seketika tagisnya meledak. "Donhh...  bajingann.. kamuu... jahatt.. kamu Don.. ahhh.. uhh..." dia memukul  dadaku keras sekali.
  Tangisnya makin menjadi. Aku iba juga. Kutarik kemaluanku dari liang  kemaluannya. Darah segar mengalir memenuhi lubang yang memerah padam dan  lecet. Kemaluanku kukocok sekuat tenaga ketika spermaku muncrat.  "Ahhh... ahh..." Air maniku memancar keras membasahi dada dan sebagian  wajahnya. Dia menangis sesenggukan. "Nikmatnya memek perawan kamu Nin..." kataku tersenyum senang. Aku langsung menjilati darah segar yang sudah membasahi pahanya. Segera  kugendong dia menuju kamar mandi. Di bibir bak, kududukkan dia. Kuambil  kertas toilet dan membasuhnya dengan air. Kuusap darah yang ada di  sekitar kemaluannya dengan lembut. Darah di dadanya yang sudah mengering  juga kulap dengan hati-hati.
  "Kamu puas sekarang... bukan begitu Don?" ejeknya di sela tangisnya. Aku terdiam. Aku merasa menyesal. Tapi mau bilang apa. Nasi sudah  menjadi bubur. Kubersihkan semua darah itu sampai tidak berbekas.  Kujilati lagi kemaluannya dengan lembut. Aku tahu, yang ini pasti tidak  bisa ditolaknya. Benar, dia mulai bergetar. Dipegangnya tanganku dan  diremasnya jariku. Tissue yang kupegang dibuangnya, malah jemariku  dituntunnya ke sepasang dada montok miliknya. "Ahhh... shhh... sekalian  ajaa.. Don.. hamili.. aku.. biar kamu.. lebih... puass..." katanya  sambil mengangis lagi.
  Aku sungguh tak mengerti. Terus terang di sana aku seperti orang bodoh.  Tapi dengan santai kujilati terus kemaluannya. Diraihnya batang  kemaluanku dan dikocok-kocoknya perlahan. Kemaluanku sudah terkulai.  Lama dia mencengkeram kemaluanku sampai akhirnya bangkit. Nafsuku  kembali membara. Kugendong lagi dia, dan jatuh bersama di ranjang empuk.  Kami berpelukan dan berciuman lama sekali. Kumasukkan lidahku ke dalam  mulutnya, dan menjilati rongga mulutnya. Entah berapa kali kami saling  bertukaran air liur. Bagiku, air ludahnya nikmat sekali melebihi minuman  ringan apapun. Ketika aku berada di bawah, aku juga menelan semua  liurnya tatkala dia meludahi mulutku. Terserahlah, apakah dia marah atau  bagaimana. Sepanjang dia merasa bebas, aku melayaninya. Hitung-hitung  balas budi. Hehehe...
  Aku bergerak ke bawah, menjilati tiap inci sel kulitnya. Lehernya bahkan  kuberi tanda cupangan banyak sekali, walau aku tahu empat hari lagi dia  akan menikah. Peduli setan. "Ahh.. Don... hhhsshh.. yanghh.. itu.. nikhhmatt", serunya tertahan  ketika putingnya kusedot dan kujilati dengan bernafsu. Tanganku merayap  ke bawah dan membelai lubang kemaluannya yang masih basah. Aku terus  merangkak turun, menjilati perutnya dan mengelus pahanya dengan nakal.  Sesampainya di sela paha kubuka lagi kedua kakinya, terkuaklah liang  kemaluan yang kumakan tadi. Kali ini bentuknya sudah berbeda. Lubangnya  agak menganga seperti luka lecet, namun tidak berdarah. Segera kujilati  lagi untuk kesekian kalinya. "Donn.. enakhh.. nikmathh..."
  Jari telunjukku kumasukkan lembut ke lubang itu sambil menjilati  kemaluannya sesekali. "Aduhhh... duh... enaknyaa... Don.. jangan...  berhenti", serunya sambil menggelinjang hebat. Pinggul itu bergerak liar  mendesak mulutku. Kutindih dia dan kuarahkan batang kemaluanku.  "Uhhh... ssshh", serunya sesak ketika batang kemaluanku kuhantamkan ke  liang kenikmatan itu. Goyangan demi goyangan membuat erangannya semakin  ganas. Tentu saja aku semakin beringas. Siapa tahan.
  "Donhhh... bajiingann!" untuk kesekian kalinya dia mengumpatku. Entah apa maksudnya. Kali ini dia sangat menikmati permainan (setidaknya  secara fisik, entahlah kalau perasaannya). Kepalanya terlempar ke sana  ke mari dan nafasnya mendesah hebat. "Nin... punyaahh.. kamuu... assiikkh.. ahh", seruku ketika denyutan  liang kemaluannya terasa sekali menekan batang kemaluanku. Kubalik dia,  sehingga sekarang posisinya di atas. "Don.. aku.. akan.. bunuh... kamuu.. suatu.. saat.." "Silakan.. saajahh..." Kami berdua berbicara tak karuan. "Oughhh... aihhh.. sshh", teriaknya menggelinjang sambil mencabuti  bulu-bulu dadaku. Aku merasa kesakitan. Tapi biarlah. Dia sepertinya  sangat menyukai. "Donh... kamu... kamu..." dia tidak melanjutkan kata-katanya.
  Tiba-tiba.., "Donhhh... Donhhh... bajingan... ah..." serunya keras  sekali, sambil menggoyang pantatnya dengan cepat dan menari-nari seperti  kilat. Bunyi becek di bawah sana menandakan dia kembali orgasme. Tapi  goyangannya tidak surut. Kucabut batang kemaluanku dan menyuruhnya  membelakangiku sambil berpegangan pada sisi ranjang. Kuarahkan batang  kemaluanku dari belakang dan, "Oughhh... oughhh... oughhh... oughhh..."  tiap sodokanku ditanggapinya dengan seruan liar. Kugenjot terus sambil  meremasi kedua susunya yang ikut bergoyang. Lama kami pada posisi itu,  tiba-tiba aku didorongnya dan dia berdiri di hadapanku. Aku ditamparnya  keras dan memelukku erat. Ditariknya aku ke ranjang dan memegang  kemaluanku. Ditindihnya aku, dia sendiri yang menghunjamkan kemaluanku  ke liang kewanitaannya.
  "Rasakan nihhh... bajingan... shhhh", teriaknya sambil menari-nari di atasku. Aku tahu dia akan orgasme lagi. "Aduh..Nin.." pekikku tertahan ketika sekarang dia malah menggigit punggungku. "Don... Don..." dia berseru kencang dan memeluk erat kepalaku di  dadanya. Kupeluk juga dia dan mengangkatnya. Kami berdiri di lantai.  Dengan posisi ini aku bisa menyodoknya dengan sangat keras. Kurapatkan  ke dinding, dan kupompa sekuat tenaga. "Nin... ahshhh..." "Donhhh..."
  Aku mengeluarkan sperma di dalam kemaluannya. Dia memelukku erat sekali.  Kami berdua ngos-ngosan. Kuangkat dia ke ranjang. Kami terkulai lemas.  Kutarik kemaluanku yang melemah dengan pelan. Kutarik sprei itu karena  sudah berisi noda darah dan bercak cairan yang beragam. Kami tergeletak  berdampingan, tanpa pakaian. "Don... kamu berhutang padaku, suatu saat aku pasti menagihnya." "Hutang apa?" tanyaku. Dia tidak menjawab. Dengan perlahan dia memejamkan mata dan tertidur.  Kupandangi wajahnya yang cantik. Tampak lelah. Hmm... beruntung sekali  calon suaminya. Kuelus rambutnya yang lurus indah dengan lembut. Kuciumi  keningnya dan kupeluk dia. Aku membenamkan wajahku di dadanya dan  terlelap bersama.
  Besoknya kami bangun bersamaan, masih berpelukan. Aku sadar, dia tidak  punya pakaian lagi. Segera aku keluar dan pergi ke toko terdekat. Kubeli  T-shirt dan celana pendek. Ketika kembali ke kamar, dia membisu dan tak  mau menjawab pertanyaanku. Didiamkan begitu aku tak ambil pusing.  Kupakaikan T-shirt dan celana pendek ke tubuhnya. Dia masih tetap  membisu.
  "Ayo pulang..." ajakku. Dia melangkah lunglai. Kugandeng dia ke mobil,  kududukkan di jok depan. Setelah isi kamar sudah kurapikan, aku langsung  menyetir mobil. Sepanjang jalan dia hanya diam membisu. "Nin... aku tahu apa yang kamu rasakan. Tapi, satu hal yang aku minta  darimu... jangan membenciku untuk apa yang kuperbuat. Bencilah kepadaku  karena aku bukanlah calon suamimu", kataku agak kesal dengan sedikit  berdiplomasi. Dia memandangku dengan gundah. Namun tetap membisu. Sampai  di daerah rumahnya pun dia tetap diam. "Oke.. Nin... aku tak tahu apa yang kamu inginkan. Jika ada yang ingin kamu utarakan, lakukanlah sekarang sebelum aku pergi." Dia hanya diam membisu. Dipandanginya aku agak lama. Karena tidak ada  jawaban, kudekati dia dan kucium tangannya. Dia tidak bereaksi. "Bye.. Nin.." Aku segera beranjak pergi.
  Empat hari kemudian aku memang secara diam-diam mendatangi daerah  rumahnya. Benar, dari informasi yang kudapat dia memang sedang  melangsungkan resepsi pernikahan di sebuah Resto mewah di pusat kota.  Tapi aku tidak pergi melihatnya. Siapa tahu itu hanya akan jadi luka  baru baginya. Pertemuanku terakhir dengannya terjadi di salah satu kafe  di Surabaya. Saat group-ku manggung, aku melihatnya duduk di depan  bersama seseorang (mungkin suaminya). "Lagu ini kupersembahkan buat seorang wanita paling indah yang pernah  mewarnai perjalanan hidupku", aku pun segera menyanyikan tembang Mi  Corazon dengan penghayatan yang dalam. Dia menikmatinya dengan tatapan  syahdu ke arahku. Tentu saja tak seorang pun pernah tahu, bahwa sesuatu  pernah terjadi di antara kami.
  Sekarang setahun sudah lewat. Dia pernah juga meneleponku dan bilang  kalau dia sedang hamil tujuh bulan. Ketika kutanya dimana dia saat itu,  telepon segera ditutupnya. Well, ternyata aku pun sedang mengalami  pemerkosaan darinya. Semoga ini bisa jadi pelajaran berharga buat sobat  semua. Ups... ternyata sekarang ada janji dengan Tante Stella.
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep   gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Malam Pertamaku dengan kekasihku di jogja               Mar 23rd 2013, 03:01                                                Namaku Anggi, umurku 22 tahun. Aku adalah seorang mahasiswi di salah  satu perguruan tinggi negeri di Jogja. Saat ini aku sudah  berada di  tingkat akhir dan sedang dalam masa penyelesaian skripsi. Sebelum aku  memulai kisah yang akan menjadi kisah indah bagiku, perkenankan aku  mendeskripsikan diriku. Tinggiku 160 cm dengan berat 45 kg. Rambutku  hitam panjang sepinggul dan lurus. Kulitku putih bersih. Mataku bulat  dengan bibir mungil dan penuh. Payudaraku tidak terlalu besar, dengan  ukuran 34 B.
  Sebulan yang lalu, seorang laki-laki berumur 28 tahun memintaku jadi  pacarny. Permintaan yang tak mungkin aku tolak, karena dia adalah sosok  yang selalu ku impikan. Dia seperti pangeran bagiku. Badannya yang  tinggi dan atletis serta sorot matanya yang tajam selalu membuatku  terpana. Namanya adalah Rico, kekasih pertamaku. Rico sudah bekerja di  perusahaan swasta di Jogja. Rico sangat romantis, dia selalu bisa  membawaku terbang tinggi ke dunia mimpi. Ribuan rayuan yang mungkin  terdengar gombal selalu bagai puisi di telingaku. Sejauh ini hubungan  kami masih biasa saja. Beberapa kali kami melakukan ciuman lembut di  dalam mobil atau saat berada di tempat sepi. Tapi lebih dari itu kami  belum pernah. Sejujurnya, aku kadang menginginkan lebih darinya.  Membayangkannya saja sering membuatku masturbasi.
  Hari ini (30 Maret 2010) tepat sebulan hari jadi kami. Rico dan aku  ingin merayakan hari jadi tersebut. Setelah diskusi panjang, akhirnya  diputuskan weekend kita berlibur ke kaliurang.
  Sabtu yang ku tunggu datang juga. Rico berjanji akan menjemputku pukul  07.00 WIB. Sejak semalam rasanya aku tidak bisa tidur karena  berdebar-debar. Untuk hari yang istimewa ini, aku juga memilih pakaian  yang istimewa. Aku mengenakan kaos tanpa lengan berwarna biru dan celana  jeans 3/4. Rambut panjangku hanya dijepit saja. Karena takut nanti  basah saat bermain di air terjun, aku membawa sepasang baju ganti dan  baju dalam. Tak lama kemudia Rico datang dengan mobil honda jazz  putihnya. Ahh,, Rico selalu tampak menawan di mataku. Padahal dia hanya  memakai kaos hitam dan celana jeans panjang.
  "Sudah siap berangkat, Nggi?" aku pun mengangguk dan segera masuk ke  dalam mobil. Perjalanan tidak memakan waktu lama karena jalanan masih  cukup sepi. Sekitar 45 menit kemudian kita sampai di tempat wisata.  Ternyata pintu masuk ke area wisata masih ditutup.
  "Masih tutup, mas.. Kita jalan dulu aja ke tempat lain, gimana?" tanyaku "Iya.. coba lebih ke atas. Siapa tau ada pemandangan bagus."
  Rico segera menjalankan mobilnya. Tidak begitu banyak pemandangan  menarik. Begitu sekeliling tampak sepi, Rico memarkir mobilnya.
  "Kita nunggu di sini aja ya, sayang. Sambil makan roti coklat yang tadi aku beli. Kamu belum sarapan, kan?" "iya, mas.. Anggi juga lapar"
  Sambil makan roti, Rico dan aku berbincang-bincang mengenai tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Tiba-tiba...
  "Aduh Anggi sayang, udah gede kok makannya belepotan kayak anak  kecil,,," ucapnya sambil tertawa. Aku jadi malu dan mengambil tisue di  dashboard. Belum sempat aku membersihkan mukaku, Rico mendekat, "Sini,  biar mas bersihin." Aku tidak berpikir macam-macam. Tapi Rico tidak  mengambil tisue dari tanganku, namun mendekatkan bibirnya dan menjilat  coklat di sekeliling bibirku. Oooh,, udara pagi yang dingin membuatku  jantungku berdebar sangat kencang.
  "Nah, sudah bersih." Ucap Rico sambil tersenyum. Tapi wajahnya masih  begitu dekat, sangat dekat, hanya sekitar 1-2 cm di hadapanku. Sekuat  tenaga aku mengucapkan terima kasih dengan suara sedikit bergetar. Rico  hanya tersenyum, kemudian dengan lembut tangan kirinya membelai pipiku,  menengadahkan daguku. Bisa ku lihat matanya yang hitam memandangku,  membuatku semakin bergetar. Aku benar-benar berusaha mengatur nafasku.  Seketika, ciuman Rico mendarat di bibirku. Aku pun membalas ciumannya.  Ku lingkarkan kedua tanganku di lehernya. Ku rasakan tangan kanan Rico  membelai rambutku dan tangan kirinya membelai lenganku. Tak berapa lama,  ku rasakan ciuman kami berbeda, ada gairah di sana. Sesekali Rico  menggigit bibirku dan membuatku mendesah, "uhhhh..." refleks aku  memperat pelukanku, meminta lebih. Tapi Rico justru mengakhirinya, "I  love you, honey" Lalu mengecup bibirku dengan cepat dan melepaskan  pelukannya. Aku berusaha tersenyum, "I love you, too". dalam hati aku  benar-benar malu, karena mendesah. Mungkin kalau aku tidak mendesah,  ciuman itu akan berlanjut lebih. Aaahh,,, bodohnya aku. Rico lalu  menjalankan mobilnya menuju tempat wisata.
  Kami bermain dari pagi hingga malam menjelang. Tak terasa sudah pukul  19.00 WIB. Sebelum kembali ke kota, kami makan malam dulu di salah satu  restoran. Biasa, tidak ada makan malam hanya 1 jam. Selesai makan, ku  lihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 21.30
  "Waduh, mas,,, sudah jam segini. Kos Anggi dah tutup, nih. Anggi lupa pesen maw pulang telat. Gimana, ini?" "Aduuh,, gimana, ya?? Ga mungkin juga kamu tidur di kos mas." "Uuuh,, gimana, dong??" "Udah, jangan cemas. Kita cari jalan keluarnya sambil jalan aja."
  Selama perjalanan aku benar-benar bingung. Di mana aku tidur malam ini??
  "Sayang, kita tidur di penginapan aja, ya. Daerah sini kan banyak penginapan. Gimana?" "Iya deh, mas.. dari pada Anggi tidur di luar"
 
  Tak lama kemudia Rico berhenti di sebuah penginapan kecil dengan harga  murah. Tapi ternyata kamar sudah penuh karena ini malam minggu dan  banyak yang menginap. Sampai ke penginapan kelima, akhirnya ada juga  kamar kosong. Tapi cuma satu. Karena sudah hampir pukul 23.00 kami  memutuskan mengambil kamar tersebut. Sampai di kamar, Rico langsung  berbaring di kasur yang ukurannya bisa dibilang single bed. Aku sendiri  karena merasa badna lengket, masuk ke kamar mandi untuk ganti baju.  Selesai mandi, dalam hati dongkol juga. Kalau tau nginap begini, satu  kamar, aku kan bisa bawa baju dalamku yang seksi. Terus pake baju yang  seksi juga. Soalnya aku cuma bawa tank top ma celana jeans panjang.   Hilang sudah harapanku bisa merasakan keindahan bersama Rico. Selesai  mandi, aku segera keluar kamar. Tampak Rico sudah tidur. Sedih juga,  liat dia udah tidur. Aku pun naik ke atas kasur dan membuat dia  terbangun.
  "Dah selesai mandi, ya.." "Iya,, mas ga mandi??" "Ga bawa baju ganti ma handuk" "Di kamar mandi ada handuk, kok. Pake baju itu lagi aja, mas"
  Rico mungkin merasa gerah juga, jadi dia pun mengikuti saranku. Gantian  aku yang merasa mengantuk. Segera ku tarik selimut dan memejamkan mata  tanpa berpikit apa-apa. Baru beberapa saat aku terlelap, ku rasakan ada  sentuhan dingin di pipiku dan ciuman di mataku. Saat aku membuka mata,  tampak Rico telanjang dada. Hanya ada sehelai handuk membalut bagian  bawah. Badannya yang atletis tampak begitu jelas dan penampilannya  membuatku menahan nafas.
  "Ngga dingin mas, ga pake baju. Cuma pake handuk" Kataku dengan senyum penuh hasrat.
  Tidak ada jawaban dari Rico. Dengan lembut dan cepat di rengkuhnya  kepalaku dan kami pun berciuman. Bukan ciuman lembut seperti biasanya.  Tapi ciuman penuh gairah. Lebih dari yang tadi pagi kami lakukan. Lidah  kami saling bermain, mengisap, "mmmm...mmm.."
  Ku lingkarkan tanganku di punggungnya, ku belai punggungnya. Tangan  kananku lalu membelau dadanya yang bidang, memainkan puting susu yang  kecil. Gerakanku ternyata merangsang Rico, di peluknya aku lebih erat,  ku rasakan badannya tepat menindihku. Rico mengalihkan ciumannya, ke  telingaku, "aaah,,mmm,,"
  Tangannya menjelajahi badanku, menyentuh kedua gunung kembarku. Di belainya dengan lembut, membuatku mendesah tiada henti
  "aaah,,mm,, masss,,,uhh,,," badanku sedikit menggeliat karena geli. Bisa  ku rasakan vaginaku mulai basah karena tindakan tadi. Tangan Rico,  kemudian masuk ke dalam tank topku, menjelajahi punggungku. Seakan  mengerti apa yang dicari Rico, ku miringkan sedikit badanku dan ku lumat  bibirnya penuh nafsu. Rico pun membalas dengan penuh nafsu dan tidak  ada 1 detik kait BH lepas. Ku rasakan tangan Nico langsung kembali ke  badanku dan mmbelai langsung kedua payudaraku.
  "aaah,,,uhhh,,," "Sayang,,, tank topny dilepas, ya" ujarnya dengan nafas tersengal karena  penuh gairah. Tanpa persetujuan dariku, lepaslah tank top dan juga  BHku. Bagian atasku sudah tak berbusana. Rico langsung menikmati kedua  payudaraku. Di remasnya payudaraku,,, membuatku menggeliat, mendesah,
  "aaah,,sss...maass,,uhhh,,,," Erangan dari mulutku tampaknya membuat  Rico semakin bernafsu, dia kemudian mengulum dan mengisap pentil  payudaraku, "aaaahh,,,,ohhh,,,,,mmmm,,," aku mengerang, mendesah,  menggeliat sebagai reaksi dari setiap tindakannya.  Tangan kiri Rico  membelai perutku dengan tangan kanan dan mulut yang masih sibuk  menikmati payudaraku yang mengeras. Ku rasakan tanga kiri Rico cukup  kesulitan membuka celana jeansku. Ku naikkan pinggulku dan kedua  tanganku berusaha membukan kaitan celana jeans dengan gemetar. Susah  payah celana jeans itu akhrinya terlepas juga. Tanga kiri Rico tanpa  membuang waktu langsung menyusup ke dalam celana dalamku, membelai  vaginaku yang sudah basah, "aaahh,,,maass,,aah,,teruus,,ssshh,,mmmmm"
  Kurasakan Rico menekan klitorisku, "aaahh,,,," membuatku semakin  mendesah dan bergetar. Apalagi Rico masih mengisap puting payudaraku.  Tidak lama kemudian ku rasakan seluruh badanku terasa kencang, vaginaku  mengalami kontraksi dan aku menggeliat hebat, "AAAHHH,,,,,," sambil  memegang pinggiran tempat tidur menyambut orgasme pertamaku.
  Rico tampak puas dapat membuatku merasakan orgasme. Belum selesai aku  mengatur nafas, Rico berada di antara kedua pahaku, dijilatinya kedua  payudaraku, turun ke bawah, menjilat kedua perutku. Membuatku merasa  geli penuh nikmat, "Oooh,,mass,," Seakan tau apa yang ku inginkan, kedua  tangan Rico melepas celana dalamku. Tampakalah vaginaku yang memerah  dengan sedikit rambut halus di sekitarnya. Rico kemudian memainkan  lidahnya di vaginaku. Rico menjilati, mengulum vaginaku, membuatku  menggelinjang hebat dan ku rasakan kedua kalinya, adanya kontraksi,  "aaaaahh,,,,". Aku orgasme untuk kedua kalinya. Sensasi yang sangat  menyenangakan.
  Rico belum puas dengan orgasmeku tadi. Setelah dia membersihkan  vaginaku, bisa kurasakan lidah Rico menerobos masuk dan menyerbu  klitorisku. Nafasku semakin memburu dan dari bibirku a terus mengalir  alunan desahan kenikmtan yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya.
  "Aahh,, mas,,aah,,uuhh,,, eeenaakk,,mmm,,sss"
  Aku sangat menikmati oral yang diberikan Rico. Kurasakan dorongan lidah  Rico lebih dalam lagi ke dalam vaginaku, membuat cairan dari dalam  vaginaku terus mengalir tanpa henti. membuat Desahan yang keluar dari  mulutku semakin kencang. Semakin lama Rico memberikan rangsangan di  dalam vaginaku, membuatku menggeliat dan mengerang semakin kuat.  Kurasakan lagi vaginaku berkontraksi, dan aku pun orgasme.
  Setelah orgasmeku reda, Rico dengan wajahnya yang basah dan penuh gairah  menindih badanku yang sudah telanjang bulat. Rico mengulum bibir dan  lidahku. Tangan kiriku kemudian menarik handuk yang masih menutupi  bagian bawahnya. Membuatku merasakan penisnya menusuk perutku, membuatku  semakin bergairah. Ciuman kami semakin basah. Mulut kami terbuka lebar,  bibir saling beradu. Lidah Rico dengan lincah menelusuri bagian luar  dari mulut dan daguku. aku pun membalas kelincahannya. Lidahku membasahi  mulut dan dagunya. Setiap kali lidahnya menyapu permukaan kulitku,  kurasakan api hasrat liarku makin membesar. Lidah kami akhirnya bertemu.  Aku makin bertambah semangat dan terus mendesah nikmat. Tanganku  menelusuri seluruh bagian dari punggungku. Rico membelai kepalaku dan  tangan kirinya meremas-remas pantatku yang bulat.
  "aaahh,, mass,,," Rico tiba-tiba menghentikan cumbuannya, "sayang... aku mencintaimu, aku  ingin kamu seutuhnya" dan mencium lembut bibirku yang sudah basah. Aku  sudah terlalu dipenuhi gairah karena segala tindakan Rico. Hingga  rasanya bicara aku sulit. Kulingkarkan kedua lengaku di leher Rico dan  kuhisap kedua bibirnya dalam-dalam sebagai jawabanku. Aku ingin segera  menanggalkan keperawananku dalam pelukan Rico.
  Rico mengalihkan ciuman bibirnya keleherku yang putih, menciuminya,  menjilatinya, membuatku semakin terangsang.  Kurasakan penis Rico  mengusap vaginaku, membuatku semakin bergairah, apalagi kedua payudaraku  yang sudah sangat mengeras dimainkan oleh Rico.  Jilatan Rico dari  leherku terus kebawah hingga lidahnya menyentuh ujung puting susuku yang  makin membuat aku mengerang tak karuan, "aaahh,,,oohh,,,mmm,,aahh"  .Sementara puting susuku yang satu lagi masih tetap  dia pilin dengan  sebelah tangannya. Kemudian tangannya terus kebawah payudaraku dan terus  hingga akhirnya menyentuh permukaan vaginaku. Tak lama kemudian  kurasakan penis Rico tenggelam di dalam vaginaku setelah susah payah  karena vaginaku yang sempit.
  "Uuuh,,,aarggh,,,," ku rasakan nyeri yang sangat hingga menangis. "Sakit ya, sayang... sabar, ya.. Ntar juga hilang kok" Rico  menenangkanku, sambil mencium mataku yang mengeluarkan air mata. Setelah  kurasakan vaginaku mulai terbiasa dengan kehadiran penis Rico, Rico  kemudian menggerakkan penisnya perlahan, keluar-masuk vaginaku. Semakin  lama gerakannya semakin cepat dan membuatku mendesah nikmat. Makin lama  makin cepat, kembali aku hilang dalam orgasmenya yang kuat dan panjang.  Tapi Rico yang tampaknya nyaris tidak dapat bertahan, semakin  mempercepat gerakannya. Aku yang baru saja orgasme merasakan vaginaku  yang sudah terlalu sensitif  berkontraksi lagi..
  "Sayaang,, aku sudah mau keluar, dikeluarin di mana?" tanya sambil terengah-engah. "Di dalam saja, mass,," Toh, aku juga dalam masa tidak subur. jadi buat apa dikeluarin di luar, pikirku.
  Tak lama kemudian aku segera mengalami orgasme bersamaan dengan Rico. Ku  rasakan semburan di dalam liang vaginaku yang memberikan kenikmatan  tiada tara.
  Rico kemudian merebahkan diri di sampingku dan memeluk erat tubuhku.  Tubuh mungilku segera tenggelam dalam pelukannya. Tangan Rico dengan  lembut membelai rambut panjangku, "Anggi sayang... Selamanya kita  bersama ya, sayang." dan ciuman lembut, romantis mendarat di bibirku.
  "Iya, mas.." ku cium bibirnya lambat tapi sesaat. kemudian ku rapatkan  badanku ke badannya. Ku lihat jam di kamar menunjukkan pukul 01.00,  mataku pun sudah lelah dan kami pun tidur dengan pulas.
  Pagi menjelang, sinar matahari masuk ke dalam kamar melalu jendela dan  membangunkanku. Ada sedikit rasa terkejut melihat wajah Rico karena baru  pertama aku tidur dengan laki-laki. Tapi teringat kejadian semalam  membuatku kembali terangsang. Perlahan, ku cium bibi Rico yang sedikit  terbuka. Ternyata ciumanku membangunkan Rico yang kemudian membalas  ciumanku dengan lebih bergairah dan menggigit telingaku.
  "Selamat pagi sayangku, cintaku,," ucapnya. "Pagi,,," ku cium lagi bibirnya dan tak lama kami pun saling mengulum  bibir satu sama lai, dan memainkan lidah, menambah kenikmatan di pagi  hari. Karena ingin sedikit iseng, ku lepas ciumanku
  "Aku mandi dulu, ya..." belum sempat aku berdiri, baru duduk, Rico  menarik perutku, menciuminya dengan lembut. Membuatku menahan keinginan  untuk meninggalkan tempat tidur. "Nanti saja sayang.." Perlahan ciuman Rico dari perut naik menuju  leherku, menjilatinya, membuatku mendesah nikamat, "aahh..mmm.."
  Rico menjilati leherku dari belakang. Tangan kanannya meremas-remas  payudaraku dan tangan kirinya menekan vaginaku. Ku rasakan jarinya masuk  menyusuri liang vaginaku, memainkan klitorisku. Tak lama badanku pun  menggeliat, pinggulku terangkat, dan orgasme pertama pagi itu datang.
  Dengan lembut Rico memangkuku. Diletakannya aku di atas kedua pahanya.  Kakiku melingkar di punggungnya. Kami pun berciuman dan Rico perlahan  memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Rico kemudian memompa penisnya,  membuatku menggelinjang penuh nikmat. Sambil memainkan penisnya, Rico  menikmati kedua payudaraku yang mengeras.
  "aaah,,aah,,aahh,," semakin lama, semakin cepat, dan aku merasakan  vaginaku kembali berkontraksi. Ku peluk kepala Rico dengan erat dan aku  mengerang karena orgasme "Aaaaaaahhhh...." yang disusul dengan Rico yang  juga mencapai puncaknya. Setelah itu kami bercumbu lagi beberapa saat  kemudian baru mandi dan pulang ke kota meninggalkan seprei kamar yang  basah karena cairanku dan Rico serta bercak darah pertanda hilangnya  keperawananku.
  Sebelum memulangkanku ke kos, kami mampir ke kos Rico untuk bercinta  lagi. Sejak saat itu, setiap akhir minggu jika tidak ada kesibukan kami  pasti check in di hotel untuk bercinta.
  Kapan-kapan aku akan membagikan kisah cintaku yang lain bersama Rico tentunya.
  Kalau ceritanya kurang merangsang maaf, ya.. maklum baru pertama...
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep   gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan mesra               Mar 23rd 2013, 03:01                                                Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil untuk bisa duduk di bangku  perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada di kampungnya, masih dengan  mudah dihitung dengan jari orang-orang yang telah duduk di bangku  perguruan tinggi. Bukan karena tidak ada kemauan, tetapi dari semua itu  dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang sangat sederhana dan  rata-rata berada digaris kemiskinan. Selain itu jarak antara perguruan  tinggi yang ada sangat jauh, sehingga bila ada yang berkeinginan untuk  melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti mobil angkot minimal lima  kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda dua yaitu ojeg. 
  Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di  bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, karena tidak  tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA.  Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Namun semua  itu tentunya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya  harus pulang pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan  biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya  diceritakan dihadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana  menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan  kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan  alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya. 
  Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie  bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa  dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua  orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh  di kampung itu. 
  "Arie.." sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa pakaian untuk  dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti.  Sebuah surat yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan  bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya.  Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tetapi karena  Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie  memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di  rumah Oomnya untuk sementara waktu. 
  Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang  terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan  mempunyai beberapa usaha di bidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah  surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil. 
  Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie  sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang  sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering  berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga  anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah  berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda.  Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari  istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan  ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak. 
  Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih  SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada di atas  lima puluh tahun. 
  Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak aktivitas manusia, Arie  langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya ke  kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah.  Belakangan diketahui namanya Asep dari papan nama yang dikenakan di  bajunya. 
  "Selamat siang Pak," Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.  "Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu," jawab satpam yang bernama Asep.  "Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?"  "Bapak Budiman yang mana Dik," tegas satpam Asep, karena melihat suatu  keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang  baru berumur dua puluh tahunan.  "Anu Pak, apa ini PT. Rido," tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena  sebetulnya Arie juga belum pernah tahu dimana kantor-kantor Oomnya itu,  apalagi bisnis yang digelutinya.  "Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,"  tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT. Rido dan siapa  pemiliknya.  "Adik ini siapa," tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.  "Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang."  "Keponakan," tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman. 
  Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil  memberikan selamat datang di kota Bandung. "Arie.. Apa masih ingat sama  Bapak," kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.  Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.  "Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak," kata Arie sambil terus mengigat-ingat.  Pak Dadi terus menerangkan dirinya, "Saya yang dulu sering mancing  bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun."  Arie jadi bingung, "Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itukan sudah bertahun-tahun." 
  Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui selain  kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak  Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om  Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang  keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di  belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi  dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang  lebih baru berumur 35 tahun. 
  "Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia  tidak dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk  urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik  Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan  dulu," sambung Pak Dadi melihat ekspresi Arie yang sedikit kecewa karena  ketakutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung  berkomentar, "Jangan takut Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada  masalah," tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan  kuliah dimana, itu semuanya telah diaturnya karena mempunyai uang dan  uang sangat berkuasa di bidang apapun. 
  Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang  berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan  sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi  dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai  keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya.  Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah  membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie  dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol. 
  Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja duduk  di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus  dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman.  Memang tempat lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk  perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-sampai lupa  waktu karena keasyikan cuci mata. 
  Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang dengan  mengendarai sebuah mobil sedan dengan merk Mercy terbaru, melaju ke  sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah  pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak  kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat megah  dan dijaga oleh satpam. 
  Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan  halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama  megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai  pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang  didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan rumah kecil ada  di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan  istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman.  Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua  barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh Mang  Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang  tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya. 
  Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang  ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om  Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi  Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum  menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu  menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie. 
  "Tante sudah menunggu dari tadi Arie," bisiknya sambil menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat datang. 
  "Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa", lanjut Tante Rani yang pada  waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik  dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh  perhatian.  "Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu  bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk."  Obrolan pun mengalir dengan penuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah  lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab segala  pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu  memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah  tingkah karena celana dalam yang berwarna biru terlihat dengan jelas dan  gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantang dari balik  CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie  pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira  35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis remaja. 
  "Nah, itu Yuni," kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang tengah.  Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah  itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah.  Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada Yuni. Mendapat  teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karena nantinya ada  teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat  dikerjakan sendiri. "Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak." Mendapat  pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena yang memberikan  penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Arie. Adik  kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat  cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah  besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar  keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur  badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pada Yuni  yang mempunyai wajah yang cantik dan putih bersih itu. 
  Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh  Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni.  Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar  mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie  memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan  dengan kamar Arie. 
  Setelah membuka baju yang penuh keringat, Arie melihat-lihat pemandangan  belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang  memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istrinya yang  bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok.  Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang  belum dikaruniai anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om Budiman,  Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dalam spermanya  tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya. 
  Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di rumah Om Budiman  karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuan Yuni yang  menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri.  Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat  kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di  suatu toko di pusat kota Bandung yang bernama BIP. Tante Rani dengan  mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaan itu  sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang  membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia  sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu Arie kaget  setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani  menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta  dengannya. 
  Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak  mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun selama ini ia sering  menghayalkan bila ia mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam  kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani  dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang  kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini  baru Arie yang mengetahuinya. 
  Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok  mobil agak terbuka sehingga rok mininya merosot ke bawah. Arie dengan  jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante  Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelan  ludah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai  tinggi. Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak  segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu  pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus merabanya.
  Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil  berkata, "Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Tante," Tante Rani hanya  berkata, "Arie, Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan,  masa Arie tidak kasihan sama Tante." Tangan Tante Rani dengan berani  membuka baju bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya yang besar.  Terlihat buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu  menantang untuk disantap. Melihat Arie yang tidak ada perlawanan,  akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya dan duduk seperti semula  sambil diam seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat  Arie jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu. 
  Kedekatan Arie dengan Yuni semakin menjadi karena bila ada PR yang sulit  Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada saat itu Yuni mendapatkan  kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie.  Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan  tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan  itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benangpun yang  menutupinya. Dengan jelas Yuni melihat batang kemaluan Arie yang  mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Yuni  membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil berkata, "Mangkanya,  kalau masuk kamar ketok pintu dulu," goda Arie sambil menggunakan celana  pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang  kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas. 
  Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang sangat putih dan  berbulu-bulu kecil. "Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie sudah pake celana  yah," tanya Yuni.  "Belum," jawab Arie menggoda Yuni.  "Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong Kak Arie  mengerjakan PR," rengek Yuni sambil tangan kirinya meraba belakang Arie.   Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang kemaluannya untuk  diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil berkata, "Ini apa Kak, kok  kenyal." Mendapat rabaan itu batang kemaluan Arie semakin menegang dan  dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu  meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang  betul, masa tanteku digarap olehku. 
  Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah menegang  setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan  badannya. Arie kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari  karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang. 
  Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Arie kembali digunakan  menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi  wajahnya dan terlihat Arie sudah memakai celana pendek. "Nah, gitu dong  pake celana," kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang menempel di susu  kecil Yuni. "Udah dong meluknya," rintih Yuni sambil memberikan buku  Matematikanya. 
  Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa  tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak  merasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya  saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan  bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar  tapi Arie segaja memilih itu karena Yuni sering menindihnya dengan  pantatnya sehingga batang kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan  memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu  Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga  celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan  jelas. Yuni tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah  seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie. 
  Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie melayang-layang bagaimana caranya  agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah hati  menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya  bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti  bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Arie dan  Yuni. 
  PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira.  Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk  membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat  dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batang  kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang  berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie  menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering  bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif. 
  Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat  dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas  hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie  naik turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang  kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang  terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie  semakin kalang kabut ketika Yuni menggerak-gerakkan badan ke belakang  yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan  pura-pura tidak sadar Arie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus  oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie semakin  bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah. 
  "Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah."  Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di  batang kemaluan Arie. Dalam keadaan itu Yuni hanya mendekap Arie sambil  terus berkata, "Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya."  "Boleh, tapi ada syaratnya," kata Arie sambil terus merapatkan batang  kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih.  Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah  badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Arie  semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata  Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti  itu batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit  kemaluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak kuat lagi dengan semua itu,  ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar  ciuman itu. "Kaak.. apa dong syaratnya", kata Yuni manja agresif  menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus  menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak ini belum tahu apa-  apa tentang masalah seks. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia  seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun.  "Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya." 
  Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain  harus push-up 1000 kali. Konsentrasi Arie dibagi dua yang satu terus  mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan  Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya  lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan  Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh  paha Arie. 
  Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan pantatnya  sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Yuni. Arie semakin tidak  tahan dengan kedaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika  Arie akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah  Arie, sambil berkata, "PR-nya sudah Kaak.. Arie," sambil menguap. 
  Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung memeluk Arie  erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu. Kesempatan  itu tidak dilewatkan oleh Arie begitu saja, Arie langsung memeluk Yuni  berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah Arie. Mendapat  perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, "Masa Kakak meluk  Yuni nggak bosan-bosan." Berbagai alasan Arie lontarkan agar Yuni tetap  mau dipeluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang kemaluan Arie  bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada saat itu Yuni  berhasil lepas dari pelukan Arie sambil pergi dan tidak lupa  melenggokkan pantatnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya. 
  "Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang  barusan saya lakukan," guman Arie dalam hati sambil terus memegang  batang kemaluannya. Arie berusaha menetralisir batang kemaluannya agar  tidak terlalu tegang. "Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati  kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura  memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi badan dan di sanalah akan  saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum  terangsang." 
  Arie memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau  enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Arie yang  terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia  memperkosa Yuni. 
  Ketegangan batang kemaluan Arie terus bertambah besar tidak mau mengecil  meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Arie  keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani masih  ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang dibuatnya  sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan rambut  yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu. Lekukan tubuhnya  terlihat dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat dengan jelas  tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang indah di  hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani duduk di sofa yang  panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan. 
  Ketegangan Arie semakin memuncak melihat keindahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.  "Kamu kenapa belum tidur Ari," kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Arie.  "Anu Tante, tidak bisa tidur," balas Arie dengan gugup.  Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan  keberadaan Arie, ia tidak peduli dengan keberadaan Ari malah ia sengaja  memperlihatkan keindahan tubuhnya di hadapan Arie yang sudah sangat  terangsang. 
  "Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan terhadap Arie."  "Tidak apa-apa Tante, Arie mengerti tentang hal itu," jawab Arie sambil  terus menahan gejolak nafsunya yang sudah di luar batas normal ditambah  lagi dengan perlakuan Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin  menegang tidak tentu arah.  "Oom kemana Tante, kok tidak kelihatan," tanya Arie mengisi perbincangan.  "Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru," jawab Tante Rani.  Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari  semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin  dilakukannya dengan tantenya. 
  Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya  digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh  Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang  putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar gundukan  kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari  ia melihat paha Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi  siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana  dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan  jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk-garuk di seputar  kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal. 
  Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak badan ditambah lagi  dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.  "Kamu kenapa Arie," tanya Tante Rani yang melihat wajah Arie keluar keringat dingin.  "Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek," balas Arie sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani. 
  Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani segaja  tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan  jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yang merekah. Melihat Arie  semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk  meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu. 
  Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani kurang ajar pada  tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan  pahanya itu. "Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara  segar." Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum,  dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta  untuk tidur denganku. 
  Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dulu di pinggiran  kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus  berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak.  Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak sengaja ia mendengar  rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Arie terus  mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie  mengendus-endus mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci  dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri yang sedang  bermesraan. 
  Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie melihatnya leluasa  karena hanya terhalang oleh tumpukan pakaian yang digantung dekat  jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang  bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum  batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri  terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih  kecil dari ukuran yang dimiliki Arie. Astri terus mengulum batang  kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan  celananya yang telah merosot ada di lantai dengan posisi duduk terus  mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok  di lantai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna  hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak Dadi semakin  mesra dikulum oleh Astri. 
  Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat  suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah  dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu membuka  BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih  melekat di badan Pak Dadi meminta Pak Dadi supaya duduk di samping  ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan  pantatnya diganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir  kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dadi. 
  Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya  di permukaan bukit kemaluan Astri. Dengan kaki yang ada di pinggul Pak  Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan  suaminya tercinta telah mampu bangkit dan siap bertempur. Dengan  perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang kemaluan  Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada  tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya terus  meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang  beradunya batang kemaluan Pak Dadi dengan liang senggama Astri terasa  cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering  dilakukannya. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Arie  semakin panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani  memainkan kemaluan Arie yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu  bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemaluannya. 
  "Tante, kapan Tante datang", suara Arie perlahan karena takut ketahuan  oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan  Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya  menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak tadi. Sesampainya  di ruang tengah, Arie duduk di tempat yang tadi diduduki Tante Rani,  sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar  pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanannya menyentuh batang kemaluan  Arie yang sudah menegang. 
  "Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi panas  dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya. Untung  saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan  jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga  kena marah." Tante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak sambil  kepalanya yang ada di antara kedua selangkangan Arie terus digesek-gesek  ke batang kemaluan Arie. "Tante tahu kamu sekarang sudah besar dan kamu  juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak mau," goda  Tante Rani, "Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah  mengintip kemesraan Pak Dadi," nasehat-nasehat itu terus terlontar dari  bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekkan  pada batang kemaluan Arie. 
  Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan  tekanan voltage yang berada di luar batas kemanusiaan. "Tante jangan  gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom  sampai tahu." Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah tersenyum, "Dari  mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya." 
  Gila, dalam pikiranku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan kepala  Tante Rani semakin menjadi ditambah lagi kaki kirinya diangkat sehingga  daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat  dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani terlihat  dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi sehingga  terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni. 
  Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batinnya  mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya  yang selama ini baik dan selalu memberikan kebutuhan hidupnya. Tanpa  disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga  kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi  kirinya yang lembut dan putih itu. Melihat Keberhasilannya itu Tante  Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa  dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh bantal sofa.
  Tangan Tante Rani terus memainkan batang kemaluan Arie dengan sangat  lembut dan penuh kasih sayang. "Aduh punya kamu ternyata besar juga,"  bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan batang kejantanan Arie  dengan kedua tangannya. "Masa kamu tega sama Tante dengan tidak  memberikan reaksi apapun Riee," bisik Tante Rani dengan nafas yang  berat. Mendengar ejekan itu hati Arie semakin berontak dan rasanya ingin  menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan membuktikan pada  tantenya itu bahwa saya sebetulnya bisa lebih mampu dari Pak Dadi. 
  Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Arie dengan  liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang tersengat  setrum ribuan volt. "Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa Tante  dengan begini.. ayo dong gerakin tanganmu." Kata-kata itu terlontar  sebanyak tiga kali. Sehingga tangan Arie semakin berani menyentuh  pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu tapi ingin karena sudah  sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Arie mulai meraba-saba  pantatnya dengan penuh kasih sayang. 
  Mendapatkan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin menggila dan  terus mengulum kepunyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama  dipendam. Sedotan bibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari  sesuatu di dalam batang kemaluan Arie. Mendapat serangan yang sangat  berapi-api itu akhirnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga  posisi Arie dan tantenya seperti huruf T. 
  Tangan Arie semakin berani mengusap-usap pinggul tantenya yang  tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas  pinggulnya dan kemaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil  sofa itu. "Ahkk, nikmat.." Tantenya mengerang sambil terus merapatkan  bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementara  waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. "Arie.. Tante sudah  tidak tahan lagi nich.." diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh  tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang  kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-sisi  batang kemaluan Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya. 
  "Aduh. aduh.. Tante nikmat sekalii.." erang tantenya semakin  menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil mengerang.  "Aduuh Riee.. terus tekan-tekan pantat Tante.." desah Tante Rani sambil  terus menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Arie  meraba kemaluan tantenya, ternyata kemaluan Tante Rani sudah basah oleh  cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. "Ariee.. nah itu  terus Riee.. terus.." erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya  mengulum batang kemaluan Arie. 
  "Kamu kok kuat sekali Riee," bisik tante Rani dengan nafas yang  terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Arie. Tante Rani  setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum  mampu membuat Arie keluar sperma. Arie berguman, "Belum tahu dia, ini  belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti  dengan bantal yang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah  dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras." 
  Melihat batang kemaluan Arie yang masih tegak Tante Rani semakin  bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri  sambil berusaha membuka baju Arie yang masih melekat di badannya. "Buka  yaa Sayang bajunya," pinta Tante Rani sambil membuka baju Arie perlahan  namun pasti. Setelah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana  pendek Arie agar posisinya tidak terganggu. 
  Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja  memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Arie. Melihat dua gunung yang  telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang  merah ranum akibat gesekan bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak  membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi  ia sangat trampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki. 
  Masih dengan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani dan  ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Arie sambil tangannya  bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Arie dan terus mengulumnya  seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah.  Dengan bantuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek  payudaranya di belahan batang kemaluan Arie. Dengan keadaan itu Arie  mengerang kuat sambil berkata, "Aduh Tante.. terus Tante.." Mendengar  erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya.  Melihat Arie yang akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi  semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga  warna batang kemaluan Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam batang  kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Arie  menahan nikmat yang tiada tara sambil berkata, "Terus Tante.. terus  Tante..", Dan Arie pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam  batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut  Tante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante  Rani kegirangan dan langsung menelannya dan menjilat semua yang ada di  dalam batang kemaluan Arie yang membuat Arie meraung-raung kenikmatan.  Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila  sperma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan  semakin nikmat dan semakin membuat badan menggigil. 
  Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedot batang  kemaluan Arie sampai keluar bunyi slurp.., slurp.., akibat sedotannya.  Setelah puas menjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang kemaluan  Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie dengan  mulutnya yang seksi. 
  Melihat batang kemaluan Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante  Rani bangkit sambil berkata, "Gila kamu Riee.. kamu masih menantang  tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih  menantangnya." Mendengar tantangan itu, Arie hanya tersenyum saja dan  terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sambil mengarahkan liang  kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Arie. Sebelum memasukkan  batang kemaluan Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu  memberikan ciuman yang sangat mesra dan Arie pun membalasnya dengan  hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kalinya, lidah mereka  saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila  sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang  kemaluan Arie sekarang tergeser ke belakang sehingga batang kemaluan  Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah basah itu. 
  Mendapat perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. "Aduuh Tante.." sambil  melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. "Clepp.." suara yang  keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti Tante  Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan  membuat seluruh urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan  sambil terus mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang kewanitaan  Tante Rani telah berhasil menelan semua batang kemaluan Arie. Tante Rani  pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara. 
  "Ariee.." rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang senggamanya  telah melahap semua batang kemaluan Arie. Tante Rani diam untuk beberapa  saat sambil menikmati batang kemaluan Arie yang sudah terkubur di dalam  liang kewanitaannya. 
  "Riee, Tante sudah tidak kuat lagi.. Sayang.." desah Tante Rani sambil  menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya  terus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri dan ke  kanan. Mendapatkan permainan itu Arie mendesir, "Aduh Tante.. terus  Tante.." mendengar itu Tante Rani terus menggeser-geserkan pantatnya. Di  dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang kemaluan  Arie dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat, mengikat batang  kemaluan Arie dengan liang senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu  dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Arie jauh lebih besar bila  dibandingkan dengan milik Om Budiman. 
  Goyangan pantatnya semakin liar dan Arie mendekap tubuh tantenya dengan  mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran keringat telah  berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Arie menimbulkan  bunyi yang sangat menggairahkan, "Prut.. prat.. pret.." Tangan Arie  merangkul tantenya dengan erat. Pergerakan mereka semakin liar dan  semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Tante Rani  mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh  batang kemaluan Arie. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya  dan puncak dari kenikmatan itu kami rasakan ketika Tante Rani berkata  di dekat telinga Arie. "Ariee.." suara Tante Rani bergetar, "Kamu kalau  mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaah". "Iya Tante.." jawab  Arie. 
  Selang beberapa menit Arie merasakan akan keluar dan tantenya  mengetahui, "Kamu mau keluar yaa." Arie merangkul Tante Rani dengan  kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang  kewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulannya tidak  membuat ia melupakan gigitannya terhadap batang kemaluan Arie. Sambil  terus merapatkan rangkulan. Suara Arie keluar dengan keras, "Tantee..  Tantee.." dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, "Riee..". Sambil  keduanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang  kemaluan dan liang kewanitaannya sehingga betul-betul rapat membuat  hampir biji batang kemaluan Arie masuk ke dalam liang senggama Tante  Rani. 
  Akhirnya Arie dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar panas  yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante  Rani duduk di pangkuan Arie. Tante Rani tersenyum, "Kamu hebat Arie  seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu lebih besar dari suaminya  dan sangat menggairahkan." 
  "Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tante dari dulu ya, tapi kamu  berusaha mengelaknya yaa.." goda Tante Rani. Arie hanya tersenyum digoda  begitu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih lima menit  batang kemaluan Arie yang sudah mengeluarkan lahar panas bersemayam di  liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante Rani bangkit sambil melihat  batang kemaluan Arie. Melihat batang kemaluan Arie yang mengecil, Tante  Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila batang kemaluannya  masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat batang kemaluan Arie  tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani  meraba-raba batang kemaluan Arie dan menijit-mijitnya dan ternyata  setelah dipijit-pijit batang kemaluan Arie tidak mau berdiri lagi. 
  "Aduh untung batang kemaluanmu Riee.. tidak hidup lagi," bisik Tante  Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, "Soalnya kalau masih berdiri,  Tante sudah tidak kuat Riee" lanjutnya sambil tersenyum dan duduk di  sebelah Arie. Sesudah Tante Rani dan Arie berpagutan mereka pun naik ke  atas dan masuk kamar-masing-masing. 
  Pagi-pagi sekali Arie bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah  kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya  terus saja melek. Akhirnya Arie jalan-jalan di taman untuk mengisi  kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dapat  diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Arie tidak ada kuliah.  Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan di waktu pagi pada saat itu  tidak dilakukannya karena badannya terasa masih lemas akibat pertarungan  tadi malam dengan tantenya. 
  Lalu Arie pun berjalan menuju kolam, tidak dibayangkan sebelumnya  ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani mengenakan  celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan  Arie. Tante Rani mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata,  "Nggak ah Tante, Saya malas ke atasnya." Mendapat jawaban itu, Tante  Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Arie tidak  menggunakan celana renang. "Sudahlah pakai celana dalam aja," pinta  Tante Rani. Tantenya yang terus meminta Arie untuk berenang. Akhirnya  iapun membuka baju dan celana pendeknya yang tinggal melekat hanya  celana dalamnya yang berwarna biru. 
  Celana dalam warna biru menempel rapat menutupi batang kemaluan Arie  yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan oleh Arie  sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke  wajah Arie. Sehingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi  kejaran Arie yang ingin membalasnya. Mereka saling mengejar dan saling  mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Tante  Rani dapat juga tertangkap. Arie langsung memeluknya erat-erat, pelukan  Arie membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar. 
  "Udah akh Arie.. Tante capek," seru mesra Tante Rani sambil membalikkan  badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam  renang. "Kamu tidak kuliah Riee," tanya Tante Rani. "Tidak," jawab Arie  pendek sambil meraba bukit kemaluan Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante  Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang sangat cepat dan  nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi  Arie. Mendapatkan perlakuan itu Arie menjadi semakin menjadi bernafsu  dan terus memburu tantenya. Dan pada akhirnya tantenya tertangkap juga.  "Sudah ah.. Tante sekarang mau ke kantor dulu," kata Tante Rani sambil  sedikit menjauh dari Arie. 
  Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat  Arie yang celana dalamnya telah merosot di antara kedua kakinya dengan  batang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. "Kamu tidak sadar  Arie, celana dalammu sudah ada di bawah lutut.." Mendengar itu Arie  langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya  tersenyum. "Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak  bisa membantumu karena Tante harus sudah pergi," kata Tante Rani sambil  meraba batang kemaluan Arie yang sudah menegang kembali. 
  Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. "Akhh, Tante masa tidak punya  waktu hanya beberapa menit saja," kata Arie sambil tangannya berusaha  membuka celana renang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan  itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Arie sambiil berkata,  "Iyaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan orang  lain bisa gawat."
  Tante Rani membuka celana renangnya dan memegangnya sambil merangkul  Arie. Batang kemaluan Arie langsung masuk ke dalam liang kewanitaan  Tante Rani yang sudah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya  menempel di pundak Arie. Beberapa detik kemudian, setelah liang  kewanitaan Tante Rani telah melahap semua batang kemaluan Arie dan  dirasakannya batang kemaluan Arie sudah menegang. Tante Rani menciumnya  dengan cepat dan langsung mendorong Arie sambil pergi dan tersenyum  manis meninggalkan Arie yang tampak kebingungan dengan batang  kemaluannya yang sedang menegang. 
  Mendapat perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu kepada Tante Rani,  dan ia berjanji kalau ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya sampai  ia merasa kelelahan. Lalu Arie langsung pergi meninggalkan kolam itu  untuk membersihkan badannya. 
  Setelah di kamar, Arie langsung membuka semua bajunya yang menjadi basah  itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun.  Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya  ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Arie teringat  akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan  handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh dengan sabun mandi.  "Yuni.. Yuni.. Yuni.." teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni.  "Masuk Kak Ariee, tidak dikunci." balas Yuni dari dalam kamar. 
  Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan  tangannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini baru  didapatkannya ketika ia melihat adegan tadi malam antara kakaknya dengan  Arie dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang selama  ini diidam-idamkan oleh setiap manusia. 
  "Ada apa Kak Arie," kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya  dengan selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik  memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tadi malam karena  melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Arie. "Anu Yuni.. Kakak  mau ikut mandi karena kamar mandi Arie airnya tidak keluar." Memang  Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tapi yang  diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan di antara  selangkangannya yang kelihatan mencuat. 
  Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam lilitan  handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan menerangkan  tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Arie pun langsung  memperlihatkannya sambil memegang batang kemaluannya, "Ini namanya  penis.. Sayang," kata Arie yang langsung menuju kamar mandi karena  melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut. 
  Melihat batang kemaluan Arie yang sedang menegang itu Yuni membayangkan  bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya. Keringat dingin  keluar di sekujur tubuh Yuni yang membayangkan batang kemaluan Arie dan  ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya juga ia  melakukannya. Mata Yuni terus memandang Arie yang sedang mandi sambil  tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya. 
  Akhirnya karena Yuni sudah di puncak kenikmatan, ia mengerang akibat  dari permainan tangannya itu telah berhasil dirasakannya. Dengan  beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Arie.  Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. "Kamu  juga mau mandi Yun," kata Arie sambil mencubit pinggang Yuni. 
  Yuni yang sudah di puncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil melihat  batang kemaluan Arie yang masih mengeras. "Kak boleh nggak Yuni  mengelus-elus barang itu," bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari  manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung tersenyum nakal,  ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan mendapatkan  hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui  akan kenikmatan dunia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung mendekatkan  batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengelus-elusnya.  Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu  sedikit canggung, tapi ia berusaha meremasnya seperti meremas pisang  dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie kesakitan. 
  "Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah."  Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membantunya untuk  memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya  untuk meraba batang kemaluan Arie dengan halus lalu batang kemaluan Arie  didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa  tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya  seperti mengulum ice cream, atau mengulumnya seperti mengulum permen  karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum  kepala batang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan  Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa detik Yuni terbatuk-batuk  karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar. 
  Setelah sedikit tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa  diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kaki Arie. Melihat  kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung  mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar  mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh  Arie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa  lipstik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium  dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti  patung tapi akhirnya naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang  dicium oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama  menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni  sangat menikmatinya apalagi Arie yang bisa dikatakan telah dilatih oleh  kakaknya yang telah berpengalaman. 
  Kecupan Yuni kadang kala keluar suara yang keras karena kehabisan nafas.  "Pek.. pek.." suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Arie  semakin terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus  memagutnya. Tangan Arie dengan trampil telah membuka daster putih yang  dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar  duduk di pinggir ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu.  Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus dipagut Arie  dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie  sambil bukit kemaluannya menggesek-gesekkan sekenanya. 
  Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh  Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih melekat  di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie pun  membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan  menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni.  "Auu.." sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie semakin  bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan  Yuni, terlihat Yuni sedikit tenang iapun kembali membalikkan Yuni  sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni. 
  Arie menghentikan pagutan bibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit  kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit  kemaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh  bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Arie.  Pagutan Arie berganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni  terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan  kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemaluan perawan  membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya  tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah.  Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit  wajah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni  hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali  didapatkannya. 
  Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang  kemaluannya yang sudah terlalu lama menegang. Arie menarik tubuh Yuni  agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang. Kaki Yuni menyentuh lantai  dan Arie berdiri di antara kedua paha Yuni. 
  Melihat kondisi tubuh Yuni yang sudah tidak menggunakan apa-apa lagi  ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah  oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas.  Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besar itu diarahkan ke bukit  kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni  menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya  tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya  terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di  bibir kemaluan Yuni. Sambil menggesek-gesek batang kemaluan, Arie  kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya.  Melihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan  mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjadi, bibir Yuni dengan  lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi  dari mulut Yuni. "Aduhh.. Kaak.." erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie  dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan batang  kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya  perlahan dan ketika kepala kejantanan Arie masuk ke liang senggama Yuni.  Yuni mengerang kesakitan, "Kak.. aduh sakit, Kak.." 
  Mendengar rintihan itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam  liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya. Kuluman bibir  Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus  digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang sudah mengeras. Yuni yang menahan  rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat  kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang  senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekarang menjadi tambah  nikmat. 
  Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni,  tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang  kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie kembali berusaha  memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. "Aduh.. aduh..  aduh.. Kak," Mendengar rintihan itu Arie berkata kepada Yuni. "Kamu  sakit Yuni," bisik Arie di telinga Yuni. "Nggak tahu Kaak ini bukan  seperti sakit biasa, sakit tapi nikmat.." 
  Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya  sehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang  senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni  hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan  Yuni, kaki Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie.  Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie dengan kuat.  "Aduhh.." dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat  merasakan hal itu melalui kepala kemaluannya yang tertancap di bukit  kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang  keluar dari tubuh mereka berdua. 
  Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu memasukkan  semua batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali  hentakan. "Preet.." Yuni melotot menahan kesakitan yang bercampur  dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Arie.  "Auh.. auh.. auh.." suara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah  seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Yuni.  "Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas," kata Yuni sambil menahan rasa  nikmat yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Arie membalikkan tubuh  Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti  pasrah dan tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie  sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini  dirasakannya. 
  Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. "Yuni, sekarang bagaimana  badanmu," kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai  menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. "Udah agak enakan  Kak," balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan  ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan  goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah. 
  Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan  Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh,  "Aduhh.." Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya.  Tanpa disadari sebelumnya oleh Arie. Yuni dengan ganasnya  menggoyang-goyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie  kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin  menjepit seperti tang yang sedang menjepit paku agar paku itu putus.  Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan  batang kemaluannya berusaha ditekan ke atas membuat pantat Yuni  terangkat. Semburan panaspun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil  itu. Mendapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis  kenikmatan sambil mengerang, "Aduhh.. aduh.. Kak.."
  Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan  aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan dengan tempo  yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie  membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah  Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah kemaluan Yuni  meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat  oleh Arie dan disilangkan di pinggul. Arie mengeluarkan batang  kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata  Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu  dengan perlahan memasukkan lagi batang kemaluannya ke dalam liang  senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan  Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang  bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang  tadinya kencang pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya  tenaga yang terkuras habis dan selanjutnya Arie mengerang-erang sambil  memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu  panjang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya. 
  Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya  sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati lahar  panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie  memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya memeluk Arie.  Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang  kemaluan Yuni dan setelah merasa batang kemaluannya betul-betul mengecil  Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni.  Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie bertanggung  jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni. 
  Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie  mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup  dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selamat  bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung  keluar dari kamar Yuni setelah Arie menggunakan pakaiannya kembali. 
  Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging  mengambil sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai  tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie langsung meraba liang  kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. "Tante  sudah pulang," tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang  kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih.  "Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu  yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang," jawab Tante Rani  sambil tersenyum. "Bagaimana sekarang Arie burungnya, sudah mendapatkan  sarang yang baru ya.." Mendapat ejekan itu, Arie langsung kaget. "Ah  Tante, mau cari sangkar dimana," jawab Arie mengelak. "Arie kamu jangan  mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi  kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama  Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni  dan Tante." 
  Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti yang  dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan  kecupan yang mesra kepada Arie sambil meraba batang kemaluan Arie yang  sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah  tidak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. "Pasti adikku dibuatnya KO  sama kamu yaa.. Buktinya burung kamu tidak mau berdiri," goda Tante  Rani. "Ahh nggak Tante, biasa saja kok." 
  Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-wanti agar menikahi  adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan  pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama tetapi dengan  tanpa melalui KUA karena Yuni masih di bawah umur. 
  TAMAT
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep   gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Mbak Anna Tetanggaku               Mar 23rd 2013, 03:00                                                Namaku Andi mahasiswa di sebuah universitas terkenal di Surakarta. Di  kampungku sebuah desa di pinggiran kota Sragen ada seorang gadis, Ana  namanya. Ana merupakan gadis yang cantik, berkulit kuning dengan body  yang padat didukung postur tubuh yang tinggi membuat semua kaum Adam  menelan ludah dibuatnya. Begitu juga dengan aku yang secara diam-diam  menaruh hati padanya walaupun umurku 5 tahun dibawahnya, tapi rasa ingin  memiliki dan nafsuku lebih besar dari pada mengingat selisih umur kami.  Kebetulan rumah Mbak Ana tepat berada di samping rumahku dan rumah itu  kiranya tidak mempunyai kamar mandi di dalamnya, melainkan bilik kecil  yang ada di luar rumah. Kamar Mbak Ana berada di samping kanan rumahku,  dengan sebuah jendela kaca gelap ukuran sedang. Kebiasaan Mbak Ana jika  tidur lampu dalam rumahnya tetap menyala, itu kuketahui karena kebiasaan  burukku yang suka mengintip orang tidur, aku sangat terangsang jika  melihat Mbak Ana sedang tidur dan akhirnya aku melakukan onani di depan  jendela kamar Mbak Ana.
  Ketika itu aku pulang dari kuliah lewat belakang rumah karena sebelumnya  aku membeli rokok Sampurna A Mild di warung yang berada di belakang  rumahku. Saat aku melewati bilik Mbak Ana, aku melihat sosok tubuh yang  sangat kukenal yang hanya terbungkus handuk putih bersih, tak lain  adalah Mbak Ana, dan aku menyapanya, "Mau mandi Mbak," sambil menahan  perasaan yang tak menentu. "Iya Ndik, mau ikutan.." jawabnya dengan  senyum lebar, aku hanya tertawa menanggapi candanya. Terbersit niat  jahat di hatiku, perasaanku menerawang jauh membanyangkan tubuh Mbak Ana  bila tidak tertutup sehelai benangpun.
  Niat itupun kulakukan walau dengan tubuh gemetar dan detak jantung yang  memburu, kebetulan waktu itu keadaan sunyi dengan keremangan sore  membuatku lebih leluasa. Kemudian aku mempelajari situasi di sekitar  bilik tempat Mbak Ana mandi, setelah memperkirakan keadaan aman aku  mulai beroperasi dan mengendap-endap mendekati bilik itu. Dengan detak  jantung yang memburu aku mencari tempat yang strategis untuk mengintip  Mbak Ana mandi dan dengan mudah aku menemukan sebuah lubang yang cukup  besar seukuran dua jari. Dari lubang itu aku cukup leluasa menikmati  kemolekan dan keindahan tubuh Mbak Ana dan seketika itu juga detak  jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya, tubuhku gemetar hingga  kakiku terasa tidak dapat menahan berat badanku. Kulihat tubuh yang  begitu sintal dan padat dengan kulit yang bersih mulus begitu merangsang  setiap nafsu lelaki yang melihatnya, apalagi sepasang panyudara dengan  ukuran yang begitu menggairahkan, kuning langsat dengan puting yang  coklat tegak menantang setiap lelaki.
  Kemudian kupelototi tubuhnya dari atas ke bawah tanpa terlewat  semilipun. Tepat di antara kedua kaki yang jenjang itu ada segumpal  rambut yang lebat dan hitam, begitu indah dan saat itu tanpa sadar aku  mulai menurunkan reitsletingku dan memegangi kemaluanku, aku mulai  membayangkan seandainya aku dapat menyetubuhi tubuh Mbak Ana yang begitu  merangsang birahiku. Terasa darahku mengalir dengan cepat dan dengusan  nafasku semakin memburu tatkala aku merasakan kemaluanku begitu keras  dan berdenyut-denyut. Aku mempercepat gerakan tanganku mengocok  kemaluanku, tanpa sadar aku mendesah hingga mengusik keasyikan Mbak Ana  mandi dan aku begitu terkejut juga takut ketika melihat Mbak Ana melirik  lubang tempatku mengintipnya mandi sambil berkata, "Ndik ngintip yaaa…"  Seketika itu juga nafsuku hilang entah kemana berganti dengan rasa  takut dan malu yang luar biasa. Kemudian aku istirahat dan mengisap  rokok Mild yang kubeli sebelum pulang ke rumah, kemudian kulanjutkan  kegiatanku yang terhenti sesaat.
  Setelah aku mulai beraksi lagi, aku terkejut untuk kedua kalinya,  seakan-akan Mbak Ana tahu akan kehadiranku lagi. Ia sengaja memamerkan  keindahan tubuhnya dengan meliuk-liukkan tubuhnya dan meremas-remas  payudaranya yang begitu indah dan ia mendesah-desah kenikmatan. Disaat  itu juga aku mengeluarkan kemaluanku dan mengocoknya kuat-kuat. Melihat  permainan yang di perlihatkan Mbak Ana, aku sangat terangsang ingin  rasanya aku menerobos masuk bilik itu tapi ada rasa takut dan malu.  Terpaksa aku hanya bisa melihat dari lubangtempatku mengintip.
  Kemudian Mbak Ana mulai meraba-raba seluruh tubuhnya dengan tangannya  yang halus disertai goyangan-goyangan pinggul, tangan kanannya berhenti  tepat di liang kewanitaannya dan mulai mengusap-usap bibir kemaluannya  sendiri sambil tangannya yang lain di masukkan ke bibirnya. Kemudian  jemari tangannya mulai dipermainkan di atas kemaluannya yang begitu  menantang dengan posisi salah satu kaki diangkat di atas bak mandi, pose  yang sangat merangsang kelelakianku. Aku merasa ada sesuatu yang  mendesak keluar di kemaluanku dan akhirnya sambil mendesah lirih,  "Aahhkkkhh…" aku mengalami puncak kepuasan dengan melakukan onani sambil  melihat Mbak Ana masturbasi. Beberapa saat kemudian aku juga mendengar  Mbak Ana mendesah lirih, "Oohhh.. aaahh.." dia juga mencapai puncak  kenikmatannya dan akhirnya aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan  puas.
  Di suatu sore aku berpapasan dengan Mbak Ana. "Sini Ndik," ajaknya untuk mendekat, aku hanya mengikuti kemauannya, terbersit perasaan aneh dalam benakku. "Mau kemana sore-sore gini," tanyanya kemudian. "Mau keluar Mbak, beli rokok.." jawabku sekenanya. "Di sini aja temani Mbak Ana ngobrol, Mbak Ana kesepian nih.." ajak Mbak Ana. Dengan perlahan aku mengambil tempat persis di depan Mbak Ana, dengan  niat agar aku leluasa memandangi paha mulus milik Mbak Ana yang  kebetulan cuma memakai rok mini diatas lutut. "Emangnya pada kemana, Mbak.." aku mulai menyelidik. "Bapak sama Ibu pergi ke rumah nenek," jawabnya sambil tersenyum curiga. "Emang ada acara apa Mbak," tanyaku lagi sambil melirik paha yang halus mulus itu ketika rok mini itu semakin tertarik ke atas. Sambil tersenyum manis ia menjawab, "Nenek sedang sakit Ndik, yaa… jadi aku harus nunggu rumah sendiri." Aku hanya manggut-manggut. "Eh… Ndik ke dalam yuk, di luar banyak angin," katanya. "Mbak punya CD bagus lho," katanya lagi.
  Tanpa menunggu persetujuanku ia langsung masuk ke dalam, menuju TV yang di atasnya ada VCD player dan aku hanya mengikutinya dari belakang, basa-basi aku bertanya, "Filmnya apa Mbak.." Sambil menyalakan VCD, Mbak Ana menjawab, "Titanic Ndik, udah pernah nonton." Aku berbohong menjawab, "Belum Mbak, filmnya bagus ya.." Mbak Ana hanya mengangguk mengiyakan pertanyaanku.
  Setelah film terputar, tanpa sadar aku tertidur hingga larut malam dan  entah mengapa Mbak Ana juga tidak membangunkanku. Aku melihat arloji  yang tergantung di dinding tembok di atas TV menandakan tepat jam 10  malam. Aku menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak sepi  dan tak kutemui Mbak Ana. Pikiranku mulai dirasuki pikiran-pikiran yang  buruk dan pikirku sekalian tidur disini aja. Memang aku sering tidur di  rumah teman dan orang tuaku sudah hafal dengan kebiasaanku, akupun tidak  mencemaskan jika orang tuaku mencariku. Waktu berlalu, mataku pun tidak  bisa terpejam karena pikiran dan perasaanku mulai kacau, pikiran-  pikiran sesat telah mendominasi sebagian akal sehatku dan terbersit niat  untuk masuk ke kamar Mbak Ana. Aku terkejut dan nafasku memburu,  jantungku berdetak kencang ketika melihat pintu kamar Mbak Ana terbuka  lebar dan di atas tempat tidur tergolek sosok tubuh yang indah dengan  posisi terlentang dengan kaki ditekuk ke atas setengah lutut hingga  kelihatan sepasang paha yang gempal dan di tengah selakangan itu  terlihat dengan jelas CD yang berwarna putih berkembang terlihat ada  gundukan yang seakan-akan penuh dengan isi hingga mau keluar.
  Nafsu dan darah lelakiku tidak tertahan lagi, kuberanikan mendekati  tubuh yang hanya dibungkus dengan kain tipis dan dengan perlahan  kusentuh paha yang putih itu, kuusap dari bawah sampai ke atas dan aku  terkejut ketika ada gerakan pada tubuh Mbak Ana dan aku bersembunyi di  bawah kolong tempat tidur. Sesaat kemudian aku kembali keluar melihat  keadaan dan posisi tidur Mbak Ana yang menambah darah lelakiku berdesir  hebat, dengan posisi kaki mengangkang terbuka lebar seakan-akan  menantang supaya segera dimasuki kemaluan laki-laki.
  Aku semakin berani dan mulai naik ke atas tempat tidur, tanpa pikir  panjang aku mulai menjilati kedua kaki Mbak Ana dari bawah sampai ke  belahan paha tanpa terlewat semilipun. Seketika itu juga ia  menggelinjang kenikmatan dan aku sudah tidak mempedulikan rasa takut dan  malu terhadap Mbak Ana. Sampai di selangkangan, aku merasa kepalaku  dibelai kedua tangan yang halus dan akupun tidak menghiraukan kedua  tangan itu. Lama-kelamaan tangan itu semakin kuat menekan kepalaku lebih  masuk lagi ke dalam kemaluan Mbak Ana yang masih terbukus CD putih itu.  Dia menggoyang-goyangkan pantatnya, tanpa pikir panjang aku menjilati  bibir kemaluannya hingga CD yang semula kering menjadi basah terkena  cairan yang keluar dari dalam liang kewanitaan Mbak Ana dan bercampur  dengan air liurku.
  Aku mulai menyibak penutup liang kewanitaan dan menjilati bibir kemaluan  Mbak Ana yang memerah dan mulai berlendir hingga Mbak Ana terbangun dan  tersentak. Secara refleks dia menampar wajahku dua kali dan mendorong  tubuhku kuat-kuat hingga aku tersungkur ke belakang dan setelah sadar ia  berteriak tidak terlalu keras, "Ndik kamu ngapaiiin…" dengan gemetar  dan perasaan yang bercampur aduk antara malu dan takut, "Maafkan aku  Mbak, aku lepas kontrol," dengan terbata-bata dan aku meninggalkan kamar  itu. Dengan perasaan berat aku menghempaskan pantatku ke sofa biru yang  lusuh. Sesaat kemudian Mbak Ana menghampiriku, dengan tergagap aku  mengulangi permintaan maafku, "Ma..ma..afkan… aku Mbak.." Mbak Ana cuma  diam entah apa yang dipikirkan dan dia duduk tepat di sampingku.  Beberapa saat keheningan menyelimuti kami berdua dan kamipun disibukkan  dengan pikiran kami masing-masing sampai tertidur.
  Pagi itu aku bangun, kulihat Mbak Ana sudah tidak ada lagi di sisiku dan  sesaat kemudian hidungku memcium aroma yang memaksa perutku  mengeluarkan gemuruh yang hebat. Mbak Ana memang ahli dibidang masak.  Tiba-tiba aku mendengar bisikan yang merdu memanggil namaku, "Ndik ayo  makan dulu, Mbak udah siapin sarapan nih," dengan nada lembut yang  seolah-olah tadi malam tidak ada kejadian apa-apa. "Iya Mbak, aku cuci  muka dulu," aku menjawab dengan malas.
  Sesaat kemudian kami telah melahap hidangan buatan Mbak Ana yang ada di  atas meja, begitu lezatnya masakan itu hingga tidak ada yang tersisa,  semua kuhabiskan. Setelah itu seperti biasa, aku menyalakan rokok Mild  kesayanganku, "Ndik maafkan Mbak tadi malam ya," Mbak Ana memecah  keheningan yang kami ciptakan. "Harusnya aku tidak berlaku kasar padamu Ndik," tambahnya. Aku jadi bingung dan menduga-duga apa maksud Mbak Ana, kemudian akupun menjawab, "Seharusnya aku yang meminta maaf pada Mbak, aku yang salah," kataku dengan menundukkan kepala. "Tidak Ndik.. aku yang salah, aku terlalu kasar kepadamu," bisik Mbak Ana. Akupun mulai bisa menangkap kemana arah perkataan Mbak Ana. "Kok bisa gitu Mbak, kan aku yang salah," tanyaku memancing. "Nggak Ndik.. aku yang salah," katanya dengan tenang, "Karena aku teledor, tapi nggak pa-pa kok Ndik." Aku terkejut mendengar jawaban itu.
  "Ndik, Mbak Ana nanya boleh nggak," bisik Mbak Ana mesra. Dengan senyum mengembang aku menjawab, "Kenapa tidak Mbak." Dengan ragu-ragu Mbak Ana melanjutkan kata-katanya, "Kamu udah punya  pacar Ndik.." suara itu pelan sekali lebih mirip dengan bisikan. "Dulu sih udah Mbak tapi sekarang udah bubaran." Kulihat ada perubahan di wajah Mbak Ana. "Kenapa Ndik," dan akupun mulai bercerita tentang hubunganku dengan  Maria teman SMP-ku dulu yang lari dengan laki-laki lain beberapa bulan  yang lalu, Mbak Ana pun mendengarkan dengan sesekali memotong ceritaku.
  "Kalo Mbak Ana udah punya cowok belum," tanyaku dengan berharap. "Belum tuh Ndik, lagian siapa yang mau sama perawan tua seperti aku ini," jawabnya dengan raut wajah yang diselimuti mendung. "Kamu nggak cari pacar lagi Ndik," sambung Mbak Ana. Dengan mendengus pelan aku menjawab, "Aku takut kejadian itu terulang, takut kehilangan lagi." Dengan senyum yang manis dia mendekatiku dan membelai rambutku dengan  mesra, "Kasian kamu Andi.." lalu Mbak Ana mencium keningku dengan  lembut, aku merasa ada sepasang benda yang lembut dan hangat menempel di  punggungku. Sesaat kemudian perasaanku melayang entah kemana, ada  getaran asing yang belum pernah kurasakan selama ini.
  "Ndik boleh Mbak jadi pengganti Maria," bisik Mbak Ana mesra. Aku bingung, perasaanku berkecamuk antara senang dan takut, "Andik takut Mbak," jawabku lirih. "Mbak nggak akan meninggalkanmu Ndik, percayalah," dengan kecupan yang lembut. "Bener Mbak, Mbak Ana berani sumpah tidak akan meninggalkan Andik," bisikku spontan karena gembira. Mbak Ana mengangguk dengan senyumnya yang manis, kamipun berpelukan erat seakan-akan tidak akan terpisahkan lagi.
  Setelah itu kami nonton Film yang banyak adegan romantis yang secara  tidak sadar membuat kami berpelukan, yang membuat kemaluanku berdiri.  Entah disengaja atau tidak, kemudian Mbak Ana mulai merebahkan kepalanya  di pangkuanku dan aku berusaha menahan nafsuku sekuat mungkin tapi  mungkin Mbak Ana mulai menyadarinya. "Ndik kok kamu gerak terus sih capek ya." Dengan tersipu malu aku menjawab, "Eh… nggak Mbak, malah Andik suka kok." Mbak Ana tersenyum, "Tapi kok gerak-gerak terus Ndik.." Aku mulai kebingungan, "Eh.. anu kok." Mbak Anak menyahut, "Apaan Ndik, bikin penasaran aja."
  Kemudian Mbak Ana bangun dari pangkuanku dan mulai memeriksa apa yang  bergerak di bawah kepalanya dan iapun tersenyum manis sambil tertawa,  "Hii.. hii.. ini to tadi yang bergerak," tanpa canggung lagi Mbak Ana  membelai benda yang sejak tadi bergerak-gerak di dalam celanaku dan aku  semakin tidak bisa menahan nafsu yang bergelora di dalam dadaku.  Kuberanikan diri, tanganku membelai wajahnya yang cantik dan Mbak Ana  seperti menikmati belaianku hingga matanya terpejam dan bibirnya yang  sensual itu terbuka sedikit seperti menanti kecupan dari seorang  laki-laki. Tanpa pikir panjang, kusentuhkan bibirku ke bibir Mbak Ana  dan aku mulai melumat habis bibir yang merah merekah dan kami saling  melumat bibir. Aku begitu terkejut ketika Mbak Ana memainkan lidahnya di  dalam mulutku dan sepertinya lidahku ditarik ke dalam mulutnya,  kemudian tangan kiri Mbak Ana memegang tanganku dan dibimbingnya ke  belahan dadanya yang membusung dan tangan yang lain sedari tadi asyik  memainkan kemaluanku. Akupun mulai berani meremas-remas buah dadanya dan  Mbak Anapun menggelinjang kenikmatan, "Te..rus… Ndik aaahh…" Kemudian  dengan tangan yang satunya lagi kuelus dengan lembut paha putih mulus  Mbak Ana, semakin lama semakin ke atas.
  Tiba-tiba aku dikejutkan tangan Mbak Ana yang semula ada di luar celana  dan sekarang sudah mulai berani membuka reitsletingku dan menerobos  masuk meremas-remas buah zakarku sambil berkata, "Sayang.. punyamu besar  juga ya.." Akupun mulai berani mempermainkan kemaluan Mbak Ana yang  masih terbungkus CD dan iapun semakin menggeliat seperti cacing  kepanasan, "Aaahh lepas aja Ndik.." Sesaat kemudian CD yang melindungi  bagian vital Mbak Ana sudah terhempas di lantai dan akupun mulai  mempermainkan daging yang ada di dalam liang senggama Mbak Ana. "Aaahhh  enak, enak Ndik masukkan aja Ndik," jariku mulai masuk lebih dalam lagi,  ternyata Mbak Ana sudah tidak perawan lagi, miliknya sudah agak longgar  dan jariku begitu mudahnya masuk ke liang kewanitaannya.
  Satu demi satu pakaian kami terhempas ke lantai sampai tubuh kami berdua  polos tanpa selembar benang pun. Mbak Ana langsung memegang batang  kemaluanku yang sudah membesar dan tegak berdiri, kemudian langsung  diremas-remas dan diciumnya. Aku hanya bisa memejamkan mata merasakan  kenikmatan yang diberikan Mbak Ana saat bibir yang lembut itu mengecup  batang kemaluanku hingga basah oleh air liurnya yang hangat. Lalu lidah  yang hangat itu menjilati hingga menimbulkan kenikmatan yang tak dapat  digambarkan. Tidak puas menjilati batang kemaluanku, Mbak Ana memasukkan  batang kemaluanku ke mulutnya yang sensual itu hingga amblas  separuhnya, secara refleks kugoyangkan pantatku maju mundur dengan pelan  sambil memegangi rambut Mbak Ana yang hitam dan lembut yang menambah  gairah seksualku dan aroma harum yang membuatku semakin terangsang.
  Setelah puas, Mbak Ana menghempaskan pantatnya di sofa. Akupun paham dan  dengan posisi kaki Mbak Ana mengangkang menginjak kedua pundakku, aku  langsung mencium paha yang jenjang dari bawah sampai ke atas. Mbak Ana  menggelinjang keenakan, "Aaahhh…" desahan kenikmatan yang membuatku  tambah bernafsu dan langsung bibir kemaluannya yang merah merekah itu  kujilati sampai basah oleh air liur dan cairan yang keluar dari liang  kenikmatan Mbak Ana.
  Mataku terbelalak saat melihat di sekitar bibir kenikmatan itu ditumbuhi  bebuluan yang halus dan lebat seperti rawa yang di tengahnya ada pulau  merah merekah. Tanganku mulai beraksi menyibak kelebatan bebuluan yang  tumbuh di pinggir liang kewanitaan, begitu indah dan merangsangnya liang  sorga Mbak Ana ketika klitoris yang memerah menjulur keluar dan  langsung kujilati hingga Mbak Ana meronta-ronta kenikmatan dan tangan  Mbak Ana memegangi kepalaku serta mendorong lebih ke dalam kedua pangkal  pahanya sambil menggoyanggoyangkan pinggulnya hingga aku kesulitan  bernafas. Tanganku yang satunya meremas-remas dan memelintir puting susu  yang sudah mengeras hingga menambah kenikmatan bagi Mbak Ana.
  "Ndik.. udah… aaahhh, masukin.. ajaaa.. ooohh…" aku langsung berdiri dan  siap-siap memasukkan batang kemaluanku ke lubang senggama Mbak Ana.  Begitu menantang posisi Mbak Ana dengan kedua kaki mengangkang hingga  kemaluannya yang merah mengkilat dan klitorisnya yang menonjol membuatku  lebih bernafsu untuk meniduri tubuh Mbak Ana yang seksi dan mulus itu.  Perlahan namun pasti, batang kemaluanku yang basah dan tegak kumasukkan  ke dalam liang kewanitaan yang telah menganga menantikan kenikmatan  sorgawi. Setelah batang kemaluanku terbenam kami secara bersamaan  melenguh kenikmatan, "Aaahh…" dan mulai kugoyangkan perlahan pinggulku  maju mundur, bagaikan terbang ke angkasa kenikmatan tiada tara kami  reguk bersama. Bibir kamipun mulai saling memagut dan lidah Mbak Ana  mulai bermain-main di dinding rongga mulutku, begitu nikmat dan hanggat.  Liang senggama Mbak Ana yang sudah penuh dengan lendir kenikmatan  itupun mulai menimbulkan suara yang dapat meningkatkan gairah seks kami  berdua. Tubuh kamipun bermandikan keringat.
  Tiba-tiba terdengar teriakan memanggil Mbak Ana. "Aaaan… Anaaa.." Kami  begitu terkejut, bingung dan grogi dengan bergegas kami memungut pakaian  yang berserakan di lantai dan memakainya. Tanpa sadar kami salah ambil  celana dalam, aku memakai CD Mbak Ana dan Mbak Ana juga memakai CD-ku.  Kemudian aku keluar dari pintu belakang dan Mbak Ana membukakan pintu  untuk bapak dan ibunya.
  Keesokan harinya aku baru berniat mengembalikan CD milik Mbak Ana dan  mengambil CD-ku yang kemarin tertukar. Aku berjalan melewati lorong  sempit diantara rumahku dan rumah Mbak Ana. Kulihat Mbak Ana sedang  mencuci pakaian di dekat sumur belakang rumahku. Setelah keadaan aman,  aku mendekati Mbak Ana yang asyik mencuci pakaian termasuk CD-ku yang  kemarin tertukar. Sambil menghisap rokok sampurna A Mild, "Mbak nih  CD-nya yang kemarin tertukar," sambil duduk di bibir sumur, sekilas kami  bertatap muka dan meledaklah tawa kami bersamaan, "Haa.. Haaaa…"  mengingat kejadian kemarin yang sangat menggelikan. Setelah tawa kami  mereda, aku membuka percakapan, "Mbak kapan main lagi, kan kemarin belum  puas." Dengan senyum yang manis, "Kamu mau lagi Ndik, sekarang juga  boleh.." Aku jadi terangsang sewaktu posisi Mbak Ana membungkuk dengan  mengenakan daster tidur dan dijinjing hinggga di atas lutut. "Emang ibu  Mbak Ana sudah berangkat ke sawah, Mbak," sambil menempelkan kemaluanku  yang mulai mengeras ke pantat Mbak Ana. "Eh…eh jangan disini Ndik, entar  diliat orang kan bisa runyam."
  Kemudian Mbak Ana mengajakku masuk ke kamar mandi, sesaat kemudian di  dalam kamar mandi kami sudah berpelukan dan seperti kesetanan aku  langsung menciumi dan menjilati leher Mbak Ana yang putih bersih. "Ohhh  nggak sabaran baget sih Ndik," sambil melenguh Mbak Ana berbisik lirih.  "Kan kemaren terganggu Mbak." Setelah puas mencium leher aku mulai  mencium bibir Mbak Ana yang merah merekah, tanganku pun mulai  meremas-remas kedua bukit yang mulai merekah dan tangan yang satunya  lagi beroperasi di bagian kemaluan Mbak Ana yang masih terbungkus CD  yang halus dan tangan Mbak Ana pun mulai menyusup di dalam celanaku,  memainkan batang kemaluanku yang mulai tegak dan berdenyut.
  Sesaat kemudian pakaian kami mulai tercecer di lantai kamar mandi hingga  tubuh kami polos tanpa sehelai benangpun. Tubuh Mbak Ana yang begitu  seksi dan menggairahkan itu mulai kujilati mulai dari bibir turun ke  leher dan berhenti tepat di tengah kedua buah dada yang ranum dengan  ukuran yang cukup besar. Kemudian sambil meremas-remas belahan dada yang  kiri puting susu yang kecoklatan itu kujilati hingga tegak dan keras.  "Uhhh.. ahhh.. terus Ndik," Mbak Ana melenguh kenikmatan ketika puting  susu yang mengeras itu kugigit dan kupelintir menggunakan gigi depanku.  "Aaahhh.. enak Mbak.." Mbak Anapun mengocok dan meremas batang  kemaluanku hingga berdenyut hebat.
  Kemudian aku duduk di bibir bak mandi dan Mbak Ana mulai memainkan  batang kemaluanku dengan cara mengocoknya. "Ahhh.. uhhhhh.." tangan yang  halus itu kemudian meremas buah zakarku dengan lembut dan bibirnya  mulai menjilati batang kemaluanku. Terasa nikmat dan hangat ketika lidah  Mbak Ana menyentuh lubang kencing dan memasukkan air liurnya ke  dalamnya. Setelah puas menjilati, bibir Mbak Ana mulai mengulum hingga  batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. "Aahhh… uuuhhff…" lidah Mbak  Ana menjilat kemaluanku di dalam mulutnya, kedua tanganku memegangi  rambut yang lembut dan harum yang menambah gairah sekaligus menekan  kepala Mbak Ana supaya lebih dalam lagi hingga batang kemaluanku masuk  ke mulutnya.
  "Gantian dong Ndik," Mbak Ana mengiba memintaku bergantian memberi  kenikmatan kepadanya. Kemudian aku memainkan kedua puting susu Mbak Ana,  mulutku mulai bergerak ke bawah menuju selakangan yang banyak ditumbuhi  bebuluan yang halus dan lebat. Mbak Anapun tanpa dikomando langsung  mengangkangkan kedua kakinya hingga kemaluannya yang begitu indah  merangsang setiap birahi laki-laki itu kelihatan dan klitorisnya yang  kemerahan menonjol keluar, akupun menjilati klitoris yang kemerahan itu  hingga berlendir dan membasahi bibir kemaluan Mbak Ana. "Aaahhh… aaahh…  terus… enak.." Mbak Ana menggelinjang hebat dengan memegangi kepalaku,  kedua tangannya menekan lebih ke dalam lagi.
  Setelah liang kenikmatan bak Ana mulai basah dengan cairan yang  mengkilat dan bercampur dengan air liur, kemudian aku memasukkan kedua  jariku ke dalam liang kewanitaan Mbak Ana dan kumainkan maju mundur  hingga Mbak Ana menggelinjang hebat dan tidak tahan lagi. "Ndik..  ooohh.. ufff cepetan masukin aja.." Dengan posisi berdiri dan sebelah  kaki dinaikkan ke atas bibir bak mandi, Mbak Ana mulai menyuruh  memasukkan batang kemaluanku ke liang senggamanya yang sejak tadi  menunggu hujaman kemaluanku. Kemudian aku memegang batang kemaluanku dan  mulai memasukkan ke liang kewanitaan Mbak Ana. "Aahhh…" kami bersamaan  merintih kenikmatan, perlahan kuayunkan pinggulku maju mundur dan Mbak  Ana mengikuti dengan memutar-mutar pinggulnya yang mengakibatkan batang  kemaluanku seperti disedot dan diremas daging hidup hingga menimbulkan  kenikmatan yang tiada tara. Kemudian kuciumi bibir Mbak Ana dan kuremas  buah dadanya yang montok hingga Mbak Ana memejamkan matanya menahan  kenikmatan. "Ahhh… uhhh…" Mbak Ana melenguh dan berbisik, "Lebih kenceng  lagi Ndik." Kemudian aku lebih mempercepat gerakan pantatku hingga  menimbulkan suara becek, "Jreb.. crak.. jreb.. jreb…" suara yang  menambah gairah dalam bermain seks hingga kami bermandikan keringat.
  Setelah bosan dengan posisi seperti itu, Mbak Ana mengubah posisi dengan  membungkuk, tangannya berpegangan pada bibir bak mandi kemudian aku  memasukkan batang kemaluanku dari belakang. Terasa nikmat sekali ketika  batang kemaluanku masuk ke liang senggama Mbak Ana. Terasa lebih sempit  dan terganjal pinggul yang empuk. Kemudian tanganku memegangi leher Mbak  Ana dan tangan yang lain meremas puting susunya yang bergelantungan.  "Uuuhhh… ahhh enak Ndik," dan aku semakin mempercepat gerakan pantatku.  "Uuuhhh.. uuuhhh Ndik, Mbak mau keluar," akupun merasakan dinding  kemaluan Mbak Ana mulai menegang dan berdenyut begitu juga batang  kemaluanku mulai berdenyut hebat. "Uuuhhhk.. aahh.. aku juga Mbak.."  Kemudian tubuh Mbak Ana mengejang dan mempercepat goyangan pinggulnya  lalu sesaat kemudian dia mencapai orgasme, "Aaahh… uuuhh…" Terasa cairan  hangat membasahi batang kemaluanku dan suara decakan itupun semakin  membecek "Jreeb… crak… jreb.." Akupun tak tahan lagi merasakan  segumpalan sesuatu akan keluar dari lubang kencingku. "Aaahhh… ooohhh…  Mbak Anaaa…" Terasa tulang-tulangku lepas semua, begitu capek. Akupun  tetap berada di atas tubuh sintal Mbak Ana. Kemudian kukecup leher dan  mulut Mbak Ana, "Makasih Mbak, Mbak Ana memang hebat.." Mbak Anapun cuma  tersenyum manis.
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep   gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Gadis SMU diperkosa Gurunya               Mar 23rd 2013, 02:59                                                Seperti biasa pada pagi yang cerah Lhian bersiap untuk berangkat  sekolah. Lhian S, gadis cantik bertubuh tinggi, sexy dan putih mulus.  Gadis berkacamata ini cukup pintar dan rajin dalam mengerjakan suatu  pekerjaan. Dia dikenal sebagai gadis nomor satu disekolahnya. Sifatnya  yang tomboy memudahkan para teman prianya untuk menikmati tubuh Lhian  dengan memandangi payudara, paha, pinggul, ketiak dan pantatnya yang  besar. Karena Lhian sangat mudah bergaul dengan anak cowok. Tinggi Lhian  sekitar 168 cm, dan beratnya 55 kg.
  Lhian memang mempunyai tubuh yang paling sempurna di sekolahnya. Dengan  ukuran bra 36B, ia kadang tidak memakai bra untuk menyangga susunya  ketika bermain dengan teman-temannya. Para teman cowoknya yang beruntung  saat itu, akan dapat menikmati pemandangan yang membuat jakun pria naik  turun. Mereka berharap bisa menjamah kantong susu itu, dan meminum  susunya. Meskipun tidak mengenakan bra, susu Lhian yang hanya ditutupi  kaos terlihat kencang dan tegak. Itu karena Lhian rajin berolahraga,  baik itu push-up, sit-up, jogging, basket, dll. Sehingga susunya pun  sangat padat dan kenyal. Tapi yang paling menonjol adalah buah pantatnya  yang besar dan luar biasa montok. Lhian terpilih mempunyai pantat  terindah oleh teman-teman cowoknya. Disamping itu Lhian selalu memakai  rok birunya yang ketat, pantatnyapun bergantian naik-turun ketika ia  berjalan. Garis celana dalamnya tercetak jelas di belakang roknya,  menandakan betapa padat dan montoknya pantatnya.
  Selama proses belajar mengajar, para guru laki-laki yang mengajarnya  sering memperhatikan Belahan payudara Lhian yang kadang terlihat sedikit  menyembul keluar, dan roknya yang tersingkap sehingga pahanya yang  putih mulus terpampang jelas dimata gurunya. Lhian kadang sengaja  membiarkan beberapa bagian tubuhnya diamati. Lhian mempunyai pinggul  yang lebar, pantat yang sekal dan paha yang besar dan gempal  menggairahkan. bahkan tidak jarang teman-teman cowok dikelasnya yang  nekat masturbasi dikelas ketika sedang jam pelajaran, karena tidak tahan  melihat paha atau pantat Lhian didepannya. Lhian sangat bersemangat  disekolahnya. Ia aktif mengikuti kegiatan ekstra di sekolahnya seperti  pramuka dan paskibraka. Lhian sekolah di sebuah SMU swasta yang terkenal  dikotanya, sekarang ia kelas 3.
 
  Pagi sekali sekitar pukul 06. 30 dia sudah menunggu angkutan kota menuju  sekolahan nya, jarak sekolahnya tidak terlalu jauh sekitar 5 km.  Apalagi nanti ada upacara. Tiba-tiba ketika Lhian sedang asyik-asyiknya  jalan sendiri sambil baca buku pelajaran, ada seorang naik mobil  menghampirinya. "Halo Lhian kok jalan?", tanya si pengendara mobil itu yang ternyata adalah Pak Bambang guru Fisikanya. "Lho Bapak kok jam segini sudah berangkat?" tanya Lhian spontan. "Iya saya habis nginap di tempat saudara, takutnya telat. Kalo mo ke sekolah, ayo ikut Bapak saja" ajak Pak Bambang.
  Karena Lhian sudah kenal benar dgn yang namanya Pak Bambang. Akhirnya  mau juga nebeng Pak Bambang. Tapi Lhian nggak tahu disitulah awal  bencana bagi Lhian. "Dik Lhian nggak keberatan khan kalau kita mampir dulu ke rumah adik  saya, soalnya saya baru ingat kalau buku laporan saya tertinggal di  sana?" Pak Bambang membuat alasan. "Iya Pak tapi cepetan yah, biar nggak telat" Tiba-tiba Pak Bambang mempercepat kecepatan mobilnya dengan sangat  tinggi dan arahnya ke rumah kosong di pedesaan yang jarang terjamah  orang.
  Sesampainya disitu Lhian ditarik dengan paksa masuk ke dalam rumah  kosong dan disitu sudah ada Pak Wahyu, Pak Joko yang merupakan wali  kelas Lhian yang sudah lama mengamati Lhian dan nggak ketinggalan kepala  sekolah Pak Budi dan wakil kepala sekolahnya yang namanya Pak Dono.  Mereka semua nampaknya sudah menunggu semenjak tadi. "Halo Lhian, sudah ditunggu dari tadi lho?", seru salah seorang dari mereka. "Apa-apaan nih? Apa yang Bapak-Bapak lakukan disini?", Lhian mulai kebingungan.
  Lhian menjerit karena dia mulai digerayangi. "******* tua bangka jangan coba-coba sentuh saya". "Diam, kamu pengin lulus nggak? Berani melawan perintah gurumu yah", kata Pak Budi selaku guru Matematika. Lhian mencoba melawan dengan memukuli dan menendang gurunya. Tapi Lhian  kalah setelah ia dihantam perutnya oleh Pak Joko guru olahraganya, dan  di gampar pipinya berkali-kali sampai Lhian kelenger hingga merah dan  bibirnya berdarah. Lhian meringis kesakitan. "Nah sekarang emut dan hisep ****** saya, ****** Pak Andi, ****** Pak  Joko dan Pak Dono yang kenceng nyedotnya, kalo nggak saya obrak-abrik  rahim kamu biar nggak bisa punya anak Mau?",
  Karena ketakutan akhirnya Lhian mengulum ****** para gurunya. Lhian  menyedot penis mereka satu-persatu dengan bibirnya yang merah dan  mulutnya yang mungil, sambil tangannya menggenggam penis para Bapak guru  sambil mengocok-ngocoknya. "Nah gitu terus yang enak ayo jangan berhenti, telen pejuhnya biar kamu tambah pinter", seru Pak Bambang. "Mmmphh, slerrpp, mmhh" Dengan terpaksa Lhian menghisap ******-****** mereka sampe mereka semua pada orgasme. "Edan, nih cewek nyepongnya mantep banget Lhian, lo pasti sudah sering nyepongin ****** temen-temen lo yah? haa, ha, ha, ha". Guru Lhian satu persatu menyemburkan sperma mereka ke dalam mulut Lhian,  dan mengalir ke tenggorokannya. Walaupun Lhian hampir muntah dia  memaksakan untuk menelan pejuh kelima orang itu. Dia masih tak percaya  dioral oleh gurunya sendiri. Wajah Lhian mulai terlihat kelenger lagi,  sepertinya ia mabuk sperma, merasakan mual pada perutnya.
  Setelah mereka puas memperkosa mulut Lhian ternyata mereka langsung  menelanjangi Lhian. Pak Dono memegang kedua tangan Lhian, Pak Budi  memelorotkan rok abu-abunya, Pak Joko merobek pakaian dan kutang Lhian. "Nih murid teteknya putih banget, gede lagi, putingnya coklat pasti  manis nih Wahh, kenyal sekali, lembut banget Bapak-Bapak" Pak Joko  mengomentari payudara Lhian, sambil mulai meremas-remas payudara Lhian. Dalam sekejap Lhian sudah dalam keadaan tanpa busana. "Jangan pak jangan, atau saya akan melapor ke polisi", seru Lhian sambil teriak. "Ooo, coba saja nanti, sekarang sebaiknya kamu persiapkan diri kamu  untuk menerima pelajaran khusus" Seru Pak Budi sambil menjambak rambut  Lhian. Lhian sekarang hanya mengenakan celana dalam putih saja.
  Ketika Pak Budi hendak beraksi tiba-tiba Pak Bambang protes, "karena  saya yang dapat perek ini maka saya duluan yang memperkosanya." Tanpa membuang waktu lagi kini diputarnya tubuh Lhian menjadi tengkurap,  kedua tangannya yang ditarik kebelakang menempel dipunggung sementara  dada dan wajahnya menyentuh kasur. Kedua tangan kasar Pak Bambang itu  kini mengusap-usap bagian pantat Lhian, dirasakan olehnya pantat Lhian  yang sekal. Sesekali tangannya menyabet pantat Lhian dengan keras, bagai  seorang Ibu yang tengah menyabet pantat anaknya yang nakal "Plak,  Plak.". "Wah sekal sekali pantat kamu Lhian, kenyal, gila nih Don, paha murid  kita satu ini gede amat. Putihnya ya ampun, banyak bulu-bulu halusnya  lagi di pahanya" ujar Pak Bambang sambil terus mengusap-usap dan  memijit-mijit pantat Lhian sambil sesekali mencabuti bulu-bulu di paha  Lhian yang putih gempal itu. Lhian mengaduh kesakitan. "Bakal mabuk nih kita nikmatin pantat segede gini, seperti bokong sapi aja." "Montoknya, ya ampun, gede, kenyal lagi" sambil memijat pantat Lhian yang memerah karena tamparan tangan Pak Bambang. Pak Dono lalu menjilati dan menggigiti bongkahan pantat si Lhian. "Aakhh, *******, keparat, jangan sentuh pantat gue", Lhian membentak mereka. "Plakk" sebuah tamparan sangat keras ke pipi Lhian. "Diam kamu, pelacur pengin gue rontokin gigi putih loe", Pak Dono balas membentak.
  Lhian hanya diam pasrah, sementara tangisannya mulai terdengar.  Tangisnya terdengar semakin keras ketika tangan kanan Pak Bambang secara  perlahan-lahan mengusap kaki Lhian mulai dari betis naik terus kebagian  paha lalu mengelus-elus paha mulus putih Lhian dan akhirnya menyusup  masuk kedalam roknya hingga menyentuh kebagian selangkangannya. "Jangan paak, saya mohon, saya masih perawan pakk", Lhian teriak ketakutan. Sesampainya dibagian itu, salah satu jari tangan kanan Pak Bambang,  yaitu jari tengahnya menyusup masuk kecelana dalamnya dan langsung  menyentuh kemaluannya. Kontan saja hal ini membuat badan Lhian agak  menggeliat, dia mulai sedikit meronta-ronta, namun jari tengah Pak  Bambang tadi langsung menusuk lobang kemaluan Lhian.
  "Egghhmm, oohh, shitt, shitt", Lhian menjerit badannya mengejang tatkala  jari telunjuk Pak Bambang masuk kedalam liang kewanitaannya itu. Badan Lhian pun langsung menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan,  ketika Pak Bambang memainkan jarinya itu didalam lobang kemaluan Lhian.  Nafas Lhian terengah-engah sambil mengerang kesakitan.
  Dengan tersenyum terus dikorek-koreknyalah lobang kemaluan Lhian,  sementara itu badan Lhian menggeliat-geliat jadinya, matanya  merem-melek, mulutnya mengeluarkan rintihan-rintihan yang keluar dari  mulutnya itu Pak Bambang menciumi bibir vagina Lhian sambil sesekali  memasukkan lidahnya kedalam liang vagina Lhian, kepala Pak Bambang  menghilang di bawah selangkangan Lhian sambil kedua tangannya dari bawah  meremas -remas pantat Lhian. Sementara Pak Dono meremas payudara kanan  Lhian, dan mulutnya mengulum payudara Lhian satunya lagi. "Pak Bambang, susu murid kesayanganmu ini gurih sekali, harum lagi, kualitas nomer satu". Pak Dono asyik menyantap payudara Lhian, yang ranum padat dan kenyal sekali.
  "Ehhmmpphh, mmpphh, ouughh, sakii..iit, paa..ak". Lhian terus mengerang kesakitan pada kedua buah dadanya dan kenikmatan  pada kemaluannya. Setelah beberapa menit lamanya, kemaluan Lhianpun  menjadi basah oleh cairan kewanitaannya, Pak Bambang kemudian mencabut  jarinya.
  Melihat Lhian yang meronta-ronta, Pak Bambang semakin bernafsu dan dia  segera menghunjamkan penisnya ke dalam vagina Lhian yang masih perawan.  Walaupun vagina Lhian sudah basah oleh air liur Pak Bambang dan cairan  vagina Lhian yang keluar, namun Pak Bambang masih merasakan kesulitan  saat memasukkan penisnya, karena vagina Lhian yang perawan masih sangat  sempit. Lhian hanya dapat menangis dan berteriak kesakitan karena  keperawanannya yang telah dia jaga selama ini akan direnggut dengan  paksa seperti itu oleh gurunya sendiri. Lalu dengan ngacengnya Pak  Bambang memasukkan batang penisnya lagi. "Auw aduh duh sshh, saakkii..iitt, pakk.. ammpuu..uunn", terdengar suara dari mulut Lhian yang terlihat kesakitan. Dia mulai menangis sambil mendesah menikmati ****** Pak Bambang yang  mengaduk-aduk liang peranakannya. Terlihat jelas raut wajah Lhian yang  menahan sakit luar biasa pada selangkangannya.
  Lhian sekarang lebih terdengar suara tertahan ketika penis disodok-sodokkan ke lubang memeknya. "Huek, hek, hek aah oohh jangan, uh, duh, ampunn pakk", ternyata Lhian telah orgasme. Sungguh mengasyikan melihat expresi Lhian yang merem-merem sambil  menggigit bibir bawahnya. Pak Bambang terus menggenjot memek Lhian.  Menit-menitpun berlalu dengan cepat, masih dengan sekuat tenaga Pak  Bambang terus menggenjot tubuh Lhian, Lhianpun nampak semakin kepayahan  karena sekian lamanya Pak Bambang menggenjot tubuhnya. Rasa pedih dan  sakitnya seolah telah hilang, erangan dan rintihanpun kini melemah,  matanya mulai setengah tertutup dan hanya bagian putihnya saja yang  terlihat, sementara itu bibirnya menganga mengeluarkan alunan-alunan  rintihan lemah, "Ahh, ahh, oouuhh".
  Lalu Pak Bambang memposisikan tubuh Lhian menungging. Pantat Lhian  sekarang terlihat kokoh menantang, ditopang paha panjangnya yang putih  dan tegak. Pak Bambang memasukkan kejantanannya yang berukuran 20 cm  lebih itu ke vagina Lhian hingga terbenam seluruhnya, lalu dia  menariknya lagi dan dengan tiba-tiba sepenuh tenaga dihujamkannya benda  panjang itu ke dalam rongga vagina Lhian hingga membuatnya tersentak  kaget dan kesakitan sampai matanya membelalak disertai teriakan panjang. "Aaahh, Stoop, kumohon jangan". Kedua tangan Pak Bambang memegang pantat Lhian, sedangkan pinggulnya  bergoyang-goyang berirama. Sesekali tangan Pak Bambang mengelus-elus  pantat Lhian dan sesekali meremas payudara Lhian dari belakang.
  Beberapa menit kemudian, Pak Bambang kembali mempercepat goyangan  pinggulnya, kemudian dia menarik kedua tangan Lhian. Jadi sekarang  persis seperti menunggangi kuda lumping, kedua tangan Lhian dipegang  dari belakang sedangkan pantatnya digoyang seirama sodokan penis Pak  Bambang. Karena tidak disangga kedua tangannya lagi, kini buah dada  Lhian tergencet di atas tikar tipis sebagai alas Lhian disetubuhi.  Sedangkan wajah Lhian menghadap keatas dengan mulut menganga mengerang  kesakitan. Melihat keadaan Lhian seperti itu, pak Bambang semakin  bersemangat mengebor liang vagina Lhian.
  "Anjingg, bangsaatt, perekk, loo, Lhian ngentoott, gue entotin loo". Pak Bambang merancau tak jelas. Dan akhirnya Pak Bambangpun berejakulasi  di lobang kemaluan Lhian, kemaluannya menyemburkan cairan kental yang  luar biasa banyaknya memenuhi rahim Lhian. "Aa, aakkhh, oohh", sambil mengejan Pak Bambang melolong panjang bak  serigala, tubuhnya mengeras dengan kepala menengadah keatas. "Aoohh, oouuhh, bangsaatt, shitt, shitt". Lhian mengumpat sambil mendesah, tubuhnya mengejang merasakan air mani  Pak Bambang membanjiri rahimnya. Puas sudah dia menyetubuhi Lhian, rasa  puasnya berlipat-lipat baik itu puas karena telah mencapai klimaks dalam  seksnya, puas dalam menyetubuhi Lhian, puas dalam merobek keperawanan  Lhian dan puas dalam memberi pelajaran kepada gadis nomor satu di  sekolah itu.
  Lhian menyambutnya dengan mata yang secara tiba-tiba terbelalak, dia  sadar bahwa gurunya telah berejakulasi karena dirasakannya ada  cairan-cairan hangat yang menyembur membanjiri vaginanya. Cairan kental  hangat yang bercampur darah itu memenuhi lobang kemaluan Lhian sampai  sampai meluber keluar membasahi paha dan sprei kasur. Lhian yang  menyadari itu semua, mulai menangis namun kini tubuhnya sudah lemah  sekali. Setelah itu Pak Andi maju untuk mengambil giliran. Kali ini Pak Andi  mengangkat kedua kaki Lhian ke atas pundaknya, dan kemudian dengan tidak  sabar dia segera menancapkan penisnya yang sudah tegang ke dalam vagina  Lhian. Pak Andi masih mengalami kesulitan saat memasukkan penisnya,  meskipun vagina Lhian kini sudah licin oleh sperma Pak Bambang dan juga  cairan vagina Lhian. Vagina Lhian masih sangat sempit. Kembali vagina  Lhian diperkosa secara brutal oleh Pak Andi, dan Lhian lagi-lagi hanya  dapat berteriak kesakitan.
  "Bangsatt, akkhh, bajingaann, sudahh, sudahh, keparaatt" Namun kali ini Lhian tidak berontak lagi, karena dia pikir itu hanya akan membuat gurunya semakin bernafsu saja.
  Sementara itu Pak Andi terus memompa vagina Lhian dengan cepat sambil  satu tangannya meremas-remas payudara Lhian yang bulat kenyal dan tidak  lama kemudian dia mencapai puncaknya dan mengeluarkan seluruh spermanya  di dalam vagina Lhian. "Ooohh, makan nih pejuh gue". Lhian hanya dapat meringis kesakitan, tubuhnya telentang tidak berdaya  di lantai. Walaupun tangan dan kakinya sudah tidak dipegangi lagi, dan  membayangkan dirinya akan hamil karena saat ini adalah masa suburnya.  Dia dapat merasakan ada cairan hangat yang masuk ke dalam vaginanya.  Darah perawan Lhian dan sebagian sperma Pak Andi mengalir lagi keluar  dari vaginanya.
  "Hmmpphh, hhmmpp, oohhkk, oughh", Lhian menjerit dengan tubuhnya yang  mengejang ketika Pak Budi mulai menanamkan batang kemaluannya didalam  lobang kemaluan Lhian. Matanya terbelalak menahan rasa sakit dikemaluannya, tubuhnya  menggeliat-geliat sementara Pak Budi terus berusaha menancapkan seluruh  batang kemaluannya. Memang agak sulit selain meskipun sudah dimasuki dua  penis tadi, usia Lhian juga masih tergolong muda sehingga kemaluannya  masih sangat sempit.
  Akhirnya dengan sekuat tenaganya, Pak Budi berhasil menanamkan seluruh  batang kemaluannya didalam vagina Lhian. Tubuh Lhian berguncang-guncang  disaat itu karena dia menangis merasakan sakit dan pedih tak terkirakan  dikemaluannya itu. Diapun terus memohon kepada Pak Budi agar mau  melepaskannya. "Ahh, rasain loe, akhirnya aku bisa ngerasain jepitan memek kamu sayang", bisiknya ketelinga Lhian. "Oouuhh, Paakk, saakiitt, Paak, ampuunn", rintih Lhian dengan suara yang megap-megap. Jelas Pak Budi tidak perduli. Dia malahan langsung menggenjot tubuhnya  memompakan batang kemaluannya keluar masuk lobang kemaluan Lhian.
  "Aakkhh, oohh, oouuhh, oohhggh", Lhian merintih-rintih, disaat tubuhnya  digenjot Oleh Pak Budi, badannyapun semakin menggeliat-geliat. Otot-otot dinding vaginanya kuat mengurut-urut batang kemaluan Pak Budi  yang tertanam didalamnya, karenanya Pak Budi merasa semakin nikmat.  Sambil memukuli perut Lhian dengan tangannya, berharap agar vagina Lhian  mencengkram penisnya dengan lebih erat karena lobang vagina Lhian  semakin mengendur.
  Tiba-tiba Pak Budi mencabut penisnya dan dia duduk di atas dada Lhian.  Pak Budi mendempetkan kedua buah payudara Lhian yang kecil dengan kedua  tangannya dan menggosok-gosokkan penisnya di antara celah kedua payudara  Lhian, sampai akhirnya dia memuncratkan spermanya ke arah wajah Lhian.  Lhian gelagapan karena sperma Pak Budi mengenai bibir dan juga matanya.  Setelah itu Pak Budi masih sempat membersihkan sisa sperma yang menempel  di penisnya dengan mengoleskan penisnya ke payudara Lhian dan ke puting  susunya. Kemudian Pak Budi menampar payudara Lhian yang kiri dan kanan  berkali-kali, sehingga payudara Lhian berwarna kemerahan dan membuat  Lhian merasa perih dan kesakitan.
  Selanjutnya dua orang, Pak Joko dan Pak Dono maju. Mereka kini menyuruh  Lhian untuk mengambil posisi seperti merangkak. Kemudian Pak Joko  berlutut di belakang pantat Lhian dan mulai mencoba memasukkan penisnya  ke lubang anus Lhian yang sangat sempit. "Gila nih cewek, bokongnya montok banget kenyal lagi, lihat nih Tin paha  si Lhian. Gempal, gede, Putih banget. Bener kata Pak Bambang" Kata Pak  Joko. "Ampuunn, jangan sodomi saya paakk, saya mohoonn". Membayangkan kesakitan yang akan dialaminya, Lhian mencoba untuk  berdiri, tetapi kepalanya dipegang oleh Pak Dono yang segera mendorong  wajah Lhian ke arah penisnya. Kini Lhian dipaksa mengulum dan menjilat  penis Pak Dono. Penis Pak Dono yang tidak terlalu besar tertelan  semuanya di dalam mulut Lhian.
  Sementara itu, Pak Joko masih berusaha membesarkan lubang anus Lhian  dengan cara menusuk-nusukkan jarinya ke dalam lubang anus Lhian. "Akkhh, oohh, aahh, sshh, perihh, pakk" Sesekali Pak Joko menampar pantat Lhian dengan keras, sehingga Lhian merasakan pantatnya panas. "Gila nih perek, bokongnya gede tapi lobangnya kecil banget" Kemudian  Pak Joko juga berusaha melicinkan lubang anus Lhian dengan cara  menjilatinya. Lhian merasakan sensasi aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya  saat lidah Pak Joko menjilati lubang anusnya. Ia berada dibelakang Lhian  dengan posisi menghadap punggung Lhian.
  Ketika lobang dubur Lhian agak terbuka, Pak Joko menuang sebotol minyak  goreng kedalam lobang dubur Lhian. Setelah itu kembali direntangkannya  kedua kaki Lhian selebar bahu, dan, "Aaakkhh.", Lhian melolong panjang,  badannya mengejang dan terangkat dari tempat tidur disaat Pak Jokol  menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Lhian. Rasa sakit  tiada tara kembali dirasakan didaerah selangkangannya, dengan agak susah  payah kembali Pak Joko berhasil menanamkan batang kemaluannya didalam  lobang anus Lhian, meskipun baru masuk setengahnya. Setelah itu tubuh  Lhian kembali disodok-sodok, kedua tangan Pak Joko meraih payudara Lhian  serta meremas-remasnya.
  Tidak lama kemudian Lhian kembali menjerit kesakitan. Rupanya anusnya  sudah jebol oleh penis Pak Joko yang berhasil masuk seluruhnya dengan  paksa. Kini Pak Joko memperkosa anus Lhian perlahan-lahan, karena lubang  anus Lhian masih sangat sempit dan kering. Ketika Pak Joko menarik  penisnya, mulut dubur Lhian ikut tertarik sehingga terlihat monyong  keluar. Lalu Pak Joko menyodokkan lagi penisnya, sehingga kini dubur  pantat Lhian mengempot. "Aaakkhh, ouughh, sakii..iitt, pak, periihh, akuu, nggakk.. kuatt, pakk, periihh, sakiitt". Lhian menjerit keras sekali, ia baru saja merasakan rasa sakit yang  teramat-sangat yang pernah dirasakannya. Pak Joko merasakan kesakitan  sekaligus kenikmatan yang luar biasa saat penisnya dijepit oleh anus  Lhian. Pak Joko merasa penisnya lecet didalam pantat Lhian. Kenikmatan  yang terus-menerus dirasakannya ketika menunggangi pantat Lhian. Tak  terbayang bagaimana wajah orang tua Lhian, jika menyaksikan persetubuhan  yang tidak manusiawi yang dialami putrinya. Anak perempuan yang mereka  rawat dengan kasih sayang hingga remaja dan dibiayai, sekarang tubuhnya  sedang menungging telanjang bulat, pantatnya disodomi oleh gurunya  sendiri.
  Seperempat jam lamanya Pak Joko menyodomi Lhian, waktu yang lama bagi Lhian yang semakin tersiksa itu. "Eegghh, aakkhh, oohh". Dengan mata merem-melek serta tubuh tersodok-sodok, Lhian  merintih-rintih, sementara itu kedua payudaranya diremas-remas oleh  kedua tangan Pak Joko. Saat Lhian berteriak, kembali Pak Dono mendorong  penisnya ke dalam mulut Lhian, sehingga kini Lhian hanya dapat  mengeluarkan suara erangan yang tertahan, karena mulutnya penuh oleh  penis Pak Dono. Tubuh Lhian terdorong ke depan dan ke belakang mengikuti  gerakan penis di anus dan mulutnya.
  Kedua payudara Lhian yang menggantung dengan indah bergoyang-goyang  karena gerakan tubuhnya diremas-remas dengan brutal oleh Pak Joko. Lhian  berteriak-teriak kesakitan. "Aakkhh, oohh, oouhh, aammp, uunn, pakk" Keadaan ini terus berlangsung sampai akhirnya Pak Joko dan Pak Dono  mencapai klimaks hampir secara bersamaan. Pak Joko yang sudah tidak  tahan karena seret dan panasnya dubur Lhian menyemburkan spermanya di  dalam anus Lhian, Lhian merasakan perih pada rongga duburnya yang lecet  tersiram sperma Pak Joko. Dan Pak Dono menyemburkan spermanya di dalam  mulut Lhian. Lhian terpaksa menelan semua sperma Pak Dono agar dia dapat  tetap bernafas. Lhian hampir muntah merasakan sperma itu masuk ke dalam  kerongkongannya, namun tidak dapat karena penis Pak Dono masih berada  di dalam mulutnya. Lhian membiarkan saja penis Pak Dono berada di dalam  mulutnya untuk beberapa saat sampai Pak Dono menarik keluar penisnya  dari mulut Lhian. Sebagian sisi sperma Pak Dono yang tidak tertelan  meluber keluar bercampur dengan air liur Lhian.
  Kemudian Pak Dono memaksa Lhian untuk membersihkan penisnya dari sperma  dengan cara menjilatinya. Pak Joko juga masih membiarkan penisnya di  dalam anus Lhian dan sesekali masih menggerak-gerakkan penisnya di dalam  anus Lhian, mencoba untuk merasakan kenikmatan yang lebih banyak. Lhian  dapat merasakan kehangatan sperma di dalam lubang anusnya yang secara  perlahan mengalir keluar dari lubang anusnya. Perih yang luar biasa  dirasakan lobang pantat Lhian yang lecet-lecet.
  Setelah Pak Joko mencabut penisnya dari anus Lhian, lalu Pak Dion  mengambil kursi dan duduk di atasnya. Dia menarik Lhian mendekati dan  mengangkat tubuh Lhian lalu memposisikan mengangkangi penisnya menghadap  dirinya. Pak Dion kemudian mengarahkan penisnya ke vagina Lhian, dan  kemudian memaksa Lhian untuk duduk di atas pangkuannya, sehingga seluruh  penis Pak Dion langsung masuk ke dalam vagina Lhian. "Aohh, oouuhh, sakii..itt, udahh, Paak, ngiluu paakk", Lhian mengerang kesakitan. Setelah itu, Lhian dipaksa bergerak naik turun, sementara Pak Dion  meremas dan menjilati kedua payudara dan puting susu Lhian. Sesekali Pak  Dion menyuruh Lhian untuk menghentikan gerakannya untuk menahan  orgasmenya. Pak Dion dapat merasakan vagina Lhian berdenyut-denyut  seperti memijat penisnya, dan dia juga dapat merasakan kehangatan vagina  Lhian yang sudah basah.
  Pak Dion masih belum puas. Dia memiringkan tubuh Lhian lalu mengangkat  kaki kanan Lhian ke bahunya dan mulai menyodok-nyodokan penisnya di  liang kemaluan Lhian. Lhian menahan sakit bercampur nikmat itu dengan  menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah, wajahnya yang sudah penuh  air mata dan memar bekas tamparan itu tidak membuat iba gurunya itu. Pak  Dion tanpa kenal ampun berkali-kali menghujamkan senjatanya dengan  sepenuh tenaga. Temannya yang gendut itu juga menjilati payudara Lhian  yang bergoyang-goyang akibat irama pinggul Pak Dion, lidahnya  bermain-main di ujung putingnya yang sudah sangat keras. Pak Dion tidak  dapat bertahan lama, karena dia sudah sangat terangsang sebelumnya  ketika melihat Lhian diperkosa oleh para rekannya, sehingga dia langsung  memuncratkan spermanya ke dalam vagina Lhian. Lhian kembali merasakan  kehangatan yang mengalir di dalam vaginanya.
  Selanjutnya, Pak Gatot yang mengambil giliran untuk memperkosa Lhian.  Dia menarik Lhian dari pangkuan Pak Dion, kemudian dia sendiri tidur  telentang di lantai. Lhian disuruh untuk berlutut dengan kaki  mengangkang di atas penis Pak Gatot. Kemudian secara kasar Pak Gatot  menarik pantat Lhian turun, sehingga vagina Lhian langsung terhunjam  oleh penis Pak Gatot yang sudah berdiri keras. "Akkhh, aakkhh, oogghh,". teriakan memilukan keluar dari mulut Lhian. Penis Pak Gatot, yang jauh lebih besar daripada penis-penis sebelumnya  meskipun tubuhnya pendek yang memasuki vagina Lhian, masuk semuanya ke  dalam vagina Lhian, membuat Lhian kembali merasakan kesakitan karena ada  benda keras yang masuk jauh ke dalam vaginanya. Lhian merasa vaginanya  dikoyak-koyak oleh penis Pak Gatot. Pak Gatot memaksa Lhian untuk terus  menggerakkan pinggulnya naik turun, sehingga penis Pak Gatot dapat  bergerak keluar masuk vagina Lhian dengan leluasa. Kedua Payudara Lhian  besar menggantung bebas, naik turun seirama tubuhnya.
  Kemudian Pak Gatot menjepit kedua puting susu Lhian dan menariknya ke  arah dadanya, sehingga kini payudara Lhian berhimpit dengan dada Pak  Gatot. Pak Gatot benar-benar terangsang saat merasakan kedua payudara  Lhian yang kenyal dan hangat menempel rapat ke dadanya. Melihat posisi  seperti itu, Pak Joko melepas ikat pinggangnya dan mulai mencambuk  punggung dan bongkahan pantat Lhian beberapa kali. "Akkhh, aakhh, damn, shitt", Lhian kembali merasakan perih luar biasa pada punggung, pantat, dan pahanya. Cambukan Pak Joko sangat keras sehingga membuat garis lurus merah di kulit punggung pantat, dan paha Lhian.
  Walaupun cambukan itu tidak terlalu keras, namun Lhian tetap merasakan  perih dan panas di punggung dan pantatnya, sehingga dia berhenti  menggerakkan pinggulnya. Merasakan bahwa gerakan Lhian terhenti, Pak  Gatot marah. Kemudian dia mencengkeram kedua belah pantat Lhian dengan  tangannya, dan memaksanya bergerak naik turun sampai akhirnya Lhian  menggerakkan sendiri pantatnya naik turun secara refleks. Pak Gatot  mencengkram pinggul Lhian, lalu membuat goyangan memutar sehingga ia  merasakan sensasi luar biasa dengan goyangan mengebor Lhian itu. "Oohh, sshh, shh", Pak Gatot mendesah kenikmatan, sambil merasakan pantat Lhian yang empuk basah menduduki selangkanganya.
  Ketika Pak Gatot hampir mencapai klimaks, dia memeluk Lhian dan  berguling, sehingga posisi mereka kini bertukar, Lhian tidur di bawah  dan Pak Gatot di atasnya. Sambil mencium bibir Lhian dengan sangat  bernafsu dan meremas payudara Lhian, Pak Gatot terus menggenjot vagina  Lhian. Tidak lama kemudian gerakan Pak Gatot terhenti. Pak Gatot  mencabut penisnya keluar dari vagina Lhian dan segera menyemprotkan  spermanya di sekitar bibir vagina Lhian. Kemudian dia menarik tangan  kanan Lhian dan memaksa Lhian untuk meratakan sperma yang ada di sekitar  vaginanya dengan tangannya sendiri.
  Setelah itu Pak Heru, guru kimianya maju mengambil giliran memperkosa  vagina Lhian. Ia mengangkat kedua kaki Lhian dan menyandarkannya diatas  bahunya, Pak Heru menempelkan kepala penisnya di mulut vagina Lhian.  Dengan kasar Pak Heru menyodokkan Penisnya dengan keras kedalam liang  peranakan Lhian. Lalu ia mulai menggenjotnya. Hampir sepuluh menit Pak  Heru memompa vagina Lhian dengan kasar, membuat vagina Lhian semakin  terasa licin dan longgar. Sebelum mencapai puncaknya, Pak Heru mencabut  penisnya dari vagina Lhian dan memaksa Lhian untuk membuka mulutnya  lebar-lebar untuk menampung spermanya. Setelah itu, Pak Heru memaksa  Lhian untuk berkumur dengan spermanya dan kemudian menelannya. Semua  orang disitu tertawa senang melihat itu, sementara Lhian menahan jijik  dan rasa malu yang luar biasa karena diperlakukan dengan hina seperti  itu. Kini wajah Lhian terlihat mBLenger oleh sperma milik Pak Heru.
  Semua posisi yang mungkin dibayangkan dalam hubungan seks sudah  dipraktekkan oleh para Guru Lhian terhadap tubuh Lhian. Kali ini Lhian  tidak kuat lagi menahan orgasmenya yang ke 20, dan dia mengalami orgasme  hebat, namun tidak sehebat yang pertama. Cairan Vaginanya sudah mulai  habis. Rongga vaginanya mulai mengering, karena cairan vaginanya sudah  hampir habis dkeluarkan. Lhian merasakan sakit luar biasa pada rongga  vaginanya. Ditambah penis para gurunya yang tak henti-hentinya menyodok  dan menggesek rongga vaginanya yang kering, sehingga membuat rongga  vaginanya lecet dan sobek. Hanya darah dari luka di rongga vaginanya lah  yang membasahi daging kemaluannya dan burung yang tengah bersarang  didalamnya.
  Setelah delapan gurunya selesai memperkosa dirinya untuk kesekian  kalinya, Lhian akhirnya pingsan karena kecapaian dan karena kesakitan  yang menyerang seluruh tubuhnya terutama di vagina, anus dan juga kedua  buah payudaranya. Lhian telah diperkosa secara habis-habisan selama  empat jam lebih oleh gurunya sendiri. Dan semua kejadian itu direkam  oleh Pak Bambang.
  lebih-lebih ketika posisi kedua tangan Lhian yang terikat digantung keatas. Pak Andi menjilati dan menciumi ketik Lhian. "Mmuuahh, ketek lo montok banget sih, rasanya asin tapi gurih dan baunya haruumm" Liur pak Andi membasahi ketiak Lhian. Lhian kembali disetubuhi dari 2  arah tentu saja lubang anus dan vaginanya. Lhian kini hanya bisa  menggigit bibir sambil kakinya menendang-nendang ke segala arah, sambil  sesekali seperti orang mengejan. "Ouughh, arrkhh, ouhh, udah paa..ak perih, sakiitt, ouughh, aa, akh" Lhian terus berontak seperti orang kesetanan. Karena dubur Lhian mulai  mengering, Pak Andi kembali membasahi dubur Lhian dan batang penisnya  sendiri dengan minyak goreng agar licin. Pak Andi menyodomi Lhian untuk  ke 4 kalinya. Dilanjutkan dengan Pak Joko lagi, yang senang sekali main  sodomi. Apalagi dapat pantat semontok pantat Lhian, ia semakin bernafsu  menghancurkan anus Lhian (Anal Destruction).
  Kemudian mereka kembali menelentangkan Lhian di lantai, lalu mereka maju  semua mencari bagian-bagian tubuh Lhian yang bisa di gunakan untuk  memuaskan penis mereka. Pak Joko memasukkan penisnya ke dalam mulut  Lhian, dan memaksa mengulumnya. Pak Bambang menyarangkan Penisnya ke  dalam memek Lhian yang berdarah-darah. Pak Andi melesakkan penisnya yang  super besar dan panjang itu ke dalam lobang pantat Lhian yang sudah  hancur. Pak Gatot menjepitkan penisnya di antara belahan payudara Lhian,  kemudian menggosok-gosoknya sambil memelintir dan menarik puting susu  Lhian yang coklat mungil dan membengkak. Pak Dono menaruh penisnya di  tengah-tengah ketiak kanan Lhian yang gemuk putih dengan beberapa helai  rambutnya, lalu menjepitnya dan memaju mundurkan penisnya di dalam  jepitan ketiak Lhian. Sedangkan Pak Budi melakukan hal yang sama seperti  yang dilakukan Pak Dono dengan Menjepitkan penisnya ke ketiak Lhian  yang sebelah kiri. Sedangkan Pak Heru Meraih tangan kanan Lhian,  kemudian memaksa tangannya mencengkram penisnya lalu membantu tangan  Lhian untuk mengocoknya. Yang terakhir yaitu Pak Dion, melakukan hal  yang sama seperti yang dilakukan oleh Pak Heru dengan tangan Kiri Lhian.
  Akhirnya Lhian yang sudah tidak kuatpun pingsan, dengan Vagina dan  anusnya yang dalam keadaan rusak parah, dan terus mengeluarkan darah,  sisa sperma, dan sisa cairan vagina dan duburnya. Kedua payudaranya  bengkak memerah dan lecet-lecet, puting susunya yang coklat mungil  sobek. Darah dan sperma berceceran dimana-mana. Sudah puas para guru  tersebut, mereka membersihkan diri lalu meninggalkan tubuh Lhian yang  bugil dan berlepotan darah dan sperma dalam keadaan pingsan.
  ******
  Setelah para guru Lhian pergi, muncullah beberapa siswa pria di sekolah  Lhian yang diam-diam mengikuti gurunya. Ketika menemui tubuh Lhian yang  pingsan dalam keadaan telanjang bulat. Mereka mulai memperkosa tubuh  Lhian yang masih tidak sadar. Satu diantara mereka menelepon  teman-temannya di sekolah. Sekitar 20 menit kemudian datanglah sekitar  40 siswa laki-laki di sekolah Lhian. Lalu mereka mulai menikmati tubuh  Lhian secara bergantian ataupun bersama-sama. Ketika sadar, Lhian hanya  bisa teriak dan memohon, ia tidak punya cukup tenaga untuk melawan. Ia  hanya bisa menyaksikan dirinya diperkosa oleh teman-temannya sendiri.  Teman-temannya yang sudah lama bermimpi bisa menyetubuhi Lhian, akhirnya  tercapai juga.
  Setelah puas semua, mereka meninggalkan tubuh Lhian yang pingsan lagi  untuk kesekian kalinya itu. Liang vaginanya sudah menganga sangat lebar,  merah membengkak, dan sudah tidak berbentuk lagi. Dengan darah segar  yang terus mengalir dari lobang vaginanya. Lobang duburnya pun sudah  sangat lebar dengan keadaan rusak parah dengan bentuk berantakan, dengan  darah, sperma dan cairan kekuningan yang keluar terus menerus dari  liang duburnya. Dan dari sela-sela bibirnya mengalir sperma dan air liur  dari dalam mulutnya. Wajahnya tetap cantik dengan masih mengenakan  kacamata selama ia diperkosa. Tetapi menampakkan penderitaan yang begitu  berat.
  Karena merasa kasihan, beberapa temannya mengantarkan Lhian ke kostnya.  Lhian selalu merasakan perih dan rasa sakit yang teramat sangat ketika  ia harus buang air kecil. Karena liang pengeluaran air seninya masih  bengkak dan agak tertutup lipatan daging mulut vaginanya yang sobek. Dan  juga ketika buang air besar, karena lobang duburnya membuka sangat  lebar dan belum mau menutup kembali. Jadi setiap saat, anusnya  mengeluarkan kotorannya tanpa Lhian sadari.
  ******
  Setelah peristiwa tersebut, Lhian terus mengunci diri dalam kamar dan  diam membisu ketika ditanyai oleh teman ataupun keluarganya. Beberapa  hari kemudian Lhian pulang ke asalnya, dan tinggal dengan ortunya. Lhian  mengalami shock berat, dan tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Sementara  para guru yang memperkosa Lhian, bebas beraktivitas karena Lhian tidak  berani memberi kesaksian. Lhian terperangkap dalam trauma perkosaan itu  untuk selama hidupnya. Sedangkan para guru yang memperkosanya masih  sibuk mencari mangsa siswinya yang lain.
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep   gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - aku diperkosa teman sekantorku               Mar 23rd 2013, 02:58                                               Aku merasa malu menceritakan cerita dewasa tentang pemerkosaan ini,  benar-benar memalukan karena sebenarnya aku gak ingin kisah ini terjadi  pada Lia teman kantorku. Lia adalah seorang gadis 20 tahunan yang  bekerja di sebuah bank negeri di kota Bkl. Ia tinggal di rumah kos  bersama seorang rekan wanitanya, Ita, yang juga bekerja di bank yang  sama walaupun pada cabang yang berbeda. Ia memiliki tubuh yang kencang.  Wajahnya cukup manis dengan bibir yang penuh, yang selalu dipoles dengan  lipstik warna terang. Tentu saja sebagai seorang teller di bank  penampilannya harus selalu dijaga. Ia selalu tampil manis dan harum.  berikut awal cerita pemerkosaan itu.
  Suatu hari di sore hari Lia terkejut melihat kantornya telah gelap.  Berarti pintu telah dikunci oleh Pak Warto dan Diman, satpam mereka. Dia  tadi pergi ke WC terlebih dulu sebelum akan pulang. Mungkin mereka  mengira ia sudah pulang. Baru saja ia akan menggedor pintu, biasanya  para satpam duduk di pintu luar. Ada kabar para satpam di kantor bank  tersebut akan diberhentikan karena pengurangan karyawan, Lia merasa  kasihan tapi tak bisa berbuat apa-apa. Seingatnya ada kurang lebih 6  orang satpam disana. Berarti banyak juga korban PHK kali ini.
 
  "Mau kemana Lia?", tiba-tiba seseorang menegurnya dari kegelapan meja teller.
  Lia terkejut, ada Warto dan Diman. Mereka menyeringai.
  "Eh Pak, kok sudah dikunci? Aku mau pulang dulu..", Lia menyapa mereka berdua yang mendekatinya.
  "Lia, kami bakal diberhentikan besok..", Warto berkata.
  "Iya Pak, aku juga nggak bisa apa apa..", Lia menjawab.
  Di luar hujan mulai turun.
  "Kalau begitu.. kami minta kenang-kenangan saja Mbak", tiba-tiba Diman yang lebih muda menjawab sambil menatapnya tajam.
  "I.., iya.., besok aku belikan kenang-kenangan..", Lia menjawab.
  Tiba-tiba ia merasa gugup dan cemas. Warto mencekal lengan Lia. Sebelum  Lia tersadar, kedua tangannya telah dicekal ke belakang oleh mereka.
  "Aah! Jangan Pak!".
  Diman menarik blus warna ungu milik Lia. Gadis itu terkejut dan  tersentak ketika kancing blusnya berhamburan. "Sekarang aja Lia.  Kenang-kenangan untuk seumur hidup!".
  Warto menyeringai melihat Diman merobek kaos dalam katun Lia yang  berwarna putih berenda. Lia berusaha meronta. Namun tak berdaya, dadanya  yang kencang yang terbungkus bra hitam berendanya mencuat keluar.
  "Jangannnn! Lepaskannn!", Lia berusaha meronta.
  Hujan turun dengan derasnya. Diman sekarang berusaha menurunkan celana  panjang ungu Lia. Kedua lelaki itu sudah sejak lama memperhatikan Lia.  Gadis yang mereka tahu tubuhnya sangat kencang dan sintal. Diam-diam  mereka sering mengintipnya ketika ke kamar mandi. Saat ini mereka sudah  tak tahan lagi. Lia menyepak Diman dengan keras.
  "Eit, melawan juga si Mbak ini..", Diman hanya menyeringai.
  Lia di seret ke meja Head Teller. Dengan sekali kibas semua peralatan di meja itu berhamburan bersih.
  "Aahh! Jangan Pak! Jangannn!", Lia mulai menangis ketika ia ditelungkupkan di atas meja itu.
  Sementara kedua tangannya terus dicekal Warto, Diman sekarang lebih  leluasa menurunkan celana panjang ungu Lia. Sepatunya terlepas.
  Diperlakukan seperti itu, Lia juga mulai merasa terangsang. Ia dapat  merasakan angin dingin menerpa kulit pahanya. Menunjukkan celananya  telah terlepas jatuh. Lia lemas. Hal ini menguntungkan kedua  penyiksanya. Dengan mudah mereka menanggalkan blus dan celana panjang  ungu Lia. Lia mengenakan setelan pakaian dalam berenda warna hitam yang  mini dan sexy. Mulailah pemerkosaan itu. Pantat Lia yang kencang mulai  ditepuk oleh Warto bertubi-tubi, "Plak! Plak!".
  Tubuh Lia memang kencang menggairahkan. Payudaranya besar dan kencang.  Seluruh tubuhnya pejal kenyal. Dalam keadaan menungging di meja seperti  ini ia tampak sangat menggairahkan. Diman menjambak rambut Lia sehingga  dapat melihat wajahnya. Bibirnya yang penuh berlipstik merah menyala  membentuk huruf O. Matanya basah, air mata mengalir di pipinya.
  "Sret!", Lia tersentak ketika celana dalamnya telah ditarik robek.
  Menyusul branya ditarik dengan kasar. Lia benar-benar merasa terhina. Ia  dibiarkan hanya dengan mengenakan stocking sewarna dengan kulitnya.  Sementara penis Warto yang besar dan keras mulai melesak di vaginanya.
  "Ouuhh! Adduhh..!", Lia merintih.
  Seperti ******, Warto mulai menyodok nyodok Lia dari belakang. Sementara  tangannya meremas-remas dadanya yang kencang. Lia hanya mampu menangis  tak berdaya.
  Tiba-tiba Diman mengangkat wajahnya, kemudian menyodorkan penisnya yang  keras panjang. Memaksa Lia membuka mulutnya. Lia memegang pinggiran meja  menahan rasa ngilu di selangkangannya sementara Diman memperkosa  mulutnya. Meja itu berderit derit mengikuti sentakan-sentakan tubuh  mereka. Warto mendesak dari belakang, Diman menyodok dari depan. Bibir  Lia yang penuh itu terbuka lebar-lebar menampung kemaluan Diman yang  terus keluar masuk di mulutnya. Tiba-tiba Warto mencabut kemaluannya dan  menarik Lia.
  "Ampuunnn…, hentikan Pak..", Lia menangis tersengal-sengal.
  Warto duduk di atas sofa tamu. Kemudian dengan dibantu Diman, Lia  dinaikkan ke pangkuannya, berhadapan dengan pahanya yang terbuka.
  "Slebb!", kemaluan Warto kembali masuk ke vagina Lia yang sudah basah.
  Lia menggelinjang ngilu, melenguh dan merintih. Warto kembali memeluk  Lia sambil memaksa melumat bibirnya. Kemudian mulai mengaduk aduk vagina  gadis itu. Lia masih tersengal-sengal melayani serangan mulut Warto  ketika dirasakannya sesuatu yang keras dan basah memaksa masuk ke lubang  anusnya yang sempit. Diman mulai memaksa menyodominya.
  "Nghhmmm..! Nghh! Jahannaammm…!", Lia berusaha meronta, tapi tak berdaya.
  Warto terus melumat mulutnya. Sementara Diman memperkosa anusnya. Lia  lemas tak berdaya sementara kedua lubang di tubuhnya disodok bergantian.  Payudaranya diremas dari depan maupun belakang. Tubuhnya yang basah  oleh peluh semakin membuat dirinya tampak erotis dan merangsang. Juga  rintihannya. Tiba-tiba gerakan kedua pemerkosanya yang semakin cepat dan  dalam mendadak berhenti. Lia ditelentangkan dengan tergesa kemudian  Warto menyodokkan kemaluannya ke mulut gadis itu. Lia gelagapan ketika  Warto mengocok mulutnya kemudian mendadak kepala Lia dipegang erat dan…
  "Crrrt! Crrrt!", cairan sperma Warto muncrat ke dalam mulutnya, bertubi-tubi.
  Lia merasa akan muntah. Tapi Warto terus menekan hidung Lia hingga ia  terpaksa menelan cairan kental itu. Warto terus memainkan batang  kemaluannya di mulut Lia hingga bersih. Lia tersengal sengal berusaha  menelan semua cairan lengket yang masih tersisa di langit-langit  mulutnya.
  Mendadak Diman ikut memasukkan batang kemaluannya ke mulut Lia. Kembali  mulut gadis itu diperkosa. Lia terlalu lemah untuk berontak. Ia pasrah  hingga kembali cairan sperma mengisi mulutnya. Masuk ke tenggorokannya.  Lia menangis sesengggukan. Diman memakai celana dalam Lia untuk  membersihkan sisa spermanya.
  "Wah.. bener-bener kenangan indah, Yuk..", ujar Warto sambil membuka pintu belakang.
  Tak lama kemudian 3 orang satpam lain masuk.
  "Ayo, sekarang giliran kalian!", Lia terkejut melihat ke-3 satpam bertubuh kekar itu.
  Ia akan diperkosa bergiliran semalaman. Celakanya, ia sudah pamit dengan  teman sekamarnya Ita, bahwa ia tak pulang malam ini karena harus ke  rumah saudaranya hingga tentu tak akan ada yang mencarinya.
  Lia ditarik ke tengah lobby bank itu. Dikelilingi 6 orang lelaki kekar  yang sudah membuka pakaiannya masing-masing hingga Lia dapat melihat  batang kemaluan mereka yang telah mengeras.
  "Ayo Lia, kulum punyaku!", Lia yang hanya mengenakan stocking itu dipaksa mengoral mereka bergiliran.
  Tubuhnya tiba-tiba di buat dalam keadaan seperti merangkak. Dan sesuatu yang keras mulai melesak paksa di lubang anusnya.
  "Akhh…, mmmhhh.., mhhh…", Lia menangis tak berdaya.
  Sementara mulutnya dijejali batang kemaluan, anusnya disodok-sodok dengan kasar. Pinggulnya yang kencang dicengkeram.
  "Akkkghhh! Isep teruss…!, Ayooo".
  Satpam yang tengah menyetubuhi mulutnya mengerang ketika cairan  spermanya muncrat mengisi mulut Lia. Gadis itu gelagapan menelannya  hingga habis. Kepalanya dipegangi dengan sangat erat. Dan lelaki lain  langsung menyodokkan batang kemaluannya menggantikan rekannya. Lia  dipaksa menelan sperma semua satpam itu bergiliran. Mereka juga  bergiliran menyodomi dan memperkosa semua lubang di tubuh Lia  bergiliran.
  Tubuh Lia yang sintal itu basah berbanjir peluh dan sperma. Stockingnya  telah penuh noda-noda sperma kering. Akhirnya Lia ditelentangkan di  sofa, kemudian para satpam itu bergiliran mengocok kemaluan mereka di  wajahnya, sesekali mereka memasukkannya ke mulut Lia dan mengocoknya  disana, hingga secara bergiliran sperma mereka muncrat di seluruh wajah  Lia.
  Ketika telah selesai Lia telentang dan tersengal-sengal lemas. Tubuh dan  wajahnya belepotan cairan sperma, keringat dan air matanya sendiri. Lia  pingsan. Tapi para satpam itu ternyata belum puas.
  "Belum pagi nih", ujar salah seorang dari satpam itu.
  "Iya, aku masih belum puas…".
  Akhirnya muncul ide mereka yang lain.
  Tubuh telanjang Lia diikat erat. Kemudian mereka membawanya ke belakang  kantornya. Bagian belakang bank itu memang masih sepi dan banyak semak  belukar. Lia yang masih dalam keadaan lemas diletakkan begitu saja di  sebuah pondok tua tempat para pemuda berkumpul saat malam. Hujan telah  berhenti tetapi udara masih begitu dinginnya. Mulut Lia disumpal dengan  celana dalamnya. Ketika malam semakin larut baru Lia tersadar. Ia  tersentak menyadari tubuhnya masih dalam keadaan telanjang bulat dan  terikat tak berdaya. Ia benar-benar merasa dilecehkan karena stockingnya  masih terpasang.
  Tiba-tiba saja terdengar suara beberapa laki-laki. Dan mereka terkejut ketika masuk.
  "Wah! Ada hadiah nih!", aroma alkohol kental keluar dari mulut mereka.
  Lia berusaha meronta ketika mereka mulai menggerayangi tubuh sintal  telanjangnya. Tapi ia tak berdaya. Ada 8 orang yang datang. Mereka  segera menyalakan lampu listrik yang remang-remang. Tubuh Lia mulai  dijadikan bulan-bulanan. Lia hanya bisa menangis pasrah dan merintih  tertahan.
  Ia ditunggingkan di atas lantai bambu kemudian para lelaki itu  bergiliran memperkosanya. Semua lubang di tubuhnya secara bergiliran dan  bersamaan disodok-sodok dengan sangat kasar. Kembali Lia bermandi  sperma. Mereka menyemprotkannya di punggung, di pantat, dada dan  wajahnya. Setiap kali akan pingsan, seseorang akan menampar wajahnya  hingga ia kembali tersadar.
  "Ini kan teller di bank depan?"
  Mereka tertawa-tawa sambil terus memperkosa Lia dengan berbagai posisi.  Lia yang masih terikat dan terbungkam hanya dapat pasrah menuruti  perlakuan mereka. Cairan berwarna putih dan merah kekuningan mengalir  dari lubang pantat dan vaginanya yang telah memerah akibat dipaksa  menerima begitu banyak batang penis. Ketika seseorang sedang sibuk  menyodominya, Lia tak tahan lagi dan akhirnya pingsan. Entah sudah  berapa kali para pemabuk itu menyemprotkan sperma mereka ke seluruh  tubuh Lia sebelum akhirnya meninggalkannya begitu saja setelah mereka  puas.
  Seperti itulah cerita dewasa dari Lia yang sangat malam, sampai saat ini  trauma mendalam dialami oleh Lia, dan dia sangat sedih dengan perkosaan  itu.      
 
     Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep    gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                            |             
              
Tidak ada komentar:
Posting Komentar