|                               Cerita Sex - panasnya waktu upacara               Apr 29th 2013, 12:21                                                Panasnya Upacara
  Hari Senin adalah hari yang paling tidak menyenangkan bagi kebanyakan  siswa, karena hari Senin para siswa disalah satu SMA di Bekasi  diwajibkan untuk datang lebih pagi guna mengikuti upacara bendera  rutinan. Disela sela teriknya matahari pagi itu, dua orang sejoli abg  sedang mengeluh sesuatu.
  "Fiuhhh males banget nih cil… panas2 gini suruh berjemur di lapangan,  kayak ikan teri aja... hufftt" sewot Neta pada temannya Cecil. "Iya net.. bisa2 paha gw yg mulus ini jadi item gosong, ilang deh  keseksian gue selama ini…" sahut Cecil sembari mengelus2 pahanya yang  tertutup rok warna abu2 pendek diatas lutut itu. "Yeee... salah lo sendiri pake rok pendek amat, mau jualan neng??? hihihihi.." ledek Neta sambil mencubit paha Cecil. "Auww.. sialan lu Net,  sakit taukk.. huuuft.." sahut Cecil dengan nada kesakitan.
  Cecil dan Neta adalah dua orang sahabat sejak kecil yang kini duduk  dibangku kelas XII IPA 4, mereka selalu bersama kemana-mana, belajar  pelajaran sekolah hingga belajar pelajaran esek esek (nonton bokep, dsb)  ia lakukan bersama sama. Cecil sudah berkali-kali ganti pacar, ia lebih  senang memacari orang yang lebih dewasa ketimbang dengan cowok  sepantarannya. Kebanyakan mantan pacarnya adalah mahasiswa, dan dari  situlah sifat binal yang ia miliki muncul. Sedangkan Neta, bedanya  dengan Cecil ia masih takut takut akan berbuat mesum dengan orang lain  atau dengan pacar, karena ia merasa masih belum waktunya. Dan kelakuan  kelakuan Neta hanya sebatas FK, grepe-grepe, dan masturbasi. Untuk  tingkatan ML seperti yang sudah sering dilakukan sahabatnya itu, ia sama  sekali belum pernah dan belum berani.
  Memang di sekolahan mereka terdapat dua jenis rok yang bisa dipakai  untuk sekolah, yakni rok pendek dan rok panjang (kaya yang sering  dipakai para pemain sinetron abg SMU di Televisi). Neta sering  menggunakan rok panjang untuk ke sekolah sedangkan Cecil paling suka  memakai rok pendek dan cenderung ketat diatas lututnya.
  Pada waktu itu Neta dan Cecil berdiri di barisan paling depan. Mereka  sengaja brdiri di depan agar tidak terkena inspeksi dari guru2 yang  berkeliaran menertibkan siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah.  Cecil memang siswi yang suka berpakaian seragam ketat dan cenderung  memakai rok pendek diatas lutut. Sering kali Cecil menjadi pusat  perhatian para siswa2 cowok karena dandanannya itu, dan tak jarang juga  Cecil digoda oleh siswa2 cowok, namun ia tetap menanggapinya dengan  santai dan cuek karena memang itulah sifat Cecil yang cenderung  exhibitionis.
  "Siappp grakkk..!!" Suara lantang dari pemimpin upacara keluar sebagai  tanda upacara telah dimulai. Toni anak kelas XII IPA 3 yang berperawakan  tinggi gagah dan bertampang lumayan ganteng ditunjuk sebagai komandan  upacara, yang juga kebetulan berdiri tepat berhadapan dengan barisan  Cecil dan Neta. "Ya ampun.. kereennn bangetttt.." seru Neta setelah mengamati penampilan komandan upacara tersebut. "Ahhh biasa aja net, lo tu lebay.." celoteh Cecil menanggapi komentar temannya tadi. "Heh! lo tu punya mata ga dipake ya? ganteng gagah gitu dibilang biasa, dasar lo cil cil.." saut Neta dg nada sedikit kesal. "Hahahaha… iya neng iya, gitu aja sewot… hehehe" jawab Cecil dengan sedikit kelakar.
  Mata Neta terus memandangi Toni yang berdiri tepat dihadapannya dengan  jarak kurang dari 10 meter itu. Hingga pada suatu saat pikiran Neta  melayang2 berimajinasi dengan joroknya. Ia membayangkan dirinya dengan  Toni sedang berciuman dengan ganas serta dilanjutkan remasan remasan  pada toket 32 C nya dan lanjut kedaerah2 sensitif milik Neta. Namun  disaat asyik asyiknya membayangkan tiba2,
  "Woiiii!! bengong aja lo.. pasti lg mikir yg jorok2 ya… hayoo ngaku deh  lo…" kaget Cecil dengan lirih dan penasaran dg tingkah temannya yg  melamun sambil senyum2 sesaat itu. "Ah.. eng.. enggak ko Cil.." jawab Neta dengan sedikit terbata2 karena shock setelah dikejutkan temannya secara tiba2 itu. "Bo'ong lo.. keliatan kali dasar omes… otak mesum kakakakak.." ledek Cecil sambil berkelakar lirih. "Sialan.. lo tu yang omes Cil… hihihi.." jawab Neta dengan nada malu tidak menerima perkataan sahabatnya itu. "Eh.. emang lg ngebayangin apaan sih? Koq keliatannya seru nih… siapa  tau gue juga bisa ikutan hahahahaha.." kelakar Cecil sambil menutupi  mulutnya yg tertawa terbahak2. "Hahahaha, ah elo CIl… Itu tuh si Toni.." Neta mengarahkan pandangannya ke arah Toni. "Toni? kenapa emang???" Cecil menjadi tambah penasaran. "Emm.. tadi itu gw lg ngebayangin berduaan terus gitu2 deh sama si Toni  hihihi.. seru deh.. " jawab Neta sambil cekikikan dan masih memandangi  Toni yang sedang dalam posisi tegap itu. "Yaelahhhh... cuma ngebayangin doang, mana ada seru2nya tuh.." ledek Cecil sekali lagi. "Lah.. kalo ga ngebayangin terus mau ngapain lg emangnya??" jawab Neta  dg polos disertai nada penasaran dengan sesuatu yg dianggap seru oleh  Cecil dibanding yg dilakukannya barusan. "Mau tau lo gimana caranya biar lebih seru??" "Gimana emangnya Cil?" saut Neta semakin penasaran. "Perhatiin gw baik2 ya Net.." jawab Cecil dengan nada sedikit serius.
  Seketika itu Cecil melakukan aksinya. Pertama ia memandang mata Toni  secara terus menerus. Lama ia memandangi Toni, namun tak sedikitpun ia  memandang balik kearah Cecil. Hingga akhirnya setelah beberapa menit,  akhirnya Toni melirikkan matanya kekanan dan kekiri terlihat sedikit  bosan dengan posisi tegapnya yang mengharuskan ia memandang fokus pada  arah2 tertentu saja, dan akhirnya pandangan matanya berhenti sejenak ke  arah Cecil. Dalam hati Toni merasa sedikit terheran kenapa daritadi   Cecil terus menatapinya seperti itu dan tak sedikitpun menampikkan  pandangannya. Setelah itu perhatian Toni beralih padanya. Cecil kemudian  langsung melancarkan serangan kedua , Ia membuka satu  kancing baju  Osisnya yang paling atas. 
  "Cleguk..." terlihat Toni sontak kaget dan merasa ada yang menggoda  dirinya di bawah terik matahari yang menyengat kota Bekasi itu. Cecil  tidak berhenti disitu, setelah membuka kancing bajunya yg paling atas ia  mencondongkan badannya kebelakang, sehingga nampak sedikit  gundukan  toket montok Cecil yang tertutup BH putih dengan size 34 C yang lumayan  brutal untuk seukuran anak SMA. Dag dig dug terus berdegup dada Toni,  pikirannya menjadi terpecah antara fokus pada Kepala Sekolah yang sedang  memberi ceramah atau tingkah gila Cecil yang bikin celananya jadi  gerah. Konsentrasinya buyar,  ditambah Cecil membungkukkan badannya  tersebut sambil memandanginya. Seketika konsentrasi Toni yg semula  tertuju pd jalannya upacara berpindah memandangi pemandangan yg  menakjubkan tepat dihadapannya itu. Cecil terus menegak-condongkan  badanya sambil sesekali tangannya mengibas2kan sedikit sela2 baju yg  terbuka satu kancing itu. 
  Toni semakin menekan tatapan matanya kearah sela2 buah dada yg terkadang  timbul tenggelam seiring tegak-condongnya tubuh Cecil. Dalam hati Toni  berkata "Mimpi apa gue semalam, bisa dapet sarapan plus plus kayak  gini.. euhhh". Penis Toni semakin menegang keras, keringat bercucuran,  urat mengencang di sekitaran kepalanya, hal ini benar benar membuat Toni  hilang arah. Ia hanya dapat menelan ludah clegak cleguk saja. Cecil  terus mengimprovisasikan aksinya, ia menarik sedikit rok mininya keatas  secara perlahan2. Naik turun, naik turun sambil dielus2 sedikit,  sehingga membuat semakin panas lapangan upacara yg sudah panas terkena  terik matahari itu. Gerakkannya berlanjut dengan menempelkan tangan  kanannya ke toked yang terlapis oleh baju Osis itu sembari meremas remas  teteknya secara perlahan lahan, sesekali Cecil memandangi Toni dg  tatapan sayu sembari mengeluarkan lidah dari mulutnya untuk digoyang2  beradu dengan bibir seksi miliknya itu. Kelakuan liar Cecil tersebut  berlangsung sekitar 10 menitan, hingga tak terasa kalu sebenarnya Cecil  juga merasa sange sendiri karna ulahnya itu, apalagi tampang Toni yg  lumayan ganteng menambah intensitas libido yg naik didalam ubun2 kepala  Cecil. Hingga sesuatu membuat ia menghentikkan aksi panasnya. 
  "HEEEEIIIIII…!!!! Yang bener aja lo cil masak sampai buka kancing baju  segala.. ntar kalo ketauan yg lain gimana? bis2a ketauan guru juga..  ngawur ih lo.." sentak Neta sambil menarik pundak Cecil kebelakang  dengan nada sedikit was was. "Hahaha…. ini baru namanya seru.. tenang aja ga bakal ketauan kok Net…  hihihi…" cekikikan Cecil menanggapi sahabatnya yang daritadi mengawasi  ulah nakalnya itu sembari mengancingkan bajunya yg terbuka satu.
  Keduanya langsung menatap Toni secara bersamaan, terlihat wajah Toni  memerah, kemudian keduanya langsung sedikit terkejut ketika melihat  kebawah ada sesuatu yang menonjol di celana Toni bagian resletingnya.
  "Kikikikik... rupa2nya ada yg lagi tegang nih.." cekikik Cecil, disahut  oleh Neta yg juga ikut cekikikan puas melihat korbannya merasa tegang  berat karena menahan sensasi upacara dipagi itu.
  Setelah aksi Cecil selesai, Toni sesegera mungkin berkosentrasi  melanjutkan tugasnya untuk menyelesaikkan upacara bendera di hari senin  yg panas itu. Upacara pun selesai, semua siswa berhamburan menuju tempat kongkow  masing2 untuk mengobrol2 memanfaatkan waktu senggang 15 menit sebelum  bel masuk pelajaran dimulai.
  "Eh..eh… Net, bentaran ya gue kekamar mandi dulu, mendadak pengen pipis  nih hehehe.." ucap Cecil kepada Neta yg sedang menuju kelas. Ternyata  Cecil masih merasakan efek dari kelakuan erotisnya saat upacara tadi,  dimana libidonya belum juga turun dan ia masih saja merasa horny serta  perlu menuntaskan perasaan kentang yang melanda dirinya saat itu.
  "Hahaha.. itu tuh akibatnya kalo suka yang enggak2 kikikikik.." ledek Neta sembari cekikikan. "Yeeeee.... apaan sih lo.. seru tauk hahahaha" kelakar Cecil menanggapi celotehan Neta.
  Kemudian Cecil berlari kecil menuju kamar mandi. Kamar mandi yg terletak  sedikit jauh dari ruang2 kelas dan tertutup bangunan kantin itu tampak  sepi. Sesampainya disana Cecil terkejut ketika melihat ada cowok yang  berdiri didepan kamar mandi, cowok itu kemudian bersamaan menengok ke  arah Cecil. Ternyata cowok itu dalah Toni. Meraka sama2 melempar senyum  dengan agak canggung tersipu2 serta muka yg memerah. Tak disangka tak  dinyana mereka berdua bisa bertemu di kamar mandi yang kebetulan sedang  sepi dan tidak ada orang sama sekali, ditambah mereka berdua dalam  keadaan biologis yang sedang sama2 horny akibat upacara penuh gairah  yang baru saja selsesai tadi. Akhirnya dengan segenap perasaan kentang  yang menyelimuti, Toni memutuskan untuk memberanikan diri menghampiri  Cecil dan menyapanya.
  "Hay cil.. eee… kok berdiri disitu aja? Gak.. gak jadi masuk kamar  mandi?" ucap Toni mencoba berbasa basi namun justru kalimat yang muncul  dari mulutnya menjadi terbata2.
  Cecil sedikit terkejut dengan keberanian Toni, yang menghampiri dan  menyapanya. Toni memang dikenal sebagai cowok berperawakan maskulin  disekolahan, ia ikut Pasukan Pengibar Bendera, fisiknya atletis karena  sering kali ekskulnya mengadakan latihan fisik secara rutin. Diam diam  Toni mengagumi keindahan fisik Cecil, dengan paras cantik kulitan putih  dan toket berisi yang selalu bergoyang goyang saat sedang berjalan,  membuatnya ingin sekali kali dapat mengencani cewek itu. Namun apa daya,  tak Cuma dia seorang yang mengagumi Cecil. Hampir semua cowok  disekolahnya pasti punya keinginan untuk mendapatkan Cecil. Apalagi  ditambah Cecil lebih tertarik pada cowok cowok mahasiswa dibanding ABG  SMA macam dirinya itu.*Seketika Cecil menjawab memberi respon pada  pertanyaan Toni tadi,
  "Ummm… jadi sih ton... tapi kalo aku masuk sendirian kayaknya ga asik  deh.. hihihi.." jawab Cecil dengan nada sedikit merayu disertai perasaan  birahi yang sudah memuncak dan menuntut untuk segera dituntaskan.
  Bak mendapatkan hujan lebat ditengah gurun pasir yang tandus, Toni  merasa bahagia sekali karena birahinya yang sudah memuncak ternyata  mendapatkan sambutan yang baik dari seorang gadis cantik dambaannya itu.  Tanpa babibu Toni langsung menjawab,
  "Emmm... masuk bareng yuk cil… Pokoknya lo harus tanggung jawab...  huuuufff..." saut Toni dengan sedikit manja meminta Cecil untuk masuk  kekamar mandi yg sama. "Yeeee... kok jadi aku sih….?? Huh…. yaudah yuk ton… mumpung lg sepi....  hihihi.." jawab Cecil sembari menggandeng tangan Toni masuk ke dalam  kamar mandi untuk menyelesaikan sesuatu yang mengganjal diantara dua  muda mudi SMA itu.
  "Gleeek, ceklak.." Pintu kamar mandi sudah tertutup rapat rapat, mereka  berdua telah berhasil masuk dengan aman tanpa diketahui oleh orang lain.  Langsung saja Toni memeluk Cecil dengan eratnya, ia memulai dengan  menciumi harum rambut Cecil. Tercium aroma wangi shampoo dari rambut  Cecil yang menambah intensitas libido Toni. Setelah itu ia ciumi telinga  Cecil, dijilati dengan lembut mulai dari telinga hingga ke tengkuk  kepala, hal ini jelas membuat birahi Cecil semakin menjunjung tinggi.
  "Emmmh… emmmh… uhhhh.." lenguhan lenguhan kecil muncul dari mulut Cecil  diiringi dengan nafasnya yang semakin berat. Kemudian mereka melanjutkan  dengan menempelkan bibir satu sama lain, dan kemudian memulai untuk  saling melumat. Toni menjulurkan lidah kedalam bibir Cecil, dan langsung  saja Cecil dengan lahap melumatnya dan saling bergantian menikmati  sensasi FK itu. Sembari berkulum bibir, tangan Toni dengan cepat merabai  toket Cecil yang menyembul itu dari luar, ia terus meremas remas dengan  tempo yang lambat dan sangat menikmati kekenyalan toket gadis cantik  itu dari luar bajunya. Berlanjutlah ia dengan cepat membuka kancing baju  Cecil satu per satu dan tak sabar untuk melihat gundukan toket secara  nyata milik cewek yang sering jadi bahan pembicaraan cowok2 di sekolahan  itu. Akhirnya terpampanglah bongkahan tetek yang terbungkus BH putih  dengan motif renda yang semakin memper seksi tampilan tersebut. Dengan  manjanya, Cecil berucap,
  "Ayooo Toniiii… jangan lama2, sikat aja langsung"
  Seolah mendapat komando dari atasan, segera Toni menurunkan kedua katup  BH itu terlihat jelas puting berwarna coklat muda kemerah-merahan yang  sudah keras memancung menandakan sipemilik sudah sangat horny berat. Dan  langsung saja Toni memilin-milin lembut kedua puting itu dan  mengenyotnya dari sisi kanan terlebih dahulu.
  "Uuuhh… Amhhh… enak banget Ton… teruss kenyot teruss…"
  Nafas Cecil semakin berat. Nampak tangan kanan Cecil sedang menyusup  memasuki rok pendeknya dan menggesek gesekkan jarinya ke CD nya yang  sudah mulai banjir oleh cairan dari dalam memeknya.*Berlanjut Toni  sembari mengenyot puting dari kanan ke kiri, tangannya bergerak melepas  pengait BH dari belakang dan setelah lepas, gundukan toket 34 C itu  semakin bebas bergoyang kekanan dan kekiri. Kekenyalan toket itu sudah  tidak terbatasi lagi. Sejenak Toni menghentikan aktivitasnya dan  memandangi keindahan tubuh yang selama ini ia idam idamkan.
  "Hoooyy..!! Bengong aja sih Ton… buruan nih meki aku udah gatel  bangeeeeett…" sentak Cecil dengan sedikit manja sembari menunjuk  nunjukkan telunjuknya ke arah dalam rok. "Siap komandaaaan!!" sahut Toni dengan tegas dan langsung saja ia  lanjutkan menjilati dan menyedot nyedot puting Cecil dengan jurus lidah  naga miliknya itu. "Sruput…. Slrupuuut.." begitulah kira kira lidah naga  berkombinasi dengan bibir Toni mengeluarkan suaranya.
  Sembari mengenyot toket Cecil, tangan kiri Toni langsung bergelirnya,  menyasar kedalam isi rok mini warna abu-abu itu. Sesampainya disana,  Toni terkejut mendapati memek yang terbungkus celana dalam itu sudah  becek basah kuyup. Ia terheran heran mendapati begitu sangenya Cecil  saat itu. Dengan semangat Toni mengelus memek becek itu perlahan lahan.  Ia gosok gosokkan jemarinya dari luar celana dalam sembari mulutnya  aktif ngenyot payudara kenyal itu.
  "Uuuuh… yessss… nikmat…." Desah Cecil dengan nafas yang semakin memburu.
  Setelah beberapa saat, Toni segera berinisiasi untuk menyingkapkan rok  mini itu keatas menutupi perut Cecil. Sehingga nampaklah gundukan vagina  yang menonjol tertutup oleh celana dalam warna pink bermotif polkadot  yang sudah becek oleh cairan yang keluar dari dalam mekinya itu.  Segeralah Toni melorotkan celana dalam itu kebawah hingga mencapai mata  kaki, dan terpampanglah sudah memek tembem putih bersih yang ditumbuhi  oleh bulu-bulu halus yang baru tumbuh disekitar labia mayora milik  Cecil. Dengan gerak cepat bak seribu bayangan, jari jari Toni langsung  menuju ke arah memek becek itu, lanjutlah ia memainkan jari2nya,  menggesek gesek dan menyursuri setiap jengkal bagian dari memek tembem  itu. Jarinya terus mengitari dan sejenak berhenti ketika ia menemukan  sebuah klitoris yang tersembunyi dari dalam lipatan labia minora, ia  mainkan sebentar dengan telunjuknya dan kemudian langsung menyasarkan  jilatannya ke klitoris Cecil. Kini lidah naga pun berpindah daerah  operasi. Seketika Cecil melenguh,
  "Uuuuhhh… Ahhhh… enak tooon… jilat terus…" nafasnya semakin tak  terkendali bak seekor kuda yang tengah berlari kencang dipadang pacuan  yang luas. Toni menggesek gesekkan telunjuknya ke memek Cecil untuk beberapa saat  dan kemudian "Bleeesss" kini jari telunjuknya sudah tertancap masuk ke  liang surga yang sudah banjir itu. Selakangan Cecil ia buka lebar lebar,  menyambut kehadiran rasa nikmat didepannya.
  "Awww… Uuuh… pelan2 ya Tonnnnn…" kemudian diikuti oleh jari tengah Toni  dengan tempo pelan maju mundur ia kobel memek Cecil dengan giat sembari  lidahnya memainkan klitoris Cecil yang membuat ia jadi merem melek  keenakan. Tangan kiri Toni tak lantas diam begitu saja, ia langsung daratkan ke  toket kenyal sebelah kiri milik Cecil dan diremas remasnya. "Clak…  clakk… clakkk…" begitulah kira2 bunyi dalam kamar mandi yang mereka  pakai bersama itu. Semakin lama Toni semakin menaikkan tempo kobelan ke  vagina Cecil ke RPM yang lebih tinggi, dan hingga akhirnya tibalah saat  saat yang ditunggu oleh Cecil.
  "Uuuuhh… Toniiii… Ahhhhh… Yesss…. Aku keluaaaaaarrr….." kalimat penuh kepuasan itu meluncur dari bibir Cecil.
  Cecil terengah engah pikirannya serasa melayang layang diudara, serasa  beban dikepala hilang dan sangat ringan sekali, seiring kedutan luar  biasa yang terjadi didalam vaginanya yang terus menyemprotkan cairan  orgasme kemuka Toni yang tepat berada dihadapannya. Toni menghentikan kobelannya sejenak, memberikan waktu untuk Cecil  menghabiskan sisa sisa orgasmenya. Dan Toni pun juga hanya bisa diam dan  menikmati setiap semprotan yang keluar dari memek tembem itu hingga  tetesan yang terakhir.
  "Hihihi…. maaf ya Tonnn……jadi kena mukamu deh….. hihihi…." kata Cecil  dengan nafas sedikit terengah-engah setelah menyelesaikan orgasmenya  yang dahsyat itu.
  Tanpa mengindahkan kata kata tadi, Toni pun tidak mau menyia nyiakan  waktu yang ada, Ia segera membuka celana panjang warna abu abu SMA  miliknya, ia sengaja menyisakan celana dalamnya agar Cecil yang  membukakan dan memberikan surprise dari dalam CD nya. Langsung saja  Cecil melorotkan CD Toni kebawah, Dan "Wuuuuuusssss…" ayunan penis Toni  yang sudah super tegang itu mencuat dari dalam kandangnya, sontak  membuat Cecil yang sudah menanti nanti menjadi kaget, karena penis kekar  yang sedang tegang itu sempat menampol hidung Cecil dengan sekejap.  Kemudian ia menjadi seketika terpana melihat kekarnya penis Toni dengan  ukuran sekitar 13 cm yang dikelilingi oleh urat urat kencang, seakan  sudah siap untuk maju berperang.
  "Woow… amazing… gagah sekali burung kamu Toni.. hihihi…." kagum Cecil pada Toni. "Iya dong sayang… soalnya kalo aku lagi push up, si Hercules ikutan push up juga…. Hahahaha…" canda Toni. "Sekarang giliran kamu puasin aku ya yaanng…???" pinta Toni dengat penuh semangat. "Siaaap komandaaan….!!" saut Cecil seraya menggengam penis Toni yang super tegang itu.
  Ia kocok penis itu dengan perlahan, sudah nampak cairan pelumas yang  meleleh dari palkon Toni. Cecil terus mengocok dengan tempo semakin  cepat, ia goyangkan penis itu kekanan, kekiri, kebawah, dan keatas  sembari dikocok membuat sensasi hand job menjadi tambah nikmat. Toni  terkagum kagum, merasakan servis luar biasa dari Cecil, tak ia sangka  sudah seperti bintang bokep profesional saja Cecil ini.Capek mengkocok  kocok penis Toni, Cecil lalu tanpa malu-malu dan jijik langsung ganti  menjilati palkon itu yang dapat membuat Toni jadi kelonjotan, ia  merasakan seperti ada setruman kecil di area palkon miliknya itu.  Setelah puas menjilati, kemudian Cecil dengan lahapnya mengulum penis  Toni kedalam mulutnya, sekarang berganti dengan teknik Blow Job, Cecil  mencoba menuntaskan birahi yang menggumpal pada diri Toni.
  Namun tiba-tiba….
  "KRIIINGGGGG… KRINGGGGG… KRIIINGGGG…." bunyi bel sekolah tanda jam  pelajaran dimulai sudah menggelegar, pertanda para siswa sudah harus  masuk untuk mengikuti pelajaran. Kedua sejoli itu seketika kaget dan  sejenak menghentikan aktivitas mesumnya.
  "Duh gimana Ton..??? Udah bel gini…" tanya Cecil dengan nada sedikit panik pada Toni. "Lah…??? Ya dilanjut dong yang… masa mau udahan…??? Hmmmm…" gerutu Toni pada Cecil. "Titit kamu sih bandel…!! daritadi ga keluar keluar, capek juga kan aku ngenyotnya….huuuft" Cecil berbalik menggerutu. "Hehe iya cantik… habis ini langsung deh… ga aku tahan tahan lagi…" jawab Toni sembari terkekeh.
  Kemudian langsung saja Cecil menkombinasikan teknik hand job dan blow  job nya, dengan tempo yang cepat, kuat, dan jilatan yang super nikmat.  Keringat Toni semakin bercucuran deras, ia merasakan ada sesuatu yang  membuat dirinya nyut-nyutan, seperti ada luapan yang akan menyembur dari  lubang penisnya. Matanya terpejam, kedua tangannya mengacak-acak rambut  Cecil maju mundur seirama dengan gerakan pinggulnya yang ia pompa terus  menerus. Hingga pada akhirnya Toni sampai pada klimaks birahinya yang  sedari upacara tadi terus mengganggu dirinya. Badannya bergetar hebat,  urat uratnya seakan mau lepas. Ia benar benar menikmati orgasme yang  dibantu oleh seorang gadis cantik idamannya itu.
  "Ahhh… ahhh… aku crooot…. yaaaang….." seru Toni dengan nafas yang tersengal sengal. "Croot… Crooot… Coroot.." sebanyak tiga kali cairan sperma kental milik  Toni membanjiri mulut Cecil yang sedari tadi terus mengulum penis kekar  anak SMA itu. Sambil tersenyum Toni mengatakan kepada Cecil…..
  "Makasih ya sayang, servicemu itu…. 9 dari 10… mantaaaap… hahaha.."  kelakar Toni yang memberi penilaian pada Cecil atas servicenya yang luar  biasa memuaskan itu.
  Cecil membalas ucapan itu dengan mencubit paha Toni, ia tersenyum manja.  Kemudian mereka berdua segera membershihkan diri dan secepat mungkin  memakai kembali pakaian mereka masing masing.Toni keluar dari kamar  mandi duluan. Ia mengawasi keadaan sekitar, setelah aman barulah Cecil  keluar dan mereka langsung ngacir menuju kelasnya masing-masing.  Sesampainya dikelas, ternyata pelajaran sudah dimulai, dengan baju yang  sedikit kurang rapi dan rambut yang agak acak acakan, Cecil masuk  kedalam kelas dan segera duduk disamping Neta. END    Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - di rumah sakit               Apr 29th 2013, 12:20                                                 Jam sembilan pagi. Aku naik motor sambil menahan rasa haus yang  menyerang tenggorokanku. Aku orang yang cepat merasa haus, jadi aku  harus benyak minum. Tapi karena aku tadi lupa minum sebelum masuk kelas  dosen yang kelasnya dikenal lama. Aku berhenti dan turun dari motorku  begitu aku menemukan sebuah toko kelontong yang tidak asing untukku.  Langsung saja, aku berjalan ke toko itu.  "Mau beli apa?"  Aku yang berniat membeli malah justru bertanya pada gadis yang sedang menjaga toko ini.  "Mau beli air minum mas. Hehe."  Haha. Orang ini... "Ah mas Deni..." Aku mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin sambil  tersenyum menahan tawa, dan kemudian aku menunjukkan apa yang ingin aku  beli pada gadis itu.  "Ini mbak."  "Udahlah mas, kayak orang baru kenalan aja. Kan aku udah bilang  berkali-kali, panggil aku Mitha, lagian mas Deni lebih tua daripada  aku."  Ya, namanya Mitha. Dia kukenal sejak aku masih semester pertama. Waktu  itu aku yang sedang haus mencari air minum, dan aku yang waktu itu belum  mengenal wilayah sekitar kampusku membeli air minum di toko ini karena  aku tidak tahu harus beli dimana lagi. Mulai saat itu, aku selalu  membeli air minum disini dan mengenal beberapa penjaga toko disini, tapi  Mitha yang notabene berumur satu tahun lebih muda dariku adalah orang  yang paling menarik perhatianku. Kulitnya kuning langsat dan terlihat  bersih, rambutnya yang sebahu terlihat cocok dengan mukanya yang cantik,  dan bodinya bisa dibilang bagus (menurutku). Kalau aku kira-kira,  ukuran dadanya 89 cm, pinggang 56 cm, dan pinggul 85 cm. Tingginya  mungkin sekitar 150 cm, berat sekitar 30 kilo. Jujur saja aku sendiri  tidak yakin perkiraanku tepat. Aku membuat perkiraan itu karena dadanya  terlihat besar, pinggangnya ramping, dan pinggulnya berisi. Yang jelas,  aku tidak keberatan kalau dia mau jadian denganku, walaupun dia sudah  tidak bersekolah lagi.  "Ya udah deh, tapi aku kasih diskon ya?"  "Huuh..."  "Enggak, enggak. Bercanda kok mit."  "Nah, gitu dong..."   Aku langsung mengambil selembar uang dua ribu rupiah dari dompetku dan menyerahkannya padanya.  "Makasih."  Dia berterimakasih padaku sambil tersenyum manis. Aku tidak tahu apakah  itu senyum bahagia atau senyum bisnis, tapi aku senang hanya dengan  melihatnya tersenyum.  "Oh ya, malem ini ada acara gak?"  "Eh, kenapa mas?"  "Makan bareng yuk."  "Ada apa nih? Kok tumben ngajak makan bareng?"  Dia benar, aku memang belum pernah mengajaknya makan bareng. Bukannya  bermaksud sombong, tapi aku sedang punya uang berlebih dan aku tidak  tahu uangku harus kupakai untuk apa.  "Udahlah gak usah tanya. Mau gak?"  "Makan dimana?"  "Suka makan stik gak?"  Aku pernah dengar dari teman-temanku kalau ada restoran stik yang punya  banyak menu, apalagi harganya murah dan rasanya enak. Walaupun aku  belum pernah makan disana, tapi tidak ada salahnya dicoba, karena  kebanyakan saran dari teman-temanku benar. Alasan tadi cukup untuk  membuatku menjadikan restoran itu sebagai tempat untuk .  "Iya mas, aku suka."  Dia terlihat senang begitu aku menyebut makanan itu.  "Nanti jam 6 aku jemput kamu di kosmu ya."  "Oke. Aku tunggu ya mas. Hehe."  Aku meninggalkan toko itu dan langsung meminum air mineral yang tadi  aku beli. Tanpa kusadari, airnya langsung habis. Mungkin tenggorokanku  sudah benar-benar tidak bisa menahan rasa haus yang dari tadi  menyerangnya. Setelah aku membuang botol air yang kuminum tadi, aku  langsung tancap gas dan pulang ke rumah.  Waktu yang dijanjikan sudah hampir tiba. Aku bersiap-siap untuk  menjemput Mitha. Dompet dan HP kumasukkan ke saku celana, jaketku yang  tebal kupakai, dan kunci motor kuambil. Langsung saja, aku menaiki  motorku menuju kosnya.  Setibanya di tempat tujuan, aku langsung memberitahu dia kalau aku  sudah sampai lewat sms. Satu menit telah berlalu, aku masih sabar  menunggu. Sepuluh menit berlalu, aku mulai merasa curiga dan memutuskan  untuk menelponnya. Hasilnya membuatku makin curiga: tidak ada jawaban,  tapi aku harus sabar. Sudah setengah jam berlalu, tapi aku masih  berdiri, menunggu dia datang. Tiba-tiba, pintu kos yang ada di dekatku terbuka. Seorang perempuan  berambut panjang yang tidak kukenal keluar membawa sekeranjang  buah-buahan. Penampilannya rapi sekali. Baju merah muda berlangan  panjang dipadu dengan celana jeans. Cocok dengan badannya yang ideal.  Tidak terlalu kurus, tidak terlalu gemuk. Begitu dia keluar,  pandangannya menuju ke arahku. "Permisi mas. Ada apa ya kok berdiri di situ?" "Anu, mbaknya tinggal di kos ini?" "Iya. Ada apa ya mas?" "Kenal Mitha gak mbak?" "Kenal mas. Masnya ada urusan apa ya?" "Saya mau ketemu dia. Orangnya ada di dalam gak mbak?" "Wah. Gak ada mas." "Lho, memangnya dia kemana? Tadi udah janji mau ketemu sekarang." "Dia baru dikirim ke rumah sakit. Tadi dia sms aku." Aku sempat kaget mendengarnya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia tidak memberitahuku? "Rumah sakit mana?" Sontak aku memegang pundak perempuan itu, merasa panik. "Tolong lepasin dulu mas." Dia mengeluh sambil melihat ke arah samping. Mengalihkan pandangannya dariku. "Oh, iya. Maaf." "Dia di rumah sakit –" Begitu dia menyebut nama rumah sakitnya, otakku menyuruhku untuk segera pergi kesana. "Oke, makasih mbak." "Tunggu, mau kemana mas?" "Mau ke rumah sakit, nengok Mitha." "Aku boleh numpang mas? Motorku masih di bengkel. Tadinya mau ngambil  motor dulu, tapi mumpung ada yang bawa motor, aku mau bonceng. Boleh gak  mas?" "Oke." Aku membonceng perempuan itu sekarang, dan aku langung tancap gas menuju rumah sakit tempat Mitha dirawat. Tunggu aku Mitha. Di rumah sakit, aku langsung menanyakat kamar Mitha pada resepsionis.  Aku dan perempuan itu bergegas menuju kamar Mitha begitu tahu di kamar  mana dia dirawat. Sesampainya di sana, aku hanya bisa melihat Mitha  berbaring. Perban membungkus lengan dan kaki kanannya. Kasihan. "Kamu gak apa-apa, mit?" Kata-kata itu seketika meluncur dari mulutku. "Aduh mit. Maaf aku baru datang sekarang." Perempuan yang dari tadi bersamaku juga bertanya pada Mitha dan mendekati ranjangnya. Dia kelihatannya khawatir. "Gak apa-apa mas, mbak. Oh ya, maaf tadi gak ngasih tau." "Tenang aja mit." Aku tidak punya pilihan lain selain memaafkannya begitu aku tahu apa yang menimpanya.  "Udah kenalan sama mas Deni belum mbak?" Oh ya, aku belum kenalan dengan perempuan ini. Aku terlalu sibuk  memperhatikan jalan tadi. Aku mendekati perempuan yang belum kukenal itu  dan menjabat tangannya sambil tersenyum. "Deni" "Ayu." Aku melepas tanganku darinya begitu selesai berjabat tangan. "Nih, ada buah Mit." Ayu menaruh buah yang dari tadi dia bawa di meja yang ada di sebelah ranjang Mitha. "Waduh mbak. Nggak usah repot-repot gini..." "Gak apa-apa kok mit." "Ya udahlah. Makasih lho mbak." "Iya. Santai aja." Kali ini aku melihat ke arah Mitha. Melihat dia diperban membuatku ingin  tahu siapa orang kurang ajar yang membuat dia jadi seperti ini. "Ngomong-ngomong mit, kok kamu bisa masuk rumah sakit?" Pertanyaan itu meluncur seketika dari mulutku. "Tadi aku ketabrak mas. Waktu aku lagi jalan di belokan, tiba-tiba ada  motor yang belok kenceng, terus dia nabrak aku sampe aku jatuh. Sakit  banget mas rasanya..." "Terus kemana orang yang nabrak kamu?" Kalimat tanya itu keluar secara spontan, dan Ayu tiba-tiba tersenyum ke arahku. "Dia udah minta maaf waktu tadi  waktu mas belum kesini." "Wah. Masnya perhatian banget sama Mitha." Celetukan Ayu tadi membuatku dan Mitha terdiam. Malu rasanya.  "Mit, kok kamu gak bilang-bilang kalau kamu udah punya-"  "Bukan mbak."  Aku yang tadi hanya bisa diam merasa lega sekarang. Ternyata walaupun  Mitha kecelakaan, dia tetap menjadi Mitha yang biasanya. Aku baru tahu  kalau kuat walaupun dia kesakitan. Kurasa itu bisa jadi nilai tambah  untuk dia.   Sudah lima hari berlalu sejak Mitha masuk rumah sakit. Dokter Mitha  bilang kalau dia perlu waktu sekitar dua minggu satu atau dua minggu  untuk sembuh, tapi ternyata dia sudah boleh keluar besok. Aku sudah  sering menjenguknya kalau ada waktu luang. Mungkin ada beberapa orang  yang merasa bosan atau kesal kalau dijenguk beberapa kali oleh orang  yang sama, tapi untungnya Mitha bukan orang seperti itu. Senang rasanya  bisa mengenal Mitha.  Di hari keenam Mitha dirawat...  Hari ini jam 9 kelasku kosong. Aku sendiri tidak tahu kenapa kelasku  kosong, tapi peduli amat. Malah bagus. Dengan ini, aku bisa bertemu  Mitha lebih cepat dari rencana.  "Bling."  Hpku berbunyi, dan aku langsung mengambilnya dari kantong celanaku. Ada satu sms masuk.  "Mohon maaf hari ini saya tidak bisa ngajar, saya harus ke rapat prodi.  Sebagai gantinya, tolong kerjakan tugas di buku halaman 138.  Dikumpulkan hari ini jam 11.00 di meja saya. Terima kasih."  Aku melihat jam tanganku, dan ternyata sekarang sudah jam setengah  sepuluh. Anjing. Kenapa harus ada tugas sekarang? Aku pun langsung  mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas. Begitu aku membuka  bukunya dan membaca soalnya, aku langsung mengela nafas.  "Haaah..."  Soalnya ternyata susah. Melihatnya sekilas saja sudah membuatku ingin  menutup buku itu. Apa boleh buat. Aku terpaksa menyalin jawaban teman  yang sudah selesai nanti. Beginilah aku. Kalau sedang tidak mood untuk  mengerjakan soal, aku lebih memilih untuk menyalin jawaban.  Tugasnya selesai dan. Sesuai rencana, aku menyalin jawaban temanku.  Untungnya aku punya teman yang bisa diandalkan. Tanpa ba-bi-bu, aku  langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Mitha, lagi.  Aku di depan kamar Mitha. Seperti biasa, aku mengetok pintu dulu sebelum masuk.  "Tok...tok..."  Setelah kutunggu, pintunya tidak terbuka. Apa mungkin pintunya tidak dikunci? Lebih baik kudorong saja pintunya.  "Ngeeek."  Terbuka. Ternyata memang benar, pintunya tidak dikunci. Aku pun masuk  begitu saja ke kamar Mitha, seolah-olah kamar itu kamarku sendiri. Di  dalam, aku tidak melihat siapapun kecuali Mitha, yang sedang tidur.  Biasanya dia ditemani Ayu atau temannya yang lain, tapi sekarang hanya  ada aku dan dia disini.  Aku melihat muka Mitha. Ini pertama kalinya aku melihat dia tidur.  Mukanya kelihatan seperti anak kecil kalau tidur, polos dan manis.  Membuatku ingin pemilik wajah itu menjadi milikku.  Tiba-tiba, keinginan untuk mencium bibirnya yang mengkilap melintas di  pikiranku. Apa ini harus kulakukan? Haruskah aku menciumnya? Kurasa aku  harus, karena kesempatan seperti ini sangat mungkin tidak akan ada lagi.  Terlebih lagi, siapa tahu ini ciuman pertamanya. Daripada dia dicium  laki-laki lain, lebih baik aku yang menciumnya. Perlahan-lahan, aku mendekatkan bibirku ke bibirnya. Sebenarnya, aku  masih merasa takut kalau sampai dia bangun dan berpikir kalau aku mau  mencabulinya. Tapi aku harus berani. Ingat: kesempatan seperti ini  sangat mungkin tidak akan ada lagi. Jarakku dengan bibir Mitha makin dekat. Hanya tinggal beberapa milimeter  lagi, bibirku akan menyentuh bibirnya. Tapi aku berhenti, menjauh dari  mukanya. Memang iya kesempatan seperti ini sangat mungkin tidak akan ada  lagi, tapi lebih baik kalau dia rela kucium. Mungkin iya aku senang  kalau aku berhasil menciumnya, tapi dia belum tentu senang kalau kucium  dengan cara seperti ini. Aku ingin aku dan dia sama-sama senang. Tidak lama setelah percobaan mencium tadi, Mitha bangun, melihat aku duduk di sampingnya. "Eh, mas Deni...maaf mas tadi tidur. Udah lama disini?" Dia sepertinya kaget begitu dia tahu aku ada di sampingnya. "Ah, gak juga. Baru lima menitan." Aku menyanggah, sambil menggelengkan kepala untuk membuat dia yakin. "Gimana mit, lukanya? Masih sakit?" "Udah nggak kok. Ngomong-ngomong, mas Deni udah sering kesini ya." "Masa?" Ake menyanggah lagi, kali ini supaya dia tidak curiga. "Beneran kok, mas udah sering kesini." Begitu Mitha menyelesaikan kalimatnya, alam memanggilku. Untunglah. Aku jadi punya alasan untuk pergi sebentar. "Mit, aku ke kamar mandi dulu ya." "O, iya mas." Sekitar satu menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi sambil  memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk mengalihkan topik  pembicaraan. "Mit-" "Emm, mas." Mitha melirik ke arah resleting celanaku yang masih terbuka. Spontan,  tanganku langsung memegang resleting itu. Tapi tanpa sepengetahuanku,  tangan mitha tiba-tiba memegang tanganku. "Gak usah ditutup mas." Tunggu. Apa mungkin dia...? "Aku-" Kali ini badanku bergerak secara spotan, dan membuat kalimatnya  terpotong, seolah tidak mengingat prinsipku tadi. Badannya kurebahkan di  ranjang. Bibirnya kusambar. Lembut rasanya, kurang lebih seperti lapis  legit. "Mmmmmh!?" Badannya terasa sedikit kaku. Mungkin dia tidak menyangka aku akan melakukan ini. "Nnnnh...ah...cup...haaah..." Mitha mulai mendesah. Seksi sekali suaranya. Aku harus lebih agresif.  Sekarang tidak hanya bibirku saja yang bermain. Lidahku kumasukkan ke  dalam mulut Mitha yang kecil. "Mmmh...haaa...aaah..." Lidahku kumasukkan lebih dalam lagi ke mulutnya, sambil menari di atas lidah Mitha untuk membuatnya menikmati ini. "Mmmmph...nnngh....aaah..." Berhasil. Lidahnya bermain dengan lidahku sekarang, seperti ular yang  mencoba melilit satu sama lain. Di sisi lain, air liur kami bercampur.  Menambah kadar sensasi kenikmatan yang menyerangku. "Nnnnh...haaa...tunggu...berhenti sebentar...mas..." Aku berhenti menciumnya. "Kenapa?" "Aku lepas baju dulu mas. Biar mainnya lebih enak. Mas juga lepas baju dong." "Eh, yakin? Nanti kalau ada orang masuk gimana?" "Nggak akan ada kalau sekarang mah. Kalau tetep ngerasa gak nyaman, kunci pintu sama tutup gorden aja."  Untuk jaga-jaga, aku mengunci pintu dan menutup gorden. Setelah itu, aku  dan Mitha melepas semua kain yang menutupi badan kami. Saat aku melihat  Mitha telanjang, aku hanya bisa kagum, speechless. Dan tentu saja,  tititku berdiri. Dadanya besar, perutnya tidak menimbun banyak lemak,  dan pantatnya berisi. Sempurna. Benar-benar sempurna. "Mas, jangan bengong aja." "O, iya iya." Kami berdua naik ke atas ranjang. Sekarang Mitha duduk tepat di depanku.  Tanpa komando, aku kembali menyambar bibirnya dan meremas dadanya  dengan pelan. Benar-benar kenyal rasanya. Luar biasa. "Nnnnh...haaa...cup...mmmh..." "Mit...ukuran lingkar dadamu berapa sih? Kok besar banget?" "Mmmh...mau tau aja..." "Iya...aku emang pingin tahu..." "89 cm." Wah. Di luar dugaan. Perkiraanku tidak meleset. "Pantesan gede...kenceng lagi. Tapi enak kok." Aku berhenti menciumnya. Bibir dan lidah kami berpisah. "Aaah...mas Deni." "Aku kenyot ya. Aku pengen tahu rasanya ngenyot dada." "He eh mas. Kenyot aja sampe puas." Mataku langsung melirik ke putingnya yang secil berwarna pink. Lucu  sekali. Membuatku makin ingin memainkannya. Puas melihatnya, mulutku  langsung melahapnya. Lidahku pun juga kujulurkan untuk menyerang bagian  puting. "Ah...yaaa...terus mas..." "Gimana rasanya?" "Geli, tapi gelinya enak banget mas." Aku terus menjilat putingnya. Kadang badan Mitha pun menggelinjang,  seolah-olah dia disetrum. Benar-benar menggairahkan melihat dia seperti  itu. "Haah...aaah...ya..." Desahan seksi terus keluar dari mulutnya. Aku jadi makin tidak karuan mendengarnya. "Mas, enak banget...aaah..." "Oh ya. Kamu udah pernah main kayak gini belum?" "Belum mas...aaah...pacar-pacarku...yang dulu...pada gak suka main kayak gini." Bodoh. Benar-benar bodoh. Dia sudah di sia-siakan. "Kalau gitu ini pertama kali?" "Aaaah...ya. Mas Deni yang pertama..." Wah. Dapat durian runtuh aku. Asik. "Aaaah...ah...ah...mas...aku mau...aaaaaah!" "Ada apa?" "Aku...sampe mas..." "Kita ganti posisi ya. Kamu rebahan sekarang." "Jangan buru-buru dong mas. Aku jaga mau dapet jatah." "Okelah. Nih kalau mau." Kami berdua turun dari ranjang. Aku berdiri, sambil menunjukkan tititku yang menegang persis di depan matanya. "Wah, jadi kayak gini yang namanya titit." Tanpa perintah, dia melahap titiku, dan menggerakkannya maju mundur. "Mmmmh...ssssp...cup..." Sebuah sensasi luar biasa mulai menjalar di tititku. "Nnnnh...cup...nnnh...gimana...rasanya...mas?  " "Mantap..." "Kalau...mmmh...mau keluar...keluarin...sppph...aja...di mulutku..." "Waduh...beneran nih?" "Iya...sssph...aku...mau tahu...cup...rasanya sperma...nnnh..."  "Kalo gitu, terusin dong. Enak banget nih..." Kali ini, mulutnya lebih cepat. "Sppph...nnnh...cup...sppph...nnnh..." "Ya...terus..." "Nnnnh...cup...nnnnh...nnnnnh...sssph..." "Haah...mit...aku mau..." Belum sempat menyelesaikan kalimatku, spermaku keluar di mulutnya. "Haaah...enak banget mit...gimana rasanya spermaku?" "Agak lengket di tenggorokan. Tapi enak!" Memang tadi rasanya benar-benar enak, tapi aku tidak mau berhenti sampai disini. "Lagi yuk. Sekarang yang beneran." "Nah, itu yang aku tunggu dari tadi mas." Mitha rebahan di kasur, dan membuka pahanya lebar-lebar. Sekarang aku  melihat ke vaginanya. Bersih, tidak ada bulu sama sekali. Hmmm,  kira-kira kenikmatan seperti apa yang akan diberikan lubang ini padaku? "Ayo mas..." "Siiiap." Aku mengarahkan tititku ke vaginanya, dan menggerakkan pinggulku.  Sekarang kepala penisku sudah masuk ke dalam. Benar-benar basah dan  lembek rasanya. Tapi di dalam sana ada yang menghalangi laju penisku. Oh  iya, benar juga. Dia belum pernah main sebelumnya. "Kamu kan masih perawan. Gak apa-apa nih?" "Aku rela kok keperawananku diambil mas Deni." "Haaah." Aku menghela nafas, untuk menenangkan diriku. "Oke. Kalau sakit bilang ya. Siap...satu...dua..." "Bles!" Aku mendorong tititku sekuat tenaga, dan selaput dara yang tadi  menghalangiku sudah kusobek. Darah perawan pun mulai merembes keluar  dari vaginanya. "Maaas...sakiiiiit..." Mitha menangis sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kelihatannya dia benar-benar kesakitan. "Tahan ya mit." Aku mengecup bibirnya sambil mengelus rambutnya yang halus. Semoga dia bisa cepat terbiasa. "Jangan digerakin dulu ya mas. Masih sakit..." Aku hanya mengangguk untuk menjawabnya. Di saat yang bersamaan, sebuah  sensasi nikmat yang belum pernah aku rasakan terasa di tititku. Vagina  Mitha yang basah meremas-remas tititku, seolah-olah hendak memerah  spermaku. Tapi sensasi itu harus bisa kutahan selama mungkin. Aku tidak  boleh mengecewakan Mitha. "Mas, gerakin aja sekarang..." "Kamu yakin?" "Gak apa-apa mas..." "Ya udah..." Aku mulai menggerakkan tititku maju mundur. Seiring aku bergerak, vagina  Mitha yang tadi masih perawan meremas-remas tititku. Geli dan enak  rasanya.  "Ah...ah...ah..." Luar biasa. Vaginanya yang basah dan lembek terus memijat-mijat penisku. "Rasanya gimana mit?" "Ah...ah...ah...ah...enak...lebih cepet lagi mas..." Penisku kugerakkan lebih cepat. Dan sensasi nikmat yang kudapat dari vagina Mitha makin menyelimuti seluruh permukaan penisku.  "Iya...ah...ah...bagus mas...ah...ah...ah...aaaaaaaah!" Vaginanya menjadi lebih basah begitu dia berteriak. Aku senang aku bisa membuatnya orgasme. "Ah...ah...ah...ayo mas...bawa aku ke surga lagi..." Sensasi yang sedang kurasakan membuat nafasku makin tidak karuan. "Aaaah...ah...ah...ah...ah...ah...ah...ah!" "Mitha..." Tiba-tiba, aku merasa spermaku mendesakku untuk mengeluarkannya.  "Haah...haah...mit...aku mau...keluar..." Gerakan penisku jadi makin tak terkendali. Aku sudah mencapai batasku. "Ah...ah...ah...Mitha...aaaah!" "Crot...crot...crot!" Kusemburkan spermaku di dalam vagina Mitha. Semburannya kuat. Rasanya  benar-benar nikmat, jauh lebih nikmat daripada saat onani. Mungkin  jangan kucabut tititku dulu. Aku masih mau merasakan sensasi tiada dua  ini. "Maaas...enak banget..." "Mitha, kamu mau gak jadi pacarku?" "Kenapa enggak mas? Mitha juga mau jadi pacar mas Deni." Kami kembali berciuman, dan kali ini aku juga memeluknya. Badan kami pun  masih bersatu. Haaah, apa mungkin in bisa disebut surga dunia? Karena  kenikmatan yang kudapat benar-benar luar biasa. Sudah dua bulan berlalu sejak aku main dengan Mitha di rumah sakit. Dan  sudah du bulan juga aku menjadi pacar Mitha. Untung waktu itu di rumah  sakit tidak ada yang tahu kalau aku ngentot Mitha, dan sampai sekarang  hanya kami yang tahu tentang hal itu. Ini rahasiaku dan Mitha.  Ngomong-ngomong, aku tahu kalau mahasiswa laki-laki biasanya menjadikan  mahasiswi atau murid perempuan sebagai pacar, tapi aku tidak berkecil  hati. Karena menurutku, selama ada perempuan yang setia denganku, itu  tidak masalah.          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Marini, pertualangan sex               Apr 29th 2013, 07:27                                               Dari Banjarmasin, Mas Adit telepon bahwa besok, temannya yang bernama  Rendi, mau ambil beberapa file penting yang ada dikomputer rumah untuk  keperluan kantornya. Aku sempat berpikir, selama 8 tahun pernikahan,  rasanya belum pernah ada tamu lelaki saat Mas Adit tidak di rumah. Ah,  mungkin ini hanya kebetulan saja. Dan Mas Adit sendiri yang meminta agar  aku menerima temannya itu karena ada hal, tentu yang sangat penting,  yang harus di ambil dari komputernya. 
  Besoknya, sekitar pukul 9 pagi, ada mobil parkir di depan rumah. Seorang  pemuda, tampan dan jangkung memakai jaket untuk membungkus badannya  yang bidang, turun dari mobil itu, menyampaikan hormatnya.  "Pagi Bu. IBu Adit? Saya Rendi, Bu. Apakah Pak Adit sudah menelepon Ibu,  bahwa saya akan kemari? Saya memerlukan beberapa file di komputer  beliau untuk keperluan kantor yang harus saya dapatkan hari ini, Bu.  Saya harap tidak akan mengganggu Ibu".  "O, ya, Dik Rendi ya. Ya, kemarin Mas Adit telepon saya. Silakan masuk,  komputernya di sini dik", aku persilakan Rendi mengikutiku ke tempat  ruang kerja Mas Adit.  Dia membuka jaketnya, mungkin merasa gerah di rumahku yang sempit ini.  Aku lihat dia keluarkan beberapa lembar disket dari kantong kemejanya  dan langsung menyalakan komputer Mas Adit. Aku sempat pula melirik  dengan rasa kagum akan postur tubuhnya yang bidang itu. 
  Aku menawarkannya minum.  "Terima kasih Bu, jangan merepotkan Ibu. Saya tidak lama koq".  "Ya, aku buatkan saja teh panas di cangkir".  Kemudian nampak Rendi mulai berkutat di depan monitor dan keyboard  mencari file yang dimaksud. Rupanya Mas Adit sudah memberikan  ancar-ancar di lokasi dan folder mana, sehingga file itu langsung Rendi  dapatkan dan nampak dia telah menekan ikon copy ke directory A, tempat  disket yang dibawa Rendi tadi. Mungkin hanya sekitar 10 menit, semua  yang dilakukannya telah selesai. Kemudian Rendi minta ijin untuk ke  toilet sebentar.  "Silakan, itu di samping ruang makan", kupersilakan dia. 
  Tak ada hal-hal yang istimewa dari kedatangan Rendi pagi ini. Kecuali  memang kalau aku perhatikan teman Mas Adit ini termasuk pria yang  tampan. Penampilannya nampak bersih dan apik. Maklumlah orang kantoran.  Dia harus tampil "perfect" di depan para relasinya. Sementara Rendi ke  toilet, aku melanjutkan bebenah kamar tidurku sebagaimana yang rutin aku  lakukan setiap pagi hari. Beberapa saat kemudian aku mendengar pintu  kamar mandi terbuka dan langkah Rendi kembali menuju komputer di ruang  kerja suamiku. Karena tanggung oleh pekerjaanku di kamar tidur aku tidak  serta merta menyambanginya. "Ah, teman Mas Adit ini saja", pikirku.  Saat itu aku sedang membetulkan seprei ranjang bekas aku tidur semalam.  Pintu kamar tidurku terbuka dan kebetulan aku sedang dalam posisi  bertumpu pada lututku di lantai membelakangi pintu kamar. 
  Aku mendengar suara langkah yang halus.  "Bu.., Bu Adit..", kudengar suara Rendi dan aku menoleh ke pintu. Aachh,  apa yang nampak berada tepat di belakangku sama sekali berada di luar  nalarku. Rendi, Rendi, benarkah ini, benarkah kamu Rendi. Di depanku  yang sedang berposisi setengah jongkok di lantai, Rendi berdiri tanpa  celana panjangnya dengan kontolnya yang keluar dari samping celana dalam  putihnya dan diacung-acungkannya padaku. Sementara itu kemejanya juga  setengah terbuka hingga menampakkan gumpalan dadanya. 
  Bagai terkena sihir nenek lampir, aku terpana, tak berkutik serasa ikan  duyung yang terjerat dalam jaring nelayan, tak berdaya, dikarenakan  seluruh bentuk kehendak dan jiwaku langsung terlempar jauh melayang  tanpa tahu ke tempat mana akan jatuh tujuannya. Dan sihir itu juga  membuat mataku langsung tak mampu berkedip maupun mengelak atau melepas  pandanganku pada ****** Rendi yang hanya berjarak sekitar 2 jengkal dari  wajahku. Aku langsung lumpuh, jatuh terduduk dengan punggungku yang  tersandar pada ranjang. Aku ditimpa shock hebat hingga kehilangan  setengah kesadaranku. Bahkan telingaku juga serasa tuli kecuali hanya  mendengar suara jantungku yang dengan kerasnya sekana memukuli dadaku.  Tidak sepenuhnya sadar pula ketika tanganku menggapai-gapai tepian  ranjang untuk berpegangan agar tubuhku tidak limbung terjatuh. 
  "Mbak Adit..", itu suara bisikan.  Suara Rendi. Rendi bersuara dalam bisikan. Tetapi karena hanya suara  itu, di samping suara jantungku sendiri yang memukuli dada, bisikkan itu  terasa seperti suara guruh yang menggulung membahana di telingaku. Aku  ingin sekali menyahut suara Rendi, semacam refleks reaktif dari apa yang  membuatku shock hebat ini, tetapi lidahku dijerat kelu. Akupun seketika  bisu total. 
  Dan mataku, oohh mataku, kenapa aku tidak mampu melepaskan pandanganku  pada ****** itu. Dan leherku, mengapa leherku juga terbawa beku dan  tidak mampu untuk memalingkan wajahku dari kemaluan Rendi itu. Dan yang  terasa memukau pandangan dan perasaanku itu adalah adanya semacam  pesona. Wajah dan mataku terpaku pada pesona erotik yang sensasional dan  sangat spektakuler, ****** itu, betapa indahnya, betapa sedapnya,  betapa nikmatnya. Rasanya aku tak lagi memiliki kesabaran untuk  mengulum, mencium dan menjilati ****** seperti itu. Dan kepalanya itu  yang bak jamur memerah mengkilat dikarenakan seluruh darah yang telah  mendesak di sana. Lubang kencingnya yang nampak berlubang gelap di  tengah bibir lubangnya yang begitu ranum. Warna batangnya yang coklat  muda kemerahan yang dikelilingi urat-uratnya yang juga demikian  indahnya, tampak sangat serasi dan sangat bersih. Tak terbayangkan bahwa  ada ****** seindah itu di dunia. Penampilan ****** itu mencuatkan  refleks biologisku. Lidahku bergerak menjilat bibir. Betapa ingin aku  melumatinya. Aku menelan liurku sendiri dalam upaya menekan keinginan  yang meledak-ledak untuk menelan ****** itu. 
  "Mbak Adit..", kembali bisikan itu terdengar.  Kali ini sedikit memberikan kesadaran bagiku. Aku menyadari bahwa kini  Rendi memanggilku "Mbak", bukan lagi "Ibu". Aku jadi menyadari bahwa dia  ingin lebih dekat kepadaku. Dan memang, ****** yang sangat mempesonakan  mata dan hatiku itu sepertinya sengaja kuundang untuk bergerak  mendekat.  Dan dengan sekali bisikan lagi, "Mbak Adit..", ****** itu telah menyentuh wajahku.  Mengusap-usap pipi, hidung dan bibirku. Langsung aroma kelelakian Rendi  menerpa hidungku, yang kemudian menembus masuk keparu-paruku dan dengan  tajamnya menghunjam ke sanubariku. Sihir nenek lampir itu dengan  seketika membuatku lumpuh total. Dan aku tak mampu menolak saat ******  yang terus diusap-usapkan serta mendesak wajahku dan memaksa bibirku  terkuak. Rendi terus mendesak-desakkan kontolnya itu, terus mendesak.  Dan aku, hidungku, bibirku dan lidahku bak anak kecil yang disodori es  cream yang super lezat hingga ingin langsung menjilatinya. 
  Dan kini, dengan disertai desah dan lenguh dari mulutku, bibirku  pelan-pelan begerak melumat. Lidahku mulai menjilati jamur itu. Aku,  bibirku mulai mengulum daging yang terasa kenyal itu di dalam mulutku.  Kukulum, dan kemudian lidahku memindahkan segala rasa pada jamur itu dan  membawanya masuk ke mulutku. ****** itu benar-benar telah  meruntuhkanku. ****** itu telah meringkusku. ****** itu telah membuatku  kehilangan nalar sebagai istri setia Mas Adit. ****** itu telah meluluh  lantakkan dan melumatkanku sebagai istri yang untuk kesekian kalinya  telah ingkar dan berselingkuh pada suaminya. Pesonanya yang dahsyat  dalam bentuknya yang indah sensual, ototnya yang membuat batangnya  menjadi sangat keras dan berkilat serta kekuatan erotik yang memancar  dari ****** Rendi itu membuatku kini terduduk dengan bibirku yang penuh  terjejali dan melumatinya. 
  "Aacchh.. Mbak Adit.. aachh.. Marini.., kamu cantik sekalii Marr..  bibirmu sangat indah Mbak Marr..", desah nikmat Rendi demi melihat bibir  mungilku yang telah penuh oleh kontolnya.  Aku tidak lagi peduli akan suara-suara di sekitarku, yang kupedulikan  kini adalah bibirku yang terus melumat-lumat dikarenakan pancaran pesona  dahsyat ****** Rendi yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatku  terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas. 
  Belum pernah aku menyaksikan pesona ****** seindah, sebesar dan  sepanjang itu. Aku tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran  sebenarnya. Yang kucoba mengingatnya hanyalah bahwa ukuran ****** Rendi  yang mungkin 3 atau bahkan 5 kali lebih besar dan lebih panjang daripada  ****** Mas Adit, hingga pesona erotiknya dapat melambungkan nafsu  birahiku hingga jutaan kali nikmatnya. Oohh, ampuni aku Mass, aku telah  terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri Maass.. ampuni aku  Maass.. 
  Kini aku mulai menyadari bahwa sihir yang menimpaku ini adalah gelombang  dahsyat yang menyeret dan menguras seluruh libidoku. ****** Rendi telah  membangkitkan gelombang dahsyat pada diri pribadiku. Dan mata hatiku,  sang nakoda yang lemah ini, tak mampu lagi menanggulanginya kecuali  akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ada dalam ingkar dan  selingkuh pada suaminya. Dan yang terasa kini adalah prahara birahi yang  merambat seluruh nurani dan organ-organ tubuhku. Dan saat ada  tangan-tangan yang membongkar dan melepas busanaku, aku telah berada  dalam penantian yang penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan  Rendi memelintir puting susuku, tak terbayangkan lagi, entah di langit  yang ke berapa aku melayang-layang dalam nikmat birahi tak terperikan  ini. 
  Tiba-tiba saja kusadari bahwa tubuhku telah telanjang bulat. Dan  tiba-tiba kusadarai bahwa Rendi juga telah dalam keadaan telanjang bulat  dengan selangkangannya yang mengangkangi wajahku. Dan aku menjadi  seperti anak lembu yang menyungkupkan mulutnya ke susu induknya untuk  mencari jawaban atas kehausannya yang melanda dengan hebat. Mulutku dan  bibirku kusorong-sorongkan ke biji pelir dan pangkal ****** Rendi untuk  meraih kenikmatan yang telah Rendi siapkan sepenuhnya. 
  Tanganku yang kini tak bisa kutolak kemauannya itu, ikut ambil bagian  menggenggam ****** Rendi, menaikkannya lekat-lekat ke perutku hingga  kini mulutku lebih leluasa mencium dan menjilati pangkal dan bantangan  ****** itu. Desahan dan rintihan yang terus keluar dari mulut Rendi  menjadi pendorong semangat mulutku agar lebih ganas menjilatinya.  Cekalan jari-jari Rendi pada urai rambutku menjadikanku lebih liar  menyusup-nyusup ke biji pelirnya. Aku kini telah sepenuhnya terbakar  nafsu birahiku. Tak ada lagi hambatan dan rambu-rambu yang bisa  menghentikan. 
  Tidak ada protes dan sanggahan saat tangan-tangan kokoh Rendi mengangkat  dan membimbing tubuhku naik ke ranjang. Dengan pantatku tetap di tepian  ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, aku telungkup di kasur  tempat tidur pengantinku yang biasa aku tiduri bersama Mas Adit suamiku.  Dan tanpa ada waktu untuk berfikir, aku rasakan tubuh Rendi sudah  menindih tubuhku. Dia pagut kudukku, dia pagut leherku, dia pagut  tengkukku, bahuku, dia pagut dan jilati seluruh bukit dan dataran  punggungku. Dia tinggalkan cupang-cupang berserak bekas-bekas sedotan  hisapan bibirnya di seluruh wilayah yang dijarah bibir dan lidahnya. Dia  buat kuyup seluruh pori-pori tubuhku. Tangannya menggapai  tangan-tanganku yang terentang di kasur, dia remasi jari-jariku untuk  bersama-sama menelusuri nikmat. Dan itulah awal tangan-tangan Rendi  memulai menyusuri lenganku hingga wilayah ketiakku yang terus berlanjut  ke buah dadaku. 
  Remasan-remasan tangannya ke kedua payudaraku memaksak mendesah dan merintih dengan hebatnya.  "Rendii.. ampuunn.. Rendii..".  Dan kemudian aku langsung terhempas ke awang-awang yang sangat tinggi  saat bibir dan lidahnya meluncur dari punggungku, melewati wilayah  pinggulku langsung turun lagi untuk mendesak belahan pantatku.Dari  Banjarmasin, Mas Adit telepon bahwa besok, temannya yang bernama Rendi,  mau ambil beberapa file penting yang ada dikomputer rumah untuk  keperluan kantornya. Aku sempat berpikir, selama 8 tahun pernikahan,  rasanya belum pernah ada tamu lelaki saat Mas Adit tidak di rumah. Ah,  mungkin ini hanya kebetulan saja. Dan Mas Adit sendiri yang meminta agar  aku menerima temannya itu karena ada hal, tentu yang sangat penting,  yang harus di ambil dari komputernya. 
  Besoknya, sekitar pukul 9 pagi, ada mobil parkir di depan rumah. Seorang  pemuda, tampan dan jangkung memakai jaket untuk membungkus badannya  yang bidang, turun dari mobil itu, menyampaikan hormatnya.  "Pagi Bu. IBu Adit? Saya Rendi, Bu. Apakah Pak Adit sudah menelepon Ibu,  bahwa saya akan kemari? Saya memerlukan beberapa file di komputer  beliau untuk keperluan kantor yang harus saya dapatkan hari ini, Bu.  Saya harap tidak akan mengganggu Ibu".  "O, ya, Dik Rendi ya. Ya, kemarin Mas Adit telepon saya. Silakan masuk,  komputernya di sini dik", aku persilakan Rendi mengikutiku ke tempat  ruang kerja Mas Adit.  Dia membuka jaketnya, mungkin merasa gerah di rumahku yang sempit ini.  Aku lihat dia keluarkan beberapa lembar disket dari kantong kemejanya  dan langsung menyalakan komputer Mas Adit. Aku sempat pula melirik  dengan rasa kagum akan postur tubuhnya yang bidang itu. 
  Aku menawarkannya minum.  "Terima kasih Bu, jangan merepotkan Ibu. Saya tidak lama koq".  "Ya, aku buatkan saja teh panas di cangkir".  Kemudian nampak Rendi mulai berkutat di depan monitor dan keyboard  mencari file yang dimaksud. Rupanya Mas Adit sudah memberikan  ancar-ancar di lokasi dan folder mana, sehingga file itu langsung Rendi  dapatkan dan nampak dia telah menekan ikon copy ke directory A, tempat  disket yang dibawa Rendi tadi. Mungkin hanya sekitar 10 menit, semua  yang dilakukannya telah selesai. Kemudian Rendi minta ijin untuk ke  toilet sebentar.  "Silakan, itu di samping ruang makan", kupersilakan dia. 
  Tak ada hal-hal yang istimewa dari kedatangan Rendi pagi ini. Kecuali  memang kalau aku perhatikan teman Mas Adit ini termasuk pria yang  tampan. Penampilannya nampak bersih dan apik. Maklumlah orang kantoran.  Dia harus tampil "perfect" di depan para relasinya. Sementara Rendi ke  toilet, aku melanjutkan bebenah kamar tidurku sebagaimana yang rutin aku  lakukan setiap pagi hari. Beberapa saat kemudian aku mendengar pintu  kamar mandi terbuka dan langkah Rendi kembali menuju komputer di ruang  kerja suamiku. Karena tanggung oleh pekerjaanku di kamar tidur aku tidak  serta merta menyambanginya. "Ah, teman Mas Adit ini saja", pikirku.  Saat itu aku sedang membetulkan seprei ranjang bekas aku tidur semalam.  Pintu kamar tidurku terbuka dan kebetulan aku sedang dalam posisi  bertumpu pada lututku di lantai membelakangi pintu kamar. 
  Aku mendengar suara langkah yang halus.  "Bu.., Bu Adit..", kudengar suara Rendi dan aku menoleh ke pintu. Aachh,  apa yang nampak berada tepat di belakangku sama sekali berada di luar  nalarku. Rendi, Rendi, benarkah ini, benarkah kamu Rendi. Di depanku  yang sedang berposisi setengah jongkok di lantai, Rendi berdiri tanpa  celana panjangnya dengan kontolnya yang keluar dari samping celana dalam  putihnya dan diacung-acungkannya padaku. Sementara itu kemejanya juga  setengah terbuka hingga menampakkan gumpalan dadanya. 
  Bagai terkena sihir nenek lampir, aku terpana, tak berkutik serasa ikan  duyung yang terjerat dalam jaring nelayan, tak berdaya, dikarenakan  seluruh bentuk kehendak dan jiwaku langsung terlempar jauh melayang  tanpa tahu ke tempat mana akan jatuh tujuannya. Dan sihir itu juga  membuat mataku langsung tak mampu berkedip maupun mengelak atau melepas  pandanganku pada ****** Rendi yang hanya berjarak sekitar 2 jengkal dari  wajahku. Aku langsung lumpuh, jatuh terduduk dengan punggungku yang  tersandar pada ranjang. Aku ditimpa shock hebat hingga kehilangan  setengah kesadaranku. Bahkan telingaku juga serasa tuli kecuali hanya  mendengar suara jantungku yang dengan kerasnya sekana memukuli dadaku.  Tidak sepenuhnya sadar pula ketika tanganku menggapai-gapai tepian  ranjang untuk berpegangan agar tubuhku tidak limbung terjatuh. 
  "Mbak Adit..", itu suara bisikan.  Suara Rendi. Rendi bersuara dalam bisikan. Tetapi karena hanya suara  itu, di samping suara jantungku sendiri yang memukuli dada, bisikkan itu  terasa seperti suara guruh yang menggulung membahana di telingaku. Aku  ingin sekali menyahut suara Rendi, semacam refleks reaktif dari apa yang  membuatku shock hebat ini, tetapi lidahku dijerat kelu. Akupun seketika  bisu total. 
  Dan mataku, oohh mataku, kenapa aku tidak mampu melepaskan pandanganku  pada ****** itu. Dan leherku, mengapa leherku juga terbawa beku dan  tidak mampu untuk memalingkan wajahku dari kemaluan Rendi itu. Dan yang  terasa memukau pandangan dan perasaanku itu adalah adanya semacam  pesona. Wajah dan mataku terpaku pada pesona erotik yang sensasional dan  sangat spektakuler, ****** itu, betapa indahnya, betapa sedapnya,  betapa nikmatnya. Rasanya aku tak lagi memiliki kesabaran untuk  mengulum, mencium dan menjilati ****** seperti itu. Dan kepalanya itu  yang bak jamur memerah mengkilat dikarenakan seluruh darah yang telah  mendesak di sana. Lubang kencingnya yang nampak berlubang gelap di  tengah bibir lubangnya yang begitu ranum. Warna batangnya yang coklat  muda kemerahan yang dikelilingi urat-uratnya yang juga demikian  indahnya, tampak sangat serasi dan sangat bersih. Tak terbayangkan bahwa  ada ****** seindah itu di dunia. Penampilan ****** itu mencuatkan  refleks biologisku. Lidahku bergerak menjilat bibir. Betapa ingin aku  melumatinya. Aku menelan liurku sendiri dalam upaya menekan keinginan  yang meledak-ledak untuk menelan ****** itu. 
  "Mbak Adit..", kembali bisikan itu terdengar.  Kali ini sedikit memberikan kesadaran bagiku. Aku menyadari bahwa kini  Rendi memanggilku "Mbak", bukan lagi "Ibu". Aku jadi menyadari bahwa dia  ingin lebih dekat kepadaku. Dan memang, ****** yang sangat mempesonakan  mata dan hatiku itu sepertinya sengaja kuundang untuk bergerak  mendekat.  Dan dengan sekali bisikan lagi, "Mbak Adit..", ****** itu telah menyentuh wajahku.  Mengusap-usap pipi, hidung dan bibirku. Langsung aroma kelelakian Rendi  menerpa hidungku, yang kemudian menembus masuk keparu-paruku dan dengan  tajamnya menghunjam ke sanubariku. Sihir nenek lampir itu dengan  seketika membuatku lumpuh total. Dan aku tak mampu menolak saat ******  yang terus diusap-usapkan serta mendesak wajahku dan memaksa bibirku  terkuak. Rendi terus mendesak-desakkan kontolnya itu, terus mendesak.  Dan aku, hidungku, bibirku dan lidahku bak anak kecil yang disodori es  cream yang super lezat hingga ingin langsung menjilatinya. 
  Dan kini, dengan disertai desah dan lenguh dari mulutku, bibirku  pelan-pelan begerak melumat. Lidahku mulai menjilati jamur itu. Aku,  bibirku mulai mengulum daging yang terasa kenyal itu di dalam mulutku.  Kukulum, dan kemudian lidahku memindahkan segala rasa pada jamur itu dan  membawanya masuk ke mulutku. ****** itu benar-benar telah  meruntuhkanku. ****** itu telah meringkusku. ****** itu telah membuatku  kehilangan nalar sebagai istri setia Mas Adit. ****** itu telah meluluh  lantakkan dan melumatkanku sebagai istri yang untuk kesekian kalinya  telah ingkar dan berselingkuh pada suaminya. Pesonanya yang dahsyat  dalam bentuknya yang indah sensual, ototnya yang membuat batangnya  menjadi sangat keras dan berkilat serta kekuatan erotik yang memancar  dari ****** Rendi itu membuatku kini terduduk dengan bibirku yang penuh  terjejali dan melumatinya. 
  "Aacchh.. Mbak Adit.. aachh.. Marini.., kamu cantik sekalii Marr..  bibirmu sangat indah Mbak Marr..", desah nikmat Rendi demi melihat bibir  mungilku yang telah penuh oleh kontolnya.  Aku tidak lagi peduli akan suara-suara di sekitarku, yang kupedulikan  kini adalah bibirku yang terus melumat-lumat dikarenakan pancaran pesona  dahsyat ****** Rendi yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatku  terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas. 
  Belum pernah aku menyaksikan pesona ****** seindah, sebesar dan  sepanjang itu. Aku tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran  sebenarnya. Yang kucoba mengingatnya hanyalah bahwa ukuran ****** Rendi  yang mungkin 3 atau bahkan 5 kali lebih besar dan lebih panjang daripada  ****** Mas Adit, hingga pesona erotiknya dapat melambungkan nafsu  birahiku hingga jutaan kali nikmatnya. Oohh, ampuni aku Mass, aku telah  terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri Maass.. ampuni aku  Maass.. 
  Kini aku mulai menyadari bahwa sihir yang menimpaku ini adalah gelombang  dahsyat yang menyeret dan menguras seluruh libidoku. ****** Rendi telah  membangkitkan gelombang dahsyat pada diri pribadiku. Dan mata hatiku,  sang nakoda yang lemah ini, tak mampu lagi menanggulanginya kecuali  akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ada dalam ingkar dan  selingkuh pada suaminya. Dan yang terasa kini adalah prahara birahi yang  merambat seluruh nurani dan organ-organ tubuhku. Dan saat ada  tangan-tangan yang membongkar dan melepas busanaku, aku telah berada  dalam penantian yang penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan  Rendi memelintir puting susuku, tak terbayangkan lagi, entah di langit  yang ke berapa aku melayang-layang dalam nikmat birahi tak terperikan  ini. 
  Tiba-tiba saja kusadari bahwa tubuhku telah telanjang bulat. Dan  tiba-tiba kusadarai bahwa Rendi juga telah dalam keadaan telanjang bulat  dengan selangkangannya yang mengangkangi wajahku. Dan aku menjadi  seperti anak lembu yang menyungkupkan mulutnya ke susu induknya untuk  mencari jawaban atas kehausannya yang melanda dengan hebat. Mulutku dan  bibirku kusorong-sorongkan ke biji pelir dan pangkal ****** Rendi untuk  meraih kenikmatan yang telah Rendi siapkan sepenuhnya. 
  Tanganku yang kini tak bisa kutolak kemauannya itu, ikut ambil bagian  menggenggam ****** Rendi, menaikkannya lekat-lekat ke perutku hingga  kini mulutku lebih leluasa mencium dan menjilati pangkal dan bantangan  ****** itu. Desahan dan rintihan yang terus keluar dari mulut Rendi  menjadi pendorong semangat mulutku agar lebih ganas menjilatinya.  Cekalan jari-jari Rendi pada urai rambutku menjadikanku lebih liar  menyusup-nyusup ke biji pelirnya. Aku kini telah sepenuhnya terbakar  nafsu birahiku. Tak ada lagi hambatan dan rambu-rambu yang bisa  menghentikan. 
  Tidak ada protes dan sanggahan saat tangan-tangan kokoh Rendi mengangkat  dan membimbing tubuhku naik ke ranjang. Dengan pantatku tetap di tepian  ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, aku telungkup di kasur  tempat tidur pengantinku yang biasa aku tiduri bersama Mas Adit suamiku.  Dan tanpa ada waktu untuk berfikir, aku rasakan tubuh Rendi sudah  menindih tubuhku. Dia pagut kudukku, dia pagut leherku, dia pagut  tengkukku, bahuku, dia pagut dan jilati seluruh bukit dan dataran  punggungku. Dia tinggalkan cupang-cupang berserak bekas-bekas sedotan  hisapan bibirnya di seluruh wilayah yang dijarah bibir dan lidahnya. Dia  buat kuyup seluruh pori-pori tubuhku. Tangannya menggapai  tangan-tanganku yang terentang di kasur, dia remasi jari-jariku untuk  bersama-sama menelusuri nikmat. Dan itulah awal tangan-tangan Rendi  memulai menyusuri lenganku hingga wilayah ketiakku yang terus berlanjut  ke buah dadaku. 
  Remasan-remasan tangannya ke kedua payudaraku memaksak mendesah dan merintih dengan hebatnya.  "Rendii.. ampuunn.. Rendii..".  Dan kemudian aku langsung terhempas ke awang-awang yang sangat tinggi  saat bibir dan lidahnya meluncur dari punggungku, melewati wilayah  pinggulku langsung turun lagi untuk mendesak belahan pantatku.Hal yang  sama sekali tidak kuperkirakan semula adalah, posisi yang sedang aku  lakoni ini justru menjadi bumerang yang berbalik dan mendongkrak gelora  birahiku kembali. Rasa gatal pada dinding vaginaku datang kembali.  Dorongan nafsu merenggut seluruh saraf-saraf pekaku kembali. Dan rasa  lemasku langsung lenyap diganti dengan semangat untuk menggenjot ******  Rendi agar dapat lebih dalam merasuki vaginaku. Aku kembali kesetanan.  Kembali merintih dan mendesah. Kembali mencakar dan meremas bukit-bukit  gempal tubuh Rendi. 
  Dan akulah kini yang mempercepat keluar masuknya ****** itu ke nonokku.  Batang yang besar, panjang dan kerasnya bukan main itu membuatku bahkan  lebih terbakar daripada yang pertama tadi. Aku berteriak sebagai ganti  desahanku. Aku berteriak sebagai ganti rintihanku. Aku berteriak  menjemput nikmat tak terperikan ini. Dan saat itulah aku merasakannya  kembali. 
  Dari lubuk kedalaman nonokku, desakan ingin kencing kembali mengejar ke  depan gerbang vaginaku. Karena kini aku tahu betapa nikmatnya  menumpahkan desakan dari dalam tadi. Genjotan dan naik turun pantatku  kubuat semakin menggila. Kulihat sepasang payudaraku terlempar ke atas  ke bawah. Aku sudah semakin tidak peduli lagi pada rambutku. Gerbang  vaginaku telah sepenuhnya siap menyambut. Dan dengan teriakan yang  paling keras, orgasmeku kembali hadir. 
  Tiba-tiba ada rasa benci dan marah yang menyelinap di celah-celah  membanjirnya tumpahan vaginaku. Aku benci dan marah kepada suamiku. Aku  merasa dipecundangi selama 8 tahun perkawinanku dengannya. Aku merasa di  lecehkan. Aku tidak sepenuhnya percaya bahwa Mas Adit tidak mampu  memberikan kenikmatan sebagaimana yang kuterima dari Rendi hari ini. Aku  merasa bahwa Mas Adit tidak bersungguh-sungguh mengusahakan dan  memberikan kepuasan orgasme padaku istrinya. Saat itu pula aku meraung  menangis. Aku menangis sejadi-jadinya. 
  Dan Rendi yang belum menyadari keadaanku, yang mungkin juga tidak mau  tahu keadaanku, sementara kontolnya memang juga masih terus menggenjot  nonokku, kembali meraih tubuhku agar merapat ke tubuhnya. Ketiakku dia  serang habis-habisan. Payudaraku diremasnya habis-habisan. Aku tahu.  Rendi hampir mencapai puncak kenikmatan seksual. Pasti sperma Rendi  sudah merasuk ke batangnya untuk dimuncratkan ke dalam nonokku. Tetapi  aku meraskan sakit yang amat sangat. 
  Aku langsung berontak merasakan sakit yang amat sangat pada nonokku.  Genjotan Rendi yang tak habis-habisnya rasanya telah mengiris-iris  vaginaku. Aku tidak tahan lagi. Aku bangkit dan turun dari ranjangku.  Rupanya Rendi salah pengertian dengan sikapku ini. Dia berfikir bahwa  aku ingin mengubah posisiku. Teriakan kesakitanku tadi dianggapnya  sebagai teriakan kenikmatan. Begitu aku turun, dia langsung ikut  menyusul turun. Dia berdiri dan pundakku dicekalnya dan kemudian  menekannya agar aku berjongkok. Kemudian dia jaMbak rambutku dan  menengadahkan mukaku.  "Ayoo Mbak Marr, ayoo Mbak Aditt, telaann.. minuumm..", dia meracau.  Dia sodorkan ****** besarnya ke mulutku. Aku harus menghisapnya. Sperma  yang sudah dekat ke pintu keluarnya akan dia tumpahkan ke mulutku. 
  Karena rasa sakit pada nonokku itu, aku sudah tak mampu lagi berfikir  jernih. Pilihan ini akan lebih baik daripada nonokku harus jebol,  pikirku. Di samping itu, hati kecilku jadi terobsesi sejak aku  dipaksanya untuk mengulum kontolnya pada awal dia memasuki kamar tidurku  tadi. Hati kecilku ingin merasakan spermanya tumpah di mulutku. Hati  kecilku menginginkanku meminum air maninya. Hati kecilku ingin merasakan  tenggorokanku dihangati oleh lendir-lendir hangatnya. Hati kecilku  menginginkanku meminum sperma dari ****** Rendi yang telah memberikanku  kepuasan orgasme yang belum pernah seumur hidup kudapatkan. Dan hati  kecilku juga ingin aku membuktikan bahwa aku bisa memberikan kepuasan  yang dahsyat itu pula kepadanya. 
  Kuraih ****** Rendi dan melumatnya sepuas hatiku. Sepuas nafsuku. Sepuas  kehausan nafsuku. Kepalaku mengangguk-angguk memompa ****** itu dengan  mulutku. Dan akhirnya terdengar suara Rendi yang meregang. Desahan dan  rintihannya memenuhi ruang sempit kamar pengantinku. Entah sudah berapa  mililiter sperma Rendi tumpah ruah ke mulutku. Aku berusaha agar tak ada  setetespun yang tercecer. Kini aku terdorong berusaha menelan seluruh  air maninya.  Memang dulu pernah aku dipaksa Mas Adit suamiku, untuk mengulum  kontolnya dan meminum air maninya. Tetapi waktu itu reaksiku adalah  perasaan jijik. Aku langsung muntah-muntah saat lendir Mas Adit terasa  menyemprot dalam mulutku. Selanjutnya Mas Adit tidak lagi pernah  memaksa. 
  Tetapi pada Rendi ini, yang bukan suamiku, justru aku yang merasa  menginginkannya. Dan sama sekali tak ada rasa jijikku. Bahkan aku  merasakan kerakusan hewaniah saat tenggorokanku merasakan aliran lendir  yang disemprotkan terus menerus milik Rendi ini. Rasanya aku  menginginkannya lebih banyak lagi, lebih banyak lagi, lebih banyak lagi.   Dan akhirnya redalah semua prahara. Kami sama-sama tergolek kelelahan.  Kami telentang telanjang di ranjang. Kamar pengantinku dipenuhi  nafas-nafas memburu dari para ahli selingkuh pengejar nikmat nafsu  birahi ini. Sejenak kami terlena. 
  Aku sedikit gelagapan saat Rendi membangunkanku. Kulihat dia sudah rapi  untuk kembali ke kantornya. Tangannya masih menyempatkan untuk mengelus  dan memainkan jari-jarinya ke nonokku. Aku melenguh manja. Kami  berpelukan dan saling memagut sesaat. Sebelum dia pergi aku tanya pada  Rendi, kenapa dia begitu PD (percaya diri) dan yakin saat telanjang di  depanku pada awal berada di kamarku tadi. Dia tidak menjawab kecuali  menunjukkan senyumnya yang tipis. Apakah dia tidak khawatir aku akan  menggebuknya dengan sapu lidiku yang kebetulan berada di tanganku tadi.  Kembali dia tidak menjawab kecuali dengan senyumannya lagi. 
  Dan aku memang tidak terlalu menginginkan jawabannya. Aku juga meyakini,  90 diantara 100 perempuan, entah itu gadis, istri ataupun janda,  apabila dihadapkan pada pemandangan yang sedemikian spektakuler  sebagaimana tampilan ****** super besar dengan pria macho yang setengah  telanjang tadi, pasti akan langsung jatuh terduduk. Kekuatan sihir dari  penampilan Rendi dan kontolnya akan mampu menghempaskan harga diri  setiap wanita hingga di lantai yang paling bawah. Dan mereka akan  merelakan dirinya untuk dijadikan sekedar obyek pemuasan seperti tadi.  Demikian pulakah aku? Ah, persetan dan peduli amat, pokoknya hari ini  aku telah berhasil meraih orgasmeku yang pertama kali dalam hidupku.  Persetan, persetaann.. 
  Kemudian aku bertanya pula, mengapa saat pertama kali datang dan turun  dari mobil sepertinya dia terkesan sangat sopan dan sama sekali tidak  menampakkan akan berlaku 'kurang ajar' seperti tadi? Kali ini dia mau  menjawab. Dia menceritakan pandangan teman-temannya bahwa di antara para  istri teman-teman satu kantor, yang paling cantik adalah istri Pak  Adit. Teman-teman bilang bahwa Bu Adit itu sangat sensual. Pakai busana  apa saja selalu nampak cantik. Dan secara berkelakar mereka bilang,  penampilan yang paling cantik dari istri Pak Adit tentu saja adalah saat  tanpa memakai busana sama sekali, alias saat telanjang. Ampuunn, deh. 
  Sudah lama sebenarnya Rendi mendengar perihal diriku dan kemudian banyak  memperhatikanku. Pada beberapa kali pertemuan atau hajatan antar teman  sekantor dia banyak mengamatiku. Naluri kelelakiannya mendorong untuk  selalu mencari kesempatan. Dan ketika kemarin Mas Adit menyuruhnya untuk  ke rumah mengambil file dari komputernya, dia tahu bahwa inilah  kesempatan emas baginya. Dengan sungguh-sungguh dia berancang-ancang dan  mempersiapkan dirinya. Dia akan berusaha tampil secara "low profile"  agar tidak mengundang kekhawatiran ataupun kecurigaanku, begitu  ceritanya. Dia juga berusaha untuk seakan-akan tidak mengambil perhatian  padaku. Kurang ajar juga kau Rendi, batinku. 
  Dia juga menceritakan bahwa wanita sepertiku pasti memiliki nafsu  seksual yang luar biasa. Rendi mengutarakan pendapatnya dengan gaya  bagai seorang pakar seksual. Posturku yang relatif kecil dengan pinggul,  bokong, gaya berdiri maupun sensual bibirku yang katanya persis bibir  Sarah Ashari, rambutku yang lurus yang juga dia katakan seperti rambut  Sarah Ashari, betisku yang mulus kencang dan segudang lagi pujian  gombalnya yang sepenuhnya mencitrakanku sebagai seorang perempuan yang  paling sempurna untuk diajak ke atas ranjang. Edan, beraninya kau  membicarakan daya tarik seksual istri temannya sendiri, kataku yang  disambutnya dengan tawa lepas. Aku tahu bahwa itu semua merupakan  dramatisasi Rendi sendiri. 
  Tetapi apapun yang terjadi, ucapan Rendi itu membuatku berbunga-bunga,  walaupun juga setengah malu-malu. Dan ada beberapa hal yang kuakui bahwa  ada benarnya omongan Rendi. Khususnya yang berkaitan dengan soal  ranjang tadi tidak terlampau meleset. Aku memang merasa selalu kehausan.  Apa lagi kalau sering kudengar dari teman atau tetangga, bagaimana  mereka mendapatkan kepuasan lahir batin dalam hubungan intimnya dengan  suami-suami mereka. Yang kurang ajar lagi, Rendi juga bilang bahwa  nonokku yang seperti nonok perawan, dan nonok seperti itu pasti belum  pernah merasakan ****** macam punyanya, katanya sambil melirikkan  matanya. Dia menyindirku rupanya. 
  Aku hanya tersenyum sebagaimana dia menjawab pertanyaanku tadi. Yang dia  maksudkan pasti bahwa ****** Mas Adit yang kecillah yang membuat  nonokku tetap sempit seperti nonok perawan. Aku tertawa nyengir saja  memikirkan semua itu.  Terus terang walaupun kenyataannya pahit, bagaimanapun apa-apa yang  disampaikan Rendi tadi membuatku sangat tersanjung rasanya. Aku jadi  semakin percaya diri. Pernyataan yang Rendi katakan itu juga sering  kudengar dari lelaki maupun perempuan lain di sekitarku. Kali ini aku  menjadi semakin percaya bahwa aku memiliki ciri-ciri sebagai perempuan  yang sangat cantik dan menarik. 
  "Besok aku telepon ya, Mbak. Pak Adit baru minggu depan khan pulangnya?!".  Aku tidak bilang "ya", tapi juga tidak bilang "tidak". Que sera sera..  Peristiwa air mani Rendi yang muncrat ke mulutku pada akhir selingkuh  hari ini tadi tiba-tiba terlintas dalam bayanganku dan membuat libidoku  kembali bergetar. Hari itu, hingga sore dan malam menjelang tidur,  nikmat selingkuh bersama Rendi tadi terus menerus membayang ke manapun  aku bergerak dalam rumahku. Rasa pedih dan perih sekaligus nikmatnya  nonokku ingin rasanya kuabadikan. Aku ingin selalu bisa mengenang dan  selalu berada dalam kenangan Rendi. Ini bukanlah peristiwa seperti  halnya jatuh cinta. Ini adalah peristiwa dimana pejantan bertemu betina.  Setiap kali berjumpa yang dipikirkan tidak lebih dari soal perselingkuh  mengejar pemuasan nafsu birahi. 
  Hampir sepanjang malam aku kesulitan tidur, gejolak libidoku dengan lembut terus membisiki telingaku.  "Lihatlah kontolnya, lihatlah belahan lubang kencing di kepalanya yang  sangat sensual itu, lihatlah batangnya yang seperti patung lilin Madame  Tussaud, lihatlah selangkangannya yang sangat mengundang lidah untuk  menjelajahinya, lihatlah dadanya yang mengundang bibir dan lidahku,  lihatlah ketiaknya, lembahnya, aromanya, bulu-bulu halusnya..".  Entah sudah pukul berapa saat teleponku berdering. Aku meloncat bak rusa  betina. Meradang dan menerjang. Hampir saja aku jatuh tersandung kaki  meja makanku. Hatiku seperti anak kecil yang sedang menunggu Papanya  pulang membawa mainan yang dijanjikannya. Dengan cepat kuraih gagang  telepon itu. Ah.., aneh.. aku kecewa. Ternyata hanya Mas Adit. Hanya..?  Hanya..? 
  Dia bilang bahwa ia akan pulang hari Senin minggu depan. Dia juga  bertanya apakah Rendi tidak kesulitan mengambil file dari komputernya.  Dia juga menanyakan hal-hal rutin lainnya. Terus terang aku telah  kehilangan semangat untuk menjawabnya. Semua kujawab seperlunya saja.  Juga saat dia bilang bahwa dia sudah membeli kain tenun asli Banjarmasin  untukku, yang memang dia janjikan sebelum pergi, rasanya aku menerima  kabar itu dengan biasa-biasa saja. Pagi ini yang kutunggu dengan  harap-harap cemas hanyalah telepon Rendi. Semalaman aku sudah kurang  tidur. Semalaman aku hanya mencoba mengingat-ingat bagaimana ******  besar Rendi dengan 'kejam'-nya merobek-robek nonokku. Semalaman aku  hanya ingin kembali mengulangi kenikmatan tak terperikan itu. Kenikmatan  yang menghasilkan kepuasan tak terhingga sampai-sampai aku dapat  merasakan betapa nikmat dan penuh maknanya orgasme itu bagiku. Saat ini aku sudah mempunyai niat, apabila Rendi jadi mengajakku keluar,  yang pasti akan berakhir di tempat tidur, aku akan berbuat lebih banyak  untuk menyalurkan nafsu birahiku yang sangat menyala-nyala ini. Aku  harus lebih siap. Aku punya banyak obsesi mengenai bagaimana melakukan  berbagai hal di atas ranjang. Dan aku merasa hal-hal itu hanya akan  terwujud dengan dan bersama Rendi. 
  Telepon yang kutunggu itu akhirnya berdering juga. Rendi minta agar kami  bertemu di Slizer American Steak di kawasan jalan Bitung, Menteng. Dia  mengajakku makan siang di situ. Aku sudah memikirkan baju apa yang akan  kupakai untuk pertemuan dengan Rendi hari ini. Aku akan memakai baju  yang menurut komentar teman-temanku saat aku memakai baju itu, paling  sensual. Rok terusan sampai di dada dengan tali kecil yang menggantung  ke bahu. Warnanya merah tua mawar. Bahannya sifon tipis, teman-teman  bilang busana itu akan membuat postur tubuhku nampak sangat seksi karena  efek dari bahan itu. Agar tidak menyolok saat aku keluar rumah, di  luarnya aku memakai blus lengan panjang dengan warna coklat muda. 
  Aku sendiri tidak begitu suka make up yang terlalu menyulitkan, aku  lebih senang kesan natural dan simplicity. Dan itulah yang membuatku  jadi nampak cantik alami. "Elegan simplicity", begitu kata temen-temenku  yang terpelajar.  Pukul 12.00 tepat aku turun dari taksi, dan kulihat Rendi sudah  menungguku di depan pintu. Dia keluar untuk turun menjemputku. Aku tahu  bahwa Rendi sangat terpesona penampilanku siang itu. Tidak banyak yang  bisa diceritakan saat makan siang itu, kecuali Rendi yang matanya terus  menerus mengagumi dan menikmati penampilanku. 
  "Mbak koq cantiknya luar biasa, kenapa sih. Dulunya makan apa koq sampai  bisa jadi cantik dan seksi banget. Kontolku jadi ngaceng berat nih,  lihat saja bahu Mbak Adit yang.. selangit deh", begitu terus menerus  Rendi mengeluarkan bisikan-bisikannya di tengah orang ramai di Slizer  American Resto itu.  Aku sangat tersanjung dibuatnya. Hari ini Rendi mengajakku ke Puncak.  Dia kebetulan mempunyai hak menempati villa yang dipinjamkan oleh  temannya. Aku "no comment" saja. Hatiku kembali tergetar. Aku ingin  sekali meraih kenikmatan yang seperti kemarin. Aku ingin sekali  merasakan orgasme yang seperti kemarin. Aku ingin sekali mewujudkan  berbagai obsesi ranjangku. Aku sangat bernafsu birahi. Tanganku meremas  keras-keras tangan Rendi sampai dia mengaduh. 
  Tepat pukul 1.15, dengan Honda Civic Rendi kami telah berada di gerbang  tol Jagorawi. Sepanjang jalan Rendi banyak bercanda. Aku sendiri kuakui,  agak merasa tegang. Aku terlampau serius hari ini. Aku akan mencoba  untuk bersikap lebih santai.  "Ren, aku tidak bisa tidur lho semalaman", kucoba katakan pada Rendi.  "Kenapa Mbak?".  "Ya ini nihh penyebabnya..", aku tekadkan saja untuh menjamah selangkangannya yang berada di belakang kemudi Honda Civicnya.  Rendi nampak senang atas inisiatifku.  "Ooo.. begitu.. boleh Mbak, kalau kangen mau ketemu adikku ini", canda Rendi. 
  Aku tidak menyahut tetapi terus saja mengelus selangkangannya itu.  Kurasakan tonjolannya semakin membesar dan mengeras. Sebentar-sebentar  Rendi memandangku dengan matanya yang tajam menusuk ke hatiku. Rasanya  aku semakin sayang saja padanya. Dia tarik handle kursinya hingga  posisinya menjauh dari kemudi dan selangkangannya lebih leluasa menerima  elusan-elusan tanganku.  "Keluarin saja Mbak, 'dia' khan juga ingin lihat Mbak", aku tertawa cekikikan.  Dan dengan tanpa menunggu perintah berikutnya, kuraih ikat pinggangnya  dan kubuka. Kancing-kancing celananya juga kubuka. Demikian juga dengan  resluitingnya. Dengan sedikit beringsut Rendi lebih mengendorkan  posisinya agar aku dapat lebih mudah merogoh kontolnya. 
  Tidak tahu, mengapa aku merasa tidak sabar sekali saat itu. Aku inginnya  buru-buru saja untuk meremas dan menyaksikan ****** penuh pesona itu.  ****** yang habis-habisan telah menyihirku. ****** yang membuatku tak  bisa tidur semalaman. Setelah merogoh-rogoh dan menyingkirkan  jepitan-jepitan celana dalamnya, ****** itu akhirnya muncul mencuat dari  selangkangan Rendi. Untuk kedua kalinya aku melihat pesona itu dengan  takjub. Dan baru sekarang aku berkesempatan mengamatinya dengan lebih  mendetail. Kueluskan jariku, kutoreh-toreh lubang kencingnya. ****** itu  cepat sekali mengeras hingga berukuran maksimum. 
  Dan kini dapat kulihat apa yang sangat pantas menjadi incaran banyak  wanita itu. Indahnya, kepalanya mengkilat tegang. Dan belahan tempat  lubang kencingnya juga ikut menegang menantang menunggu jilatan. Aku  agak menahan diri untuk tidak bertindak terlalu jauh, khawatir akan  mengganggu Rendi yang sedang menyopir di lajunya jalan tol Jagorawi.  Tanganku dengan lembut mengelus ****** perkasa itu. Jari-jariku bermain  pada sembarang permukaannya. Aku rasa ukurannya mengingatkanku pada  pisang tanduk dari Bogor yang terkenal itu. Aku tak kuasa melepaskan  sedetikpun kekagumanku. Setiap kali aku menghela nafas. Rupanya Rendi  tahu. Dia memperlambat laju mobilnya dan menepi.  "Berhenti sebentar ya Mbak", aku tersenyum senang. 
  Setelah berhenti Rendi kembali memundurkan joknya dan lebih memiringkan  sandarannya. Tidak maksimum, karena dia juga harus sambil mengamati  jalanan, siapa tahu ada polisi jalan tol yang melakukan pengawasan pada  mobil-mobil yang nampak bermasalah. Sekarang baru aku punya kesempatan  untuk bermain. Aku dekatkan wajahku hingga hidungku bisa menangkap  baunya, aku jadi sangat horny. Aku tak tahan lagi. Akhirnya mulutku  mendekat dan mencaploknya. Mungkin tidak lebih dari 5 menit kuminta  Rendi untuk jalan lagi. Itu sudah cukup untuk sekedar melepas beban  keteganganku yang sejak pagi sudah kencang terus.  "Jalan lagi deh Ren. Rasanya aku kayak orang kehausan banget nih", Rendi tertawa. 
  Aku mungkin tertidur sekejap. Ternyata mobil Rendi sudah memasuki  halaman villa itu. Nampaknya lumayan. Satu rumah menyendiri dengan taman  dan pohon-pohon khas puncak yang dingin. Tak nampak ada seorangpun.  Rendi memakirkan mobilnya dan kami turun. Tak lama kemudian ada seorang  ibu yang kelihatannya orang setempat yang muncul dan mengucapkan salam.  Dia katakan bahwa Samin penjaga rumah sedang ke toko sebelah untuk  membeli rokok. Rendi tidak menanyakannya lebih jauh. Dia hanya  menunjukkan bahwa kunci rumah villa itu sudah ada di tangannya. Dia  menerimanya dari Pak Anggoro pemilik villa tersebut. Kemudian kami naik  ke rumah dan Rendi membuka pintu. Ibu itu kemudian meninggalkan kami  kembali ke rumahnya sendiri, bangunan kecil di bagian belakang rumah  besar yang kami pakai ini, sebagai bagian dari rumah villa tersebut. 
  Ternyata fasilitas villa ini cukup lengkap. Ada lemari es yang berisi  buah-buahan dan minuman dingin. Ada kompor dan lemari dapur yang lengkap  dengan sachet kopi, teh, coklat dan sebagainya. Kami memasuki kamar  tidur utama. Ruangannya lumayan besar dengan kamar mandi sendiri.  Sementara menunggu Samin si penjaga, kami saling berpagutan. Bibir dan  lidah kami langsung meliar. Saling menyedot dan menghisap bertukar  ludah. 
  Rendi memelukku keras hingga pinggangku tertekuk ke belakang. Dan aku  sambut dengan pelukan yang keras pula. Kami berpagut seakan telah seabad  lamanya tidak berjumpa. Kami berdua nampak bagai orang-orang yang  sangat kehausan. Dan aku, tanganku yang sudah tak sabar, langsung saja  mencengkeram dan meremas selangkangan Rendi.  "Eit.., entar kita sedang keasyikan, dia nongol lagi", kata Rendi yang menunggu Samin.  "Kalau begitu biar aku menyiapkan minuman panas saja dulu", ujarku.  Dengan teko listrik yang ada di situ, aku buat kopi untuk Rendi dan teh  panas manis untukku. Aku suguhkan pada Rendi kopinya, seakan aku  membuatkan kopi pada Mas Adit suamiku.  "Sedaapp", kata Rendi sambil mengangkat kakinya ke ujung meja.  Pak Samin akhirnya muncul. Rendi berbasa-basi. Dia perkenalkan aku  sebagai istrinya. Rendi bilang kami sekedar mampir dari perjalanan ke  Bandung, tidak untuk menginap. Pak Samin lantas pamit undur diri. 
  Sehabis meminum kopi, kami langsung masuk ke kamar tidur. Dan kali ini  aku yang mencoba untuk bersikap lebih tenang dan sabar. Aku merasa perlu  menciptakan suasana nyaman dulu, biar tidak seperti ayam, begitu jantan  melihat betinanya langsung saja diperkosa. Dengan penuh kelembutan bak  istri yang setia, aku berlutut di lantai dan meraih sepatu Rendi. Aku  bukain sepatu dan kaos kakinya satu per satu. Ah.. sungguh suatu  surprise untuk Rendi. Dia bilang istrinya tidak pernah melakukan seperti  ini. Dan aku juga bilang bahwa aku tak pernah melakukannya untuk  suamiku. Ucapan-ucapan terakhir kami ini membuat gelegak nafsu birahi  kami berdua melonjak. Rendi langsung turun dari kursinya dan memagut  leher, bahu dan kemudian bibirku. 
  Dan muncullah suasana itu. Rasa kedekatan, kemesraan, ketulusan dan  keintiman yang mengantarkan dan mengawali kenikmatan selingkuh seorang  istri dengan teman suaminya. Edan memang. Dan kemudian dengan mesra pula  Rendi menurunkan tali gaun sifonku sehingga busanaku yang tipis  selembut sutra ini langsung merosot ke bawah dan menunjukkan dadaku yang  indah terbungkus BH Animale-ku. Kembali bibirnya langsung memagut  bahuku yang putih mulus dengan penuh nafsu birahinya. Aku menggeliat. 
  Dengan tetap lesehan di lantai villa itu, Rendi melucuti seluruh  busanaku kecuali BH dan celana dalamku. Demikian pula aku terus  melanjutkan melepaskan celana panjang dan kemejanya. Dan kutinggalkan  pula celana dalamnya.  Rupanya kami memiliki keinginan yang sama. Saling melihat lawan  selingkuhnya tetap menggunakan pakaian dalamnya. Tentunya ini merupakan  salah satu konsep seni dalam bercinta. Dengan meneruskan bermain di  lantai, Rendi merebahkan dirinya dan menarik tubuhku menindih tubuhnya.  Kami kembali berpagut. Tetapi tak terlalu lama. 
  Kini aku mulai melaksanakan impianku. Bibirku kulepas dari bibirnya.  Dengan terus mencium dan menjilati mulutku dan kemudian merambat ke  dagunya, yang terasa kasar di bibir dan lidahku dikarenakan bulu-bulu  dagunya yang habis dicukur, terus merambat, merambah lehernya. Tercium  aromanya yang semerbak. Kusedot lehernya hingga Rendi menggelinjang dan  mendesah. 
  Dengan tanganku masih memeluk kedua lengannya dan kemudian turun ke arah  ketiak dan dadanya, bibir dan lidahku terus meluncur ke bukit gempal  dadanya. Aku sangat menikmati saat lidahku menjilat yang kemudian  diseling dengan bibirku yang menyedot untuk menyerap rasa asin keringat  tubuh Rendi. Saat aku menjilat puting-putingnya, tangan Rendi mengelus  rambutku. Dengan cara itu bangkitlah rasa saling sayang antara aku  dengan Rendi. Sesekali tangan Rendi menyibakkan rambut panjangku agar  tidak mengganggu kenikmatanku dalam menggigit dan menyedot kedua  putingnya itu. 
  Dari dada, bibir dan lidahku menyisir ke samping kanan kemudian kiri.  Sasaranku kini adalah menjilati dan membuat kuyup ketiak Rendi yang  nampak ditumbuhi bulu-bulu yang membuatnya nampak sangat seksi. Dan saat  hidungku sempat tenggelam dalam lembah ketiaknya, aku rasakan betapa  nikmat sedapnya ketiak lelaki ini. Aku menggoyangkan pantatku.  Kemudian setelah memuaskan diriku dengan ketiak Rendi, bibir dan lidahku  merambah perutnya. Kujilat dan kusedot pusarnya. Kujilati seluruh  permukaan perutnya. Kegelian yang nikmat pasti telah menyerang Rendi.  Dia mendesah dan mengaduh, dan badannya menggeliat-geliat menahan  perasan geli. 
  Turun dari pusarnya aku menemui bulu-bulu yang semakin turun semakin  merimbun. Tidak ada semilipun yang terlewat dari bibir dan lidahku.  Kembali aku beringsut untuk memposisikan tubuhku agar tepat mengarah ke  selangkangannya.  Dan saat sampai di sana, aku benamkan seluruh wajahku. Aku ciumi celana  dalamnya yang telah menampakkan tonjolan kontolnya yang besar dan  panjang. Disini aku menggigit dan mengisapnya hingga ludahku membasahi  celana dalamnya.  Sungguh nikmat bau selangkangan Rendi. Dengan celana dalamnya yang belum  dibuka, aku mendekatkan mukaku ke tempat luar biasa itu. Tangan Rendi  terus mengelus kepala dan rambutku. Dan sesekali menyibakkan rambut  panjangku agar tidak menggangu kenikmatan birahiku dan tentu saja demi  kenikmatan dia sendiri juga. Aku menjadi sangat ketagihan menciumi bau selangkangannya. Di lipatan  paha dengan perut sebelah kanan dan kiri itu aku mendapatkan sensasi  erotik sendiri. Saat bibir dan lidahku menyedot dan menjilati lebih  turun lagi lipatan itu hingga mendekati lantai villa, tanganku  mengisyaratkan agar Rendi mengangkat kedua pahanya ke atas dan terus  melipatnya hingga lututnya menyentuh dadanya. Dan kini yang nampak  adalah akhir paling bawah celana dalamnya yang langsung menutupi pada  arah analnya. Inilah sasaran impianku. Menciumi wilayah anal Rendi yang  masih terbungkus celana dalamnya. Dan bau yang khas pada daerah itu  samar-samar mulai tertangkap hidungku. Dengan setengah menungging dan  dengan kedua tanganku memeluk kedua pangkal bokong dan pahanya itu,  seluruh wajahku terus menyungkup dan menciumi akhir celana dalam Rendi  itu. 
  "Mbak.. Mbak Marinii.. pinter banget sihh..".  Rendi mendapatkan kenikmatan yang luar biasa dariku, istri Mas Adit,  teman sekantor sekaligus atasannya. Dan kembali dengan isyarat tanganku  yang mendorong agar dia berbalik tengkurap, Rendi menurunkan lipatan  kakinya dan bergerak tengkurap. Tetapi saat dalam posisi setengah  menungging, dia kutahan. Bahkan kuangkat sedikit agar dia benar-benar  menungging. Rupanya Rendi tahu apa yang sangat kutunggu selama ini.  Dengan kepalanya yang berbantalkan lantai, dia kini benar-benar  menungging dengan menghadapkan pantatnya yang putih itu tepat di depan  mukaku. Dan itulah yang kumau. 
  Aku mendekatkan wajahku ke pantat itu. Sungguh menjadi sensasi erotik  yang baru pertama kudapatkan seumur hidupku. Kini aku siap menciumi  pantat Rendi. Dengan cepat bau anal Rendi menyergap hidungku. Kususurkan  kembali wajah, hidung, bibir dan lidahku ke belahan pantat Rendi.  Kubuat kuyup celana dalamnya dengan lidah dan ludahku. Kuhisap-hisap  basah tersebut dengan khayalan akan keringat dan serpihan dari duburnya  yang bisa kuraih, kukenyam-kenyam dan kutelan untuk membagi kenikmatan  pada tenggorokanku. 
  Kemudian dengan gigi, kucoba untuk menurunkan celana dalam Rendi dari  tempatnya. Kukuak sedikit demi sedikit. Dan pada setiap kuakan  kujulurkan lidahku untuk menjilati bukit pantat telanjangnya. Setiap  kali kuulangi hingga rona merah dengan kerutan-kerutan halus yang  mengarah ke titik pusat duburnya muncul terjangkau mata dan hidungku.  Baunya yang khas semakin menyengat. Bulu-bulu cukup rimbun tampak  mengitari lubang duburnya. Aku tidak tahan untuk menunda lidahku, aku  mulai melumati dubur Rendi. 
  Aku merasakan ada semacam cairan. Itulah cairan analnya. Bukan basah  tetapi juga tidak kering. Cairan itu agak terasa lengket-lengket, Dan  saat kujilat aku merasakan sepatnya. Aku menjadi sangat bernafsu. Dengan  liar hidung, bibir dan lidahku melahap kawasan pantat dan dubur Rendi.  Tanganku langsung menurunkan celana dalamnya hingga seluruh onggokan  pantat Rendi menjadi utuh telanjang sudah. Mukaku langsung kubenamkan  dalam-dalam ke celahan pantatnya itu. Hidung dan bibirku menjadi sibuk  menciuminya. Dan lidahku pun tak pernah berhenti menjilatinya. 
  Untuk pertama kalinya menjilati dubur, dan itu adalah dubur Rendi teman  suamiku sendiri, sungguh merupakan sensasi erotis bagiku. Dalam  menghadapi Rendi ini aku mendapatkan pengalaman erotis yang  sungguh-sungguh membuat segala perasaan ragu-ragu dan rasa jijikku saat  mengulum ******, meminum sperma, menjilat pantat dan dubur lelaki  seperti Rendi ini hilang sudah. Aku sendiri heran juga. Koq bisa.  Sedangkan pada suamiku sendiri, membayangkannya saja bisa dipastikan aku  akan muntah-muntah. 
  Tetapi memang pantat dan dubur Rendi luar biasa. Dengan kulitnya yang  putih bersih, pantat dan dubur Rendi menjadi perangsang libidoku yang  hebat. Aku jadi seperti terkena narkoba. Aku mabuk kepayang. Mabuk dalam  nikmatnya nafsu birahi yang disebabkan tindakanku menjilati dubur  lelaki pasangan selingkuhku. Dan pada akhirnya Rendilah yang tidak  tahan. Rangsangan yang hebat dia rasakan dari setiap jilatan lidahku  pada duburnya itu. Lidahku yang terus menusuk pantatnya seakan ingin  menembusinya membuat Rendi berkelojotan sperti disentuh besi panas.  Dengan setengah histeris dia minta aku menghentikannya. Dan Rendi  buru-buru bangkit dari lantai sambil meraih dan mengangkat tubuhku  menuju ranjang. 
  Mulai dengan tubuhnya yang menindih tubuhku, kami langsung bergumul.  Saling sedot, saling jilat, saling gigit, saling isap. Dan kini dia  berganti posisi menjadi dominator. BH-ku dilepaskannya dengan mulutnya  yang menggigit tali-talinya dan menariknya hingga dadaku terbuka.  Payudaraku yang tampak langsung dia mainkan. Aktifitas bibir dan  lidahnya membuatku menjadi cacing yang kepanasan. Aku bergerak  menggelinjang dan menggeliat-geliat menahan hebatnya rangsangan seksual  saat puting susuku dikulumnya. 
  "Ampun Rendii, ampun Rendi, Renddiikuu sayangg.. ampunn..", aku terus meracau menahan nikmatnya.  Kemudian jilatan dan sedotannya turun ke perutku. Pusarku di lumatnya.  Terus meluncur lagi ke bawah pusar. Terus turun lagi. Celana dalamku dia  gigit dengan gemas. Dia tarik-tarik ke bawah dan diturunkannya hingga  ke lututku.  Dia benamkan wajahnya ke selangkanganku. Diciuminya bulu-bulu tipisku.  Karena pahaku belum terbuka sepenuhnya, dia kembali ke celana dalamku.  Di tariknya hingga lepas satu kaki dan ditinggalkannya pada kakiku  satunya. Sekarang dia bisa mengangkangkan pahaku untuk mendapatkan  selangkanganku yang terbuka. 
  Kembali dia benamkan wajahnya ke selangkanganku yang sangat wangi oleh  campuran keringat dan parfumku. Rendi benar-benar menjadi liar. Dia  mainkan terus celah-celah dan lipatan selangkanganku yang pasti baunya  sangat merangsangnya. Dan aku benar-benar telah melayang ke langit ke  tujuh. Aku menggoyang-goyangkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan  kenikmatan itu. Aku juga terus menerus meracau dan mendesah-desah.  Kujambak rambut Rendi keras-keras. Pasti pedih akibatnya pada kulit  kepalanya. Tetapi rupanya itu juga menjadi kenikmatan tersendiri pula  baginya. 
  Kemudian, rasanya Rendi sudah tak mampu lagi menahan kontolnya yang  ingin segera menembus nonokku. Rendi lepaskan wajahnya dari  selangkanganku dan merangsek naik menindih tubuhku. Dengan memagut  bibirku kuat-kuat, tangannya memegang kontolnya yang aduhai itu,  mengarahkannya ke nonokku yang dengan cepat pula kuraih. ****** itu  kutepatkan posisinya pada lubang vaginaku dan, bless.., Oohh.. legit  sekali. ****** besar panjang nikmat bertemu dengan vagina yang basah  tetapi sempit. Aku terlempar kembali ke sejuta langit kenikmatan.  Kupeluk tubuh Rendi dengan penuh hangatnya birahi dan nafsuku. Pantatku  kugoyangkan untuk menenggelamkan sepenuhnya ****** Rendi ke dalam  vaginaku. 
  Dinding-dinding vaginaku langsung terasa menguncup meremasi batangan  ****** besar itu. Saraf-daraf pekaku bergerak menjepit dan melumat ketat  batangan itu seakan tidak akan dilepaskannya lagi. Dan saat Rendi  menariknya ke atas untuk kembali ditusukkannya, tak bisa kuhindarkan  lagi teriakan nikmatku. Aku mendengus-dengus seperti sapi betina.  Kuangkat kakiku untuk menjepit pinggul Rendi dan pantatku naik turun  dengan cepat menjemput dan menarik ****** Rendi dalam vaginaku. Seluruh  tubuhku bergetar dengan hebat. 
  Rendi langsung memompa dengan cepat dan keras. Batang kontolnya terasa  seperti batu panas yang terus naik turun dan keluar masuk dengan hebat  di vaginaku. Ciuman dan lumatan gilanya bersambut dengan lumatan gilaku  juga. Kami berdua tenggelam dalam gelombang kenikmatan yang  bertalu-talu. Akhirnya Rendi yang tak mampu bertahan lagi, memuntahkan  spermanya langsung ke dalam vaginaku. Aku sepenuhnya tidak keberatan.  Bahkan sangat merindukan untuk merasakan hangatnya semburan sperma Rendi  dalam vaginaku ini. Aku menyambutnya dengan terus menggoyang-goyang  pantatku dan vaginaku memerasnya hingga seluruh sperma Rendi habis. 
  Dan tepat pada saat tetes terakhir sperma Rendi, aku kembali merasakan  desakan nikmat seperti akan kencing seperti halnya yang kurasakan  kemarin di rumah. Aku akan meraih kembali orgasmeku yang sejak 15 jam  terakhir sungguh-sungguh kunantikan. Dan saat orgasme datang, aku sudah  tak sadar lagi, betapa emosiku yang langsung meledak oleh nafsu birahiku  dengan tak sadar telah menancapkan dan menggoreskan kukuku ke punggung  Rendi. Persetan. Rendi berteriak kesakitan atas goresan di punggungnya  itu. Tetapi dia teruskan saja kocokkan kontolnya dalam upaya membantuku  meraih kepuasan orgasmeku. 
  Begitu usai kami berdua langsung jatuh tergolek di kasur. Tangan-tangan  kami terentang untuk menghela nafas-nafas kami agar mudah menarik  oksigen villa Bogor yang sejuk ini. Aku dan Rendi terlelap beberapa  waktu. Saat aku terbangun jam sudah menunjukkan pukul 5.10 sore.  Kubangunkan Rendi. Rasanya masih enak untuk terus tidur. Tetapi kami  takut kemalaman sampai Jakarta. Hari ini kami harus cukup puas dengan  hanya sekali mendayung kenikmatan dalam lautan perselingkuhan yang  nikmat ini. 
  Dan aku langsung sepakat saat Rendi mengajakku untuk terus mengisi  hari-hari sebelum Mas Adit pulang untuk bersama mengarungi samudra  nikmatnya perselingkuhan ini. Besok dia akan kembali menunggu di suatu  tempat yang belum ditentukannya. Dia berjanji akan meneleponku besok  pagi. 
  Pukul 8 malam, dengan taksi Blue Bird aku sudah sampai di rumah kembali.  Aku turun dari taksi tanpa lupa kembali memakai blus lengan panjangku  untuk menyembunyikan gaun sensualku yang menampakkan bahu mulusku. Malam  itu aku tidur sangat nyenyak dengan mimpi-mimpi indahku. Setelah aku  meminum segelas besar juice tomat ditambah semangkuk sedang yoghurt  campur madu aku, langsung tertidur dan di jemput mimpiku. 
  Aku sepertinya sedang terbang di atas awan yang tinggi. Di bawah sana  kulihat Mas Adit berada di bukit yang luas dengan rumput yang sangat  hijau. Kulihat dia membawa kertas-kertas catatan dan blue print proyek.  Dengan topi helm proyeknya dia menengadah ke atas, melihatku dan  melambaikan tangannya. Aku datang dan kami langsung berpelukan. Lama  bibirnya melumat bibirku. Kemudian rasanya aku menerima roll meter  darinya. Aku berlari ke ujung bukit menarik roll meter itu mengukur  panjangnya halaman. Kemudian aku berlari kembali ke pelukannya. 
  Sesaat Mas Adit melepaskan pelukannya untuk beranjak menuju semak  rerumputan yang penuh bunga liar. Dia petik setangkai dan diciumnya.  Kemudian dia serahkan bunga itu kepadaku. Aku ikut menciumnya. Dia buka  blue print di tangannya. Itu adalah gambar rumah kami. Rumah mungil di  atas bukit. Ada burung-burung yang terbang bebas. Ada luncuran anak yang  berwarna biru. Ada tanaman cabai yang menjadi kesukaan kami berdua. Aku  terbangun karena suara teleponku yang berdering. Kulihat jam menujukkan  pukul 9.05 pagi. Aku telah tertidur lebih dari 10 jam. Aku turun dengan  dengan cepat dari ranjang menghampiri pesawat telepon dan kuraih. Di  ujung sana kudengar suara Mas Adit. 
  "Kemarin aku telepon berkali-kali seharian. Kamu ke mana?", agak geragapan juga aku menjawabnya.  "Ini Mas, aku ke Senen, nyarikan kado buat anaknya Pak Targo tetangga  kita yang berulang tahun. Terus aku antarkan dan yaa, jadinya ngobrol  sama ibunya sampai jam 8 malam", demikian lancarnya untuk aku yang tidak  pernah membohongi suamiku selama ini.  Mas Adit tidak lagi mempersoalkan hilangnya aku kemarin. Dia berkata  bahwa kemungkinan ia akan pulang pada hari Senin. Dan dia ulangi lagi  bahwa kain tenun yang kuimpikan juga sudah diperolehnya.  "Kini aku sudah tidak mengimpikan lagi kain tenun itu. Kini aku lebih  senang mengimpikan ****** Rendi yang besar, panjang dan kepalanya yang  mengkilap itu, Mass", ujarku (dalam hati, tentunya).  Saat aku mandi, kembali telepon berdering. Aku pastikan bahwa ini dari Rendi, dan ternyata memang benar.  "Kamu mau makan apa siang ini, Mbak?".  "Terserah Rendi saja".  "Mau Ribnya Tony Romas atau gado-gado pasar Blopo".  "Gado-gado? Boleh juga".  "Gado-gado saja Ren, lagian tidak terlalu jauh dari rumahku".  Hari ini aku memilih mengenakan celana jeans ketatku, dengan blus kaos  oblongku yang pendek modelnya, yang memang didesain untuk memperlihatkan  pusar pemakainya. Aku memang ingin menunjukkan pusarku pada Rendi agar  nafsu birahinya terbakar lebih hebat lagi.
  Sesuai dengan janji, tepat pukul 12 aku sudah duduk di bangku warung  gado-gado Boplo yang sangat terkenal di seantero Jakarta itu. Harganya  selangit. Untuk seporsi gado-gadonya Rendi mesti membayar Rp. 25 ribu.  Bandingkan dengan tukang gado-gado di rumah, hanya Rp. 2,500 saja.  Sepuluh kalinya. Tiba-tiba saat menunggu pesanan, masuklah sebuah Lancer  sedan dan parkir tepat di samping mobil Rendi. Nampak Rendi terkejut.  Dia berkata bahwa itu adalah mobil teman kantornya. 
  Kemudian kulihat ada 2 orang turun dari mobil itu. Wow, cukup keren juga  mereka. Tampak Rendi menjadi gugup tetapi tidak bisa mengelak.  Teman-temannya itu langsung pula menatap dan mendatangi kami.  "Hai, ketemu di sini, nih.. asyik juga yaa..".  Dan mau tidak mau Rendi terpaksa memperkenalkan mereka padaku. Yang  bernama Burhan, cukup jangkung dengan kulitnya yang agak gelap. Yang  satunya bernama Wijaya, nampaknya keturunan chinese, tubuhnya berotot  seperti binaragawan. Mereka tersenyum ramah padaku. Saat Rendi  menyebutkan bahwa aku adalah Bu Adit mereka tidak terlalu terkeju. Hanya  nampak mata-mata mereka yang nakal seakan ingin melahap tubuhku. 
  "Kami pernah melihat Ibu di tempat Pak Anggoro, boss kami, saat ada  pesta tunangan putranya", begitu mereka menjelaskan mengenai kenalnya  mereka padaku.  Aku mencoba mengingat-ingatnya. Kemudian mereka mencari tempat duduk  yang agak berjauhan dari tempat duduk kami. Aku setuju saja saat Rendi  mengusulkan untuk kembali ke villa di Bogor itu. Dan kami segera  bergegas agar punya waktu lebih panjang untuk berasyik masyuk di sana. 
  Saat kami beranjak meninggalkan warung itu, kami melambaikan tangan  untuk teman-teman Rendi yang juga teman suamiku itu. Mereka membalasnya,  dan kulihat mata Burhan yang nakal mengernyitkan alisnya padaku dan  melepas senyumannya. Ah, dia nampak jantan juga. Dengan kulitnya yang  agak gelap, seperti apa ya kontolnya, pikiran gatalku lewat begitu saja.  
  Sepanjang jalan Rendi lebih banyak diam. Mungkin dia agak panik hingga  hilang "mood"nya. Tapi aku berusaha menenangkannya. Biasanya antar  lelaki tak akan membocorkan rahasia temannya. Kutepuk pundaknya supaya  tenang. Sepertinya dia ingin menunda kencan selingkuh ini, tetapi  tampaknya dia malu kalau akan dianggap sebagai pengecut olehku. Lagian  mana aku mau..!! Persetan dengan teman-teman Rendi yang juga teman  suamiku itu.. 
  Jam 2 tepat kami sudah memasuki halaman villa. Pak Samin membukakan  pintu halaman. Rendi memakirkan mobilnya di tempat parkir kemarin. Kami  turun dari mobil dan aku menaiki tangga villa, sementara Rendi menemui  Pak Samin sebentar. Begitu memasuki kamar kembali, sebagaimana kami  memasuki kamar yang sama kemarin, kami langsung berpagutan. Kali ini  kami saling menikmati pagutan-pagutan kami cukup lama. Nampaknya Rendi  sudah tak lagi terpengaruh dengan teman-temannya tadi. 
  Aku buka saja ikat pinggangnya, kancing celananya, resluitingnya. Aku  lepaskan celananya dan kulemparkan ke bangku yang ada di kamar itu.  Begitu pula kemejanya hingga yang tertinggal hanya celana dalamnya. Hal  yang amat kusukai adalah melihat Rendi setengah telanjang seperti itu.  Sebelum aku sendiri melucuti kaos oblongku, Rendi menciumi pusarku yang  sejak tadi telah begitu menarik libidonya. Aku menikmati sepenuh  sanubariku. Kuelus-elus kepala Rendi yang bibrrnya sedang melumat  pusarku dengan lembut itu. Kemudian hanya dengan membuka blus dan BH-ku  sehingga nampak payudaraku yang lepas dan belum menanggalkan celana  jeansku, kudorong Rendi ke ranjang. Aku terobsesi mengulangi seperti  kemarin, menciumi lehernya, menjilati dan menggigit dadanya dan lembah  harum ketiaknya.  Rendi hanya pasrah dan membiarkanku menikmati apa yang ingin kunikmati  dari tubuhnya. Dia hanya mendesah dan setiap kali mengelus kepalaku  sambil menyibakkan rambutku agar tidak mengganggu kesenanganku. 
  Tiba-tiba terdengar pintu halaman villa berderit. Ada yang datang. Rendi  buru-buru bangkit. Kali ini kulihat dia sangat terkejut. Aku menyusul  bangkit untuk melihat siapa yang datang. Ternyata itu mobil Lancer  sedan. Rupanya Burhan dan Wijaya sengaja membuntuti kami. Rendi memukul  tangannya sendiri menahan kekesalannya. Aku sendiri berusaha untuk  tenang. Kulihat Burhan dan Wijaya turun dari mobil dan menaiki tangga  villa. Mereka langsung duduk di berandanya. Rendi yang sangat kesal  buru-buru berpakaian, tidak terlampau rapi dan dengan terpaksa dia  keluar. Dia menemui kedua temannya tersebut. 
  "Huh, kamu mbuntuti aku ya..", nada bicaranya nampak sangat tidak bersahabat.  "Ah, nggak kok, kami memang sering main ke villa Pak Anggoro ini. Ya  Wid, omong-omong bagi-bagi dong", Burhan menyahut sewotnya Rendi dan  dengan enteng menyampaikan keinginannya untuk ikut mendapatkan bagian  nikmat.  Aku tahu pasti yang dimaksud adalah minta kesempatan agar mereka juga  kebagian ikut menikmati tubuhku sementara suaminya yang teman mereka  sendiri sedang bertugas keluar kota. Hatiku sendiri berdesir mendengar  omongan mereka ini. Aku mencoba mengintip dari celah pintu. Nampak Rendi  sedang menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, maksudnya agar tidak  terlampau keras bicara karena takut aku akan mendengarnya.  "Memangnya kenapa..? Mungkin dia suka juga lho kita main bertiga..", kurang ajar orang-orang ini. 
  Kuperhatikan mereka semuanya. Rupanya mereka semua ini adalah  serigala-serigala yang lapar. Lama mereka saling berbisik tanpa nampak  ada jalan keluar. Tiba-tiba ada yang menjalar dalam darahku. Sesuatu  yang sangat menggairahkan. Sesuatu yang mungkin akan memberikan sensasi  bagiku. Exciting dan sensasional yang akan membakar seluruh atom dalam  tubuhku. Aku membayangkan seandainya saja mereka bertiga ini telanjang  bulat, dengan ******-****** mereka yang ngaceng berat mengerumuniku yang  terjongkok di lantai, sambil tangan-tangan mereka mengocok kontolnya  masing-masing dan bersiap sewaktu-waktu sperma mereka muncrat menghujani  muka, rambut dan mulutku. Aku akan menganga selebar-lebarnya agar  sperma-sperma mereka tidak terbuang sia-sia. Aku jadi "horny" sekali. 
  Kutengok lagi mereka dari celah pintu. Mereka belum juga kunjung  mendapatkan solusi. Sementara libidoku mendesak nafsu birahiku yang  datang akibat bayanganku tentang mereka yang telanjang dan menyemprotku  dengan spermanya yang muncrat-muncrat. Aku tak lagi mampu sabar  menunggu. Aku kuakkan saja pintu kamar itu. Dan mereka semua, Rendi,  Burhan dan Wijaya serentak menengok ke pintu. 
  Aku, dengan dada yang telah terbuka langsung membuat mereka tertegun.  Entah kaget, entah heran entah bernafsu. Dan aku, sambil melepas  senyuman, kunikmati adegan saat para serigala lapar itu memelototkan  matanya kepadaku. Aku sama sekali tidak perlu berbicara. Aku diam saja  dengan senyumku sementara tanganku bergerak, jariku memilin-milin  sendiri putingku, aku sengaja mendesah keras agar mereka mendengar  desahanku dan terangsang. 
  "Mmass.. oohh..", aku merasa sangat kehausan.  Dan sangat menginginkan mereka bertiga segera melahapku. Aku merelakan  diri dan tubuhku untuk mereka kunyah-kunyah. Aku ingin sekali gigi  mereka segera menancap pada pahaku yang lembut, pada bokongku yang  menurut orang sangat sintal, pada buah dadaku yang ranum, pada puting  susuku. Aku heran juga, darimana munculnya sebuah keberanian dan  kenekadan yang -bukan main- telah kulakukan di depan teman-teman suamiku  ini. Aku heran juga akan hadirnya dengan tiba-tiba nafsu  "exhibitionist" ini. Kupertontonkan pada mereka bertiga dadaku yang  terbuka dengan payudaraku berikut puting-puting-nya yang sangat ranum  ini. Kudengar suara Rendi yang tersendat.  "Maarr..". 
  Tetapi juga suara-suara yang lain. Bukan pembicaraan. Itu adalah suara  dengusan Burhan atau Wijaya. Yang kemudian kulihat adalah Burhan  mendahului langkah Rendi mendekatiku. Dia meraihku dan menutup pintu  kamar tidur. Dia pagut bibirku. Dia pagut leher, pundak maupun  payudaraku dengan liar. Dia kesetanan tanpa kontrol. Dia dorong aku ke  ranjang. Aku di gumulinya. Dia remasinya bokongku, dia lumat-lumat  payudaraku berikut putingnya. 
  Kudengar pintu kamar digedor-gedor dan akhirnya terbuka. Wijaya masuk  kamar. Dia juga langsung merangsekku. Mungkin dia juga merasa bahwa  haknya sama dengan Burhan untuk juga menggelutiku saat ini. Aku sangat  menikmati keroyokan mereka. Untuk menyatakan "welcome"-ku, aku mendesis  dan mendesah sambil tanganku menggapai ikat pinggang Burhan dan  melepasnya. Kubuka celananya, kurogoh kontolnya. Demikian pula kulakukan  yang sama pada Wijaya. Mereka kini sudah setengah telanjang. Dan  selebihnya mereka sendiri yang melucuti dirinya hingga telanjang bulat. 
  Burhan dengan penuh ketidaksabaran melucuti celana jeansku. Dan Wijaya  turut membantu melepasnya dari kaki-kakiku. Dengan sekali renggut celana  dalamku juga langsung dilepas oleh Burhan. Ditariknya kakiku sehingga  tubuhku berposisi diagonal dengan pantatku berada di tepian ranjang.  Burhan berdiri di arah kakiku. Dia kuakkan selangkanganku dan dengan  jelasnya menyaksikan nonokku yang mestinya sangat menantang kontolnya.  Kemudian tangan kanannya meraih kaki kiriku, diangkatnya ke arah  pundaknya. Dan selanjutnya dengan ketangkasan yang dimilikinya dan  dengan serta merta dia meraih kontolnya yang telah ngaceng berat untuk  di masukkan ke liang kemaluanku.  Kusaksikan sebentar kontolnya yang hitam. Wow, ukurannya sama persis dengan besar dan panjangnya ****** Rendi. 
  Aku bergetar. Aku merindukan ****** seperti itu sejak meninggalkan  warung gado-gado tadi. Sayangnya ****** Rendi tak jadi menyerangku  karena adanya gangguan dari Burhan dan Wijaya ini. Tapi bagiku akhirnya  tak ada bedanya. ****** Rendi atau ****** Burhan sama saja. Aku akan  memberikan kepuasan seksual untuk pemilik ******-****** indah ini.  ****** Burhan baru saja menempel ke liang vaginaku ketika Wijaya yang  juga telah telanjang bulat naik ke ranjang dan mengangkangiku. Dia  berjongkok persis di atas dadaku. Dan kontolnya yang juga ternyata  sebesar para koleganya, si Rendi dan Burhan, sudah mengacung keras dan  kuat, berkilatan batang dan kepalanya tepat di depan wajahku. Sungguh  sangat menggairahkan dan sensasional. Telanjang bulat dikeroyok  teman-teman suamiku yang sama-sama berkontol besar, yang satu berusaha  menembus nonokku, yang lain minta dijilati dan diisap. 
  Aku tidak tahu di mana Rendi. Mungkin dia mengambek. Aku membayangkan  dia sedang bengong duduk di beranda. Aku sungguh merasa sangat  beruntung. Aneh juga, hal yang beberapa saat sebelumnya hanya dapat  kubayangkan, sekarang telah benar-benar kualami. Burhan menggenjot  nonokku. Kontolnya yang hitam besar dan sangat legit kurasakan saat  menembus vaginaku yang telah membasah sejak bersama Rendi tadi.  Sementara itu, Wijaya yang ngentot mulutku meracau.  "Ayoo, Bu Adit.. isepp Buu.. ayyoo isep Bu Aditt.. besar mana sama  ****** Pak Aditt heehh..", racauannya persis seperti orang kemasukkan  setan pohon randu di belakang kampung di desa kelahiranku. 
  ****** Wijaya ini sangat lezat. Kujilati akarnya yang menggunung tepat  di bawah pangkal batang dan biji pelirnya. Dan dengan setengah  merangkak, Wijaya menusukkan ****** putih besarnya merangsek mulutku.  Dan pelan-pelan memompanya. Entah dimana aku saat ini. Yang dapat  kurasakan hanyalah kenikmatan yang melayang-layang akibat tusukan ******  Burhan di vaginaku dan rangsekan ****** Wijaya di mulutku. Dan saat  lamat-lamat kudengar rintihan tak tertahankan dari mulut Burhan. Itu  pertanda bahwa tak lama lagi spermanya pasti muncrat. Dengan serta merta  kutarik tangan Burhan dan kuajak naik ke ranjang dan sementara  kulepaskan kuluman mulutku pada ****** Wijaya. Aku ingin agar Burhan  menumpahkan spermanya ke mulutku. Aku ingin meminum spermanya. Burhan  dan Wijaya secara berbarengan tahu apa yang kuinginkan dan mereka  melayaniku dengan baik. Wijaya turun menggantikan peran Burhan mengentot  memekku dan Burhan naik untuk mengocok kontolnya sendiri dan  memuncratkan spermanya ke mulutku. Aku menjilat bibirku yang belepotan sperma Burhan yang kental yang yang  muncratnya tidak tepat ke mulutku. Ternyata rasa sperma itu  berbeda-beda. Walaupun sama sekali tidak mengurangi kenikmatannya, aku  merasakan sperma Burhan ini sangat pahit. Belakangan baru aku tahu dari  dokter Boyke, seorang pakar seks, bahwa berbagai rasa mungkin akan  berbeda dari sperma lelaki. Hal itu sangat dipengaruhi oleh makanan apa  yang telah dikonsumsinya dalam 24 jam terakhir. Ia juga menyatakan bahwa  sperma itu mengandung protein dan berbagai unsur vitamin lainnya.  Informasi itu membuatku semakin senang dan selalu kehausan muntuk  meminum sperma. 
  Burhan yang telah menumpahkan spermanya langsung telentang di kasur.  Sementara Wijaya semakin cepat memompa memekku. Dan juga mulai kurasakan  dan kulihat bagaimana wajah Wijaya yang menyeringai keenakan, pasti tak  akan lama lagi Wijaya juga akan menyemprotkan air maninya. Kembali  buru-buru kutarik Wijaya ke atas ranjang. Dan tanpa perlu kuminta lagi  dia langsung berjongkok dan menyodorkan kontolnya ke mulutku dan  langsung memompa kecil sementara mulutku mengulumnya. 
  Wijaya berteriak keras saat spermanya keluar. Kontolnya ditekankan ke  mulutku dalam-dalam hingga menyentuh tenggorokanku. Hampir saja aku  tersedak. Cairannya juga sangat kental dan hangat. Nikmat sekali  mengenyam cairan sperma milik Wijaya ini. Kali ini aku merasakan rasa  asin dan gurih. Sementara itu ternyata Burhan sudah kembali memasukkan  kontolnya kembali ke memekku. Rupanya melihatku mengulum ****** Wijaya  tadi, Burhan dengan cepat kembali horny dan ngaceng. Dia pompakan  kembali kontolnya ke memekku. Burhan memompanya semakin cepat. Di lain  pihak Wijaya masih belum bersedia mengangkat kontolnya dari mulutku.  Tampaknya dia masih sangat horny juga. 
  "Mbak, aku pengin terus-terusan, nih, lihat Mbak Adit yang ayu", ujarnya.  Aku tidak dapat menjawab dengan kontolnya yang masih menyumbat ke  mulutku. Aku hanya berkedip-kedip. Kemudian dia melepaskan kontolnya  dari mulutku. Beringsut dari atas dadaku menuju ke kanan tubuhku dan  menunduk. Bibirnya melumat bibirku dan tangannya meremas payudaraku  beserta putingnya. Ahh., nikmat sekali dikeroyok dua lelaki yang  hebat-hebat permainan seksnya. 
  Dan akhirnya Burhan berhasil mengisi lubang vaginaku dengan spermanya.  Kehangatan cairannya di liang vaginaku itu sungguh membuatku sedemikian  horny. Aku ingin mendapatkan orgasmeku dari mereka ini. Wijaya masih  terus melumat bibirku dan kini bergerak untuk melumat dada dan  payudaraku. Tanganku mencoba menggapai kontolnya. Sungguh hari yang luar  biasa bagiku. ****** Wijaya masih sangat tegar. Rupanya satu kali  memuntahkan air maninya tidaklah cukup. Dia harus memuntahkannya lagi  untuk yang kedua kali. 
  Aku merasa ini merupakan jalan untuk mencapai orgasmeku.  "Wid, tolong Mbak Adit kamu entot di nonok, ya sayangg..", bisikku.  Tentu saja itu bukan hanya sekedar permintaan bagi Wijaya. Tetapi itu  lebih merupakan perintah mutlak yang dengan senang hati dia akan  laksanakan. Dan tanpa perlu perintah susulan, Wijaya langsung turun dari  ranjang menjemput nonokku. Kontolnya yang sudah ngaceng seperti tugu  Monas langsung dihunjamkannya ke lubang memekku. 
  Wijaya langsung bergerak memompakan kontolnya di lubang vaginaku.  Kenikmatan yang kuterima bukan main dahsyatnya. Kepalaku tak bisa diam,  meggeleng ke kanan dan ke kiri menahan nikmat itu. Aku merintih dan  mendesah. Kucari-cari tangan Burhan dan kutarik untuk agar rebah di  sampingku.  "Burhaann, cium akuu.. Burhaann.. cium akuu..".  Dan langsung kurasakan lumatan bibir Burhan meruyak mulutku. Ludahnya  kusedot. Kepalanya langsung kupeluk erat-erat agar aku dapat menciumnya  lebih intens untuk menahan kenikmatan ****** Wijaya yang sangat gencar  keluar dan masuk merobek-robek vaginaku. Dan saat rasa ingin kencing  mendesak dari dalam vaginaku, segera kulepaskan mulutku dari mulut  Burhan. Kupeluk tubuhnya hingga bibirku bisa kudaratkan pada bahunya.  Dan tanpa ampun lagi gigiku menghunjam tajam masuk ke daging bahu  Burhan. 
  Di tengah teriakan kesakitan dari mulut Burhan, memekku akhirnya  mendapatkan kepuasannya. Aku meraih orgasmeku. Dan pada saat bersamaan  pula, Wijaya juga mencengkeram kedua pahaku, pertanda dia telah  mendapatkan orgasmenya pula.  Aku terkapar, Wijaya terkapar, begitu juga Burhan terkapar. Kami bertiga  mendapatkan kepuasan tak terhingga. Sepi, kecuali tarikan nafas berat  dan panjang dari kami bertiga. Kulihat jam tanganku, sudah pukul 6 sore,  benar-benar lupa daratan. 
  Aku minta untuk cepat pulang. Mandi 5 menit, bersisir ala kadarnya,  berdandan ala kadarnya. Kemudian aku keluar menemui Rendi. Sepi. Kulihat  mobilnya sudah tidak ada. Ternyata dia benar-benar ngambek. Kedua  temannya mentertawakan ulah Rendi tersebut. Mereka akan bertanggung  jawab untukku hingga sampai di rumahku dengan selamat. Kami keluar dari  villa pukul 6.15 menit. Mampir dulu di restoran Sunda kesukaanku, kami  makan banyak sayuran dan sambal. Aku makan cukup banyak setelah kerja  keras melayani Burhan dan Wijaya. 
  Pukul 8.30 aku sudah sampai di rumahku. Aku tidak berkeberatan mereka  berdua mengantarku hingga sampai rumah. Tetangga tidak akan berfikir  negatif kalau melihatku pulang beramai-ramai dengan 2 atau 3 orang  teman. Aku sangat kelelahan hari itu. Pertama dan yang terutama aku  lelah karena pikiranku pada Rendi. Sikap Rendi yang kuanggap bukan sikap  lelaki. Hal itu sangat menyedot energiku. Yang kedua adalah karena  untuk meraih 4 kali orgasme sebagaimana yang kudapatkan selama 2 hari  berturut-turut ini ternyata memerlukan tenaga fisik dengan melayani 3  orang teman Mas Adit yang sangat menguras tenagaku. 
  Tetapi bagaimanapun aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga, bahwa  ternyata aku masih bisa meraih orgasme, walaupun tidak dari suamiku  sendiri. Aku sempatkan untuk mandi air panas sebelum tidur. Aku juga  menyiapkan juice tomat dan yoghurt campur madu kesukaanku. Aku akan  tidur istrirahat total malam ini. Aku sudah naik ke ranjang saat telepon  berdering. Jam menunjukkan pukul 10.12 menit. Siapa yang meneleponku  selarut ini? Mas Aditkah? Rendi? Atau siapa? 
  "Selamat Malam Bu Adit, saya Basri", kucoba mengingat siapa Basri.  "Saya yang suka nganter pulang Pak Adit Bu, saya Satpam kantor Pak Adit.  Nanti kalau Pak Adit sudah pulang dari Banjarmasin, saya juga yang  disuruh menjemput beliau di airport", begitu dia teruskan bicaranya  hingga langsung mengingatkanku pada seorang Satpam muda di kantor Mas  Adit.  "Maaf mengganggu Ibu malam-malam begini. Saya telepon Ibu tadi agak  sore, tapi rupanya Ibu belum pulang dari Bogor", lho koq tahu-tahunya  aku ke Bogor..?! 
  Pikiranku cepat berputar. Si Basri tahu kalau aku ke Bogor, tentunya  pasti ada yang memberi tahu. Dan pasti "tahu"-nya itu tidak sekedar tahu  begitu saja. Apakah Rendi..? Ah.. pasti dia. Rendi telah berbuat culas.   "Ya, kenapa Mas Basri..", tanyaku balik seakan tidak ada masalah apa-apa denganku.  "Begini Bu Adit, ntar hari Senin khan saya akan menjemput Pak Adit.  Kalau beliau tanya tentang Ibu, bagaimana saya mesti menjawabnya..?  Bahwa Bu Adit pergi ke Bogor, ke villa Pak Anggoro bersama Pak Burhan  dan Pak Wijaya..?". 
  Kurang ajar juga Satpam kampungan ini. Kurang ajar sekali si Rendi ini.  Aku terhenyak dengan ucapan Basri di telepon tadi. Aku masih terdiam  ketika.  "Bagaimana kalau kita bicarakan saja malam ini, Bu? Saya tunggu Ibu di  depan kompleks perumahan Ibu. Saya tunggu di Kijang saya. Saya tunggu  benar lho Bu Adit, atau..".  Klik, telepon dimatikan. Aku belum sempat menjawab tetapi Basri telah  memutuskan teleponnya. Dan menurutnya dalam telepon tadi, dia sekarang  sedang menunggu di depan kompleks perumahanku ini dengan mobil  Kijangnya. Ini pemerasan.. dia mau minta apa? Uang.. atau..? Aku tidak  berani meneruskan pemikiranku. Jangan-jangan dia memintaku tidur  dengannya. 
  Aku mencoba mengingat-ingat dan membayangkan postur si Basri ini. Aku  perkirakan usianya sekitar 30 tahunan. Kulitnya yang hitam karena banyak  terjemur, dibungkus dengan seragam putih dan celana birunya. Ada tali  peluit di kantongnya dan ikat pinggangnya yang keemasan karena rajin  dibraso. Sebagai Satpam di kantor suamiku, Basri dipilh dari banyak  calon yang memenuhi syarat. Antara lain penampilannya harus gagah, badan  sehat, tegas, pintar bela diri dan lain-lainnya. Dan postur seperti  Basri memang meyakinkan untuk menjadikannya sebagai satpam kantor. Aku  akan mendiamkannya saja. Biarlah pemerasan tinggal pemerasan. Dan  sungguh suatu hal yang sangat tidak mengenal perikemanusiaan untuk  memeras perempuan seperti aku di malam hari begini. Ah, persetan.  Kutunggu saja apa yang akan dikerjakan Basri selanjutnya. 
  Tetapi aku jadi tidak bisa tidur. Aku jadi merasa tertekan. Apa mau  Basri sebenarnya? Apa mau Rendi? Mungkinkah dia sengaja menghinaku?  Merendahkanku? Dasar serigala pengecut. Akan halnya Basri, memang dia  cukup berotot sebagai satpam, pantaslah. Dan bagaimana jika dia  memerasku dengan memintanya untuk tidur dengannya? Akan kuturutikah?  Keterlaluan, bagaimana pula kata orang nanti? Bagaimana kata Rendi yang  pengecut itu nanti? Dan lagi, bagaimana mungkin aku keluar rumah pada  malam-malam begini? Apa kata tetangga nanti? Kemudian kalau ini adalah  memang hasil pemikiran Rendi, akankah hal ini akan dapat diselesaikan  cukup dengan satu orang seperti Basri ini? Karena nanti pasti dia juga  akan menyebarkannya kepada orang lain. 
  Aku semakin bingung ketika telepon kembali berdering.  "Bagaimana Bu..? Saya sudah tidak sabar nih..", nadanya jelas-jelas mengancam.  "Pak Basri mau ngapain? Ini khan udah malam, aku tidak enak sama  tetangga. Dan terus terang aku takut malam-malam begini. Besok saja  telepon lagi!", telepon aku banting.  Ganti aku sekarang yang memutuskan telepon. Agar dia tahu bahwa aku  tidak bisa diperas seenaknya. Telepon langsung berdering kembali.  "Kalau Ibu berani ke Bogor, terang-terangan di gilir bertiga selama dua  hari berturut-turut, kenapa sekarang takut keluar rumah. Ini Jakarta Bu,  jam 10 malam itu masih sore untuk orang Jakarta".  Wah, benar-benar sudah nekat rupanya si Basri. Aku tidak menjawabnya dan langsung kututup kembali. 
  Kembali dering itu terdengar lagi, mukaku sudah memerah karena amarah yang sangat.  "Kalau Ibu tidak mau pergi sama saya sekarang, saya tidak bisa apa-apa  kalau Pak Adit nanti tanya soal Ibu di Bogor itu. Terus terang Bu, saya  juga ingin merasakan tidur dengan Ibu. Dan saya yakin bisa memberikan  kepuasan pada Ibu lebih dari tiga orang teman Pak Adit itu. Ayolah Bu..,  kasih kesempatan saya. Atau saya jemput Ibu ke rumah saja?".  "Terserah..!, kubanting lagi telepon itu untuk yang ketiga kalinya.  Tetapi jawabanku terserah itu? Apakah aku memang berniat memenuhi  permintaannya? Aku jadi bingung. Ini semua memang rekayasa Rendi yang  gila itu. Aku jadi pasrah. Aku tak biasa ditekan macam begini. Aku cepat  menyerah. Aku mau apa lagi? Dan itu dia, datanglah si Basri brengsek  itu. Yang kini terpikir olehku sekarang adalah, bagaimana caraku agar  hal ini tidak mencolok pada pandangan tetangga kanan-kiriku. Bagaimana  aku harus bersandiwara. Aku harus mengajak si Basri juga untuk  bersandiwara. Sialan kamu Rendi..! 
  Aku bergerak bangkit. Kunyalakan terang-terang semua lampu rumah. Lampu  halaman, lampu beranda, lampu ruang tamu, lampu ruang makan. Semuanya  jadi terang benderang saat Basri datang dan masuk rumah. Perhitunganku  adalah dengan cara itu, akan mengurangi kecurigaan tetangga bahwa di  malam hari begini aku menerima lelaki asing dalam suasana remang-remang.  Kusambut Basri dengan ramah di depan pintu, untuk memberikan kesan  bahwa yang datang adalah sanak familiku hingga Basri sendiri heran. 
  Dan kubuka lebar-lebar ruang tamu di mana Basri kupersilakan duduk saat  akan masuk rumah. Dan aku sendiri juga menemaninya duduk layaknya  seseorang menerima tamu keluarganya. Aku juga berbicara keras-keras dan  tertawa-tawa, sambil mengisyaratkan kedipan mataku pada Basri untuk juga  mengikuti sandiwara ini. Basri tahu, dan cepat menyesuaikan diri. Dia  berlagak bebas di rumahku, berdiri, jalan sana-sini, melihat fotoku  bersama Mas Adit di tembok dan sebagainya.
  Aku mulai secara khusus memperhatikan pria yang ingin tidur denganku  ini. Kali ini dia datang tanpa seragam satpamnya. Wow, ternyata kharisma  kelelakiannya tak kalah dari penampilan Rendi maupun Burhan dan Wijaya.  Dengan T-shirt Polo (mungkin merk imitasi) dan celana Valentinonya  (barangkali juga imitasinya), di mataku Basri jadi tampak sangat tampan.  Posturnya yang di atas 175 cm, membuatku hanya setinggi bahunya.  Kekesalanku akan teleponnya tadi seketika lenyap. Bahkan kelelahanku  dari perjalanan ke Bogorpun ikut lenyap. Dan untuk tetangga-tetangga  sekitar yang kemungkinan usil karena aku telah menerima tamu pria di  malam hari sementara suamiku berada di luar kota, persetan! Tidak akan  semudah itu menuduhku berbuat macam-macam. 
  Dengan membiarkan semua pintu tetap terbuka lebar-lebar, pelan-pelan aku  mengajak Basri menuju ruang makan yang tak nampak dari halaman depan  dan jalanan. Di situ Basri langsung menubrukku. Dia langsung mencium  kudukku dan tangannya memeluk dadaku, meremas payudaraku. Berani benar  dia, batinku. Dan terus terang aku jadi sangat bernafsu menjalani  sandiwara ini. Ini merupakan skandal terbesar sejak aku selingkuh dengan  Rendi. Ini merupakan pertaruhan dengan risiko terbesar selama aku  berani berkhianat pada Mas Adit, suamiku. Darahku terasa menggelegak.  Jantungku berdegup keras. Aku gemetar sejadi-jadinya. Perasaan birahi  yang menggelegak campur aduk dengan rasa takut tertangkap orang di  kampungku, bercampur aduk. 
  "Bu Adit, kita keluar yuk".  "Nggak, ah. Di sini saja. Aman, deh. Tenang saja..", aku menjawab sambil tersenyum dan mendekatkan bibirku ke bibirnya.  Kami berpagutan dengan penuh nafsu. Aku sudah tidak tahan untuk tidak  meraba selangkangannya. Aku mendesah. Tangan kiri Basri memeluk  pinggangku, sementara tangan kanannya mulai bermain meremas-remas  payudaraku yang masih terbungkus dalam blusku. Kuraba selangkangan itu.  "Waduuhh.. pentungan Satpam benaran nih..", batinku. 
  Aku meraba daging panas yang sangat besar dan panjang di balik  celananya. Kuremas. Pantat Basri langsung menekan tanganku menahan  gelinjang kontolnya.  "Jangan lebih dari 1 jam yang Mas Basri",  "Uuhh, cukup Bu, cukup Bu, cc.. cukkupp.. Bb.. Bu.. Jangan-jangan Ibu  yang kurang nanti", mendengar jawabannya yang nakal aku tertawa geli  sambil mencubit pantatnya.  Dia mengaduh, manis. Cukup lama kami saling berpagut dan meremas apa  saja. Kubimbing Basri menuju kamar tidur pengantinku, tempat yang  biasanya hanya aku dan Mas Adit -bossnya- yang tidur di atasnya. 
  Dan saat sampai di tepi ranjang, kudorong tubuhnya hingga telentang di  ranjang. Aku menyusul menindihnya. Kami bergulingan. Dan dengan penuh  ketidaksabaran kami saling melucuti pakaian. Aku melucuti pakaiannya,  dia melucuti pakaianku. Kami telah siap untuk langsung menuju kenikmatan  tak terhingga. Aku telentang di kasur dengan pahaku yang terbuka  menjepit tubuhnya. Dia bergerak sedikit mengangkat pantatnya, tangan  kirinya menggenggam kontolnya untuk diarahkannya ke memekku. Aku lebih  melebarkan pahaku untuk bersiap menerima ****** itu menembus kemaluanku.   Saat bibir vaginaku tersentuh ujung ****** yang mirip pentungan itu, aku  langsung memejamkan mataku dan jiwaku seakan melayang ke langit. Aku  bergetar. Pantatku kuangkat-angkat sedikit kerena sangat merindukan  ****** itu untuk secepatnya terbenam ke kemaluanku. 
  Seperti biasanya, Basri sangat ahli, ujung ****** itu dimainkan terlebih  dulu di gerbang vaginaku untuk memancing cairan birahiku. Tetapi tak  perlu memakan waktu lama, karena cairan itu sebenarnya telah mulai  keluar sejak aku meremas celananya tadi. Dan tak ayal lagi, kurasakan  betapa batangan besar dan hangat itu akhirnya tertelan seluruhnya hingga  ke akar-akarnya, masuk dan menembus vaginaku. Seketika itu pula  saraf-saraf peka pada dinding vaginaku bekerja menyambut batang itu.  Diremas-remasnya ****** Basri. Mengencang dan mengendor bergantian. 
  "Dduhh, Ibuu.. Bu Aditt.. ennhakk bBHhaanngett.. Bbuu..".  Basri langsung memompakan kontolnya, suara pelirnya yang terayun-ayun  memukuli akar kontolnya sendiri, akibat dari ayunan pompa ******  besarnya itu ke lubang memekku. Dan aku sendiri yang mendapat landa  kenikmatan tak terhingga ini hanya bisa mendesah dan merintih sambil  kepalaku bergoyang ke kanan dan ke kiri, seperti menggeleng-geleng,  karena nikmat yang tak mampu kutahan itu. 
  Kami bersanggama penuh irama dan improvisasi yang mengalir. Sungguh  hebat si Basri ini. Tubuhnya di jatuhkan miring. Tanpa mencabut  kontolnya, dia angkat kaki kiriku melintasi tubuhnya dan tetap dipegang  dengan tangan kirinya. Aku dientotnya dari arah belakang punggungku.  Kemudian dengan posisi strategis itu yang membuat ketiakku tepat berada  di dekat wajahnya, dia peluk tubuhku dengan tangan kanannya dan lebih  didekatkannya ketiakku dan di ciuminya. 
  Paduan entotan pada vaginaku dan ciuman pada ketiakku ini benar-benar  membuatku terlempar jauh melayang dalam gelombang nikmat tak terperikan.  Pantatku langsung bergoyang-goyang untuk mempercepat tusukan ******  nikmat milik Basri itu. Aku berteriak kecil dan merintih.  "Mas Basrii.. Mas Basrrii.. Mas Bassrrii..", tidak tahu lagi aku mesti bicara apa.  Setelah posisi itu kami nikmati beberapa saat, Basri membisiki telingaku.  "Bu, nungging donk..", dan segera kurespon.  Aku bergerak menungging, mulai dengan tengkurap, kemudian pelan-pelan  kunaikkan pantatku, kemudian lututku mengambil alih peran sebagai  tumpuan pantatku. Hebatnya si Basri tetap tidak mau melepaskan kontolnya  yang telah menancap pada vaginaku. Itu berarti dia harus mendukung  tubuhnya hanya pada dengkulnya. Dan saat akhirnya sepenuhnya aku  berhasil menungging, Basri sudah setengah bangkit, seperti ******  jantan, kontolnya masih menancap pada betinanya. Wow.. 
  Kurasakan posisi ini membuat ****** Basri main merangsek dan meruyak  kedalaman vaginaku. Titik-titik saraf peka birahiku mengelinjang. Ujung  ****** itu mendesak gerbang rahimku. Aku, dengan kepalaku yang bertumpu  pada bantal, jari-jari tanganku meremasi tepian bantal-bantalku. Aku  merasakan kenikmatan itu seakan air bah yang menghanyutkan seluruh  haribaanku. Kenikmatan ini sungguh tak bertara. 
  Aku mulai merasakan ada desakan ingin kencing dari dalam vaginaku. Ini  bukan lagi untuk yang pertama kalinya. Sejak dua hari yang lalu aku  sudah merasakan hal seperti ini 4 kali. Dan ini adalah untuk yang ke  lima kalinya. Aku akan menyongsong kenikmatan tertinggi seorang wanita  dari sanggamanya. Aku akan meraih orgasmeku.  "Acchh.. Mass Basrii.. tolonng akuu.. Basrii.. tolongg..".  ****** Basri makin cepat memompa. Pantatku berusaha bergoyang untuk  menangkap nikmat pompaan Basri. Kami mulai merasakan berada di gerbang  kenikmatan puncak. Basri melepas payudaraku yang sejak aku menungging  tadi diremas-remasnya. Kini dia bangkit dengan tangannya menekan  pinggulku. Itu artinya nafsu Basri sudah tak mungkin dia bendung lagi. 
  Kocokan kontolnya makin cepat, "in & out" ke lubang vaginaku. Aku  sendiri tak mampu menahan keinginan rasa ingin kencingku. Aku  menggoyang-goyangkan pantatku dengan memepertegas desahan dan rintihanku  untuk memacu nafsu Basri.  Dan akhirnya.. Bertetes-tetes sperma Basri terasa menghangatkan memekku.  Sedetik berikutnya, orgasmeku datang. Cairan birahiku membanjir.  Pompaan ****** Basri tidak langsung berhenti saat menembak lubang  vaginaku dengan spermanya. Dan akibatnya dari celah ketat antara batang  ****** dan bibir vaginaku nampak busa-busa cairan birahiku bercampur  sperma Basri muncrat dan meleleh setiap kali ****** Basri masuk maupun  keluar dari lubang kemaluanku. 
  Kemudian lama-lama melambat dan akhirnya diam. Kami bersama-sama rebah  di ranjang. Kecuali nafas-nafas panjang yang terdengar, yang lainnya  sepi. Terdengar ****** tetangga menyalak, seakan ada yang lewat.  Terdengar kucing mengejar betinanya di genting. Terdengar tukang mie  menawarkan dagangannya. Aku melirik ke Basri dan saling bertemu pandang.  Kami masing-masing meraih kepuasan. Untuk sementara rasa penasaran  Basri telah reda. 
  Jam menunjukkan pukul 10.40 malam. Basri bangkit dari ranjang dan turun  ke kamar mandi. Kubiarkan saja dia, mungkin dia perlu buang air kecil.  Aku masih menginginkan ada lanjutannya. Aku selalu belum tuntas kalau  mulutku belum dientot lelaki yang mengencaniku. Dan Basri harus  menyelesaikannya. Aku yakin dia akan menyelesaikannya dengan baik dan  aku akan meraih kepuasan darinya untuk yang kedua kalinya. 
  Ternyata memang sekembalinya dari kamar mandi, kontolnya sudah terlihat  tegak kembali. Aku yakin, lelaki seperti Basri ini tidak akan cukup  dengan hanya sekali spermanya muncrat pada setiap bersetubuh dengan  perempuan. Dia kembali mendekat ke ranjang. Aku cepat meraih kontolnya  yang sebesar pentungan satpamnya. Kuelus dengan jari-jariku dan kulihat  wajahnya. Dia menutup matanya menikmati sentuhan jari-jari lembutku. Aku  senang dia menutup matanya itu. Bibirku mendekat, kuulurkan lidahku ke  belahan lubang kencingnya. Kurasakan, lidahku merasakan sebagian air  kencingnya yang masih tertinggal di belahan lubang itu. Aromanya  mendekati bir yang baru terbuka botolnya. Keras dan ada sedikit  pesingnya. Kujilati hingga bersih dari sisa-sisa tetesan air kencingnya.  Aku sangat menikmati kesempatan langka ini. 
  Kulihat kembali wajahnya. Ternyata dia telah membuka matanya dan memperhatikan lidahku yang sedang menjilat-jilat.  "Bu Adit, enak banget ketika bibir Bu Adit menyentuh ****** saya. Dan  ketika lidah Ibu menjilat.. aku tidak pernah membayangkan ada wanita  secantik Ibu mau menjilat ****** saya. Bahkan sisa-sisa kencing saya,  Bu", kata Basri sambil tangannya mengelus rambutku yang terurai panjang.  
  Mendengar pembicaraannya itu, terbit kenakalanku. Aku ingin melihatnya  benar-benar blingsatan, ingin mendengar rintihan nikmatnya yang luar  biasa, ingin melihat bagaimana jika tubuhnya menggeliat-geliat dengan  penuh gelinjang karena merasakan jilatan dan kuluman nikmat dari  mulutku. Kugenggam kontolnya, kunaikkan dan kupepetkan ke perutnya. Wow,  panjangnya adalah hingga ujungnya menyentuh pusarnya. 
  Saat itu pelirnya berada tepat di depan bibirku. Tentu saja lidahku  langsung bekerja dipadu dengan bibirku yang menyedot-nyedot biji  pelirnya itu. Dia mulai gelisah. Pantatnya bergoyang, ingin menekankan  pada mulutku. Kemudian aku mengubah posisi dengan turun dari ranjang.  Dan Basri kudorong hingga telentang di kasur dengan kedua kakinya tetap  terjuntai ke lantai. Kini aku sepenuhnya memegang 'komando'. Dengan  tetap kugenggam kontolnya, lidahku mulai menjilat selangkangannya. 
  Bau keringatnya yang sangat alami karena telah seharian terjemur dalam  tugasnya, sangat merangsang libidoku. Bau alami seperti ini terkadang  jauh lebih merangsang dari pada para pria pesolek seperti Rendi dan  teman-temannya yang suka dengan parfum, bedak atau pewangi lainnya.  Benar juga. Lidahku di selangkangannya membuat Basri seperti orang  tenggelam di laut, gelagapan dengan nafasnya yang terputus-putus  memburu. Tangannya terus mengacak-ngacak rambutku yang istri bossnya  ini. 
  Saat aku menjilat lebih ke bawah lagi dan mengarah ke anusnya, pantatnya  dia angkat-angkat sambil kakinya di tekankan ke pinggiran ranjang  menahan kegelian yang amat sangat. Ah, tanggung.. kubalik saja badannya  hingga posisinya tengkurap, kemudian tanganku memberi isyarat agar Basri  sedikit menungging. Dia patuh. Dengan lututnya sebagai tumpuan dia  bukan lagi sedikit, tetapi benar-benar menungging. Inilah saatnya Basri  akan merasakan bagaimana aku, istri Pak Adit atasannya akan menjilati  duburnya. 
  Kusapu dulu bukit pantatnya dengan lidahku sambil hidungku berusaha  menangkap aroma anusnya. Wow, dia langsung menggelinjang dengan suara  rintihan yang menimbulkan rasa horny. Tangannya menggapai-gapai untuk  berusaha meraih kembali rambutku. Dan lidahku tak lagi berputar-putar,  tetapi langsung kubenamkan pada analnya. Basri benar-benar blingsatan.  Kini tangannya yang telah meraih rambutku menariknya kencang-kencang  hingga kulit kepalaku terasa pedih. Aku sangat menikmati hal ini. Aku  semakin bersemangat menjilat dan menyedot-sedot pantatnya, sementara  tangan kiriku meraba dan kemudian meraih kontolnya yang bergelantungan  di bawah perutnya dalam keadaan ngaceng berat. Tanganku mengocok lembut  ****** itu. 
  Setelah beberapa saat hal itu berlangsung, terdengar desahan dan  rintihan Basri yang menandakan bahwa spermanya akan muncrat. Cepat  kudorong kembali tubuhnya untuk telentang. Kucaplok kontolnya, kukulum  dan kupompa dengan mulutku. Basri ingin aku memompa dengan cepat. Dan  dengan lolongan seperti serigala di malam hari, Basri menjerit kecil  dengan disertai tumpahnya sperma ke mulutku. Aku merasakan kehangatan  adanya lendir-lendir yang menyemprot dan memenuhi mulutku. Aku kecap  sperma Basri dan kutelan. Tak setetespun yang tercecer. Kami kembali  rubuh ke kasur. Aku teramat sangat lelah. Ini mungkin adalah akumulasi  kelelahan yang tak begitu kurasakan sejak kepergianku dari Bogor tadi.  Aku terlena sesaat. 
  Saat Basri membangunkanku untuk pamit pulang, kulihat dia sudah rapi  dengan pakaiannya kembali. Aku bergegas berpakaian. Aku sengaja tidak ke  kamar mandi dulu. Nanti saja. Ada kenikmatan erotis tersendiri untuk  menahan sperma yang masih mencemari tubuhku. Kuantarkan Basri ke pintu.  Dia harus cepat pergi dari rumahku. Saat telah siap semuanya, aku  mendekat dan memagutnya dalam-dalam. Sesaat kami saling bertukar ludah  dan lidah.  "Mas Basri, ntar kita cari waktu lagi, ya. Aku ingin dientot terus  menerus sama Mas Basri. Kontolmu ini sangat membuatku mabuk. Aku masih  belum puas". 
  ****** Basri yang masih kugenggam langsung berdiri kembali. Aku tahu,  kalau saja kutahan dia, Basri akan dengan senang hati tinggal. Mungkin  sampai pagi. Tetapi kubimbing saja dia ke pintu, karena dia memang harus  pergi dari rumahku sekarang. Tepat pada pukul 11.10 Kijang Basri sudah  meninggalkan rumahku. Aku tidak langsung mematikan lampu-lampu. Bahkan  aku masih sempat berjalan-jalan di taman rumahku, seakan-akan  memperhatikan tanaman-tanaman bungaku yang memang setiap hari kurawat  dengan penuh kecintaan. 
  Tetanggaku, Pak Taslim baru saja lewat bersama anaknya dari warung  sebelah. Setelah pintu halaman kukunci, pada pukul 11.30 malam baru aku  masuk rumah. Pintu utama kututup dan kukunci. Lampu-lampu yang tidak  penting kumatikan. Baru aku menuju peraduan dengan masih menyimpan  sperma Basri dalam nonokku dan sebagian sperma kering yang masih  belepotan di sekitar mulutku. Aku nikmati terus agar selalu merasa dekat  dengannya. Selama 2 hari berselingkuh dengan 4 lelaki teman kantor  suamiku, aku baru merasakan bahwa hanya dengan Basrilah aku mendapatkan  keaslian sifatnya. Bayangkan, dengan pendidikannya yang hanya dapat  membuatnya menjadi satpam, dia berani melakukan sesuatu loncatan keluar  jauh dari 'orbit'-nya, dia entoti aku yang merupakan istrinya bossnya di  kantor, Mas Adit.
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Pembantu seksi               Apr 29th 2013, 07:20                                                Aku berusia 37 tahun saat ini, sudah beristeri dan mempunyai 4 orang  anak. Rumahku terletak di pinggiran kota Jakarta yang bisa disebut  sebagai kampung. Orang tuaku tinggal di sebuah perumahan yang cukup  elite tidak jauh dari rumahku. Orang tuaku memang bisa dibilang  berkecukupan, sehingga mereka bisa mempekerjakan pembantu. Nah pembantu  orang tuaku inilah yang menjadi 'pemeran utama' dalam ceritaku ini.
  Bapakku baru dua bulan yang lalu meninggal dunia, jadi sekarang ibuku  tinggal sendiri hanya ditemani Enny, pembantunya yang sudah hampir 4  tahun bekerja disitu. Enny berumur 26 tahun, dia masih belum bersuami.  Wajahnya tidak cantik, bahkan giginya agak tonggos sedikit, walaupun  tidak bisa disebut jelek juga. Tapi yang menarik dari Enny ini adalah  bodynya, seksi sekali. Tinggi kira-kira 164 cm, dengan pinggul yang  bulat dan dada berukuran 36. Kulitnya agak cokelat. Sering sekali aku  memperhatikan kemolekan tubuh pembantu ibuku ini, sambil  membandingkannya dengan tubuh isteriku yang sudah agak mekar.
  Hari itu, karena kurang enak badan, aku pulang dari kantor jam 10.00  WIB, sampai di rumah, kudapati rumahku kosong. Rupanya isteriku pergi,  sedang anak-anakku pasti sedang sekolah semua. Akupun mencoba ke rumah  ibuku, yang hanya berjarak 5 menit berjalan kaki dari rumahku. Biasanya  kalau tidak ada di rumah, isteriku sering main ke rumah ibuku, entah  untuk sekedar ngobrol dengan ibuku atau membantu beliau kalau sedang  sibuk apa saja.
  Sampai di rumah ibuku, ternyata disanapun kosong, cuma ada Enny, sedang memasak. Kutanya Enny, "En, Bu Dewi (nama isteriku) kesini nggak?" "Iya Pak, tadi kesini, tapi terus sama temannya" jawab Enny. "Terus Ibu sepuh (Ibuku) kemana?" Tanyaku lagi. "Tadi dijemput Bu Ina (Adikku) diajak ke sekolah Yogi (keponakanku)" "Oooh" sahutku pendek. "Masak apa En? tanyaku sambil mendekat ke dapur, dan seperti biasa,  mataku langsung melihat tonjolan pinggul dan pantatnya juga dadanya yang  aduhai itu. "Ini Pak, sayur sop" Rupanya dia ngerasa juga kalau aku sedang memperhatikan pantat dan dadanya. "Pak Irwan ngeliatin apa sih" Tanya Enny. Karena selama ini aku sering juga bercanda sama dia, akupun menjawab, "Ngeliatin pantat kamu En. Kok bisa seksi begitu sih En?" "Iiih Bapak, kan Ibu Dewi juga pantatnya gede" "Iya sih, tapi kan lain sama pantat kamu En" "Lain gimana sih Pak?" tanya Enny, sambil matanya melirik kearahku. Aku yakin, saat itu memang Enny sedang memancingku untuk kearah yang lebih hot lagi. Merasa mendapat angin, akupun menjawab lagi, "Iya, kalo Bu Dewi kan cuma menang gede, tapi tepos" "Terus, kalo saya gimana Pak?" Tanyanya sambil melirik genit. Kurang ajar, pikirku. Lirikannya langsung membuat tititku berdiri. Langsung aku berjalan kearahnya, berdiri di belakang Enny yang masih mengaduk ramuan sop itu di kompor. "Kalo kamu kan, pinggulnya gede, bulat dan kayaknya masih kencang", jawabku sambil tanganku meraba pinggulnya. "Idih Bapak, emangnya saya motor bisa kencang" sahut Enny, tapi tidak menolak saat tanganku meraba pinggulnya.
  Mendengar itu, akupun yakin bahwa Enny memang minta aku 'apa-apain'. Akupun maju sehingga tititku yang sudah berdiri dari tadi itu menempel  di pantatnya. Adduuhh, rasanya enak sekali karena Enny memakai rok  berwarna abu-abu (seperti rok anak SMU) yang terbuat dari bahan cukup  tipis. Terasa sekali tititku yang keras itu menempel di belahan pantat  Enny yang, seperti kuduga, memang padat dan kencang. "Apaan nih Pak, kok keras? tanya Enny genit. "Ini namanya sonny En, sodokan nikmat" sahutku. Saat itu, rupanya sop yang dimasak sudah matang. Ennypun mematikan  kompor, dan dia bersandar ke dadaku, sehingga pantatnya terasa menekan  tititku. Aku tidak tahan lagi mendapat sambutan seperti ini, langsung  tanganku ke depan, ku remas kedua buah dadanya. Alamaak, tanganku  bertemu dengan dua bukit yang kenyal dan terasa hangat dibalik kaos dan  branya.
  Saat kuremas, Enny sedikit menggelinjang dan mendesah, "Aaahh, Pak"  sambil kepalanya ditolehkan kebelakang sehingga bibir kami dekat sekali.  Kulihat matanya terpejam menikmati remasanku. Kukecup bibirnya  (walaupun agak terganggu oleh giginya yang sedikit tonggos itu), dia  membalas kecupanku. Tak lama kemudian, kami saling berpagutan, lidah  kami saling belit dalam gelora nafsu kami. TItitku yang tegang  kutekantekankan ke pantatnya, menimbulkan sensasi luar biasa untukku  (kuyakin juga untuk Enny).
  Sekitar lima menit, keturunkan tangan kiriku ke arah pahanya. Tanpa  banyak kesukaran akupun menyentuh CDnya yang ternyata telah sedikit  lembab di bagian memeknya. Kusentuh memeknya dengan lembut dari balik CDnya, dia mengeluh kenikmatan, "Ssshh, aahh, Pak Irwan, paak.. jangan di dapur dong Pak" Dan akupun menarik tangan Enny, kuajak ke kamarnya, di bagian belakang rumah ibuku. Sesampai di kamarnya, Enny langsung memelukku dengan penuh nafsu, "Pak, Enny sudah lama lho pengen ngerasain punya Bapak" "Kok nggak bilang dari dulu En?" tanyaku sambil membuka kaos dan roknya. Dan.. akupun terpana melihat pemandangan menggairahkan di tubuh pembantu ibuku ini.
  Kulitnya memang tidak putih, tapi mulus sekali. Buah dadanya besar tapi  proporsional dengan tubuhnya. Sementara pinggang kecil dan pinggul besar  ditambah bongkahan pantatnya bulat dan padat sekali. Rupanya Enny tidak  mau membuang waktu, diapun segera membuka kancing bajuku satu persatu,  melepaskan bajuku dan segera melepaskan celana panjangku.
  Sekarang kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam saja, dia bra dan  CD, sedangkan aku hanya CD saja. Kami berpelukan, dan kembali lidah kami  berpagut dalam gairah yang lebih besar lagi. Kurasakan kehangatan kulit  tubuh Enny meresap ke kulit tubuhku. Kemudian lidahku turun ke  lehernya, kugigit kecil lehernya, dia menggelinjang sambil mengeluarkan  desahan yang semakin menambah gairahku, "Aahh, Bapak".
  Tanganku melepas kait branya, dan bebaslah kedua buah dada yang indah  itu. Langsung kuciumi, kedua bukit kenyal itu bergantian. Kemudian  kujilati pentil Enny yang berwarna coklat, terasa padat dan kenyal (Beda  sekali dengan buah dada isteriku), lalu kugigit-gigit kecil pentilnya  dan lidahku membuat gerakan memutar disekitar pentilnya yang langsung  mengeras.
  Kurebahkan Enny ditempat tidurnya, dan kulepaskan CDnya. Kembali aku  tertegun melihat keindahan kemaluan Enny yang dimataku saat itu, sangat  indah dan menggairahkan. Bulunya tidak terlalu banyak, tersusun rapi dan  yang paling mencolok adalah kemontokan vagina Enny. Kedua belah bibir  vaginanya sangat tebal, sehingga klitorisnya agak tertutup oleh daging  bibir tersebut. Warnanya kemerahan. "Pak, jangan diliatin aja dong, Enny kan malu" Kata Enny.
  Aku sudah tidak mempunyai daya untuk bicara lagi, melainkan kutundukkan  kepalaku dan bibirkupun menyentuh vagina Enny yang walaupun kakinya  dibuka lebar, tapi tetap terlihat rapat, karena ketebalan bibir  vaginanya itu. Enny menggelinjang, menikmati sentuhan bibirku di  klitnya. Kutarik kepalaku sedikit kebelakang agar bisa melihat vagina  yang sangat indah ini. "Enny, memek kamu indah sekali, sayang" "Pak Irwan suka sama memek Enny? tanya Enny. "Iya sayang, memek kamu indah dan seksi, baunya juga enak" jawabku sambil kembali mencium dan menghirup aroma dari vagina Enny. "Mulai sekarang, memek Enny cuma untuk Pak Irwan" Kata Enny. "Pak Irwan mau kan?" "Siapa sih yang nggak mau memek kayak gini En?" tanyaku sambil menjilatkan lidahku ke vaginanya kembali. Enny terlihat sangat menikmati jilatanku di klitorisnya. Apalagi saat  kugigit klitorisnya dengan lembut, lalu lidahku ku masukkan ke liang  kenikmatannya, dan sesekali kusapukan lidahku ke lubang anusnya. "Oooh, sshshh, aahh.. Pak Irwan, enak sekali Pak. Terusin ya Pak Irwan sayang"
  Sepuluh menit, kulakukan kegiatan ini, sampai dia menekan kepalaku  dengan kuat ke vaginanya, sehingga aku sulit bernafas"Pak Irwan.. aahh,  Enny nggak kuat Pak.. sshh"Kurasakan kedua paha Enny menjepit kepalaku  bersamaan dengan itu, kurasakan vagina Enny menjadi semakin basah. Enny  sudah mencapai orgasme yang pertama. Enny masih menghentak-hentakkan  vaginanya kemulutku, sementara air maninya meleleh keluar dari  vaginanya. Kuhirup cairan kenikmatan Enny sampai kering. Dia terlihat  puas sekali, matanya menatapku dengan penuh rasa terima kasih. Aku  senang sekali melihat dia mencapai kepuasan.
  Tak lama kemudian dia bangkit sambil meraih kemaluanku yang masih  berdiri tegak seperti menantang dunia. Dia memasukkan kemaluanku kedalam  mulutnya, dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Ooouugh, nikmatnya,  ternyata Enny sangat memainkan lidahnya, kurasakan sensasi yang sangat  dahsyat saat giginya yang agak tonggos itu mengenai batang kemaluanku.  Agak sakit tapi justru sangat nikmat. Enny terus mengulum kemaluanku,  yang semakin lama semakin membengkak itu. Tangannya tidak tinggal diam,  dikocoknya batang kemaluanku, sambil lidah dan mulutnya masih terus  mengirimkan getaran-getaran yang menggairahkan di sekujur batang  kemaluanku.
  "Pak Irwan, Enny masukin sekarang ya Pak?" pinta Enny. Aku mengangguk, dan dia langsung berdiri mengangkangiku tepat di atas  kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku, lalu diturunkannya  pantatnya. Di bibir vaginanya, dia menggosok-gosokkan kepala kemaluanku,  yang otomatis menyentuh klitorisnya juga. Kemudian dia arahkan  kemaluanku ke tengah lobang vaginanya. Dia turunkan pantatnya, dan..  slleepp.. sepertiga kemaluanku sudah tertanam di vaginanya. Enny  memejamkan matanya, dan menikmati penetrasi kemaluanku.
  Aku merasakan jepitan yang sangat erat dalam kemaluan Enny. Aku harus  berjuang keras untuk memasukkan seluruh kemaluanku ke dalam kehangatan  dan kelembaban vagina Enny. Ketika kutekan agak keras, Enny sedikit  meringis. Sambil membuka matanya, dia berkata, "Pelan dong Pak Irwan,  sakit nih, tapi enak banget". Dia menggoyangkan pinggulnya  sedikit-sedikit, sampai akhirnya seluruh kemaluanku lenyap ditelan  keindahan vaginanya.
  Kami terdiam dulu, Enny menarik nafas lega setelah seluruh kemaluanku  'ditelan' vaginanya. Dia terlihat konsentrasi, dan tiba-tiba.. aku  merasa kemaluanku seperti disedot oleh suatu tenaga yang tidak terlihat,  tapi sangat terasa dan enaak sekali. Ruaar Biasaa! Kemaluan Enny  menyedot kemaluanku!
  Belum sempat aku berkomentar tentang betapa enaknya vaginanya, Ennypun  mulai membuat gerakan memutar pinggulnya. Mula-mula perlahan, semakin  lama semakin cepat dan lincah gerakan Enny. Waw.. kurasakan kepalaku  hilang, saat dia 'mengulek' kemaluanku di dalam vaginanya. Enny  merebahkan badannya sambil tetap memutar pinggulnya. Buah dadanya  yangbesar menekan dadaku, dan.. astaga.. sedotan vaginanya semakin kuat,  membuat aku hampir tidak bertahan.
  Aku tidak mau orgasme dulu, aku ingin menikmati dulu vagina Enny yang  ternyata ada 'empot ayamnya' ini lebih lama lagi. Maka, kudorong tubuh  Enny ke atas, sambil kusuruh lepas dulu, dengan alasan aku mau ganti  posisi. Padahal aku takut 'kalah' sama dia.
  Lalu kusuruh Enny tidur terlentang, dan langsung kuarahkan kemaluanku ke  vaginanya yang sudah siap menanti 'kekasihnya'. Walaupun masih agak  sempit, tapi karena sudah banyak pelumasnya, lebih mudah kali ini  kemaluanku menerobos lembah kenikmatan Enny.
  Kumainkan pantatku turun naik, sehingga tititku keluar masuk di lorong sempit Enny yang sangat indah itu. Dan, sekali lagi akupun merasakan sedotan yang fantastis dari vagina  Enny. Setelah 15 menit kami melakukan gerakan sinkron yang sangat nikmat  ini, aku mulai merasakan kedutan-kedutan di kepala tititku. "Enny, aku udah nggak kuat nih, mau keluar, sayang", kataku pada Enny. "Iya Pak, Enny juga udah mau keluar lagi nih. Oohh, sshh, aahh.. bareng  ya Pak Irwan.., cepetin dong genjotannya Pak" pinta Enny.
  Akupun mempercepat genjotanku pada lobang vagina Enny yang luar biasa  itu, Enny mengimbanginya dengan 'mengulek' pantatnya dengan gerakan  memutar yang sangat erotis, ditambah dengan sedotan alami didalam  vaginanya. Akhirnya aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi, sambil  mengerang panjang, tubuhku mengejang. "Enny, hh.. hh, aku keluar sayaang" Muncratlah air maniku ke dalam vaginanya. Di saat bersamaan, Enny pun mengejang sambil memeluk erat tubuhku. "Pak Irwaan, Enny juga keluar paakk, sshh, aahh".
  Aku terkulai di atas tubuh Enny. Enny masih memeluk tubuhku dengan erat,  sesekali pantatnya mengejang, masih merasakan kenikmatan yang tidak ada  taranya itu. Nafas kami memburu, keringat tak terhitung lagi banyaknya.  Kami berciuman.
  "Enny, terima kasih yaa, memek kamu enak sekali" Kataku. "Pak Irwan suka memek Enny?" "Suka banget En, abis ada empot ayamnya sih" jawabku sambil mencium bibirnya. Kembali kami berpagutan. "Dibandingin sama Bu Dewi, enakan mana Pak?" pancing Enny. "Jauh lebih enak kamu sayang" Enny tersenyum. "Jadi, Pak Irwan mau lagi dong sama Enny lain kali. Enny sayang sama Pak Irwan" Aku tidak menjawab, hanya tersenyum dan memeluk Enny. Pembantu ibuku yang sekarang jadi kekasih gelapku.
 
 
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Nikmatnya Memek Tetangga               Apr 29th 2013, 07:15                                                Setelah 10thn menjalani rmh tangga dan telah dikaruniai 2 ank, tentunya  kadang timbul kejenuhan dalam rmh tangga, untunglah karna kehidupan kami  yang terbuka, kami dapat mengatasi rasa jenuh itu, termasuk dalam  urusan seks tentunya.
  awal dari segalanya adalah cerita dari istriku saat akan tidur, yang  mengatakan bahwa evi tetangga depan rumah aq ternyata mempunyai suami  yang impoten, aq agak terkejut tidak menyangka sama sekali, karna  dilihat dari postur suaminya yang tinggi tegap rasanya tdk mungkin,  memang yg aku tau mereka telah berumah tangga sekitar 5 tahun tapi blm  dikaruniai seorang anakpun,
  "bener pah, td evi cerita sendiri sm mama" kata istriku seolah menjawab keraguanku, "wah, kasian banget ya mah, jadi dia gak bisa mencapai kepuasan dong mah?" pancingku "iya" sahut istriku singkat
  pikiran aku kembali menerawang ke sosok yg diceritakan istriku, tetangga  depan rumahku yang menurutku sangat cantik dan seksi, aku suka  melihatnya kala pagi dia sedang berolahraga di depan rumahku yang  tentunya di dpn rumahku jg, kebetulan tempat tinggal aku berada di  cluster yang cukup elite, sehingga tidak ada pagar disetiap rumah, dan  jalanan bisa dijadikan tempat olahraga, aku perkirakan tingginya 170an  dan berat mungkin 60an, tinggi dan berisi, kadang saat dia olahraga pagi  aku sering mencuri pandang pahanya yang putih dan mulus karena hanya  mengenakan celana pendek, pinggulnya yg besar sungguh kontras dengan  pinggangnya yang ramping, dan yang sering bikin aku pusing adalah dia  selalu mengenakan kaos tanpa lengan, sehingga saat dia mengangkat tangan  aku dapat melihat tonjolan buah dadanya yg keliatannya begitu padat  bergotang mengikuti gerakan tubuhnya.
  Satu hal lagi yang membuat aku betah memandangnya adalah bulu ketiaknya  yang lebat, ya lebat sekali, aku sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak  mencukur bulu ketiaknya, tapi jujur aja aku justru paling bernafsu saat  melihat bulu ketiaknya yang hitam, kontras dengan tonjoilan buah  dadanya yg sangat putih mulus. tapi ya aku hanya bisa memandang saja  karna bagaimanapun juga dia adalah tetanggaku dan suaminya adalah teman  aku. namun cerita istriku yang mengatakan suaminya impoten jelas membuat  aku menghayal gak karuan, dan entah ide dari mana, aku langsung bicara  ke istriku yang keliatannya sudah mulai pulas. "mah" panggilku pelan "hem" istriku hanya menggunam saja "gimana kalau kita kerjain evi" "hah?" istriku terkejut dan membuka matanya "maksud papa?" Aku agak ragu juga menyampaikannya, tapi karna udah terlanjur juga akhirnya aku ungkapkan juga ke istriku, "ya, kita kerjain evi, sampai dia gak tahan menahan nafsunya" "buat apa? dan gimana caranya?" uber istriku lalu aku uraikan cara2 memancing birahi evi, bisa dengan seolah2 gak  sengaja melihat, nbaik melihat senjata aku atau saat kamu ml, istriku  agak terkejut juga apalagi setelah aku uraikan tujuan akhirnya aku menikmati tubuh evi, dia marah dan tersinggung "papa sudah gila ya, mentang2 mama sudah gak menarik lagi!" ambek istriku tapi untunglah setelah aku beri penjelasan bahwa aku hanya sekedar fun  aja dan aku hanya mengungkapkan saja tanpa bermaksud memaksa mengiyakan  rencanaku, istriku mulai melunak dan akhirnya kata2 yang aku tunggu dari  mulutnya terucap. "oke deh pah, kayanya sih seru juga, tapi inget jangan sampai kecantol, dan jangan ngurangin jatah mama" ancam istriku. aku seneng banget dengernya, aku langsung cium kening istriku. "so pasti  dong mah, lagian selama ini kan mama sendiri yang gak mau tiap hari"  sahutku. "kan lumayan buat ngisi hari kosong saat mama gak mau main" kataku bercanda istriku hanya terdiam cemberut manja.. mungkin juga membenarkan libidoku  yang terlalu tinggi dan libidonya yang cenderung rendah.
  keesokan paginya, kebetulan hari Sabtu , hari libur kerja, setelah  kompromi dgn istriku, kami menjalankan rencana satu, pukul 5.30 pagi  istriku keluar berolahraga dan tentunya bertemu dengan evi, aku  mengintip mereka dari jendela atas rumah aku dengan deg2an, setelah aku  melihat mereka ngobrol serius, aku mulai menjalankan aksiku, aku yakin  istriku sedang membicarakan bahwa aku bernafsu tinggi dan kadang tidak  sanggup melayani, dan sesuai skenario aku harus berjalan di jendela  sehingga mereka melihat aku dalam keadaan telanjang dengan senjata  tegang, dan tidak sulit buatku karena sedari tadi melihat evi  berolahraga saja senjataku sudah menegang kaku, aku buka celana pendekku  hingga telanjang, senjataku berdiri menunjuk langit2, lalu aku berjalan  melewati jendela sambil menyampirkan handuk di pundakku seolah2 mau  mandi, aku yakin mereka melihat dengan jelas karena suasana pagi yang  blm begitu terang kontras dengan keadaan kamarku yang terang benderang.  tapi untuk memastikannya aku balik kembali berpura2 ada yang tertinggal  dan lewat sekali lagi, sesampai dikamar mandiku, aku segera menyiram kepalaku yang panas akibat  birahiku yang naik, hemm segarnya, ternyata siraman air dingin dapat  menetralkan otakku yg panas.
  Setelah mandi aku duduk diteras berteman secangkir kopi dan koran, aku  melihat mereka berdua masih mengobrol. Aku mengangguk ke evi yg  kebetulan melihat aku sbg pertanda menyapa, aku melihat roma merah  diwajahnya, entah apa yg dibicarakan istriku saat itu. Masih dengan peluh bercucuran istriku yg masih keliatan seksi jg  memberikan jari jempolnya ke aku yang sedang asik baca koran, pasti  pertanda bagus pikirku, aku segera menyusul istriku dan menanyakannya "gimana mah?" kejarku istriku cuma mesem aja, " kok jadi papa yg nafsu sih" candanya aku setengah malu juga, akhirnya istriku cerita juga, katanya wajah evi  keliatan horny saat dengar bahwa nafsu aku berlebihan, apalagi pas  melihat aku lewat dengan senjata tegang di jendela, roman mukanya  berubah. "sepertinya evi sangat bernafsu pah" kata istriku. "malah dia bilang mama beruntung punya suami kaya papa, tidak seperti dia yang cuma dipuaskan oleh jari2 suaminya aja" "oh" aku cuma mengangguk setelah tahu begitu, "trus, selanjutnya gimana mah? " pancing aku "yah terserah papa aja, kan papa yg punya rencana" aku terdiam dengan seribu khayalan indah, "ok deh, kita mikir dulu ya mah"
  aku kembali melanjutkan membaca koran yg sempat tertunda, baru saja  duduk aku melihat suami evi berangkat kerja dengan mobilnya dan sempat  menyapaku "pak, lagi santai nih, yuk berangkat pak" sapanya akrab aku menjawab sapaannya dengan tersenyum dan lambaian tangan. "pucuk dicinta ulam tiba" pikirku, ini adalah kesempatan besar, evi di  rumah sendiri, tapi gimana caranya? aku memutar otak, konsentrasiku  tidak pada koran tapi mencari cara untuk memancing gairah evi dan  menyetubuhinya, tapi gimana? gimana? gimana?
  sedang asiknya mikir, tau2 orang yang aku khayalin ada di dpn mataku, "wah, lagi nyantai nih pak, mbak yeni ada pak?" sapanya sambil menyebut nama istriku "eh mbak evi, ada di dalam mbak, masuk aja" jawabku setengah gugup evi melangkah memasuki rumahku, aku cuma memperhatikan pantatnya yang bahenol bergoyang seolah memanggilku untuk meremasnya.
  aku kembali hanyut dengan pikiranku, tapi keberadaan evi di rumahku  jelas membuat aku segera beranjak dari teras dan masuk ke rumah juga,  aku ingin melihat mereka, ternyata mereka sedang asik ngobrol di ruang  tamu, obrolan mereka mendadak terhenti setelah aku masuk, "hayo, pagi2 sudah ngegosip! pasti lagi ngobrolin yg seru2 nih" candaku mereka berdua hanya tersenyum. aku segera masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku, aku menatap langit2  kamar, dan akhirnya mataku tertuju pada jendela kamar yang hordengnya  terbuka, tentunya mereka bisa melihat aku pikirku, karena di kamar  posisinya lebih terang dari diruang tamu, tentunya mereka bisa melihat  aku, meskipun aku tidak bisa melihat mereka mengobrol? reflek aku bangkit dari tempat tidur dan menggeser sofa kesudut yg aku  perkirakan mereka dapat melihat, lalu aku lepas celana pendekku dan  mulai mengocok senjataku, ehmm sungguh nikmat, aku bayangkan evi sedang  melihatku ngocok dan sedang horny, senjataku langsung kaku. tapi tiba2 saja pintu kamarku terbuka, istriku masuk dan langsung menutup kembali pintu kamar. "pa, apa2an sih pagi2 udah ngocok, dari ruang tamu kan kelihatan" ******* istriku "hah?, masa iya? tanyaku pura2 ****. "evi sampai malu dan pulang tuh" cerocosnya lagi, aku hanya terdiam, mendengar evi pulang mendadak gairahku jadi drop, aku kenakan kembali celanaku.
  sampai siang aku sama sekali belum menemukan cara untuk memancingnya,  sampai istriku pergi mau arisan aku cuma rebahan di kamar memikirkan  cara untuk menikmati tubuh evi, " pasti lagi mikirin evi nih, bengong terus, awas ya bertindak sendiri tanpa mama" ancam istriku "mama mau arisan dulu sebentar" aku cuma mengangguk aja, 5 menit setelah istriku pergi, aku terbangun karna di dpn rumah  terdengar suara gaduh, aku keluar dan melihat anakku yg laki bersama  teman2nya ada di teras rumah evi dengan wajah ketakutan, aku segera  menghampirinya, dan ternyata bola yang dimainkan anakku dan teman2nya  mengenai lampu taman rumah evi hingga pecah, aku segera minta maaf ke  evi dan berjanji akan menggantinya, anakku dan teman2nya kusuruh bermain di lapangan yg agak jauh dari rumah, "mbak evi, aku pamit dulu ya, mau beli lampu buat gantiin" pamitku "eh gak usah pak, biar aja, namanya juga anak2, lagian aku ada lampu  bekasnya yg dari developer di gudang, kalau gak keberatan nanti tolong  dipasang yang bekasnya aja" aku lihat memang lampu yang pecah sudah bukan standar dr developer, tapi  otakku jd panas melihat cara bicaranya dengan senyumnya dan membuat aku  horny sendiri. "kalau gitu mbak tolong ambil lampunya, nanti aku pasang" kataku "wah aku gak sampe pak, tolong diambilin didalam" senyumnya. kesempatan datang tanpa direncanakan, aku mengangguk mengikuti  langkahnya, lalu evi menunjukan gudang diatas kamar mandinya, ternyata  dia memanfaatkan ruang kosong diatas kamar mandinya untuk gudang. "wah tinggi mbak, aku gak sampe, mbak ada tangga?" tanyaku "gak ada pak, kalau pake bangku sampe gak" tanyanya "coba aja" kataku evi berjalan ke dapur mengambil bangku, lambaian pinggulnya yang bulat  seolah memanggilku untuk segera menikmatinya, meskipun tertutup rapat,  namun aku bisa membayangkan kenikmatan di dalam dasternya. lamunanku terputus setelah evi menaruh bangku tepat didepanku, aku  segera naik, tapi ternyata tanganku masih tak sampai meraih handle pintu  gudang, "gak sampe mba" kataku aku lihat evi agak kebingungan, "dulu naruhnya gimana mbak? " tanyaku "dulu kan ada tukang yang naruh, mereka punya tangga" "kalau gitu aku pinjem tangga dulu ya mba sama tetangga" aku segera keluar mencari pinjaman tangga, tapi aku sudah merencanakan  hal gila, setelah dapat pinjaman tangga aluminium, aku ke rumah dulu,  aku lepaskan celana dalamku, hingga aku hanya mengenakan celana pendek  berbahan kaos, aku kembali ke rumah evi dgn membawa tangga, akhirnya aku  berhasil mengambil lampunya. dan langsung memasangnya, tapi ternyata  dudukan lampunya berbeda, lampu yang lama lebih besar, aku kembali ke  dalam rumah dan mencari dudukan lampu yg lamanya, tp sudah aku acak2  semua tetapi tidak ketemu jg, aku turun dan memanggil evi, namun aku  sama sekali tak melihatnya atau sahutannya saat kupanggil, "pasti ada  dikamar: pikirku "wah bisa gagal rencanaku memancingnya jika evi dikamar  terus" aku segera menuju kamarnya, namun sebelum mengetuknya niat isengku timbul, aku coba mengintip dari lubang kunci dan ternyata…. aku dapat pemandangan bagus, aku lihat evi sedang telanjang bulat di  atas tempat tidurnya, jari2nya meremas buah dadanya sendiri, sedangkan  tangan yang satunya menggesek2 klitorisnya, aku gemetar menahan nafsu,  senjataku langsung membesar dan mengeras, andai saja tangan aku yang  meremas buah dadanya… sedang asik2nya mengkhayal tiba2 evi berabjak dari  tempat tidurnya dan mengenakan pakaian kembali, mungkin dia inget ada  tamu, aku segera lari dan pura2 mencari kegudang, senjataku yang masih  tegang aku biarkan menonjol jelas di celana pendekku yang tanpa cd. "loh, nyari apalgi pak?" aku lihat muka evi memerah, ia pasti melihat tonjolan besar di celanaku "ini mbak, dudukannya lain dengan lampu yang pecah" aku turun dari  tangga dan menunjukan kepadanya, aku pura2 tidak tahu keadaan celanaku,  evi tampak sedikit resah saat bicara. "jadi gimana ya pak? mesti beli baru dong" suara evi terdengar serak,  mungkin ia menahan nafsu melihat senjataku dibalik celana pendekku,  apalagi dia tadi sedang masturbasi. aku pura2 berfikir, padahal dalam hati aku bersorak karena sudah 60% evi  aku kuasai, tapi bener sih aku lagi mikir, tapi mikir gimana cara  supaya masuk dalam kamarnya dan menikmati tubuhnya yang begitu  sempurna?? "kayanya dulu ada pak. coba aku yang cari" suara evi mengagetkan  lamunanku, lalu ia menaiki tangga, dan sepertinya evi sengaja  memancingku, aku dibawah jelas melihat paha gempalnya yang putih mulus  tak bercela, dan ternyata evi sama sekali tidak mengenakan celana dalam,  tapi sepertinya evi cuek aja, semakin lama diatas aku semakin tak  tahan, senjataku sudah basah oleh pelumas pertanda siap melaksanakan  tugasnya, setelah beberapa menit mencari dan tidak ada juga, evi turun dari  tangga, tapi naas buat dia ( Atau malah sengaja : ia tergelincir dari  anak tangga pertama, tidak tinggi tapi lumayan membuatbya hilang  keseimbangan, aku reflek menangkap tubuhnya dan memeluknya dari  belakang, hemmm sungguh nikmat sekali, meskipun masih terhalang celana  dalam ku dan dasternya tapi senjataku dapat merasakan kenyalnya pantat  evi, dan aku yakin evi pun merasakan denyutan hangat dipantatnya,  "makasih pak" evi tersipu malu dan akupun berkata maaf berbarengan dgn  ucapan makasihnya "gak papa kok, tapi kok tadi seperti ada yg ngeganjel dipantatku ya"?"  sepertinya evi mulai berani, akupun membalasnya dgn gurauan, "oh itu pertanda senjata siap melaksanakan tugas" "tugas apa nih?" evi semakin terpancing aku pun sudah lupa janji dgn istriku yang ga boleh bertindak tanpa sepengetahuannya, aku sudah dikuasai nafsu "tugas ini mbak!" kataku langsung merangkulnya dalam pelukanku aku langsung melumat bibirnya dengan nafsu ternyata evipun dengan buas  melumat bibirku juga, mungkin iapun menunggu keberanianku, ciuman kami  panas membara, lidah kami saling melilit seperti ular, tangan evi  langsung meremas senjataku, mungkin baru ini dia melihat senjata yang  tegang sehingga evi begitu liar meremasnya, aku balas meremas buah  dadanya yang negitu kenyal, meskipun dari luar ali bisa pastiin bahwa  evi tidak mengenakn bra, putingnya langsung mencuat, aku pilin pelan  putingnya, tanganku yang satu meremas bongkahan pantatnya yang mulus,  cumbuan kami semakin panas bergelora tapi tiba2 "sebentar mas!" evi berlari ke depan ternyata ia mengunci pintu depan,  aku cuma melongo dipanggil dengan mas yang menunjukan keakraban "sini mas!" ia memanggilku masuk kekamarnya aku segera berlari kecil menuju kamarnya, evi langsung melepas  dasternya, dia bugil tanpa sehelai benangpun di depan mataku. sungguh  keindahan yang benar2 luar biasa, aku terpana sejenak melihat putih  mulusnya badan evi. bulu kemaluannya yang lebat menghitam kontras dengan  kulitnya yg bersih. lekuk pinggangnya sungguh indah. tapi hanya sekejab saja aku terpana, aku langsung melepas kaos dan  celana pendekku, senjataku yang dari tadi mengeras menunjuk keatas, tapi  ternyata aku kalah buas dengan evi. dia langsung berjongkok di depanku  yang masih berdiri dan melumat senjataku dengan rakusnya, lidahnya yang lembut terasa hangat menggelitik penisku, mataku terpejam  menikmati cumbuannya, sungguh benar2 liar, mungkin karna evi selama ini  tidak pernah melihat senjata yang kaku dan keras, kadang ia mengocoknya  dengan cepat, aliran kenikmatan menjalari seluruh tubuhku, aku segera  menariknya keatas, lalu mencium bibirnya, nafasnya yang terasa wangi  memompa semangatku untuk terus melumat bibirnya, aku dorong tubuhnya  yang aduhai ke ranjangnya, aku mulai mengeluarkan jurusku, lidahku kini  mejalari lehernya yang jenjang dan putih, tanganku aktif meremas2 buah  dadanya lembut, putingnya yang masih kecil dan agak memerah aku pillin2,  kini dari mataku hanya berjarak sekian cm ke bulu ketiaknya yang begitu  lebat, aku hirup aromanya yang khas, sungguh wangi. lidahku mulai  menjalar ke ketiak dan melingkari buah dadanya yang benar2 kenyal, dan saat lidahku yang hangat melumat putingnya evi semakin mendesah tak  karuan, rambutku habis dijambaknya, kepalaku terus ditekan ke buah  dadanya. aku semakin semangat, tidak ada sejengkal tubuh evi yang luput  dari sapuan lidahku, bahkan pinggul pantat dan pahanya juga, apalagi  saat lidahku sampai di kemaluannya yang berbulu lebat, setelah bersusah  payah meminggirkan bulunya yang lebat, lidahku sampai juga ke  klitorisnya, kemaluannya sudah basah, aku lumat klitnya dengan lembut,  evi semakin hanyut, tangannya meremas sprey pertanda menahan nikmat yang  aku berikan, lidahku kini masuk ke dalam lubang kemaluannya, aku  semakin asik dengan aroma kewanitaan evi yang begitu wangi dan menambah  birahiku, tapi sedang asik2nya aku mencumbu vaginanya, evi tiba2 bangun dan  langsung mendorongku terlentang, lalu dengan sekali sentakan pantatnya  yang bulat dan mulus langsung berada diatas perutku, tangannya langsung  menuntun senjataku, lalu perlahan pantatnya turun, kepala kemaluanku  mulai menyeruak masuk kedalam kemaluannya yang basah, namun meskipun  basah aku merasakan jepitan kemaluannya sangat ketat. mungkin karna  selama ini hanya jari saja yang masuk kedalam vaginanya, centi demi centi senjataku memasuki vaginanya berbarengan dengan pantat  evi yang turun, sampai akhirnya aku merasakan seluruh batang senjataku  tertanam dalam vaginanya, sungguh pengalaman indah, aku merasakan nikmat  yang luar biasa dengan ketatnya vaginanya meremas otot2 senjataku, evi  terdiam sejenak menikmati penuhnya senjataku dalam kemaluannya, tapi tak  lama, pantatnya yang bahenl dan mulus nulaik bergoyang, kadang ke depan  ke belakang, kadang keatas ke bawah, peluh sudah bercucuran di tubuh  kami, tanganku tidak tinggal diam memberikan rangsangan pada dua buah  dadanya yang besar, dan goyangan pinggul evi semakin lama semakin cepat  dan tak beraturan, senjataku seperti diurut dengan lembut, aku mencoba  menahan ejakulasiku sekuat mungkin, dan tak lama berselang, aku  merasakan denyutan2 vagina evi di batang senjataku semakin menguat dan  akhirnya evi berteriak keras melepas orgasmenya, giginya menancap keras  dibahuku… evi orgasme, aku merasakan hangat di batang senjataku, akhirnya tubuhnya  yang sintal terlungkup diatas tubuhku, senjataku masih terbenam didalam  kemaluannya, aku biarkan dia sejenak menikmati sisa2 orgasmenya setelah beberapa menit aku berbisik ditelinganya, "mba, langsung lanjut ya? aku tanggung nih" evi tersenyum dan bangkit dari atas tubuhku, ia duduk dipinggir ranjang,  "makasih ya mas, baru kali ini aku mengalami orgasme yang luar biasa"  ia kembali melumat bibirku.aku yang masih terlentang menerima cumbuan  evi yang semakin liar, benar2 liar, seluruh tubuhku dijilatin dengan  rakusnya, bahkan lidahnya yang nakal menyedot dan menjilat putingku,  sungguh nikmat, aliran daraku seperti mengalir dengan cepat, akhirnya  aku ambil kendali, dengan gaya konvensional aku kemabli memasukkan  senjataku dalam kemaluannya, sudah agak mudah tapi tetap masih ketat  menjepit senjataku, pantatku bergerak turun naik, sambil lidahku  mengisap buah dadanya bergantian, aku liat wajah evi yang cantik memerah  pertanda birahinya kembali naik, aku atur tempo permainan, aku ingin  sebisa mungkin memberikan kepuasan lebih kepadanya, entah sudah berapa  gaya yang aku lakukan, dan entah sudah berapa kali evi orgasme, aku tdk  menghitungnya, aku hanya inget terakhir aku oake gaya doggy yang benar2  luar biasa, pantatnya yang besar memberikan sensasi tersendiri saat aku  menggerakkan senjataku keluar masuk. dan memang aku benar2 tak sanggup lagi menahan spermaku saat doggy, aku  pacu sekencang mungkin, pantat evi yang kenyal bergoyang seirama dengan  hentakanku, tapi aku masih ingat satu kesadaran "mbak diluar atau didalam?" tanyaku parau terbawa nafsu sambil terus memompa senjataku evipun menjawab dengan serak akibat nafsunya " Didalam aja mas, aku lagi gak subur" dan tak perlu waktu lama, selang beberapa detik setelah evi menjawab aku  hentakan keras senjataku dalam vaginanya, seluruh tubuhku meregang  kaku, aliran kenikmatan menuju penisku dan memeuntahkan laharnya dalam  vagina evi, ada sekitar sepuluh kedutan nikmat aku tumpahkan kedalam  vaginanya, sementara evi aku lihat menggigit sprey dihadapannya, mungkin  iapun mengalami orgasme yg kesekian kalinya.
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Malam yg Enak               Apr 29th 2013, 07:14                                                Beberapa tahun yg lepas, aku ada berkenalan dgn seorang janda beranak  satu yang berumur lebih kurang 30 tahun dan pada waktu itu aku berumur  kurang 5 tahun daripadanya. Janda tersebut aku gelarkan sebagai Ana  sahaja dan beliau berasal dari negeri Cik Siti Wan Kembang. Kami berdua  telah berkenalan lebih kurang 3 bulan dan aku amat tertarik dengan  penampilan Ana. Dia mengusahakan sebuah saloon kecantikan dan tinggal  berseorangan di sebuah apartment di kawasan Lembah Kelang. Tinggi Ana ni  hampir sama dgn aku (lebih kurang separas telinga aku yang mempunyai  ketinggian 170cm). Kulitnya putih, berbadan kurus lansing dengan  punggung sedikit tonggek dan tetek yang mekar sederhana besar. Ana  berambut hitam lebat dan lurus melepasi sedikit paras bahu. Pendek kata,  walau apa jenis pakaian yg dia pakai pasti benar-benar membuatkan aku  stim gila, cuma selama itu aku ni tak berapa berani nak ayat seks dengan  dia walaupun dia ni jenis yang betul2 sporting dan open minded.
  Satu malam Sabtu, Ana menelefon aku untuk meminta pertolongan aku  membaiki lampu dapurnya yang terbakar. Aku berjanji dengan Ana yang aku  akan ke apartmentnya pada keesokan paginya kerana malam tersebut aku ada  urusan lain dan Ana bersetuju. Esoknya, aku pun pergi ke apartmentnya  bersendirian. Sampai di rumah Ana tepat pukul 9:00 pagi, begitu  bersemangat aku ketika itu. Aku disambut Ana yang berpakaian kebaya  ketat dgn mesra. Keanggunan Ana pada pagi itu benar2 terserlah dengan  bau aroma yang enak dicium dan mekap nipis beserta bibir yang bergincu  merah yang menaikkan lagi seri wajahnya. Pagi itu Ana benar2 menyeksa  nafsu berahi aku terhadapnya selama ini. Mata aku tak lepas daripada  menatap Ana yang menyambut aku ketika itu, dari hujung rambut hingga ke  hujung kaki aku menatapnya. Aku sedikit tertegun bila mata aku menatap  bahagian dada Ana yang benar2 menonjol di sebalik kebaya ketat yang  dipakainya. Sebahagian dadanya yang putih jelas kelihatan.
  "Hei Razlan, mata tu jaga2 sikit, nanti Ana cucuk…… buta." Ana menegur  aku kerana melihat aku terpegun lama menatap dadanya. "Oppps sori Ana,  asyik sangat tadi." Jawab aku selamba. "Gatal….." sambut Ana sambil  mencubit manja lengan aku. Aduhhhhh….. lembut sungguh jari Ana apabila  mencubit lengan aku. "Jom masuk, Ana dan belikan lampu yang baru, Razlan  tolong tukarkan aje. Tinggi sangat la lampu tu, Ana tak berani nak  memanjat sangat," kata Ana sambil mengunci pintu selepas aku masuk ke  dalam apartmentnya.
  Ana berjalan terus ke dapur sementara aku mengekorinya dari belakang.  Sambil berjalan mata aku asyik menatapi lenggok punggung Ana yang  berbuai lembut dan mengairahkan. Rasa2 macam nak terkam terus ke  punggungnya dan terus tekapkan muka aku kat situ.
  Kemudian aku memanjat kerusi dan menukarkan lampu dapurnya sambil  berbual2 dangan Ana perkara biasa. Sambil berbual tu mata aku tak henti2  menjeling ke arah dada Ana yang benar2 membuatkan batang kote aku rasa  tak tentu arah. Sengaja aku lengah2kan kerja menggantikan lampu  dapurnya. Sambil itu aku rasa Ana perasan apa yang aku perhatikan pada  dirinya dan aku lihat Ana seperti tidak kisah sangat dengan perlakuan  aku itu. Sebabnya ialah aku lihat Ana hanya tersenyum kepada aku setiap  kali aku cuba berpaling ke arah lain bila dia memandang aku.
  Selesai menggantikan lampu dapurnya, Ana mempersilakan aku ke ruang tamu  untuk menonton TV sementara Ana membuatkan minuman. Aku duduk di atas  sofa ruang tamunya sementara menunggu Ana. Jam pada ketika menunjukkan  baru pukul 9:30 pagi. Seketika kemudian, Ana datang ke ruang tamu sambil  membawa hidangan air.
  "Eh! buat susah2 pulak Ana," kata aku kepada Ana. "Ala tak apa, teh  bujang je. Buat sedapkan tekak sambil menonton," jawab Ana seraya  menghidangkan hidangan air di atas meja kecil di hadapan aku.
  Ketika itu Ana membongkokkan badannya untuk menghidangkan air dan  kesempatan itu aku gunakan untuk mengintai lurah dadanya. Ana dengan  selamba membiarkan sahaja dadanya terdedah untuk aku tatapi dengan  senang. Keputihan dan kehalusan kulit Ana ditambah dengan sebahagian bra  berwarna hitam yang dipakainya dan rambut yang terurai lembut benar2  membuatkan aku menjadi tidak keruan. Ana bangun selepas menghidangkan  minuman sambil tersenyum ke arah aku. Kemudian Ana terus sahaja duduk  betul2 bersebelahan kiri aku.
  "Razlan ni betul2 nakal la……….. tak habis2 renung Ana," kata Ana sambi  mencubit peha aku yang sedar apa yang aku perhatikan selama waktu itu.  "Ala…….. sikit2 je, bukan boleh luak pun," jawab aku pula.
  Kemudian kami berdua tertawa gembira. Ketawa yang membawa makna amat  besar buat aku. Kami berdua menyambung semula perbualan kami sambil TV  terus menayangkan cerita yang langsung aku tak ambil pusing. Daripada  perbualan biasa sehingga membawa kepada cerita yang sikit2 berbaur seks.  Ana benar2 sporting pada pagi itu dan itulah yang membuatkan kami  berdua bertambah seronok berbual. Sambil itu juga beberapa kali tangan  Ana mencubit manja peha aku.
  Seketika kemudian kami berdua terdiam dan jam ketika itu sudah  menunjukkan pukul 10:30 pagi. Tak sedar aku masa berlalu begitu pantas.  "Rileks la dulu Lan, balik awal2 pun bukan ada apa kat rumah," kata Ana  yang perasan aku memerhatikan jam dinding ruang tamunya. Sememangnya  itulah kata2 yang aku nak dengar dari mulut Ana. "Kalau boleh Lan memang  tak nak balik, nak tinggal di sini dengan Ana," selorohku bersahaja.  Ana hanya tersenyum manja sambil sekali lagi mencubit manja peha aku.  Ini petanda baik, kata hati aku.
  Aku mengiringkan sedikit badanku menghadap Ana yang masih berada benar2  hampir di sisi kiri aku. Ana memandang ke arah aku dan ketika itu mata  kami berdua bertentangan. Ana tetap terus tersenyum manja ke arah aku  dan aku membalas kembali senyumannya itu. Aku beranikan diri menaikkan  tangan kiriku ke atas bahunya sambil memain2kan rambut Ana. Ana  membiarkan sahaja perlakuan aku itu. Oleh kerana itu, aku terus  memberanikan tangan kanan aku untuk mengambil tangan kanannya sambil  terus mengelus2 manja jari-jemari Ana. Ana tetap sporting dan tetap  terus tersenyum tanda dia bersetuju dengan perlakuanku itu.
  Kini aku benar2 merasakan bahawa peluang untuk aku menikmati hubungan  seks dengan wanita idaman aku ini sudah benar2 terbuka, cuma aku sahaja  yang perlu pandai memulakan. Aku beranikan diri dengan berkata, "Ana,  Razlan nak mintak satu perkara sikit dengan Ana boleh tak?" Tanya aku  kepada Ana. Ana mengiringkan sedikit badannya ke arah aku dan ini  membuatkan muka kami berdua terus hampir berhadapan antara satu sama  lain. "Mintak la, kalau boleh Ana penuhi, Ana akan penuhi, kalau tak,  tak dapatlah," jawab Ana penuh manja sambil dia terus membiarkan  jari-jemarinya dielus2 oleh aku. "Tapi Ana kena janji tak marah Razlan  OK," balas aku semula. "Emmmm……. takkan Ana nak marah kot," jawab Ana  bertambah manja. Bibir ghairah Ana yang disapu nipis dengan lipstick  merah pagi itu benar2 membuatkan gelora nafsu seks aku ketika itu betul2  tak tertahan lagi.
  "Razlan nak mintak cium Ana boleh tak?" Tanya aku perlahan tapi dengan  penuh pengharapan. Ana tetap terus tersenyum sambil memandang tepat ke  arah aku dan berkata, "Razlan nak cium kat mana?" "Kat mana2 saja yang  Ana benarkan," jawab aku pula. Aku dapat rasakan kini jari-jemari Ana  mula memberi respon yang baik dengan elusan2 manja yang aku lakukan pada  jari-jemarinya. "Kalau Ana izinkan, kat mana yang Razlan nak cium  dulu?" Tanya Ana kembali kepada aku. Aku benar2 yakin kini akan dapat  menikmati batang tubuh Ana pagi itu sambil berkata selamba, "Kalau Ana  izinkan, setiap inci batang tubuh Ana Lan nak cium. Dari luar hingga ke  dalam dan dari hujung rambut hingga ke hujung kaki." "Auwww….. ganas la  Lan ni, ngeri Ana," jawab Ana tertawa sambil tangan kirinya menampar  manja lengan kanan aku.
  Ketika itu, tangan kiri aku masih lagi aktif membelai2 rambut Ana yang aku lihat sudah mula menampakkan keresahannya. "Macamana Ana, boleh ke?" Tanya aku kembali setelah Ana tidak menjawab  soalan aku tadi. Ana tetap terus tersenyum ke arah aku tanda dia  memberikan respon yang baik untuk aku meneruskan tindakan aku.
  Perlahan2 aku merapatkan muka aku ke arah mukanya. Perlahan2 juga aku  merapatkan bibir aku ke arah bibir ghairah Ana dan Ana hanya membiarkan  sahaja perlakuan aku itu. Bibir kami mula bertaut rapat buat beberapa  ketika. Kemudian aku melepaskan tautan bibir tu dan ketika itu aku lihat  Ana mula mendesah sedikit kekecewaan. Aku lihat Ana masih membiarkan  bibirnya bersedia untuk aku nikmati sambil matanya sedikit terpejam  keenakan.
  Sekali lagi aku terus mencium bibir ghairah Ana dan kali ini aku  menjulurkan sedikit lidahku ke dalam mulutnya yang sengaja dibiarkan  terbuka. Aku memain2kan lidahku di dalam mulut Ana, berpusing2 lidah aku  menjilat segala apa yang mampu tercapai oleh lidahku di dalam mulut  Ana. Ana pula terus merelakan kenakalan lidah aku itu sambil tangan  kirinya kini mula merangkul kuat ke arah leher aku. Mulut kami masih  bertaut rapat dan setelah respon baik diberikan Ana tangan kiriku yang  sedari tadi membelai2 rambut Ana terus kuat merangkul lehernya. Kini  kami berdua sudah benar2 tenggelam dalam titik awal permainan seks yang  aku rasakan kami berdua memang idam2kan.
  Setelah puas aku memainkan lidahku di dalam mulut Ana, aku cuba menarik  mulutku daripada terus mencium Ana. Namun, dengan rangkulan kuat tangan  kirinya, membuatkan aku tidak berdaya untuk menariknya kembali ditambah  pula kini Ana mengambil alih peranan lidah aku tadi. Kini Ana pula aktif  memainkan lidahnya di dalam mulut aku. Aku benar2 asyik dilayan  sebegitu rupa oleh Ana. Air liur kami kini sudah mula dinikmati pasangan  masing2.
  Setelah beberapa lama kemudian, kami menarik kembali mulut kami. Ana  menampakkan wajah ayunya yang kini benar2 mengharapkan aksi2 seks  seterusnya daripada aku. Aku tersenyum riang kepada Ana. Ana membalas  kembali senyumanku itu seraya merengek manja, "Tak cukup setakat tu  Razlan…..." Aku yang mendengar kata2 mengharap Ana itu faham apa yang  harus aku lakukan untuk memenuhi kegersangan seorang janda cantik  seperti Ana.
  Tangan kiri aku yang sedari tadi merangkul leher Ana kini aku lepaskan  dan mula merangkul pinggang Ana pula. Genggaman jari-jemari kami berdua  tadi turut aku lepaskan dan kini mengiringi tangan kiriku dengan  merangkul pinggang Ana. Aku tegakkan badan kami berdua dan aku terus  memeluk rapat batang tubuh Ana yang hangat dan perlukan tuntutan seks  itu. Ana yang kelihatan seronok dengan layanan aku mula menggunakan  kedua2 tangannya untuk merangkul kuat leher aku. Kini sebelah kaki kami  memijak lantai dan sebelah lagi berlipat di atas sofa.
  Kini tubuh kami berdua mula bersatu dan tetek yang sedari awal tadi  asyik aku perhatikan sudah mula melekap mesra di dada aku. Alangkah enak  rasanya bila dapat menikmati tetek mengkal Ana yang melekap rapat ke  dada aku. Ana tersenyum melihat aku sambil terus merelakan segala  perlakuan aku itu. Aku menatap wajah ayu Ana buat seketika sambil  mencium kening kiri dan kanan Ana. "Ana terlalu cantik hari ni," puji  aku kepada Ana. Sememangnya aku memang gemar memuji mana2 perempuan yang  berhubungan seks dengan aku kerana itulah satu2nya cara untuk aku  menghargai pengorbanan mereka kepada aku dan aku sukakan suasana  romantik seperti itu sebab aku rasa dengan cara itu aku akan dapat terus  menikmati seks dengan perempuan yang berkenaan.
  "Terima kasih Razlan," jawab Ana sambil terus mempamerkan matanya yang  sedikit terpejam nikmat itu. Aku terus melakukan aksi seperti awal tadi  iaitu bercium mulut dan bermain2 lidah. Sudah tiada halangan lagi di  antara kami berdua untuk aksi2 seperti itu. Kami bergilir2 memainkan  peranan lidah masing2. Setelah lama begitu, aku menarik mulutku daripada  bertaut dengan mulut Ana dan kini bibir dan lidahku mula memainkan  peranan di sekitar batang leher Ana. Kedua2 tangan aku yang dari tadi  kuat merangkul pinggang Ana mula bermain2 dan meramas2 punggung gebu  Ana. Saat itu nafas Ana sudah mula kencang tanda kesedapan dan batang  tubuhnya melenting2 kenikmatan sementara rengekan2 serta erangan2nya  mula berterusan.
  Aku mahu Ana terus berkeadaan seperti itu sebab sememangnya aku cukup  bahagia bila dapat mendengarkan erangan2 dan rengekan2 nikmat seorang  perempuan. Maka oleh sebab itu, lidah dan bibir aku tidak putus2  melingkari seluruh batang leher Ana yang jinjang itu. Sekali sekala  tangan kiri dan kanan aku bergilir2 menepuk manja punggung Ana. "Auw………"  jerit Ana kesedapan setiap kali aku menepuk punggungnya. Itulah yang  membuatkan aku semakin ghairah terhadap Ana.
  Setelah beberapa lama berkeadaan begitu, aku naikkan kedua2 tangan aku  ke arah tetek Ana yang kini berombak amat kencang. Sambil mulutku masih  terus berkeliaran di batang leher Ana, kedua2 tangan aku pula kini  perlahan2 merayap di bahagian tetek Ana. Ana terus merangkul kuat leher  aku tanda dia setuju dengan tindakan kedua2 tanganku itu. Perlahan2 juga  kedua2 tangan aku itu meramas2 mesra kedua2 tetek Ana yang terpacak  mengkal di dadanya itu. Masih lagi gebu, masih lagi mekar dan masih lagi  segar tetek Ana yang dapat aku rasakan di sebalik kebaya dan bra hitam  yang dipakainya. Aku benar2 geram dengan tetek Ana ketika dan itulah  yang membuatkan ramasan2 dan genggaman2 tangan aku ke atas teteknya  bertambah hebat.
  Sambil itu aku kembalikan semula bibir dan lidahku ke arah bibir dan  lidah Ana yang terus disambut rakus oleh Ana. Kesedapan yang sedang  dirasai Ana ketika itu membuatkan dia menyambut sedikit ganas mulut aku.  Sekali lagi mulut kami bermain2 nikmat sambil tetek Ana terus menjadi  mangsa ramasan2 geram tangan aku. Kemudian itu Ana melepaskan mulutnya daripada mulut aku sambil berkata  penuh manja, "Razlan, kita masuk ke bilik Ana ye, kat sini tak berapa  selesa la." "OK Ana, mana saja yang Ana mahu, Lan turutkan Sayang,"  jawab aku yang seperti orang mengantuk disorongkan bantal. Ana mencapai  tangan aku lalu memimpin aku terus masuk ke dalam bilik tidurnya.
  Sampai di dalam bilik tidurnya, aku dapati Ana sememangnya sudah  merancang segalanya untuk kami berdua. Dengan katil kelaminnya yang  rapi, penghawa dingin yang sudah tersedia terpasang dan langsir yang  ditutup untuk hanya membenarkan cahaya matahari pagi menyinar suram ke  dalam biliknya, benar2 mengambarkan kepada aku yang Ana memang  mendambakan layanan seks dari seorang lelaki seperti aku dan aku rasa  amat bertuah kerana dipilih oleh Ana.
  "Semuanya untuk kita berdua pagi ini Razlan," kata Ana manja sambil  terus merangkul leher dan merapatkan badannya kepada aku. "Ana perlukan  seorang lelaki seperti Razlan hari ini, temankan Ana sepanjang hari ni  ye Razlan. Ana relakan segala2nya untuk Razlan." Begitulah bunyi pujuk  rayu yang penuh kemanjaan dan pengharapan Ana kepada aku ketika itu.  "Razlan akan buat apa saja untuk penuhi kehendak Ana bukan setakat hari  ni, tapi sampai bila2 pun," balasku pula yang sememangnya sudah lama  bersedia untuk meratah batang tubuh Ana.
  Kami berpelukan penuh ghairah ketika itu dan mula bermain kembali  adegan2 mulut seperti tadi. Kini Ana semakin berani memainkan  peranannya. Dilepaskan tangan kirinya lalu diturunkan perlahan2 ke arah  dada aku dan seterusnya pergi ke bahagian koteku yang masih ditutupi  dengan seluar jeans. Perlahan2 jari-jari tangannya itu bermain mesra  dengan batang kote aku dari bahagian luar. Aku merasa nikmat bilamana  jari2 halus dan runcing Ana melakukan begitu kepada kote aku. Kote aku  yang sememangnya sedari awal tadi keras menggila kini rasanya bagai nak  meletup keluar dari sarang yang membungkusinya.
  Aku yang sudah benar2 asyik itu mula merangkul pinggang Ana dengan lebih  kuat lagi dan perlahan2 mengangkat tubuh badannya. Ana sedikit menjerit  bila aku mula mahu mengangkat tubuhnya. Ditarik kembali tangan kirinya  yang bermain2 dengan kote aku tadi lantas kembali merangkul batang leher  aku.
  Perlahan2 aku membawa Ana ke sisi ranjangnya dan perlahan2 juga aku  merebahkan tubuh Ana. Kini kami berdua sudah rebah di atas ranjang  pelayaran seks kami berdua dengan tubuh aku menindih tubuh Ana. Aku  menolak sedikit tubuh Ana lebih ke atas supaya keseluruhan tubuhnya  berada di atas ranjang itu. Kemudian aku bangkit semula di sisi katil  untuk menanggalkan baju dan seluar aku.
  Sambil menanggalkan pakaian aku, aku tetap terus merenung ghairah batang  tubuh Ana yang sudah terlentang menantikan tindakan2 aku seterusnya.  Aku benar2 terhibur dan seronok dengan hidangan ikhlas Ana itu. Nafsu  yang sudah lama bergelora di dalam diri aku telah membuatkan aku sudah  tidak hiraukan apa2 lagi. Akhir sekali seluar dalam aku juga aku  tanggalkan tanpa ada rasa segan silu lagi kepada Ana. Ana yang sedang  berbaring sambil memerhatikan aku dari tadi sedikit terpegun melihatkan  kemantapan batang kote aku. Dengan ukur lilit lebih kurang 3 inci dan  panjang lebih kurang 6 inci benar2 membuatkan Ana menjadi bertambah  tidak keruan.
  Aku renung sepuas2nya Ana yang masih berbaring dari hujung rambut hingga  ke hujung kakinya. Kain yang dipakai Ana terselak luas hingga  menampakkan sebahagian daripada sepasang betis dan peha yang penuh gebu  itu. Aku cuba mengawal kerakusan nafsu seks aku kerana aku mahu  menikmati batang tubuhh Ana sepuas2nya dan supaya Ana juga dapat  menikmati kehebatan perkhidmatan aku.
  Aku yang sudah bertelanjang bulat itu perlahan2 merangkak di atas tubuh  Ana dan dengan selamba Ana mencapai batang kote aku dengan kedua2  tangannya. Ana menyambut aku dengan senyuman penuh bermakna buat aku.  Ana memain2kan jari-jemarinya dengan koteku yang kini sudah terlepas  bebas dan bersedia untuk menyelesaikan tanggungjawabnya. Aku merasa  kegelian dengan permainan Ana itu, namun kenikmatan yang aku rasakan  melebihi segala2nya.
  "Besar dan panjang betul anu Razlan ni, mau menjerit Ana kena tikam  nanti," komen Ana tertawa kecil dan manja sambil matanya tak lepas  memandang ke arah batang kote aku. "Special untuk Ana ni," balas aku  sambil terus mencium bibir ghairah Ana. Aku membelai2 rambut Ana sambil  mencium2 seluruh wajahnya. Aku mencium seluruh wajah Ana bertubu-tubi dengan penuh mesra sambil  tangan kanan aku terus membelai rambut Ana. Tangan kiri aku pula sibuk  meramas-ramas lembut tetek Ana yang masih lengkap berpakaian. Sementara  itu batang kote dan kantung mani aku yang terlepas bebas itu terus  dimain2kan Ana dengan kedua2 belah tangannya.
  Beberapa lama berkeadaan begitu, perlahan2 aku menurunkan tangan kanan  aku untuk membantu tangan kiri aku meramas2 kedua belah tetek Ana.  Kemudian aku sendiri melurutkan badan aku turun ke bahagian dada Ana.  Kini muka aku berada tepat di antara kedua tetek Ana sementara kedua2  tangan Ana yang tadi sibuk bermain2 dengan batang kote dan kantung mani  aku terlepas kerana kedudukan badan aku yang telah aku turunkan dari  badannya.
  Aku benamkan muka aku di celah kedua tetek Ana yang sederhana besar itu  sambil kedua2 tangan aku terus meramas2 teteknya. Tangan Ana yang telah  terlepas bebas tadi merangkul kepala aku dengan kuat sambil Ana terus  mendengus kesedapan. Aku menggesel2kan muka aku ke seluruh bahagian  tetek Ana, dari pangkal hingga ke puncak dan begitulah juga sebaliknya.  Aku tidak terus membuka pakaian Ana kerana aku ingin buat seperti yang  aku hajatkan kepadanya sebentar tadi………. "cium dari luar hingga dalam,  dari hujung rambut hingga hujung kaki."
  Aku merangkak perlahan lagi menuruni tubuh badan Ana sambil kedua2  tangan aku masih tetap meramas2 tetek Ana. Aku menggesel2kan muka aku  dibahagian perut dan pinggang Ana. Ana mengelinjang nikmat bila aku  perlakukan dia seperti itu. Kemudian perlahan2 juga aku menurunkan muka  aku hingga ke celahan kangkangnya. Aku terus sembamkan muka aku ke  bahagian tundun Ana. Ana terus mengelinjang nikmat sambil mulutnya  terus-menerus mengerang2 kesedapan. Kedua2 tangan Ana semakin kuat  meramas2 kepala aku. Aku terus menggesel2kan muka aku di celahan  kangkang Ana sambil terus turun lagi hingga ke kedua2 kakinya.
  "Razlan…………. sedapnya Razlan…." Rengekan berbisik Ana jelas kedengaran  dalam keadaan matanya yang masih terpejam. Kini tugasan luaran yang aku  hajatkan sudah selesai. Tiba pula tugasan dalaman yang sangat2 aku  nantikan sedari tadi. Aku benar2 mahu meleraikan kegersangan Ana pada  pagi ini dan untuk itu aku juga mahu Ana turut sama meleraikan segala  hajat seks aku terhadapnya selama ini.
  Aku merangkak naik kembali hingga muka aku dan muka Ana bertentangan  semula. "Sedap ke Ana.?" Soal aku kepada Ana dengan penuh lembut. "Sedap  Razlan……. teruskan lagi, dah terlalu lama Ana tak dapat permainan macam  ni, tolong Razlan, tolong puaskan Ana, Ana rela buat apa saja untuk  Razlan pagi ni…." rengek Ana dengan penuh mengharap. Lesen besar aku  untuk menikmati batang tubuh Ana ini telah mendapat kelulusan tanpa  sebarang spekulasi lagi dari tuan punya tanah. Aku benar2 gembira ketika itu.
  Kini aku mahu melihat Ana pula bertelanjang bulat tanpa seurat benang  pun. Perlahan2 kedua tangan aku membuka butang baju kebaya Ana satu  persatu. Aku selak baju kebaya Ana hingga kini jelas menampakkan batang  tubuh Ana walaupun belum sepenuhnya lagi. Perut Ana kelihatan masih lagi  kempis, putih bersih dan gebu lagi. Tetek Ana yang masih ditutupi bra  hitamnya menambahkan lagi keinginan aku untuk melihat sepuas2nya isi  yang berada di dalamnya. Aku menjadi asyik dengan pemandangan indah itu.  Ana tersenyum melihatkan perlakuan aku itu tanpa ada sebarang bantahan.  "Seksi Ana," kata aku lembut kepada Ana. "Semuanya untuk Razlan," jawab  Ana.
  Aku memain2kan jari2 tangan aku di sekitar bra hitam Ana. Ana  mengangkatkan sedikit tubuh badannya untuk membantu aku menanggalkan  baju kebayanya. Aku melingkarkan tangan kanan aku ke bahagian belakang  Ana untuk membantu Ana menanggalkan kancing branya. Selesai itu, Ana  tersenyum lagi ke arah aku sambil berkata, "Jangan tunggu lama2 Razlan,  Ana tengah sedap ni." Aku tersenyum ke arah Ana dan faham akan maksudnya  itu.
  Aku melurutkan tali bra yang tersangkut di bahu Ana perlahan2 hingga  melepasi kedua2 belah tangannya. Kini, kedua2 tetek Ana hanya menunggu  masa untuk didedahkan bebas kepada aku dan aku yang sedari tadi mengawal  kerakusan nafsu aku, menarik perlahan2 bra hitam Ana. Ana memandang  kepada aku dengan wajah yang penuh mengharap agar teteknya itu akan  dikerjakan oleh aku. Aku benar2 berahi melihatkan kedua2 belah tetek  yang aku ramas2 dari luaran tadi kini sudah berada bebas sebebasnya  untuk tatapan dan mainan aku. Aku terus terpegun melihatkan keindahan  kedua2 tetek Ana yang masih lagi tegak megah berdiri dan putih bersih  dengan puting teteknya yang kelihatan sedikit kemerah-merahan.
  Perlahan2 aku melekapkan kedua2 tapak tangan aku ke arah kedua2 tetek  Ana. Tetek Ana yang masih mengkal dan sederhana besar itu hanya  cukup-cukup berada di dalam genggaman tangan aku sahaja. Aku sememangnya  amat suka dengan saiz tetek yang seperti ini. Perlahan2 aku menguli dan  meramas2 kedua2 belah tetek Ana sambil jari2 tangan aku menguis2 serta  menggentel2 puting teteknya. Ana semakin kuat mendesah dan mengerang  sambil mata aku tak lepas dari terus menatapi kedua belah tetek Ana yang  selama ini aku idam2kan sangat. Ana mengeliat2 kesedapan diselang seli  pula dengan erangan2 keenakannya. Aku tak sanggup lagi menanti lama untuk mengerjakan tetek Ana yang  sungguh indah menurut pandangan mata aku. Tetek yang tersergam mekar dan  cantik itu sememangnya telah benar2 bersedia untuk membiarkan aku  meratahnya sepuas2 hatiku.
  Aku mula mencium setiap inci kedua tetek Ana dari puncak hingga ke  pangkal, dari pangkal hingga ke puncak, dari kiri ke kanan dan dari  kanan hingga ke kiri. Pendek kata tiada seinci pun kedua2 bahagian tetek  Ana yang terlepas dari ciuman bibir aku. Kemudian aku menggantikan pula  aksi2 tadi dengan jilatan2 lidah aku. Sesekali aku selang selikan  adegan2 itu dengan menggigit geram tetek Ana hingga membuatkan Ana  menjerit kecil kesakitan yang dicampur dengan kenikmatan. Memang betul2  lama aku memainkan aksi2 ciuman dan jilatan di kedua2 bahagian tetek Ana  sehinggakan Ana benar2 tidak keruan aku kerjakan.
  Puas dengan aksi2 tersebut, aku mula memberikan tumpuan ke arah puting  tetek Ana yang indah menawan terpacak di puncak teteknya. Bermula di  sebelah kiri teteknya dahulu, perlahan2 aku memasukkan puting tersebut  ke dalam mulut aku. Aku menyonyot dan menghisap puting tersebut dengan  penuh kelazatan sementara tangan kiri aku sibuk menguli tetek sebelah  kanan Ana. Aku melakukannya lama2 dan ini membuatkan batang tubuh Ana  mengeliat tak henti2 akibat keenakan yang aku berikan kepadanya. Dalam  masa menghisap dan menyonyot puting tetek Ana, lidah aku juga turut sama  memainkan peranannya dengan memainkan hujung puting tersebut perlahan2.
  Puas di sebelah kiri, aku beralih pula ke sebelah tetek kanan Ana. Aku  lakukan perkara yang serupa sambil kini tangan kanan aku pula meramas2  lembut tetek kiri Ana. Aku lihat Ana terus memejamkan matanya sambil  mulutnya sedikit terbuka mengeluarkan rengekan manja yang menandakan  kepada aku yang kini Ana sudah benar2 "melayang" dan membuktikan kepada  aku yang dia benar2 rela dengan segala perlakuan aku. Aku melurutkan tubuh aku ke bahagian perut Ana pula selepas agak lama  dan puas dengan permainan aku terhadap kedua2 tetek Ana yang benar2  memberahikan aku. Aku terus mencium2 dan menjilat2 seluruh perut Ana  hingga ke pinggangnya. Sesekali Ana tertawa kegelian dengan perlakuan  aku itu.
  Kini aku mahu menumpukan pula tumpuan aku ke bahagian kelangkang Ana  yang dapat aku rasakan sedikit kebasahan dengan tangan aku. Aku  menanggalkan perlahan2 kain Ana yang tadi sudah terselak lebar. Aku  campakkan kain Ana ke lantai dan kini aku menatap batang tubuh Ana yang  hanya dilitupi dengan underwear hitamnya.
  Sememangnya Ana adalah seorang perempuan yang benar2 menawan dari segi  luaran dan dalamannya juga. Bukan setakat cantik pada raut wajah dan  bentuk tubuhnya, tapi kecantikan dan kehalusan serta kebersihan kulitnya  benar2 memikat sesiapa sahaja yang dapat melihat Ana dalam keadaan  begitu. Ana masih tetap terus berbaring dalam keadaan mata yang masih  terpejam menantikan dengan penuh rela akan tindakan2 aku seterusnya.
  Perlahan2 aku memainkan jari2 aku di bahagian kelangkangnya. Underwear  Ana aku rasakan telah benar2 basah akibat dari air mazinya. Kini aku  melutut betul di celahan kakinya yang telah aku kangkangkan. Jari2  tangan kiri aku terus bermain2 di sekitar underwear Ana sementara jari2  tangan kanan aku pula mengelus2 lembut ke bahagian pangkal peha hingga  ke hujung kaki kirinya. Ana terus membiarkan saja perlakuan aku itu  sambil matanya tetap terus terpejam keenakan.
  Beberapa ketika kemudian aku menanggalkan underwear Ana dan kini  terpamerlah batang tubuh Ana yang amat2 aku idamkan selama ini tanpa ada  seurat benang pun yang melekat di tubuhnya. Bahagian cipap Ana yang  tembam benar2 bersih dari segala "semak samun" yang telah dicukur rapi  olehnya. Cantik….. sungguh cantik pemandangan itu aku rasakan. Aku tatap  sepuas2nya batang tubuh bogel Ana dalam cahaya matahari yang menyinar  di sebalik langsir biliknya dan menyerlahkan segala keindahan yang ada  di tubuh badan Ana. Sambil itu aku terus merangka strategi2 berikutnya  untuk aku memperlakukan sepuas2 hatiku ke atas tubuh badan Ana.
  Perlahan2 aku merendahkan muka aku tepat ke bahagian cipap Ana yang  telah benar2 becak itu. Aku tenyeh dan geselkan seluruh permukaan muka  aku ke segenap inci cipap Ana hingga habis seluruh muka aku basah oleh  cairan mazi Ana. Ana terus mengeliat dan mendengus kenikmatan. Sambil  itu aku juga geselkan hujung hidungku ke atas biji kelentit Ana yang  timbul kemerah-merahan itu. Aku benar2 melampiaskan segala kegeraman aku  ke atas cipap yang benar2 aku hajatkan itu. Namun begitu aku masih  tetap dapat mengawal kerakusan nafsu aku dengan melakukan segala2nya  penuh teliti, terkawal, terancang dan penuh kemesraan. Aku mahu kami  berdua benar2 'enjoy' dengan adegan2 hangat itu.
  Sebelum aku melepaskan lidahku untuk menjilat segala kelazatan yang  telah sedia terhidang di depan mataku itu, aku mencium2 mesra seluruh  kawasan segitiga emas Ana perlahan2 dan aku lurutkan ciuman2ku itu dari  pangkal peha hingga ke hujung kaki Ana. Bermula dari kaki kirinya,  digantikan dengan kaki kanannya pula. Dari peha hingga ke betis, dari  ciuman hingga jilatan dan dari sedutan hingga gigitan. Semuanya aku  lakukan berselang seli di kedua2 bahagian kaki Ana. Ana semakin tidak  keruan aku lakukan.
  Kemudian aku mula memberikan tumpuanku sepenuhnya ke arah cipap Ana yang  bertambah becak itu. Aku angkat sedikit kedua2 kaki Ana dan dengan  segala kelembutan yang termampu dilakukan, aku kembali mencium mesra  alur cipap Ana dari bawah hingga ke biji kelentitnya. Sambil itu kedua2  tanganku diletakkan di bawah punggung gebu Ana sambil aku meramas2 geram  diselang selikan dengan larian jari2 aku di alur punggungnya. "Ana  terus mengeli
  Aku terus menjilat2 alur cipap Ana sambil menikmati cairan mazi hendak  enaknya. Sambil itu tangan aku yang sedari tadi bermain2 di punggung  gebu Ana diarahkan terus kembali ke kedua2 belah tetek Ana. Sambil terus  menjilat itu, aku meramas2 mesra dan menggentel2 galak puting tetek  Ana. Setelah beberapa lama berkeadaan begitu, Ana mula mendesah semakin  kuat dan badannya juga mengelinjang semakin keras. Kedua2 tangan Ana  mula meramas kuat kain cadar. Aku tahu kini Ana sudah benar2 hampir  mengeluarkan air nikmatnya yang pertama. Aku tetap meneruskan jilatan2  aku dan ramasan2 tangan aku ke atas teteknya. Jilatan2 aku lebih aku  tumpukan di bahagian biji kelentitnya.
  Beberapa ketika kemudian……. "Arghhhhhhhh….. Razlan……. Umphhhhhh….." Ana  menjerit kenikmatan sambil kedua belah pehanya yang hangat mengepit kuat  kepala aku. Air nikmat Ana telah berjaya aku keluarkan dahulu dengan  segala intro pelayaran yang aku lakukan terhadapnya. Kehangatan air  nikmat Ana sedikit sebanyak membasahi muka aku. Aku biarkan sahaja  segalanya itu sambil tangan aku masih tetap aktif meramas2 tetek dan  lidah aku menjilat2 biji kelentit Ana.
  Aku memandang seketika wajah Ana di sebalik pacakan teteknya yang masih  tetap menegak segar di dadanya. Ana masih memejamkan katanya manakala  ombak nafas dadanya mula reda sedikit dari tadi. Aku dapat melihat  sedikit sebanyak nikmat kepuasan yang dinikmati oleh Ana ketika itu.  Namun aku tidak mahu berhenti setakat itu sahaja kerana aku mahu Ana  terus menikmati keistimewaan layanan aku. Aku pasti Ana juga mahu aku  meneruskan lagi permainan ini.
  Tangan aku kini ditarikkan kembali dari bahagian tetek Ana dan aku mula  melipatkan kedua2 belah kaki Ana hingga ke dadanya sambil tangan aku  terus menahan kakinya daripada lurus semula. Kini apa yang terpampang di  depan mataku adalah dua lurah yang aku lihat mengemut2 lembut. Satu  lurah cipap Ana yang telah basah dengan cairan2 yang berbagai dansatu  lagi lurah punggungnya yang beanr2 kecil dan sempit. Tiada sebarang  bantahan dari Ana dan ini meyakinkan lagi aku bahawa Ana benar2 rela  untuk aku memperlakukan apa sahaja ke atas batang tubuhnya.
  Aku mula menjilat2 lubang punggungnya, Ana terus mendesah yang diselang  selikan dengan ketawa2 kecil Ana yang kegelian akibat lubang punggungnya  yang aku jilat. Suara desahan2, erangan2 dan ketawa2 manja Ana itulah  yang menjadikan aku semakin gila untuk melakukan apa sahaja ke atas  batang tubuh Ana. Aku jilat kedua2 lubangnya itu bersilih ganti. Ana  semakin seronok dengan layanan aku itu.
  Kemudian aku membalikkan tubuh Ana supaya dia tertiarap. Ana mengikut  sahaja rentak aku. Seperti tadi, sebelum aku melakukan sesuatu ke atas  'target' aku, aku pasti menatap dahulu apa yang terhidang indah di  hadapan mata aku. Sesungguhnya batang tubuh Ana ini memang benar2  menarik samada di bahagian depan mahupun belakangnya. Punggung Ana yang  sedikit tertonggek di samping pinggangnya yang masih lagi ramping itu  benar2 menawan aku.
  Ana menekapkan mukanya kepada bantal dan aku menyelak sedikit rambut  panjang Ana ke tepi untuk aku membiarkan leher jinjang Ana terdedah. Aku  kembali mencium dan menjilat bahagian belakang batang tubuh Ana bermula  dari kedua2 tumit kakinya membawa hingga ke punggung gebu Ana. Sambil  mencium dan menjilat punggung gebu itu aku menampar2 lembut punggungnya.  Sepertimana tadi Ana kembali mendesah kenikmatan sambil beliau tetap  terus merelakan segala yang aku lakukan.
  Kini ciuman dan jilatan2 aku naik hingga ke leher jinjang Ana dalam  keadaan aku tertiarap di belakang tubuhnya. Kedua2 tangan aku yang masih  aktif dan bebas itu merangkul tubuh hadapan Ana untuk kembali mencari  kedua2 tetek Ana yang masih menjadi objek utama pengulianku. Ana  mengangkatkan sedikit badannya untuk memudahkan lagi kerja2 ramasan dan  pengulian tangan aku serta untuk turut sama menikmati permainan tangan  kasar aku. Sambil itu aku menggesel2kan batang kote aku di celahan alur  punggung Ana. Habis setiap inci batang leher Ana aku cium dan jilat.
  Aku menggunakan sepenuh tenagaku untuk aku mengangkat batang tubuh Ana  sehingga kini kami berdua sudah melutut tegak di atas ranjang itu. Aku  masih lagi membelakangi Ana sementara lidah aku masih tetap aktif  menjelajahi leher jinjang Ana dan kedua2 tanganku pula masih aktif  menguli geram kedua2 tetek segar Ana.
  Beberapa ketika kemudian Ana memusingkan badannya berhadapan dengan aku  sambil terus rakus menangkap mulutku untuk kami memulakan semula  permainan lidah kami. Aku dapat merasakan bahawa Ana benar2 seronok dan  nikmat dengan segala perlakuan aku ke atas batang tubuh bogelnya. Dengan  perasan yang penuh berahi, Ana menolak badan aku lembut meminta supaya  aku berbaring pula.
  Kini aku faham bahawa Ana sudah mula bersedia untuk mengambil alih  aksi2nya pula dan aku yang sememangnya bersedia dengan aksi2 Ana yang  seterusnya merebahkan badanku di atas ranjang empuk itu dengan penuh  kerelaan. Kini di antara kami berdua sudah benar2 hilang segala perasaan  malu terhadap pasangan masing2.
  Dalam keadaan mulut kami masih bertaup rapat, Ana sudah berada di atas  badan aku. Kedua2 tetek Ana yang segar bugar itu kini melekap kuat di  dada aku. Aku mengarahkan kedua2 tangan aku ke arah kedua2 belah  punggung tonggek Ana sambil meramas2 mesra.
  Ana mengangkatkan sedikit badannya untuk menukar tumpuan mulutnya kea  rah tubuh badan yang lain pula. Ana yang sememangnya benar2  berpengalaman itu, mula memainkan aksi2nya perlahan2 sepertimana aku  memperlakukan tubuhnya sebentar tadi. Bermula dari bahagian leher aku,  Ana turun pula ke bahagian dada aku. Habis air liur Ana melekat dan  membasahi seluruh bahagian tubuh aku yang dijelajahi olehnya.
  Sambil menurunkan perlahan2 tubuhnya untuk menjilati dan mencium badan  aku, kedua2 tetek Ana yang penuh gebu itu bergesel2 di badan dan  seterusnya hingga ke hujung batang kote aku. Sesungguhnya aku tahu Ana  memang sengaja melakukan geselan2 itu untuk kesedapan aku.
  Sampai di bahagian perut dan pinggang aku yang kini sedang dijilati  olehnya, Ana menggunakan kedua2 tangannya untuk kembali memainkan semula  telur dan batang kote aku. Jari-jemari lembut Ana yang bermain2 di  bahagian sensitif aku itu benar2 membuatkan aku semakin seronok dan mahu  Ana terus lama dengan aksi2nya memperlakukan tubuh badan aku.
  Beberapa lama kemudian, wajah Ana kini sudah berada tepat di hadapan  batang kote aku. Sambil mengurut2 lembut telur dan batang kote aku, Ana  mencium2 segenap penjuru bahagian sensitif aku itu bertubi2 dengan penuh  lembut dan manja. Ana memandang ke arah muka aku buat seketika sambil  tersenyum ke arah aku lalu bertanya manja, "besarnya Razlan……" Aku  membalas kembali senyuman Ana lantas menjawab lembut, "tapi sedapkan  Sayang…..."
  Aku mengangkatkan sedikit kepala aku untuk memerhatikan wajah cantik dan  lembut Ana bermain di bahagian nikmat aku itu. Dengan bibir yang  mengghairahkan aku, Ana mencium dahulu hujung kepala kote aku. Sedikit  kegelian aku rasakan. Namun kesedapan mengatasi segala2nya. Perlahan2  Ana memasukkan batang kote aku ke dalam mulutnya.
  Kini batang kote aku itu sudah berada separuh di dalam mulut Ana.  Dibiarkan seketika batang aku itu di dalam mulutnya yang hangat sambil  kedua2 tangannya tidak berhenti menurut2 lembut telur dan batang kote  aku. Dalam masa yang sama juga aku merasakan Ana menggunakan lidahnya  untuk menjilat2 seluruh kepala kote aku yang masih separuh terbenam di  dalam mulutnya.
  Dalam keadaan Ana yang terlalu asyik mengulum batang kote aku sambil  matanya yang terpejam menikmati kelazatan aiskrim hidangan aku itu,  rambut panjangnya jatuh lembut membelai2 pangkal daerah sensitif aku.  Aduh………….terlalu indah pemandangan di hadapan mataku itu dan terlalu  nikmat sungguh aku rasakan. Terasa oleh aku betapa romantiknya hubungan  seks kami berdua ketika itu.
  Setelah beberapa lama Ana membiarkan batang kote aku berendam di dalam  mulut hangatnya, Ana memasukkan lagi batang kote aku jauh ke dalam  mulutnya sambil genggaman tangan kanannya mencekak pangkal batang kote  aku sementara jari-jemari tangan kirinya masih lagi menari2 memainkan  telur aku. Terasa oleh aku yang batang kote aku kini sudah sepenuhnya  berada di dalam mulut hangat Ana. Kali ini perlahan2 Ana menyorong tarik  mulutnya menghisap dan mengulum batang kote aku. Ana melakukannya  dengan penuh kelembutan, namun mantap seiring dengan wajahnya yang  cantik dan mengghairahkan itu.
  Terasa seperti mahu meledak sahaja kepala kote aku waktu itu. Ternampak  jelas oleh aku kembang kuncup pipinya menyedut2 batang kote aku. Memang  sukar untuk aku ungkapkan bagaimana enak, nikmat dan seronoknya aku  rasakan apabila Ana memperlakukan aku sebegitu.
  Setelah lama dan puas mengulum batang kote aku, kini Ana beralih pula  melakukan perkara yang serupa terhadap kedua2 biji telur aku. Aku  mengelinjang kenikmatan apabila bibir mungil dan lidah Ana  mempermain2kan telur aku. Habis di situ, Ana melakukan tindakan  terakhirnya dengan mencium dan menjilat semula keseluruhan telur dan  batang kote aku.
  Kemudian Ana perlahan2 mendaki semula batang tubuh aku sehingga dia kini  kembali meniarap di atas badan aku dengan muka kami bertentangan  semula. Kami kembali bercium dan bermain2 lidah semula. Dengan wajah yang penuh  kemanjaan dan rayuan, Ana berkata lembut kepada aku, "Razlan, Ana betul2  tak tahan lagi….. umphhhhh Ana nak main sekarang Razlan….." Aku  tersenyum kepada Ana seraya menganggukkan kepala aku tanda sememangnya  aku memang menanti2kan saat ini.
  Ana mengangkatkan sedikit badannya sambil tangan kirinya di arahkan ke  batang koteku dan tangan kanannya pula bertahan di sebelah kepalaku. Ana  menggenggam batang kote lembut dan dimain2kan kepala koteku di lurah  lubang cipapnya ke atas dan ke bawah. Cipap Ana yang sedari tadi belum  kering daripada cairan mazi telah membasahi kepala kote aku. Aku  membiarkan sahaja apa yang Ana lakukan sambil mata aku tak berkelip  menikmati batang tubuh bogel Ana yang melenting sedikit tanda bersedia  untuk 'menghenjut'. Kedua2 tetek segar Ana yang bebas lepas di hadapan  mataku menambahkan lagi keindahan pemandangan mataku.
  Kemudian dengan berhati2, Ana memimpin batang koteku tepat ke arah  lubang cipapnya yang kurasakan sedang berdenyut2 menantikan tikaman  nikmat batang kote aku. Dengan mata yang terpejam dan mulut yang sedikit  ternganga ghairah, Ana memasukkan batang kote aku perlahan2. Daripada  suku menjadi separuh, separuh menjadi tiga suku dan akhir sekali  keseluruhan batang kote aku terbenam di dalam gua nikmat Ana yang amat2  aku idamkan selama ini.
  Sepertimana Ana menikmati batang kote aku dengan mulutnya sebentar tadi,  begitulah juga Ana melakukannnya kepada batang kote aku di dalam  cipapnya. Direndamkan terlebih dahulu batang kote aku di dalam cipapnya  sambil digelek2kan sedikit punggungnya dengan mesra sekali. Ana kini  sedang membongkok ke arah aku, menundukkan kepala dalam keadaan matanya  yang masih terpejam kesedapan, membiarkan kedua2 tetek segarnya  tergantung indah untuk tatapan mataku, dibiarkan rambut halus lembutnya  jatuh terurai bermain2 di mukaku dan kini masih lagi asyik menggelek2kan  lagi punggungnya sebagai menguli batang kote aku.
  Setelah agak lama begitu, akhirnya Ana mula menyorong tarik cipapnya  perlahan2. Berdenyut2 aku rasakan kepala kote aku dilakukan sebegitu.  Bermula dengan perlahan dan kini Ana melajukan sedikit sorong tariknya.  Desahan2 dan erangan2 keenakan Ana semakin kuat bunyinya. Mulutnya mula  terbuka dan tertutup tiada keruan. Rambutnya yang jatuh terurai di  kedua2 belah pipinya terus membelai2 mukaku dengan keharuman yang  membangkitkan lagi nafsu berahiku. Gantungan kedua2 tetek Ana semakin  bebas berbuai2 di depan mataku. Kedua2 tangan Ana kini sudah bertahan di  kedua2 belah kepala aku. Cairan mazi Ana benar2 membantu adegan sorong  tarik itu dan bunyian yang datang hasil dari becakan2 benar2 menambah  baikkan lagi suasana malam itu.
  Aku yang dari tadi sekadar memerhatikan sahaja keindahan tubuh bogel Ana  tidak mahu berdiam diri lagi. Aku arahkan tangan kanan aku ke arah  tetek kiri Ana sementara tangan kiriku pula ke arah punggungnya. Kedua2  tanganku meramas2 geram di daerah yang telah tetapkan itu sambil Ana  semakin laju menyorong tarik batang koteku ke dalam cipapnya. Melihatkan  Ana semakin laju menghenjut, aku mengangkatkan sedikit kepala aku untuk  mencapai puting tetek kanannya.
  Dengan agak pantas mulut aku mula memainkan peranannya dengan  mengerjakan semahu2nya ke atas tetek Ana yang bebas berbuai itu. Mungkin  kerana aku menambah nikmatkan lagi adegan itu, Ana semakin melajukan  henjutan2nya dan erangan2nya semakin kuat kedengaran. Setelah agak lama begitu, Ana menolak lembut kepala aku supaya berbaring semula sementara Ana mengubah posisi kakinya pula.
  Kalau tadi posisinya berlutut dalam masa menghenjut itu, kini Ana  mencangkung pula. Ombak nafasnya masih lagi keras dan desahan2nya masih  belum berhenti lagi menandakan bahawa Ana masih belum sampai ke  puncaknya lagi. Ana menukar posisinya untuk menghangatkan lagi puncak  kenikmatannya.
  Dalam posisinya yang mencangkung itu, Ana kembali semula menghenjut  seperti tadi, namun kali ini kedua2 tangannya bertahan di atas dada aku  pula. Sambil itu, jari2 tangannya menggentel2 puting dada aku juga.  Tangan kanan aku berubah pula meramas punggung Ana sebelah lagi….  memberi kerjasama kepada tangan kiri aku yang sedari tadi meramas  punggung Ana.
  Aku pula yang semakin seronok dengan henjutan2 Ana itu, mula membantu  Ana mencapai puncak nikmatnya dengan mengangkat2 punggung aku setiap  kali Ana 'menghentak' masuk batang kote aku ke dalam cipapnya. Cairan2  mazi Ana kini benar2 membasahi hampir keseluruhan daerah sensitif kami  berdua.
  Setelah beberapa minit kemudian, "Arghhhhhhh………….. Razlan …………….." Ana  menjerit setelah mencapai puncak kenikmatannya. 'Henjutan2' Ana kini  mula perlahan kembali. Aku dapat merasakan kehangatan air nikmat Ana  turun membasahi sehingga ke telur aku.
  Seketika kemudian Ana berhenti 'menghenjut', membuka matanya perlahan  dan membukakan sedikit mulutnya minta aku menciumnya semula. Aku  angkatkan kepalaku hingga mulutku mencapai mulut Ana. Kami berdua  bercium seketika. Kemudian Ana memandang tersenyum kepada aku……. senyum kepuasan. Nafas  Ana kini mula reda sedikit dari tadi tadi, namun masih belum mahu reda  sepenuhnya lagi. Aku pasti Ana tahu yang aku belum mencapai nikmat  kepuasan lagi dan pastinya beliau sedia untuk memenuhi kepuasan dan  kenikmatan yang aku dambakan dari dirinya selama ini.
  Aku mengangkatkan badan aku sementara Ana masih tetap mencangkung  menghadap aku. Kini kami berdua berhadapan semula dalam keadaan aku  duduk meriba punggung gebu Ana. Buat seketika bibir kami bertaut semula  untuk memainkan semula aksi2 lidah dan bibir kami. Sambil itu aku terus  memeluk kuat pinggang ramping Ana sementara Ana pula merangkul kuat  leher aku dan kakinya bersilang di belakang badan aku.
  Aku menurunkan kedua belah tanganku ke arah punggung Ana sambil  merendahkan sedikit badan aku lalu mengarahkan mulut aku terus ke  bahagian teteknya.
  Dengan segala kekuatan dan tenaga yang aku kumpulkan, aku mengangkat2  punggung Ana untuk kami berdua kembali 'belayar.' Respon Ana cukup baik,  Ana membantu aku meringankan sedikit beban tubuh badannya dengan  membantu aku menghenjut dan menghentakkan batang kote aku ke dalam  cipapnya. Sambil itu mulut dan lidah aku tidak henti2 terus mengerjakan  tetek Ana yang masih lagi bebas berbuai2 di hadapan mataku.
  Setelah beberapa kami 'berdayung' dalam posisi tersebut, anu bersuara  meminta sesuatu dari Ana, "Sayang….. kita main menonggeng pulak ye  Sayang." Ana yang lebih berpengalaman dari aku itu memahami hajat aku.  sambil tersenyum keenakan, Ana mengeluarkan batang kote aku yang sedari  tadi terbenam di dalam lubang cipapnya. Ana mengubah posisi tubuhnya  dengan menonggengkan punggungnya ke arah aku sementara kepalanya  menghadap ke kepala katil.
  Ana yang telah bersedia untuk menerima tujahan2 batang kote aku  kelihatan bertambah mengghairahkan aku dengan posisi yang seperti itu.  Perlahan2 aku mendatangi belakang Ana dan dengan penuh perasaan sedap,  aku mula memain2kan batang kote aku di lurah punggung dan cipap Ana. Ana  pula melentingkan lagi punggungnya hingga mukanya kini tersembam di  atas bantal sambil tangan kirinya membantu dengan memimpin batang kote  aku terus masuk ke dalam lubang cipapnya.
  Aku yang sedang berlutut di belakang Ana mula menghayun perlahan2  dayungan kami berdua sambil jari2 tangan kiri aku mengelus2 lembut lurah  punggung Ana. Waktu yang sama juga, aku arahkan tangan kanan aku ke  sebelah teteknya lalu meramas2 mesra sambil sesekali menggentel2 puting  tetek Ana. Ana yang masih seronok menikmati layanan aku terus mendesah  keenakan sambil tangan kirinya yang membantu memasukkan kote aku tadi  mengelus lembut telur aku. Aduh….. memang pandai sungguh Ana memainkan  peranannya.
  Aku yang benar2 menikmati layanan seks dari Ana masih mampu melambat2kan  ejakulasi aku. Sesekali aku melajukan hayunan aku dan ketika kelajuan  hayunan aku ditingkatkan, Ana mengerang enak lebih kuat dari sebelumnya.  Itulah yang membuat aku seronok mempelbagaikan kelajuan hayunan aku….  mendengarkan erangan2 keenakan Ana cukup membuatkan aku bertambah  seronok melayani Ana.
  Agak lama juga kami berdua melayarkan bahtera kami berdua dalam keadaan  begitu. Kini kami berdua sudah mula berpeluh walaupun dalam suasana  dingin di dalam bilik itu. Ana yang keletihan menonggeng itu meminta  kami menukar posisi kami. Tanpa mencabutkan batang kote aku di dalam  cipapnya, aku membantu Ana memusingkan badannya sehingga dia berbaring. Aku menarik sedikit tubuh kami berdua sehingga berada benar2 di tepi  ranjang itu. Aku turunkan sebelah kakiku ke lantai sementara kedua kaki  Ana aku angkat dan sangkutkan di kedua2 belah bahu aku.
  Dalam keadaan terbaring tanpa seurat benangpun melekat di tubuh  badannya, wajahnya yang cantik ayu penuh keseronokan dan rambutnya yang  diselak ke atas sambil mempamerkan leher jinjangnya yang putih bersih  membuatkan Ana kelihatan terlalu seksi pada ketika itu.
  Ana tersenyum ke arah aku. Sebelum menghenjut lagi, aku letakkan kedua2  tangan aku di kedua2 belah tetek Ana yang bakal aku buaikan lagi  sebentar nanti. Aku tatap wajah Ana sepuas2nya sambil kedua2 tanganku  pula aktif meramas2 dan menggentel buah puting teteknya. Ana keseronokan  diperlakukan begitu. Perlahan2 aku memulakan hayunan batang kote aku di  dalam cipap Ana yang masih lagi kebecakan. Ombak nafas Ana kini kencang  semula diiringi dengan desahan2 dan erangan2 keenakannya. Mulut Ana  yang sedikit terbuka menambahkan lagi suasana berahi aku ketika itu.
  Aku membongkokkan sedikit badan aku untuk mempertemukan mulut aku dan  mulut Ana. Ana yang sedar dengan aksi aku itu, pantas merangkul leher  aku lalu kami berdua terus aktif berkuluman lidah sambil punggung aku  masih terus aktif turun naik menghenjut lubang cipap Ana. Ana kelemasan  namun masih tetap tidak mahu melepaskan rangkulan dan mulutnya dari aku.  Bagi aku, itu menandakan yang Ana benar2 menikmati pelayaran ini.
  Beberapa lama begitu, Ana melepaskan tautan mulut kami berdua sambil  melepaskan sedikit keluh keletihan. Aku pula memberhentikan seketika  henjutan2 aku sebab aku sendiri pun sudah keletiha sebenarnya. Cuma yang  belum berhenti ialah tangan aku yang masih sibuk menguli tetek Ana yang  masih lagi kenyal itu. Aku dan Ana bertentang mata seketika sambil  masing2 melemparkan senyuman penuh bermakna terhadap pasangan masing2.
  Kemudian dengan penuh kemanjaan, Ana berbisik perlahan meminta kepada  aku, "Razlan…… kerjakan lagi tetek Ana dengan mulut Razlan ye….." Aku  yang sememangnya senang untuk memenuhi segala kehendak Ana hanya  tersenyum dan mengangguk saja kepala tanda bersetuju. Aku lepaskan kaki  Ana yang tadi tersangkut di bahu aku an membiarkan Ana membelitkan  kakinya di punggung aku.
  Kemudian itu, sambil tangan aku masih terus meramas2 tetek kenyal Ana,  aku bongkokkan lagi sedikit badan aku untuk membolehkan mulut dan lidah  aku mengerjakan tetek Ana. Sampai di situ, aku memulakan kerja2 aku yang  Ana minta tadi sambil tangan aku masih tidak aku lepaskan lagi.  Nyonyotan, sedutan, jilatan dan gigitan2 manja aku lakukan pada setiap  inci daerah kekenyalan tetek Ana. Dalam masa yang sama aku kembali  menaik turunkan punggung aku untuk aksi menyorong tarik batang kote aku  di dalam lembah nikmat Ana.
  Ana meremas2 kepala aku sambil badannya mengeliat2 kesedapan dengan perlakuan aku itu. Nafas Ana kedengaran semakin kencang daripada tadi dan erangan2 nikmat  Ana pula semakin kuat kedengaran. Sambil mengerjakan kedua2 belah tetek  Ana, aku sempat menjeling ke wajah Ana. Aku lihat Ana berada dalam  keadaan yang begitu hebat ketika itu. Aku melajukan lagi henjutan aku dan ketika itu Ana juga semakin laju  menolak dan menahan henjutan2 laju aku. Plap! Plap! Plap! Bunyi  kesedapan kedengaran apabila tiap kali pangkal kote aku bertemu dengan  pangkal cipap Ana dan ditambah pula dengan becakan2 yang sudah memang  tiada kekeringan daripada awal tadi.
  Tiba2 Ana mengemaskan kepitan kakinya ke pinggang aku dan jelas  kedengaran jeritan Ana yang sedikit kuat daripada yang sebelumnya tadi.  Aku tahu yang Ana kini sudah mencapai klimaks yang terhebat sekali  sepanjang permainan kami ini, sebab itulah jeritannya tadi kuat. Entah  kali yang berapa Ana mencapai klimaksnya pagi itu, aku tak berapa pasti.  Cuma apa yang aku perlu pastikan ialah, Ana akan benar2 menikmati  kepuasan yang tak terhingga dari aku supaya mudah untuk aku mendapatkan  lagi layanan seks Ana di lain kali.
  Aku juga sudah tidak tertahan lagi ketika itu. Kote aku sudah tidak  tertanggung lagi menahan air nikmat aku yang kini sudah berada benar2 di  hujung kepalanya. Sambil mulut aku yang masih tidak lepas lagi  mengerjakan tetek Ana, kelajuan henjutan aku semakin kencang lagi.  Semakin laju semakin tidak tertahan aku rasakan. Ana pula terus setia  menahan tujahan2 aku.
  Beberapa lama kemudian, aku mengangkat tegak badan aku dan terus  mencabut keluar batang kote aku dari dalam lubang cipap Ana. Ana yang  melihat batang kote aku sudah keluar dari cipapnya faham yang aku bakal  menghamburkan air nikmat aku di luar dari lubang cipapnya.
  Dengan pantas Ana menghulurkan kedua2 tangannya ke daerah sensitif aku  itu. Ana menggunakan genggaman tangan kanannya mengocok2 batang kote aku  sementara tangan kirinya memain2kan telur aku. Aku yang benar2  kesedapan ketika itu terus membiarkan tangan2 nakal Ana mengerjakan  telur dan batang kote aku. Tidak lama selepas itu…… Crupppppp! Crupppppp! Cruppppp! Kote aku yang  telah bersedia dari tadi memancut2kan air nikmatnya. Oleh kerana  kesedapan yang teramat sangat, air mani aku benar2 laju memanjut hingga  mencapai ke arah sebahagian tetek Ana. Ana terus memain2kan lagi kote aku sementara aku yang telah habis  dibasahi peluh itu tetap terus menegakkan badan aku untuk memberikan  rehat sedikit kepada badan aku.
  Aku merasa seronok apabila jari2 runcing dan halus Ana terus membelai2  kote aku. Setelah agak lega sedikit batang kote aku memancutkan air  nikmatnya, Ana menegakkan badannya dan terus menghampirkan kepalanya  kepada kote aku. Tanpa disangka, Ana mencium2 dan menjilat2 seluruh  kepala kote aku dengan penuh lemah lembut dan manja. Ana membuka  mulutnya dan kembali mengulum2 dan menyedut2 batang kote aku perlahan2.  Sesungguhnya memang aku tak pernah menikmati kehebatan layanan seorang  perempuan seperti Ana ini.
  Beberapa lama selepas itu, Ana mendongakkan kepala memandang kepada aku  lantas tersenyum kepuasan. Aku membongkokkan sedikit kepala aku lantas  mengucup dahi Ana sambil bertanya lembut kepadanya, "Macamana Sayang?  Puas hati dengan Razlan?" Ana tetap terus tersenyum sambil menjawab  manja, "Mestilah Razlan….. mana Ana pernah dapat layanan hebat macam  yang Razlan berikan tadi…"
  Kemudian kami berdua tertawa keseronokan sambil aku terus merebahkan  badan aku yang keletihan ini di sisi Ana. Ana pula turut merebahkan  badannya di sisi aku sambil kepalanya dilentokkan di dada aku.
  Waktu ketika sudah masuk tengahari. Kami yang masih bertelanjang bulat  itu terus berbual2 seketika sambil jari-jemari lembut, halus dan runcing  Ana terus membelai2 mesra seluruh daerah kote aku. Aku mula mengecap  nikmat kebahagiaan bersama dengan Ana.
  Setelah agak lama berehat, kami berdua masuk ke bilik air dan terus  mandi bersama2. Di dalam bilik air, aku memandi dan menyabunkan Ana dan  begitulah juga keadaan sebaliknya. Antara kami berdua sudah tiada lagi  perasaan malu2 lagi.
  Selesai mandi, kami berdua hanya bertuala sahaja dan terus menikmati  hidangan makan tengahari bersama. Tiada apa yang kami makan sangat, cuma  nasi lemak yang belikan pagi tadi sahaja. Selesai makan tengahari, kami  berdua berehat seketika sambil menonton siaran TV. Dan di situ, sekali  lagi hubungan panas kami berlangsung lagi dan kali ini, Ana lebih berani  dan hebat lagi daripada tadi.
  Untuk pengetahuan semua, hubungan kami selepas itu semakin rapat lagi,  malah sekali sekala aku terasa seperti pasangan suami isteri pula. Cuma  aku tak tinggal bersama Ana setiap hari. Dalam seminggu tu, ada la  sehari dua aku tidur berseorangan dii rumah bujang aku, selebihnya tu  semuanya bersama dengan ratahan seks aku, Ana.
  Hubungan kami berlangsung selama lebih kurang setahun setengah lamanya.  Kami berpisah setelah Ana mengambil keputusan untuk kembali ke kampung  bagi menjaga kedua orang tuanya. Dua tiga bulan selepas Ana pulang ke  kampungnya, ada juga kami bertemu sekali dua bila Ana datang semula ke  KL untuk urusan2 kerjanya. Selepas itu aku sudah tidak mendengar khabar  lagi mengenai Ana. Aku pun kini telah berkahwin dan mempunyai anak  seorang. Tapi jika berpeluang aku nak juga test yang lain, saja untuk  suka2 je…….. Jadi bagi para gadis, perempuan dan wanita2 yang tertarik  nak main dengan aku, janganlah malu2 hantarkan mesej kat aku.
  Ok la pembaca semua, cukup setakat ini dahulu. Jika berkesempatan aku  akan bercerita lagi tentang pengalaman hubungan seks aku dengan Ana atau  juga dengan perempuan2 lain yang hebat dan sedap. Oh ya, untuk  pengetahuan semua, sebulan sebelum Ana meninggalkan aku, Ana ada  mengenalkan aku kepada salah seorang sepupunya. Juga seorang janda  sepertinya dan sebaya umur dengan aku. Ana beritahu aku yang dia tak nak  tengok aku merana sebab tak dapat seks selagi aku belum berkahwin. Jadi  dia kenalkanlah sepupunya itu yang juga perlukan seks dalam hidupnya,  sama seperti aku dan juga Ana.
 
 
 
   Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Aku Terjebak Dalam Badai               Apr 29th 2013, 07:13                                                Hujan gerimis. Padahal mentari masih bersinar, membuai orang-orang  menikmati senja. Aku bergegas pulang. Keramaian taman makin menghilang.  Sibuk orang-orang menyelamatkan diri dari titik-titik air. Lalu  menyelamatkan yang lainnya, jemuran pakaian dan kasur. Gerimis  meningkatkan frekuensinya menjadi lebat. Hujan deras. Di depan flatku  seorang wanita muda mengangkati jemurannya yang cukup banyak.  Kelihatannya kurang mengantisipasi akibat baru bangun tidur. Masih  memakai piyama. "Saka, bantuin Tante dong!" Tanpa bicara aku membantunya. Sprei, kelambu, baju, t-shirt, dan ...ih, pakaian dalam. "Bawa ke mana, Tante?" "Sekalian ke dalam aja!"
  Tante Imas berjalan di depanku. Menaiki tangga hingga lantai dua. Aku  cukup puas menikmati irama pinggulnya yang kukira agak dibuat-buat. Saat  menghadap ke arah terang, siluet tubuhnya jelas membayang. Seakan  telanjang. Kami masuk ke rumahnya. Tante Imas menggeletakkan jemuran di  sudut kamarnya, akupun mengikutinya. "Makasih ya? Kamu mau minum apa, Ka?" tanyanya yang langsung menghentikan maksudku untuk langsung pulang. "Apa aja deh, Tante. Asal anget." Kurebahkan diri di sofanya. Hmm, lumayan nyaman. Tante Imas belum  mempunyai anak. Yang kutahu, suaminya, Om yang tak kutahu namanya itu  hanya sekali-kali pulang. Dengar-dengar pekerjaanya sebagai pelaut. Ha  ha, pelaut. Di mana mendarat, di situ membuang jangkar. Sinis sekali  aku. "Om belum pulang, Tante?" tanyaku basa-basi sambil menerima teh hangat. "Belum, nggak tentu pulangnya. Biasanya sih, hari Minggu. Tapi hari Minggu kemarin nggak pulang juga." "Tante nggak kemana-mana?" "Mau kemana, paling cuma di rumah saja. Kalau ada Om baru pergi-pergi." "Eh, kamu nggak ada keperluan lain, kan?" "Nggak, Tante," jawabku. Mau apa aku di rumah, sendirian, di tengah hujan yang semakin lebat begini. "Temenin Tante ya. Ngobrol."
  Kamipun terlibat dalam obrolan yang biasa saja. Sekedar ingin tahu  kehidupan masing masing. Dari ucapannya, kutahu bahwa suaminya bernama  Om Iwan. Jarang pulang. Yang cukup membuat darahku berdesir agak cepat  adalah daster itu. Seakan aku bisa melihat dua titik di dadanya, yang  timbul tenggelam ketika kami bercengkrama. Tangan Tante Imas cukup  atraktif. Entah sengaja atau tidak sering menyentuh tanganku, atau  mampir di pahaku. Makin lama duduknya pun semakin dekat. Hingga... "Saka, mau nonton film nggak? Tante punya film bagus nih." Wah untunglah. Rumahku tidak mempunyai vcd player. Tante Imas menyalakan  TV lalu memasang film. Dan, astaga ternyata dia benar tidak memakai BH  dan celana dalam. Aku bisa melihatnya jelas karena dia cukup lama  berdiri menyamping, cahaya TV membuat gaun tidurnya menjadi selaput  transparan. Bentuk payudara beserta putingnya beserta rambut di pangkal  paha. Aku lebih ternganga lagi karena film itu XXX. Kembali Tante Imas  duduk di sampingku, malahan lebih dekat lagi. Tangannya mengusap-usap  lenganku dengan lembut.
  "Filmnya bagus ya?" Bisiknya pelan. Namun terdengar di telingaku bagaikan rayuan. Aku tak mampu menjawab  karena bibir bawahku menahan ekstasi yang kuat. Entah apa yang harus  kulakukan kini. Mataku tak lepas dari wanita yang merintih di film itu,  yang sudah distel suaranya pelan. Tante Imas menggenggam pergelangan  tanganku. Dan, astaga. Dibawanya tanganku ke payudaranya. Didiktenya  tangan ini ke daerah yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Begitu pula  tangan kiriku. Kini masing-masing telapak tangan itu memegang rata  masing-masing pasangannya, payudara. Pandanganku masih ke arah TV. Aku  tak berani menatap wajah Tante Imas. . Tak pernah aku impikan hal ini  terjadi. Sementara di TV desahan si gadis yang menghadapi dua batang  penis makin membuat hot suasana. "Saka, hadap sini dong," ujarnya manja. Kuhadapkan wajahku. Kulihat tatapan pengharapan di sana. Wajah Tante  Imas cukup cantik, dengan kulit putih dan senyuman manis yang  menghiasinya. Aku masih memegang payudara itu, hanya memegang dengan  daster yang melapisinya. Ah, tak terasa daster itu. Hanya payudara besar  ini fokus pikiranku. Tanganku masih canggung, sementara ada sesuatu  yang mulai menggeliat di bawah sana.
  Tiba-tiba dia menghentikanku, dengan cara yang sempurna. Tangannya  merengkuhku dalam pelukan, sementara bibirnya mencium lembut.  Payudaranya menghimpit dadaku. Membuat dadaku berdetak hingga aku merasa  bisa mendengarnya. Ciumannya nikmat. Beda sekali sekali dengan apa yang  ada di TV. Seakan ingin mengaliri dengan hangat jiwanya. Kami berciuman  lama sekali, tak terasa tanganku ikut mendekapnya makin erat.  Kulepaskan dekapanku untuk mulai mengontrol diri kembali. Berakhirlah  sesi ciuman itu.
  "Kenapa Saka? Kamu marah ya?" tanyanya pelan. Tapi sialan, suara-suara di TV itu kembali mengacaukanku. Melumpuhkanku lagi dalam birahi. "Maafin Tante ya? Tante..." Wajah itu mengeluarkan prana iba untuk dikasihi. Dia kembali menciumku, cukup hangat. Namun tak sehangat tadi kurasa.  Akupun tak mengharap ciuman kasih sayang, karena dariku juga tinggal  nafsu. Ciuman-ciuman itu pindah ke leher dan telinga. Ah, tak pernah  kubayangkan bahwa daerah ini lebih membuatku bergidik. Akupun menirunya.  Kami saling menciumi leher, bahkan Tante Imas sempat mencium keras. "Aduh, Tante..." Dia lalu tersenyum dan berdiri. Perlahan dia melepas daster itu, mulai  dari tangannya. Satu demi satu tangan daster itu terlepas. Daster  melorot, tertahan sebentar di bulatan payudaranya yang besar. Dia  menarik ke bawah lagi daster itu. Terlihat payudara, tanpa BH. Putih,  bulat, besar, dengan puting susu berwarna merah muda. Mulutku menganga  kagum seakan ingin memakannya. Aku menelan ludah.
  Diturunkannya lagi. Aku menikmati satu persatu sajian pemandangan itu.  Perutnya putih dengan pinggang yang ramping. Pusarnya menjadi penghias  di sana. Daster itu tertahan di pinggangnya. Oh, pantatnya menahan. Aku  semakin berdebar, ingin mempercepat proses itu, aku ingin segera melihat  kemaluannya. Diturunkan lagi, dan ah... vagina itu muncul juga. Dihiasi  rambut berbentuk segitiga yang tak begitu lebat. Bibir vaginanya merah  segar, sedikit basah. Untuk pertama kalinya aku melihat wanita bugil.  Dengan senyumnya, bangga membuatku tergakum-kagum.
  "Sekarang, kamu juga buka ya?" perintahnya manja. Aku membuka tshirtku. Tante Imas membuka celanaku, Lepas jinsku, tapi  Tante Imas tak segera membukanya. Dia jongkok lalu menjilati penisku  dari luar celana dalam. Tampak noda basah sperma yang makin ditambah  oleh air ludah. Penis itu makin membesar dalam celana dalam, rasanya tak  enak kerena tertahan. Segera kubuka dan ...hup keluarlah batang  kemaluan diikuti dua bolanya. Tante Imas mengecupnya, si penis tampak  membesar. Semakin tegaknya penis diikuti dengan jilatan-jilatan lidah.  Uff, enak sekali.
  Kini gantian tangannya yang bekerja. Pertama dirabanya semua bagian  penis, lalu mulai mengocoknya. Setelah kira-kira telah utuh bentuknya,  tegak dan besar, dimasukkannya ke dalam mulut. Tante Imas memandang ke  atas, wajahnya berseri-seri . "Teruskan Tante." Lidah Tante Imas menjilat-jilat, kadang menggelitik penisku. Lalu mulai  memaju mundurkan mulutnya, seakan sebuah vagina menyetubuhi penis. Ini  hebat sekali. Sekitar 15 menit permainan itu berlangsung, hingga... "Tante, saya mau ke-luar..." kataku terengah-engah. Tante Imas malah mempercepat kocokan mulutnya. Aku ikut memegang  kepalanya. Dan keluarlah ia. Aku merasa ada 5 semprotan kencang. Tante  Imas tidak melepasnya, ia menelannya. Bahkan terus mengocok hingga habis  spermanya. Lega rasanya tapi lemas badanku. Tante Imas berdiri,  kemudian kami berciuman lagi. A
  "Sekarang gantian ya..." Kini aku menghadapi payudara siap saji. Pertama kuraba-raba dengan kedua  tanganku. Remasan itu kubuat berirama. Lalu aku mulai berkonsentrasi  pada puting susu. Kutarik-tarik hingga payudaranya terbawa dan  kulepaskan. Hmm, bagaimana rasanya ya? Aku mulai menjilatinya. Enak.  Jilatanku pada satu payudara sementara tangan yang lain meremas satunya.  Ketika kuhisap-hisap putingnya, terasa makin mancung, mengeras, dan  tebal puting itu. Kulakukan pula pada payudara satunya. Oh, ternyata  jika wanita terangsang, yang ereksi adalah puting susunya. Kira-kira 5  menit aku melakukannya dengan nikmat.
  Kemudian jilatanku turun, hingga vaginanya. Kucoba dengan  jilatan-jilatan. Kusibakkan lagi rambut kemaluannya agar jilatan lebih  sempurna. Ada seperti daging kecil yang menyembul. Yang kutahu, itu  adalah klitoris. Kuhisap seperti menghisap puting susu, eh Tante Imas  merintih. "Hmm, Saka, jangan dihisap. Geli. Tante nggak kuat." Dan Tente Imas benar-benar lunglai. Tubuhnya rebah ke sofa. Dia  terlentang dengan paha mengangkang memperlihatkan vagina terbuka dan  payudara yang berputing tegak. Aku lanjutkan lagi kegiatan ini. Makin  lama kemaluannya makin basah. Jilatan dan hisapanku makin bersemangat,  sementara di sana Tante meremas-remas payudaranya sendiri menahan  ektasi.
  Tiba-tiba pahanya mendekap kepalaku dan ..serr seperti ada aliran lendir  dari vaginanya. Otot liang itu berkontraksi. Inikah orgasme, hebat  sekali, dan aku melihatnya dari dekat. Tak kusia-siakan lendir yang  mengalir, kuhisap dan kutelan. Rasanya lebih enak dari sperma. Tubuh  Tante Imas yang bergoyang-goyang akhirnya tenang kembali. Jepitan  pahanya mulai melemah namun penisku mulai ereksi lagi. Kucium mesra  vaginanya seperti aku mencium bibirnya. Tante Iya tersenyum. Bibirnya  berkata "Terima kasih," namun tak mengeluarkan suara.
  Gambar di film itu merangsang kami. Wanita berpayudara besar terlentang  diatas meja kantor. Diatasnya laki-laki dengan penis panjang dan besar  menyetubuhi payudaranya. Tangan si wanita menekan payudaranya sendiri  agar merapat, dan penis itu melewati celahnya. Kupikir pasti asyik  sekali. Aku menjilati dulu payudara Tante Imas, agar basah dan lengket.  Tak lupa dengan hisapan-hisapan di putingnya. Setelah merasa cukup, aku  duduk di muka payudara itu. Tante Imas merapatkan celah payudaranya. Dia  tersenyum senang. Aku mulai dengan pelan memasuki celah payudara,  seakan itu adalah liang vagina. Uff, sensasinya luar biasa. Aku mulai  memaju mundurkan penis dengan irama. Ujung penisku terlihat saat aku  maju. Kalau klimaks, pasti spermanya sampai ke wajah Tante. Tanganku  ikut memegang payudara untuk menguatkan hujaman penis. Kadang aku  menarik-narik puting susu. Aku mencium bibirnya, mengangkat paha di  lehernya, kemudian menyerahkan lagi penisku. Dihisap dan jilat lagi,  seperti tak puas saja. Posisiku duduk tak enak. Aku tak bisa duduk  karena akan menekan lehernya, tangankupun tak bisa memaju mundurkan  kepalanya. Oh, ada sandaran tangan. Empuk lagi. Apalagi kalau bukan  payudara. Sambil aku meremas-remasnya, penis seperti diremas-remas juga.
  Tante Imas mengeluarkan kemaluanku sebentar, mengajak posisi 69. Hm,  kupikir boleh juga. Maka aku berganti posisi lagi. Tubuhku menghadap  Tante Imas, tapi saling berlawanan. Penisku di mulutnya, vaginanya di  mulutku. Sampai beberapa saat kami melakukan itu. Aku tak tahu apakah  Tante mendapat orgasme lagi, tapi dia sempat diam mengulum penisku,  pahanya menekan rapat kepalaku, tapi tak ada cairan yang keluar. "Saka, berhenti dulu deh." serunya. Padahal aku sedang asyik dengan posisi ini. Tante Imas berdiri menuju ke  dapur. Rupanya dia minum air dingin. Tante Imas datang. Membawa dua  gelas air es dan menyodorkan dua tablet yang kuduga obat kuat. Kami  meminumnya satu-satu. Tante memperhatikanku lalu melihat film itu. "Kita bercumbu beneran, yuk," ajaknya. "Di bathtub yuk."
  Dia memegang kemaluanku seperti memegang tanganku, untuk mengajak dengan  menggandeng penis itu. Kami ke kamar mandinya. Bathtub-nya cukup besar,  Kami mulai lagi. Di bawah shower itu berpelukan sambil meraba dan  menyabuni. Nikmat sekali menyabuni payudaranya, senikmat disabuni  penisku. Tak ada yang terlewatkan, termasuk vagina dan anus. Ketika air  mulai penuh, kami berendam. Airnya tak diberi busa. Nyaman sekali. Lalu  kami mulai saling merangsang, meninggikan tensi kembali. Tante Imas  mengocok penisku dalam air, sementara aku meraba-raba vaginanya.
  Tak berapa lama dia duduk di pinggiran bathtub. Kelihatannya dia ingin  vaginanya dijilat. Aku merangkak menjilatinya. Cairannya mulai keluar  lagi. "Pakai tangan juga dong," pintanya lanjut. Aku menuruti saja. Kukocok dengan telunjuk kananku. Kucoba telunjuk dan  jari tengah, semakin asyik. Tangan kiriku mengusap klitorisnya. Tante  memejamkan matanya menahan nikmatnya. Sebelum berlanjut lebih jauh,  Tante menghentikan. Membalik badannya menjadi menungging dan membuka  pantatnya. Ternyata dari tadi aku belum mengeksplorasi daerah anus.  Akupun mencobanya. Kujilat anusnya, reaksi Tante mendukung.  Kujilat-jilat lagi, dari anus hingga vagina. Lalu kocoba masukkan dua  jariku lagi ke vaginanya dan mengocoknya. Lidahku menjilat-jilat lagi.  Daerah pantat yang menggembung berdaging kenyal seperti payudara. Akupun  suka. Tante Imas menunjukkan reaksi seperti akan orgasme lagi.  Desahannya mulai keras.
  "Saka, Tante mau keluar lagi nih. Cepat! Pakai penismu. Ayo masukin penismu. Cumbu Tante, Saka," jeritnya tertahan putus-putus. Astaga, dirty talk sekali. Membuat aku makin terangsang. Aku siapkan  penisku, walau agak bingung karena tak ada pengalaman. Tante Imas  mengocok vaginanya sendiri sambil menungguku memasukkan penis. Penis  sudah kuarahkan ke vagina. "Tante, nggak bisa masuk, nih," tanyaku bingung. "Tekan saja yang kuat. Tapi pelan-pelan." Aku ikuti sarannya, tetap saja susah. Dasar pemula. Jadinya penisku  hanya merangsang mulut vagina saja, mengggosok klitoris, tapi itu malah  membuat Tante makin terangsang. "Ayo masukkan, Tante sudah hampir keluar,"
  Dengan tenaga penuh aku coba lagi. Dan, berhasil. Kepala penisku bisa  masuk walau sempit sekali. Tante Imas bergoyang untuk merasakan gesekan  karena klimaksnya semakin dekat. Ketika aku coba masukkan lebih dalam  lanjut pantat Tante bergoyang hebat. Otot vaginanya seperti  meremas-remas. Penisku yang walau baru kepalanya saja menikmati remasan  vagina ini. Dan Tantepun orgasme. Setelah itu dia jatuh dan berbaring  dalam bathtub. Aku sudah melepaskan penisku. "Tante, maafin saya ya," kataku agak menyesal. Aku belum memasukkan seluruh penisku dalam vaginanya saat dia orgasme. "Nggak apa-apa. Kepala penisnya sudah nikmat, koq. Ayo kita coba lagi.  Sekarang penis kamu mau dikulum, nggak?" Tak usah bertanya. Ganti aku  yang duduk di tepi bathtub".
  Tante merangkak dan mengulum penisku. Ah, pose seperti ini membuat aku  nyaman, seakan aku yang punya kuasa. Di ujung tubuh yang merangkak itu  ada pantat. Wah, empuknya seperti payudara. Akupun menjamah dan  meremas-remasnya. Kadang aku membandingkan dengan satu tangan tetap  meremas pantat, tangan yang lain meremas payudara. Kenikmatan ganda.  Kelihatannya Tante juga menikmati sekali.
  Ombak berdebur kecil di bathtub itu. Kurasakan penisku mulai megeluarkan  tanda akan klimaks. Tumben cukup lama sekali aku bertahan. Mungkin  karena obat yang diberikan Tante. Kuhentikan gerakan Tante, kuanggukkan  kepalaku ke wajahnya yang masih mengulum penisku. Tante berdiri, aku  mengikutinya. Tante membuka vaginanya, aku mengarahkan penisku.  Kugosok-gosokkan ke vaginanya. Kutemukan klitosinya. Seperti puting  susu, kumasukkan klitoris itu ke dalam lubang penisku. Rangsangannya  kuat, sampai-sampai Tante mau jatuh lagi seperti ketika klitorisnya  kuhisap kuat-kuat. Ok, sekarang aku mulai memasukkan penisku. Tante Imas  menggenggam penisku, mengarahkan agar bisa masuk. Aku seperti orang  bodoh yang harus diajari untuk melakukan gerakan yang kupikir semua  laki-laki juga bisa. Ternyata tidak mudah. Dengan susah payah akhirnya  kepala penisku masuk.
  Seperti tadi, kucoba goyang maju mundur untuk membuatnya siap  melanjutkan misinya. Suasana begitu sepi, mungkin sudah malam. Tapi  hujan masih menetes satu-satu. Sunyi. Saat itu, tiba-tiba ada ketukan di  pintu rumah. Tok...tok...tok... Dan kami diam seperti hendak dipotret  saja, "Imas...Imas, ini aku. bukain pintu dong...", teriak seorang laki-laki. Kami bagai tersambar geledek, mematung dalam badai. Hujan tadi berlanjut menjadi badai akibat suara itu. "Mas Iwan...", bisik Tante Imas pelan. Penisku langsung lemas, keluar  begitu saja dari vagina yang telah susah payah berusaha dijebolnya. "Apa yang harus kita lakukan?" "Aku akan berpura-pura..." "Kalau aku?" "Sembunyi saja." "Dimana?" Kata-kata kami meluncur cepat nyaris tak  bersuara. Kami berusaha berfikir. Agak sulit, karena sedari tadi hanya  menggunakan nafsu. "Imas, kamu tidur ya? Bukain dong," suara Om Iwan seakan detik-detik bom  waktu yang siap meledak. Wajah Tante Imas sedikit cerah. "Aku ada akal..." "Gimana?" tanyaku tak sabar. "Kamu di sini saja dulu. Jangan keluar sebelum kupanggil."
  Tante Imas merendam lagi dirinya dalam bathtub, kemudian keluar. Aku  menutup pintu kamar mandi, tidak terlalu rapat agar bisa melihat  keadaan. Kulihat Tante Imas membawa pakaianku dan menengelamkannya dalam  tumpukan jemurannya. Mengelap lagi sofa dengan dasternya, melemparkan  daster itu ke tumpukan jemuran. Kemudian membuka pintu. Apa yang  dilakukannya? Dia sudah gila? Aku bisa mati jika suaminya tahu kami  telah berbuat. Belum sih, tapi hanpir menyetubuhi istrinya. Lalu?  {Adakah mantra untuk menghilang? Aku takut menghadapi kenyataan Saat ini  Di tempat ini Dalam keadaan ini Dengan apa yang telah kulakukan}
 
  TAMAT
 
 
 
 
            Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Bersama dengan kakak angkat tersayang               Apr 29th 2013, 07:12                                               Aku Amran, aku berumur 24 tahun dan aku berasal dari utara semenanjung.  Cerita yang aku ingin paparkan disini ialah kejadian benar yang telah  berlaku keatas diri aku yang menjerumuskan aku kekancah seks dan  kenikmatan dunia yang tidak terhingga enaknya.
  Dalam keluarga aku,aku hanya mempunyai 2 beradik , dan aku mempunyai  seorang kakak yang lebih tua dari aku 5 tahun. Namanya hasliza dan aku  panggilnya kak ija. Ibu dan ayahku telah lama tiada kerana mengidap  penyakit kencing manis dan darah tinggi. Tinggallah aku berdua bersama  kak ija di rumah peninggalan arwah kedua ibubapaku. Kami hidup sederhana  sahaja, kak ija bertugas sebagai Jururawat di Hospital Swasta dan belum  berkahwin manakala aku hanyalah seorang pekerja pembantu am rendah  lantaran kelulusan SPM ku yang tidak seberapa bagus. tapi kami cukup  gembira dan tidak merungut dengan kerjaya kami.
  Bercerita mengenai fizikal kak ija, aku boleh gambarkan dirinya seorang  yang bertubuh tegap dan sederhana tinggi dan mempunyai dada yang bidang  dan disitulah membukit 2 buah gunung yang kukira cukup besar. dia juga  mempunyai pinggul yang sungguh tonggek dan besar. rambutnya sederhana  panjang ke paras bahu dan ikal bentuknya. dan beliau juga berkulit  kuning langsat dan sedikit sepet matanya mengikut arwah ayah yang ada  mix cina.Ramai lelaki mengidamkan tubuhnya yang ranum dan menyelerakan  itu. Tapi yang peliknya kak ija tidak melayan semua itu dan beliau juga  tidak mempunyai teman lelaki. dan aku tidak pernah bertanyakan mengenai  hal itu..dan mengenai taste fashionnya, dia suka bertudung dan  berpakaian jeans ketat serta t shirt yang melekap di badan..
  Satu hari petang , cuaca cukup tidak baik..hujan yang berterusan selama  berjam-jam membuat aku mati kutu untuk berjalan diluar bersama  rakan-rakan. plan asal aku untuk ke pekan terpaksa dibatalkan. Kak ija  juga tidak muncul dari biliknya. Mungkin buat hal dia lah tu " getus  hati aku..
  aku pun terus melangu kebosanan tak tau nak buat apa…buat ini tak  kena..buat itu tak kena….tiba-tiba dengan tak semena-mena,  GGRRRUUMMMMMMMMMM..kedengaran bunyi petir dan guruh sabung  menyabung.sejurus selepas itu kedengaran seperti orang menjerit dari  bilik.Arrrrrkkk! Amran..tolong, akak"..aku terus bergegas ke bilik kak  ija dan mendapati dia sedang terbaring kerana terkejut dengan bunyi  guruh tadi.."akak tak apa-apa" aku bertanya…"kuat betul bunyi guruh  tu..terkejut akak…amran temankan akak jelah dalam bilik ni yer…takut  pulak akak sorang2 ni..aku mengiyakan saja tanda tak kisah..rupanya kak  ija tengah sedap tidur tadi..urm…dia pun menyambung kembali tidurnya  setelah diganggu oleh guruh tadi…aku pon duduk di kerusi solek..takkan  aku nak tidor sebelah dia plak…gila apa..
  Tetapi bau harum yang hangat dari bilik itu membuatkan aku serba tak  kena. dengan cuaca yang suram dan hujan, aku dapat rasakan tiba tiba  nafsu syahwatku bergelojak dalam diri…"takkan aku nak rogol kak aku  sendiri..itu salah"getus hati aku..makin lama makin tak boleh  ditahan-tahan..aku membuat keputusan untuk merapatkan diri ke katil kak  ija. Misi harus dibuat segera walaupun ia bermakna aku akan merosakkan  masa depan kak ija..ditambah dengan kak ija yang berpakain baju kelawar  berwarna merah membuatkan aku hilang kawalan..
  Perlahan2 aku mengesot ke katil dan aku duduk disebelahnya..dengan  tangan yang menggeletar…aku beranikan diri menyentuh bahunya..aku urut  lembut dan kulihat tiada respon dari kak ija. aku beranikan diri untuk  memegang lembut bahagian dadanya..tiba 2 kak ija tersentak dan terkejut  dengan tindakan aku." am, apa yang am buat ni? am jangan apa2kan  akak..am nak rogol akak yer..aku mula ketakutan…aku mula memikirkan  tindakan aku tadi..melihat aku mula ketakutan, kak ija mula mengendurkan  kemarahannya.."kenapa ni Am? Am nak buat apa dengan akak, ha..akak ni  akak kandung Am..sampai hati am buat akak camni. " " "Akak, am bukannya apa, am dah tak tahan tengok kecantikan tubuh akak,  body akak lentik, punggung besar, dada pulak membukit kencang..am jadi  tak keruan, " aku mula berterus terang..
  Melihat pengakuan ku itu, kak ija tersenyum .." napa am tak pernah cakap  kat akak yang am idamkan tubuh akak..kalau am berterus terang, kan  senang..tak payah nak curi-curi pegang. " berderau aku mendengar  kata-kata kak ija.. "Jadi akak kasi lah am meneroka tubuh akak?" aku  bertanya inginkan kepastian."Untuk adik akak, akak sanggup buat apa  saja"..aku menjerit kegembiraan dalam hati..yes yes…"Nak akak bukak baju  ni ke atau am yang sendiri bukakkan" aku mengangguk dan menyatakan kak  ija yang perlu membuka bajunya..Kak ija menyuruh aku berbaring di atas  katil sementara dia bangun dan mula membuat aksi membuka baju kelawarnya  secara perlahan-lahan. sedikit demi sedikti tersingkap tubuh badannya  yang bercoli hitam dan….argghhhh..dia memakai G string berwarna  hitam…adikku dibawah ni mula menegang keras yang tak dapat ditahan-tahan  lagi. " am suka g string akak ni?" Aku mengangguk laju-laju macam orang  bodoh. dia mula menonggeng membelakangi aku dan menarik tali gstring  yang nipis itu dan dilepaskannya perlahan…"Am tak nak cium bontot akak  ni? " aku yang sudah tidak sabar terus saja meluru ke arah punggungya  yang besar dan aku cium semahu-mahunya."perlahan sikit dik, tak lari  gunung dikejar.." aku malu sendiri..
  Aku pun mula menerokai pungung akak ku dan ku jilat secara rakus.basah  punggung kak ija dengan air liur aku yang bersemburan.."bawak akak ke  katil itu sayang" kak ija meminta. dengan sepenuh kudrat aku membawanya  ke katil..perlahan2 aku turunkannya..Kak ija terus membuka g string dan  dibukanya sedikit demi sedikit sehingga aku tidak keruan. " Jilat adiiku  sayang.Jilat lah semahunya."..Aku yang tidak sabar terus saja memegang  pussynya yang tidak berbulu dan tembam itu menggunakan jari telunjuk dan  jari hantu, kak ija mendengus kesedapan dan meminta ku menjilatnya. aku  sengaja melambat2kan permintaanya supaya dia berasa geram..Dia menarik  rambut dikepalaku dan aku tersembam dipussynya yang sudah berair  itu..,,aku mula menjilat secara laju dan perlahan berselang-seli."Uh Ah  Uh uhgrhhhhh..sedapnya..fuck me amran, fuck me.."Kak ija mula hilang  arah..aku juga yang hilang akal terus saja melajukan proses jilatan aku  diselang seli dengan tangan ke arah klitorisnya. ..laju dan perlahan  berselang seli sehingga kami melupakan terus ikatan adik beradik dalam  persetubuhan ini.
  Aku mula megang buah dadanya yang besar dan tegang itu. aku urut  perlahan-lahan dan aku menanggalkan tali branya yang hitam itu sedikit  demi sedikit. kak ija yang sudah kuyu matanya tidak mempedulikan  tindakan aku itu. " ramas tetek akak ni am..ramas sekuat2nya…gigit  am..gigittttt " aku yang geram terus saja mencium putingnya yang  berwarna coklat gelap dengan pantas dan tangan kiriku meramas buah dada  yang satu lagi. aku gentel, aku pusing, aku ramas secara berselang seli.  aku kerjakan buah dadanya sehingga aku berasa nikmat yang teramat  sangat..
  setelah puas meneroka bukit kak ija, kak ija ingin merasai keenakan buah  zakarku. dia meminta aku berbaring dan mengangkangkan kakiku supaya  mudah dia melakukan kerjanya itu..kak ija memegang sdikit demi sedikit  zakarku yang sederhana besar itu. dan kemudian setelah dikocoh berkali -  kali, dia memasukkan nnya ke dalam mulut dan mula menelan sedikit demi  sedikit..diulangnya proses telan dan luah berkali-kali sehingga ku  berasa pening dek kenikmatan yang tak pernah aku rasakan. " Am nak lawan  akak yer…kita tengok berapa lama am boleh tahan dengan lancapan akak  ni" Wah cam pertandingan pulak. kak ija mula mengocoh zakarku dengan  lembut dan bertukar kepada laju. Aku terpaksa bertahan dari "serangan"  kak ija yang bertubi-tubi itu. " wah boleh tahan yer adik akak ni..cam  dah biasa buat jer?" aku tersipu-sipu malu dengan sindirannya itu..'  oklah , kita tukar posisi ye sayang…"
  Kak ija berbaring dan dia pun mengangkang kakinya seluas mungkin. " Am,  fuck me am, fuck me harder…" aku pun bergerak ke arah atas badannya dan  memegang zakarku untuk ditujukan ke pussy kak ija yang telah bersedia  menerima tujahan dari aku..aku memasukannya perlahan-lahan dan terus  menekan ke dalam..ku tarik dan memasukannya sekali lagi perlahan-lahan  dan terus menujah ke pussy kak ija yang ketat itu..setelah itu aku tidak  menunggu lagi setelah pussynya terbuka lantas aku menujahnya secara  perlahan2 dan diselang seli dengan tujahan yang keras dan dalam. Kak ija  sudah mengerang kesedapan ..Plap, plap, plap, plap" bunyi air maziku  bertemu dengan air mazi kak ija..Aku memegang pinggangnya yang ramping  itu dan ku tolak ke atas badanku untuk dia merasakan kedalaman  zakarku..dia hanya mengerang "ARGHHH, ARghhhh…sahaja dengan matanya yang  kuyu..
  Aku meminta kak ija menonggeng selentik mungkin dan ku ingin menujah  pussynya dari belakang, Bontotnya yang pejal dan besar itu aku tampar  beberapa kali secara lembut untuk aku memulakan proses  kesedapan..setelah itu aku tidak menunggu lagi dan terus aku membelasah  bontotnya dengan tujahan yang keras dan mantap sehingga kak ija tidak  mampu berkata-kata melainkan mengerang dan mendesah…" rogol akak am,  rogol akak am…"itulah ayat2 yang diulang2nya sehingga membuat aku ingin  klimaks…aku dengan pantas menyuruh kak ija untuk menyedut air maniku  yang bakal keluar tidak lama lagi..setelah menujah beberapa kali untuk  kali terakhir, air mani yang panas dan hangat itu pun ku talakan ke  mukanya dan buah dadanya. laju dan pantas pancutannya..
  kemudian aku mencium bibir kak ija dan mencium dahinya seraya  mengucapkan terima kasih diatas kesudianyya untuk disetubuhi. kak ija  hanya tersenyum dan berkata" lain kali kita boleh buat lagi, nanti akak  akan prepare untuk "peperangan" kita yang seterusnya"..Aku tersenyum dan  berasa sungguh gembira..
  aku dan kak ija terbaring kepenatan di katil. Aku tidak sangka kami akan  melakukan hubungan seks sedangkan kami adalah adik beradik yang tak  sepatutnya melakukan perkara taboo seperti ini.
  kak ija melangkah ke bilik air dengan berbogel seraya memberikan aku  senyuman yang paling manis. "Harap2 lepas ni dapat lagi" kata-kataku  sambil memeluk bantal…
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                            |             
              
Tidak ada komentar:
Posting Komentar