|                               Cerita Sex - Petualangan Villa Cinta               Apr 9th 2013, 13:14                                                Pagi-pagi benar handphone-ku sudah bunyi. Aku sedikit kesal dan malas  bangun dari tempat tidurku. Tapi bunyinya itu tidak kurang keras, aku  malah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya aku paksakan juga berdiri dan  lihat siapa yang call aku pagi-pagi begini. Eh, tidak tahunya temanku  Vivie. Aku sedikit ketus juga menjawabnya, tapi langsung berubah waktu  aku tahu maksudnya. Si Vivi mengajakku ikut bareng cowoknya ke vilanya  tidak terlalu jauh dari tempatku. Aku sih setuju sekali sama ajakan itu,  terus aku tanya, apa aku boleh ajak cowokku. Si Vivi malah tertawa,  katanya ya jelas dong, memang harusnya begitu. Rencananya kami bakal  pergi besok sore dan kumpul dulu di rumahku. Singkat cerita kami berempat sudah ngumpul di rumahku. Kami memang sudah  saling kenal, bahkan cukup akrab. Alf, cowoknya Vivie teman baik Ricky  cowokku. Oh ya, aku belum mengenali aku sendiri ya, namaku Selvie,  umurku sekarang 17 tahun, sama-sama Si Vivie, Ricky cowokku sekarang 19  tahun, setahun lebih tua dari Alf cowoknya Vivie. Oke, lanjut ke cerita. Kami berempat langsung cabut ke villanya Vivie. Sekitar setengah jam  kami baru sampai. Aku sama Vivie langsung beres-beres, menyimpani  barang-barang dan menyiapkan kamar. Ricky sama Si Alflagi main bola di  halaman villa. Mereka memang pecandu bola, dan kayaknya tidak bakalan  hidup kalau sehari saja tidak menendang bola. Villa itu punya tiga kamar, tapi yang satu dipakai untuk menyimpani  barang-barang. Mulanya aku atur biar aku sama Vivie sekamar, Ricky sama  Alf di kamar lain. Tapi waktu aku beres beres, Vivie masuk dan ngomong  kalau dia mau sekamar sama Si Alf. Aku kaget juga, nekad juga ini anak.  Tapi aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa tidur bareng Si Ricky kalau  tidak di sini. Ya tidak perlu sampai gitu-gituan sih, tapi kan asik juga  kalau bisa tidur bareng dia, mumpung jauh dari bokap dan nyokap-ku.  Hehehe, mulai deh omes-ku keluar. Oke, akhirnya aku setuju, satu kamar  buat Alf dan Vivie, satu kamar lagi buat Ricky sama aku. Sore-sore kami makan bareng, terus menjelang malam, kami bakar jagung di  halaman. Asik juga malam-malam bakar jagung ditemani cowokku lagi. Wah,  benar-benar suasananya mendukung. Hehehe, aku mulai mikir yang  macam-macam, tapi malu kan kalau ketahuan sama Si Ricky. Makanya aku  tetap diam pura-pura biasa saja. Tapi Si Vivie kayaknya memperhatikan  aku, dan dia nyengir ke aku, terus gilanya lagi, dia ngomong gini,  "Wah... sepertinya suasana gini tidak bakalan ada di Bandung. Tidak enak  kalau dilewatin gitu saja ya." Aku sudah melotot ke arah dia, tapi dia  malah nyengir-nyengir saja, malah dia tambahin lagi omongannya yang gila  benar itu, "Alf, kayaknya di sini terlalu ramai, kita jalan-jalan yuk!"  Aku sudah tidak tahu harus apa, eh Si Alf juga samanya, dia setuju sama  ajakan Si Vivie, dan sebelum pergi di ngomong sama Ricky, "Nah,  sekarang elu harus belajar bagaimana caranya nahan diri kalau elu Cuma  berdua sama cewek cakep kayak Si Selvie." Aku cuma diam, malu juga dong  disepet-sepet kayak gitu. Aku lihati Si Alf sama Si Vivie, bukannya jalan-jalan malahan masuk ke  villa. Aku jadi tidak tahu harus ngapain, aku cuma diam, semoga saja  Ricky punya bahan omongan yang bisa diomongin. Eh, bukannya ngomong, dia  malah diam juga, aku jadi benar-benar bingung. Apa aku harus tetap  begini atau nyari-nyari bahan omongan. Akhirnya aku tidak tahan, baru  saja aku mau ngomong, eh... Si Ricky mulai buka mulut, "Eh... kamu tidak  dingin?" Duer... Aku kaget benar, tidak jadi deh aku mau ngomong,  sebenernya aku memang mau ngomong kalau di sini itu dingin dan aku mau  ajak dia ke dalam. Tapi tidak jadi, aku tidak sadar malah aku  geleng-geleng kepala. Ricky ngomong lagi, "Kalau tidak dingin, mau dong  kamu temenin aku di sini, lihat bulan dan bintang, dan... bintang jatuh  itu lihat...!" Ricky tiba-tiba teriak sambil menunjuk ke langit. Aku  kontan berdiri kaget sekali, bukan sama bintang jatuhnya, tapi sama  teriakan Si Ricky, aduh... malu benar jadinya. Ricky ikutan berdiri, dia  rangkul aku dari belakang, "Sorry, aku tidak punya maksud ngagetin  kamu. Cuma aku seneng saja bisa lihat bintang jatuh bareng kamu."Aku  cuma bisa diam, tidak biasanya Ricky segini warm-nya sama aku. Dia malah  tidak pernah peluk aku seerat ini biasanya. Aku tengok arlojiku, jam  11.00 malam. Kuajak Ricky ke dalam, sudah malam sekali. Dia setuju  sekali, begitu masuk ke villa kami disambut sama bunyi pecah dari lantai  atas. Kontan saja kami lari ke atas melihat ada apa di atas. Ricky  sampai duluan ke lantai atas, dan di nyengir, terus dia ajak aku turun  lagi, tapi aku masih penasaran, memang ada apa di atas. Waktu aku mau  ketuk pintu kamar Vivie, tiba-tiba ada teriakan lembut, "Aw...  ah...pelan-pelan donk!" Gila aku kaget setengah mati, tapi tanganku  sudah keburu ngetuk pintu. Terus kedengaran bunyi gedubrak-gedubrak di  dalam. Pintu dibuka sedikit, Alf nongol sambil nyengir, "Sorry,  ngeganggu kalian ya? tidak ada apa-apa kok kami cuma..."Aku dorong  pintunya sedikit, dan aku lihat Si Vivie lagi sibuk nutupi badannya  pakai selimut. Dia nyengir, tapi mukanya merah benar, malu kali ya. Aku  langsung nyengir, "Ya sudah, lanjutin saja, kami tidak keganggu kok." Terus aku ajak Ricky ke bawah. Ricky nyengir, "Siapa coba yang tidak  bisa nahan diri, hehehe." Tiba-tiba ada sandal melayang ke arah Ricky,  tapi dia langsung ngelak sambil nyengir, terus buru-buru lari ke bawah.  Aku ikut-ikutan lari sambil ketawa-ketiwi, dan kami berdua duduk di sofa  sambil mendengarkan lagu di radio. Tidak lama kedengaran lagi  suara-suara dari atas. Aku tidak tahan dan langsung nunduk menahan  ketawa. Gila, bisa-bisanya mereka berdua meneruskan juga olah raga  malamnya, padahal sudah jelas-jelas kepergok sama kami berdua. Eh, di  luar dugaan aku, Ricky bediri dan mengajakku slow-dance, kebetulan lagu  di radio itu lagu saat Ricky ngajak aku jadian. Aku jadi ingat bagaimana  deg-degannya waktu Ricky ngomong, dan bagaimana aku akhirnya menerima  dia setelah tiga bulan dia terus nunggui aku. Ricky memang baik, dan dia  benar-benar setia menungguiku. Selesai dance, Ricky tanya lagi, "Eh kalau mereka berdua ketiduran, aku  tidur dimana? Memang tidur sama barang-barang?" aku malu sekali,  bagaimana ngomongnya. Tapi akhirnya aku buka mulut, "Kita... kita tidur  berdua." Wah lega sekali waktu omongan itu sudah keluar. Tapi aku takut  juga, bagaimana ya reaksi Si Ricky. Eh tahunya dia malah nyengir, "Oke  deh kalau kamu tidak masalah. Sebenernya aku juga sudah ngantuk sih, aku  tidur sekarang ya." Aku jadi salah tingkah, Ricky naik ke lantai atas  dan tidak sengaja aku panggil dia, "Eh... tunggu!" Ricky berbalik, dia  nyengir, "Oke... oke... ayo naik, tidak bagus anak cewek sendirian  malam-malam gini." Aku sedikit canggung juga sih, baru kali ini aku  tidur seranjang sama cowok, tapi lama lama hilang juga. Kami berdua  tidak ngapa-ngapain, cuma diam tidak bisa tidur. Dari kamar sebelah  masih kedengaran suara Vivie yang mendesah dan menjerit, dan sepertinya  itu juga yang bikin Ricky terangsang. Dia mulai berani remas-remas  jariku. Aku sih tidak nolak, toh dia khan cowokku. Tapi aku kaget  sekali, Ricky duduk terus sebelum aku tahu apa yang bakal dia  lakukan,bibirku sudah dilumatnya. Aku mau nolak, tapi kayaknya badan  malah kepingin. So, aku biarkan dia cium aku, terus aku balas ciumannya  yang semakin lama semakin buas. Baru saja aku mulai nikmati bibirnya  yang hangat di bibirku, aku merasa ada yang meraba tubuhku, disusul  remasan halus di dadaku. Aku tahu itu Ricky, aku tidak menolak. Aku  biarkan dia main-main sebentar di sana. Ricky makin berani, dia angkat  badanku dan diduduki di pinggir ranjang. Dia cium aku sekali lagi, terus  dia mau buka pakaian tidurku. Aku tahan tangannya, ada sedikit  penolakan di kepalaku, tapi badanku kayaknya sudah kebelet ingin  mencoba, kayak apa sih nge-sex itu. Akhirnya tanganku lemas, aku biarkan  Ricky buka pakaianku, dia juga buka baju dan celananya sendiri. Dia  cuma menyisakan celana dalam putihnya. Aku lihat penisnya yang membayang  di balik celana dalamnya, tapi aku malu melihati lama-lama, so aku  ganti lihat badannya yang lumayan jadi. Mungkin karena olahraganya yang  benar-benar rajin. Aku tidak tahu apa aku bisa tahan memuaskan Ricky, soalnya aku tahu  sendiri bagaimana staminanya waktu dia main bola. 2x45 menit dia lari,  dan dia selalu kuat sampai akhir. Aku tidak terbayang bagaimana aksinya  di ranjang, jangan-jangan aku harus menerima kocokannya 2x45 menit.  Gila, kalau gitu sih aku bisa pingsan. Waktu aku berhenti memikirkan  stamina dia dan aku, aku baru sadar kalau bra-ku sudah dilepasnya.  Sekarang dadaku telanjang bulat. Aku malu setengah mati, mana Ricky  mulai meremas dadaku lagi, yah pokoknya aku tidak tahu harus bagaimana,  aku cuma diam, merem siap menerima apa saja yang bakal dia lakukan.  Tiba-tiba remasan itu berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar  dadaku, terus berhenti di putingku. Aku melek sebentar, Ricky asik  menjilati putingku sambil sesekali mengisap-ngisap. Aku makin malu, mana  ini baru pertama kali aku telanjang di depan cowok, apalagi dia bukan  adik atau kakakku. Wah benaran malu deh. Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah  Ricky di dadaku, aku mulai berani buka mata sambil melihat bagaimana  Ricky menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan  sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku  tidak sadar mendesah panjang. Rupanya Ricky sudah menelanjangiku  bulat-bulat. Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah  sekali. Dia masih terus menjilati putting susuku yang sudah mengeras  sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku. Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat  pelan-pelan menyentuh vaginaku naik ke klitoris-ku, dan waktu lidahnya  itu menyentuh klitoris-ku, aku tidak sadar mendesah lagi, dan tanganku  tidak sengaja menyenggol gelas di meja dekat ranjangku. Lalu "Prang..."  gelas akhirnya pecah juga. Ricky berhenti, kayaknya dia mau memberesi  pecahan kacanya. Tapi entah kenapa, mungkin karena aku sudah larut dalam  nafsu, aku malah pegang tangannya terus aku menggeleng, "Barkan saja,  nanti aku beresin. Lanjutin... please..." Sesudah itu aku lihat Ricky nyengir, terus diciumnya bibirku dan dia  melanjutkan permainannya di selangkanganku. Ricky benar-benar jago  mainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem melek keenakan. Terus di  mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti kesetrum  tidak tahan, tapi Ricky malah terus-terusan melintir-melintiri  "kacang"-ku itu. "Euh... ah... ah... ach... aw..." aku sudah tidak tahu  bagaimana aku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua serasa  mutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari marathon.  Aku benar benar pusing, terus aku memejamkan mataku, ada  lonjakan-lonjakan nikmat di badanku mulai dari selangkanganku, ke  pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku  kendalikan. Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata, Ricky  sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal langsung  berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai tangan  kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau  di-"karoake"-in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia  sudah muasin aku, masa aku tolak keinginannya. So aku buka mulutku, aku  jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan. Aku mulai  berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di ranjang, kedua  kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang, terus aku bungkuk  sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya lumayan itu pakai  tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar tidak jatuh dan  mulutku mulai bekerja. Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku  hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak  masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada sisa  beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik turun sambil  aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan kiriku.  Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati bagaimana aku  meng-"karaoke"-in dia sambil sesekali membuka mulut sambil sedikit  berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan, dia berdiridan  mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang, dibukanya pahaku  agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran.  Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dia  mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak langsung dia masukan, dia  gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir vaginaku, baru beberapa detik  kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang maksa  masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi  lendir. Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk. Dia  tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku  mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok  dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek,  tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam vaginaku.  "Aw... ah..." vaginaku perih bukan main dan aku teriak menahan sakit.  Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh  penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt... tahan sebentar ya, nanti  juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di balik senyum nafsunya  aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit  itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa... aku tidak apa-apa.  Terusin saja... ah...". Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun.  Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama  makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa  nikmat luar biasa setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik  penisnya. Ricky makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah  merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir  dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi...tidak bakalan lama lagi..."  Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambilterus  mengocok vagina aku. "Aku juga... ah... oh... sebentar lagi... ah...  aw... juga..." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau  ngomong kalau aku juga sudah hamper sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky  mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri sudah  lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat pantatku  ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit. Tanganku  menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap ditusukdari  belakang. Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari  belakang, terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky  tidak terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan  badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas  dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku, bikin  aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky kembali  mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya ke anusku.  Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak semuanya bisa  masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku seperti  mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas dadaku,  tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku, dia masukkan jari  tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki klitorisku. Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-gosok,  dadaku diremasremas dan putingnya dipelintir-pelintir, terus vaginaku  dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar tidak kuat  lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga sampai klimaks,  dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari penis Ricky. Akhirnya  aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat Ricky juga ambruk, dia  terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat terus, kupegang  badanku, ternyata aku juga basah keringatan. Benar-benar kenikmatan yang  luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku  bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2 subuh. Leherku kering, tapi waktu  aku mau minum, aku ingat gelas di kamarku sudah pecah gara-gara  kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak pecahan kaca, terus aku ambil  sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok. Aku turun ke bawah, maksudnya sih  mau ambil minum di bawah, aku masih telanjang sih, tapi aku cuek saja.  Aku pikir si Alf pasti masih tidur soalnya dia pasti capai juga olah  raga malam bareng Si Vivie. Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya Vivie  lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus sambil  jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma mau  duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu kenapa,  tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget setengah  mati. Aku lihat Si Alf dengan santainya turun dari tangga langsung  menuju kulkas, kayaknya mau minum juga. Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf  sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya.  Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku pakai tangan,  tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya tanganku pindah lagi  ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-benar bingung harus  bagaimana, aku malu setengah mati. Alf akhirnya berbalik, "Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar.  Jadi... jadi..." "Tidak apa-apa, ini salahku." Aku masih mencari-cari  sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, waktu akhirnya aku  juga sadar kalau Alf juga telanjang. Sepertinya dia pikir aku masih di  kamar sama Si Ricky, makanya dia cuek saja turun ke bawah. Aku pikir  sudah terlambat untuk malu, toh Alf sudah melihatku dari atas sampai ke  bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan  lagi, so malu apa. Cuek saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak  apa-apa." Aku mengambil remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku  pikir bagus juga aku rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga  sepertinya sudah cuek, dia berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku  telanjang, dia duduk sambil ikut nonton TV. Gilanya yang aku setel malah  VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton saja, peduli amat apa kata Si  Alf, yang penting aku bisa istirahat sambil nonton TV. "Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf. Dia berbalik,  "Hebat, Vivie benar-benar hebat." Alf sudah bisa nyengir seperti  biasanya. Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan  dibikinnya." Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali  menengok TV. Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa  mikirin apa-apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton  film BF. Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka  dadaku yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi  memang dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari  kepunyaan Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati  dadaku kalau ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa  maluku,dan sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan  sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan. Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak  keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus aku  mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya mulai  remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi begitu tahu  kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama makin berani, dan  jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku mulai merem-melek  sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha Alf berhadap-hadapan.  Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya langsung beraksi. Aku  sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok penisnya pakai tanganku  dan sepertinya Alf juga puas dengan permainanku. Aku mulai terbawa  nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa yang dia lakukan, yang jelas enak  buatku. Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar di  atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah  menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana kalau  ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka pintu luar,  aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi sibuk nge-sex.  Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak. Aku lihat lagi ke  sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di sana. Rupanya  villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-orang nge-sex.  "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil menggendongku. Aku  ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf meniduriku di rumput. Dingin  juga sisa air hujan yang masih membasahi rumput, punggungku dingin dan  basah tapi dadaku lebih basah lagi sama liurnya Si Alf. Udara di luar  itu benar-benar dingin, sudah di pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak  terbayang bagaimana dinginnya deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu  hilang, aku malah makin panas dan nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan  lidahnya. Sayup-sayup aku mendengarkan suara cewek dari villa seberang  yang sudah tidak karuan dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi  mendengarnya, tapi Alf sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti  orang kelaparan yang seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat.  Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya  minta aku meng-"karaokei"-in itu penis yang besarnya lumayan juga.  Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei"-in penis Ricky,  sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng- "karaoke"-in  penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si Alf. Makanya  tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok itu penis. Aku  tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku hisap itu penis  kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus kujilati mulai dari  kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak ketinggalan. Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia buka  mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga, kukocok  batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya sambil  kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia sudah  tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-cepat  melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau selesai  cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke"-in penisnya lagi. Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku  terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago  mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati bibir  vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku sudah  dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu. Sepertinya  habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari bibirnya,  klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam, sampai anusku juga  tidak ketinggalan dia jilati. Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main,  soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke  sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng- "karaoke"-in cowok, tapi bukan  cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan  penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi  meng-"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila  juga itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi  omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru  selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama  gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf  mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Alf benar-benar ahli,  tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat bintang di langit jadi  tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di kepalaku. Aku benar-benar  tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam setrum dari selangkanganku yang  terus-terusan bikin aku gila. "Ah... ah... Alf...Ah... berhenti dulu  Alf... Ah... Ah... Shhh..." aku tidak tahan sama puncak nafsuku sendiri.  Tapi Alf malah terus-terusan melintir-melintir klitorisku. Aku  benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-kejang seperti orang ayan, tapi  sudahnya benar-benar enak sekali, beberapa menit lewat, semua badanku  masih lemas, tapi aku tahu ini belum selesai.  Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk dan  mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang sudah tidak  tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama lagi,  langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa sakit tapi  tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf tidak  menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan tangannya tidak  diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum karena aku  menungging. Diremasnya sambil dipelintir pelintir putingnya. Aku tidak  tahan digituin, apalagi badanku masih lemas, tanganku lemas sekali,  untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf menyodokkan penisnya saja  sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi Alf masih terus mengocokku,  dari belakang. "Ah... euh... ah... aw..." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf  menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi aku  tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk seperti  gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku dari depan.  Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf menyodokkan  penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek, klitorisku juga  tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-melek keenakan. Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus dia  mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam saja,  tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah, pokoknya aku  ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin langsung dikocok.  Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi, kakiku dua-duanya  terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku terbuka lebih lebar dan  Alf makin leluasa mengocok ngocokkan penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan  aku bahkan sudah tidak bisa lagi berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi  tidak ada suara yang keluar. "Aku mau keluar, aku mau keluar..." Alf  membisikkan sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku. "Jangan di...  jangan di dalam. Ah... ah... oh... aku... aku tidak mau... hamil." Aku  cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku tidak  tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha, itu juga  sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa yang aku  omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku. Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk  ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan penisnya ke  sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku sudah dipuncak  nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok ngocok seolah  masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke muka dan sisanya  di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan tanganku dari dadaku,  maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di pipiku mengalir ke  mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku, aku terlalu lemas. Aku  biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja sekalian. Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku  memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa  maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di sofa.  Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi  selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku buka  mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan aku kaget  kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih kaget lagi,  aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di kananku Ricky juga  masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang seperti aku. Belum  habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia lagi  mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru akhirnya aku  tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-sex sama Alf.  dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf cinta sama dia,  soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah buat dia. Ternyata  Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf nge-sex dan Ricky yang  juga bangun subuh subuh kaget melihat aku lagi nge-sex sama Alf. Dia  keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar aku lagi nge-sex sama  Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah dan melihat Vivie yang  lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela. Ricky langsung dapat ide,  so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie nge-sex juga. Singkat cerita  mereka akhirnya nge-sex juga di kamar. Dan waktu aku sama Alf selesai,  Alf menggendongku ke atas dan melihat Ricky sama Vivie baru saja selesai  nge-sex. Makanya kami berempat akhirnya tidur bareng di kamarnya  telanjang bulat. Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam juga  kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky atau  Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah siapa  yang muasin aku. Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami  nge-sex berempat bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng  seperti gitu. Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie  duluan. Aku masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu.  Alf juga tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok  aku, dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus  kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali,  soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda. Baru  saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya ke  vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku. Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi, soalnya  sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama Alf  langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti main  bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan waktunya di  villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di kamar. Aku jadi  bosan sendirian,makanya aku putuskan aku mau jalan-jalan. Kebetulan di  dekat situ ada air terjun kecil. Aku rencana mau menghabiskan hari ini  berendam di sana, biar badanku segar lagi dan siap tempur lagi. Aku  tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan dulu mengelilingi kompleks  villa itu. Besar juga, dan villanya keren-keren. Ada yang mirip kastil  segala. Sepanjang jalan aku ketemu lumayan banyak orang, rata-rata sih  orang-orang yang memang lagi menghabiskan waktu di villa sekitar sini.  Hampir semua orang yang ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang  adadi halaman villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang  lewat sampai tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma  nyengir saja membalas mata-mata keranjang mereka. Tidak aneh sih kalau  mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai baju pas-pasan, atasanku  kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan soalnya kamarku dikunci dan  kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari dia, makanya aku pakai saja  kaos Si Vivie yang ada di meja setrika. Itu juga aku tidak pakai bra,  soalnya bra Vivie itu sempit sekali di aku. memang sih dadaku jadi  kelihatan nonjol sekali dan putingnya kelihatan dari balik kaos sempit  itu, tapi aku cuek saja, siapa yang malu, ini kan kawasan villa buat  nge-sex, jadi suka-suka aku dong. Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega  membangunkan Vivie Cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja ada  Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku ikat di  kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi terbuka, ya  cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus yang aku punya,  benar tidak? Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan  mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku  makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, udah basah  benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi  lama-lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak.  Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan  waktu aku menemui tempat yang enak, aku siapsiap berendam, aku lepas  sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan  yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi  pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku  diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya. "Mau... mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke  aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata  cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu,  rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung  buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa  aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara,  "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!" Aku  jadi ingat bagaimana korban korban perkosaan yang akulihat di TV, aku  jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku  dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan  muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku. "Oke... oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu  berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha ngomong,  padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah  membentak aku, "******, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan  macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, "Santai  dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap  diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?"  Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku  lega setengah mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin  mereka dulu. Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau  satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang  satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya  mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat,  ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih  halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di  atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih  senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa  menikmati permainannya. "Ah... yeah... ah... siapa... siapa nama loe?" aku tanya dibalik  desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia  terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang  sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak  usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan  ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya  terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, "Oke...  terus... terus... Yeah..." Ternyata ada juga cowok yang suka  berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar,  "Belum dijawab?" "Oh, sorry. Nama gue Jeff." Dia menjawab sambil terus  merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan kuhisap hisap. Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya. "Elo tinggal di sini juga  ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?" Jeff kaget juga  waktu aku ngomong gitu. "Memang elu tahu dari mana?" Aku nyengir terus  aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama  liurku. Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya ! berdua  ngentotin cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu adik  kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke  sini, dan gue entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin  sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung  cari posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia  langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku.  Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat.  Terus dan terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut  penisnya, aku digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku.  Terus dia mengocok aku sambil bediri, seperti gayangocoknya Tom Cruise  di film Jerry Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan  aku makin merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku  kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku  pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi  pinggangku. Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang  mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara  mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah  tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya  aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan  jongkok meng-"karaoke"-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar  sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan  pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa  vaginaku jebol. Lama juga aku meng-"karaoke"-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku  berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku  sudah pasrah kalau dia bakal menyodok nyodok vaginaku, tapi kali ini  tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung  ke anusku. "Ah... aduh..." anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada  persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya  masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau  dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau  nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung  kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku.  Dadaku goyanggoyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu  membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku. Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia  meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya.  Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya  permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku  diremas-remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar  klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa  sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan  nikmatnya seluruh tubuhku. Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang  kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan  cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak  dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian  soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang  lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum  akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun,  aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk  mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat  di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang  lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie.  Vivie juga sibuk mengulum ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku  tetap diam sampai mereka selesai main. Terus aku dikenali sama cewek  mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf, namanya Angel. Aku baru  ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis muasin Jeff sama Lex.  Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana, kebenaran Ricky dan Alf  lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi akhirnya akur lagi, dengan  catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya Jeff sama Lex. Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan waktu mereka  lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia dan dikenali  sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya ngesex juga. Makin asik juga,  sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di kelompok kami, dan  seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk muasin nafsu kami  masing-masing. Dankami kasih nama kelompok kami "MAGNIFICENT SEVEN"
 
 
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Sensasi jorok yang nikmat               Apr 9th 2013, 13:14                                                "Dek, ayo buruan… sebelum aku kesiangan…" kata mas Andri, suamiku. Dia berdiri di samping meja makan yang telah bersih dari peralatan makan, sambil mengurut perlahan batang penisnya. "Iya… aku datang…dasar tikus hutan …." Candaku sambil tertawa. Aku letakkan piring dan gelas kotor di dapur, lalu aku kembali kearah  ruang makan. Aku lepas cd yang membungkus vaginaku dan aku lempar ke  atas tumpukan cucian kotorku. Cd itu adalah cd terakhirku, karena semua  cd yang aku miliki belum sempat aku cuci. Sekarang, satu-satunya baju  yang masih menempel di tubuhku adalah daster batik berbelahan dada  rendah yang menggantung sepanjang separuh pahaku. Adalah suatu  rutinitas, hampir setiap pagi aku harus melayani nafsu suamiku yang  menggebu-gebu. Nafsu seks yang seolah-olah tak pernah ada  habis-habisnya. Sepertinya, yang ada diotaknya ketika ada aku, hanyalah  tentang seks…ngentot…make love…ngewe. Hanya itu saja. Aku, sebagai  istrinya hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala saja  melihat tingkat yang aku anggap lucu ini. Aku mendekat, sambil  menurunkan tali pundak daster miniku. Daster itu meluncur turun dengan  cepat, dan langsung menampakkan kepolosan tubuh putihku. Putingku telah  ereksi, dan vaginaku juga mulai basah. Dikecupnya kening, pipi, hidung,  leher dan bibirku. Karena aku mudah sekali terbakar nafsu birahi, tak  perlu menunggu terlalu lama untuk pemanasan. Langsung saja lidah kami  bergulat. Tangan kiri mas Andri mulai memelintir dan meremas putting  payudaraku, dan tangan kanannya merogoh vaginaku dari depan. Aku pun tak  mau tinggal diam, aku raih batang penisnya yang sudah menegang dengan  kedua tanganku dan aku kocok penis mas Andri, naik turun dengan cepat. "Memek kamu cepet sekali basah dek… Kamu dah sange ya sayang?" tanyanya sambil tersenyum. "Ya iyalah…. Siapa coba yang ga sange klo jari mas mengobok-obok memek  adek kayak gitu.." Mas Andri tersenyum, ia menatap wajahku yang sudah  mulai memerah sayu. Mas Andri mendadak menghentikan gulat lidahnya, dan mengarahkan mulutnya  ke payudaraku. HAP. Dia langsung mencaplok dada kananku. Disedotnya  kuat-kuat, lidahnya menari lincah diatas putingku. Geli. Tak lama,  mulutnya pun pindah ke payudaraku yang kiri. HOP. "Annnnggg…" kali ini  giginya ikut bermain, dengan menggigit perlahan puttingku yang mulai  mengeras. "Owhh… sssshh" Aku hanya bisa mendesis menerima semua perlakuannya. "Mas, sekarang ya…." Bisikku lirih. "Aku sudah tak tahan". Mas Andri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tubuh telanjangku dibalik menghadap ke arah meja makan dan ia mendekap  tubuh mungilku dari belakang. Walau sudah berubah posisi, kedua  tangannya masih saja menggerayangi tubuhku. Tangan kiri meremas perlahan  payudaraku, dan tangan kanan mencolokkan beberapa jemari gemuknya ke  dalam vaginaku. Aku merasakan penisnya berada tepat di belahan bokongku,  digesek-gesekkannya penis itu dengan penuh perasaan. "Mas.. ayo…. Dimasukkin … Adek udah nggak kuat lagi…." rengekku memelas. Mengerti akan hasratku yang tak bisa aku tahan lagi, mas Andri lalu mendorong pundakku ke depan dan bertumpu pada meja makan. "Lebarin kakimu dikit dek…. Nah gitu" Aku terperanjat ketika merasakan, tangan kanan suamiku mencoblos  perlahan vaginaku dari arah pantat. "Pemanasan…" katanya menenangkanku.  Disodok-sodokkan jemari gemuknya beberapa kali di vaginaku. Cairanku  membanjir. Dengan perlahan, mas Andri mulai mengarahkan kepala penisnya  kearah vaginaku. Digesek-gesekkan batang penis itu diluar bibir  kemaluanku. Ia berusaha melumasi seluruh batang penisnya dengan cairan  vaginaku. Mas Andri mengambil ancang-ancang. Kurasakan kepala penisnya  di antara bulatan bokongku. Perlahan ia mulai mendorong batang penisnya  dan mulai menyeruak masuk. Benda itu begitu hangat, kenyal namun keras.  Sambil tetap meremas-remas kedua dadaku dengan satu tangan, mas Andri  mendorong sedikit demi sedikit kepala penisnya. "CLEP" kepala penisnya telah masuk. "Uhh…" aku mendesah sambil memejamkan mataku rapat-rapat. Walau aku  sudah terbiasa dengan ukuran penis mas Andri, namun tetap saja, ada  sedikit rasa nyeri yang timbul. Mas Andri menggeser-geser posisi tubuhku, mencoba membuatnya menjadi  lebih mantap ketika kami bersetubuh. Perlahan, batang penisnya mulai ia  dorong masuk ke vaginaku. Aku merasakan denyut-denyut pelan yang membuat  organ kewanitaanku semakin membanjir basah. Sedikit demi sedikit,  sampai batang sepanjang 16 cm itu benar-benar hilang ditelan organ  kewanitaanku. "Mmm…mas…." Suaraku gemetar menahan nafsuku. "Kenapa dek…? Enak…?" mas Andri mengecup punggungku ketika melihat aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Saking nafsunya, cairan vaginaku menjadi tak terbendung, karena aku merasakannya mulai turun, mengalir ke arah pahaku. "CLEP… CLEP… CLEP… " mas Andri mulai menggerakkan pinggulnya maju  mundur, mengaduk dan menusukkan batang penisnya dalam-dalam, semakin  lama semakin cepat. "PLAK… PLAK… PLAK…" Suara tubuh kami ketika saling bertabrakan. "SREEK…SREEK…SREEK…" Meja makan yang aku buat sebagai tumpuan tubuhku  juga perlahan mulai bergerak, tiap kali pinggul mas Andri menabrak  pantatku. Kaki mejanya berderit-derit, tergeser oleh gerakan liar kami  berdua. "DUG… DUG… DUG…" Suara bibir meja ketika menabrak tembok dan  desahan suara kami memenuhi ruang makan yang sempit ini. "Enak dek…?" tanyanya dari arah punggungku sambil terus meremas payudaraku. Saking enaknya, aku hanya bisa menggigit bibir bawahku, tersenyum  mendesis sambil mengangguk-anggukan kepalaku. Mulut mas Andri tak  henti-hentinya mengucapkan kata "Aku sayang kamu dek" tiap kali ia  memompa penisnya diliang vaginaku. Terkadang ia mengecup dan menjilat  punggungku. Aku hanya bisa menundukkan kepala sambil melenguh keenakan,  merasakan tusukan-tusukan tajam penis mas Andri. "Pagi hari yang berisik… " pikirku tiap kali kami bersetubuh. Karena memang benar, kami adalah pasangan yang tidak bisa diam, selalu  bercinta tiap kali ada kesempatan. Tak peduli akan waktu, tempat ataupun  situasi. Oleh karenanya aku panggil suamiku tikus hutan, karena  nafsunya mirip dengan aktivitas makhluk kecil itu, hanya bercinta dengan  pasangannya sampai dia mati. Gelombang kenikmatan itupun perlahan  datang. Jantungku bercetak semakin cepat, nafasku memberat, siap  menyambut orgasme pertamaku di pagi hari ini. "Shhhh… Aku mau keluar mas…ayo… tusuk memek adek lebih dalam…" kataku menyemangatinya. Tanpa menunggu perintahku untuk yang kedua kalinya, mas Andri semakin  mempercepat sodokannya. Tubuhku terhentak-hentak dengan keras, tiap kali  menerima sodokan penis mas Andri. Penisnya terasa begitu cepat, keluar  masuk dengan ritme yang semakin cepat. Meja makan tempat aku  menyandarkan tubuhku pun sepertinya ikut merasakan dorongan brutal mas  Andri, berderit dengan keras dan menabrak tembok seiring desahan  kenikmatan kami berdua. "Shhh…ayo mas… aku sudah dekat.. aku mau keluar …. Ssshhhh…" erangku  kepada suamiku. Dengan tangan kiri yang masih menopang badanku, aku  pegang pantatnya dengan tangan kanan. Aku gerak-gerakan pantat semok itu  kearahku, berharap mas Andri semakin mempercepat goyangannya. "Mas…ayo…. sodok aku dengan keras… tusuk aku dengan tititmu… aku mau keluar mas…" Di tengah-tengah pendakian kami ke puncak gunung kenikmatan. Tiba-tiba  mas Andri menghentikan sodokannya. Dia terdiam, menusukkan penisnya  dalam-dalam ke arah vaginaku, dan…. "Aaahhhhhhkkkkk……… ahhhh… ahhhh… " mas Andri berteriak lirih. Gumpalan  cairan hangat langsung memenuhi rongga rahimku. Tak begitu banyak, namun  cukup membuat liang rahimku agak sedikit penuh. Mas Andri mendorong  tubuh gemuknya ke arahku dengan brutal tiap kali penisnya memuntahkan  lahar panasnya. Sampai aku merasa sakit pada bagian paha depanku yang  terkena bibir meja. Enam kali sodokan keras aku terima pada vaginaku ketika suamiku  ejakulasi, sebelum akhirnya ia merubuhkan tubuhnya ke arahku. Berat  sekali. Nafasnya tersengal-sengal. "Aku sayang kamu dek…" ucapnya sambil mengecup bagian belakang leherku. "Iya.. Aku juga sayang kamu mas" jawabku lirih. Sebenarnya ada rasa kesal karena aku masih belum mendapatkan orgasmeku.  Sekali lagi, mas Andri gagal memberiku kenikmatan yang telah lama aku  inginkan. Tidak sampai 5 menit dia sudah terpuaskan, mas Andri selalu  saja begitu, terlalu cepat ejakulasi. "Mas… aku masih pingin… ayo ngewe lagi… ayo mas…" kataku. "Aduh… mas dah terlambat dek… ntar malem ya kita sambung lagi…" elaknya. Selalu saja, kata-kata itu yang menjadi alesan. Mas Andri memeluk tubuh  telanjangku sambil tersenyum penuh kepuasan. Sebagai istri yang harus  selalu patuh, aku harus menyembunyikan rasa ketidakpuasanku. Aku harus  bisa ikut tersenyum melihat kepuasan yang terpancar dari wajahnya, dan  membiarkan kehausan nafsuku hilang dengan sendirinya. "PLOP" Aku masih  merasakan kedutan pelan di dinding vaginaku ketika batang penis mas  Andri yang telah lemas, jatuh keluar dengan sendirinya. Sekarang penis  itu menggelatung tak berdaya di luar bibir vaginaku. Meneteskan lendir  kenikmatan kami berdua di belakang paha dan betisku. "Dek, aku berangkat dulu, khawatir ketinggalan angkutan… dah siang nie"  kata mas Andri sambil mengangkat badan lebarnya dari punggungku. Dia menepuk pantat semokku dan balikkan badanku yang masih tengkurap  diatas meja makan. Aku sekarang dalam posisi telentang, menatap  langit-langit rumah kontrakanku. Dengan kaki yang menjuntai di tepi meja  makan. Mas Andri tiba-tiba mencium vaginaku dan menyeruput cairan yang  keluar dari vaginaku. "Hayo… kamu lupa ya dek?" tanyanya sambil tertawa. "Hahaha.. geli mas… geli…iya iya…adek inget…." Jawabku berusaha menjauhkan mulutnya dari selangkanganku. Memang sudah menjadi kebiasaan, jika setelah kami bersetubuh, aku selalu membersihkan seluruh batang penisnya dengan mulutku. Aku segera bangun, turun dari meja makan dan langsung berjongkok di  depan selangkangan suamiku. Aku raih batang penisnya yang menggelantung  lemas itu, dan aku jilat perlahan. Kuhirup dalam-dalam aroma  kewanitaanku yang bercampur dengan spermanya. Sejak pertama kali kami  bersetubuh, aku memang suka sekali meminum sperma, teksturnya mirip  dawet, minuman khas dari pulau jawa yang terbuat dari campuran gula  merah dan santan kelapa, terlebih lagi aromanya, mirip aroma daun  pandan. Kubuka mulutku lebar-lebar, lalu aku masukkan seluruh batang  penisnya. Aku kecap, hisap dan urut batang penis lemasnya dengan  mulutku. Berharap penis itu bisa tegang kembali. Namun setelah beberapa  menit aku oral, sama saja, penis itu tetap menggelayut lemas. "Nah…..Dah bersih mas…" kataku. "Dah… sana berangkat kerja…" Mas Andri menyuruhku berdiri, dan sekali lagi, ia kecup keningku. "Kamu  yakin? Nggak mau menunggu besok Minggu buat mengerjakan semua pekerjaan  rumah ini…? Kamu mau mengerjakannya semua ini sendirian? Jangan terlalu  capek ya istriku sayang" tanyanya begitu mengkhawatirkanku. "Iye baweeeeel… aku yakin… dah ah… jangan menganggap aku cewek manja  seperti dulu… aku dah berubah… sana buruan berangkat" kataku pada  suamiku tercinta. Dengan tubuh telanjang bulat dan vagina yang masih meneteskan cairan  kenikmatan kami berdua, lalu aku antar mas Andri ke pintu depan sambil  bergelayutan manja dipundaknya. "Dah ah… sana buruan pakai dasternya… ntar ada orang yang ngliat loh…" kata suamiku. "Ah.. kagak ada yang bakalan ngeliat mas… khan rumah kita paling tertutup…" "Berani yaaaa……. " Kata mas Andri sambil mencubit pantatku.. "He he he… Iyeeeee…." Diciumnya kening dan bibirku tuk terakhir kali, dan tak lupa salam  berangkat kerja andalannya. Meremas kedua belah dadaku, memelukku dari  depan dan menepuk keras-keras kedua bongkahan pantat semokku. "Salam sayang buat mimi imutku… jaga baik-baik ya dek" katanya sambil tersenyum manja. "Jaga juga dedenya… jangan diapa-apain sampai ntar malam kamu pulang ya mas" sambungku. Mimi dan Dede adalah panggilan sayang kepada alat kelamin kami  masing-masing. Mas Andri melambaikan tangan, dan melangkah menjauh  meninggalkan aku sendirian di rumah kontrakan baruku ini. Mas Andri, suamiku, berumur 32 tahun, berpostur agak gemuk, 170cm/90kg,  dan berkulit putih mirip denganku. Dia baru saja diangkat jabatan  menjadi seorang pengawas lapangan disebuah Perusahaan Pengeboran Minyak  Internasional. Mas Andri adalah seseorang yang bijaksana dalam  pengambilan keputusan, pandai dan penuh dengan perhitungan. "Bukannya pelit dek… tapi khan lumayan… kita bisa menghemat uang jutaan  rupiah perbulan loh kalo tinggal di rumah ini… daripada aku harus  menyewa rumah mewah dekat kantor… toh beda jaraknya cuma 1 jam…" itulah  kalimat yang selalu di ulang-ulang ketika aku sedikit ngambek karena  keputusannya mengambil rumah yang "jauh dari peradaban ini". Rumah kontrakanku adalah rumah petak, yang terbagi menjadi beberapa  bagian, teras, ruang tamu, ruang tidur, dapur, kamar mandi dan halaman  belakang untuk cuci dan jemur. Aku dan suamiku kebagian rumah paling  ujung. Rumah yang paling jauh dari pintu masuk komplek kontrakan, namun  memiliki ukuran paling besar diantara rumah kontrakan yang lain. "Hari yang cerah untuk memulai aktifitas" kataku dalam hati. Aku ambil daster kecilku yang teronggok di kaki meja makan lalu aku  mulai mengenakannya lagi melalui atas kepalaku. Malas sekali rasanya  ketika aku mulai mengenakan dasterku. Sepertinya sangat nyaman jika bisa  hidup seperti kaum nudis yang tak perlu repot-repot menggunakan  selembar bajupun ketika beraktifitas. Kubawa piring dan gelas kotor ke  dapur, aku letakkan di dalam bak pencucian. Aku pandang tumpukan cucian  kotor yang sudah lama teronggok dan mulai mengeluarkan bau tak sedap di  sudut kamar mandi. "Sabtu ini akan menjadi hari yang melelahkan. Ayo Liani, kamu pasti  sanggup menjalani ini semua" aku menyemangati diriku sendiri dan mulai  mengerjakan pekerjaan rumahku itu. Aku harus bisa menjadi istri yang bisa diandalkan oleh suamiku. Menyapu,  mengepel dan mencuci piring bisa aku lakukan dengan cepat. Namun ketika  aku akan memulai mencuci tumpukan baju kotor, langsung terbayang betapa  lelahnya tubuhku nanti malam. Ternyata menyeret bak cucian basah itu  begitu susah, berat, dan licin. Perlu tenaga ekstra untuk bisa  memindahkannya ke dari kamar mandi ke halaman belakang. "Lagi mau nyuci mbak?" Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara seorang pria. Celingukan aku mencari asal suara itu. "Banyak juga cuciannya mbak… dah berapa minggu tuh baju-baju nggak dicuci?" tambahnya lagi. Ternyata suara itu berasal dari penghuni rumah kontrakan di samping  tempat aku tinggal. Mas Manto, begitu tetanggaku biasa memanggilnya,  adalah seorang satpam yang bekerja di perumahan dekat komplek kontrakan  tempat aku tinggal. Selama aku tinggal disini, baru pertama kali ini aku  melihat seperti apa bentuk suami mbak Narti sebenarnya. Mas Manto  berumur sekitar 40 tahunan. Posturnya mirip dengan suamiku namun agak  kurus 170cm/60kg dengan kumis tipis yang dipotong rapi diatas bibir  tebalnya. Kulitnya coklat kehitaman dengan rambut kriting pendek.  Sedangkan istrinya, Mbak narti, berusia 35 tahunan, berperawakan gemuk  dengan payudara yang meluap-luap, khas badan ibu-ibu, adalah seorang  pelayan toko yang juga bekerja pasar dekat komplek rumah kontrakan kami. "Iya…" jawabku sekenanya. "Dah hampir 2 minggu nie belum diapa-apain…." tambahku lagi. Sebenarnya aku sudah mengenal siapa mas Manto, karena hampir setiap hari  aku melihatnya berangkat kerja, tapi selama aku dan suamiku tinggal di  rumah kontrakan ini, belum pernah sekalipun aku bercakap-cakap. Hanya  kenal sebatas sapa dan cerita saja. "Saya Manto mbak…suami si Narti.." katanya lagi sambil menjulurkan tangan. "Mmm… Nama saya Liani… " jawabku sambil menyalami tangannya. Langsung saja tubuhku merinding begitu menyentuh tangan mas Manto.  Tangan itu begitu dingin, hitam, dan keriput, sangat kontras dengan  tanganku, putih, mulus. Entah kenapa, begitu aku melihat wajah dan  postur tubuhnya, aku langsung terbayang akan cerita-cerita pemerkosaan  sadis yang menimpa kepada para perantau di tanah orang. Apalagi saat itu  aku hanya mengenakan daster pendek tanpa baju dalam sama sekali.  Memamerkan kaki panjang dan belahan dadaku. "Mas Andri kerja mbak?" tanyanya lagi, membuyarkan lamunanku. "I… Iya… baru saja berangkat" "Oooowwwh….. saya permisi ya mbak… gerah habis mencuci…mau mandi dulu" jawabnya sambil tersenyum. "Iya….silakan" kataku sambil melihat deretan cucian mas Manto yang masih meneteskan air sabun. "Sopan juga dia…" ternyata aku salah pikir terhadap mas Manto. Walau hanya dari perkenalan singkat tadi, aku merasa kalau mas Manto tak  seperti orang-orang kebanyakan. Sopan, tak seperti orang yang  berpandangan jahil terhadap wanita berbusana seksi sepertiku barusan.  Aku berpostur badan sedang dan terbilang langsing, 165cm/45kg, berkulit  putih dengan ukuran buah dada yang cukup besar. Yang membedakan aku  dengan wanita lain adalah pinggangku sangat kecil dan kakiku agak lebih  panjang dari kebanyakan teman-temanku. Mata bulat lebar, bibir merah dan  rambut panjang hitamkulah yang selalu aku banggakan. Sebenarnya aku  kurang begitu suka dengan baju seksi, tapi aku lebih memilih baju yang  berukuran kecil, karena merasa nyaman aja ketika digunakan untuk  beraktifitas. "PRAK…." Bak cucianku pecah, ketika aku mencoba menggesernya kehalaman belakang.  Pecah karena tak kuat menahan beban rendaman baju kotor kami. Air cucian  kotorpun langsung keluar dari sela-sela bak cuci pecahku, menggenang,  disertai bau apek yang cukup menyengat. "Sialan… belum juga mencuci…" emosiku langsung meninggi…" sabar Liani… sabar…" Aku diam sejenak, memikirkan apa yang harus aku lakukan. "Daripada beli, mungkin lebih baik aku pinjam saja sebentar." Pikirku "Mas Manto.." Walau pintu halaman belakang rumahnya terbuka begitu saja,  tapi aku berusaha tuk sopan. Aku ketuk pintu rumahnya beberapa kali. Mas Manto
  Tak ada jawaban. "Mas Manto.." aku panggil namanya lagi dengan suara lebih lantang. "Iya sebentar…" jawabnya dari dalam rumah. "maaf tadi saya masih mandi…  ada apa ya mbak??" tanyanya sambil mengikatkan handuk kecil berwarna  hijau yang sudah lusuh dan sedikit berlubang di pinggangnya yang  ramping. Badannya basah kuyup, dengan rambut yang juga masih meneteskan  air.. "Ada apa ya mbak? Kok kayaknya kebingungan gitu?" tanyanya. Aku tak menjawab, aku masih terkesima melihat postur tubuhnya, badannya  begitu hitam, kekar, dengan bongkahan dada dan lengan yang menonjol  disana-sini. "Mbak?" tanyanya lagi. "Ada yang bisa saya bantu?" "Eeh…maaf…anu….. bak cuci aku pecah" kataku terbata-bata. "Apa boleh aku pinjem bak cucinya? Ntar begitu sel……….." "Boleh-boleh… bentar ya saya ambilin dulu" potongnya sebelum aku menyelesaikan kalimat. Mas Manto buru-buru masuk, dan mengambil bak mandi yang tergeletak di  sudut lantai kamar mandinya. Ketika dia membalikkan badan, kembali aku  terkesima melihat otot-otot kekar badannya. Punggungnya lebar dan pantat  yang hanya ditutupi handuk merah lusuh itu begitu semok. Aku sedikit  tertawa ketika melihat kaki mas Manto. Pahanya besar tapi betisnya  kecil. Mirip badan tokoh film kartun yang memang hanya badan bagian  atasnya saja yang besar, namun bagian bawahnya kecil. Dan dari disinilah  cerita itu dimulai. Ketika dia membungkuk tuk mengambil bak cuci  miliknya, bagian belakang handuk itu otomatis meninggi, mengikuti gerak  badannya. Dan dari sela-sela paha belakang mas Manto, aku melihat barang  yang tak seharusnya tak liat. Hitam, panjang menjuntai, dengan ujung  besar berwarna merah kehitaman. DEG….Detak jantungku terasa berhenti  sejenak. Langsung saja aku tinggalkan pintu rumahnya dan masuk kedalam  rumahku. Aku tutup pintu dapur, dan langsung saja aku duduk terjatuh.  Lututku lemas dan dadaku berdebar-debar mengingat hal yang baru saja aku  lihat. Aku melihat barang yang seharusnya tidak boleh aku lihat, barang  yang menjadi simbol kejantanan dan kebanggaan kaum pria. Ya, barang itu  biasa disebut penis, titit, atau ******. Walau sekilas, seumur-umur,  baru saja aku melihat barang yang bukan milik suami aku sendiri. Walau  sekilas, tapi aku bisa membayangkan bagaimana bentuk keseluruhan dari  barang milik mas Manto itu. Hitam, besar, dengan urat-urat yang  mengelilingi sekujur batangnya, berkepala merah kehitaman dengan mulut  kemaluan yang lebar menganga, bau amis asam selangkangan yang menusuk  hidung dan rambut kemaluan yang lebat. "Mbak… loh… kemana orangnya….?" Suaranya terdengar pelan dari sebelah rumah. "Mbak…ini bak cucinya……" panggilnya dari samping rumahku. Mas Manto pun  akhirnya mengantarkan bak cuci miliknya ke halaman rumahku. Karena  melihat aku yang tak langsung keluar, mas Manto mendekat kearah pintu  dapur, mengintip kedalam dari jendela dapur, dan mengetuknya perlahan. "Mbak Liani… ini bak cucinya…" panggilnya. Andai saja mas Manto agak menunduk dan melihat kebawah, mungkin saja ia  bisa melihatku yang meringkuk di balik pintu dapur rumahku. Meringkuk  menahan malu yang seharusnya tak aku rasakan. toh yang terlihat adalah  bukan aurat tubuhku. Detak jantungku masih berdetak begitu kencangnya  sampai aku sama sekali tak berani untuk bergerak. Susah rasanya aku  berdiri dengan kedua kakiku. Lemas, tak bertenaga. Dengan gerak super  pelan, aku mencoba berdiri, memasang telinga, untuk mendengarkan,  mungkin saja ia masih ada di dekat jendela. Tenagaku perlahan pulih,  setelah melihatnya berdiri tak jauh dari pintu dapur. Membelakangiku  sambil berkacak pinggang. Dari balik korden tipis jendela dapur, aku  amati gerak-geriknya. Dengan muka kebingungan, mas Manto hanya bisa  celingukan ke arah rumah kontrakanku lalu mengamati banyaknya cucian  kotor yang terhampar di depannya. Karena mungkin merasa iba, diapun  membantu memindahkan cucian kotor yang ada di bak cuciku yang telah  pecah, ke bak cuci miliknya. Sekali lagi, ketika mas Manto memindahkan  baju-baju kotorku, aku pun kembali melihat barang hitam miliknya. Handuk  kecilnya naik turun. Memperlihatkan barang yang ada dibaliknya setiap  kali ia membungkukkan badan untuk memindahkan cucian kotorku. Ketika  sedang dalam posisi membungkukkan badan tuk mengambil baju-bajuku,  tiba-tiba mas Manto terdiam. Masih dalam posisi menungging. Lama sekali.  Dan selama itu pula aku menatap tajam ke arah benda yang bergelatungan  di balik handuk kecilnya. Bergoyang goyang seiring gerakan pantat mas  Manto. "Apa yang dia lakukan" tanyaku dalam hati. Ternyata hal yang membuatnya terdiam adalah…. Tumpukan baju dalam kotor  milikku. Iya, benar sekali, mas Manto mengamati baju dalam kotorku. Tiba-tiba mas Manto berdiri, membalikkan badannya dan melihat ke arah  rumahku, matanya celingkuan mencari dimana aku gerangan. Dia berpindah  posisi, memutari bak cucian kotorku, mengawasi segala gerakan dari dalam  rumah. Matanya sangat tajam, mengamati setiap sudut rumahku dengan  seksama. Namun aku yakin dia tak bisa mengetahui posisiku, karena  terhalang oleh korden tipis jendela dapurku. Karena menurutnya aman,  diapun membungkukkan badannya kembali dan dengan tangan kirinya, dia  mengambil salah satu cd kotorku. Cd putih dengan pinggiran berenda.  Dengan mata yang masih celingukan penuh rasa was-was, dia mengamati  dalam-dalam cd kotorku itu. Diamati bercak lendir lengket berwarna putih  yang menepel di bagian depan cdku. Dan dengan jemari tangan kanannya,  disentuhlah bercak lendir itu, dikorek-korek. Lalu, apa yang sama sekali  tak pernah aku bayangkan terjadi. Mas Manto, tanpa rasa jijik  sedikitpun, menjilat jemari tangan bekas mengkorek cd kotorku. Karena  kurang puas, dia menghirup, menjilat dan mengecapnya, seolah-olah itu  adalah makanan paling enak sedunia. Gila. Dia lakukan itu semua dengan  tanpa rasa jijik sedikitpun. Tiba tiba, perlahan namun pasti, ada  sesuatu yang bergerak dari dalam handuk kecilnya. Penisnya mulai ereksi.  Naik, sedikit demi sedikit, semakin menggembung, mengembung dan  mengeras. Ereksi dengan diiringi kedutan denyut nadi yang ada di batang  penisnya. Handuk kecilnya tersingkap, terdorong ke atas, oleh batang  kejantanan seseorang yang sama sekali belum aku kenal dekat. Penis hitam  yang sempurna, keras, berurat, dengan ujung berwarna merah pekat. Buah  zakarnya mengelantung pasrah, ukuran zakarnya pun tak kalah hebohnya,  sebesar jeruk nipis. Penis itu terlihat begitu gagahnya, mulai meninggi  keatas disertai dengan kedutan yang berirama. Naik, naik, naik dan terus  naik. Berkedut naik, sampai melewati pusarnya. Sekarang yang ia lakukan  sungguh nekat. Sama sekali tak khawatir akan adanya orang yang melihat.  Dia berdiri di halaman belakang rumahku, menghadap tepat ke arahku  dengan penis yang tegak mengacung sambil menjilat dan mengecap cd  kotorku dengan rakus. Merasa tak cukup hanya mengecap satu cd kotorku,  dengan tangan kanannya yang masih bebas, diapun kembali mengambil cd  kotorku. Kali ini yang berwarna hijau muda dengan gambar bunga bunga di  bagian vagina. Sekarang di kedua tangannya, ia memegang cd kotorku. Tapi kali ini ada yang berbeda. Cd hijau yang ada di tangan kanannya tak  hanya ia cium dan jilat saja. Melainkan……ia pakai sebagai sarana  masturbasinya. Ia lilitkan cd hijauku ke batang penisnya dan ia mulai  menggerakkan tangan kanannya maju mundur. Makin lama makin cepat, main  cepat dan makin cepat. Dia mengocokkan penis yang terbungkus cd hijauku  dengan kecepatan tinggi. Dengan sangat bernafsu dan brutal. Melihat  tingkah laku mas Manto, detak jantungku pun semakin berdebar-debar tak  karuan. Tubuhku menghangat, nafasku memberat, putingku mengeras dan yang  paling tak aku sadari, kemaluanku mulai membasah. Secara reflek, aku  sentuh cd yang aku pakai, dan aku raba belahan bibir kemaluanku. Aku  basah, aku horny, aku terhanyut akan tingkah laku kurang wajar yang  telah dipertontonkan oleh mas Manto. Bagian depan cdku terasa sangat  hangat dan basah oleh cairan kewanitaanku. Astaga, aku benar-benar  dibuatnya mabuk kepayang. Mas Manto, seseorang yang sama sekali belum  aku kenal dengan dekat, berani berbuat hal yang begitu nekat. Begitu  gila, yang sama sekali tak pernah aku bayangkan. Dengan tanpa rasa malu  sama sekali ia masturbasi dengan menggunakan cd kotorku di halaman  belakang rumahku. Badan kekar berotot, kulit hitam yang basah oleh air  bekasnya mandi, ditambah sinar matahari yang menerangi halaman  belakangku, membuat apa yang ia lakukan terlihat begitu seksi. Entah  kenapa, tiba-tiba aku merasakan perasan yang berbeda kepadanya. Perasan  yang tak bisa aku lukiskan dengan kata-kata. Hanya ada rasa penasaran  dan ingin tahu yang begitu menggebu. Mas Manto semakin mempercepat  kocokannya. Badannya membungkuk dan membusur. Otot-otot tangan dan  lehernya mengejang. Ia merem melek, pupil matanya tak terlihat, hanya  putih. Ia terlihat begitu menikmati semua yang sedang ia lakukan.  Melihatnya begitu menikmati akan apa yang sedang ia perbuat, aku jadi  ikut merasakan kenikmatan. Tiba-tiba, muncul perasaan aneh dari dalam  diriku. Perasaan nakal, binal, liarku sepertinya muncul. Ingin rasanya  aku membuka pintu dapurku dan mendekap tubuhnya, mencium bibirnya dan  meraih penisnya. Ingin rasanya aku membantu menuntaskan semua hasrat  nafsunya. Menjilat batang penis yang begitu besar, hitam, panjang. Ingin  sekali aku merasakan tusukan dan sodokan penis dahsyatnya di liang  vaginaku. Dan… Aku ingin mas Manto menumpahkan semua spermanya di dalam  rahimku. "Liani…..mbak Liani….terima persembahanku untukmu….. mbak Lianiku….." bisiknya lirih sembari dia mempercepat kocokannya. "Mbak Lianiku….?" Tanyaku dalam hati. Heran. "Ooooooohhhhh…..mbak Liani!!!" Mas Manto tiba-tiba menghentikan kocokan tangan kanannya dan dengan cd  di tangan kiri, ia berusaha menampung semua tumpahan cairan  kenikmatannya. "Crut… crut… crut… crut…" Mas Manto orgasme. 8 tembakan sperma menabrak cd putih di tangan  kirinya. Semburan benih-benih kejantanan seorang lelaki menyemprot  keluar dari mulut penisnya yang lebar. Begitu banyak. Sampai-sampai cd  putihku yang ia gunakan untuk menampung tumpahan cairan nafsu mas Manto,  tak mampu membendung itu semua. Cairan itu merembes keluar dari cd  hijauku yang ia gunakan untuk melilit penisnya, dan menetes jatuh ke  atas cucian kotorku. Sungguh menakjubkan melihat ekspresi wajahnya.  Semua terjadi seperti dalam gerakan slow motion. Andai aku punya  handycam, pasti aku kan merekam semua kejadian barusan. Penisnya  berkedut dengan hebatnya. Berkedut sambil memuntahkan semua cairan  spermanya. "tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….."  kami berdua dikejutkan oleh suara SMS dari HP milikku. Suara yang walau  lirih, tapi terdengar begitu lantangnya. Memecah kesunyian yang terjadi  selama beberapa menit ini. Mas Manto terlihat begitu panik, dia bingung,  celingukan, mengkira-kira, kapan aku bakal menampakkan diriku dari  dalam rumah. Dia juga bingung dengan benda yang sekarang masih ada di  kedua telapak tangannya. Cd putih yang ia gunakan tuk menampung tumpahan  sperma dan cd hijau yang ia gunakan tuk membungkus batang penisnya,  semua basah karena sperma. Dibuang sayang, di letakkan di bak cucian pun  khawatir aku akan curiga. Karena kehabisan akal, mas Manto akhirnya  melepas handuk kecil yang melilit pinggang dan meletakkannya di pundak.  Astaga, sekarang aku dapat melihat keseluruhan tubuh telanjang beserta  penis raksasa mas Manto yang masih menggelatung lemas setelah dikocoknya  habis-habisan. Penis itu telihat seperti buah terong, panjang, besar,  berwarna hitam kemerahan dengan ujung kepala yang menggelembung. Dan  anehnya lagi, penis itupun masih berkedut dan mengeluarkan sperma. "Ga ada habisnya tuh peju" pikirku kagum. Dengan cepat, mas Manto langsung mengenakan cd putihku yang penuh dengan  spermanya. Cd tersebut dipaksa untuk dapat masuk, karena mas Manto tak  dapat menemukan lokasi tuk menyembunyikan cd tersebut. Janggal sekali  aku melihatnya mengenakan cd wanita. Ujung kepala penisnya tak dapat  sepenuhnya tertampung. Masih menjulang keatas, melawati karet kolor  cdku. Sampai-sampai ia harus bersusah payah tuk menekuk batang penisnya  ke bawah, kearah pantat, supaya tak terlihat lagi. Biji testisnya pun  terlihat tak nyaman, menggelambir keluar dari masing-masing celah celana  dalamku. Dan cd hijau, yang juga terciprat spermanya, ia sembunyikan di  dalam tumpukan baju kotorku. Setelah itu, ia segera melilitkan kembali  handuk kecilnya, dan bertingkah seperti tak ada apa-apa.. "Mbak Liani…" panggilnya. "Mbak…Ini bak cucinya…" "Eeh iya… sebentar mas…." Jawabku. Aku mencoba mengatur nafas, menyembunyikan deru nafsuku yang juga masih menggebu-gebu ini.. "Maaf mas… tadi mas Andri telpon, jadi mas Manto langsung saya tinggal deh…" "Oh gapapa mbak…ini baju kotornya sudah saya pindahkan ke bak cuci saya…  jadi mbak Liani tinggal meneruskan saja…" mas Manto berkata sambil  mengurut-urut telapak tangannya di depan selangkangan, mencoba menutupi  gundukan penis yang aku kira mulai menggeliat lagi. "I….iya…ma kasih mas… jadi ngerepotin nie ceritanya…." Kataku. "Ah.. gapapa kali mbak…. Lagian aku kasian kalau melihat cewek secantik  mbak Liani harus bercapek-capek sendirian gini…." Katanya tersenyum  meringis. "Wah… sepertinya dia mulai merayuku" batinku. Aku hanya bisa tersenyum-senyum mendengar kalimat mas Manto. "Hhmmm… anu mas… kalau boleh… apa saya bisa….…." "Boleh boleh…mo apa ya?" potongnya. "Anu… apa bisa saya minta tolong buat …..sekalian penuhin bak cuci dengan…..?" "Wah bisa banget mbak.. tenang aja… "potongnya lagi. "bahkan kalau mau… saya bisa bantu mbak liani nyuci"in bajunya…" Dengan sigap, mas Manto memindahkan air dari bak penampungan ke bak  cucinya. Dia terlihat sama sekali tak merasa terbebani dengan segala  perintahku. Dan tak lama, semua bak cucinya penuh dengan air bersih. "Yup….semua bak cuci sudah saya penuhi ….apa ada hal lain yang bisa saya  kerjakan??". Matanya berbinar-binar penuh harap. Terlihat seperti  ****** yang haus akan perintah dari majikannya. "Hmmmm… sepertinya itu saja deh mas…." Kataku sambil tersenyum. "Mbak Liani tuh orangnya murah senyum ya? Jadi seneng saya mbantuinnya… jadi ga ada capek-capeknya dah…" candanya. Langsung saja aku duduk di bangku kecil yang ada disisi bak cuciku,  mulai mengucek dan membilas semua baju kotorku. Tapi begitu aku duduk di  bangku kecil itu, aku baru sadar. Aku tak mengenakan cd dan bra sama  sekali, dan di depanku, ada mas Manto, suami tetanggaku. Aku merasakan  hal yang sangat kurang nyaman. Bangku itu terasa begitu pendek, hanya 15  cm dari lantai. Jadi, mau tidak mau, aku harus duduk dalam posisi  jongkok. Paha, betis, lengan dan belahan dadaku terpampang jelas di  depan mata mas Manto. Dan yang paling parah, daster kecilku ini sama  sekali tak mampu untuk menutupi selangkanganku. Walau vaginaku bersih  dan aku bisa dengan santai berbugil ria di hadapan mas Andri, tapi tetap  saja, mas Manto adalah orang lain, orang yang baru aku kenal sekitar 30  menit yang lalu. Pasrah…hanya itu yang dapat kulakukan. Aku hanya  jongkok, merapatkan kedua lututku, dan menempelkan dada montokku kearah  paha. Berusaha sebisa mungkin tak memperlihatkan vagina dan belahan  dadaku sama sekali. Melihat aku yang kebingungan mencari posisi paling aman tuk  menyembunyikan auratku, Mas Manto pun ikut sedikit menjauh. Dia  mengambil posisi di seberang halaman, dan duduk di bangku kayu panjang,  yang berjarak sekitar 2m dari tempatku duduk mencuci. Bangku itu hanya  setinggi lutut orang dewasa, yang jika mas Manto duduk menghadapku,  lutut dan pantatnya berada dalam posisi yang sejajar. Sehingga membuatku  dapat dengan leluasa menerawang kedalam handuk kecilnya dan melihat  perjuangan cd putih kecilku menyembunyikan penis besar mas Manto. "Jadi sama-sama tau aurat masing-masing lah…" pikirku gampang. Mas Manto ternyata orang yang mudah bergaul, ramah, dan suka memuji. Tak  heran, aku yang biasanya tertutup akan adanya orang baru, merasa begitu  nyaman dan bisa ngobrol lama dengannya. Apalagi dia bukan orang yang  mata keranjang. Karena walau aku berbaju begitu minim, mas Manto mampu  menahan keinginannya tuk menatap tubuhku lama-lama, hanya sekilas saja  ia melihat, lalu melengos ke arah lain, seolah-olah tak peduli sama  sekali. Situasi tegang diantara kamipun lama-lama mencair, karena mas  Manto tahu sekali bagaimana berbicara denganku. Sering becanda dan  pintar merayu orang. Diapun tak segan tuk tertawa terbahak-bahak ketika  aku bercerita lucu. Bahkan tak jarang selangkangannya dapat aku lihat  dengan jelas ketika dia tertawa. Ketika tertawa, kadang ia mengangkat  kaki dan memegang perut sehingga penis yang terbungkus cd putihku sering  terpampang dengan jelas. Sama sekali tak berusaha tuk menutupinya. "Penis hitam mas Manto berusaha menampakkan dirinya… penis itu  bersembunyi di dalam cd putihku… yesss…. aku bisa melihat penisnya  lagi…. penis besarnya…" hanya itu pikirku ketika melihatnya tertawa  puas. Kadang aku berpikir, apakah mas Manto adalah seorang ekhibisionis.  Seorang yang memiliki penyakit psikologis, suka memamerkan penisnya  kepada orang lain. "Iya… aku yakin dia adalah seorang ekshibisionis.. tapi,ah masa bodoh…  yang jelas mas Manto adalah teman yang enak diajak ngobrol…. toh aku  sudah merasa begitu nyaman dengannya…" pikirku, berusaha untuk tak  memperdulikan kekurangannya. Karena aku sangat yakin akan tingkah mas Manto, yang terkadang dengan  sengaja membuka lulutnya lebar-lebar, seolah mempersilakan mataku tuk  mengagumi batang penisnya yang hitam, membuatku pelan-pelan, juga mulai  membuka diri, melemaskan semua pertahanan tubuhku. Semula aku yang hanya  duduk jongkok, menutup semua aurat, sekarang sudah mulai melebarkan  lututku, sedikit mengkangkang. Selain aku merasa capek dengan posisi  jongkok yang rapat itu, aku juga ingin mempernyaman posisi mencuciku.  Mas Manto bersandar di dinding pagar halaman belakang rumah kami, sambil  menatap ramah kearahku. Sesekali ia beranjak, memindahkan air dari bak  penampungan, dan menuangkannya ke bak cuci yang aku pinjam darinya. Ia  tampak begitu tenang, walau aku tau, saat ini penisnya dah mengeliat  karena melihat kemolekan tubuhku. Tapi wajah itu, begitu santai, seperti  tak ada kejadian apa-apa. Aku terhanyut oleh auranya. Iya. Aku hanyut  olehnya. Terbukti, walau tak beberapa lama kami bercakap-cakap, tapi aku  sudah merasa kalau mas Manto tuh seperti orang yang benar-benar dekat  denganku. Bahkan tak jarang kami mulai melontarkan ejekan dan gurauan  jorok. "Mas Manto… jorok deh.. dah gede gitu masih ngompol…" kataku disela-sela percakapan seru kami.. "Ngompol…. Idih… nggak lah…?" "Lalu …itu apa hayoo…? kok ada yang ngalir dari dalem handuknya? Ah pasti ngompol tuh?" godaku lagi.. "Ohh… ini…?" mas Manto menunduk, mencari tau apa yang aku maksud,  diusapnya cairan yang merembet turun dari dalam handuknya, dia pun  mencium, dan merasakan cairan yang ada di tangannya. Dia melirik  kearahku. Lalu berkata "Cuih…ini mah sabun bekas aku mandi tadi…." "Sabun?" tanyaku heran. Sebenarnya aku tahu kalau yang mengalir turun  dari dalam pahanya tuh bukan sabun, melainkan spermanya sendiri yang tak  tertampung di cd putihku yang ia kenakan. "Hahahaha… bisa aja…" Cucian demi cucian telah selesai dibilas, sampai akhirnya aku temukan cd  hijauku. Cd yang bekas digunakan mas Manto untuk melilit batang  penisnya ketika ia onani. Onani brutal yang membayangkan dan menyebut  namaku. Cd hijau bergambar bunga-bungan dibagian vagina, yang berlumur  sperma mas Manto. Kuraih cd hijauku dan kurasakan lendir yang menempel  di permukaannya. Hangat, licin, dan bertekstur. Detak jantungku kembali  berdetak dengan cepat. "Aku memegang peju mas Manto…" batinku. "Aku merasakan benih-benih yang dimuntahkan oleh penis mas Manto…" Ingin aku rasanya mendekatkan cd hijauku yang berlumuran sperma itu  kehidungku. Menghirup aroma anyir spermanya, menjulurkan lidahku,  menyentuh dan merasakan tekstrur sperma mas Manto. Mengecapnya, penis  mas Manto, oh, mas Manto. "Mbak…? Kok diem aja ?…. Hayo ngelamunin apa…?" suara mas Manto membuyarkan lamunanku. "Eh… anu… ini…" jawabku bingung, mencoba mengembalikan pikiranku dari imajinasi yang tak jelas. "Waduh… itu bekas pejunya mas Andri ya mbak…?" celetuknya, langsung, to the point. "Eh.. kenapa mas?…" Tanyaku, kaget. "Iya… itu pejunya mas Andri khan?…banyak juga ya mbak… pasti tadi pagi  habis……" jawabnya lagi. Memperjelas kalimat yang tadi ia tanyakan sambil  tertawa cengengesan. Aku merasa mukaku seperti kepiting rebus, merah padam, menahan malu.  Sepertinya mas Manto mengetahui apa yang terjadi antara aku dan suamiku  tadi pagi. Sepertinya suara desahan kami terlalu keras sehingga  terdengar sampai rumahnya. Sepertinya itu alasan kenapa tadi ketika  onani, mas Manto memanggil-manggil namaku. Ia pasti membayangkan  bersetubuh denganku. "Mas Andri pasti seorang yang sangat beruntung ya mbak… " mas Manto beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan kearahku. "Tiap malam bisa… hmmm anu………" ia tak meneruskan kalimatnya dan menantikan jawabanku. "Anu apa???….." tanyaku lagi. "Anu… itu tuh…" jawabnya sambil memajukan bibirnya, menunjuk kearah dada  dan selangkanganku… "…….pokoknya puas deh mas Andri sepertinya….punya  istri cantik dan bahenol kayak mbak Liani… Hahahahahaha…" kelakarnya. "Idih ngaco…" jawabku tersipu. Aku ambil air dengan gayung, lalu aku  lemparkan air itu ke badannya. "Dasar otak mesum…." Aku tertawa. "Omong-omong, mas Manto tau cd putihku nggak?" pancingku. "Cd putih…?" tanyanya sambil mengaruk rambut kepalanya yang tak gatal. "Iya… cd putih yang ada rendanya… kali aja mas tau… soalnya khan mas  yang mindahin semua baju kotor aku…" pancingku. Aku tatap wajahnya,  mencari tau, apa akan yang ia lakukan setelah mendengar pertanyaanku  barusan. Terlihat ada sedikit keterkejutan yang tersirat di wajah mas Manto namun  langsung saja hilang, dan berganti lagi dengan raut wajah yang tenang. "Hmmm… yang mana ya?" jawabnya pura-pura tidak tahu. "Cd putih yang ada renda-rendanya.." ulangku lagi. Kembali aku tatap  wajahnya, tapi kali ini aku alihkan tatapanku. Dari wajahnya yang tenang  ke arah selangkangannya yang melompong. Sebenarnya aku tahu bahwa cd  putihku tak hilang, melainkan dipakainya sebagai bahan onani. Dan  sekarang cd itu ia kenakan untuk menahan konaknya agar tak muncul dan  terlihat olehku. "Waduh… saya kurang tahu tuh mbak… mungkin terselip kali di tumpukan  cucian tadi" jawabnya "Eh… tapi ntar klo saya temuin, saya dapet apa?…  bisa dapet isinya nggak?…" "Idih ngawur aja deh…." "Yaaa… kali aja bisa dapet…. Pasti masih kenceng deh…. ga memble kayak punya si Narti gitu …." jawabnya enteng. "Kenceng… mobil balap kali mas…?" "Iya…lah itu buktinya ada di cd mbak Liani…pejunya mas Andri bisa tumpah  ruah seperti itu…. berarti isi cd itu masih kenceng khan?… Klo Narti  kayak gitu, saya bisa punya banyak anak nih… hahahahaha" Entah kenapa, mendengar kelakar mas Manto, seharusnya aku marah, tapi  yang aku rasakan beda. Aku merasa malu tapi sekaligus bangga. "Punya banyak anak?" Aku tatap cd hijau itu yang belepotan sperma mas Manto dalam-dalam.  Andai yang ia dikatakan itu benar, betapa bahagianya aku. Aku dan mas  Andri sebenarnya telah menikah selama 3 tahun, namun selama itu, kami  masih belum dikaruniai seorang anak. Suamiku bukannya mandul, melainkan  ada gangguan pada testisnya, sehingga benih sperma yang dikeluarkan,  banyak yang tidak lengkap. Selain itu, volumenya juga tidak begitu  banyak. Konsultasi dan terapi kesehatan sudah kami lakukan, namun belum  juga membuahkan hasil. Aku sisihkan cd hijauku itu, tak aku campur  dengan cucianku yang sudah bersih. Mas Manto hanya tersenyum-senyum  melihat tingkah lakuku dalam memperlakukan cd hijau yang terkena  spermanya. Dan aku pun membalas senyumannya. Segera aku selesaikan  cucianku, dan aku jemur. Mas Manto pun tak mau tinggal diam. Dia ikut  membantuku menjemur semua baju-bajuku. Tak jarang kami saling pandang,  dan tersenyum. Bahkan terkadang tangan kamipun bersentuhan ketika  mengambil baju yang akan dijemur. Tiba-tiba aku merasa seperti kembali  ke masa lalu. Masa dimana aku dan mas Andri sedang kasmaran. Saling  lirik, saling senyum dan saling sentuh. Namun kali ini orang yang  membuatku kasmaran bukanlah mas Andri, melainkan mas Manto, tetangga  baru kenal yang aku rasa begitu nyaman jika dekat dengannya. "Kamu cantik banget mbak…." Mas Manto merayuku. "Seksi.." Aku hanya bisa tersenyum sambil tersipu malu. Pujiannya sungguh membuatku melayang ke awang-awang. "Makasie ya mas.. buat pinjaman ….." "Ah… biasa aja mbak…" potongnya. "kalau mbak butuh yang lain… saya  misalnya… langsung saja ya mbak… ga usah sungkan-sungkan… hehehehehe…"  tambahnya lagi, tersenyum penuh harap. Ketika tanganku hendak mengambil bak cuci mas Manto, dia langsung mencegahnya, memegang pundakku, dan meraih tanganku. "Gak usah repot-repot mbak… biar saya saja yang membawa bak cucinya…" Cukup lama tanganku berada didalam genggaman tangannya. Dan selama itu  pula mas Manto memainkan jemari jangannya. Meraba, mengelus, dan  meremasnya dengan perlahan. Melihat aku yang hanya diam saja, mas Manto  pun mengangkat talapak tanganku dan dikecupnya perlahan. Mukaku kembali memerah. Malu. "Kalau butuh saya ya mbak…" "Iya…. Iya…." Jawabku gugup. Aku langsung menarik tangan dan mengambil cd hijauku. "Ma… makasih banyak ya mas…" Aku langsung masuk ke dalam rumah, dan menutup pintu dapurku  rapat-rapat, meninggalkan mas Manto sendirian di halaman belakang  rumahku. Detak jantungku tak bisa diatur, nafasku berat, dan mukaku  merah. "Gila… Sangat gila… Ini adalah awal mula sebuah perselingkuhan…" kataku  dalam hati. Aku tahu ini semua mulai berjalan kearah yang salah, namun  jauh didalam hatiku, aku menginginkan semua kesalahan ini. Aku dekap cd hijauku erat-erat, aku tatap dalam-dalam dan aku bayangkan  semua kejadian barusan. Aku merasa terangsang. Cairan vaginaku terasa  seperti mengucur keluar dengan derasnya. Aku kembali menatap keluar  melalui jendela dapurku, mencari tau apa yang sedang dilakukan oleh mas  Manto sekarang. Berharap dia masih ada di tempat semula. "Dia masih ada…" batinku. Mulutku semakin lebar mengembangkan senyum.  Apalagi setelah tahu yang ia lakukan sekarang. Jauh lebih nekat. Mas Manto berada di belakang pintu dapurku. Berdiri agak membungkuk.  Handuk hijau lusuhnya sudah tersampir di pundak kirinya. Cd putihku yang  ia kenakan tadi, sudah ia turunkan sampai sebatas paha, tangan kirinya  kedepan, menopang tubuhnya pada dinding pintu dapurku, dan tangan  kanannya, menggenggam erat batang penis miliknya yang sudah berwarna  sangat merah. Dikocoknya penis itu dengan cepat, sampai terdengar bunyi  "tek tek tek". Suara kulit penis yang terenggang dan tertarik oleh  tangan kekarnya. "Mbak Liani….. ohhh…. Mbak Liani….." erangnya tertahan. Lututku kembali melemas. Aku langsung jatuh terduduk. Menyandarkan punggung dibawah jendela dapurku. "Mas Manto sedang beronani di balik pintu dapurku" batinku girang."mas Manto sedang mengocok penis besarnya di belakang pintuku" Jantungku terasa seperti mau loncat melalui mulutku. Aku sudah sangat  terangsang. Vaginaku gatal, berdenyut hebat, pengen sekali digaruk oleh  kejantanan mas Manto. Aku tatap lembar pintu dapur yang ada disamping  kananku. Aku tatap gagang pintu yang berada ditengahnya. Hanya sekali  putar saja, aku bisa membuka pintu itu dan mempersilakan mas Manto tuk  masuk ke rumahku. Aku sudah begitu terangsang, tanganku, entah sejak  kapan juga sudah mengobok-obok vagina dan klitorisku. Aku benar-benar menginginkan mas Manto untuk masuk ke dalam rumahku,  menciumku, menjilat payudaraku, menyodok vaginaku, dan menumpahkan  seluruh spermanya yang kental kedalam rahimku. Seumur hidup, tak pernah  aku merasakan nafsu seperti ini. Dengan lutut yang masih gemetar, aku  memberanikan diriku tuk berdiri. Aku coba mengintip, apa yang mas Manto  lalukan sekarang. Dia masih dalam posisi yang sama. Mengocok batang  penisnya kuat-kuat. Aku bulatkan tekad, memberanikan diri tuk membuka  pintu dapurku. Aku tak peduli akan apa yang akan orang lain katakan jika  mereka melihat kami selingkuh. Aku tak peduli akan resiko yang akan aku  peroleh jika hubungan gelap yang akan aku mulai dengan mas Manto ini  sampai diketahui oleh suamiku. Ya. Hanya itu. Aku ingin kenikmatan dan  kepuasan. Aku ingin merasakan kenikmatan yang selalu gagal aku capai  dengan mas Andri, suamiku. Aku raih gagang pintu dapurku. aku tarik  nafas dalam-dalam, dan aku putar ke bawah. "Arrrrrgggggghhhhh….Mbak… Liaaaaannnniiiiiiii…." Aku dikagetkan oleh suara erangan mas Manto. Enam semburan kencang  ditembakkan ke arah pintu dapurku. Mas Manto telah orgasme duluan, sama  seperti mas Andri, aku kembali ditinggalkan terangsang seorang diri. Aku  urungkan niatku. Gagang pintu itu tak sempat aku putar. Aku hanya bisa  menyesali ketidak beranianku. "Mas Manto…." Aku hanya bisa memanggil namanya lirih. aku merasa begitu  kecewa dan mengutuk diriku yang tak berani mengambil resiko. Masih dari balik korden jendela dapurku, aku lihat mas Manto berdiri  tertegun. Menatap penis dan cipratan sperma yang membasahi pintu  dapurku. dada bidangnya naik turun, dan nafasnya terengah-engah. Mukanya  berwarna merah. Dengan tangan yang masih mengurut-urut batang penisnya  ia berusaha mengeluarkan semua cairan dari dalam kantong zakarnya. Tak  lama kemudian, dengan kondisi masih tanpa mengenakan baju apapun, mas  Manto melangkah mundur, pergi meninggalkanku, lalu masuk ke dalam  rumahnya. Mendadak, tak terdengar suara sedikitpun. Sunyi. "Pluk…pluk…pluk…" Saking sunyinya, sampai telingaku mampu mendengar  suara tetesan air keran yang berada di halaman belakang rumahku. "Blak… keblak.. keblak…" Suara kebatan baju basah milikku yang dihembus oleh semilir angin. Sunyi….perlahan, aku putar gagang pintu dapurku dan kugeser perlahan  pintu dapurku sampai terbuka semua. Aroma tajam sperma langsung  menyengat hidungku. Aroma dari kejantanan seseorang yang baru saja  menjadi idolaku. "Gila…Banyak sekali…." Pikirku. Sperma itu membasahi pintu dapurku, setinggi perut. Terdapat sekitar  enam lokasi cipratan sperma yang masih menempel dan merayap turun ke  tanah. Rasa penasaran itu pun muncul kembali. Aku julurkan tanganku,  menyentuh sperma yang masih mengalir turun itu. Aku usap-usap, dan aku  masukkan beberapa jemari tanganku ke dalam mulut. "Inikah rasanya…?" bibirku mengecap perlahan. Merasa kurang puas merasakan sperma yang masih menempel itu, aku lalu  jongkok. Memposisikan diriku dihadapan lokasi cipratan sperma mas Manto  yang masih menempel di pintu dapurku. Aku julurkan lidah, menutup kedua  mata, dan memajukan kepalaku. Kutempelkan lidahku ke pintu kayu yang  belepotan sprema itu. "Asin…" kataku dalam hati. Mendadak, aku seperti merasa tak mengenali diriku lagi. Aku merasa tidak  seperti Liani yang sopan, berpendidikan, dan bermoral baik. Sekarang  aku merasa seperti pelacur yang haus akan kepuasan. Aku bersihkan semua  cipratan itu dengan tangan dan lidahku. Bahkan tak jarang, sperma yang  belepotan ditangan, aku colok-colokkan di vaginaku, membayangkan kalau  tangan kecil milikku itu adalah penis besar mas Manto. Aku tak peduli  jika ada tetangga yang melihat aktivitas gak wajarku. Yang jelas, saat  ini, aku begitu bernafsu untuk dapat menghabiskan semua sperma gurih  yang menempel di pintu dapurku. ********** Jam dinding telah menunjukkan pukul 5 sore. Tak terasa, sudah hampir 6  jam aku terlelap. Walau hanya mencuci satu bak kecil, tapi rasanya aku  seperti baru saja melakukan pekerjaan membangun perumahan satu komplek.  Sangat capek. Masih di atas tempat tidurku, tiba-tiba aku tersenyum  sendirian. Membayangkan kejadian yang terjadi beberapa jam yang lalu.  Kejadian gila, nekat, dan tak pernah sekalipun aku bayangkan. "Mas Manto dan badan berototnya… Mas Manto dan penis besarnya… Mas Manto  dan pejunya yang menyembur begitu banyak… aku butuh kenikmatan darinya…  oh mas Manto… gimana ya rasanya selingkuh dengan tetangga…?" tanyaku  dalam hati "Kenapa tidak…? Toh suamiku tak pernah memberiku kepuasan  jasmani…." jawabku sendiri." Kamu gila Liani… kamu gak waras…" "Tok… tok…tok… " terdengar ketukan di pintu dapur. Aku langsung beranjak dari kasur empukku dan berjalan kearah dapur.  Kubuka pintu dapurku, namun aku tak melihat siapa-siapa. Aku hanya  menemukan satu keranjang kotak yang tertutup taplak meja makan dan dua  buah rantang bertingkat yang juga tertutup. Semua diletakkan di lantai  depan pintu dapurku. "Kiriman dari siapa ya?" celingukan aku mencari tahu siapa gerangan yang  telah mengirim ini semua. Aku lalu menekuk kaki, dan berdiri dengan  lututku. Aku buka kain yang menutup keranjang kotak itu. "Ini khan baju…?" aku baru saja tersadar, ternyata semua cucianku yang  aku jemur di halaman rumahku, telah lenyap. Berpindah kedalam keranjang  kotak yang ada di hadapanku. Kaos, kemeja, daster, handuk, kolor, sampai  semua cd dan braku telah licin terlipat dan tersusun rapi di dalam  keranjang kotak itu. Terlebih, baju-baju itu telah terpisah, antara  milikku dan milik mas Andri. Kembali aku celingukan mencari tau. Namun  tetap saja, tak kutemukan jawaban apa-apa. Tiba-tiba aku kembali mencium  aroma yang begitu khas. Aroma yang baru-baru ini selalu memenuhi benak  dan imajinasiku. "Bau peju mas Manto" batinku. Kupertajam daya pengendusanku, kucari-cari darimana aroma itu berasal.  Bukan dari pintu dapurku, aku meyakinkan diri. Karena pintu itu sudah  aku bersihkan dengan benar tadi pagi. Aroma itu seperti berasal dari  tumpukan baju ini. Dadaku kembali berdebar-debar. Aku angkat satu persatu tumpukan baju kering yang ada di depanku. Aku  periksa dengan seksama. Dan, benar. Ada cairan sperma yang menggenang di  dalam tumpukan bajuku. Bukan di tumpukan baju mas Andri, suamiku,  melainkan hanya di tumpukan bajuku. "Sialan… berani benar mas Manto melakukan hal ini…" gerutuku. Aku  merasa, semua jerih payah yang aku lakukan tadi pagi menjadi tak berarti  sama sekali. Karena walau tak semua baju bersih ini terkena spermanya,  tapi tetap saja, mau-tak mau aku harus mencuci ulang semua bajuku. Aku lempar semua baju yang telah ternoda oleh sperma mas Manto kedalam  keranjang. lalu aku saut rantang besi yang ada di sampingnya. Dan,  sekali lagi, hidungku mencium aroma khas yang keluar dari rantang besi  itu. Ketika aku buka tutup paling atas dari susunan rantang itu, aku  hanya mendapati kolak labu yang masih mengepulkan asap hangat. "Kolak? Pikirku heran. Lalu, aku angkat rantang teratas tuk mengetahui apakah isi rantang di  bawahnya. Mendadak, aku tersenyum, tertawa terbahak-bahak, sampai aku  jatuh terduduk. Aku tidak lagi merasa kesal, malah aku merasa senang dan  bahagia. Aku merasa mas Manto sudah jatuh kedalam pelukanku. Karena  tinggal menunggu waktu saja kapan perselingkuhan ini akan berjalan. Di  dalam rantang paling bawah, aku mendapati cd putihku yang masih  berlumuran sperma, satu botol selai, dan selembar kertas. Aku ambil  kertas itu dan kubaca tulisan jelek diatasnya perlahan. "Cd putih mbak Liani sudah saya temukan loh… sekarang saya minta  hadiahnya…" aku tersenyum sambil mengambil cd putihku. "Saya juga tau  loh siapa yang membersihkan pintu dapur mbak….dan bagaimana dia  membersihkannya…" Mukaku langsung memerah dan mulai tertawa girang sambil mengamati  beberapa bagian cd putihku telah mengeras Kuendus-endusdan kuhirup  dalam-dalam aroma sperma mas Manto yang masih menempel sambil sesekali  menjilatnya. "Ini pasti baru saja disembur lagi…" Dan yang terakhir, aku ambil botol selai itu, dan aku buka tutupnya.  Kembali aku cium aroma sperma mas Manto, namun kali ini sungguh  menyengat. Botol itu berisikan sperma. Tak banyak, hanya sekitar  seperempat botol dan sudah sebagian besar mulai mengendap. "Obat Awet Muda. Minum 3x sehari" mirip label obat yang beredar di pasaran. Aku kembali tersenyum dan tertawa terbahak-bahak. Aku merasa seperti  anak kecil, yang baru saja dibelikan mainan boneka, begitu senang dan  gembira. Aku baca tulisan jelek yang menempel didinding botol. Segera  saja kumasukkan semua barang kiriman yang aku yakin, ini semua adalah  kiriman dari tetangga sebelah. Mas Mantoku. Semua baju milikku dan milik  suamiku kuletakkan rapi kedalam lemari pakaian. Aku tak peduli sama  sekali akan noda-noda sperma yang ada, bahkan aku ingin untuk memakai  semua baju yang ia nodai itu. "Dingin… " kataku sambil mengusap vaginaku yang sekarang kembali basah  oleh cd putihku yang belepotan sperma mas Manto. Lalu kupergi kedapur  untuk mengambil sendok. "Semoga ini benar-benar obat awet muda". Kutuangkan cairan dari botol  selai itu, memenuhi sendok makanku, dan kubuka mulutku lebar-lebar. *** "Dek… liat deh yang sudah mas bawain buat kamu…" sambil tersenyum,  suamiku mengangkat kantong kresek hitam yang ia bawa. "Aku bawain kamu…  sup dan sate kambing… buat bekal kita menghabiskan malam minggu ini  bersama… hehehehe… " "Aduh… kamu emang yang paling top deh mas…" Setelah menyantap makan malam, tak lama kemudian aku dan mas Andri pun  memulai apa yang sudah kami rencanakan sebelumnya. Ya, kami bersetubuh.  Aneh. Dalam persetubuhan kali ini, aku merasakan ada sesuatu yang  berbeda muncul dari dalam diriku. Aku lebih bisa mengekspresikan diriku,  lebih bebas, dan lebih agresif. Tak ada lagi rasa nyeri seperti yang  tadi pagi aku rasakan ketika mas Andri menusukkan batang penisnya  kevaginaku. Semua terasa begitu nikmat. Malah, sekarang aku tak malu  lagi untuk melenguh, mendesis dan berteriak lebih lantang. Jauh lebih  lantang daripada biasanya. Dan yang paling aku rasa aneh adalah, aku  mampu dua kali orgasme. Sekali ketika disodok dari belakang oleh mas  Andri, di samping meja makan. Mirip seperti posisi tadi pagi. Dan sekali  ketika aku dalam posisi telentang, diatas kasur tidur kami yang luas.  Aku tak tau, perubahan dalam diriku ini dikarenakan sop dan sate kambing  atau karena hal lain. Hal lain…  "Malam ini kamu benar-benar beda dek…. lebih beringas… mas suka itu… hahahaha…" kata suamiku sambil mengacak-acak poni rambutku. "Apaan sie mas… adek mah biasa aja kok…. Mas aja kali yang yang dah nggak sabar pengen ngewe sama adek…." "Bener dek… kamu beda… tatapan mata kamu… senyum kamu…dan yang paling beda… memek kamu… lebih peret…" pujinya. "Aah mas bisa aja…" "Aku sayang kamu dek…" tangannya yang besar menelungkup diatas tubuhku, menyelimutiku dengan rasa sayangnya. "Adek juga sayang kamu, mas…………" Masih dalam keadaan telanjang bulat, kamipun akhirnya tertidur. *********** Minggu pagi datang begitu cepat. "Met pagi ratu manjaku…" kecupan hangat dan basah mendarat di putting  kananku. Segera saja aku buka mataku dan membalas salam pagi suamiku. "Dasar tikus hutanku….." tawaku renyah. Seharian itu kami merasa seperti penganten baru. Bersetubuh, bersetubuh,  dan bersetubuh. Seolah-olah kami mendapat kekuatan baru yang membuat  badan kami selalu fit. Pintu dan jendela rumah sama sekali tak kami  buka, karena kami bersetubuh di seluruh area rumah. Memasak, mencuci dan  segala aktifitas rumah tangga pun, kami lakukan seperti kaum nudis.  Tanpa menganakan baju sama sekali. Semua terasa seperti mimpi. ********** "Masku sayang… ayo ah… bangun…. " kataku sambil memukul-mukulkan batang  penis lemasnya yang sudah bersih keperut buncit suamiku. " dah bersih  nih dedenya…." Mas Andri yang masih dalam kondisi telanjang bulat, tetap saja berdiam  diri, telentang di atas kasur dan membuka tangannya lebar-lebar. Dadanya  naek turun dan nafasnya masih terengah-engah. Dia memutar kepalanya  kebawah, menatap aku yang masih menungging setia di atas pahanya.  "Aduuuh… mas masih capek nih dek…. 10 menit lagi ya…" jawabnya. Gemas karena mendengar jawaban malas, aku gigit batang penisnya pelan. "Iya…iya…iya… ampun…. Mas bangun…. Ampun dek…" "Hahahahaha… nah gitu donk…ini udah siang… ayo berangkat kerja… katanya ntar ada meeting…?" "Astaga… kamu bener…" Tergopoh-gopoh mas Andri bangun dan berlari ke kamar mandi. Tak menutup  pintu kamar mandi, mas Andri langsung mengguyur kepalanya. "Sayang tolong siapkan semua perlatan kantorku ya… mas dah telat nih…"  Sambil keramas, dia menginstruksikan padaku barang apa saja yang mau  dibawanya meeting. "Syukurin… biar aja telat…makanya jadi tikus hutan tuh liat-liat waktu  donk… sini kalo masih mau nambah… adek siap melayani… hahahaha" kataku  sambil berdiri di depan pintu kamar mandi, meliuk-liukkan tubuhku bak  penari erotis." Come"on… come to mama…" ejekku lagi… "awas kamu ya… " kata mas Andri sambil melempar air dengan gayung… "Dek, mas berangkat dulu ya… harus buru-buru nih… ntar malem kayaknya  mas pulang agak telat deh… jadi kamu jaga diri baik-baik ya…" nasehatnya  sambil mengecup keningku. "Iye…iye….dasar baweeeeel… sana gih buruan berangkat" kataku pada suamiku tercinta. Dengan gemas. Mas Andri melakukan salam perpisahan khas kami. Meremas  kedua belah dadaku, memelukku dari depan dan menepuk keras-keras kedua  bongkahan pantat semokku. Ia lalu beranjak pergi sambil melambaikan  tangan. Kembali, aku seorang diri lagi rumah kontrakan baruku ini. Menjadi ibu  rumah tangga. Menyapu, mengepel, mencuci piring dan mencuci baju.  Tiba-tiba aku teringat akan kejadian kemarin lusa. Kejadian gila yang  membuatku berubah menjadi Liani yang baru. Liani yang nakal, binal dan  tak kenal malu ini. Kejadian awal perselingkuhanku dengan tetangga  samping rumahku. Mas Manto. Kakiku melangkah ringan menuju belakang  rumah, lalu kuputar gagang pintu dapurku. kubuka lebar-lebar pintu itu  dan mengamati keadaan di sekelilingku. Masih tetap sepi seperti kemaren  lusa. Hanya saja, aku tak melihat cucian mas Manto yang dijemur. Hari  ini, hanya ada beberapa helai cucian kotor yang teronggok basah di bak  cuciku. Tapi entah kenapa, aku sepertinya ingin segera mencuci lagi.  Dengan hanya mengenakan daster pendek tanpa daleman sama sekali,  kembali, aku menyeret bak cuciku kearah halaman belakang rumah  kontrakanku. "Cburrr…..cbuuurrrr……" aku mendengar suara air dan gayung. "Wah … mas Manto sedang mandi nie…" pikirku. Vaginaku yang masih basah karena baru saja disodok-sodok mas Andri tadi,  mulai kembali berdenyut. Cairannya mulai membanjir turun kearah pahaku.  Putting dadaku juga mulai mencuat, menampakkan keberadaannya dibalik  daster tipisku. Dadaku berdebar-debar dengan hebatnya dan lututku pun  mulai melemas. "Tok… tok… tok…" aku ketuk pintu dapur mas Manto yang tertutup rapat. Suara deburan air itupun sejenak terhenti. Mas Manto menutup keran airnya, dan berteriak lantang. "Yaaa… sebentar…. Syapa ya…?" "Sa… saya mas… " kataku putus-putus menahan nafsu yang sudah memuncak "Liani…" Aku mendengar mas Manto membuka pintu kamar mandinya, berjalan kearah  pintu dapur dan membukanya perlahan. "Yaa…? Ada apa ya mbak….?" Katanya  tenang. Pria idamanku sekarang berada di depan mataku. Pria yang selalu aku  bayangkan ketika bersetubuh dengan mas Andri, suamiku, sekarang  benar-benar ada didepanku. Dia terlihat begiru segar, sama persis  seperti saat aku meminjam bak cucinya sabtu kemaren. Badan dan rambut  yang masih sama, basah terkena air mandi, namun kali ini agak berbeda.  Aku tak lagi melihat handuk lusuh berwarna hijau yang terikat di  pinggang rampingnya. Saat ini, mas Manto dengan sangat percaya diri,  berdiri dalam kondisi tanpa mengenakan penutup aurat sama sekali.  Telanjang bulat, memamerkan batang penisnya yang menjulang tinggi  melewati pusarnya. Cairan vaginaku sudah tak tertahankan lagi. Meleleh  turun, membasahi paha dan betisku. Aku benar-benar terangsang.  "Mas Manto… bisa pinjem ….." tanyaku lirih sambil menyunggingkan senyum selebar mungkin. "Bisa…" potongnya sambil memamerkan senyum paling indah sedunia. Senyum  tenang yang selalu menghanyutkan diriku. Diraihnya pergelangan tanganku,  dikecupnya pelan, dan diletakkannya telapak tanganku tepat di kepala  penisnya yang sudah berdenyut hebat. "Yuk…mbak… " Aku terima ajakan mas Manto, melangkah masuk ke dalam rumah kontrakannya, dan menutup pintu dapur di belakangku rapat-rapat.
  "KEPLAK…KEPLAK……KEPLAK" hembusan angin pagi menggoda helai pakaian basah  yang terjemur rapi di halaman belakang rumahku. Semerbak aroma bunga  dari pewangi pakaian beterbangan terbawa angin keseluruh penjuru ruang. "PLUK…PLUK…PLUK" suara lembut tetesan air yang jatuh dari ujung mulut keran ke dalam bak mandi. "TENG…TENG…TENG" dentang jam terdengar nyaring sebanyak sepuluh kali. Hari ini, langit terlihat jauh lebih bening daripada biasanya, membuat  matahari bersinar dengan teriknya. Beberapa awan kecil dengan malu-malu  melayang lucu, ditemani layang-layang yang berjoget riang. "Benar-benar pagi yang sempurna" kulihat bayangan senyum bibirku terpantul dari peralatan masak yang tergantung rapi di dinding. Pandanganku menebus beningnya kaca nako jendela dapur. Kutatap bak cuci  pecah yang bertengger manis di sudut dinding belakang rumahku,  bersebelahan dengan 2 buah bak cuci baru berwarna merah tua. Senyumku  semakin mengembang lebar jika mengingat kejadian konyol beberapa waktu  lalu. Kejadian dimana awal perkenalan, pertemanan, dan perselingkuhan  dengan tetanggaku dimulai. Semua gara-gara bak cuci yang pecah. Entah  kenapa akhir-akhir ini, hari terasa begitu cepat berlalu. Siang datang  dengan tiba-tiba, dan tak lama kemudian, malam pun menampakkan  keanggunannya. Semua hari seolah berlomba-lomba untuk mengabsenkan  dirinya. Kulihat kembali bayangan seksi diriku terpantul dari peralatan  masak yang tergantung rapi di dinding. Kuputar-putar pinggangku, mencoba  melihat kemolekan lekuk tubuhku sendiri. "Ternyata badanku masih tampak sangat seksi" Batinku. "Nggak kalah lah dengan badan muda anak-anak SMA" kembali aku tersenyum. Dengan proporsi 165cm/50 kg, tubuhku terlihat begitu semok. Ditunjang  kulit putih tak berbulu, kaki jenjang panjang, pantat bulat, dan  payudara 36C yang besar membusung, aku yakin mampu membuat mata para  pemuda serasa mau loncat dari kelopaknya jika melihatku dalam kondisi  bugil seperti ini. Kuraih celemek kecil yang tergantung di sisi pintu  dapur, dan langsung kukenakan guna menutupi tubuh polosku. Kupecahkan  sebuah cangkang telor ayam dengan sudip. Cairan bening lengket beserta  gumpalan bulat bewarna kuning meluncur turun dengan manjanya. Mendarat  di atas besi licin, dan langsung mendidih kepanasan. "SREEEENNGG". Dua kali kulakukan hal yang serupa. Jemariku bergerak  lincah, mengambil sejumput garam, dan menaburkannya diatas genangan  telor yang bergejolak. Tak lama, aroma wangi makanan memenuhi dapur  kecil ini, membuat perut yang lapar semakin meraung-raung. Kubiarkan beberapa saat, sampai tiba waktunya 2 telor itu pindah dari  panasnya besi penggorengan ke atas nasi merah yang masih mengepulkan  asap. Telor itu tersenyum manis kearahku dan kemudian terlentang dengan  genitnya. Tak lama, kubawa sajian pagiku ke kamar tidur. Kondisi kamar  tidur terlihat begitu berantakan. Sebagian bantal dan guling beserta  selimut telah jatuh ke lantai. Kain sprei tertarik kesana kemari, tak  mampu lagi membungkus kasur dengan sempurna. Gumpalan kertas tissue yang  basah tercampur sperma berserakan dimana-mana. Kaos, rok, kolor,  sarung, celana dalam dan bra, teronggok di hampir setiap sudut ruangan.  Benar-benar berantakan. Kusapu seluruh sudut kamar tidur mas Manto  dengan mataku. Aku baru sadar, jika sebenarnya udara dalam kamar ini  benar-benar pengap. Gelap, panas, dan berbau amis. Walau kipas angin  yang berada di sudut ruangan telah disetel semaksimal mungkin, namun,  angin yang dihembuskannya masih terasa panas dan lengket. Kubuka tirai  dan jendela kamar tidur mas Manto membiarkan udara pengap dalam kamar  ini tergantikan oleh udara baru yang segar. Kilau sinar matahari  langsung membutakan mataku, terang sekali. Karena terbiasa dengan  kondisi temaram kamar mas Manto beberapa saat tadi, perlu sedikit waktu  bagi mataku untuk dapat beradaptasi dengan terangnya pagi itu. Hembusan  segarnya udara pagi langsung menyapa wajahku. Kuhirup dalam-dalam dan  kubiarkan jendela kamar tidur itu terbuka lebar-lebar. "Ini sarapan paginya mas" Kuletakkan nampan berisikan nasi goreng telor setengah matang, air putih  dan kopi pahit kegemaran suamiku di meja rias yang ada di sudut kamar  tidur. Aku duduk ditepi tempat tidur, di samping kanan tubuhnya yang  masih polos tanpa mengenakan sehelai pakaian pun. Ia menatapku  dalam-dalam sambil tersenyum. Tangan kirinya diletakkan dibelakang  kepala tuk dijadikan bantal. Dan tangan kanannya selalu dalam kondisi  siaga, mengurut penisnya yang mulai kembali tegang secara perlahan.  Kukecup pelan pipinya dan kupeluk perlahan tubuh kekarnya. Dadanya yang  bidang terlihat sudah bergerak normal, naik dan turun dengan teratur.  Begitu pula dengan hembusan nafasnya yang sekarang terlihat begitu  tenang. Dengan sigap, ia segera bangkit dari posisi tidurnya dan  bergeser ke kiri, mempersilakan aku untuk semakin mendekat ke arahnya.  Punggung lebarnya disandarkan ke kepala ranjang. "Makasih dek" suamiku tersenyum dan mengecup keningku "Kamu baik  banget…setiap pagi selalu menyediakan 'sarapan' paling enak  sedunia…bahkan mungkin sarapan yang paling enak se-jagat raya" "Aaaah mas bisa aja…khan memang ini tugas seorang istri mas" kukecup  dada bidang suamiku dan kukenyot puting yang berwarna hitam itu "Untuk  selalu bisa memuaskan lelaki pilihannya…lahir dan batin" "Kamu memang bidadari dek" ditariknya kedua pundakku maju kearahnya dan  dipeluknya erat-erat. Sangat erat sampai aku merasakan sedikit kesakitan  pada kedua payudaraku yang tertekan ke dada bidang suamiku. Dielusnya  belakang kepalaku sambil mengusap-usap punggung putihku dengan tangannya  yang kasar. "Aku sayang kamu dek" "Hmmm…udah udah…nih dimakan makanannya…ntar keburu dingin" aku berusaha  melapaskan diri dari pelukan suamiku. Sekuat tenaga kudorong tubuhnya,  tapi sia-sia, ia begitu kuat. "Udah ah mas…nie adek mo ngambil  makanannya dulu"
 
  Sambil tersenyum, ia akhirnya mengendurkan pelukannya. Namun ketika aku  membalikkan badan dan beranjak mengambil makanan di meja di sudut kamar,  kembali suamiku menarik pinggangku yang kecil dan memelukku dari  belakang. Tak lama kedua tangannya mulai jahil, menelusup dari sisi-sisi  celemek dan meremas payudaraku yang bergelantungan bebas  "Bentaran ah dek…mas masih kangen kamu" "Shhh…Aduuuuhhhh…udahan donk mas…sarapan dulu" "Tapi mas nggak kepingin makan sarapannya dek" diremasnya kedua  payudaraku lagi dan mulai mempermainkan putingku yang mulai tinggi  mencuat "Mas kepingin makan kamu" "Aduh…khan baru 20 menit tadi mas makan adek…masa mau nambah lagi?" "Hahahaha" tawanya lantang "Kalo makan kamu mah mas nggak bakalan kenyang dek" "Ssssshhh" Erangku mulai terhanyut arus birahi "Iya deh iya…ntar adek kasih lagi…tapi shhhh…sekarang mas makan dulu yak" Seperti keasyikan bermain balon berisi air, diguncang-guncangkannya  payudaraku sembari mengecup tengkukku. Membuatku semakin merinding  mendapat perlakuan seperti itu. "Makasie ya dek Lianiku sayang" masing-masing payudaraku ditarik  jauh-jauh kearah samping dan diplintirnya puting payudaraku keras-keras .  "Mas sayang banget ma kamu" "Aawwwhhh…aduh…mas Manto tega deh" kutampikkan kedua tangan nakalnya  keras-keras, mengusirnya supaya tak menggoda putting dan payudaraku  lagi. "Khan sakit" kataku sambil mengernyitkan hidungku kearahnya, lalu  beranjak bangun. Kuambil nasi goreng yang ada di atas meja rias mbak Narti dan kuserahkan  kepada mas Mantoku. Diambilnya piring nasi goreng itu dengan satu  tangannya, lalu ia kembali duduk sambil menyandarkan punggungnya di  kepala tempat tidur. Ia hanya tersenyum lalu tertawa lantang. Dan sekali  lagi, aku terbuai oleh senyum yang menawan. Tak terasa,  perselingkuhanku dengan mas Manto telah memasuki bulan kedua. Dan selama  itu pula aku merasakan bagaimana indahnya hidup. Bukannya aku tak  mensyukuri akan apa yang telah diberikan oleh mas Andri, suamiku asliku,  namun jika bersama mas Manto, aku merasakan bagaimana rasanya menjadi  wanita yang sebenarnya. Karena dari mas Manto, aku bisa mendapatkan  kepuasan yang tak pernah aku dapatkan dari mas Andri. Kepuasan lahiriah  sebagai seorang wanita. "Kenikmatan ketika mendapatkan ORGASME,  benar-benar tak terkatakan" Semenjak tragedi pecahnya bak cuciku  beberapa waktu lalu, aku menjadi seolah terhipnotis untuk menjadi istri  kedua mas Manto. Menjadi budak pelampiasan nafsu binatang suami mbak  Narti, tetangga sebelah rumah kontrakanku. Peranku sebagai istri mas Manto berlaku semenjak mas Andri berangkat  kerja di pagi hari sampai ia pulang di sore harinya. Semenjak saat itu  pula, aku jadi sering menginap dirumah mas Manto ketika siang. Setelah  istri mas Manto berangkat kerja juga tentunya. Mungkin karena jadwal mas  Andri dan mbak Narti yang terlalu mudah diprediksi, kami menjadi  benar-benar merasa tenang dengan perselingkuhan yang terjadi selama ini.  Pagi hari sekitar pukul 8, suamiku berangkat ke kantor. Tak lama,  sekitar 30 menit kemudian, mbak Narti juga kepasar untuk bekerja di  toko. Sore harinya, mbak narti pulang lebih dahulu, sekitar pukul 6  sore. Dan suamiku, juga baru sampai rumah sekitar pukul 8 malam.  Otomatis dari pukul 9 pagi sampai 5 sore, tak ada lagi pasangan  masing-masing yang bakal memergoki kami berdua untuk berbuat mesum.  Sehingga ada sekitar 8 jam waktu untuk kami berdua guna menikmati  perzinahan ini. "Enak bener dek masakanmu…sempurna" katanya memuji masakanku sambil tersenyum lebar. "Siapa dulu donk istrinya…??" kataku sambil berkacak pinggang dan  menepuk-nepukkan tanganku di payudaraku. "Liani…sang istri super" "Haahahahaha…mas bangga dek bisa mendapatkan kesempatan untuk menjadi suamimu" "Bangga sih boleh bangga…tapi mbok ya kontolnya diajarin supaya sedikit  hormat" kataku sambil menunjukkan daguku kearah kemaluan mas Manto yang  telah berdiri tegang dengan sempurna "Kok kayaknya nantangin gitu" Liani yang kalem, sopan dan berperilaku terpelajar berubah menjadi Liani  yang liar, binal dan berlaku bak pelacur murahan. Kugeleng-gelengkan  kepalaku, takjub akan stamina penis mas Manto. Tak peduli sebanyak,  sebrutal dan secapek apapun persetubuhan yang telah kami lakukan, penis  itu dapat dengan mudah bangkit dari tidurnya. Tanpa banyak basa-basi,  segera saja aku loncat ke tengah-tengah kasur lalu kuraih batang berurat  yang tumbuh di selangkangan suami baruku itu. Kubuka paha dalam mas  Manto lebar-lebar dan mulai kukocok penis beruratnya perlahan. "Bentar dek…bentar" mas Manto berusaha meletakkan piringnya dan  menjauhkan tanganku dari selangkangannya. Namun buru-buru aku cegah. "MAKAN…!!!" Kubelalakkan kelopak mataku, dan kutatap mata mas Mantonya dalam-dalam. "Ampuuunnnnn…iya deh…iya" Denyutan batang penis mas Manto begitu hebat. Sampai aku bisa merasakan  kedutan aliran darahnya ketika melewati rongga urat-urat yang berwarna  hijau kehitaman. Ukuran penis mas Manto mirip tongkat kasti, begitu  besar dan panjang.  Sekilas jika aku bandingkan antara penis mas Manto dengan penis milik  suamiku, terlihat sungguh jauh berbeda. Panjang penis mas Andri hanya  sekitar 16 cm. Digenggam dengan dua kepalan tanganku pun, batang dan  kepala penis mas Andri sudah habis. Berbeda dengan penis mas Manto,  walau sudah dibungkus dengan dua kepalan tanganku, masih ada lebih dari  sepertiga bagian penisnya yang tersisa. Jengkalan tangankupun tak mampu  untuk menyamai panjang batang penisnya. Belum lagi dengan diameternya.  Jika diameter batang penis mas Andri mampu aku genggam penuh dengan  mudah, tak begitu dengan batang penis mas Manto. Batang penis mas Manto  terlihat jauh lebih besar, bahkan saking besarnya, ketika kucengkeram,  hanya ujung ibu jariku yang mampu menyentuh ujung jari tengahku, tak  peduli sekeras apapun aku mencengkeram batang itu. "Ampuuunnn deeekk" Semakin cepat aku naik turunkan tanganku pada penis mas Manto, dan  semakin merah pula batang penis itu menderita. Sesekali, kepala penis  mas Manto aku cekik, sampai bagian kepala penisnya menggelembung besar,  penuh dengan darah berwarna merah kehitaman. Sesekali pula aku gigit  keras-keras batang penisnya, sampai membekas cetakan gigiku. Berderet  merah bak jahitan kemeja kerjanya. "HAP…sluuurrrrpp" kumasukkan batang penisnya kemulutku. Sesaat, tercium aroma pesing selangkangan yang langsung menusuk  hidungku. Tak mau ketinggalan, aroma anyir sisa-sisa sperma juga kembali  aku rasakan menjalar keseluruh bagian lidahku. Kujilati semua permukaan  kulit penis yang bertonjolan urat-urat itu. Kukecup kepala penis mas  Manto yang semakin memerah dan kukelitik lubang kencingnya yang mulai  mengeluarkan air mani. Aku urut batang berurat itu dengan kencang dan  keras, berharap dari lubang kencingnya segera muncrat benih-benih  kejantanannya. Benih kehidupan yang tersimpan di kantung zakar hitamnya. "Uuuuhhhhhh…Shhh" mas Manto memejamkan mata dan mendesah lirih, berusaha  menikmati jilatan brutal lidahku diantara sakitnya cengkeraman jemari  tanganku. "Ammpuun dek…ampuuunnn" katanya sambil berusaha meletakkan  piring makannya. "Hiiiieeeemmmm hhaaajjaaa hhiiissiiihhuuu…(diem saja disitu)" perintahku tegas. "Dek…bentar dek…mas naruh piring makan dulu ya" katanya sambil memegang  kepalaku, berusaha menjauhkan dari penisnya yang telah memerah tegang. "Mmmmhh bodo" jawabku enteng. Kulepaskan batang mas Manto dari kuluman  mulutku. "Slllrruup…syapa suruh tadi mas melintir-melintirin puting  adek…khan adek jadi pengen ngewe lagi…Mmmmnnhh " kataku sambil  menegakkan penisnya, berusaha menjilat dan memakan biji zakarnya. Biji zakar sebesar buah duku itu juga tak kalah sangarnya. Terlihat  begitu bulat, hitam dan terbungkus kulit tipis yang ditumbuhi ratusan  helai rambut. Menggelambir turun dan ikut terombang-ambing kesana kemari  seiring kocokan jemari lentikku. "Rambut jembut yang lebat sekali" batinku, sembari terus mengurut batang  besar itu dengan mulutku. Sesekali, aku kunyah rambut rambut kemaluan  mas Manto sambil menggigit buah zakarnya… "Ammppuuunnnn deeekk…Mas ga kuat lagi…ampunn" rintih mas Manto keenakan.  Diletakkannya piring nasi goreng itu disamping tempatnya duduk, dan  sambil mengejan keenakan, mas Manto memegang kepalaku. Melihat ketidak berdayaan suami baruku, aku menjadi semakin gemas dan  brutal. Dengan dua tangan, kupercepat kocokan penisnya, sambil terkadang  kupelintir batang penis itu, bak memeras cucian basah. "Dek Liani…bentar dek sssshhh…aduuhh deekk…kalo ****** mas kamu  plintir-plintir gitu…mas bisa cepet keluar lagi…ssshhh" desisnya. "Ya udah…sok…Mnnmmhhh" Tantangku sambil kembali memasukkan kepala  penisnya lebih dalam ke mulutku. Kuhisap kepala penis mas Manto sekuat  tenagaku, sampai kurasakan pipi putihku kempot. Aku ingin kembali  merasakan benih kejantanannya. "Deekk…Dekk" "Uhhaaahhh…huurruuaann hiihheelluuaahhiinnn…(Udah buruan dikeluarin)" "Ammppuunnn deeekkk…ampun" digerakkannya kepalaku naik turun. Mas Manto sepertinya berusaha menjadikan bibir, mulut dan lubang  tenggorokanku sebagai sarana pengocok penisnya. Walau mas Manto tahu,  hanya setengah dari total panjang penisnya yang mampu aku telan, namun  hal itu tak juga mengurungkan niatnya untuk memperkosa mulutku. Dengan  posisi tubuhku yang menungging, terkadang tangan mas Manto  menggapai-gapai vagina dan payudara 36Cku yang bebas bergelantungan.  Terkadang pula ia menusuk vaginaku dengan jari-jemarinya atau memuntir  dan menarik-narik putingku. Aku hanya bisa memejamkan mata, mencoba  menikmati permainan kasar suami baruku. 3 kali sodokan pendek, 2 kali  sodokan dalam. Tempo yang dilakukan mas Manto ketika menaik turunkan  kepalaku. Mas Manto memang selalu bermain dengan tempo. Aku dapat  merasakan kepala penisnya menyundul-nyundul didalam tenggorokanku. Maju  mundur dengan tempo yang sangat cepat. Tak jarang tenggorokanku merasa  sampai tersekat dan tak bisa bernafas. Namun, entah mengapa, dari  kebrutalan gaya bermain mas Manto, aku semakin terlena dibuatnya.  "Tiduran terlentang dek…mas juga pengen ngobel memek kamu" Perintahnya singkat. Karena aku juga sudah terbawa nafsu jasmani, segera saja aku ambil  posisi terlentang. Mas Manto segera merangkak ke atas kepalaku, dan  mengatur posisi penisnya supaya tepat di mulutku. Kami memposisikan tubuh seperti angka 69, saling mengoral satu dengan  yang lain. Jika aku menyedot sambil memintir batang penis mas Manto yang  berukuran ekstra ini, mas Manto pun memperlakukan vaginaku dengan hal  yang serupa. Ia menyibakkan bibir vaginaku lebar-lebar, menusuk dengan  jemarinya dan menjilat setiap mili bagian vaginaku. "Ohhh…Mas…Sshh…enak banget mas" desahku ketika mas Manto mempermainkan  clitorisku. Geli, nikmat dan sedikit ngilu. Sampai-sampai, terkadang aku  merasa vaginaku seperti tersengat arus listrik dan tubuhku menggelijang  tak menentu arah. Sebenarnya aku tak perlu bertingkah macam-macam ketika dalam posisi 69  ini, karena posisiku berada di bawah. Berbeda dengan mas Manto yang  berada diatas, harus lebih aktif lagi. "Enak bangets dek…mas mo keluar nih" Katanya sambil mempercepat goyangan  pinggulnya dan menyodok-nyodokkan penisnya di mulutku. Tak lupa, ia pun  menjilat dan menusuk-nusukkan dua jari tangannya dalam-dalam ke  vaginaku. Selagi merasakan kenikmatan pendakian ke puncak birahi, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara dari balik jendela. "Tumben mas To… olahraganya agak siangan? hakhakhak" teriak suara itu lantang sambil terkekeh "Gorong-gorongnya mampet lagi ya?" "Pak Tarjo…" bisik mas Manto kepadaku sambil mendekap mulutku "Habis  turun mesin pak…lagi ngetes" teriak mas Manto, menjawab pertanyaan pak  Tarjo dari dalam kamar. Seketika kami menghentikan aktifitas birahi ini  dan berusaha memperhatikan kondisi sekitar. Pak Tarjo adalah tetangga yang tinggal di komplek perumahan kami juga.  Rumahnya bersebelahan dengan rumah mas Manto. Pak Tarjo, seorang pegawai  negeri sipil yang sedang menanti masa pensiunnya. Berusia sekitar 60  tahun dan memiliki seorang istri dan dua orang anak yang masih sekolah.  Memang sudah seperti hal yang biasa saja, mas Manto dan pak Tarjo saling  bercanda seperti ini. Bercanda mengenai sex yang kurang lazim jika  dilakukan oleh tetangga normal. Namun semenjak aku menjadi budak nafsu  mas Manto, akupun mulai terbiasa mendengar mereka saling canda dan ejek.  Ya, hanya sebatas saling ejek. "JGREEEK…JGREEK…JGREK" Distaternya Honda WIN bututnya "BRUUMMM…." "Oowwh…jadi sekarang baru dapat kendaraan baru nieh…hakhakhakhak" timpalnya lagi sambil memutar gas motornya berulang-ulang. "Tau aja nie pak'e…hahahaha" jawab mas Manto sekenanya, sambil tersenyum kearahku. Pak Tarjo selalu saja muncul di saat yang benar-benar tak bisa  diprediksi. Tubuh polos kami dan pak Tarjo, hanya dipisahkan oleh  dinding dan jendela kaca bertirai tipis yang sesekali terbuka ketika  tertiup angin. Di antara rumah mas Manto dan rumah pak Tarjo terdapat  teras dan jalan kecil selebar 3 meter yang mengarah ke halaman belakang.  Teras tersebut ada di setiap sisi rumah, dan biasanya digunakan sebagai  tempat menaruh barang atau motor. Seandainya pak Tarjo iseng mengintip  ke dalam kamar tidur mas Manto, ia pun dapat langsung melihat kami yang  sedang bertumpuk-tumpukan ini, karena posisi ranjang mas Manto sejajar  dengan letak jendela kamarnya. Namun, menurut pengalaman kami berdua  selama ini, pak Tarjo tak akan melakukan hal seperti yang aku  khawatirkan. "Pak Tarjo hanya manasin motor dek…tunggu ya…bentar lagi dia juga jalan" Dan benar, tak lama kemudian, "Mas To…saya berangkat dulu ya" ucap suara  dari ballik jendela. "Udah buruan dikelarin…kasihan mbak Narti ntar klo  telat…bisa dimarahin bosnya…" "Mbak Narti?" kami berdua berpandangan heran. "HAHAHAHAHA…" spontan kami berdua tertawa terbahak-bahak. Ternyata pak Tarjo masih mengira, saat itu mas Manto sedang menyetubuhi  mbak Narti. Seandainya ia tahu siapa gerangan musuh birahi mas Manto  saat itu, tentunya akan menjadi berita yang menghebohkan komplek  perumahan kami. Seandainya Pak Tarjo tahu apa yang hampir setiap pagi  mas Manto perbuat kepada istri tetangganya, mungkin ia tak jadi  berangkat ke kantor, bahkan mungkin, bisa saja ia ikut nimbrung dan  bergabung dengan kami berdua. Seandainya saja……..Perasaan aneh itu  muncul lagi. Tiba-tiba, perasaanku menginginkan supaya pak Tarjo dapat  mengetahui keberadaanku disini. Aku ingin pak Tarjo sadar jika saat itu  wanita yang sedang dizinahi mas Manto adalah bukan istri syahnya. Aku  ingin pak Tarjo menyaksikan persetubuhan kami berdua. "Mas…ayo terusin kocokannya…adek udah gak tahan" pintaku sambil mulai menggerak-gerakkan pinggulku. "Bentar dek…masih ada pak Tarjo…ntar dia bisa tau kamu ada disini" bisiknya. "BODO AHHkk…AYO MASSSsshh…cepetaann" sedikit kunaikkan volume suaraku supaya pak Tarjo sadar akan keberadaanku di sini. Tepat seperti perkiraanku, sekilas, pak Tarjo menatap tajam ke jendela  kamar mas Manto. Namun karena ada tirai putih tipis yang menghalangi  pandangannya, ia tak begitu mengetahui kondisi di dalam kamar saat itu.  Karena merasa asing akan suara barusan, pak Tarjo celingukan, mencoba  mengenali siapa pemilik tersebut. "Tuh dek…Pak Tarjo bisa tahu loh" bisiknya sambil sesekali melihat ke arah pak Tarjo yang masih menatap tajam kearah kami. "BODO" tambahku "Makanya BURUAN KOCOK…adek udah bener-bener nggak tahan" ujarku semakin sewot "BURUANnn…" "Iye..iyeee…" jawab sambil mulai menjilat dan mengocok jemari gemuknya di vaginaku. "Ouuggghhh…gitu mas…enak bener… terusin mas…" desahku lantang. Kembali kulihat pak Tarjo dari dalam kamar gelap ini. Ia berdiri menatap  tajam kearah jendela kamar mas Manto dengan raut muka penasaran.  Kepalanya miring dan alisnya saling bertautan. Beruntung aku akan  teriknya sinar matahari diluar sana, sehingga membuat pandangan dari  luar sedikit terhalang. Sebaliknya, aku yang ada di dalam kamar, mampu  dengan leluasa mengawasi keadaan diluar kamar. "Sepertinya enak banget nih…weleh-weleh…yang lagi nyobain mesin baru…" kata pak Tarjo lagi "Tumben dek Narti diem saja…hahahaha" "Ssshhh…Abis keenakan sih pak" teriakku lantang menirukan suara mbak Narti. Dengan sigap, mas Manto langsung membekap mulutku. "Gila kamu dek…suara kamu khan beda dengan suara Narti" "Biarin ahhhhjaahhh…" jawabku genit "Biar kamu nurut semua kata-kataku" tambahku lagi sambil mengernyitkan hidungku. Entah dari mana kenekatanku, menjawab pertanyaan pak Tarjo. Aku tahu,  memang type suaraku berbeda dengan suara mbak Narti. Tapi toh pak Tarjo  mungkin tak menyadarinya. "Mas To… aku berangkat dulu ya… " ujar pak Tarjo sambil menengok terus kearah jendela kamar mas Manto. "Iya pak…hati-hati ya" teriakku lagi menjawab salam pak Tarjo."Kapan-kapan kalo ada waktu …gabung ke sini aja pak" Kaget, pak Tarjo kembali menatap tajam kearah kamar. "Dasar tetangga edan…hakhakhakhak…" Ia menggeleng-gelengkan kepala  sambil tertawa "Yowes…aku berangkat dulu…ati-ati To…nyodoknya  pelan-pelan…kasihan mbak Narti…khawatir lecet-lecet" akhirnya tak lama  kemudian, iapun berangkat. Mungkin karena jengkel, mas Manto langsung mengobok-obok vaginaku dengan  buas. Dengan cepat dan memburu mas Manto menusuk dan mencabut jemari  gemuknya ke dalam vaginaku. "Mulai nakal kamu ya…nie…rasain hukumanku…" "Oouuggghhh… enak banget mas…terusin…aku suka banget mas…mas…terus" Menerima tusukan tajam dan cepat jemari mas Manto, aku merasa gelombang  orgasmeku akan datang lagi. Detak jantungku semakin cepat, dan sembusan  nafasku memberat. Cairan cintakupun membanjir dan tak terkontrol lagi.  Mengalir turun melewati sela-sela bongkahan pantatku. Saking banyaknya,  aku tak dapat membedakan, apakah yang keluar dari vaginaku ini murni  cairan cintaku, atau sudah tercampur dengan air liur dari mulut mas  Manto. Karena yang pasti, aku sudah tak sanggup menahan rasa panas dari  gelombang nafsu yang akan datang ini. "Ooohhh… massshh…adek juga mo keluar…ssshhhh" Kataku "Kita keluar bareng-bareng ya mas" "Ogah…keluar aja sendiri" ujar mas MantoI sengit sambil terus mengobok  liang vaginaku cepat-cepat. Rupanya ia masih jengkel dengan tingkahku  terhadap pak Tarjo barusan. "Hmmm mas Manto mo main-main ya? Boleh…belum tau dia…gimana kalo Liani  beraksi" Batinku sambil membalas kocokannya dengan kenyotan mulutku ke  batang penisnya. "Uuuuhhh…uuhhh…dek…dek… pelan-pelan dek" ujarnya sambil mulai mempercepat sodokan penisnya naik turun ke mulut kecilku. "Mampus" jawabku singkat" semakin kukencangkan katupan bibirku. "Yah…yah…yah dek …mas juga sudah nggak tahan lagi dek" Tiba-tiba, ditekannya dalam-dalam pinggul mas Manto kebawah. Tak sadar  akan sakit yang aku rasakan, mas Manto dengan keras mendorong penisnya  untuk dapat masuk dan tertelan semua oleh tenggorokanku.. "Gila…Batang penis sepanjang 24 cm ini ia paksa untuk bisa masuk semua  ke dalam mulutku" pasrahku dalam hati, sambil berusaha menikmati  sakitnya gaya seks brutal mas Manto. Aku mencoba untuk teriak, namun "Uuuummmgggghhh" hanya itu suara yang  keluar dari mulutku. Kurasakan sakit yang luar biasa ketika penis mas  Manto berusaha untuk terus masuk lebih jauh lagi, begitu perih sampai  seolah-olah batang penis itu merobek tenggorokanku. Seperti tenggelam,  aku tak dapat bernafas. Leherku tersekat dan air mataku pun mulai  menetes dari sudut mataku. Saking besarnya penis mas Manto memaksa  mulutku tuk terbuka, aku merasakan rahangku sampai mati rasa. Pegal  sekali, bahkan aku merasa, rahang mulutku seperti hendak lepas dari  engselnya. Aku hanya bisa mendongakkan kepalaku semaksimal mungkin,  berusaha membuat tenggorokan dan leher ini meregang selebar-lebarnya.  Tujuanku hanya satu, aku juga ingin merasakan kenikmatan denyut orgasme  pada vaginaku seiring sakitnya sodokan batang penis mas Manto pada  tenggorokanku. "AAAAAAAARRRRRGGGGGGHHHHHHH" Hampir bersamaan kami teriak, melepas semua  beban birahi yang ada di otak dan alat kelamin kami masing-masing. "CRET…CREET…CREEETT" Lima denyutan hebat, aku kurasakan di dinding kerongkonganku, seiring  dengan muncratnya ribuan benih sperma mas Manto. Tak sebanyak, dan  sekental spermanya beberapa saat lalu, namun masih kurasa kenikmatan  benih-benih pria selingkuhanku langsung masuk menyembur dengan kuatnya.  Walau tak terasa oleh lidah, namun tekstur lembut sperma itu masih bisa  rasakan ketika mengalir turun dari kerongkongan menuju lambungku. Mas Manto menjatuhkan badannya kebawah, menimpa tubuh rampingku berusaha  menikmati ejakulasi yang ia dapatkan dari mulutku sambil sesekali masih  mengaduk-aduk mulut dan tenggorokanku naik turun dengan perlahan. Mas  Manto tak memperdulikan tubuh dan tanganku yang menggelepar-gelepar  hebat karena orgasme yang juga kurasakan. Karena tak mampu berbuat  apa-apa, akhirnya aku hanya bisa pasrah. Membiarkan suami baruku berbuat  sesukanya terhadap tubuhku. Toh tubuh ini juga sudah menjadi miliknya.  Entah berapa lama lagi aku harus dalam kondisi seperti ini. Nafasku  tersekat dan mataku mulai berkunang-kunang. Tanda kesadaranku mulai  menurun. Tanpa mengenal kasihan, mas Manto masih saja membenamkan batang  penisnya dengan brutal kearah mulutku. Mungkin dengan disodokkannya  batang penisnya dalam-dalam, mas Manto bisa merasakan denyut gerakan  peristaltic tenggorokanku lebih lama lagi. Merasakan tenggorokanku  memanjakan penisnya dengan gerakan mengurut yang tiada henti. Melihat  aku yang sudah lemas dan tak meronta lagi, rupanya mas Manto sadar jika  aku mulai kehilangan kesadaran. Dengan segera, dicabutnya batang penis  raksasanya dari mulutku dan langsung membiarkanku megap-megap mencari  oksigen…  "Huuuuaaaaaahhhh" Kubuka mulutku lebar-lebar dan kuhirup oksigen  sebanyak-banyaknya. Kembali tubuhku menggelepar-gelepar, merasakan  kembali orgasmeku yang sempat terputus akibat sodokan kasar penis mas  Manto di mulutku tadi. Lebih dari 30 detik, dinding vaginaku berkedut  dengan hebat. Tak lama, gelinjang tubuhku mulai sedikit mereda, dan  detak jantungku mulai pelan. Terlentang menghadap langit-langit sambil  mengatur nafasku yang putus-putus. "Hhhh…gihhla kahhmu mashhh…hhh hhh" kataku dengan nafas yang berat  "Tehhga banget…Kalo adek mati gihhhmana?" kataku sambil menatap mas  Manto yang sudah kembali bersandar di kepala tempat tidurnya dengan  pandangan marah. Mas Manto hanya tersenyum lebar. Menampakkan deretan gigi-giginya yang kuning sambil mengurut penisnya yang berkilat air liurku. "Maaf dek…abis sepongan kamu benar-benar enak…mas jadi khilaf" Mas Manto beranjak dari posisi duduknya dan merangkak kearahku. Gengan  posisi kaki yang dilebarkan sejauh mungkin, ia dudukkan pantat hitamnya  tepat di atas kepalaku. "Kamu makin cantik sayang kalo marah gitu" katanya sambil tersenyum dan  menepuk-nepukkan penisnya yang setengah ereksi ke rambutku. "Halah gombal" ujarku sambil melirik ke atas, memasang muka sejutek mungkin. Diraihnya tanganku, dan kembali diletakkannya pada batangnya yang setengah ereksi. "Bersihin kontolku dong dek" Dengan posisi yang masih telentang, akan sulit tentunya membersihkan  penis yang ada tepat di atas kepalaku. Kubalikkan badanku dan langsung  kucaplok keras-keras penis mas Manto sambil sesekali mengunyah daging  kenyal itu dengan gigiku. Mas Manto mulai meracau tidak jelas "Shhh…Dek…Enak banget" Mulutku kembali basah oleh zir liur yang bercampur sperma segar mas Manto. "Lianiku, sang bidadari pecinta peju" julukan sayang yang diberikan kepadaku oleh mas Manto, suami baruku. Kujilat seluruh permukaan kulit penis mas Manto sambil kuhisap-hisap batang penis yang mulai mengecil itu. "Seponganmu memang yahud dek…belum pernah aku temui wanita lain dengan sedotan mulut yang maut sepertimu sayang" "Wanita lain…??" "Iya…si Narti atau mantan-mantan pacarku dulu…selain kamu…tak satu pun  dari mereka yang bisa membuatku moncrot seperti ini…sssshhh" Walau sedikit jengkel karena dibanding-bandingkan dengan wanita lain,  namun sekilas, ada juga perasaan bangga ketika mendengar suami baruku  berkata seperti itu. "Tak ada yang mampu menyamai seponganku" lagi-lagi senyumku mengambang lebar. Kukecup kepala penis mas Manto "Kontol berurat…Aku sayaaaang banget ama kamu" ujarku kepada kepala penis mas Manto. Kugoyang-goyangkan batang itu ke kanan kekiri, sambil sesekali  menepuk-nepukkan batang itu ke mulut dan pipiku, seolah sedang berbicara  dengan manusia. "Dasar dek Lianiku" kata mas Manto sambil mengacak-acak rambutku. Melihat penisnya yang sudah benar-benar bersih dari sperma, ia segera  turun dari tempat tidur, mengambil piring dan nampan berisi sarapan  paginya lalu melangkah ke luar kamar. Kurebahkan tubuhku, kembali tidur  terlentang dan menatap tajam langit-langit kamar mas Manto sambil  tersenyum. "Hhhh…perzinahan yang benar-benar nikmat" Masih dalam posisi terlentang, samar-samar aku mendengar mas Manto  bersiul. Dari nadanya sepertinya ia dalam kondisi hati yang riang.  Terdengar pula bunyi keresek plastik, dentingan gelas dan botol, serta  kucuran air. "Deekk…Kesini donk" panggil mas Manto dari arah dapur. "Iya bentar mas" Kulangkahkan kakiku menuju dapur. Sesampainya di dapur kulihat mas Manto  sedang asyik menyantap sisa makanan yang belum sempat ia habiskan tadi.  Ditangannya, terlihat sendok dan garpu yang sedang beradu dengan piring  dan nasi. Menyendok nasi goreng, dan memasukkan makanan itu dengan  lahap. Sesekali ia berdiri dari kursi makan dan melangkah ke arah kulkas  untuk sekedar mengambil air minum. Aku hanya bisa tersenyum, ketika  melihat pasangan zinahku beraktifitas. Sungguh lucu melihat mas Manto  mondar mandir tanpa mengenakan pakaian selembarpun. Penis yang berukuran  sebesar lengan bayi itu bergoyang-goyang dan memukul paha dalamnya tiap  kali ia melangkahkan kaki. "Dek duduk sini donk" pintanya sambil menggeserkan kursi makan di sampingnya mempersilakanku untuk duduk. Sambil terus menatap aktifitas makannya sambil sesekali melirik batang  penisnya yang tidur dengan damai, aku letakkan pantat bulatku di kursi  yang ada di samping kanannya. "Dek…habis mas makan… temenin mas mandi yuk" ujarnya santai sambil terus melahap nasi goreng di depannya. Aku mengangguk pelan. "Lucu sekali batang penis mas Manto…sekarang batang penis itu tak  segahar beberapa waktu lalu. Pendek, hitam dan gemuk. Mirip terong…besar  dikepala tapi kecil di pangkal batangnya" batinku sambil tersenyum. "Kok senyum-senyum sendiri dek" Tanya mas Manto heran. Aku tak menjawab, hanya tersenyum. Dengan cuek, mas Manto kembali menyantap sarapan paginya. Kujulurkan  lengan kiriku. Dan kuraih batang gemuk yang tergeletak diantara paha  kekar mas Manto itu. Kutimang-timang batang hitam itu, layaknya seorang  pembeli sedang melakukan transaksi di pasar buah. "Uhuk…uhuukk" mas Manto tiba-tiba tersedak. Beberapa butir nasi muncrat dari mulutnya. Rupanya ia terkejut ketika merasakan penisnya tiba-tiba aku sentuh.  "Kaget aku dek…kirain ****** mas mau kamu betot…emang kenapa dek…?" "Nggak kenapa-kenapa mas…adek cuman pengen mengamati ****** mas aja" ucapku sambil terus tersenyum "Mas terusin aja makannya" Walau penis itu masih dalam kondisi tidur, tetap saja aku dibuat takjub.  Ukurannya hampir sebesar penis mas Andri suamiku ketika telah ereksi  dengan sempurna. "Tak sepanjang penis mas Andri ketika ereksi sih…namun yang jelas, jauh lebih gemuk" batinku. Kepala penis mas Manto hampir tertutup seluruhnya oleh kulit tipis,  sehingga hanya mulut penisnya saja yang menampakkan senyumnya. Urat-urat  batang penis mas Manto juga masih tetap terlihat, walau hanya sebagian  saja. Namun kali ini aku bisa dengan mudah melingkarkan jemariku. Batang  penis mas Manto yang super keras ketika ereksi, sekarang terasa begitu  lembut, ketika kuremas perlahan, aku seperti meremas balon balon berisi  air. Kenyal namun hangat. Diseruputnya kopi pahit sampai tak tersisa  "Slurpp aaahhhh". Dan, selesai sudah acara sarapan pagi mas Manto.  Sambil bersandar malas di kursi makan, ia mengusap-usap perutnya yang  menggelembung. Mas Manto menatap ke arahku, kepalanya dimiringkan dan  kembali, ia tersenyum kepadaku. "Suamimu beruntung banget dek bisa dapat istri seperti kamu" "Kok…? Mas Andri…?" "Iya…dia bisa dapat kenikmatan darimu seutuhnya…tanpa harus melakukan  hubungan yang sembunyi-sembunyi dan selalu takut ketahuan seperti ini"  ada rasa pesimis dalam nada kalimatnya. "Andai kita bertemu 4 atow 5  tahun kemaren dek" "Mas Manto…justru adek yang merasa beruntung mas" "Loh…?" "Iyalah…aku jadi merasa memiliki belahan jiwa yang selalu mengerti  segala kebutuhanku" kataku mencoba menaikkan semangat mas Manto Memang benar, jika dilihat dari segi fisik dan ekonomi, mas Andri  beberapa langkah lebih unggul daripada mas Manto. Wajah mas Andri  terlihat tampan, berkulit putih dan selalu berpenampilan rapi terawat.  Bekerja di perusahaan minyak asing sebagai pengawas lapangan, yang aku  yakin penghasilannya beberapa kali lipat diatas gaji mas Manto. Intinya,  semua kebutuhan rohani dan jasmaniku, dapat dipenuhi oleh mas Andri.  Sedangkan mas Manto. ia hanyalah seorang satpam perumahan biasa,  berkulit hitam kelam, dan sama sekali tidak menampakkan ketampanan  apapun. Penghasilannya juga pas-pasan, sampai mengijinkan mbak Narti  bekerja. Sama sekali bukan lelaki pilihanku jika aku diminta memilih  antara mas Manto dan mas Andri. Namun, jika dibandingkan dengan  kebutuhan birahi yang aku terima dari suamiku. Jelas, mas Andri tak ada  apa-apanya. "Jasmani, rohani dan birahi" batinku. Kembali aku tersenyum-seyum sendiri "Ah kamu bisa aja dek" "Yeee dibilangin kok…selain itu…dengan adanya mas Manto seperti sekarang  ini, adek khan jadi bisa mendapatkan 2 ****** yang selalu siap  mengaduk-aduk memek adek SETIAP SAAT" ujarku sambil tersenyum lebar  "Udah ah…yang jelas…kontol mas jauh lebih hebat dari milik mas Andri,  suami adek" Kembali mas Manto tersenyum lebar, dan mendekatkan bibirnya yang hitam  tebal itu ke keningku. Dikecupnya perlahan lalu merangkul tubuh  semampaiku. Tangannya yang kekar melibat tubuhku. Dan dengan satu  gerakan mudah, ia membopongku dan membawaku masuk ke kamar mandi. Begitu  sampai di dalam kamar mandi, mas Manto segera menurunkan tubuhku.  Kututup pintu kamar mandi, dan kugantungkan celemek masak yang aku  kenakan di balik pintu. Tak lama, setelah satu-satunya pakaian yang  menutupi tubuh putihku lepas, terpampanglah tubuh polosku. Kugelung  rambut panjangku dan kupamerkan ketiak putih mulus tak berambutku ke  arah mas Manto sambil berputar-putar berjoget bak penari erotis.  Kumenari seerotis mungkin. Melihat lekuk tubuhku polosku ketika  menggelung rambut, mungkin membuat mas Manto kembali bernafsu, karena  tiba-tiba kembali aku ditubruk dan dipeluknya kencang. "Aku sayang kamu dek…benar-benar sayang kamu" ucapnya sambil mengecup tengkukku dalam-dalam. Berusaha mempertahankan kestabilan posisi berdiriku ketika dipeluk mas  Manto dari belakang, langsung kusandarkan kedua tanganku ke bibir bak  mandi. "Aku juga mas…" Perlahan, dari bawah belahan pantatku, aku merasakan sesuatu mulai  menekan ke atas. Ada benda tumpul dan hangat mulai membesar di sela-sela  belahan pantatku. "Gila…ini penis ga pernah ada matinya" Batinku. Digesek-gesekkannya kepala dan batang penisnya yang mulai ereksi itu ke  belahan pantatku. Otak jorokku segera merespon gerakan mas Manto. Tanpa  menunggu perintah apapun, segera kubungkukkan punggungku lebih rendah  lagi, berharap mas Manto akan segera menusuk vaginaku dengan penis  besarnya dari belakang. Namun aku ternyata salah… "SSEEEEEERRRRRRRRRRRR" aku merasakan cairan panas menyembur belahan  pantat, dan paha dalamku. Mengalir turun dan membasahi kaki jenjangku. Segera kutundukkan kepalaku, berusaha melihat apa yang sedang terjadi  melalui sela kedua kakiku. Ternyata cairan hangat itu adalah air seni  mas Manto. Ia kencing. Eh, bukan. Lebih tepatnya ia mengencingi  pantatku. Spontan, aku balikkan badanku dan langsung bergerak kesudut  kamar mandi, menjauh dari semburan air seni yang memancar kencang dari  mulut penis mas Manto. "Iiiiihhhh…jorok bangets sih kamu mas" ujarku sambil membilas pantat dan pahaku berulang kali "Masa adek dikencingin" Mas Manto menghentikan *an air seninya. "Hehehehe…kamu khan udah sering  mas kasih kencing enak dek…sekali-kali lah kamu mas kasih kencing  beneran…hehehehe" jawabnya polos "Lagian mas suka deh ngliat kamu  ngambek gitu" Dari mulut penisnya, kembali mas Manto menyembur cairan bening  kekuningan yang memancar kuat mulai dari ujung pintu tempat ia berdiri  sampai sudut kamar mandir, tepat di antara kedua telapak kakiku. Bahkan,  saking kuatnya semburan air kencing mas Manto, tak jarang semburan itu  ia tembakkan keras-keras sampai membasahi paha dan lututku lagi.  Seharusnya aku marah mendapat perlakuan tak senonoh seperti ini.  Dikencingi oleh orang dewasa secara terang-terangan. Harga diriku serasa  benar-benar dijatuhkan. Mirip seperti sampah yang tak berharga sama  sekali. Namun, ketika melihat mas Manto asyik bermain-main dengan air  seninya, timbul suatu perasaan aneh dari dalam diriku. "Gimana ya rasa air kencing mas Manto…?" Segera saja kuraba area pahaku yang terkena semburan kencing mas Manto  tadi, kuusap dengan tanganku dan kuangkat mendekat ke hidungku. "Iiiiiihhhhh… Pesing banget mas" jawabku sambil mengerutkan hidungku begitu mengetahui bagaimana aroma air seni seorang pria. "Hehehehe…ya iyalah dek…khan namanya juga air kencing" Mas Manto hanya  tertawa melihatku yang seperti merasa jijik karena terkena air seninya  "Sini deh sayang" tambahnya. Sambil masih menghirup dalam-dalam aroma air seni mas Manto, aku  mendekat ke arahnya. Mas Manto dengan sopan memegang pundakku, dan  memintaku berjongkok tepat di depan penisnya yang masih mengucurkan air  kencing. "Bersihin kontolku dong sayang" pintanya enteng "Hah?" Tanyaku sambil mendongak heran kearahnya. "Iya…jilatin kontolku sampai bersih" Katanya lagi sambil mulai mengarahkan kepala penisnya yang masih meneteskan air seni. "Tapi khan…EMMmmhhhh" Aku tak dapat menyelesaikan kalimatku, karena dengan sedikit memaksa,  mas Manto menjejalkan batang penisnya masuk kedalam mulutku. Dan dengan  tangan kiri, mas Manto juga menarik kepalaku mendekat ke  selangkangannya. Walau sedikit menolak, namun pada akhirnya, kutelan  saja batang penis itu bulat-bulat. "Emmmmhhhmmmm" Masam, getir dan agak sedikit kecut. Itu kesan pertamaku ketika  merasakan bagaimana rasa air seni mas Manto sebenarnya. Seumur hidupku,  aku belum pernah merasa dipermalukan seperti ini. Mas Andri, suamiku  yang sebenarnya pun sampai saat ini belum pernah memintaku untuk  memperlakuan penisnya seperti yang mas Manto perbuat terhadapku  sekarang. Jika ia baru saja buang air kecil dan memintaku untuk mengoral  penisnya, aku selalu menolaknya tegas-tegas, bahkan aku bisa emosi  dibuatnya. Namun hal berbeda aku rasakan ketika bersama mas Manto, walau  penisnya baru saja menyemburkan cairan seni, aku sendiri yang dengan  suka rela mengoralnya. "Menjilat kelamin orang lain yang baru saja mengeluarkan air seni…?" Tanya suara dalam hatiku. "Enak kali ya…?" tanya suara dalam hatiku yang lain "Hmm…Walaupun air seni itu hanya sedikit yang masih menetes keluar, tapi  itu khan sama saja dengan menyuruhku untuk meminum air seninya" "Tapi bagaimana dengan halnya dengan sperma…?" "Iya… itu khan hampir sama dengan meminum sperma…cuman sedikit beda aja" "Tapi khan kalo meminum sperma tuh sudah biasa…orang-orang juga banyak yang melakukan hal itu…sedangkan meminum air kecing.????" "Emang apa bedanya? Toh sama-sama dikeluarin oleh penis orang yang kita sayangi" "Toh sama saja" "Benar juga…toh sama saja…sama-sama berbentuk cair…sama-sama dikeluarin dari lubang penis…sama-sama dioral juga" Ketika sedang asyik-asyiknya mengoral penis mas Manto yang masih  belepotan air kencingnya. Kusadari, cairan cinta vaginaku mulai  membanjir dan merayap turun. Aku horny. Tanpa basa-basi lagi, aku  langsung mengoral penis mas Manto sekuat mungkin, berusaha membuatnya  ereksi dan keras lagi. Penis mas Manto merespon sedotan mulutku. Penis  itu mulai menegang. Lalu dengan sigap, aku berdiri, kubalikkan badanku,  kupegang bibir bak mandi dan kutunggingkan pantat semokku kearahnya. "Ayo mas…tusuk memek adek sekarang" "Hah?…Kamu mo nambah lagi dek…??" tanya mas Manto kebingungan… "Buruan mas…adek udah nggak tahan" Mas Manto segera berjalan mendekat ke arahku. Dengan tangannya yang  kasar, direntangkannya pahaku lebar-lebar. Diurutnya batang penisnya  perlahan. Dan Ajaib, batang itu langsung mengeras, benar-benar keras.  Terlihat dari urat-urat yang mulai bertonjolan di sekujur batang  penisnya. Entah mas Manto memiliki ilmu sakti dalam bercinta atau memang  telah terbiasa mempermainkan stamina batang penisnya, yang pasti,  kembali aku dibuat terpana melihat keajaiban batang hitam yang tumbuh  diantara selangkangannya. Dengan tangan kanan yang menggenggam pangkal  batang penis hitamnya bak memegang pentungan hansip mas Manto  memukul-mukulkan kepala penisnya ke pantat semokku "PLAK…PLAK…PLAK"  sambil sesekali ia goser-goserkan ujung penis itu di antara sela  pantatku. Sepertinya ia berusaha melumuri sekujur batang penisnya dengan  lendir cintaku. Diletakkannya batang penis itu diantara pangkal pahaku,  dan didorongnya perlahan. "Uuuhhh…ia mas, sodok memek adek mas…terus" ujarku dengan nada panuh nafsu. Namun ternyata mas Manto tak melakukan hal yang seperti aku inginkan. Ia  terus mendorong penis itu maju, namun tak ia masukkan ke lubang  vaginaku. Maju dan terus maju. Sampai jika aku lihat dari posisiku  berdiri, aku dapat merasakan batang penisnya yang panjang itu tumbuh  melalui bawah celah vaginaku. Seperti seorang pria, sekarang aku merasa  memiliki penis yang tumbuh dari dalam vaginaku sendiri. Mas Manto terus  saja mendorong batang penisnya maju kedepan sampai pangkal penisnya  menyentuh pantatku. Kulihat cermin kamar mandi yang tergantung di  disamping kiriku. "Aku seperti waria" karena jika dilihat dari samping, aku seolah  benar-benar memiliki batang penis. Penis itu menonjol sekitar 8 cm,  keluar dari pangkal pahaku. Tak lama, mas Manto mulai menggerakkan pinggulnya maju, mundur, maju,  mundur. Ia lakukan gerakan tersebut berulangkali, tepat dibawah bibir  kewanitaanku. Sampai batang penisnya terasa cukup licin guna penetrasi  ke dalam liang vaginaku. Walaupun penis itu sama sekali tidak ia  masukkan ke liang vaginaku, tapi sentuhan urat-urat yang tumbuh di  sekujur batangnya mampu menyentuh klitorisku berulang kali. Membuatku  semakin melayang. "Ayo dong mas…Buruan masukin" kataku sambil menengok ke belakang, ke arah mas Manto yang hanya tersenyum lebar. Tangan kirinya yang kasar kembali maju, dan meremas salah satu payudara  yang menggelantung bebas. Sedangkan tangan kanannya, melingkar ke  samping melewati pinggangku dan mulai menstimulus celah vaginaku dari  depan. Diusapnya perlahan. Jari telunjuk dan jari tengahnya mulai  ngait-ngait clitorisku, sambil sesekali jemari itu menjepitnya pelan. "Uhhhhhggg…" kigigit bibir bawahku, seperti menahan gatal vaginaku namun  tak juga kunjung digaruk. Vaginaku bener-benar terasa gatal. Cairan  cintaku mengalir dengan derasnya "Vaginaku semakin membanjir" batinku. Wajahku semakin panas dan nafasku semakin memburu. Detak jantungku  semakin keras memompa darah nafsu kesekujur tubuhku. Mas Manto mulai  menyusupkan telunjuk dan jari tengahnya yang gemuk kedalam vaginaku.  Dengan mudah kedua jari gemuk ia dorong celupkan masuk ke celah  vaginaku. Dan ketika ditariknya keluar, jemari gemuk mas Manto sudah  benar-benar basah, berkilau cairan vaginaku. Merasa dipermainkan, aku  julurkan kedua tanganku kebelakang "Mas…buruan masukin kontolmu mas"  berupaya menggapai batang penis mas Manto. Namun begitu aku dapat  menggenggam erat batang itu dan berupaya memasukkan ke lubang vaginaku,  mas Manto selalu saja menampiknya. "Bentar ya sayang…bentar lagi" kata mas Manto sambil berulang kali mengecup punggungku. Tiba-tiba tangan kanan mas Manto melingkari pinggangku dari samping.  Lalu tak lama kemudian, jemari gemuk mas Manto kembali dimasukkan  perlahan kedalam vaginaku dan dimainkannya maju mundur. "Pemanasan dulu ya dek" Ujarnya enteng sambil menggapai payudara kiriku yang menggelatung bebas. Aku hanya bisa melenguh keenakan, merasa "Uhhh…uuuuuhhhh" Walau hanya ditusuk-tusuk oleh dua jari gemuknya saja, aku merasa  orgasmeku mulai Namun seolah sadar aku akan orgasme, mas Manto tiba-tiba  menghentikan gerakan kocokannya dan berjongkok di belakang belahan  pantatku. Dua jari gemuk itu sekarang tak lagi tercelup ke dalam  vaginaku. "Ughhhh…mas…" desahku, kembali aku dipermainkan. Dibukanya daging bulat yang menutup lubang anusku lebar-lebar. Tak lama  kurasakan hembusan nafas hangat mas Manto menerpa kulit pantatku, lalu  kurasakan sesuatu yang lebar, tipis, basah, hangat dan sedikit berambut. "Ini pasti mulut mas Manto" batinku. Lahap, seperti orang yang tak makan 2 hari, mas Manto langsung menyantap hidangan vaginaku "Hmmm…wangi banget memek kamu dek" gumamnya asyik sambil menghirup  dalam-dalam aroma kewanitaanku "Mana bersih banget…putih…tak  berjembut…dan keset…ga kayak memek Narti" candanya. Sedikit rasa bangga kembali aku rasakan "Ouugggghh…mas…ayo mas buruan  sodok memek adek mas…"pintaku berulang-ulang. Namun tetap saja tak ia  gubris. Lidah mas Manto bergerak kesana-kemari, menyapu setiap mili kulit liang  vaginaku yang telah mengkilat basah akibat lendir cintaku. Aku baru  sadar, ternyata, tak hanya penis mas Manto yang memiliki ukuran yang  panjang, namun lidahnya, juga jauh lebih panjang daripada orang-orang  kebanyakan. Kasar tekstur lidah mas Manto seolah amplas yang  menghaluskan dinding vaginaku, benar-benar geli aku dibuatnya. Terlebih  tusukan lidah tajamnya. Semakin membuat cairan vaginaku merayap turun ke  pahaku. "Uuuuggghh…mas…udah donk…ayo" Kembali, seolah tak memperdulikan gumamanku, mas Manto terus saja  menjilat liang vaginaku. Saking buasnya, ia juga menjilat lubang anusku.  Sesekali, mas Manto mengkorek-korek jemari tebalnya ke dalam liang  vaginaku. seolah sedang mencungkil-cungkil barang dari dalam vaginaku. "Sempit sekali dek memek kamu" kata mas Manto sambil sesekali menjilat dan menusuk vaginaku. Merasa nafsuku selalu dipermainkan aku berdiri dan segera berbalik kearahnya. "Mas…udah ah…kalo maen-maen begini…adek pulang aja kerumah…" kudorong kepalanya yang masih mencoba mengulik vaginaku "NYEBELIN…" "Hehehehehe…ya udah…yuk" Mas Manto segera berdiri dan memposisikuan ujung kepala penisnya supaya  sejajar dengan liang vaginaku lalu ia meremas kedua sisi pinggangku. "Siap dek?" tanyanya singkat. Aku hanya mengangguk pasrah. "Mas mau masukin ****** mas ke memek….."Tanpa menunggu kalimatnya  selesai, dengan sekali hentakan keras, mas Manto menghujamkannya pantat  hitamnya ke depan. Mendorong batang penisnya jauh-jauh, dan membenturkan  paha depannya keras-keras dengan pantat semokku. "…..mu" sambungnya. "Arrrgggghhhh…sakit mas…" teriakku Mendengar jeritanku, sepertinya semakin membangkitkan gairah bercinta  mas Manto. perlahan, batang penis yang sudah terbenam cukup dalam di  vaginaku itu ditariknya sampai ujung kepala penisnya. Kemudian, kembali,  mas Manto menghentakkan pinggulnya maju. Menghujamkan batang penis  raksasanya dalam-dalam keliang vaginaku. "Ooouuuuugggghhh…sakit mas…pelan-pelan" Kembali, aku merasakan dinding  vaginaku begitu penuh sesak menyambut penghuni barunya. Rasanya menohok  sampai ke ulu hati. "Gimana?" Tanya mas Manto dengan nada sombong. Dicabutnya penisnya  perlahan dan kembali didorongnya masuk. Maju, mundur, maju, mundur,  maju, mundur. Berulang kali mas manto melakukan gerakan yang sama.  Mencabut dan menusuk celah vaginaku dengan tajam. Semakin lama semakin  cepat, semakin cepat dan semakin cepat. "Shhhh….enak bangets mas" Ujarku sambil berusaha menjaga payudaraku agar  tidak terlalu banyak ikut bergoyang seiring kencangnya sodokan batang  penis mas Manto dari belakang "Ssshhh…sodok memek adek mas…sodok yang  kencang…terus mas" Dengan kedua tangan besarnya yang masih memegang erat pinggulku, mas  Manto perlahan memasukkan batang penisnya lebih dalam lagi "Hhmmm…mau  mas tusuk lebih dalam lagi rupanya" Kuanggukkan kepalaku dengan yakin "Oooowwwhhh…ya mas…begitu…sodok lebih  dalam lagi mas" kusunggingkan senyumku sambil menengok ke belakang,  kulihat suami baruku memejamkan mata, seperti sedang menghayati setiap  tusukan yang ia lakukan. Dengan satu hentakan tajam "mampus kamu dek"  didorongnyaseluruh batang raksasanya untuk dapat masuk ke dalam  vaginaku. "OOOWWwwwhhh… massshh" erangku lirih "Besar sekali kontolmu mas…sampai mentok banget" "PLEK" suara tumbukan paha mas Manto dengan pantat semokku. Suara itu terdengar begitu keras dan nyaring. Dapat kurasakan penis itu  menyodok keras dinding terdalam mulut vaginaku, bahkan aku rasakan penis  itu mampu menyentuh ujung rahimku. Ditambah dengan rasa geli akibat  rambut jembut yang tumbuh super lebat di pangkal batangnya, mas Manto  selalu mampu menggelitik vagina dan anusku. Selama hampir 5 detik, mas  Manto membenamkan seluruh batang penisnya berada di dalam liang  kenikmatanku. Dan selama itupun, dinding vaginaku yang terasa penuh itu  dapat merasakan kedutan lembut batang penisnya. Dengan super pelan,  ditariknya batang penis itu keluar dari vaginaku. "Ohhh…Masss" Ketika mas Manto menarik perlahan batang penisnya, aku  dapat merasakan, seolah-olah seluruh dinding vaginaku dibajak oleh  kepala penisnya. Dan begitupun dengan bibir vaginaku, yang karena saking  eratnya mengempot, ikut tertarik keluar seiring cabutan batang penis  mas Manto. Vaginaku membanjir, dan saking banyaknya lendir cintaku, tiap kali mas  Manto menyodokkan batang penisnya ke vaginaku, ada busa putih yang  keluar dari vaginaku. Busa putih itu mengiringi gerakan nya maju mundur.  Semakin cepat ia menggerakkan batangannya, semakin banyak pula busa  putih itu dikeluarkan vaginaku. Walhasil, tak sedikit pula cairan dan  busa itu yang perlahan mengalir turun ke paha dalamku. "PLEK" kembali dihentakkannya pinggulku kearah selangkangannya dengan  keras, menusuk tajam sampai kembali menyentuh mulut rahimku. Kembali,  didiamkannya beberapa saat, ditariknya dengan gerakan super pelan. "PLEK" kembali kurasakan kenikmatan super sensitive dari dinding liang vaginaku. "PLEK" Dihentakkan batang penisnya dalam-dalam, dibiarkan sejenak, lalu ditariknya perlahan. "PLEK" sampai akhirnya "Oowwhh…Aku keluar mas…Aku udah keluar" Kelopak mataku melotot, bolamataku berputar keatas dan hanya menampakkan  warna putih. Mulutku menganga lebar sampai membentuk huruf "O". Tubuhku  menggelijang dengan hebat dan ambruk ke bawah, menghempaskan payudaraku  dengan keras ke atas kasur. "Aku udah keluar lagi mas" Tangan dan kepalaku bergidik, bergerak tak  terkontrol, mengikuti gelombang kenikmatan yang dipancarkan organ  kewanitaanku. Gelombang birahi yang terpuaskan. "Sama-sama dek" jawab mas Manto seolah aku berkata terima kasih. Mas Manto mendiamkan batang penisnya dalam-dalam di vaginaku, dan  menjatuhkan badan kekarnya kedepan. Meraih payudaraku yang terhimpit  tangan, dan bibir bak mandinya serta memelukku dari belakang. Dikecup  pundakku sambil sesekali mengusap dan meremas bongkahan empuk  payudaraku. Orgasme, orgasme, dan orgasme. Entah, sudah berapa kali  sensasi nikmatnya orgasme aku rasakan di pagi hari ini. Dan hanya dengan  batang penis hitam berurat milik mas Manto, aku bisa merasakan sensasi  seperti ini, menggelijang-gelijang keenakan. "Empotan ayammu sungguh dahsyat dek" ujar mas Manto. memang, ketika  orgasme, vaginaku selalu berkedut hebat, seolah memiliki system  otomatis, mengempot dan mengurut batang penis mas Manto yang telah masih  keras terbenam di liang vaginaku. Seolah empotan dan urutan itu adalah  imbalan yang setimpal atas kenikmatan yang aku terima. "Kuat banget" Aku  hanya bisa tersenyum. Kadang aku merasakan ada keanehan pada diriku,  biarpun mas Manto hanya melakukan gerakan dengan cara  menghentak-hentakkan batang penisnya dengan rentang tempo yang pelan dan  sedikit, aku bisa mendapatkan orgasmeku kembali. Mas Manto memang  pejantan sejati. Hal yang tak pernah bisa dilakukan oleh suamiku yang  sebenarnya. Walau mas Andri bertindak sebrutal apapun ketika bercinta  denganku, sekeras dan sesakit apapun ketika menusuk vaginaku, orgasme  yang diberikannya sungguh sangat lain. Tak sehebat dan sedahsyat dengan  apa yang aku terima dari mas Manto. Sungguh, keperkasaan penis mas Manto  benar-benar membuat jarak dan perbedaan yang sangat jauh jika  dibandingkan dengan mas Andri, suamiku. Baik dalam kualitas atau pun  kuantitas. Tak terasa, sudah lebih dari dua menit, kami berdua terdiam  dalam posisi bertumpukan seperti ini. Nafasku sudah mereda, dan tubuhku  sudah mulai bisa aku kontrol. "Kamu nggak mau keluar lagi mas?" tanyaku kepada mas Manto yang berlulang kali mengecup pundah dan tengkukku. Tanpa ditanya dua kali, mas Manto langsung melepas remasan di payudaraku, menegakkan badannya dan mulai menarik batang penisnya. "Uuuhh…uuhh…uhh" tangan kananku langsung mencengkeram pantat hitam mas Manto. "Pelan-pelan mas… masih sedikit ngilu" Diremasnya bongkahan pantatku dan dibukanya lebar-lebar kearah samping "Lendir kamu banyak banget dek" "Iya mas" sambil meringis ngilu, aku coba mengumpulkan kembali sensasi  kenikmatan birahku yang mulai meninggi "Itu emang cirri khas memek aku  mas" "Aneh" Kata mas Manto pelan. "Kenapa…?" "Kata banyak orang…kalo wanita punya memek becek kayak punya kamu ini, rasanya seperti diempot nenek-nekek" "Aaahhh…jadi kamu bilang memek aku kayak memek nenek-nekek…?" "Bukan gitu dek Lianiku sayaaaaannng" kembali bongkahan pantat putihku  dibuka lebar-lebar ke samping "Memek kamu tuh aneh…dia mampu menepis  semua anggapan itu" "Aah…kamu tuh mas" nadaku mulai sewot. "Bener…baru kali ini aku ngerasain, memek becek yang super legit" "Uudah ah…kalo nggak mau ngewe ma adek lagi… adek pulang aja" jawabku dengan sengit. "Sumprit dek…sumprit…aneh banget…walau lendirnya buanyak banget…tapi  rasa memek kamu tuh…super ketat…sempit banget dek… mirip memek anak  sekolahan" Kuputar kepalaku dan kutatap wajah mas Manto "Emangnya mas pernah ngerasain memek anak sekolahan…?" "Kata orang-orang sie" Jawabnya enteng sambil mengembangkan senyum kuda  andalannya. Tak lama, mas Manto pun mulai mempercepat sodokan penisnya. Diusapnya cairan vaginaku yang meleleh turun di pahaku, dibersihkan  dengan kedua balah tangannya. "Sumpah…nie lendir kok nggak ada habisnya  yak…?" tanyanya heran. Aku hanya diam, dan semakin menggoyangkan pantatku berlawan arah dengan  hentakan pinggul mas Manto. Tiba-tiba, mas Manto menyentuh area duburku. "Ngapain mas…?" tanyaku kaget. "Nggak kok…Nggak ngapa-ngapain" jawabnya. "Pantat kamu bagus banget ya  dek…mas baru sadar…putih dan semok " tambahnya. Ia berusaha mengalihkan  pembicaraan sembari kembali menyodok-nyodok vaginaku dari belakang. "Oowwhh…terusin mas…sodok memek adek lebih kencang lagi" Mas Manto kembali mempercepat sodokan tajamnya kevaginaku. Namun, tak  lama berselang, kembali kurasakan jemari tangan mas Manto menyentuh area  duburku. "Hmmm…Sepertinya ada yang mau mencoba main kasar nih" batinku ingin tahu. Kubiarkan saja ibu jari mas Manto memutar-mutari mulut duburku, aku  ingin tahu sampai sejauh mana permainan ini akan berjalan. Perlahan,  jemari mas Manto yang pada awalnya malu-malu menyentuh lubang duburku,  sekarang mulai sedikit memberanikan diri. Dengan ibu jari tangan  kanannya, ia mulai melakukan gerakan melingkar-lingkar. Aku pura-pura  tak menyadari hal itu, dan untuk sesaat membiarkan ibu jari tangannya  bermain-main di lubang duburku. Begitu mengetahui aku tak bereaksi  sedikitpun ketika jempol mas Manto bermain di lubang duburku, ia  bertindak semakin jauh. Tanpa sepengetahuanku, diambilnya busa vaginaku  yang terus menerus keluar dari kocokan kelamin kami, lalu diusapkannya  ke lubang duburku. Sepertinya mas Manto berusaha membasahi lubang itu  supaya licin. "CLEP" Satu ruas ibu jari mas Manto menusuk masuk ke liang duburku. "Owwwhhh…" erangku "…Mas" "Ya dek?" "Ssshhhh…." "Kenapa dek?" "Terusin mas…enak banget" ucapku lirih. "HAH…TERUSIN…?" kataku dalam hati "Liani…kamu gila…mas Manto tuh ingin  melakukan seks anal keliang duburmu…itu adalah suatu tindakan yang  bodoh…memangnya kamu nggak sadar…sebesar apa kelamin yang dimiliki suami  barumu itu…?" Aku tak mampu berkata apa-apa lagi. aku hanya menggigit bibir bawahku,  mencoba untuk menterjemahkan kenikmatan baru yang kurasakan dari lubang  tubuhku yang lain. Kenikmatan asing dari liang duburku. Merinding, geli,  dan sakit. Kurasakan sensasi yang benar-benar berbeda ketika mas Manto  mulai menggerakkan ibu jarinya keluar masuk di liang anusku. Terlebih  ketika mas Manto juga mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur seiring  dengan tusukan ibu jarinya. Kupejamkan mataku, mencoba tuk merasakan  kenikmatan ganda yang kuterima di liang vaginakaku dan lubang duburku.  Dua lubang tubuh bawahku disodok oleh dua organ dalam waktu yang  bersamaan. Sungguh sensasi yang tak dapat terukirkan dengan kata-kata.  Sensasi jorok yang nikmat.
 
 
 
 
         
   Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Petualangan Villa Cinta               Apr 9th 2013, 13:12                                                Pagi-pagi benar handphone-ku sudah bunyi. Aku sedikit kesal dan malas  bangun dari tempat tidurku. Tapi bunyinya itu tidak kurang keras, aku  malah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya aku paksakan juga berdiri dan  lihat siapa yang call aku pagi-pagi begini. Eh, tidak tahunya temanku  Vivie. Aku sedikit ketus juga menjawabnya, tapi langsung berubah waktu  aku tahu maksudnya. Si Vivi mengajakku ikut bareng cowoknya ke vilanya  tidak terlalu jauh dari tempatku. Aku sih setuju sekali sama ajakan itu,  terus aku tanya, apa aku boleh ajak cowokku. Si Vivi malah tertawa,  katanya ya jelas dong, memang harusnya begitu. Rencananya kami bakal  pergi besok sore dan kumpul dulu di rumahku. Singkat cerita kami berempat sudah ngumpul di rumahku. Kami memang sudah  saling kenal, bahkan cukup akrab. Alf, cowoknya Vivie teman baik Ricky  cowokku. Oh ya, aku belum mengenali aku sendiri ya, namaku Selvie,  umurku sekarang 17 tahun, sama-sama Si Vivie, Ricky cowokku sekarang 19  tahun, setahun lebih tua dari Alf cowoknya Vivie. Oke, lanjut ke cerita. Kami berempat langsung cabut ke villanya Vivie. Sekitar setengah jam  kami baru sampai. Aku sama Vivie langsung beres-beres, menyimpani  barang-barang dan menyiapkan kamar. Ricky sama Si Alflagi main bola di  halaman villa. Mereka memang pecandu bola, dan kayaknya tidak bakalan  hidup kalau sehari saja tidak menendang bola. Villa itu punya tiga kamar, tapi yang satu dipakai untuk menyimpani  barang-barang. Mulanya aku atur biar aku sama Vivie sekamar, Ricky sama  Alf di kamar lain. Tapi waktu aku beres beres, Vivie masuk dan ngomong  kalau dia mau sekamar sama Si Alf. Aku kaget juga, nekad juga ini anak.  Tapi aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa tidur bareng Si Ricky kalau  tidak di sini. Ya tidak perlu sampai gitu-gituan sih, tapi kan asik juga  kalau bisa tidur bareng dia, mumpung jauh dari bokap dan nyokap-ku.  Hehehe, mulai deh omes-ku keluar. Oke, akhirnya aku setuju, satu kamar  buat Alf dan Vivie, satu kamar lagi buat Ricky sama aku. Sore-sore kami makan bareng, terus menjelang malam, kami bakar jagung di  halaman. Asik juga malam-malam bakar jagung ditemani cowokku lagi. Wah,  benar-benar suasananya mendukung. Hehehe, aku mulai mikir yang  macam-macam, tapi malu kan kalau ketahuan sama Si Ricky. Makanya aku  tetap diam pura-pura biasa saja. Tapi Si Vivie kayaknya memperhatikan  aku, dan dia nyengir ke aku, terus gilanya lagi, dia ngomong gini,  "Wah... sepertinya suasana gini tidak bakalan ada di Bandung. Tidak enak  kalau dilewatin gitu saja ya." Aku sudah melotot ke arah dia, tapi dia  malah nyengir-nyengir saja, malah dia tambahin lagi omongannya yang gila  benar itu, "Alf, kayaknya di sini terlalu ramai, kita jalan-jalan yuk!"  Aku sudah tidak tahu harus apa, eh Si Alf juga samanya, dia setuju sama  ajakan Si Vivie, dan sebelum pergi di ngomong sama Ricky, "Nah,  sekarang elu harus belajar bagaimana caranya nahan diri kalau elu Cuma  berdua sama cewek cakep kayak Si Selvie." Aku cuma diam, malu juga dong  disepet-sepet kayak gitu. Aku lihati Si Alf sama Si Vivie, bukannya jalan-jalan malahan masuk ke  villa. Aku jadi tidak tahu harus ngapain, aku cuma diam, semoga saja  Ricky punya bahan omongan yang bisa diomongin. Eh, bukannya ngomong, dia  malah diam juga, aku jadi benar-benar bingung. Apa aku harus tetap  begini atau nyari-nyari bahan omongan. Akhirnya aku tidak tahan, baru  saja aku mau ngomong, eh... Si Ricky mulai buka mulut, "Eh... kamu tidak  dingin?" Duer... Aku kaget benar, tidak jadi deh aku mau ngomong,  sebenernya aku memang mau ngomong kalau di sini itu dingin dan aku mau  ajak dia ke dalam. Tapi tidak jadi, aku tidak sadar malah aku  geleng-geleng kepala. Ricky ngomong lagi, "Kalau tidak dingin, mau dong  kamu temenin aku di sini, lihat bulan dan bintang, dan... bintang jatuh  itu lihat...!" Ricky tiba-tiba teriak sambil menunjuk ke langit. Aku  kontan berdiri kaget sekali, bukan sama bintang jatuhnya, tapi sama  teriakan Si Ricky, aduh... malu benar jadinya. Ricky ikutan berdiri, dia  rangkul aku dari belakang, "Sorry, aku tidak punya maksud ngagetin  kamu. Cuma aku seneng saja bisa lihat bintang jatuh bareng kamu."Aku  cuma bisa diam, tidak biasanya Ricky segini warm-nya sama aku. Dia malah  tidak pernah peluk aku seerat ini biasanya. Aku tengok arlojiku, jam  11.00 malam. Kuajak Ricky ke dalam, sudah malam sekali. Dia setuju  sekali, begitu masuk ke villa kami disambut sama bunyi pecah dari lantai  atas. Kontan saja kami lari ke atas melihat ada apa di atas. Ricky  sampai duluan ke lantai atas, dan di nyengir, terus dia ajak aku turun  lagi, tapi aku masih penasaran, memang ada apa di atas. Waktu aku mau  ketuk pintu kamar Vivie, tiba-tiba ada teriakan lembut, "Aw...  ah...pelan-pelan donk!" Gila aku kaget setengah mati, tapi tanganku  sudah keburu ngetuk pintu. Terus kedengaran bunyi gedubrak-gedubrak di  dalam. Pintu dibuka sedikit, Alf nongol sambil nyengir, "Sorry,  ngeganggu kalian ya? tidak ada apa-apa kok kami cuma..."Aku dorong  pintunya sedikit, dan aku lihat Si Vivie lagi sibuk nutupi badannya  pakai selimut. Dia nyengir, tapi mukanya merah benar, malu kali ya. Aku  langsung nyengir, "Ya sudah, lanjutin saja, kami tidak keganggu kok." Terus aku ajak Ricky ke bawah. Ricky nyengir, "Siapa coba yang tidak  bisa nahan diri, hehehe." Tiba-tiba ada sandal melayang ke arah Ricky,  tapi dia langsung ngelak sambil nyengir, terus buru-buru lari ke bawah.  Aku ikut-ikutan lari sambil ketawa-ketiwi, dan kami berdua duduk di sofa  sambil mendengarkan lagu di radio. Tidak lama kedengaran lagi  suara-suara dari atas. Aku tidak tahan dan langsung nunduk menahan  ketawa. Gila, bisa-bisanya mereka berdua meneruskan juga olah raga  malamnya, padahal sudah jelas-jelas kepergok sama kami berdua. Eh, di  luar dugaan aku, Ricky bediri dan mengajakku slow-dance, kebetulan lagu  di radio itu lagu saat Ricky ngajak aku jadian. Aku jadi ingat bagaimana  deg-degannya waktu Ricky ngomong, dan bagaimana aku akhirnya menerima  dia setelah tiga bulan dia terus nunggui aku. Ricky memang baik, dan dia  benar-benar setia menungguiku. Selesai dance, Ricky tanya lagi, "Eh kalau mereka berdua ketiduran, aku  tidur dimana? Memang tidur sama barang-barang?" aku malu sekali,  bagaimana ngomongnya. Tapi akhirnya aku buka mulut, "Kita... kita tidur  berdua." Wah lega sekali waktu omongan itu sudah keluar. Tapi aku takut  juga, bagaimana ya reaksi Si Ricky. Eh tahunya dia malah nyengir, "Oke  deh kalau kamu tidak masalah. Sebenernya aku juga sudah ngantuk sih, aku  tidur sekarang ya." Aku jadi salah tingkah, Ricky naik ke lantai atas  dan tidak sengaja aku panggil dia, "Eh... tunggu!" Ricky berbalik, dia  nyengir, "Oke... oke... ayo naik, tidak bagus anak cewek sendirian  malam-malam gini." Aku sedikit canggung juga sih, baru kali ini aku  tidur seranjang sama cowok, tapi lama lama hilang juga. Kami berdua  tidak ngapa-ngapain, cuma diam tidak bisa tidur. Dari kamar sebelah  masih kedengaran suara Vivie yang mendesah dan menjerit, dan sepertinya  itu juga yang bikin Ricky terangsang. Dia mulai berani remas-remas  jariku. Aku sih tidak nolak, toh dia khan cowokku. Tapi aku kaget  sekali, Ricky duduk terus sebelum aku tahu apa yang bakal dia  lakukan,bibirku sudah dilumatnya. Aku mau nolak, tapi kayaknya badan  malah kepingin. So, aku biarkan dia cium aku, terus aku balas ciumannya  yang semakin lama semakin buas. Baru saja aku mulai nikmati bibirnya  yang hangat di bibirku, aku merasa ada yang meraba tubuhku, disusul  remasan halus di dadaku. Aku tahu itu Ricky, aku tidak menolak. Aku  biarkan dia main-main sebentar di sana. Ricky makin berani, dia angkat  badanku dan diduduki di pinggir ranjang. Dia cium aku sekali lagi, terus  dia mau buka pakaian tidurku. Aku tahan tangannya, ada sedikit  penolakan di kepalaku, tapi badanku kayaknya sudah kebelet ingin  mencoba, kayak apa sih nge-sex itu. Akhirnya tanganku lemas, aku biarkan  Ricky buka pakaianku, dia juga buka baju dan celananya sendiri. Dia  cuma menyisakan celana dalam putihnya. Aku lihat penisnya yang membayang  di balik celana dalamnya, tapi aku malu melihati lama-lama, so aku  ganti lihat badannya yang lumayan jadi. Mungkin karena olahraganya yang  benar-benar rajin. Aku tidak tahu apa aku bisa tahan memuaskan Ricky, soalnya aku tahu  sendiri bagaimana staminanya waktu dia main bola. 2x45 menit dia lari,  dan dia selalu kuat sampai akhir. Aku tidak terbayang bagaimana aksinya  di ranjang, jangan-jangan aku harus menerima kocokannya 2x45 menit.  Gila, kalau gitu sih aku bisa pingsan. Waktu aku berhenti memikirkan  stamina dia dan aku, aku baru sadar kalau bra-ku sudah dilepasnya.  Sekarang dadaku telanjang bulat. Aku malu setengah mati, mana Ricky  mulai meremas dadaku lagi, yah pokoknya aku tidak tahu harus bagaimana,  aku cuma diam, merem siap menerima apa saja yang bakal dia lakukan.  Tiba-tiba remasan itu berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar  dadaku, terus berhenti di putingku. Aku melek sebentar, Ricky asik  menjilati putingku sambil sesekali mengisap-ngisap. Aku makin malu, mana  ini baru pertama kali aku telanjang di depan cowok, apalagi dia bukan  adik atau kakakku. Wah benaran malu deh. Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah  Ricky di dadaku, aku mulai berani buka mata sambil melihat bagaimana  Ricky menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan  sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku  tidak sadar mendesah panjang. Rupanya Ricky sudah menelanjangiku  bulat-bulat. Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah  sekali. Dia masih terus menjilati putting susuku yang sudah mengeras  sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku. Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat  pelan-pelan menyentuh vaginaku naik ke klitoris-ku, dan waktu lidahnya  itu menyentuh klitoris-ku, aku tidak sadar mendesah lagi, dan tanganku  tidak sengaja menyenggol gelas di meja dekat ranjangku. Lalu "Prang..."  gelas akhirnya pecah juga. Ricky berhenti, kayaknya dia mau memberesi  pecahan kacanya. Tapi entah kenapa, mungkin karena aku sudah larut dalam  nafsu, aku malah pegang tangannya terus aku menggeleng, "Barkan saja,  nanti aku beresin. Lanjutin... please..." Sesudah itu aku lihat Ricky nyengir, terus diciumnya bibirku dan dia  melanjutkan permainannya di selangkanganku. Ricky benar-benar jago  mainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem melek keenakan. Terus di  mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti kesetrum  tidak tahan, tapi Ricky malah terus-terusan melintir-melintiri  "kacang"-ku itu. "Euh... ah... ah... ach... aw..." aku sudah tidak tahu  bagaimana aku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua serasa  mutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari marathon.  Aku benar benar pusing, terus aku memejamkan mataku, ada  lonjakan-lonjakan nikmat di badanku mulai dari selangkanganku, ke  pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku  kendalikan. Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata, Ricky  sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal langsung  berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai tangan  kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau  di-"karoake"-in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia  sudah muasin aku, masa aku tolak keinginannya. So aku buka mulutku, aku  jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan. Aku mulai  berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di ranjang, kedua  kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang, terus aku bungkuk  sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya lumayan itu pakai  tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar tidak jatuh dan  mulutku mulai bekerja. Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku  hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak  masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada sisa  beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik turun sambil  aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan kiriku.  Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati bagaimana aku  meng-"karaoke"-in dia sambil sesekali membuka mulut sambil sedikit  berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan, dia berdiridan  mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang, dibukanya pahaku  agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran.  Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dia  mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak langsung dia masukan, dia  gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir vaginaku, baru beberapa detik  kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang maksa  masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi  lendir. Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk. Dia  tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku  mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok  dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek,  tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam vaginaku.  "Aw... ah..." vaginaku perih bukan main dan aku teriak menahan sakit.  Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh  penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt... tahan sebentar ya, nanti  juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di balik senyum nafsunya  aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit  itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa... aku tidak apa-apa.  Terusin saja... ah...". Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun.  Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama  makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa  nikmat luar biasa setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik  penisnya. Ricky makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah  merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir  dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi...tidak bakalan lama lagi..."  Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambilterus  mengocok vagina aku. "Aku juga... ah... oh... sebentar lagi... ah...  aw... juga..." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau  ngomong kalau aku juga sudah hamper sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky  mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri sudah  lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat pantatku  ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit. Tanganku  menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap ditusukdari  belakang. Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari  belakang, terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky  tidak terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan  badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas  dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku, bikin  aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky kembali  mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya ke anusku.  Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak semuanya bisa  masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku seperti  mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas dadaku,  tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku, dia masukkan jari  tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki klitorisku. Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-gosok,  dadaku diremasremas dan putingnya dipelintir-pelintir, terus vaginaku  dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar tidak kuat  lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga sampai klimaks,  dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari penis Ricky. Akhirnya  aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat Ricky juga ambruk, dia  terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat terus, kupegang  badanku, ternyata aku juga basah keringatan. Benar-benar kenikmatan yang  luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku  bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2 subuh. Leherku kering, tapi waktu  aku mau minum, aku ingat gelas di kamarku sudah pecah gara-gara  kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak pecahan kaca, terus aku ambil  sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok. Aku turun ke bawah, maksudnya sih  mau ambil minum di bawah, aku masih telanjang sih, tapi aku cuek saja.  Aku pikir si Alf pasti masih tidur soalnya dia pasti capai juga olah  raga malam bareng Si Vivie. Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya Vivie  lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus sambil  jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma mau  duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu kenapa,  tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget setengah  mati. Aku lihat Si Alf dengan santainya turun dari tangga langsung  menuju kulkas, kayaknya mau minum juga. Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf  sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya.  Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku pakai tangan,  tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya tanganku pindah lagi  ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-benar bingung harus  bagaimana, aku malu setengah mati. Alf akhirnya berbalik, "Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar.  Jadi... jadi..." "Tidak apa-apa, ini salahku." Aku masih mencari-cari  sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, waktu akhirnya aku  juga sadar kalau Alf juga telanjang. Sepertinya dia pikir aku masih di  kamar sama Si Ricky, makanya dia cuek saja turun ke bawah. Aku pikir  sudah terlambat untuk malu, toh Alf sudah melihatku dari atas sampai ke  bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan  lagi, so malu apa. Cuek saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak  apa-apa." Aku mengambil remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku  pikir bagus juga aku rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga  sepertinya sudah cuek, dia berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku  telanjang, dia duduk sambil ikut nonton TV. Gilanya yang aku setel malah  VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton saja, peduli amat apa kata Si  Alf, yang penting aku bisa istirahat sambil nonton TV. "Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf. Dia berbalik,  "Hebat, Vivie benar-benar hebat." Alf sudah bisa nyengir seperti  biasanya. Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan  dibikinnya." Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali  menengok TV. Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa  mikirin apa-apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton  film BF. Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka  dadaku yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi  memang dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari  kepunyaan Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati  dadaku kalau ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa  maluku,dan sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan  sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan. Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak  keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus aku  mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya mulai  remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi begitu tahu  kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama makin berani, dan  jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku mulai merem-melek  sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha Alf berhadap-hadapan.  Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya langsung beraksi. Aku  sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok penisnya pakai tanganku  dan sepertinya Alf juga puas dengan permainanku. Aku mulai terbawa  nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa yang dia lakukan, yang jelas enak  buatku. Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar di  atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah  menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana kalau  ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka pintu luar,  aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi sibuk nge-sex.  Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak. Aku lihat lagi ke  sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di sana. Rupanya  villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-orang nge-sex.  "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil menggendongku. Aku  ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf meniduriku di rumput. Dingin  juga sisa air hujan yang masih membasahi rumput, punggungku dingin dan  basah tapi dadaku lebih basah lagi sama liurnya Si Alf. Udara di luar  itu benar-benar dingin, sudah di pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak  terbayang bagaimana dinginnya deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu  hilang, aku malah makin panas dan nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan  lidahnya. Sayup-sayup aku mendengarkan suara cewek dari villa seberang  yang sudah tidak karuan dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi  mendengarnya, tapi Alf sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti  orang kelaparan yang seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat.  Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya  minta aku meng-"karaokei"-in itu penis yang besarnya lumayan juga.  Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei"-in penis Ricky,  sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng- "karaoke"-in  penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si Alf. Makanya  tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok itu penis. Aku  tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku hisap itu penis  kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus kujilati mulai dari  kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak ketinggalan. Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia buka  mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga, kukocok  batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya sambil  kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia sudah  tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-cepat  melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau selesai  cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke"-in penisnya lagi. Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku  terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago  mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati bibir  vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku sudah  dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu. Sepertinya  habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari bibirnya,  klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam, sampai anusku juga  tidak ketinggalan dia jilati. Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main,  soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke  sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng- "karaoke"-in cowok, tapi bukan  cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan  penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi  meng-"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila  juga itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi  omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru  selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama  gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf  mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Alf benar-benar ahli,  tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat bintang di langit jadi  tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di kepalaku. Aku benar-benar  tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam setrum dari selangkanganku yang  terus-terusan bikin aku gila. "Ah... ah... Alf...Ah... berhenti dulu  Alf... Ah... Ah... Shhh..." aku tidak tahan sama puncak nafsuku sendiri.  Tapi Alf malah terus-terusan melintir-melintir klitorisku. Aku  benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-kejang seperti orang ayan, tapi  sudahnya benar-benar enak sekali, beberapa menit lewat, semua badanku  masih lemas, tapi aku tahu ini belum selesai.  Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk dan  mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang sudah tidak  tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama lagi,  langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa sakit tapi  tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf tidak  menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan tangannya tidak  diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum karena aku  menungging. Diremasnya sambil dipelintir pelintir putingnya. Aku tidak  tahan digituin, apalagi badanku masih lemas, tanganku lemas sekali,  untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf menyodokkan penisnya saja  sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi Alf masih terus mengocokku,  dari belakang. "Ah... euh... ah... aw..." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf  menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi aku  tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk seperti  gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku dari depan.  Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf menyodokkan  penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek, klitorisku juga  tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-melek keenakan. Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus dia  mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam saja,  tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah, pokoknya aku  ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin langsung dikocok.  Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi, kakiku dua-duanya  terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku terbuka lebih lebar dan  Alf makin leluasa mengocok ngocokkan penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan  aku bahkan sudah tidak bisa lagi berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi  tidak ada suara yang keluar. "Aku mau keluar, aku mau keluar..." Alf  membisikkan sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku. "Jangan di...  jangan di dalam. Ah... ah... oh... aku... aku tidak mau... hamil." Aku  cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku tidak  tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha, itu juga  sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa yang aku  omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku. Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk  ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan penisnya ke  sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku sudah dipuncak  nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok ngocok seolah  masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke muka dan sisanya  di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan tanganku dari dadaku,  maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di pipiku mengalir ke  mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku, aku terlalu lemas. Aku  biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja sekalian. Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku  memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa  maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di sofa.  Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi  selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku buka  mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan aku kaget  kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih kaget lagi,  aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di kananku Ricky juga  masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang seperti aku. Belum  habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia lagi  mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru akhirnya aku  tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-sex sama Alf.  dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf cinta sama dia,  soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah buat dia. Ternyata  Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf nge-sex dan Ricky yang  juga bangun subuh subuh kaget melihat aku lagi nge-sex sama Alf. Dia  keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar aku lagi nge-sex sama  Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah dan melihat Vivie yang  lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela. Ricky langsung dapat ide,  so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie nge-sex juga. Singkat cerita  mereka akhirnya nge-sex juga di kamar. Dan waktu aku sama Alf selesai,  Alf menggendongku ke atas dan melihat Ricky sama Vivie baru saja selesai  nge-sex. Makanya kami berempat akhirnya tidur bareng di kamarnya  telanjang bulat. Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam juga  kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky atau  Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah siapa  yang muasin aku. Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami  nge-sex berempat bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng  seperti gitu. Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie  duluan. Aku masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu.  Alf juga tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok  aku, dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus  kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali,  soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda. Baru  saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya ke  vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku. Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi, soalnya  sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama Alf  langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti main  bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan waktunya di  villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di kamar. Aku jadi  bosan sendirian,makanya aku putuskan aku mau jalan-jalan. Kebetulan di  dekat situ ada air terjun kecil. Aku rencana mau menghabiskan hari ini  berendam di sana, biar badanku segar lagi dan siap tempur lagi. Aku  tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan dulu mengelilingi kompleks  villa itu. Besar juga, dan villanya keren-keren. Ada yang mirip kastil  segala. Sepanjang jalan aku ketemu lumayan banyak orang, rata-rata sih  orang-orang yang memang lagi menghabiskan waktu di villa sekitar sini.  Hampir semua orang yang ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang  adadi halaman villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang  lewat sampai tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma  nyengir saja membalas mata-mata keranjang mereka. Tidak aneh sih kalau  mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai baju pas-pasan, atasanku  kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan soalnya kamarku dikunci dan  kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari dia, makanya aku pakai saja  kaos Si Vivie yang ada di meja setrika. Itu juga aku tidak pakai bra,  soalnya bra Vivie itu sempit sekali di aku. memang sih dadaku jadi  kelihatan nonjol sekali dan putingnya kelihatan dari balik kaos sempit  itu, tapi aku cuek saja, siapa yang malu, ini kan kawasan villa buat  nge-sex, jadi suka-suka aku dong. Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega  membangunkan Vivie Cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja ada  Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku ikat di  kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi terbuka, ya  cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus yang aku punya,  benar tidak? Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan  mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku  makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, udah basah  benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi  lama-lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak.  Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan  waktu aku menemui tempat yang enak, aku siapsiap berendam, aku lepas  sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan  yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi  pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku  diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya. "Mau... mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke  aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata  cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu,  rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung  buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa  aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara,  "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!" Aku  jadi ingat bagaimana korban korban perkosaan yang akulihat di TV, aku  jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku  dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan  muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku. "Oke... oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu  berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha ngomong,  padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah  membentak aku, "******, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan  macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, "Santai  dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap  diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?"  Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku  lega setengah mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin  mereka dulu. Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau  satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang  satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya  mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat,  ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih  halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di  atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih  senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa  menikmati permainannya. "Ah... yeah... ah... siapa... siapa nama loe?" aku tanya dibalik  desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia  terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang  sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak  usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan  ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya  terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, "Oke...  terus... terus... Yeah..." Ternyata ada juga cowok yang suka  berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar,  "Belum dijawab?" "Oh, sorry. Nama gue Jeff." Dia menjawab sambil terus  merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan kuhisap hisap. Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya. "Elo tinggal di sini juga  ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?" Jeff kaget juga  waktu aku ngomong gitu. "Memang elu tahu dari mana?" Aku nyengir terus  aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama  liurku. Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya ! berdua  ngentotin cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu adik  kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke  sini, dan gue entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin  sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung  cari posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia  langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku.  Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat.  Terus dan terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut  penisnya, aku digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku.  Terus dia mengocok aku sambil bediri, seperti gayangocoknya Tom Cruise  di film Jerry Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan  aku makin merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku  kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku  pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi  pinggangku. Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang  mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara  mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah  tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya  aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan  jongkok meng-"karaoke"-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar  sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan  pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa  vaginaku jebol. Lama juga aku meng-"karaoke"-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku  berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku  sudah pasrah kalau dia bakal menyodok nyodok vaginaku, tapi kali ini  tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung  ke anusku. "Ah... aduh..." anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada  persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya  masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau  dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau  nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung  kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku.  Dadaku goyanggoyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu  membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku. Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia  meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya.  Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya  permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku  diremas-remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar  klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa  sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan  nikmatnya seluruh tubuhku. Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang  kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan  cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak  dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian  soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang  lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum  akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun,  aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk  mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat  di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang  lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie.  Vivie juga sibuk mengulum ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku  tetap diam sampai mereka selesai main. Terus aku dikenali sama cewek  mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf, namanya Angel. Aku baru  ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis muasin Jeff sama Lex.  Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana, kebenaran Ricky dan Alf  lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi akhirnya akur lagi, dengan  catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya Jeff sama Lex. Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan waktu mereka  lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia dan dikenali  sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya ngesex juga. Makin asik juga,  sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di kelompok kami, dan  seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk muasin nafsu kami  masing-masing. Dankami kasih nama kelompok kami "MAGNIFICENT SEVEN"
 
 
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Pengorbanan Demi Pacar               Apr 9th 2013, 13:10                                                endorong dia ke atas kasurku. seperti biasa,kami bercinta dengan hebatnya...(lebay....)
  :::::skip...skip...skip:::::
  setelah keluar tuh sperma,teryata cuma sedikit,soalnya kemaren udah  dikeluarin dan dia belum sempat istirahat cukup karena banyaknya tugas  kampus dia,katanya
  akhirnya dia punya ide gila,dia akan meminta bantuan pacar temen kosku  dan temen kosnya buat onani memakai kondom.Tapi aku ngga setuju,aku malu  buat mintanya ke temen kos aku.bisa-bisa aku dikira mau ngrebut cowok  orang....
  yaudah setelah itu kita berdua berpikir lagi sambil hangout sore hari muter2 semarang pake mobil Bayu.
  "aku ada ide lagi yank..." kata dia "apa??"  "gimana kalau kita bayar orang buat onani pake kondom??" "hah?? itu lagi yang dibahas....aku ngga mau nyuruh cowok temen aku.kan  dah aku bilang aku ngga enak sama temen aku....kamu sendiri sana, biar  dikira homo...hahahaha" celetukku
  "ah kamu ni....pacar kesusahan ngga dibantuin malah dibilang homo.kalo  aku homo berarti kamu cowok dong....hahahahaha...." ejeknya "aah... kamu nih...terus gimana dong dapetin sperma lg?kamu ngocok aja terus kalo ngga pada mau minta tlg orang"
  "hmm....kalau nyuruh orang yg ngga dikenal kamu mau ngga?"kata Bayu agak serius "wah...siapa??asal ntar akhirnya dia di kasih duit,mungkin aku berani negosiasi."
  "kalo nyuruh sopir angkot atau tukang becak gitu,kamu mau?" "wah sopir angkot???aku sering naek angkot Yank kalo ke kampus,ntar  salah2 ketemu lagi ama sopir yg sama...waduuuuh malu aku ntar...."
  "tukang becak deh kalo gitu...gimana?" tanya bayu "kenapa sih ngga kamu aja yg minta ama mereka?kenapa harus aku??"
  "kan kamu tadi yg bilang,ntar aku dikira homo" "trus kalo aku dikira cewek ngga bener gimana?" tanyaku
  "emang kamu cewek bener? ahahahahahaha" ejek bayu lagi "ah kamu nih....ngga aku bantu lho kalo ngejek mulu..."
  "maaf deh sayanggg....kalo gitu bantuin ya....pliss.....ntar aku beliin eskrim deh" "yeee emgnya aku anak kecil....yaudah,tukang becak yg mana nih?" kataku  sambil melihat ke arah jalan memilih tukang becak yg sekiranya mau. "owh yang itu aja!" kata bayu "kok tua gitu?ntar keluarnya dikit loh...."aku menolak
  "yaudah terserah kamu yg mana" kata bayu lagi sambil memarkir mobil di dekat kumpulan tukang becak,kemudian kami keluar. "Yank,yg itu aja,agak mudaan.gimana?" kataku "yaudah ngga apa-apa.sana...bilang,kalo mau,ntar aku kasih 100ribu"
  "oke,siap bos!" kataku kemudian berjalan ke arah tukang becak itu ----------------------------------:::::::::::::::::----------------------------
  "permisi pak,bisa minta tolong sebentar?"tanyaku "oiya gimana mbak?becak?" jawabnya
  "nggak pak...mau minta tolong,tapi ngomongnya jangan di sini,ngga enak sama temen2 bapak." "ngomong opo to mbak?kok serius banget koyoke..."tanya dia lagi
  "ngomong di sana aja pak"kataku sambil menunjuk arah tempat duduk di dekat taman
  "alah wes,Dir....melu wae...di jak cewek ayu mojok kok ndadak  mikir-mikir.opo karo aku wae mbak?hahaha....." celetuk temen bapak  tukang becak yang ada di sampingnya "nggak pak,sama bapak ini aja dulu"kataku
  akhirnya aku ajak bapak itu duduk di tempat yg aku tunjuk.Bayu juga ikut ngobrol di sana
  "ada apa to mbak?mas? kok ndadak tekan kene?" tanya bapak itu "ngga apa-apa pak,kenalin saya firza,ini pacar saya Bayu" kataku sambil salaman dg bapak tukang becak itu
  "gini pak,saya mau mnt tolong" kataku meneruskan "pacar saya ini ada  tugas kampus yg menyuruh dia mencari sperma laki-laki yang sudah  beristri,yah seumuran bapak inilah" kataku berimprovisasi,karena kalau  aku bilang cuma sperma cowok aja,pasti dia mikirnya pacar aku kan juga  cowok,ngapain harus dia...
  "waduh waduh.....buat apa mbaaak...wah mbaknya nih.ngajak-ngajak...hahahaha..." kata bapak itu
  "ngga pak,nanti bapak onani aja,tapi pakai kondom biar sperma yg  dikeluarin ngga muncrat kemana-mana.nanti kita bayar bapak kok 100ribu  cukupkan?" bujukku.
  "hmm....ntar yg nyiapin kondom segala macem situ kan?maksudnya saya ngga perlu beli sendiri?"
  "iya pak.pacar saya dah ada kondom,nanti bapak saya traktir makan yg  mengandung protein,soalnya kita butuh sperma ngga sedikit."kataku lagi
  "yaudah ngga apa-apa.sekarang?terus saya kudu ngocok dimana?" "ntar di kos saya aja pak."kata Bayu "oke deh ayo...keburu malam.lumayan lah,dari tadi pagi belum ada  penumpang,korban protein dikit tapi dapet duit.hehehe.." kata bapak itu  semangat karena mau dapat duit cepek
  kemudian bapak itu titip becaknya ke teman-temannya,dia pergi bareng aku dan Bayu naik mobil. -----------------------------------::::::::::::::::::::::::::::---------------------------- sampai di kost,aku di suruh ngobrol bareng bapak itu,Bayu pergi cari makan buat kita bertiga
  "dah punya istri Pak?" tanyaku memecah kebekuan "udah cerai,anakku di gowo lungo san..."
  "ouh gitu....berarti dah ngga pernah berhubungan lagi?" "berhubungan?ya masih kalo lagi kangen sama anakku ya saya pulang desa,tilik mereka di sana."
  "maksudnya berhubungan badan pak" kataku "ouh...kentu.hahaha...karo sopo mbak....ra ono sing gelem karo tukang  becak elek ngene mbak.lha mbak sendiri dah pernah kentu sama  pacarnya?sori lho mbak,blak-blak'an"
  "iya ngga apa-apa pak.saya dah pernah tapi ngga sering" kataku bohong.
  "enak to mbak....hahahaha" kata bapak itu sambil tertawa dan aku juga ikut ketawa
  ngga berapa lama kemudian Bayu datang bawa makanan,dan kita bertiga makan bareng di dalam kamar Bayu
  setelah selesai,Pak tukang becak itu bilang pengin mulai sekarang karena  keburu malam.dia minta kondom Bayu dan menuju kamar mandi.Lama sekali  dia di dalam,tau-tau dia buka pintu kamar mandi dengan kondisi ngga pake  celana.aku pura-pura buang muka,,,, ""pura-pura""
  "wah mas ra metu-metu...piye?sui bngt ra metu-metu" kata bapak itu "dicoba lagi aja pak,apa mau dibantuin pacar saya?" kata bayu.aku langsung memandang tajam ke arah bayu
  "wah ngga apa-apa.saya malah seneng.hahahaha..." kata bapak itu girang bgt
  "yaudah pak,di sini aja ngga sah di kamar mandi."kataku sambil memegang ****** bapak itu yg mengeras lagi setelah aku mengiyakan
  aku kocok terus penisnya tapi ngga keluar2.akhirnya aku kulum itu penis  sambil melirik ke Bayu yang kaget sambil ketawa ke arahku.oiya,buat  intermeso aja,aku dan bayu emang suka kalau melihat pacar masing-masing  ML dengan orng lain (ada di cerita lainnya di blog ku)
  ----------------------kembali ke laptop-----------------------
  setelah lama aku BJ,itu sperma ngga keluar2 juga.gila nih bapak perkasa bener kataku dalam hati "kok lama ya mbak padahal dah enak lho tapi ngga keluar2." kata bapak itu kemudian aku berdiri dan di depan bayu dan tukang becak itu,aku lepas  pakaianku satu per satu hingga bugil total.bapak itu langsung terpesona  melihatku,sebelum dia berkata apa-apa aku kulum mulutnya yg jujur aja  bau banget sambil tanganku mengocok-kocok penisnya.aku lihat Bayu  senyum-senyum sambil geleng-geleng ngliat kebuasanku dengan orang yg  baru aku kenal,tukang becak lg...kemudian Bayu keluar kamar kos karena  ada telpon entah itu dari siapa.ditinggalnya aku berdua dengan bapak  tukang becak ini
  aku dan bapak tukang becak itu tiduran di atas ranjang bayu dan aku  rasakan vagina ku juga sudah basah,tngan bapak itu meraba puting dan  vaginaku kemudian dia menyuruhku posisi 69 siapa tau bisa keluar saat itu juga dia menjilati vaginaku,"wah memeknya mbak wangi ya,kata dia agak keras" "sst...pak jangan kencceng2 nnti seisi kost pada tau lho" "hehehe..." tawanya sambil meneruskan menjilat vaginaku
  aku sendiri dibuat menggelinjang sedemikian hebat,ternyata walaupun tukang becak,dia pandai memainkan lidahnya di dalam vaginaku "mbak,ini boleh dimasukin apa gini-gini aja?" tanya dia padaku lalu aku telentang,"ngga apa-apa pak,asal tetep make kondom aja" "wah siap...."
  pelan-pelan dia menghunuskan "pedang"nya ke dalam vaginaku.penis nya ukuran rata-rata lah...sama kayak punya si Bayu
  "wuih masih berdenyut-denyut....mbak horny juga ya?tak kirain aku aja yg horny"
  aku hanya tersenyum mendengar pujiannya
  sekitar 10 menit,aku dah merasakan penis tukang becak itu mengeras dan  hampir klimaks,buru- buru aku sudahi,takut ada sperma yang masuk ke  vaginaku.lalu aku BJ lagi,dan akhirnya croooot keluar semua deh protein  yang baru dia makan tadi... tapi di dalam caps dia dong....
  "gimana mbak? segini cukup?" tanya bapak itu setelah dia melepas kondom dengan hati-hati "cukup kayanya pak" kataku sambil memakai pakaian lagi
  "wah mbak bokongnya gede sih,jadi liatnya horny terus.hahaha...kok pacar mbak ngga marah y kita kentu tadi?" "iya pak pacarku emang gitu,asal kita ML pake caps aja ngga apa-apa" "wah pacar yang baik.hahahaha....kentu gratis nih,dapet duit lagi...." "ngomong2 kita ML kok saya belum tau nama bapak ya?" "lho tadi kan dah kenalan,lupa ya?saya sarwo,biasa dipanggil kadir,karena emang saya dari madura"
  "ouh tadi aku ngga denger Pak" "wah kentu sama orang yg ngga tau namanya dong sampeyan.hahaha...." "hehehe....dah biasa pak" aku tersenyum aja mendengarnya setelah itu bapak tukang becak itu pamit pulang
  -----------------------::::::::::::::::::::::::::---------------------------
  beberapa bulan kemudian,saat aku naek angkot,aku ketemu bapak sarwo itu  lagi,sekarang dia jadi kernet angkot di kampusku.aku duduk tepat di  sampingnya dan dia tersenyum padaku
  "mbak,lagi butuh sperma lagi ngga?" tanya dia sambil berbisik "aku dah putus Pak,jadi bapak tanya sama mantan saya aja itu."
  "lha kalau mbak sendiri butuh ngga?"tanyanya menggodaku "OK,nanti habis pulang kuliah ya pak,saya tunggu di halte tadi"
 
 
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Pijat Sensual               Apr 9th 2013, 13:09                                               Kurasa hampir semua orang pasti pernah merasakan dipijat, apa lagi para  laki-laki hidung belang seperti sebagian besar pembaca vocland.com.  Kurasa sebagian besar dari mereka pasti punya langganan pemijat di  panti-panti pijat yang menjamur di mana-mana. 
  Itulah enaknya jadi kaum laki-laki, ibaratnya seperti iklan minuman  ringan, bisa di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Ini berbeda  sekali dengan kaumku, kalau badan pegal harus susah payah cari mbok  pemijat yang belum tentu ada di setiap tempat, apa lagi di kota besar  seperti Surabaya ini. 
  Biasanya kalau badanku terasa pegal-pegal, kuminta bantuan adikku untuk  memijatnya. Kadang kami bergantian saling pijat. Tetapi hari ini rumahku  sedang kosong. Adikku masih kuliah sedangkan orang tuaku belum pulang dari  tugas rutinnya mencari nafkah. 
  Hari ini aku agak sedikit kurang enak badan. Terasa sekali badanku  pegal-pegal, namun di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Kucoba bertanya  kepada tetangga kanan kiri barangkali ada yang tahu kalau-kalau ada  tetangga sekitar yang bisa memijat. Sebenarnya aku tahu bahwa di ujung  gang sana ada seorang tukang pijat yang terkenal di sekitar rumahku, tapi  laki-laki, namanya Pak Mat. Tidak bisa kubayangkan bahwa tubuh molekku ini  bakal dipijat oleh seorang tukang pijat laki-laki, bisa-bisa yang dipijat  nanti hanya di daerah-daerah tertentu saja. 
  Akhirnya aku dapatkan juga seorang tukang pijat wanita. Namanya Mbak Tun  yang rumahnya juga tidak begitu jauh dari rumahku. Kucoba untuk mendatangi  rumah Mbak Tun yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter dari rumahku.  Kebetulan Mbak Tun ada di rumah dan bersedia datang ke rumah untuk  memijatku. setelah berganti pakaian dan membawa sedikit perlengkapannya,  Mbak Tun mengikutiku pulang. 
  Mbak Tun usianya masih relatif muda, hanya sedikit lebih tua dariku.  Perkiraanku Mbak Tun saat ini berusia sekitar 35 tahun. Namun di usianya  yang relatif masih muda itu Mbak Tun sudah menjanda. Ia hidup bersama  ibunya, satu-satunya orang tuanya yang masih tersisa. 
  Mbak Tun sudah 6 tahun bercerai dengan suaminya yang telah kawin lagi  dengan wanita lain karena perkawinannya dengan Mbak Tun tidak dikaruniai  anak. Cerita tentang Mbak Tun ini kuperoleh dari Mbak Tun sendiri saat  memijat tubuhku. Sambil memijat Mbak Tun bertutur tentang kehidupannya  padaku. 
  Walau tinggal di Surabaya, Mbak Tun tetap seperti layaknya orang udik,  pengalamannya masih sedikit sekali soal dunia modern, namun untuk urusan  sex sepertinya Mbak Tun punya cerita tersendiri. Semuanya akan kukisahkan  pada ceritaku kali ini. 
  Sesampai di rumahku, Mbak Tun kuajak langsung masuk ke kamarku yang sejuk  ber-AC. Suhu udara di luar sana bukan main panasnya, beberapa bulan  terakhir ini kota Surabaya memang sedang dilanda cuaca panas yang luar  biasa, konon panasnya mencapai 37 derajat celcius. 
  Kubuka kancing hemku dan kutanggalkan hingga bagian atas tubuhku yang  mulus terpampang dengan jelas sekali. Payudaraku tampak segar dan ranum  dengan ujung puting susuku yang bersih berwarna merah muda sedikit  kecoklatan. Rok miniku juga kutanggalkan. 
  Kini tubuhku sudah hampir telanjang bulat, hanya tersisa CD yang  kukenakan. Mata Mbak Tun tampak terkagum-kagum pada bentuk tubuhku yang  ramping dan sexy, terlebih saat melihat bentuk CD-ku yang mini itu. Aku  saat itu memakai G String berenda yang ukuran rendanya tak lebih dari  seukuran satu jari melingkari pinggangku, selebihnya sepotong rendah yang  tersambung di belakang pinggangku, turun ke bawah melewati belahan  pantatku, melingkari selangkanganku hingga ke depan. Tepat di bagian  vaginaku, terdapat secarik kain berbentuk hati kecil yang keberadaannya  hanya mampu menutupi bagian depan liang vaginaku. 
  Lalu aku tengkurap di tempat tidur dengan hanya memakan CD. Mbak Tun mulai  memijat telapak kaki, mata kaki, betis, naik lagi ke pahaku. Awalnya aku  biasa-biasa saja, pijatan tangannya juga terasa pas menurutku, tidak  terlalu lemah dan juga tidak terlalu keras yang dapat menyebabkan terasa  lebih sakit setelah dipijat. Menurutku, cara memijat Mbak Tun cukup baik.  Setelah memijat kaki kanan, kini Mbak Tun berpindah memijat kaki kiriku,  urutannya seperti tadi. Kini giliran pahaku bagian atas yang dipijat juga  kedua belahan pantatku. 
  "Mbak! CD-nya kok modelnya lucu ya?" tanya Mbak Tun lugu mengomentari  bentuk CD-ku.  "Emangnya kenapa Mbak Tun?" tanyaku padanya.  "Oh enggak Mbak! Kalau dipakai kok seperti tidak pakai CD aja ya? Bokong  (pantat) Mbak tetap kelihatan, dan bagian depannya, jembut (bulu kemaluan)  Mbak juga kelihatan, Hii.. Hii.. Hii..! Kalau aku sih tidak berani pakai  CD yang model begitu", oceh Mbak Tun masih mengomentari bentuk CD yang  kupakai saat itu. 
  Sambil mengngoceh dan bercerita, tangan Mbak Tun tetap memijat pahaku.  Yang kini dapat giliran adalah pahaku bagian atas, tepatnya di daerah  pangkal paha dan belahan pantatku. Aku sengaja tidak menjawab ocehannya  karena aku ingin menikmati pijatannya. Sambil sedikit tiduran, mataku  kupejamkan saat dipijat Mbak Tun. 
  Letak kedua kakiku dibentangkan terpisah agak lebar sehingga posisi pahaku  terbuka. Mbak Tun memijat bagian dalam pahaku yang bagian atas dekat  selangkanganku hingga aku merasakan sedikit geli, tapi enak sekali. Selain  pegalku di bagian kaki dan paha mulai sedikit berkurang, aku juga mulai  merasakan horny, apa lagi saat jari-jari Mbak Tun memijat bagian pangkal  pahaku. Jarinya sempat menyentuh gundukan vaginaku hingga rasanya ujung  CD-ku mulai lembab. Untungnya Mbak Tun sudah mulai pindah posisi memijat  punggungku, naik ke leher dan berakhir di kepalaku. 
  Selesai memijat bagian belakang tubuhku, Mbak Tun mengambil body lotion  dan dioleskannya ke kaki dan pahaku. Rasanya sedikit dingin saat mengenai  kulitku. Kalau tadi memijat, kini Mbak Tun ganti mengurut tubuhku mulai  dari telapak kaki, betis hingga pahaku. Kembali saat mulai mengurut pahaku  bagian atas aku merasa geli, terlebih saat paha bagian dalamku yang diurut  olehnya. 
  "Mbak! CD-nya dilepas aja ya, toh percuma pakai CD cuma sepotong begitu,  lagian kita kan sama-sama wanita dan tidak ada orang lain di kamar ini,  soalnya nanti kena hand body nyucinya susah", pinta Mbak Tun padaku. 
  Tanpa menjawab, kumiringkan sedikit tubuhku sambil sedikit membungkuk.  Kubuka CD-ku dan kulepas dengan bantuan ujung kakiku. Kini aku telah  telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhku. Posisiku  kembali tengkurap menunggu tangan Mbak Tun kembali mengurut tubuhku. 
  Mbak Tun kembali ke tugasnya mengurut bagian bawah tubuhku yang sudah  dilumuri body lotion tadi. Jarinya kembali bersarang di pangkal pahaku  bagian dalam, sambil sekali-sekali mengurut kedua gundukan pantatku. Aku  tidak hanya merasakan pegalku mulai berkurang, namun aku juga merasakan  seperti ada suatu rangsangan tersendiri menyerang tubuhku bagian bawah. 
  Mulutku menggigit bantal yang kupakai untuk menopang daguku saat tengkurap  karena menahan rasa geli di selangkanganku, manakala jari tangan Mbak Tun  menyentuh bibir vaginaku. Terkada sentuhannya masuk lebih dalam lagi  hingga menyentuh celah belahan bibir vaginaku. 
  Terus terang liang vaginaku mulai bawah hingga cairan bening tak  terbendung mulai membasahi liang dan dinding dalam vaginaku. Saat mengurut  gundukan pantatku, seakan dengan sengaja jari Mbak Tun disentuhkannya ke  vaginaku kembali hingga ujung jarinya sempat menyenggol ujung klitorisku. 
  Aku jadi tersiksa sekali karena menahan hasrat birahi yang timbul akibat  sentuhan tangan dan jari Mbak Tun saat memijat dan mengurut bagian bawah  tubuhku. Untungnya urutan Mbak Tun segera pindah ke punggungku, terus naik  ke leher dan kembali berakhir di kepalaku. 
  Kalau di bagian atas tubuhku, aku masih tidak merasakan suatu rangsangan  seperti tadi. Namun rupanya setelah selesai memijat kepalaku, Mbak Tun  kembali memijat dan mengurut kedua bongkahan pantatku, yang tentunya  pangkal pahaku kembali menjadi sasarannya pula. 
  Aku tak kuasa menolak, karena selain kupikir Mbak Tun toh juga seorang  wanita, dan juga normal karena pernah bersuami walau sudah lama bercerai.  Aku toh akhirnya juga menikmati semua sentuhan tidak disengaja maupun  mungkin disengaja saat jari-jari tangannya mengusap bagian luar vaginaku.  Sampai akhirnya aku benar-benar tidak tahan lagi. 
  "Sudah! Cukup! Terima kasih ya Mbak", ujarku akhirnya.  "Kok sudah toh Mbak?", Tanya Mbak Tun padaku.  "Bagian depannya belum diurut lho! Ayo telentang Mbak, kuurut sebentar  perutnya supaya ususnya tidak turun", tambah Mbak Tun dengan sedikit  memerintah. 
  Herannya aku menurut juga. Dan lalu aku pun telentang di hadapan Mbak Tun.  Mbak Tun mulai kembali mengolesi body lotion ke bagian dada dan perutku.  Mbak Tun langsung mengelus bagian atas dadaku dekat leher sedang jarinya  mengurut ke bawah ke arah payudaraku. Kemudian area sekitar payudaraku  juga diurut lembut mirip elusan. Aku yang sudah horny sejak tadi jadi  lebih blingsatan lagi hingga akhirnya aku tidak tahan untuk tidah  mengaduh. 
  "Aduuh! Geli Mbak!" protesku, tapi Mbak Tun diam saja sambil terus  mengurut pinggiran payudaraku. 
  Kemudian perutku diurut dari setiap penjuru mengarah ke pusar. Kini  giliran pahaku diurut oleh Mbak Tun. Cara mengurutnya naik ke atas menuju  pangkal paha, letak kakiku dipisahkan agak lebar sehingga posisiku lebih  terkangkang lagi. Mbak Tun terus mengurut pahaku. Saat mengurut bagian  dalam pahaku, aku menggeliat tak karuan. 
  Kemudian Mbak Tun mengurut mulai tepat di atas vagina menuju pusarku.  Katanya ini adalah untuk menaikkan usus dalam perutku agar supaya tidak  turun ke bawah. Aku diam saja tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun,  terus terang pijatannya memang enak hingga pegal yang ada di tubuhku sedah  tidak terasa lagi. Namun selain itu aku juga mendapatkan rangsangan  seksual dari cara Mbak Tun mengurutku. 
  "Sudah, sekarang yang terakhir" kata Mbak Tun sambil membuka lebar pahaku. 
 
  Mbak Tun berpindah posisi duduknya. Kini dia berjongkok tepat di hadapan  selangkanganku yang terkangkang lebar. Kedua tangannya secara bersamaan  mengurut kedua pahaku, dari arah lutut menuju selangkangan hingga aku jadi  menggeliat tidak karuan menahan geli. 
  Kemudian kedua ibu jarinya mengurut-urut celah lipatan selangkangan dekat  vaginaku dengan cara mengurutnya dari bawah ke atas terus berulang-ulang.  Bibir vaginaku menjadi saling gesek karenanya hingga rangsangan dahsyat  melanda bagian bawah tubuhku dan akhirnya aku tak kuasa lagi mengendalikan  nafsu birahiku sendiri hingga tanpa perlu merasa malu lagi pada Mbak Tun,  jariku kuarahkan ke klitorisku dan terus kugosok-gosokkan sambil  mengangkat dan menggoyang-goyang pantatku. 
  Aku akhirnya orgasme di hadapan Mbak Tun. Persetan kalau mau dia tertawa,  bathinku. Namun ternyata Mbak Tun tetap cuek saja sampai aku selesai  melepaskan orgasme. Lalu kubayar ongkos Mbak Tun memijatku dan kuminta dia  untuk pulang sendiri. 
 
  E N D
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Pesona Seks Warni               Apr 9th 2013, 13:05                                                Kaki itu terkaget namun lantas diam. Yang kudengar berikutnya adalah desah..
  "Mbak.. Kok beginii.. Sih mbaakk.."
  Geliatnya membuat aku sedikit menahan kakinya agar tak lepas dari  kulumanku. Lidah dan bibirku merasakan kesat licin pori-pori jari  kakinya. Aku melumatnya hingga kurasakan keringat tipisnya larut dalam  ludahku. Aku menikmati dengan menelannya.
  "Saya merinding mbaakk.." tanganku juga mulai mengelus-elusi betisnya. "Aachh.. Enak banget siihh.." aku lega.
  Mulai aku menggigit. Telapak kakinya kujilati dan juga aku menggigitnya. Dia benar-benar menggelinjang.
  "Mbaakk.. Ampuunn.. Geli bangett.."
  Kini mulai ada perlawanan. Namun bukan untuk menghindar. Itu perlawanan  dalam geliat nikmat hasrat syahwat yang mulai menerpa sanubari Warni.  Aku hanya semakin erat memegangi betisnya. Lidahku melata dan kugigit  tumit Warni. Uucchh.. Tumit ini bak ujung telur ayam kampung. Begitu  indah namun nampak begitu rentan. Dengan halus aku menjamahnya.  Kulepaskan gigitan lembut di atasnya dan kembali keringat tipis tumitnya  larut dalam ludahku yang langsung kusedot menelannya.
  Sekali lagi Warni berontak menggeliat. Namun bukannya melawan. Geliatnya  ternyata untuk mengubah posisi. Dia kini tengkurap. Dan yang kusaksikan  adalah sebuah kejutan sensual. Lereng, lembah dan gunung muncul dari  tubuh Warni yang setengah telanjang. Dari arah telapak kakinya yang  sedang dalam pagutanku aku menyaksikan betis yang bak padi bunting  kemudian menjauh nampak lipatan lututnya yang mengandung kerutan. Disana  biasanya tersimpan aroma keringatnya. Lidah dan bibirku mulai melata  naik.
  Saat aku mulai menyentuh kemudian melepaskan jilatan serta sedotan kecil bibirku pada betis mulus itu,
  "Adduhh.. Mbak Marini.. Enak bangeett.. Teruss mbaakk.. Enak bangett mbakk.."
  Walaupun aku sudah menduga sebelumnya, namun suara desah dan racau Warni  ini tetap merupakan kejutan bagiku. Aku merasakan bahwa kini sepenuhnya  kegelisahan syahwatku telah pudar. Hasrat akan cinta sesama perempuan  mendapatkan saluran dengan desah serta rintih Warni ini. Kini aku mulai  meliar tanpa ragu. Aku sedot kuat-kuat betis itu hingga meninggalkan  cupang. Warni menjerit,
  "Mbaakk.. diapain akuu.. Mbaakk…" jeritan yang sangat indah merangsang syahwat telingaku.
  Tanganku mulai meliar pula. Rabaan-rabaan kulepaskan pada pahanya serta  gundukkan bokongnya. Aku terus melata, ciuman dan kenyotan bibirku naik  merambah pelataran pahanya yang dduuhh.. Sangat mulusnyaa.. Rupanya  semua ini merupakan sensasi bagi Warni. Dia menggelinjang hebat.  Tubuhnya menggeliat-geliat menahan derita nikmat syahwat. Tangannya  bergerak kebelakang langsung meraih rambutku,
  "Mbakk.. Terusin Mbaakk.. Teruss mbakk.. Enak mbaakk.." ditarik-tariknya  rambutku. Dia sepertinya ingin agar aku menciumi bokongnya. Ahh..  Warnii.. Jangan khawatir.. Aku akan menuju ke sana..
  Tanpa lagi ragu aku menggiring wajahku menuju bukit kembar bokongnya  yang terbungkus celana dalam putih ini. Aku memang ingin menikmati aroma  bokong berikut celana dalamnya. Aku belum ingin melepaskan bungkusnya  itu.
  Aku langsung 'nyungsep' menenggelamkan wajahku ke bokong indah itu.  Aromanya langsung menyergap hidungku. Aku menarik nafas dalam-dalam  untuk sebanyak mungkin menyedoti baunya yang sangat khas.
  Ternyata naluria alami Warni berjalan sebagaimana seharusnya. Gejolak  syahwat yang melanda berkat serangan ciumanku menuntun dirinya untuk  bergerak nungging. Dengan kepala beserta dadanya yang merayap di ranjang  dia nagkat pantatnya tinggi-tinggi. Ini artinya dia memberikan  kesempatan padaku untuk sepuasnya menciumi maupun menjilati pantatnya.  Dan tak mungkin kulewatkan.
  Lidahku mencari tepian celana dalam itu kemudian menggigitnya. Dengan  mulutku aku perosotkan celana itu hingga pantat Warni ter-ekspose putih  telanjang. Melihat apa yang memang pasti kulihat aku langsung seperti  kerasukkan. Aku menyaksikan sebuah paduan harmonis dalam bentuk nyata.  Sebuah gundukkan licin tanpa cacat mengarah ke bawah. Nonok Warni  menunjukkan cembung bibirnya berikut kelentitnya yang bak sayap  kupu-kupu kembar menunggu kumbang menyentuhnya. Lidahku mengeluarkan  liur.
  Lebih naik lagi kulihat sebuah titik pusat yang diseputari keriputan  lembut yang membentuk titik pusat itu. Aku pastikan itulah lubang dubur  Warni. Ooww.. Kenapa lubang itu demikian mempesonaku?? Ahh.. Aku  merasakan ada yang mengalir becek dari vaginaku.
  Cairan birahiku tak mampu kubendung. Apa yang kusaksikan mendesaki  cairan ini untuk merembes keluar. Aku memang telah sangat terangsang.  Aku ingin selekasnya melepaskan jilatn-jilatanku. Aku ingin menikmati  indahnya lubang dubur Warni di lidahku. Aku mulai melepaskan jilatanku.
  Aku mulai dari bawah. Dengan mendesakkan mulutku ke vagina di  selangkangannya aku menjilati bibir vaginanya itu. Aku juga telah  merasakan adanya cairan yang lengket asin. Aku yakin Warni telah  terbakar birahi. Aku semakin liar mendesaki kemaluannya. Aku menyedoti  cairan lengketnya.
  Kemudian ciumanku menaik aku merambati bukit terjal mengantar lidahku  menuju lubang duburnya. Warni meracau dan merintih tak tertahan,
  "Mbaakk.. Belum pernah aku nikmat seperti ini mbaakk.. Tolong Mbakk  terusinn yaa.. Aku enak banget mbaakk Marini. Terus jilati ya mbakk.."  ah entah apa lagi racaunya itu.
  Duburnya tidak langsung kujilat. Aku membaui dulu. Hidungku  mengusel-uselnya dulu. Aku ingin bau sebenarnya kutangkap sebelum  terkontaminasi dengan ludahku. Aku merasakan bau yang hangat. Bau khas  dan hangat dari lubang dubur.
  Uselan hidungku pasti memindah alihkan aroma duburnya itu ke hidungku.  Sesudah itu baru dengan penuh serta merta dan dahsyatnya nafsu aku  menjilati lubang itu. Dduuhh.. Warnii.. Kenapa kamu cepat pinterr  siihh.. Warnii.. Aku sayang kamuu.. Biar aku jilati lubang taimu aku mau  dan sayang kamuu..
  Tak kuduga, tiba-tiba Warni seperti kemasukan setan. Dia berteriak histeris dambil bangkit langsung memeluk aku,
  "Mbakk, mbakk, mbaakk.. Gimana inii.. Saya jadi seperti inii.. Rasanya  haus bangeett.. Tenggorokanku kering bangeett.. Mbakk.. Saya takuutt.."  sambil nampah wajahnya merah, bingung dan ngap-ngapan.
  Serta merta aku peluk dia. Aku ciumi pipinya, lehernya, dagunya kemudian  bibirnya. Uuhh.. Ternyata dia langsung merangsek aku. Dia 'terkam' aku  dan mencakar punggungku. Seperti serigala betina dia pagut bibirku dan  melumatnya. Dia nampak sangat 'kehausan', dia ingin minum sebanyak  mungkin ludahku, dia benar-benar tak terkendali. Keringatnya mengucur  deras dari seluruh bagian tubuhnya.
  Aku langsung mengerti. Semua hal ini adalah 'first time' bagi Warni. Dia  mengalami 'kekagetan syahwat'. Dia merasakan sangat nikmat namun  sekaligus takut, 'ada apa ini', dia asing dengan nikmat yang melandanya.  Dan ciuman-ciumanku menurunkan 'tensi'nya. Dia nampak reda dan  pelan-pelan menjadi tenang.
  Saat telah kembali menguasai dirinya dia dengan 'dalam' membalas ciuman dibibirnya,
  "Maafin saya ya Mbak.. Sungguh aku tadinya nggak ngerti lho.. Tetapi  aduuhh.. Mbak Marini pinter sekali.. Aku merasakan enaakk bangett.. Aku  pengin terus begini mbaakk…"
  Ahh.. Aku jadi iba. Warni terlampau lugu. Namun aku juga nggak boleh  setengah jalan. Aku melepasi baju dan rokku. Kini aku setengah  telanjang, tinggal ber-BH dan celana dalam saja. Aku langsung menurunkan  ciumanku ke dadanya, ke ketiaknya, ke tulang iganya. Dia terus  bergelinjangan, namun tak mau berhenti,
  "Teruss Mbakk.. Teruss.." dan aku menyambutnya.
  Kini aku 'ngusel-usel' perutnya. Kujilati pusernya. Aku jilati  pinggulnya. Tangan-tanganku mulai mencakar lembut paha-pahanya. Juga  jari-jariku mulai menyentuhi bibir vaginanya. Syahwat birahi Warni  menanjak tajam tanpa 'shock'. Dia tetap menjadi menguasai diri. Sesekali  dengus desah dan rintihnya mengiba-iba. Aku yakin dia minta aku  puaskan. Yaa.. Aku akan ke sana.
  Lumatan bibir dan jilatan lidahku meluncur turun lagi. Aku menemukan  rambut-rambut halus di seputar kemaluan Warni. Sangat nikmat menciumi  gundukkan kemaluan sementara dagu atau pipi menyentuhi rambut itu.  Kemaluan Warni sungguh mempesona. Sebuah bukit kecil merah ranum,  ditengahnya ada belahan lembut dan lereng kecilnya. Dan lebih ke bawah  lagi aku menemukan gelambir klitoris yang bak sayap kupu-kupu.
  Merah bening mewarnai sepasang klitoris itu. Dan yang langsung menyergap  aku adalah aroma pedesaannya. Kemaluan Warni sungguh wangi seperti akar  pandan. Bibirkku langsung melumat tepiannya. Dan seketika pula rambutku  terjamah tangan-tangan Warni yang meremasinya. Dia menahan gelegak  syahwatnya. Serasa dia hendak mencabik rambutku dari kulit kepalaku.  Rasa pedih menjadi penyedap birahiku dalam menjilat dan melumat-lumat  vagina Warni. Sungguh dialah anak perawan desa. Dan ketika klitorisnya  aku emut dan kenyot tak ayal pula dia berteriak nyaring,
  "Aampuunn.. Mbak Marinii.. Jangann.. Hah.. Hahh.. Hahh.. Aammppuunn.." dia benar-benar gelagapan.
  Oleh karenanya aku perlu diam sesaat. Aku kembali mengelusi pahanya pelan agar dia tenang lagi.
  "Mbaakk.. Enak bangett.. Tetapi saya nggak kuat rasanyaa.."
  Namun sambil mengucapkan 'nggak kuat rasanya' Warni merebahkan diri  kembali dengan membiarkan memeknya berada di depan bibirku. Aku maknai  bahwa dia ingin aku meneruskan apa yang telah aku mulai. Kini tanpa ragu  aku langsung mencium kemudian melumati vaginanya. Desah dan rintihnya  bertubi namun kuacuhkan. Lidahku sudah menyeruak jauh ke lubang  vaginanya. Aku rasa cairan birahi Warni telah mengalir deras sejak awal  tadi. Aku sepertinya menyedot kelapa muda. Cairan birahinya  kuteguk-teguk dan kurasai asin kentalnya. Aku tak bosan melumati memek  dengan wangi akar pandan ini.
  Warni bergelinjangan. Dia mengangkat-angkat pantatnya. Rasanya dia  berharap aku menusukkan lidahku lebih dalam lagi. Inilah bentuk  kegatalan yang paling puncak. Yang kulakukan kemudian adalah menyedotnya  kuat-kuat. Gelambir klitorisnya ku kenyot-kenyot dan menggigitnya  kecil.
  Kini aku gelisah, syahwatku demikian mendesaki wilayah vaginaku. Serasa  pengin kencing. Keringatkupun mulai turun mengucur. Tubuhku memanas  terbakar gelora birahiku sendiori. Aku merasakan kegatalan tak terhingga  pada dinding vaginaku. Aku ingin menggaruk. Dengan apa?
  Sementara Warni tengah mendaki puncak syahwatnya. Pantatnya naik turun  dengan semakin tak terkendali. Gatal vaginanya untuk menjemputi lumatan  bibir dan jilatan lidahku. Aku rasa beberapa detik ke depan dia akan  histeris menyambut orgasmenya. Aku cepat bergeser menindih kedua tungkai  kakinya. Aku pepetkan selangkanganku tepat ke salah satu lututnya. Aku  menggesek-gesekkan vaginaku ke lutut Warni untuk menyalurkan kegatalan  vaginaku. Warni abai. Dia hanya berurusan dengan orgasmenya yang semakin  mendekat. Dan..
  "Hoocchh.. Hhoocchh.. Hhaacchh.. Hhoocchh.. Mbak Marinii.. Ampuunn.. Mbakk.. Mbaakk.."
  Dia peluk aku dengan tangannya yang juga mencakar. Barut-barut langsung  menandai punggungku. Rasa pedih langsung kurasakan. Namun rasa pedih itu  berbarengan pula dengan nikmat yang melanda aku..
  Ahh.. Bisa jugaa akhirnyaa.. Aku dan Warni meraih orgasme secara  bersama. Namun aku tak langsung berhenti. Aku masih menggeseh-gesekkan  kemaluanku pada lutut Warni. Sementara puncratan cairan birahi Warni  terus menderas keluar dari memeknya. Aku menampung dalam penuh mulutku.  Aku meminumnya. Aku menelan rasa asinnya. Sungguh cairan perawan ini  sewangi akar pandan dan mengingatkan pada legit air kelapa muda. Dd..  Duhh.. Duhh.. Warnikuu..
  Demikianlah aku menikmati perawan Warni. Malam itu dia menjadi kekasihku  sepenuhnya. Kami menjadi sepasang kekasih yang saling menikmati madu.  Rasanya tak kenal waktu. Menjelang subuh baru kami terlena.
  Pelampiasan syahwat sesama perempuan antara aku dan Warni berlangsung  hingga Bu Mitro balik. Selama 5 hari tak ada waktu untuk yang lain. Kami  saling memanjakan, memberi dan menerima dengan segala kepuasan syawati.  Aku sangat menyayanginya dan sebaliknya Warni menyayangi aku.
  Memang yang terbaik kemudian adalah mengakhirinya. Warni balik mesti  bekerja untuk Bu Mitro dan aku kembali melayani Mas Aditya suamiku.
  Tak kusangkal, pada waktu-waktu tertentu apabila ada kesempatan aku dan Warni kembali berasyik masyuk.
 
   Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex- Aku dibayar sama Tante anis               Apr 9th 2013, 13:03                                               Berenang adalah salah satu olahraga rekreasi favoritku selama aku kuliah  di Bandung. Tapi pada masa itu sebagai mahasiswa yang masih  mengandalkan kiriman orang tua, aku harus berhemat dan tidak bisa  sering-sering berenang. Paling-paling aku hanya berenang 2 atau 3 kali  dalam sebulan. Kadang aku berenang bersama teman-teman kampus, tapi lebih sering  berenang sendiri karena tidak banyak teman-temanku yang mau meluangkan  waktu untuk berenang secara rutin. Aku sering berenang di daerah  Setiabudi, di sana ada kolam air hangatnya sehingga aku bisa berenang  sampai malam tanpa takut kedinginan oleh udara malam kota Bandung.
  Hari Jumat itu aku seperti biasa berenang sendiri. Setelah melakukan  gaya bebas bolak-balik beberapa kali aku beristirahat sambil tetap  berendam di tepi kolam. Hari itu agak sepi, paling hanya 15 orang saja  yang ada di kolam renang. Langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu di  sekitar kolam renang sudah mulai dinyalakan. Tapi aku masih ingin  berlama-lama menikmati kolam renang, maklum besok hari Sabtu tidak ada  kegiatan kuliah.
  Tidak berapa lama kulihat seorang wanita berrambut ikal yang berumur  sekitar 40-an masuk ke area kolam renang. Meskipun sudah tidak muda lagi  badannya terlihat sangat terawat dan sexy. Payudaranya tampak agak  menggantung tapi masih cukup kencang dan menurutku tidak kalah dengan  wanita-wanita yang lebih muda. Kulitnya putih dan wajahnya juga masih  tampak cantik…ah.. rasanya aku kenal wanita itu… Kalau tidak salah dia  Tante Anis, teman klub aerobik Tante Nita bekas ibu kosku di Dago yang  pernah kuceritakan kisahnya beberapa waktu yang lalu. Pantas saja  tubuhnya sexy…. Setelah meletakkan barang-barang bawaannya wanita itu  mulai menceburkan diri ke kolam renang, tepat di seberangku. Lalu  perlahan ia mulai berenang mengelilingi kolam renang. Saat ia berenang  di depanku, kuberanikan memanggil namanya, "Tante Anis…" Wanita itu  berhenti dan berbalik menatapku. "Hey… Doni ya… sama siapa berenang?" tanya Tante Anis sambil mencubit lenganku. "Biasa tante… sendirian aja, tante sama siapa?" "Oh, sama Dewi teman kantor tante… tapi kayaknya dia masih di kamar  ganti tuh…soalnya tadi tasnya ketinggalan di mobil… nah itu dia baru  datang, tante kenalin yaaa…" Tampak seorang wanita, terlihat masih muda dan lumayan manis mungkin  umurnya sekitar 25-an, berjalan ke arah kolam renang. Rambutnya lurus  melewati bahu, tubuhnya terkesan atletis dengan buah dada montok berisi  seperti Pamela Anderson di film serial TV "Bay Watch". Tante Anis lalu  naik ke pinggir kolam dan bergegas menghampiri wanita tersebut. Tak lama  kemudian kedua wanita itu kembali masuk ke kolam renang.
  "Wi.. ini kenalin… Doni, Don… ini kenalin..Dewi, teman kantor tante,"  Sambil mengulurkan tangannya Dewi tersenyum dan menyebutkan namanya,  senyumnya manis sekali. Akupun menyebutkan namaku sambil menikmati  kehalusan tangannya. Setelah berbasa-basi sebentar Dewi berpamitan untuk  berenang beberapa keliling, lalu aku dan Tante Anis mengikutinya.  Sebenarnya aku sudah cukup lelah setelah berenang sebelumnya, tapi  kebersamaan dengan Tante Anis dan Dewi kayaknya sayang kalau dilewatkan  begitu saja hanya karena rasa capai yang tidak seberapa. Setelah  berenang beberapa keliling kamipun akhirnya berhenti.
  "Doni.. kok udah lama tante nggak pernah lihat kamu jemput Tante Nita lagi?" "Lho… saya khan sudah nggak kos di tempat Tante Nita…" "Tapi tante dengar kamu masih suka ketemu dengan Tante Nita, iya  khan..?" Tante Anis mulai menggodaku dengan senyumnya yang nakal. Aku  tidak menjawab, hanya tertawa ringan. "Tante Nita suka cerita tentang kamu lho…hmm.. bikin kita-kita penasaran  deh," Tante Anis menggoda lagi, kini tangannya mencubit perutku. "Aduh… sakit tante…," kataku pura-pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu arah pembicaraan kami tampak agak bingung.
  Tante Anis merapatkan badannya ke sampingku dan melingkarkan tangannya di pinggangku. "Dewi, kamu kenal dengan Nita teman aerobikku khan..? Doni ini dulu kos  di tempat Nita dan semenjak itu si Nita bisa jadi betah banget di rumah  kalau Doni lagi nggak kuliah, nggak tau ngapain aja dia dengan si Doni  ini," Tante Anis tertawa genit sambil melirikku. Dewi hanya  tersenyum-senyum saja memandangku. "Ah… ati-ati Teh Anis… mahasiswa sekarang memang nakal-nakal….!!"
  Udara malam makin dingin, tapi suasana kami justru mulai menghangat. Aku  merasa kegenitan Tante Anis sedang menantikan tanggapanku. Aku mulai  memberanikan diri memegang dan meremas-remas pantat Tante Anis dengan  lembut. Jantungku berdegup-degup menanti reaksi Tante Anis… syukurlah  dia diam saja dan membiarkan tanganku terus beraksi. Hanya aku dan Tante  Anis yang tahu persis apa yang kami lakukan. Suasana kolam renang tidak  begitu terang dan kami berendam sebatas leher sehingga apapun yang  diperbuat tangan-tangan kami di bawah air tidak akan terlihat siapapun.  Meskipun demikian Dewi kelihatannya mengerti apa yang terjadi, tapi dia  pura-pura tidak tahu dan dengan sengaja berenang menjauhi kami.
  Melihat kegenitannya mendapat tanggapanku dan tidak ada lagi orang lain  di dekat kami, Tante Anis semakin berani. Tangannya mulai dengan sengaja  menyentuh penisku yang mulai menegang. Melihat aku tidak menolak  perlakuannya Tante Anis mulai berani meremas-remas penisku sehingga  membuatnya mengeras. Tante Anis tersenyum nakal. "Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita lupa sama suaminya." Aku tidak  mau ketinggalan, kuraba dan kuremas-remas kedua buah dada Tante Anis  sehingga membuatnya memekik perlahan. Kami saling meraba dan  berpandang-pandangan penuh nafsu. Perlahan-lahan kuarahkan tangan  kananku ke selangkangan Tante Anis dan kurasakan gundukan yang lembut  dan hangat di antara kedua pahanya. Mulut Tante Anis sedikit terbuka,  nafasnya mulai terasa berat dan matanya mulai sayu, tampaknya dia mulai  terangsang.
  "Ssstop Doni… jangan disini… kita ke hotel aja… mau?" kata Tante Anis  setengah berbisik dengan nafas mulai berat menahan birahi. Aku  mengangguk setuju. "Tapi Dewi gimana tante…. masak ditinggal?" "Tenang aja, itu urusan tante… kamu naik dulu… tante mau bicara sama Dewi." Aku bergegas naik dan mengambil handuk serta sabun untuk mandi. Saat aku  kembali ke kolam renang tampak Dewi dan Tante Anis sudah duduk di kursi  sambil mengenakan handuk.
  "Doni, keberatan nggak kalau Dewi ikutan acara kita?" tanya Tante Anis sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku. "Terserah Dewi aja, Doni sih nggak keberatan tante…" kataku. "Iiih…  emangnya acara apaan sih…?" tanya Dewi, entah dia cuma pura-pura atau  memang tidak tahu aku tidak peduli, yang jelas malam ini aku akan  menikmati tubuh Tante Anis yang sexy. Belum terbayang bagiku bagaimana  kalau nanti Dewi ikut bergabung, aku belum pernah ML dengan lebih dari  satu wanita sekaligus.
  Kutitipkan motorku di kantor Satpam, kebetulan karena sudah sering  berenang di situ aku jadi kenal dengan mereka. Kami bertiga lalu  meluncur pergi ke arah Lembang dengan mobil Tante Anis. Tidak berapa  lama kemudian kami sampai di Lembang dan Tante Anis lalu mengajak kami  untuk makan malam di sebuah rumah makan. Setelah selesai makan Tante  Anis membeli beberapa kaleng bir, softdrink dan makanan kecil, "Untuk  bekal sampai pagi cukup nggak…" tanya Tante Anis sambil tersenyum nakal.  Aku mengangguk setuju sementara Dewi masih pura-pura tidak tahu apa  yang terjadi.
  Akhirnya kami meluncur ke sebuah hotel kecil yang cukup bagus di sekitar  Lembang, lokasinya enak dan aman untuk berselingkuh karena mobil bisa  langsung parkir di garasi yang tersedia di sebelah kamar. Mungkin hotel  itu sejak semula sudah dirancang untuk tempat perselingkuhan,  entahlah….. "Eh.. seperti yang aku bilang tadi…. kalau kalian mau ML aku nggak ikutan yaa… aku cuma nunggu kalian di mobil aja." "Aduh Dewi… kami nggak tega ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan di  sini sampai pagi lho, ikutan aja deh ke kamar. Kalau nggak mau ikutan  kami ML juga nggak apa-apa, that's your choice honey… kamu bisa nunggu  di ruang tamu sambil minum bir. Atau kalau perlu bisa kami pesankan  "extra-bed". Gimana..?" tanya Tante Anis. Dewi akhirnya mengangguk  setuju. "OK aku di ruang tamunya aja… tapi kalian jangan ribut ya…. nanti aku nggak bisa tidur."
  Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja tidak mau ikut ML, kalau dia  benar-benar tidak mau ikutan kenapa dia tadi tidak minta diantar pulang  saja. Itu jauh lebih baik dari pada tidur di mobil ataupun di kamar  sementara kami asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa Dewi ini sebenarnya  mau tapi malu karena baru kenal denganku beberapa jam yang lalu, jadi  kupikir bagus juga kalau aku sengaja memancing-mancing dan mengambil  inisiatif supaya dia mau ikut. Setidaknya dengan cara itu dia tidak  harus merasa malu kalau "terpaksa" ikut bergabung. Hmm… kalau Dewi mau  ikutan, ini bakal menjadi pengalaman pertamaku ML dengan dua wanita  sekaligus.
  Kamar hotel yang dipesan Tante Anis cukup besar, sebenarnya hanya satu  ruangan tapi antara tempat tidur dan ruang tamu dipisahkan oleh tirai  pembatas. Dengan kondisi seperti itu apapun yang terjadi di tempat tidur  pasti akan terdengar di ruang tamu. Dewi merebahkan dirinya di kursi  sofa. "Selamat ML yaa… aku mau disini aja menikmati bir dan tidur nyenyak." Sampai di kamar Tante Anis mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan  lampu tidur yang nyalanya remang-remang saja sementara aku langsung  merebahkan diri di tempat tidur. Tante Anis lalu mengikuti dan berbaring  di sebelahku. Tanpa menunggu komando aku langsung memeluk dan mencumbu  Tante Anis, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit  penuh nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai saling meraba dan meremas  daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik bajunya, oh…  rupanya Tante Anis sudah tidak mengenakan BH lagi sehingga tanganku  dengan mudah langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Tante  Anis dengan ganas berusaha masuk ke celana dalamku untuk meremas penisku  yang sudah menegang sejak tadi. Setelah beberapa saat kami bergumul dan  saling meremas dengan panas, aku mulai melepaskan t-shirt dan celana  jeansku sementara Tante Anis juga mulai melepas pakaiannya satu per  satu.
  Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun. "Tante Anis… tante sexy sekali…," kataku memuji sambil meraba payudara  dan putingnya. Sengaja aku berbicara tanpa berbisik supaya Dewi bisa  ikut mendengar. "Ah… kamu bisa aja," tampak wajah Tante Anis memerah, mungkin merasa  bangga mendapat pujian dari anak muda. Tante Anis juga tampaknya  mengerti maksudku sehingga diapun tidak berusaha mengecilkan suaranya. "Tante, Doni mau menikmati tubuh Tante Anis malam ini sepuas-puasnya… lampunya Doni nyalain aja yaa…" "Iihh… tante malu ah… khan udah nggak muda lagi…" "Tapi tante masih sexy banget lho… swear deh…. Doni betul-betul terangsang." "Terserah Doni kalau gitu… emangnya Doni mau liat apa sih kok pake nyalain lampu segala…" "Doni mau menikmati tubuh Tante Anis yang sexy ini sampai puas, Doni mau  menikmati buah dada tante yang indah, Doni mau menikmati seluruh bagian  vagina tante yang tertutup bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat klitoris  tante, Doni pengen liat semua bagian dalam vagina tante. Boleh khan…?"  kataku merayu sambil menyalakan lampu kamar. "Tentu boleh aja sayang…., malam ini tante jadi milik kamu. Doni boleh  liat apapun yang Doni mau, boleh pegang apapun… pokoknya boleh ngapain  aja… sesuka kamu sayang….. Tapi sebaliknya Doni juga jadi milik tante  malam ini yaa…. Sekarang tante mau pegang dan isep pisangnya  Doni…gimana?" tanya Tante Anis sambil mendorongku ke tempat tidur.
  Mulailah Tante Anis menjilati dan mengulum penisku. Rupanya Tante Anis  cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya buah pelirku sementara penisku  dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap. "Hmm dasar anak muda, penisnya keras banget kalau berdiri… tante udah  lama nggak ngerasain penis yang keras seperti ini. Tante nggak sabar  pengen ngerasain ini di dalam punya tante…." kata Tante Anis sambil  terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam  mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, wow… rasanya  membuat tubuhku bergetar menahan nikmat. "Oohh… tante… enak banget tante….mmhh… isep terus tante…," aku sengaja  mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan dengan harapan supaya  Dewi terpancing untuk ikut bergabung.
  Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas  payudara Tante Anis sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut  kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Tante Anis  makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. "Mmhh….mmhh….." Tante  Anis mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi,  kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu  kemaluannya yang lebat agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku  mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante Anis dan masuk ke dalam belahan  bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke  dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan  lembut ke dalam dinding-dinding vagina Tante Anis sementara ibu jariku  mempermainkan klitorisnya sehingga Tante Anis menggelinjang keenakan. "Ah… Doni…. mhh…. masukin sekarang sayang… tante udah kepengen ngerasain  penis Doni di dalam vagina tante," katanya sambil melepaskan penisku  dari mulutnya.
  Tante Anis lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua  pahanya untuk mempersilahkan penisku masuk. Tapi aku tidak ingin  langsung memainkan partai puncak, aku harus menyimpan tenaga karena  bukan tidak mungkin akan ada partai tambahan dengan Dewi. "Sabar dulu ya  tante… Doni pengen banget jilat vagina tante…Doni nggak tahan liat  vagina tante terbuka seperti itu… boleh….?" "Terserah Doni sayaang….  tante udah kepengen banget sampai puncak…." Pantat Tante Anis kuganjal  dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk  menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit  menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Tante  Anis begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan  sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak  menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya.
  Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi  akhirnya aku membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh  nafsu kujilati seluruh bagian vagina Tante Anis, mulai dari klitoris,  bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku  yang ganas. Tante Anis meremas rambutku dan terus mendesah menahan  nikmat. "Oohh… oohh… mmhh… Doni…. mmhh… adduhh…." Suara Tante Anis makin  membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya  seperti seorang bocah sedang menikmati es krim coklat yang begitu  nikmat. Jari-jariku mulai ikut ambil bagian untuk masuk ke dalam liang  vagina Tante Anis, sementara itu bibirku mengulum klitorisnya dan  lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu. "Aaahh… Donii… tante nggak tahan Don…. adduuh…" desahannya makin tak  terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara  itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya tidak berapa lama  lagi Tante Anis akan mengalami orgasme.
  Sementara itu samar-samar kulihat bayangan di ruang tamu mulai bergerak,  ah… rupanya Dewi mulai terpancing untuk melihat apa yang kami lakukan  di atas tempat tidur. "Doni… Doni… mmhh… tante nggak tahan lagi… tante udah mau keluar….  mmhh…. ahh…aahh…," akhirnya seluruh tubuh Tante Anis menegang selama  beberapa saat dan kemudian terkulai lemas. Kulitnya yang putih tampak  berubah agak memerah, Tante Anis mengalami orgasmenya yang pertama malam  itu. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka  sementara itu vaginanya yang merah seperti daging mentah tampak masih  berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Tante Anis  perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai  oleh kenikmatan orgasme. "Doni… enak sekali orgasmenya… mmhh… tante sampe lemes…. rasanya belum apa-apa tulang-tulang tante rontok semua…." Aku hanya tersenyum. "Gimana tante… udah siap lagi….," tanyaku menggoda. "Bentar lagi ya Don… badan tante masih lemes…. dan lagi rasa enaknya masih belum hilang…."
  Sementara itu kulihat Dewi sudah berdiri di samping tirai pembatas ruangan, ikut menikmati apa yang kami lakukan. "Dewi, kalau mau gabung kesini aja… nggak apa-apa kok," kataku memancing-mancing. "Iih… enggak ah, aku cuma pengen ngeliat kalian ML aja kok, soalnya suaranya seru banget sih… sampe Dewi nggak bisa tidur." "Iya Dewi… sini aja lah…, ngapain kamu berdiri di situ… duduk aja di  dekat tempat tidur biar bisa liat lebih jelas kalau emang mau liat kita  ML," Tante Anis ikut menimpali. Dewi kelihatan masih malu-malu, aku lalu  berdiri menghampirinya dan menariknya ke sisi tempat tidur. "Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi ikutan ngeliat di sini…?" tanyanya sambil duduk di kursi. "Ah nggak apa-apa Wi, malah kami lebih senang lagi kalau kamu juga mau  ikutan ML dengan kami, iya khan Don…… Ikutan ajalah sekalian, aku nggak  akan bilang sama suamimu asal kamu juga nggak cerita ke suamiku," kata  Tante Anis sambil melirikku dan aku mengangguk mengiyakan. Wajah Dewi  tampak merah, "Ah.. Dewi cuma mau liat kalian aja dulu…." Betul  dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut bergabung hanya saja ia masih  malu-malu. Yang dibutuhkannya cuma sebuah alasan yang pas.
  Sementara itu Tante Anis tampaknya sudah pulih sepenuhnya, tangannya  mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di  selangkangannya. "Ayo sayang… kita lanjutin lagi…. sekarang punya kamu harus dimasukkin  ke sini ya…tante dari tadi pengen ngerasain punya kamu…" Aku hanya  tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Tante Anis dan  mempermainkan putingnya diantara kedua bibirku. Tubuh Tante Anis mulai  menggeliat-geliat kembali. "Ah… Doni… tante jadi konak lagi… punya kamu masukin ya…. sekarang  sayang… sekarang… tante udah kepengen banget ngerasain penismu yang  keras ini…" Tante Anis terus merengek-rengek meminta aku memasukkan  penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku  sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha  Tante Anis sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya  yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki.
  Dengan perlahan-lahan kutuntun penisku menuju lubang vagina Tante Anis  yang sudah siap menanti sejak tadi, dan… blesss… dengan sekali sentakan  ringan penisku masuk ke dalam vaginanya. "Aahh…" teriak Tante Anis  sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku. Rupanya Tante Anis  sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di  posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya.  Aku tidak mau kalah ganas dengan tante berumur 40-an ini, kugerakkan  pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku  terasa masuk ke dalam dengan mantap. "Aduhh.. Doni… penismu sampai ke ujung… enak banget….mmhh… terus sayang…  tusuk yang kuat sayang… tante suka…. mmhh… mmhh…. mmhh… mmhh …mmhh .."  Tante Anis terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku.  Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Tante Anis dan suara  derit ranjang yang bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang  ganas. Aku rasa dengan cara seperti ini Tante Anis tidak akan bertahan  lama.
  Beberapa saat kemudian Tante Anis minta ganti posisi, dia ingin berada  di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Tante Anis memposisikan  dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan  membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya  sendiri. Begitu penisku masuk, Tante Anis lalu mulai menggerak-gerakkan  pinggulnya dengan ganas. Gerakannnya makin lama makin cepat dan  desahannya makin keras, "Mhh… mmhh.. mmhh…." aku belum pernah merasakan  goyangan pinggul seorang wanita seganas Tante Anis. Saking keras dan  semangatnya goyangan Tante Anis, beberapa kali penisku sempat terlepas  dari cengkeraman vaginanya tapi Tante Anis dengan sigap memasukkan  kembali. Dan akhirnya tidak sampai tiga menit Tante Anis di posisi atas  iapun mulai mengalami orgasme yang kedua kali…. "Aduh… tante mau keluar lagi sayang… aduuh… mmhh… mmhh… mmhh… aahh!"  Tante Anis menjerit keras berbarengan dengan orgasmenya yang kedua.  Kedua tangannya mencengkeram erat dadaku dan kepalanya mendongak ke atas  sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan  ujungnya.
  Baru kali ini kurasakan orgasme seorang wanita yang begitu ganas dan  intens. Seganas-ganasnya Tante Nita, rasanya masih kalah ganas  dibandingkan Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian Tante Anis terkulai  lemas di dadaku. Aku melirik ke arah Dewi, kulihat dia mulai terangsang  hebat melihat "live-show" di depan matanya… Duduknya serba gelisah dan  tangannya meremas-remas ujung bajunya. Aku sendiri sebenarnya belum  orgasme, tapi rasanya juga tidak lama lagi. Permainan liar Tante Anis  mau tidak mau membuatku makin dekat menuju puncak orgasme juga. Kalau  aku sekarang mengajak Dewi untuk ML pasti aku tidak akan sanggup  bertahan lama, jadi kuputuskan untuk menyelesaikan ronde pertamaku  dengan Tante Anis saja. Setelah Tante Anis mulai pulih dari orgasmenya,  aku balikkan tubuhnya sehingga dia kembali dalam posisi terlentang.  Tanpa basa-basi langsung aku menancapkan penisku ke dalam vaginanya. "Doni… tante masih lemes… sabar sayang…. sebentar lagi…. mmhh… mmhh…"  Tante Anis mencoba mendorongku. Tapi tenaganya tidak cukup kuat, lagi  pula hanya berselang beberapa detik kemudian tampaknya Tante Anis sudah  mulai terangsang lagi. Apalagi setelah telinga dan lehernya kujilati  dengan lidahku. Maklum kaum wanita dalam hal persetubuhan sebenarnya  jauh lebih hebat dari pria, mereka bisa mengalami orgasme berkali-kali  dalam waktu yang singkat kalau mendapatkan rangsangan yang tepat.
  Aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam vagina Tante Anis. "Doni… kamu nakal sekali… mmhh… mmhh …. dasar anak muda….. mmhh… adduuh  sayang… nanti tante bisa keluar lagi…. mmhh… Doni… aduuhh…mmhh… tante  jadi konak lagi… aahh… kamu ganas sekali…." kurasakan pinggul Tante Anis  yang semula diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap  kali aku menusukkan penisku, pinggul Tante Anis menyentak ke atas  sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas  membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar  bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya. "Tante… udah mau keluar belum…..?" "Mmhh… iya sayang…. tante udah mau keluar lagi…. mmhh …mmhh…" "Sekarang kita barengan ya… Doni juga udah mau keluar…." "Hmmhh…….  keluarin aja sayang… keluarin semuanya di dalam…. tante siap menampung….  tante udah nggak tahan sayaang.. … tusuk tante yang kuat……. mmhh…. uuh…  rasanya penis kamu makin besar….. dorong yang kuat sayang….. iya…  seperti itu sayang… iya… masukin yang dalam…mmhh… adduuh… tante keluar  lagi…. aahh…aagh….!!" "Tante… mmhh… aduuh… Doni udah nggak tahan lagii…..  aahh…aahh..aagghh…!!" Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke  dalam vagina Tante Anis menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu  tubuh Tante Anis juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat  orgasmenya yang ketiga malam itu. Tidak lama kemudian tubuh kami saling  berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk  beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah  meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat.
  Aku dan Tante Anis hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati  hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang terasa makin  melemah masih tertancap di dalam vagina Tante Anis…. Tidak berapa lama  kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Tante Anis. Penisku  tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Tante  Anis dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Tante Anis  lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar  bercampur dengan lendir Tante Anis. Aku yakin spermaku banyak sekali  yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir dua minggu aku belum  mengeluarkannya. Tante Anis memiringkan badannya dan mengelus-elus  penisku. "Gila kamu Doni….. belum-belum tante udah keluar tiga kali… kayaknya tante nggak bakalan kuat nih kalau ML sampai pagi…." "Ah nggak apa-apa tante… khan ada Dewi, dia bisa gantiin tante kalau  tante udah capek… iya nggak," kami tertawa cekikikan melirik Dewi yang  dari tadi tampak duduk gelisah menahan gejolak nafsu. "Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong… bantuin aku ngerjain Doni… aku  nggak bakalan kuat kalau sendiri," kata Tante Anis ikut memanaskan  suasana.
  "Ah… kayaknya aku nggak perlu bantuin Teh Anis…, tuh liat… Doni punya  udah lemes… kelihatannya dia juga udah bakal nggak kuat lagi main dengan  Dewi….," kata Dewi yang mulai menanggapi ajakan kami dengan setengah  menantang. "Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi Dewi mau ikutan nggak…?" pancingku. "Boleh aja… tapi buktiin dong kalau Doni punya masih sanggup berdiri  lagi seperti tadi," kata Dewi. Tampaknya Dewi sudah mendapatkan alasan  yang pas untuk ikut bergabung. "Ok… aku akan buktikan kalau sebentar lagi punyaku akan bangun dan keras  seperti tadi tapi syaratnya harus Dewi yang bangunin yaa…" kataku  tersenyum. "Iya… tapi dibersihin dulu dong… Dewi nggak mau bekas Teh Anis… he… he..  he…" Aku lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan penisku dari  sisa-sisa cairan hasil persetubuhan dengan Tante Anis. Saat keluar dari  kamar mandi tampak Dewi sudah duduk di tepi tempat tidur. Sementara itu  Tante Anis gantian duduk tanpa busana di kursi sambil menenggak sekaleng  bir hitam dan menghisap rokok. "Ayo sini anak muda…. kita buktikan apa kamu masih sanggup bertempur  lagi…" kata Dewi sambil tersenyum nakal. Setelah mendapat alasan yang  pas, Dewi yang sebelumnya tampak malu-malu mulai menampakkan nafsu sex  yang tidak kalah dengan Tante Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku di  tempat tidur.
  Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi langsung mengelus-elus penisku yang  masih terkulai lemas akibat kelelahan setelah bertempur hebat dengan  Tante Anis. Diremas-remasnya biji pelirku dan kemudian Dewi mulai  menjilat-jilat batang penisku. Aku mulai merasakan kenikmatan lidah Dewi  dan remasan lembut tangannya, akibatnya penisku perlahan-lahan mulai  menunjukkan tanda kehidupan. Dewi mulai memasukkan penisku ke dalam  mulutnya, dikulumnya kepala penisku dan dikocok-kocoknya batang penisku  dengan tangannya. Tentu saja tidak berapa lama kemudian penisku mengeras  kembali. Merasakan penisku kembali membesar dan mengeras, Dewi semakin  bernafsu menghisap dan menjilatinya. Perlahan-lahan kulepaskan mulutnya  dari penisku. "Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi khan… sekarang giliran Dewi  memenuhi janji untuk ikut bergabung… gimana?" Dewi cuma tersenyum sambil  dengan sukarela melepaskan pakaiannya satu per satu dan berbaring di  sisiku. Karena sejak awal aku sudah tertarik dengan payudara Dewi yang  montok seperti punya Pamela Anderson, aku langsung meremas payudaranya  dengan lembut dan mempermainkan putingnya dengan lidahku. Dewi yang  sebenarnya dari tadi sudah terangsang mulai mendesah-desah keenakan.  Berbeda dengan Tante Anis, meskipun sudah 3 tahun menikah Dewi belum  memiliki anak jadi puting susunya masih mungil dan berwarna terang  seperti puting susu gadis perawan.
  Setelah puas menjilati dan meremas buah dadanya, aku mulai menjelajahi  bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati bagian perut Dewi dan kemudian  akhirnya sampai ke daerah "Segitiga Bermuda". Bulu kemaluan Dewi tidak  selebat Tante Anis sehingga belahan vaginanya sudah tampak jelas tanpa  harus menyibakkan bulu-bulunya. Setelah puas menjilati daerah lipatan  paha dan daerah bagian atas bulu vagina Dewi, aku membuka bibir  vaginanya dan terlihatlah liang vagina yang berwarna merah muda dan  sangat indah. Ingin rasanya segera membenamkan penisku ke dalamnya.  Mungkin karena belum memiliki anak, kedua bibir vaginanya masih tampak  kencang dan tidak menggelambir seperti punya Tante Anis. Secara refleks  jari-jari tanganku langsung masuk menggerayangi lubang vaginanya dan  membuatnya melenguh keras, "Oohh…….." Langsung lidahku menjilati bibir  vagina dan klitorisnya dengan lembut. Setiap kali lidahku menjilati  klitorisnya, pinggul Dewi bergerak maju seolah tidak menginginkan  lidahku terlepas dari klitorisnya. Setelah kurasa cukup, akhirnya  kulepaskan lidahku dari bagian vaginanya dan aku mulai membuka kedua  pahanya. Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin segera merasakan  kenikmatan vagina seorang Dewi.
  Dengan lembut kubelai lembut rambutnya, dari matanya kulihat Dewipun  sudah tidak sabar ingin menerima penisku. Tapi dia bukan Tante Anis yang  secara ekspresif dan terang-terangan mengumbar nafsunya dengan ganas.  Dewi hanya menatapku penuh harap sambil nafasnya berdesah-desah tak  teratur. Kuposisikan diriku diantara kedua pahanya, lalu perlahan-lahan  kubuka bibir vaginanya dan kuarahkan penisku ke liang vagina yang tampak  masih sempit. Kuletakkan kepala penisku tepat di depan lubang  vaginanya. Lalu dengan lembut tapi pasti kugerakkan pinggulku ke depan  sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya. Gila….nih cewek… vaginanya  masih sempit sekali, benar-benar seperti seorang perawan. Untung saja  Dewi sudah cukup terangsang sehingga penisku tidak begitu kesulitan  menembus liang vaginanya yang sempit dan basah. Dewi tampak menggigit  bibir bawahnya dan tangannya meremas pinggangku. Aku sempat berpikir  mungkin Dewi merasa kesakitan akibat perbuatanku, gerakanku kuhentikan  sejenak. "Sakit sayang…?" tanyaku. Dewi menggeleng perlahan. "Enak sayang….?" kataku lagi. Dewi hanya mengangguk sambil tersenyum.  Sedikit demi sedikit kupercepat gerakanku, vagina Dewi terasa makin  basah dan gerakan penisku terasa mulai lancar.
  Setelah merasakan persetubuhan yang ganas dengan Tante Anis,  persetubuhan dengan Dewi terasa begitu lembut dan indah. Kontras sekali  bedanya, namun kedua-duanya sama-sama memiliki kenikmatannya yang khas  sehingga sulit untuk mengatakan mana yang lebih enak. Kubelai rambut  Dewi dan kucumbu bibirnya dengan hangat, kami sungguh menikmati  persetubuhan yang indah ini. Sesekali aku melepaskan diri dan meminta  Dewi untuk bergantian di posisi atas. Diapun melakukannya dengan lembut  namun penuh energi, digerak-gerakkannya pinggulnya maju mundur dengan  berirama dan penuh tenaga sementara aku meremas-remas buah dadanya yang  indah. Aku rasakan dinding-dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram  penisku sehingga membuatku makin terangsang. Sementara itu gerakan  pinggul Dewi makin cepat dan desahannya makin kuat serta tidak  beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol gerakannya sendiri…. "Oohh… mmhh….mmhh… uuhh.." tampaknya Dewi mulai dekat menuju orgasme. "Ahh… Doni… mmhh… Dewi di bawah aja ya… Dewi takut keluar duluan….." "Nggak apa-apa sayang, keluarin aja…." "Enggak ah… Dewi mau keluar barengan sama Doni…." Akhirnya Dewi kembali  berbaring disebelahku. Aku langsung mengambil posisi diantara  selangkangan Dewi dan kembali membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Di  posisi ini tampaknya Dewi lebih bisa mengatur nafsunya sehingga  desahannya kembali teratur seirama dorongan penisku. Kami kembali  bercumbu dengan hangat sambil tanganku meremas-remas buah dadanya dan  pinggulku turun-naik sehingga kedua tubuh kamipun mulai dibasahi oleh  peluh.
  Sekarang giliranku mulai merasakan dorongan kenikmatan orgasme mulai  menjalari seluruh tubuhku. Rasanya tidak lama lagi pertahananku akan  bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi juga merasakannya sehingga diapun  mulai agak mengganas. Aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya dan  mulai mengatur posisi agar bisa menancapkan penisku dengan maksimal ke  dalam vagina Dewi. Rasanya tidak lama lagi kami berdua akan sampai ke  puncak kenikmatan…. "Dewi… aku udah mau keluar sayaang…. mmh…. sshh… sshh… mmhh…" aku  mencoba sekuat tenaga mengontrol orgasmeku agar bisa bertahan sedikit  lagi. "Dewi juga mau keluar sayang… adduhh… penis kamu tambah besar… Dewi  nggak tahan lagi… mmhh… aaah……mmhh…" Gerakan kami berdua makin cepat dan  makin ganas, akhirnya…. "Aahh…. Donii….. mmhh…. aahh…. Dewi nggak tahan lagi sayang… aahh… aahh…!" "Dewiii…. aduuh….. Donii keluaar………… aahh…!" Tubuh kami menggelinjang  dan bergetar hebat dalam sebuah orgasme bersama yang indah, akhirnya  kami berpelukan lemas. Setelah beberapa saat kami berpelukan, aku  kembali mencumbu Dewi dengan lembut. Kemudian aku merebahkan diriku di  sampingnya, kami diam dan saling berpandangan. "Wow… keren…. hebat…."  tiba-tiba kudengar Tante Anis bertepuk tangan memberi "applaus" untuk  persetubuhan kami yang cukup lama dan menggairahkan. Kami berdua cuma  tersenyum saja, sudah terlalu lelah untuk berkomentar.
  Mungkin lebih dari setengah jam aku dan Dewi saling bergumul sebelum  akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme. Tampak Dewi tergolek  kelelahan disampingku, dia hanya sebentar menoleh tersenyum penuh arti  ke Tante Anis lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu sisa-sisa  spermaku tampak mulai menetes dari celah vagina Dewi meskipun tidak  sebanyak Tante Anis. Akupun hanya bisa terbaring lemas, penisku tampak  tak berdaya. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar. Aku bangkit  lalu mengambil sekaleng bir dan menyantap sebungkus roti untuk  mengembalikan tenagaku yang nyaris terkuras habis oleh dua wanita  bersuami ini. "Nanti kalau sudah siap, giliran tante lagi ya… melihat kalian ML tante jadi kepengen lagi lho…. Doni masih kuat khan…?" "Ok tante,…. Doni masih kuat kok… liat nih… sebentar juga bangun lagi…"  kataku menanggapi tantangan Tante Anis. Kutunjukkan pada Tante Anis  penisku yang perlahan-lahan mulai agak membesar. Melihat aku mulai segar  lagi Tante Anis merebahkan aku ke tempat tidur di samping Dewi yang  masih tergolek kelelahan. Tanpa merasa perlu membersihkan penisku dari  sisa-sisa persetubuhanku dengan Dewi, Tante Anis langsung mengulum dan  mengkocok-kocok penisku hingga perlahan-lahan kembali mengeras dengan  sempurna.
  Begitu melihat penisku kembali berdiri sempurna langsung Tante Anis  mengambil posisi jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.  Seperti sebelumnya, dengan ganas Tante Anis menggerak-gerakkan  pinggulnya sambil mulutnya terus berdesah-desah merasakan nikmat. Dewi  yang terbaring disampingku lalu membuka mata dan menggeleng-gelengkan  kepala melihat kelakuan kami, "Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si Doni belum sempat istirahat udah  diembat lagi…. nggak kasian sama anak orang…" Tante Anis cuma tertawa  kecil dan meneruskan goyangan mautnya. Tak berapa lama kemudian Tante  Anis melepaskan penisku dari vaginanya dan meminta aku untuk berganti  posisi, dia ingin ditusuk dari arah belakang. "Doni… tante kepengen kamu masukin dari belakang ya…?" Tante Anis lalu  mengambil posisi menungging di sebelah Dewi sambil tangannya meraba-raba  payudara Dewi sambil sesekali lidahnya menjilati putingnya. Sementara  itu aku langsung memasukkan penisku lagi ke dalam vagina Tante Anis yang  sudah merah merekah dari belakang. Merasakan apa yang dilakukan Tante  Anis pada mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia belum pernah dengan  sesama wanita, tapi lama kelamaan dia membiarkan Tante Anis melakukan  aksinya bahkan tampaknya Dewi mulai menikmati ulah tangan dan lidah  Tante Anis.
  Aku juga tidak tinggal diam, sambil penisku keluar masuk di vagina Tante  Anis tanganku mulai meraba vagina Dewi sehingga membuatnya makin  terangsang. Kemudian Dewi membuka kedua pahanya lebih lebar agar  jari-jari tanganku lebih leluasa masuk ke dalam vaginanya. Sementara itu  pinggul Tante Anis mulai bergerak tak teratur dan desahannya makin  keras. "Aaah… mmhh… mmhh…. mmhh…." Aku tahu sebentar lagi Tante Anis akan  mencapai orgasmenya yang keempat. Kupercepat gerakanku dan Tante Anispun  makin tak terkontrol. "Donii…. aahh…. tusuk yang kuat sayaang…. iya… yang kuat sayang… teruss…  teruss… tusuk yang dalam…. tusuk sampai ujung sayang… aahh… tantee  keluar lagii……… aaghh…" Tante Anis mengejang keras dan menyentakkan  pantatnya ke arahku sehingga penisku masuk makin dalam. Kutarik paha  Tante Anis ke arahku dengan maksud supaya dia makin merasakan kenikmatan  orgasmenya. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Anis terkulai lemas  dan peniskupun terlepas dari vaginanya. Melihat penisku masih berdiri  tegang, Dewi langsung mengerti apa yang harus dilakukannya. Dia  mengambil alih posisi Tante Anis dengan menungging di depanku. Dengan  perlahan kubuka belahan vagina Dewi dan kumasukkan penisku ke dalamnya.  Dewipun mendesah menahan nikmat saat penisku meluncur ke dalam vaginanya  yang hangat dan basah.
  Sementara penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku mulai meraba-raba  buah dadanya yang indah. Dewi tampak sangat menikmatinya sehingga  pinggulnya mulai bergerak-gerak. Setelah beberapa menit berlalu, Dewi  tampak mulai kelelahan dengan posisi "doggy-style". Dewi memintaku untuk  melepaskan penis dan diapun kembali menelentangkan dirinya pasrah  dengan kedua pahanya terbuka lebar-lebar seolah mengundangku untuk  segera membenamkan penisku kembali. Dan akupun menanggapi undangannya  dengan senang hati. Tanpa banyak basa-basi langsung kumasukkan penisku  ke dalam liang vagina Dewi yang belum sempat dibersihkan dari lendir  sisa-sisa persetubuhan kami sebelumnya. Dewi sendiri sekarang sudah  mulai berani mengungkapkan gejolak nafsunya terang-terangan, dia mulai  berani menggerakkan pinggulnya dengan ganas dan mendesah-desah dengan  kuat. Rasanya Dewi yang sekarang tidak kalah ganas dengan Tante Anis.
  Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak siap menghadapi keganasan Dewi  yang nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku nyaris kehilangan kontrol dan  hampir mencapai orgasme. Tapi aku tidak ingin mengalaminya sendiri, aku  ingin Dewi juga bisa merasakannya padahal saat itu kurasakan kondisi  Dewi masih stabil dan belum mendekati orgasme. Sekuat tenaga aku  berusaha mengontrol nafasku untuk menghambat datangnya orgasme. Tapi  rasanya tidak banyak membantu, goyangan Dewi yang ganas membuat  orgasmeku terasa makin mendekat. Akhirnya kuputuskan untuk meremas buah  dada dan mempermainkan klitorisnya supaya Dewi juga cepat terangsang.  Ternyata cara ini efektif, dalam waktu singkat gerakan pinggul Dewi  menjadi makin kuat dan mulai tidak beraturan, desahan dan lenguhannya  juga semakin keras. Aku tahu Dewi juga sudah kehilangan kontrol dan  mulai mendekati puncak orgasme…. "Dewi sudah mau keluar ya…….?" tanyaku. "Hhmm… iya sayang… adduhh… sebentar lagi Dewi keluar…. barengan ya  sayang….sepertinya penis Doni juga udah makin besar… mmhh… enak  banget….. vagina Dewi terasa penuh…. mmhh…. aahh….. fuck me honey….fuck  me hard… aahh…. aahh…." Begitu kurasakan Dewi hampir mencapai orgasme  langsung kupercepat gerakanku, kulepaskan tanganku dari klitoris dan  buah dadanya sambil mencari posisi yang nyaman untuk melakukan tusukan  akhir yang dalam dan nikmat. Dan akhirnya… "Dewi…. aku nggak tahan lagi… keluarin bareng sekarang yukk……" "Iya sayang…. Dewi juga…. aahh… adduhh…. tusuk yang kuat sayang… fuck me…… yess… aahh…uuhh… Dewi keluar lagi….aahh…… aagh…!!" "Oohh…. Dewi…. mmhh Doni juga keluaarr…… aagh…!" Akhirnya kami kembali orgasme bersamaan.
  Orgasme kali ini sungguh-sungguh menguras energiku, aku tidak tahu  apakah aku masih sanggup kalau Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat Tante  Anis juga sudah kelelahan setelah empat kali orgasme hebat yang  dialaminya sehingga kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat saja.  Kami bertiga tidur saling bepelukan tanpa busana dan hanya ditutupi  selimut. Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh.  Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ah… ternyata Tante Anis sudah  bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum penisku. "Aduh… tante…  pagi-pagi udah sarapan pisang…" kataku sambil tertawa. "Hmm.. sorry ya Don,… tante tadi bangun duluan terus tante nggak tahan  liat penis kamu. Tante langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau  subuh-subuh gini ML lagi dengan Doni… nggak apa-apa khan…?" Kulihat  penisku sudah berdiri tegak akibat ulah Tante Anis. Tampaknya Tante Anis  sudah sangat bernafsu, nafasnya memburu tak teratur dan pandangan  matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak birahinya.
  Sementara itu Dewi tampak masih tergeletak pulas disampingku. "Doni sayang… tante pengen ngerasain penis kamu lagi yaa…. soalnya  sebentar lagi khan kita pisah… jadi sekarang tante pengen ML lagi dengan  Doni… mau khan…?" "Masukin aja tante… Doni juga suka ML dengan tante….pokoknya hari ini  Doni mau ML sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi…. tante mau  khan?" "Hm…. dengan senang hati sayang….. ssttt… jangan keras-keras nanti si  Dewi bangun. Kasihan dia masih kecapaian semalam gara-gara ML dengan  kamu." Ah… kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Tante  Anis. Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat  istirahat. Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Tante Anis  tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme. Lagi pula  karena semalam aku sudah tiga kali orgasme, aku yakin bisa bertahan  lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan Tante Anis menaiki diriku dan  memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
  Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga penisku  meluncur keluar-masuk vaginanya. Dengan sengaja kusentakkan pinggulku  untuk menandingi gerakannya sehingga membuatnya makin terangsang. Benar  saja tidak sampai lima menit Tante Anis mulai kehilangan kontrol dan  melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang kelima. "Aahh… Doni…. tante  keluar…. mmhh… adduuhh… aahh… aahh.. aaghh…!!" Aku tidak memberi Tante Anis kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya  melemas aku langsung membaringkan Tante Anis dan membuka pahanya, tanpa  basa-basi aku langsung menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Dan kali  ini aku menusukkan penisku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Tante Anis  tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ini. Tidak sampai  tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat. "Adduhh… Doni… tante jadi pengen keluar lagi…. aahh… aahh… aahh…"  Kurasakan badan Tante Anis mengejang dan kemudian lemas, ini orgasmenya  yang keenam. Sementara itu penisku masih keras dan besar di dalam  vaginanya. Tanpa memberinya kesempatan istirahat aku kembali  menggerak-gerakkan penisku dengan kuat dan ganas.
  Tante Anis yang belum sempat istirahat untuk memulihkan tenaganya, kembali tergetar oleh rangsangan orgasme yang ketujuh. "Donni….. kamu nakal…. nanti tante bisa keluar lagi… aduuhh… mhh… aahh…  mmhh…. Doni….. tante mau keluar lagii….. aduuhh… aahh….. dorong yang  keras sayang… iya… tusuk yang dalam sayang… iya gitu… terus… terus….  jangan berhenti… aahh… aahh… enak sekali sayang… mmhh… tante keluar  lagiii… aahh" Kembali aku tidak memberinya kesempatan istirahat, kali  ini kuangkat kedua kakinya dan pantatnya kuganjal dengan bantal sehingga  penisku masuk semakin dalam hingga menyentuh ujung vaginanya.
  Kutusukkan penisku ke dalam vagina Tante Anis berulang-ulang dengan  cepat dan kuat. Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme  sebelumnya kembali tubuh Tante Anis bergetar hebat untuk mengalami  orgasmenya yang ke delapan. "Aahh… Donnii…. uughh…. masukin yang dalam sayang…. masukin sampai  ujung…. aahh…. enak banget….. aaahh… gimana nih…. tante bisa keluar  lagi…. mmhh…. aahh… aduuhh… tante keluar lagi sayang… aahh.. aahh….."  kali ini tubuhnya menggelinjang cukup lama, pinggulnya berkedut-kedut  tidak beraturan, matanya terpejam rapat-rapat dan giginya terkatup  menahan kenikmatan yang luar biasa…. Begitu selesai orgasme yang ke  delapan, kembali aku meneruskan tusukan penisku.
  Kali ini tante Anis sudah mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas memintaku untuk berhenti. "Udah dong sayang… tante capek banget…. vagina tante mulai perih sayang  jangan cepet-cepet dong… sakit… udah sayang… tante istirahat dulu…  sebentar aja… nanti kita lanjutin lagi… kasih kesempatan tante istirahat  dulu sayang…" katanya sambil mencoba menahanku. Tapi aku tidak peduli,  memang gerakanku kuperlambat supaya Tante Anis tidak merasa sakit tapi  aku tetap menusukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sendiri sekarang  mulai terangsang berat melihat pandangan sayu tanpa daya seorang wanita  yang haus kenikmatan seperti Tante Anis. Setelah beberapa saat tampaknya  Tante Anis mulai kehilangan rasa sakitnya dan berubah menjadi rasa  nikmat kembali, dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti  gerakanku. Sekarang aku ubah sedikit posisiku, hanya kaki kiri Tante  Anis yang kuangkat sementara kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki  kiriku kuletakkan diatas paha kanannya. Kelihatan Tante Anis menikmati  sekali posisi ini, dia mulai bergairah lagi dan gerakan pinggulnya  mengganas kembali.
  Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang kesembilan…  "Ahh…oohh…Doni….kamu pinter banget sih… aahh… anak nakal…. tusuk tante  yang kuat sayang… aahh … aahh… tante keluar lagi…. aahh….. aahh  aahh..!," teriakannya kali begitu keras dan panjang sehingga Dewi yang  tertidur kelelahan akhirnya terbangun juga. Aku menekan penisku  dalam-dalam di vagina Tante Anis sambil menunggunya kembali siap. "Udah sayang… tante udah capek… tante nggak kuat lagi sayang…. udah ya  sayang… vagina tante udah kebas…… please… tante udah nggak sanggup  lagi……" "Hmm… Doni masih pengen terus tante… soalnya sebentar lagi kita pisah…  Doni mau menikmati tubuh Tante Anis hari ini sampai sepuas-puasnya…"  kataku sambil memulai lagi tusukan penisku. "Ayo dong sayang….. udah dulu… kapan-kapan kita khan bisa ketemu lagi….  tante janji deh…. tapi sekarang udah dulu tante capek banget… tenaga  tante udah abis…." "Yang ini terakhir tante… Doni juga udah mau keluar kok… boleh yaa…" kataku sambil mengecup bibirnya.
  Tante Anis terdiam dan berusaha menikmati permainan penisku yang terus  mengganas nyaris tanpa henti. Sementara itu aku sudah merasakan diriku  mulai mendekati orgasme juga, penisku terasa membesar dan memenuhi  vagina Tante Anis. Tampaknya Tante Anis juga merasakan hal yang sama,  iapun segera terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk  orgasmenya yang kesepuluh. "Ahh… Doni…. keluarin punya kamu sekarang sayaang… tusuk tante yang  kuat… tante juga udah mau keluar sekarang……. aaaahhh..!!" "Ayo tante  kita barengan… ini yang terakhir…. aahh Doni keluarr… aaggh…!" "Aahh…… mmhh… tante juga keluar lagii….. adduhh maakk…enak bangeett……  aaghh…!" Akhirnya kali itu persetubuhan kami benar-benar terhenti dan  kamipun berpelukan lemas. Kukecup bibir Tante Anis dan perlahan-lahan  kulepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulihat vagina tante Anis sudah  sangat merah dan Tante Anis sendiri masih memejamkan matanya kehabisan  energi. Hanya sedikit saja sisa lelehan spermaku yang keluar dari vagina  Tante Anis, rupanya aku sudah mulai kehabisan cadangan sperma.
  Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan oleh suara Dewi, "Hey… kalian ML kok nggak ngajak-ngajak Dewi sih… emangnya kalian kira aku nggak pengen yaa…." "Sudah berapa lama sih kalian main… kok kayaknya seru banget… Anis  sampai basah penuh keringat gitu…," lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya  menoleh sejenak lalu memberi kode dengan jarinya bahwa ia mengalami 6  kali orgasme pagi itu. "Enam kali…?? Ah gila juga… bener-bener teteh maniak ML….. Dewi baru  tau…." kata Dewi melotot memandangi Tante Anis seolah tidak percaya. "Swear… enggak juga Wi…. aku baru kali ini kok ML segila ini, gak tau  nih siapa yang gila, si Doni apa gue…." kata Tante Anis membela diri  sambil masih terengah-engah kelelahan. "Dewi juga pengen dong sayang…. nggak usah enam kali kayak Teh Anis tapi  Dewi pengen ML lagi pagi ini sebelum kita pisah… ya sayang….. please…  aku pengen dapet kenang-kenangan yang spesial dari kamu. Ok, honey….."  Tapi tampaknya Dewi menyadari kondisiku yang masih lelah kehabisan  tenaga. "Kalau Doni masih cape, pakai tangan atau lidah juga gak masalah kok…..  dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan kamu kok kayaknya seru banget,  Dewi jadi konak kepengen ngerasain juga. Please honey… jilatin punyaku  seperti kemarin malam…. Dewi suka kok… jilatin terus sampai Dewi puas…  pokoknya jangan berhenti sebelum aku puas yaaa…… please honey… eat my  pussy…. please…" Dewi yang beberapa jam sebelumnya masih malu-malu dan  pura-pura tidak mau ikutan kini terlihat mulai berani merayuku dengan  genit, di bukanya pahanya dan kedua tangannya menarik bibir vaginanya ke  samping sehingga lubang vaginanya yang mungil tampak jelas.
  Mau tidak mau akupun kembali terangsang dan mulai melupakan kelelahanku.  Aku ingin membuat Dewi mengalami orgasme berkali-kali tanpa istirahat  seperti Tante Anis. Karena penisku masih lemas, kali ini aku memulainya  dengan lidahku dulu. Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan pantatnya  kualasi dengan dua buah bantal supaya lidahku bisa menjangkau vaginanya  dengan mudah. "Nah… gitu sayang… jilatin vagina Dewi… hmmh… enak banget…. Dewi belum  pernah orgasme pakai oral… sekarang Dewi pengen ngerasain… ayoo sayang…  bikin aku terbang melayang ke bulan…. c'mon honey… lick my pussy…. mmhh…  yesss… I like it… yess… make me cum honey…" Kujilati bibir dan liang  vaginanya lalu kupermainkan klitoris Dewi dengan bibir dan lidahku  sementara itu jari-jari tanganku masuk ke dalam liang vaginanya.
  Tampaknya Dewi sangat menikmati ini, pinggulnya bergoyang-goyang  perlahan serta suaranya mendesah-desah sexy sekali. Setelah beberapa  menit akhirnya kuputuskan untuk meningkatkan rangsangan dengan jalan  menghisap klitorisnya dengan kuat dan menjilatinya dengan cepat sehingga  tubuh Dewi mulai bergetar tak beraturan. Sementara itu jari-jariku  terus masuk semakin dalam sampai menyentuh g-spotnya. Ini membuat Dewi  menjadi makin tak mampu mengontrol dirinya lagi, pinggulnya bergetar  keras hingga akhirnya dia mengalami orgasmenya yang ketiga. "Mmhh Doni… adduhh… Dewi nggak tahan lagi adduuhh… terus isep yang kuat…  c'mon honey…. mmhh… yess…. I'm cumming…. I'm cumming…… aduh enak  bangeett…. aahh… oohh…. oohh…!!" tubuh Dewi mengejang keras, giginya  terkatup rapat, matanya terpejam dan tangannya mencengkeram kasur dengan  kuat. Tapi aku tidak menghentikan permainanku, klitoris dan g-spotnya  terus aku rangsang sampai akhirnya setelah hampir semenit berlalu tubuh  Dewi yang menggelinjang mulai terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku ingin  Dewi merasakan orgasme yang terus-menerus tanpa henti seperti Tante  Anis. Dewi masih tergolek lemas di tengah tempat tidur, sementara itu  penisku sudah mulai menegang kembali setelah mendapatkan cukup waktu  beristirahat.
  Dewi yang belum sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba kaget karena aku  memasukkan penis ke dalam vaginanya yang masih berdenyut-denyut akibat  orgasmenya yang terakhir. "Aduhh… Doni sayang… kamu ganas banget sih…. Dewi masih capek nih….  istirahat dulu yaa…. please honey…" Aku tersenyum dan menggelengkan  kepala perlahan sambil terus menancapkan penisku ke dalam vaginanya.  Akhirnya tidak berapa lama kemudian Dewi mulai terangsang juga, dia  mulai menikmati sodokan penisku dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya  dengan ganas. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pertahanan Dewi  mulai bobol. Ia mulai kehilangan kendali dan tubuhnya bergetar-getar  merasakan orgasmenya yang ke-empat. "Donni….. mmhh… gimana nih… Dewi bisa keluar lagi sayang……. aduhh… aahh…  keluar lagi deh… aahh….. mmhh…. aahh…!" kedua tangan Dewi mencengkeram  punggungku sementara itu kakinya menjepit kuat pinggulku. Aku membiarkan  penisku tertancap dalam-dalam di vagina Dewi dan membiarkan dia  menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi mulai melunak aku mulai  lagi melanjutkan goyangan penisku di dalam vaginanya. Dewi tampaknya  kaget setengah mati dan benar-benar tidak siap mendapat serangan  beruntun ini. "Doni… udah dulu dong sayaang… Dewi masih capek….. Dewi lemes banget  sayang…. please…. gimme a break, honey…." Tapi sama seperti dengan Tante  Anis sebelumnya, aku tidak ambil peduli. Aku terus menusukkan penisku  ke dalam vaginanya, makin lama makin cepat… sampai akhirnya Dewi mulai  terangsang lagi untuk yang kesekian kalinya dan kembali ikut bergerak  aktif.
  "Doni… gantian ya… Dewi pengen di atas…." Aku lalu merebahkan diriku dan  membiarikan Dewi menaiki tubuhku sambil membenamkan penisku ke dalam  vaginanya. Kali ini Dewi benar-benar sudah belajar banyak dari Tante  Anis, gerakannya mulai ganas dan liar. Desahan-desahan kenikmatannya  benar-benar membangkitkan nafsu. Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak  kenikmatan orgasmenya yang kelima, gerakannya makin liar terutama saat  membenamkan penisku ke dalam vaginanya dan desahannya berubah menjadi  jerit kenikmatan. "Donii…. aahh… Dewi udah nggak tahan…uuhh… mmhh …..Dewi keluar lagi….  mmhh… yess…. I'm cumming… aahh… aahh……!!" Akhirnya pinggul Dewi  menghujam keras ke bawah membuat penisku terbenam sampai ke ujung  vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat luar biasa yang menjalari  tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas di atas tubuhku.
  Kelihatan Dewi sudah begitu lemas setelah orgasmenya yang kelima, tapi  sudah kepalang tanggung. Aku sudah terangsang berat dan belum orgasme.  Kubaringkan Dewi yang masih memejamkan mata, lalu perlahan-lahan kubuka  pahanya dan kuarahkan penisku ke liang kenikmatannya. "Aduh… jangan  sayang… uuh… sakit sayang… vagina Dewi udah mulai ngilu…. berhenti dulu  yaaa… istirahat sebentar aja… nanti boleh lagi…." Dewi mencoba  menolakku, tapi tubuhnya yang sudah lemah tidak kuasa menahan masuknya  penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya ia tergolek pasrah di bawah berat  tubuhku yang menindihnya. Aku tidak ingin menyakiti Dewi, sebaliknya aku  ingin memberinya kenikmatan. Maka aku menggerak-gerakkan pinggulku  dengan hati-hati supaya penisku bergerak dengan lembut di dalam  vaginanya yang sudah over-sensitif. Kalau Dewi terlihat kesakitan aku  berhenti sebentar, setelah itu aku lanjutkan lagi dengan gerakan yang  lembut. Sesekali kucumbu bibirnya, lalu kujilati leher dan telinganya  agar nafsunya bangkit kembali sehingga akhirnya perlahan tapi pasti  libido Dewi mulai naik kembali.
  Ia mulai bisa merasakan kenikmatan yang diberikan penisku. Matanya mulai  terpejam merasakan nikmat dan dari mulutnya yang mungil kembali keluar  desahan-desahannya yang khas dan sexy. Beberapa saat kemudian tampaknya  Dewi benar-benar sudah pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan sepenuhnya  dengan rasa nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan ganas  sehingga akupun harus mempercepat tusukan penisku untuk mengimbanginya.  Aku merasakan Dewi sebentar lagi akan mencapai orgasme, dan begitu juga  aku. "Doni sayang… Dewi mau keluar lagi….. adduhh… adduhh… enak banget… mmhh…  c'mon honey… fuck me harder…. yess…. aahh… masukin yang dalam sayang…  adduuh… mmhh…. adduhh… Dewi keluar lagii…. mhh… aahh… I'm cumming….  aahh!" "Ayo Dewi…. kita barengan yaa sayang……. mmhh… aahh…!!" Akhirnya aku  menumpahkan sisa persediaan spermaku yang terakhir ke dalam vagina Dewi,  sementara tubuh Dewi menggelinjang hebat menahan nikmat orgasmenya yang  keenam.
  Kali ini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga, seandainya Tante Anis  masih mau ML rasanya aku akan menyerah saja. Untunglah kami bertiga  sudah benar-benar kelelahan sehingga tidak ada satupun dari kami yang  berani meminta lagi. Tanpa sadar hari sudah terang dan waktu menunjukkan  jam 7 pagi, setelah beristirahat sejenak kamipun akhirnya mandi bersama  dan bersiap-siap meninggalkan hotel. Di perjalanan pulang masing-masing  kami mulai berkomentar tentang perasaan nikmat yang kami alami… "Doni… kamu keterlaluan, tante sampai lemes dan kaki tante sampai  sekarang masih gemeteran. Veggie tante juga rasanya masih kebas… belum  pernah tante orgasme sampai sepuluh kali seperti kemarin… kayaknya jatah  ML sebulan habis dalam semalem deh…." "Iya nih… Dewi juga sampai teler banget, tega banget sih kamu sayang…  kayak besok kita nggak bisa ketemu lagi aja….! But anyway thanks ya…  Dewi belum pernah ML senikmat ini… I feel great…. kapan-kapan Dewi mau  ikutan lagi yaa…" "Aduh… Tante Anis dan Dewi juga nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri  juga sudah kehabisan tenaga. Untung aja tante nggak minta nambah lagi,  ML yang terakhir dengan Dewi tadi bikin Doni bener-bener udah nggak kuat  lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan kita bisa ketemu lagi tante… Terus  terang ini pengalaman Doni yang pertama ML dengan dua cewek cantik  sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan pengen lagi… Doni nggak bisa  lupain pengalaman ini." "Itu gampang diatur… ini kartu nama tante, Dewi juga kerja di kantor  yang sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni pengen ketemu tinggal telpon  aja, bisa kita atur waktunya. Yang jelas tante nggak mau ketemu  sendirian dengan Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi atau tambah  cewek lain biar gantian Doni yang kita habisin sampe nggak bisa  bangun…ha…ha…ha…" "Atau kalau tante mau ketemu tante bisa dateng ke kolam renang hari  Jumat, Doni rutin berenang di sana setiap hari Jumat…." kataku memberi  alternatif. Setelah mengantarkan aku ke kolam renang untuk mengambil  motor kamipun berpisah.
  Tante Anis sempat berusaha menyelipkan beberapa lembar uang  seratus-ribuan ke kantongku tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak  ingin mengganti petualangan yang bebas dan menyenangkan ini menjadi  suatu profesi yang bisa mengganggu kuliah dan masa depanku. Setelah  kejadian itu kami sempat beberapa kali mengadakan pertemuan dan  mengulangi pesta seks, kadang di Ciater, kadang di Puncak, atau di  Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis pernah mengajak seorang temannya  lagi dan itu benar-benar membuatku kehabisan tenaga karena harus  mengalami orgasme sampai delapan kali dalam semalam untuk melayani tiga  orang wanita yang haus akan kenikmatan syahwat. Sayang sekali  petualangan gila ini terpaksa harus berakhir setelah Tante Anis dan Dewi  terlibat perselisihan akibat urusan kantor. Meskipun demikian  pengalamanku bersama mereka masih terus kuingat sampai sekarang dan  sering menjadi fantasi seksualku saat aku bercinta dengan istriku.
  Tamat
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - persetubuhan sabtu minggu               Apr 9th 2013, 05:45                                               Pada suatu hari di sekolah tempat istriku mengajar sedang diadakan  Perkemahan Sabtu Minggu atau yang biasa disingkat Persami. Saat itu aku  iseng-iseng menyusul istriku di perkemahan yang kebetulan diadakan di  halaman sekolah, karena pesertanya adalah anak usia dini yaitu kelas 3-6  SD. Aku berfikir gak mungkin bisa cuci mata karena semuanya anak-anak,  untuk itu aku hanya memakai celana pendek, Tshirt dan sandal jepit. Tapi  setelah sampai di sekolah, aku terkejut sekaligus bahagia karena yang  kemah adalah ibu-ibu. Bagaimana Tidak, siswa kelas 3 dan 4 boleh di  dampingi orang tuanya, maka dipastikan separuh pesertanya adalah  tante-tante yang berusia antara 30-35 tahun. Karena sudah terlanjur, aku cuek saja nyelonong masuk untuk mencari  istriku tetapi ternyata sedang sibuk karena memang dia yang bertanggung  jawab pada kegiatan ini. Alhasil, aku malah disuruh pulang dan  menjemputnya minggu sore jam 3an. Aku menurut saja dan berjalan menuju  ke parkiran, tapi saat aku hendak menyalakan mobil mendadak HPku  berbunyi dan itu dari istriku. Dengan nada tergesa aku disuruh menjemput  kepala Yayasan yang mobilnya rusak ditengah jalan karena menabrak  sebuah becak. Aku iyakan saja permintaanya walau dalam hati aku sangat  kesal. Setelah berjalan hampir 20 menit akupun tiba di lokasi kejadian,  setelah memperkenalkan diri aku langsung memintanya agar ikut denganku  karena sudah ditunggu. "Mari Pak, saya antar ke perkemahan! Kataku 'maaf Mas saya tidak bisa menghadiri acara api unggun saya mau mengantar  korban ke RSU, biar ibu Diana saja yang kesana. Jawab kepala yayasan  yang aku sendiri tidak tahu namanya "tapi....saya.... jawabku heran 'sama saja Mas, ibu Diana adalah wakil saya! Jawabnya menjelaskan "iya Pak, dimana Ibu Diana?! Tanyaku 'itu yang memakai baju pramuka... jawabnya sambil menunjuk ke arah kerumunan orang Wow....ibu Diana ternyata orangnya masih muda, mungkin seumuran istriku  sekitar 24 tahun, tinggi sekitar 170, toket 36B serta body yang sangat  bohay kalau artis seperti bodinya Sarah Azhari yang padat berisi dan  yang pasti penuh gizi. Di perjalanan Diana terlalu sibuk dengan Hpnya  sehingga kamipun mengobrol secukupnya meskipun sebenarnya itu tidak  cukup untuk mengenalnya lebih jauh. Entah apa yang dialami Diana,  wajahnya begitu panik! Hanya sekitar 10 menit Diana memberikan sambutan dan membuka acara,  kemudian kembali ke mobilku dan meminta tolong supaya mengantarnya  kerumah karena anaknya sedang demam tinggi. Diperjalanan pulang Diana tetap sibuk dengan Hpnya dan mencuekin aku,  bahkan belum apa-apa sudah menyuruhku mengantar anaknya sekalian ke  dokter seakan menganggap aku adalah sopirnya. Semua sudah aku lakukan,  termasuk mengantar anaknya. Saat aku berpamitan pulang, ucapan terima  kasih pun tidak ada. Benar-benar malam yang sial! Tapi anehnya semua ini tidak membuatku marah, pantat diana selalu  terlintas di otak kotorku dan menghipnotis. Dengan berat hati aku  kembali dan iseng-iseng aku menuju sekolahan dengan harapan dapat  mencuci mata melihat tante-tante muda yang kedinginan. Ternyata  parkiranya semakin penuh, padahal sudah menunjukkan pukul 21:45 WIB  sehingga memaksaku untuk memarkir mobil agak jauh dari area perkemahan. Semoga aku mendapat obat atas rasa kesal dan sesal yang baru saja aku  rasakan, itulah doaku dalam hati. Saat memasuki area sekolah aku sengaja  menepikan langkah kaki di tempat yang gelap dan sepi karena memang  niatku untuk mencuci mata dan aman dari istri. Mendadak aku ingin pipis  dan dengan cuek aku acungkan kont*lku di sebuah taman di depan kelas  karena keadaan di tempatku berdiri sangat gelap dan sepi jadi aku pikir  aman. Cuuuuuuuuurrrrrrrr............tanpa rasa berdosa aku kencingi  bunga yang kebetulan paling tinggi dan lebat, tapi sebelum kencingku  selesai mendadak berdiri sesosok orang dari balik bunga tersebut. Aku  yang terkejut spontan memasukkan kont*lku kedalam celana alhasil,  ngompol deh. Tapi aku tidak sendirian, orang yang ada di depanku juga  mengompol karena sebenarnya dia juga sedang duduk berjongkok dan kencing  dibalik bunga serta mendadak berdiri sesaat setelah aku kencing.  Samar-samar terlihat jelas air kencingnya mengalir di kakinya saat kedua  tangannya masih menjinjing rok. Kami sama-sama merasa malu dan salah  tingkah, harus berkata apa atau bersikap bagaimana karena kami memang  tidak saling kenal. Mendadak terdengar seseorang berjalan menuju tempat  kami, karena takut ketahuan dan disangka aneh-aneh akupun meloncat  disebelah wanita tersebut dan menutup mulutnya. "please, aku mohon jangan bersuara nanti ketahuan orang! Bisikku lirih Wanita itu hanya mengangguk pertanda mengerti dan dengan respek  mendekatkan tubuhnya ke tubuhku hingga untuk beberapa menit kami seperti  saling berpelukan. Sepeninggat orang yang lewat aku sempatkan meminta  maaf dan menawarkan pakaian ganti yang rencananya aku bawakan untuk  istriku. Karena butuh dia yang ternyata bernama Atika mengiyakan  tawaranku. Aku kembali berjalan menuju mobil untuk mengambil rok panjang  istriku dan meminta Atika untuk tetap bersembunyi. Untuk kali ini aku  tidak tahu harus kesal atau senang, sempat muncul dalam otakku untuk  merayu dan mencumbunya tapi buru-buru aku menepisnya karena selain ramai  juga sangat sulit merayu wanita berjilbab dalam satu malam. Kecuali  kalau terpaksa seperti tadi, pikirku licik. Dengan membawa rok, aku  menghampiri Atika dan mengantarnya ke kamar mandi. "enggak Pak, aku takut kata orang-orang tempatnya angker makanya aku tadi di taman! Kata Atika menjelaskan 'udah gak apa, sebagai permintaan maaf aku akan mengantarmu! Kataku  menawarkan kebaikan, padahal jauh dalam hatiku ada niat untuk membuat  keadaan menjadi terpaksa. Akhirnya Atika mau dan segera menuju kamar mandi yang jauh berada di  belakang, sungguh seram memang apalagi tempatnya dibawah rimbunnya pohon  bambu. Tapi, apa mungkin sesama setan saling mengganggu?! Heheheee,  tawaku dalam hati. Atika pun masuk kamar mandi dan aku cepat-cepat  mencari celah untuk mengintipnya dan ternyata ada. Dengan berdiri diatas  tumpukan kayu aku mengintip Atika dari celah angin-angin, jantungku  serasa ingin berhenti sesaat setelah tahu ternyata Atika yang berjilbab  memakai CD bikini dan tato di pinggulnya. Aku semakin bernafsu dan  dengan cepat mendorong paksa pintu kamar mandi tersebut yang ternyata  kuncinya hanya sebuah kayu kecil yang di silangkan. Pintu itupun terbuka  dan aku langsung menerobos masuk, sengaja agar Atika tidak sempat  menutupi keseksiannya dan berpakaian. 'Apa-apaan Pak?! Tanya Atika terkejut sambil menyilangkan kedua tangan di CDnya "Maaf, ada penjaga malam yang menuju kemari! Kataku berbohong 'ngapain masuk, kan bisa sembunyi diluar.... bantahnya dengan wajah marah "ssssssssssttttttt....jangan bicara lagi, orangnya di depan. Kamu mau  semua orang mengetahui kita berduan dikamar mandi dengan keadaan kamu  setengah bugil begini?! Bisikku lirih dan ternyata membuat Atika larut  dalam kepanikan yang aku ciptakan. Tak mau membuang waktu, aku mencoba memaksimalkan kesempatan ini. Aku  tarik kedua tali simpul CDnya dengan kedua tanganku secara bersamaan dan  tanpa sempat dicegah, aku berhasil membugili setengah bagian bawah  tubuhnya. "coba aja kamu teriak biar kita ketahuan dan sama-sama malu, keluargamu  malu dan kamu pasti diceraikan suamimu!! Ancamku sambil mendorong tubuh  Atika ke sudut kamar mandi. Tetes air matanya tidak mampu memadamkan  nafsu dan niatku untuk menikmati tubuhnya. Aku langsung mendekapnya  erat-erat, mencium dan melumat bibirnya yang pasrah tidak berdaya.  Lidahku menggelitik bibirnya, menyusuri rongga mulutnya dan memilin  lidahnya, sementara tanganku langsung menuju selangkangan yang sudah  tidak berCD. Aku elus jembutnya yang lembut, aku raba pahanya dan terus  merangsangnya. Aku tahu Atika sudah mulai terangsang, hal ini terlihat dari nafasnya  yang semakin memburu, perlawanan tangannya mereda dan yang paling  membuatku yakin adalah memeknya sudah licin tapi dia terus berusaha  menutupinya. Aku semakin bersemangat mencumbunya, bibirku kini mulai  menuruni lehernya yang masih tertutup jilbab, kebawah menuju toketnya,  kebawah lagi di perutnya dan aku hentikan jilatanku di memeknya. Lirih desahan nafsunya mulai terdengar, pertanda Atika sudah ikhlas aku  perkosa dan benar saja kedua pahanya semakin merenggang mempersilahkan  aku menjilati memeknya. Lidahku meliuk dan menari memutari bibir  memeknya. Sementara jari telunjukku mengelus dan menekan pelan di lubang  memeknya. "SSSSSSSSSSSSSTTTTTTTTT.........AAAAAAAAAAAAAAAAAA   A....AAAAAAHHHHHHH........... desahan Atika terdengar jelas saat aku  mulai memaju-mundurkan jariku. Aku pijit dan putar-putar klitorisnya  memaksa Atika menggerakkan pinggulnya ke kiri dan kanan.  Orgasme  pertamanya begitu cepat terjadi,... lendir di memeknya telah mengalir di  jari telunjukku. "Tika....sayaaaaaaaaaaanng....masukin ya?? Pintaku Atika ternyata masih ragu dan malu, ada pertentangan dalam hatinya. Aku  arahkan badannya ke tembok dan menunggingkan pantatnya. Aku langsung  keluarkan senjata andalanku dari dalam CD dan langsung mengambil  ancang-ancang menyerang tapi ternyata lendir orgasmenya tidak mampu  melicinkan kont*lku yang terlalu gede. Aku ludahi palkon dan aku  tekan-tekan ke memeknya, aku masukkan aku cabut, aku masukkan lebih  dalam dan aku cabut lagi.... terus dan terus. Desahan dan erangan Atika  yang tertahan membuatku semakin ingin cepat-cepat menggoyangnya. Setelah  sepertiga kont*lku masuk, aku memaksa dengan sekuat tenaga  mendorongnya. AAAAAAAAAAAAAAAAAUUUUUHHHHHHHHHHHH....ADUH SAKIIIIIIIIIIITTTTTTTTTT.....  rintihnya sambil mengigit bibir, untung suara sound system acara api  unggun berdentang keras jadi bisa menutup suara parau Atika. 'aduh...gede banget Pak....sakiiiiiiiiiitttttt.... rengeknya sambil menengok ke arahku "panggil yang mesra dong,... sebentar lagi pasti sakitnya berganti  nikmat! Jawabku sambil berjongkok memeluk tubuhnya dari belakang. Pelan-pelan aku goyangkan pantatku maju-mundur dan ke kiri-kanan sambil  memberi ciuman dan rangsangan di belakang telinganya dengan sesekali  tiupan dan desahan memanja. Atika semakin terangsang dan melayang,  pantatnya meliuk mengimbangi goyanganku. Kini entotanku sudah tidak  terlihat seperti perkosaan tapi kemesraan dua kekasih yang dilanda  kerinduan. Aku semakin mempercepat goyanganku, sepasang toketnya  bergelantungan kedepan belakang seirama dengan goyangan pinggulnya. MMM......HEMMMMMMM........UUUUUHHHHHHHH..........O  OOOOO....ayo  sayaaaaaang puaskan nafsuku. Ayooo....mainlah yang kasar, aku suka kamu  perkosa! Rengek Atika terbata-bata Aku sangat terkejut mendengarnya, wanita berjilbab yang binal! Gumamku  dalam hati. Aku mulai meremas dan memukul pantatnya seirama dengan  dentuman sound di depan. Terlihat jelas wajahnya begitu puas saat aku  pukul pantatnya. Aku terus berusaha bermain kasar, jari telunjukku aku  tusukkan ke anusnya...Blesssssssss........blessssssssss.......  ... AAAAAAAAAAAAAAAAAAAUUUUHHHHHHHHHHH.....jangan di anus sayang,  ampuuuuuuunnnn! Rengeknya memelas, tapi aku tidak menghiraukannya dan  terus mengobok-obok anusnya dengan jari tangan kananku sementara tangan  kiriku meremas gemas toketnya. Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh....memeknya benar-benar nikmat, disepanjang  goyangan aku rasakan himpitan, pijitan dan hisapan dari memeknya. Jujur  memeknya lebih berasa di bandingkan dengan memek istriku, pujiku penuh  kemenangan. Sesaat aku hentikan goyanganku dan memintanya menyepong  kont*lku yang sudah berlumuran lendir memek. Awalnya dia menolak tapi  aku terlanjur menikmati permainan kasar yang dimintanya, dengan menutup  hidungnya aku memaksanya membuka mulut dan segera aku masukkan kont*lku. HLEEBBBBBBBBBBBBBBBB.....kont*lku hanya separuh yang bisa masuk dan aku  belum puas! Aku paksakan terus dengan mendorongnya kuat-kuat hingga  berasa menthok di tenggorokannya. Begitu becek dan berlendir rongga  dimulutnya, begitu hangat dan dahsyat. Apalagi saat Atika mengambil  nafas dengan mulutnya sambil melotot terengah-engah, aku sangat puas  melihat ekspresi wajah yang beberapa menit lalu meminta bermain kasar  tapi kini tampak menyerah kalah. Uhuk...uhukkkk....Atika tersedak dan mencabut kont*lku dari mulutnya! 'kamu benar-benar nakal sayang, aku suka permainanmu! Pujinya dengan  mulut mengeluarkan lendir dan ludah. Dengan nafas yang masih terengah,  Atika duduk di bibir bak mandi dan membuka pahanya lebar-lebar memintaku  segera menuntaskan permainan ini karena sudah hampir 2 jam dia  meninggalkan tenda anaknya. Dengan senang hati aku hujamkan kont*lku  hingga mentok di dinding memeknya, aku genjot dengan semangat 45, lebih  cepat, lebih cepat, terus dan teruuuuussss sambil berciuman penuh  hasrat, Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh............aaaaaaaaaaahh   hhhhhhhhhhhh...........oooooooooooooooooohhhhhhhhh   hhhhh...........hhhhhhhmmmmmmmmmmmmmmmmmm......uuu   uuuuuuuuuuuuuuuuuuuugggggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh  ...........mantap  banget kont*lmu, aku mau sepanjang hidup diperkosa kont*lmu. Puji Atika  sambil menjambak dan mencubit dadaku. Lima belas menit dalam posisi ini, detik-detik orgasmeku terasa semakin  dekat. Kakiku gemetar tak kuasa menyangga beban nikmat yang tersaji,  keringatpun bercucuran seperti hujan dan puncaknya sekujur tubuhku  seakan mengejang. "ayo sayaaaaaaaaaaang....aku hampir  sampai...aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh....aaaayo semprotin  brengggg.........uuuuuuuuuuuuugggggggggghhhhhhhhhh  hhhhh............  pintaku! 'iyaaaaaaaaa....satu dua tigaaaaaaaaaaaaa.......aaaaaaaahhhhhhhhhhhh.... sahutnya! CROT......CROT...CROT........CROOOOOOOOOOTTTTTTTTT  ........ spermaku  memenuhi ruang di memeknya, entah mengapa dia menahan kont*lku saat akan  aku tarik keluar. Kamipun berpelukan erat penuh nikmat. Sejenak kami  bermanja-manja berdua dan saling memuji , tapi sesaat sebelum pergi  Atika berpesan: AKU SANGAT MENIKMATI APA YANG TERJADI, AKU TIDAK  MENYESAL DAN AKU TIDAK AKAN MELUPAKANNYA.... TAPI TOLONG, JANGAN PERNAH  HADIR LAGI DI DEPANKU! AKU TAKUT TIDAK BISA MENAHAN NAFSUKU  MEMILIKIMU... SAYANGI ISTRIMU! Satu kecupan di bibir menandai  perpisahanku dengannya. Aku membisu dibuatnya!!
 
  Pagi itu aku bangun agak kesiangan, badanku terasa letih dan lesu seakan  tenagaku telah terkuras dalam sensasi perkosaan semalam. Tapi yang  sangat mengherankan, begitu aku terbangun yang ada diotakku adalah Diana  bukan Atika yang memberiku kenikmatan. Entahlah, mungkin karena masih  penasaran bagaimana rasanya ngentot tubuh bohaynya. Akupun pergi mandi agar bayang-bayang Diana terhapus dari otakku, tapi  ternyata percuma bayangan Diana seakan sebuah benih yang kian bersemi  tersiram air. Aku minum sebutir obat kuat untuk mengembalikan staminaku,  bukan seperti biasanya saat akan ngentot karena hari ini aku tidak ada  niat untuk bercinta. Aku keluarkan motor ninja yang baru 2 hari aku  beli, dengan niat test drive aku menyusuri jalanan yang terik dan  berdebu. Benar juga kata orang-orang, jangan ngaku kaya kalau belum  punya ninja! Heheee maaf melenceng dari cerita. Aku hentikan raungan  knalpotku di depan sebuah Cafe dan memesan sebuah kopi. Entah setan mana  yang berbisik ditelingaku, saat mendengar percakapan seseorang yang  bilang anaknya sakit karena tidak dibelikan mobil remote control  tiba-tiba terngiang dalam telingaku untuk membeli RC sebagai bahan  pendekatan pada Diana. Tanpa menunggu lagi aku  tinggalkan selembar uang  diatas meja untuk secangkir kopi yang baru di buat, aku melaju menuju  sebuah toko RC membeli miniatur Hammer H3 berwarna orange dan membawanya  ke RSU tempat Rafel, anaknya Diana dirawat. Sesampainya disana, aku melihat Rafel ditemani oleh seorang suster bukan  orang yang aku impikan. Dengan berat hati aku menyerahkan mobil RC dan  berpamitan pulang. Rafel sangat senang dengan RC yang aku berikan,  semoga saja ibunya juga demikian! Harapanku dalam hati. Disaat jalan  menuju parkiran aku bertemu seorang teman yang menunggui anaknya yang  sedang sakit, karena sungkan akupun berbasa-basi dan menengok anaknya  yang sedang sakit. Tak terasa satu jam telah berlalu dan aku mohon diri  untuk pulang. Sesampainya di parkiran, aku mendengar ada suara yang  memanggil namaku dan itu adalah Diana. "Terima kasih ya Mas, atas perhatiannya pada Rafel. Kata Diana 'gak apa Mbak, semoga bisa membuatnya senang dan cepat sembuh! Jawabku sok cool "kalau gak keberatan, kita ngobrol di dalam ya? Rafel sendirian susternya pamit pulang! Tawar Diana yang langsung aku iyakan. Sesampainya dikamar kami bercanda dan tertawa mengakrabkan diri, hingga suara Rafel menyela dan mengejutkan aku dan Diana. 'Mah, aku mau Papah yang seperti Om Adith! Kata Rafel lugu 'iya-iya, ayo diterusin mainnya....jangan nakal! Kata Diana dengan nada agak gugup 'enggak mau, aku mau sama Om... kata Rafel sambil duduk dipangkuanku, padahal tangannya masih di infus. "Rafel jangan nakal ya, turuti kata mamah... kataku sambil membelai rambunya. Akhirnya Rafel kembali ketempat tidur dan meninggalkan aku dan Diana  dalam kebisuan. Kami jadi salah tingkah dengan wajah yang memerah. Hanya  menebarkan senyuman dan tatapan mata yang menerawang kata hati  masing-masing. 'udah berapa wanita yang sudah kamu tiduri? Tanya Diana dengan telak "maksud kamu... tanyaku terkejut 'udah, jangan sok cool gitu....aku yakin kamu pasti banyak koleksi wanita? Katanya memvonis aku "iya Mbak, naluri lelaki.... jawabku pelan 'kamu pasti suka wanita yang agresif kan? Tanya Diana sambil membuka 2 kancing bajunya "suka banget Mbak! Jawabku sambil menelan ludah, aku lihat lehernya yang  jenjang dan bagian atas dadanya yang begitu putih seakan sengaja  memancing aku. 'heheee...tuh, lihat aku lagi kegerahan aja udah bangun! Ngebet banget  ya pengen ngentot aku? Tanya Diana dengan Vulgar dan nada memanja Diana mendadak beranjak dari tempat tempat duduknya menghampiri Rafel  yang ternyata sudah tertidur, sambil menatapku manja dan lidah yang  menggoda diana mengajakku masuk kedalam kamar mandi. Tanpa berpikir  ulang aku langsung menuju kamar mandi dengan penuh nafsu. Begitu aku  membuka pintu, di depan mataku sudah terpampang pemandangan yang  sangat-sangat menggiurkan tubuh bohay Diana hanya tertutup CD dan BH.  Kalau begini Sarah Azhari yang asli kalah sexy deh, pikirku dalam hati  sambil menelan ludah. Diana langsung menarik tanganku dan mengarahkanya  ke dua bongkahan togenya yang menantang. Aku langsung meremasnya dan  mencium bibirnya yang sensual. Kami berciuman dengan penuh nafsu, lidah  kami saling memilin, menghisap dan menggigit bibir sambil tangan aktif  membelai, meraba dan merangsang bagian-bagian sensitif. Ooooooooohhhh....kont*lmu boleh juga, aku suka yang begini! Kata Diana  saat mengeluarkan kont*Lku dari celah resleting. Kini jari-jarinya mulai  mengelus dan mengocok kont*lku dengan lembut.  Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh....aku tidak tahan dibuatnya, dengan  tergesa aku membuka baju dan memelorotkan celanaku. Tingga akhirnya  tampak sepenuhnya! Sambil terus mencium dan menggigit leherku Diana  mempercepat kocokannya. 'dalam waktu satu jam kamu harus membuatku puas, bahkan kalau bisa  sampai puas sebelum perawat datng! Ungkapnya  sambil menjongkokkan  tubuhnya. Dengan rakus Diana langsung melahap kont*l yang ada di  depanya, menghisap dan menggigitnya pelan sambil mengocok pangkal  kont*lku . AAAAAAAAAAAAAAAGGGGGGGHHHHHHH......aku dibuat mengejang olehnya,  hisapannya begitu kuat dan yang pasti penuh dengan kenikmatan hingga  kont*lku terasa sangat ngilu. Untuk mengimbangi agresifnya, aku  menjambak rambutnya dan mendorongnya hingga menthok ke tembok dengan  posisi masih menyepong kont*lku. HAEEMMMMMMMMM...........OUHMMMMMM......suara desahannya saat menyepong kont*lku. Sekitar 10 menit aku menahan posisi ini dan dengan mata merem melek aku  menggoyangkan pantat maju-mundur semakin dalam. Mendadak aku teringat  deadline 1 jam yang diberikanya, akupun langsung menyuruhnya menungging  sambil berpegang pada bibir bak mandi. Aku sengaja tidak memaksimalkan  rangsangan disekitar memeknya karena aku ingin merasakan memek kesednya.  Aku langsung menekan palkon ke lubang memeknya, maju mundur dengan  setengah memaksa. AAAAAAAAAAAHHHHHHHH....sakiiiiiiiiiiiiiiiiittt....  perih Mas, aaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh BLES..BLESSSSSSSSS....BLESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS  SSS! rintihan  panjangnya menandakan kont*lku sudah ambles kedalam memeknya! Dengan  sepenuh tenaga aku ayunkan kontl'ku maju-mundur secara teratur.  Ah...ah....ah....ahhhhh......hemmmmmm.....bibir Diana tak henti-hentinya  melenguh penuh nikmat, membuatku kian bernafsu menjejali memek  gembulnya dengan kont*l. Aku cengkeram kedua belahan pantatnya dengan  kuat, sambil mempercepat goyangan maju mundurku tanpa henti. "aaaahhhhhhhhh.....Massssss....aku sudah sampai Mas, aku keluaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrr "OOOOOOOOOOOOOuuuuhhhhhhhhhhhhhhh......kont*lmu enak banget mas! Puji  Diana bersamaan dengan keluarnya lendir orgasme! Ternyata Diana tidak  setangguh penampilannya, begitu cepat orgasme dan mendadak lemas.  Ngentot di ruangan berAC tidak mampu mendinginkan tubuh bohaynya, dengan  bermandi peluh Dia terus mengaduh dan mengeluh kont*lku kegedean  padahal sudah licin. Aku tarik tubuhnya ke belakang, menjauhi tembok dan  bak mandi memaksa tubuhnya menungging dengan tangan menyangga dari  lantai. Tubuhnya semakin bergerak tak menentu, kakinya semakin goyah  menopang tubuhnya dan erangan kenikmatan terus mengalun dari mulutnya. Aaaaaaaaaah.....mass...aku gak kuat...aaaaaaaaaaaaaaaaagggggghhhhhhhhhhhhhhhhh...  .. Mendadak tubuh Diana terjatuh ke lantai dan terlepaslah kont*lku dari  dalam memeknya. Dengan nafas terengah Diana mencoba untuk berdiri namun  aku melarangnya dan menyuguhi kont*l agar diemut. Dipegangnya kont*lku  yang berlumuran lendir memeknya dan mengocoknya degan kedua tangannya,  lidahnya menjulur mengelus palkon dan mulai mengulumnya sedikit demi  sedikit. Sempat aku utarakan untuk ngentotin anusnya tapi Diana  menolaknya dengan alasan, memek aja penuh sesak apalagi anus!  Sebentar  lagi susternya pasti datang aku harus cepat-cepat memandikan Diana  dengan spermaku, gumamku dalam hati. Akupun duduk dengan kaki lurus dilantai dan tanpa diminta Diana duduk  diatas paha menghadap kearahku dan langsung mencium dan menghisap  leherku dengan penuh nafsu. Tangan kanan Diana langsung memegang dan  mengelus kont*lku sambil menggesek-gesekkan di memeknya. Begitu geli  ujung palkonku, hingga kakiku berasa seperti kesemutan. "aaaaaahhhhhh......Ayo sayang, buruan masukin keburu ada yang datang....bisikku saambil meremas pantat dan toketnya 'iya sayaaaang! Jawabnya sambil memasukkan kont*lku kedalam memeknya BLEEEEEESSSSSSSSSSSSSSSSSS.........BLEEEEEEEEEEEEE   SSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS........ seluruh kont*lku ambles  memasuki memek nya, sungguh sangat berasa nikmatnya dan jujur baru kali  ini kont*lku bisa masuk seluruhnya kedalam memek, biasanya selalu  menyisakan 3-5cm diluar. Ternyata selain tembem, memek Diana juga lebih  dalam. Dengan semangat baru aku meladeni nafsu Diana yang semakin  menggebu, aku rebahkan tubuhku dilantai dan memberikan ruang untuk Diana  menggoyangkan pantat bohaynya. AAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH......HEMMMMMMMM..........OOO   OOOUUUUUUUUUUUHHHHHHHHHHH...............AAAAAAAAAA   AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHH..... desahan panjang langsung  aku suarakan sesaat setelah Diana mulai menggoyangkan pantatnya maju  mundur. Semakin cepat dan cepat dengan selingan goyangan memutar yang  dahsyat, layaknya inul kaalau sedang ngebor. 'enak kan mas goyanganku, gak kalah dengan inul! Katanya memuji diri sendiri sambil tersenyum manja "mantap banget say, baru kali ini aku merasakan nikmat yang  teramat....aku genjot jangan berhenti! Pintaku sambil mencubit dan  meremas toket gedenya. Begitu lama kami berML ria dengan gaya ini, hingga kami dikejutkan  dengan suara seseorang yang memasuki kamar rawat inap Rafel. Sejenak  Diana menghentikan hentakan pantatnya, memandangku dengan wajah panik.  Sempat terlihat Diana berusaha mencabut kont*lku tapi aku buru-buru  memegang pantatnya dan memaju mundurkan. 'ayo lanjutin, yang penting jangan bersuara! Kataku lirih Diana hanya mengangguk setuju dan kembali memanjakan kont*lku dengan  goyangan mautnya. Rasa geli bercampur nikmat tidak dapat aku ungkapkan,  hanya bisa menahan sambil menutup rapat mulutku.  Aaaaaaahhhhhhhhhh....semalam memperkosa, gantian sekarang diperkosa.  Teriakku dalam hati. Dari celah bawah pintu kamar mandi aku melihat ada  sepasang sepatu putih yang sedang berhimpit menempel di pintu, mungkin  ada yang mengintip atau mencuri dengar dari lubang kunci. Ah masa bodoh  sajalah! Sanggahku dalam hati, bahkan iseng-iseng aku mulai mendesah  lembut, semakin keras hingga akhirnya mendesah lepas. Diana yang sedang  birahi tinggi tidak lagi memperdulikan desahanku, Dia terus menggenjot  hingga kurasakan palkonku semakin cenat-cenut hendak menyemprot! "Ooooooooooooooooohhhhh....nikmat banget say...aku hampir keluar nih! Rengekku manja Mendengar itu Diana semakin mempercepat goyangannya, lebih cepat dan  cepat hingga beberapa detik kemudian aku tidak dapat menahannya. CROT...CROOOOOOOTTTTTTTTTTTTTTTTT.......CROOOOOTTT   TTTTTTTTT............AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA   AAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHH..... Ternyata sedetik sebelum aku nyemprot Diana telah terlebih dahulu  menyemburkan lendir orgasmenya yang ketiga. Goyangan Diana tetap  berlanjut walaupun memeknya sudah penuh terisi sperma, seakan sengaja  ingin menyedot tenagaku. Bagaimana tidak saat menyemprot sperma, seluruh  tubuhku mengejang terangsang dan sensitif tapi Diana terus memberi  rangsangan yang bertubi-tubi. Kami terengah dan bersusah payah menghirup  udara..... lendir kami yang telah tercampur perlahan mengalir menuruni  belahan pantatku. Hingga akhirnya tubuh Diana melunglai diatas tubuhku.  Satu ciuman mesra mendarat dibibirku menutup pergulatan kami. Setelah membersihkan diri dan memakai pakaian, Diana membuka pintu  sedikit-deki sedikit dan setelah dirasa aman Diana menyuruhku bergegas  keluar. Entah sengaja atau tidak, sesaat kami keluar dari kamar Mandi  tiba-tiba ada suster yang membuka pintu dan masuk. Entah apa maksud dan  tujuannya, yang pasti  sepatu putihnya menunjukkan bahwa Dialah yang  berada di depan pintu kamar mandi tadi. Aku putuskan untuk berpamitan  pada Diana dan pulang menuju sekolah untuk menjemput istriku. Akhirnya  rasa penasaranku pada tubuh Diana terhapuskan bahkan setelah kejadian  itu gantian Diana yang mengajak ngentot, tapi aku tidak selalu  menurutinya hanya saat aku sedang free saja.              Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - pesta sex untuk vivi               Apr 9th 2013, 05:43                                                Begitu banyak cerita miring mengenai karyawan toko yang bispak dan  gampangan, yang hanya mengejar materi semata. Seperti siang itu, secara  tidak sengaja aku bertemu seorang teman lama yang sedang menggandeng  seorang wanita cantik yang berpakaian seksi dan mengundang birahi. Aku  tahu pasti itu bukan istrinya tapi aku tidak ambil pusing siapa yang  dibawanya, pasti selingkuhannya gumamku dalam hati. Dan benar saja,  beberapa saat kemudian Dia menghampiriku dan menceritakan siapa yang  dibawanya tadi. Ternyata Dia bernama Vivi, seorang penjaga stand  provider sebuah operator seluler  yang ada di kotaku. Singkat cerita  Vivi adalah pacarnya, tapi mematok sebuah tarif disetiap kencan dan ML.  Aku hanya tersenyum mendengar ceritanya, ternyata ada modus baru  prostitusi yang dijalankan para cewek matre. Sesaat sebelum pulang Dia  memberiku nomer HP Vivi kalau-kalau aku berminat mencari pacar kontrak  karena teman Vivi banyak yang jomblo dan berpesan agar aku tidak  mendekati Vivi jika tidak ingin malu karena Vivi orangnya sangat setia  walau dia seorang Bispak. Aku benar-benar sureprise dengan apa yang baru aku dengar, jujur aku  sangat tertarik dengan semua yang diceritakan temanku tapi disatu sisi  hatiku merasa panas karena diremehkan tidak mungkin bisa menaklukkan  Vivi. Karena terbawa suasana, tanpa berfikir lagi aku menghampiri Vivi  disebuah stand yang diceritakan temanku. "Vivi ya? Kenalin aku Adith! Kataku sambil mengulurkan tangan 'siapa ya? Maaf aku tidak menegnal kamu! Jawabnya cuek mengacuhkan jabat tanganku "aku temannya Hendra, pacar kamu! Jawabku menjelaskan 'oo...Vivi.... jawabnya singkat sambil mengulurkan tangannya 'maaf Mas, ini jam kerja....gak enak dilihat teman-teman! Jawabnya mengusir halus "ok makasih,... jawabku dengan kecewa Akupun kembali duduk ke Cafe dan memesan sebuah juice jeruk untuk  menyegarkan hati dan pikiranku. Jujur aku sangat tersinggung dengan  sambutan Vivi, apa mungkin ada perek yang setia pada pelanggannya???  Tanyaku dalam hati. Belum juga hilang jengkelku, tiba-tiba ada wanita  yang berpakaian sama dengan Vivi datang menghampiriku. "maaf Mas, boleh duduk?? Katanya sambil memasang senyum manis 'silahkan! Jawabku singkat "oya...kenalkan aku Cindy, teman kerja dan 1 kost dengan Vivi! Jawabnya Cindy 'Adith... jawabku singkat "Vivi orangnya memang begitu, dia memandang seseorang hanya penampilannya saja. Kata Vivi membuka pembicaraan 'emang aku bagaimana? Tanyaku  "Mas sangat tampan dan atletis, tapi karena pakaian Mas kaos begini ya  dianggapnya gak berduit. Aku yakin kalau Vivi tahu pekerjaan dan Pajero  Putih milik Mas, dia yang bakal ngejar-ngejar Mas. Katanya menjelaskan '...maaf, kamu tahu aku?? Tanyaku heran, karena mobilku baru aku beli 3 hari yang lalu "tahu aja dari teman Mas, kebetulan temanku kerja di dealer tempat mas beli mobil! Jawabnya 'apa benar Vivi itu.... tanyaku agak ragu "iya Mas, dia memang begitu...selain sombong, dia juga perebut pacar  orang. Pacarku direbut dua kali Mas! Jawabnya dengan memasang wajah  sebel. Setelah berbincang beberapa saat, aku tahu kalau Cindy juga seorang  bispak dan dia bersedia membantuku mendapatkan Vivi dengan syarat  setelah Vivi suka aku harus mencampakkannya untuk membalas sakit hatinya  Cindy. Dengan senang hati aku menerima kesepakatan itu. Setelah cukup  mendapatkan informasi, akupun pulang kerumah dan kembali lagi sore  harinya setelah mendapatkan sms dari Cindy bahwa Vivi pulang cepat.  Akupun standby di parkiran lantai dasar untuk menunggu Vivi dan ternyata  tepat waktu, kulihat Vivi turun menuju parkiran. "Hey Vi, mau pulang ya? Tanyaku 'Adith kan, iya nih...emangnya kamu mau antar aku kok tanya begitu? Jawabnya dengan nada centil "ayo....siapa takut! Jawabku singkat, ternyata benar kata Cindy kalau Vivi hanya menghargai orang dari materinya saja. 'mau langsung ke kost atau kemana? Tanyaku "kamu maunya gimana?! Jawabnya antusias 'aku sebenarnya kepengen banget nge-ro0m (karaoke) tapi apa kamu bisa, kalau di cari Hendra? Tanyaku memancingnya "ayo aja, urusan Hendra sih gampang! Jawabnya sambil menggenggam tangan kiriku Akupun melaju menuju tempat karaoke favoritku dan langsung menuju ruang  VIP+ yang biasa aku pesan. Vivi semakin terpesona oleh materiku karena  ruang VIP tergolong sangat mahal dan satu-satunya yang ada di kotaku  dengan harga sewa 6 juta untuk 5 jam termasuk penyanyi dan sepasang  minuman special. Dua penyanyi langgananku datang menyapaku sambil  cipika-cipiki dan tangan yang nakal meremas kont*l yang masih terbungkus  celana. Mendadak Vivi menarik aku dan menyuruh kedua penyanyi tersebut  keluar. Aku hanya tertawa dalam hati, melihat ekspresi cemburu dari  tatapan matanya. 'kamu kan datang denganku, ngapain pakai penyanyi? Tanya Vivi sewot "itu 1 paket dengan ro0m ini, lagian lumayan kan bisa cuci mata! Jawabku iseng sambil mengukur seberapa besar hasratnya padaku 'kamu mau lihat yang sexy? Aku juga bisa.... jawabnya dengan nada sebel Pintupun dikunci dari dalam dan sambil menari striptease Vivi melepaskan  satu persatu seragam kerjanya hingga menyisakan CD dan BH saja. Sungguh  fenomenal, aksinya sangat menggugah birahi dan semakin membuat aku  terpesona. Kulit putihnya terlihat sangat kontras dengan remang cahaya,  togenya yang sekel, kakinya yang jenjang, perutnya yang sexy dan yang  paling hebat adalah tarian dan goyangan erotisnya. Sedikit demi sedikit  Civas special ditenggaknya dengan lahap, hingga membuatnya terjatuh  karena mabuk. Akupun memapah dan membawanya kedalam kamar yang ada  diruangan VIP tersebut. Aku sms Cindy yang memang sudah ada di depan  karaoke, serta menyuruh Sandra dan Agnes mereka adalah 2 penyanyi yang  tadi diusir Vivi karena aku berniat untu membuat "pesta sex untuk Vivi". Akhirnya mereka datang dan saatnya show time! Aku meminta Sandra dan  Agnes untuk berlesbian mengerjain Vivi yang tergeletak mabuk ditempat  tidur. Dengan antusias mereka melepaskan baju yang dikenakanya dan  kemudian melepaskan bajunya Vivi yang tinggal CD san BH saja. Sementara  aku dan Cindy duduk berpelukan di sofa sebelahnya kasur. Sandra langsung  melahap tubuh Vivi dengan mencumbu dan meremas kedua toket sekal Vivi.  Berlahan Vivi bereaksi aktif atas rangsangan dan cumbuan yang dilakukan  oleh Sandra, gerakan tubuhnya meliuk dan menjambak rambut Sandra sambil  mendesis tiada henti. Hemmmmmmmmmmmmmm....aaaaaahhhhhhhhhhhhhhh, enak banget ciuman kamu Dith,  ayo tunjukkan kejantananmu.....aaaahhhhhhhh puaskan aku  sayaaaaaaaaaaaaaangggggggggg! Desahan Vivi Aku dan Cindy tertawa cekikikan melihat Vivi yang sedang kelojotan dan  mengerang nikmat. Mendadak Agnes datang dari belakangku dengan membawa  tali dan beberapa sex toys. Diikatnya tangan Vivi ke pojok tempat tidur,  setelah itu mengambil posisi menungging di depan memek Vivi. Lidahnya  menjilat dan mengobok-obok memek Vivi yang gundul, sambil memasukkan  sebuah vibrator berbentuk kapsul dan menekan tombol ke-3 yang berarti  getaran penuh. Vivi semakin terangsang, semua kata-kata kotor keluar  dari mulutnya melampiaskan berjuta rangsangan yang datang bersamaan. AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHH.....OOOOOUUUUGGGHHHH..  ...Baj*ngan nikmat  banget rasanya....aaaaaahhhhh....aku gak  tahan.....aaaaaaaahhhhhhh..........memekkuuuu.....  memekku  banjirrr......aaaagggggggg...............hhhhhhuuu   uuuuuuuuhhhhhhhhhhh............mmmmmmmmm Sandra tidak mau kalah, toket Vivi diremasnya dengan kuat dan  diremas-remas dengan buas seakan ingin melampiaskan kekesalannya karena  disuruh keluar room. Bibirnya menghisap dan menggigit puting Vivi yang  menonjol keluar tak menghiraukan umpatan Vivi yang kian menjadi.  Mendadak Agnes menghentikan jilatannya dimemek Vivi.... 'iiihhh....kurang ajar, orgasme gak bilang-bilang....mana asin banget  lagi.... kata Agnes nyengir melihat memek Vivi menyemprotkan cairan  orgasmenya "udah, kocok aja terus...perek kaya gini harus dikerjain!! Sahut Sandra sambil memberikan kon*l mainan yang berkepala dua. Agnes hanya mengangguk tanda setuju dan langsung memasukkan kont*l  mainan tersebut kedalam memeknya, sementara satu kepalanya mengacung  kedepan. Perlahan Agnes memasukkan kont*l karet tersebut ke memek Vivi,  setelah dirasa sudah masuk ujungnya dihentakkannya sekuat tenaga hingga  tanpa sisa. Kini Agnes memutar-mutar pantatnya untuk mengobok-obok memek  Vivi. Jujur baru kali ini aku melihat permainan sex sejenis secara  langsung. Entah karena terlalu sebel atau memang Agnes menikmati,  goyangan Agnes begitu liar dan cepat membuat Vivi berulang kali  menyemprotkan lendir dari memeknya. Sandra juga terbawa suasana,  diambilnya sebuah dildo 'kont*l berduri' dan kemudian dilumasinya dengan  olive oil. Dipegaangnya gagang dildo dengan kuat dan ditusukkan kedalam  anus Vivi. Walau terlihat sangat sempit (mungkin anusnya masih perawan)  tapi karena yang menusuk adalah dorongan tangan maka ambles juga  kedalam anusnya. AAAAAAAA.......ADUUUUUUHHHHHHH....SAKIIIIIIIIIIIII   IIIIITTTTTTTTTT....PERIH BANGET B*NGSAAATT  OOOOOOOOOOOOOOOHHHHH......JANGAN SODOMI  AAAAAAAAH....AKUUUUUUUUHH......... Melihat permainan Agnes dan Sandra terhadap Vivi membuatku sangat  bernafsu, kont*lku terasa sangat menyesak dicelana. Spontan aku lepaskan  celana jeansku beserta CD yang membelit. Cindy yang berada disebelahku  tampak salah tingkah, birahinya yang membumbung tinggi hadir diantara  rasa malu dan ragu karena diruangan itu adaa 3 orang lainnya. Perlahan  aku genggam tangan Cindy, aku remas dan aku arahkan ke kont*lku. 'Mas, jangan disini dong....ramai banget nih....aku malu.... bisiknya Cindy Aku jawab bisikan Cindy dengan ciuman dan lumatan di bibirnya.  Emuah....emuuuuuaaaaccchhhhh kini Cindy hanya bisa bergumam keenakan,  tanganya mulai mengurut dan mengelus kont*l jumboku dengan penuh  penghayatan. 'gede banget Mas, kaya di bokep....apa muat di memekku? Tanya Cindy sambil mereganggakn kedua pahanya "pasti muat sayaaaaaaaang, pasti ntar kamu puas dan ketagihan.... jawabku 'kalau aku ketagihan gimana dong???? Tanya Cindy memanja "gampang, apasih yang enggak buat kamuuuu.... jawabku merayu Tanganku mulai masuk kedalam rok mininya, meraba dan mengelus sekujur  pahanya..... kurasakan bulu-bulu halus pahanya mulai berdiri, desahan  lembut mengiringi detik—detik cumbuanku. Ooooooooohhhhhhhhhhh......nikmaaaaaaaaaaaaaatttttt  ttttt..... desahnya  saat ujung jariku mengelus kain tipis yang menutupi memek basahnya. Ternyata Cindy sudah orgasme, terasa begitu hangat memeknya tersiram  lendir yang begitu banyak. Cindy melenguh, saat jari telunjukku menyusup  masuk dari pinggir CDnya, mengelus bibir memeknya yang lembut tertutup  jembut. Aku langsung menarik Cindy agar rebahan di pahaku, mengarahkan  bibir mungilnya ke kont*lku.... dengan cekatan cindy mulai mengocok  kont*lku dengan cepat, sementara lidahnya menjulur menjilati pangkal  kemaluanku. Menghisap dan menggigit lembut kont*lku....... Aaaaaahhhhhhhhhh........nikmaaaaaaaaaaaaaaaaaaattt  tttttttttt.....ayo  sayang hisap yang kuat, kont*l ini milikmu sayang..... desahku sambil  berbisik manja ditelinga Cindy Resleting rok merahnya aku turunkan setelah senelumnya aku lepaskan  kancingnya, kini tanganku menyusup masuk dari belakang pantatnya. Aku  elus dan susuri belahan pantatnya, aku elus halus anusnya dan terus  kedepan hingga lipatan memeknya begitu hangat kurasakan. Tanpa membuang waktu aku buang rok dan Cdnya hingga hanya menyisakan  bulatan pantat bohay dan memek basahnya. Jari tengah dan jari telunjukku  aku masukkan kedalam memeknya, begitu sesak dan hangat. Perlahan jariku  mulai bergerak masu mundur seirama dengan lenguhan dan desahan Cindy  yang telah beradaptasi diruangan itu. Aaaaaahhhhhhhhhh....oooooouuuuuhhhh.....ssssssssss  ssssssssttttttttttt......heemmmmmmmmmm Semakin keras Cindy mendesah, semakin kuat hisapannya di kont*lku dan  diikuti oleh gerakan mengejang dipantat dan kakinya.  Hanya dalam waktu 8  menit, kedua jariku sudah berhasil memaksa Cindy untuk menyemburkan  orgasme sebanyak dua kali. Cindy ternyata sangat mudah terangsang dan  begitu sensitif, berulang kali kont*lku digigitnya karena tidak kuasa  menahan nikmat yang aku buat. 'Mas....aku sudah gak tahan nih, ayo entot aku Mas....please!  Cindy memohon dengan sangat Akupun menyuruhnya jongkok di Sofa dan dari belakang aku gesek-gesekkan  ujung kont*lku ke bibir memeknya....aku tekan sedikit....aku tarik  lagi....aku dorong maju....aku tarik mundur.... berulang-ulang aku  meaju-mundurkan kont*lku membuat jalan di memeknya. Asal tahu aja, walau  Cindy bispak dan sudah 3 kali orgasme tapi nyatanya kont*lku masih  belum bisa masuk juga. Saat ujung kepala kont*lku sudah masuk ke  memeknya aku teteskan olive oil ke kont*l dan bibir memeknya. Setelah  aku rasa sudah cukup merata dan licin aku dorong kont*lku kuat-kuat  hingga masuk sepaaruh kedalam memeknya. ZLEBBBBBBBBB....ZLEEEEEEBBBBBB.....BLEESSSSSSSSSSS  SSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS....... AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH..  ...satu desahan  panjang meresmikan kont*lku masuk kedalam memeknya. Aku goyangkan  pantatku semakin cepat, semakin dalam, lebih dalam, terus dan terus  hingga ujung kont*lku menthok didalam memeknya. Sesekali aku tahan  goyanganku untuk meresapi denyut dan pijatan memeknya, begitu nikmat  kurasakan. Sambil memejamkan mata aku menggoyangnya pelan, begitu terasa  ada hisapan dan himpitan dari dinding memeknya yang seluruhnya menempel  di kont*lku. Ooooouuuuuuhhhhhhhhhhhhh........benar-benar memek yang sempurna untuk kont*lku, pujiku dalam hati. AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH  HHHHHHH....... HAHAHAHAHAHAAAA.....HAAAAAAAAAAA.......... Satu jeritan panjang dan tawa penuh kepuasan terdengar dibelakangku,  saat aku tengok aku lihat Sandra dan Agnes tertawa sambil berpelukan  sementara Vivi tergeletak tak berdaya denga memek tersumbat 2 buah penis  mainan dan vibrator yang menggetarkan anusnya. Samar samar aku melihat  begitu banyak lendir yang membasahi pangkal pahanya, sementara tubuh  Vivi diam tak bergerak hanya bibirnya saja yang tampak terengah  mengambil nafas. Karena khawatir, aku meminta Agnes dan Sandra untuk  membantuku merangsang Cindy. Kini Agnes berada disebelah kiri Cindy,  menciumi leher dan memainkan toket kiri Cindy dengan lembut dan penuh  nafsu. Sementara Sandra berada disebelah kanan Cindy, mengenyot-kenyot  toketnya sambil mengelus-elus bibir memek yang sedang aku genjot. Aaaaahhhhh.........ooouuuuhhhhhhhhh....aaaaaaaaaaa   aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh.....aku  ....akuuuuuuuu....keluaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr  rrrr...... desahan  Cindy terdengar jelas dan keras bersamaan dengan keluarnya cairan  orgasme yang disemprotkannya. Terasa benar, lendir itu menekan dan  mengalir dari pinggir kont*lku. "tunggu sebentar lagi sayang.....aku hampir keluar..... aku mempercepat  goyanganku dan diikuti Agnes dan Sandra yang semakin inten menjamah  bagian sensitif Cindy. Timbu niat iseng dari dalam hatiku, aku ambil  Vibrator dari anus Vivi dan memasukkanya kedalam memek Cindy tepat  dibawah kont*lku. Aaaaaaaaaahhhhhhhh....ooouuuhhhhhh.......hhhhhhmmm  mmmmmmmm........aaaaaaaaaaahhhhh Aku dan Cindy mendesah bersamaan, bersautan dan semakin terangsang  dengan sensasi getaran yang ada. Tidak butuh waktu lama, aku dan Cindy  mencapai klimaks yang benar-benar klimaks secara bersamaan. Semprotan  sperma dan lendirnya begitu deras memenuhi memeknya, bahkan karena  banyaknya dan besarnya tekanan lendir tersebut memaksa kont*lku bergerak  mundur terlepas dari dalam memeknya. Kini terlihat jelas lendir itu  mengalir deras dari lubang bulat (huruf:O) yang tercetak di memeknya,  menuruni paha mulusnya dan tumpah di sofa. Sangat kontras terlihat,  lendir putih itu menggumpal di sofa hitam. Agnes dan Sandra tidak menyia-nyiakan itu, Sandra melumat habis memek  Cindy dan menghisap sisa-sisa sperma yang tertinggal. Sementara Agnes  langsung menyambar kont*lku yang mulai mengendur kecapean. Membuat  sekujur tubuhku mengejang, menahan nikmat yang teramat dan memaksa  kont*lku untuk menegang kembali. Karena sudah kembali ereksi akupun mengentot Agnes dan Sandra secara  bergantian, entah berapa lama yang pasti kont*lku terasa begitu panas  menggesek dua memek secara bergantian. Hingga akhirnya satu semprotan  deras mengakhiri goyanganku dan membuat lunglai kakiku. Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh....sungguh seX partY yang hebat,  gumamku dalam hati. Tapi ternyata tugasku masih belum usai, masih ada  Vivi yang belum aku entot!! Tapi bagaimana, aku harus membuat Vivi   tersungkur agar tidak meremahkan aku sedangkan staminaku sudah terkuras  habis! Belum aku temukan jawaban atas kata hatiku, Sandra menghampiriku  sambil menyodorkan 2 buah pil, satu berwarna biru untukku dan satu  berwarna kuning untuk Vivi. "ini....satu sachet ada 2, harganya 650ribu! Kata Sandra 'iyaaa.....siniiii.... jawabku agak kesal, masa disaat seperti ini masih aja nyales??? Setengah jam kemudian, kurasakan kont*lku berdenyut-denyut dan mendadak  tegang. Tenagaku seakan pulih kembali bahkan terasa berlipat. 'hebat kan? Yang biru obat kuat dan yang kuning obat perangsang! Kata sandra menjelaskan "sippppp! Jawabku sambil memberi jempol 'silahkan dilanjut saampai pagi, ini udah jam 1 malem aku dan Agnes mau pulang! Jawab Sandra Kini yang ada di room hanya aku, Cindy dan Vivi yang masih terkulai  lemas tapi masih mendesah dan melenguh karena dimemeknya masih tertancap  sebuah dildo berduri. Aku nyalakan semua lampu yang ada, hingga  semuanya terlihat jelas dimataku. Ternyata kondisi Vivi lebih dari yang  aku pikirkan, begitu banyak bekas hisapan dileher dan sekitar dada.  Selain itu, ceceran olive oil dan lendir Vivi memenuhi kamar didalam  ro0m ini. Walau sudah terangsang penuh tapi aku masih memikirkan  kenyamanan dan kebersihan. Aku papah tubuh Vivi keruang karaoke dan aku  rebahkan di sofa panjang, sesekali kont*lku yang tegang menjulang  menggesek pantatnya dan itu sangat membuatku terangsang. Tanpa sadar aku  mulai menciumi Vivi secara bertubi-tubi, dari bibir, leher, toket kanan  dan kiri serta turun menyusuri perutnya yang rata dan putih.  Eemuah...emuaaaaaaaaaaccchhh......emuaaaaaaaaaaaaa   aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh..... Akupun membuka kedua pahanya, mengangkat pantatnya dan kemudian  mengganjal dengan bantal. Kuangkat kedua kakinya dan aku rapatkan  kedadaku, kini memeknya tepat di depan kont*lku. Pelan-pelan aku arahkan  kont*lku ke bibir memeknya dan dengan sekali tusuk ambleslah ¾ batang  kont*lku kedalam memeknya. Mendadak kurasakan denyutan disekujur  kont*lku, ada pijatn dari dinding memeknya dan sesekali hisapan yang  membuatku merem-melek. BLESSSSSSSSSSS.......ZLEB...ZLEEEEEEEEEEEBBBBB....  ...ZLEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEBBBBBBBBBB OOHHHH...AAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHH.........HEMMMMMMM  MMMMMMMMMMM.... Desahan Vivi berpadu dengan desahanku dan itu membuatku semakin  bersemangat dan bertenaga untuk menggenjot dan mengobok-obok memeknya.  Aku pompa semakin cepat, semakin kuat dan semakin dalam. Hanya dalam  waktu 10 menit aku sudah membuatnya orgasme dan itu semakin membuat  becek memeknya. PLAK...PLAK...PLAAAAAAAAAAKKKKK.....PLAAAAAAAAAAAA  AAAAKKKKKKKKKKKKKK..... 'Mas, aku horny lagi nih!? Kata Cindy sambil mencium leherku dari belakang "ya udah, ayo main bareng! Jawabku singkat Kini Cindy berdiri di depanku, menggagahi tubuh Vivi yang terlentang.  Pelan-pelan Cindy menurunkan pantatnya tepat dimulut Vivi, bergerak  maju-mundur sambil mengusap wajah Vivi dengan memek dan pantatnya  sementara bibirnya memilin dan menghisap lidahku. Aku terus menggoyang  memek Vivi sambil meladeni ciuman dan cumbuan Cindy. Tiba-tiba Cindy  memegang dan mengeluarkan kont*lku dari dalam memek dan mengarahkannya  ke lubang anus. AAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHH..............OOOOOOOUUUUUU   GGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHHHH.....BLEEEEEEEEESSSSSSSS   SSSSSSSSS....BLEEEEEEEEEEEEEEEEESSSSSSSSSSSS..... dengan dorongan yang  kuat, seluruh kont*lku masuk kedalam anusnya, terasa begitu sempit dan  menghimpit. Aku terus menggoyangnya....terus dan terus, sementara Cindy  mulai mengocok memek Vivi dengan 2 jarinya. Setelah hampir satu jam aku menggenjot, mendadak kurasakan sesuatu yang  berbeda, jepitan anus Vivi semakin berkurang, terus berkurang hingga  terasa tanpa denyutan dan semakin kesed saja. Akupun meminta Cindy untuk  berdiri dari muka Vivi, dan ternyata Vivi sudah pingsan. Karena aku  belum ejakulasi, aku meminta cindy untuk menggantikan vivi. Kini Cindy  memilih diatasku, menggoyang kont*lku dengan sangat cepat dan dalam.  Maju-mundur, memutar hingga hentakan kiri dan kanan. Aku tundukkan  wajahnya kearahku, hingga kedua toket kembarnya menggantung didepan  mataku. Aku langsung menghisap dan menggit lembut putingnya dengan  bibirku. Aaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh.......nikmaaaaaaaaaaa  aaaaaatttttttt,  buruan Mas semprotin memekku dengan pejuhmu. Bisik Cindy lirih "iya sayang, sebentar lagi ya?? Jawabku sambil mengelus halus toket kenyalnya. Sesaat sebelum ejakulasi, aku suruh Cindy mencabut kont*lku dan  memasukkannya kembali ke memek Vivi. Dengan mudah aku masukkan kont*lku  dan kembali menggenjot goyanganku. CROT......CROOOOOOTTTTTTTTT.....CROOOOOOOOOOOOOOOO   OOOOOOOOTTTTTTTTTT..... seluruh spermaku tumpahkedalam memek Vivi yang  hangat. Aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh........puaaaaaaass  sssssssssssssssssssss...... Setelah beberapa saat mengumpulkan sisa-sisa energi, aku dan cindy  memakai kembali baju yang berserakan dan penuh pejuh. Tidak lupa aku  memakaikan baju Vivi dan memapahnya keluar room. Aku cuek saja dengan  orang-orang, paling dikira lagi sakit, jawabku........ Aku bawa Vivi menuju tempat kostnya dan dengan bantuan cindy aku bisa  masuk kost dan masuk kamar Vivi yang kebetulan satu kamar dengan Cindy.  Aku baringkan Vivi ketempat tidur dan membuka kembali seluruh pakaiannya  begitu juga aku. Akupun tidur satu selimut dengan Vivi, dalam keadaan  sama-sama bugil dan saling berpelukan erat. Sementara Cindy tidur di  kasur sebelah karena walau mereka satu kamar tetapi mereka tidur di  kasur sendiri-sendiri. Keesokan harinya, sesuai rencana aku buat Vivi terbangun duluan dengan  memberi minyak kayu putih dihidungnya dan setelah itu aku dan Cindy  berpura pura tidur. "eeeeeehhhhhhhhh....Adith, kok kamu disini? Kata Vivi saat terbangun 'kamu sudah bangun sayang?!! Kataku pura-pura baru bangun "apa yang terjadi semalam? Aduuuhhhh....sakit banget memekku, kamu apain? Tanya Vivi meringis 'lho itu bego atau pura-pura bego? Jelas-jelas kalian semaleman  ngentot... tuh kont*l Adith yang segede ketimun yang bikin lho pingsan!  Sahut Cindy dengan berakting marah "iiihhhh....apaan sih?! Apa benar Dith? Tanya Vivi dengan agak bingung 'iyaaa sayaaang....kita semalem karaoke dan kita ngentot sampai subuh  karena kita taruhan siapa yang nyerah duluan harus nurut pada yang  menang! Jawabku "apa....aku kalah ngentot, apa iya???? Kata Vivi Heran 'jelas-jelas lho pingsan, masa iya pingsan menang! Kata Cindy menambahkan Sejak pagi itu Vivi menyerah tanpa syarat kepadaku, menuruti semua  kemauanku dan dua bulan ini Vivi aku suruh menjadi sekretarisku. Ternyat  otaknya encer juga Gan, aku sangat terbantu dengan kemampuannya. Yang  membuatnya sangat berguna adalah, dia sangat pintar merayu, dengan body  dan kecantikannya dia melobi serta melayani klien-klienku alhasil dari  12 lelang tender aku menang sebanyak 11 kali. Sangat fantastis!!!!               Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita sex -      Istriku dipijat plus               Apr 9th 2013, 05:41                                               
 
                                                                                    Berawal dari sahabatku Arman yang bercerita tentang seorang  tukang pijat yang hebat dan bisa dipanggil ke rumah, aku jadi tertarik.  Apalagi ketika ia berbicara tentang kemampuan tukang pijat itu  meningkatkan gairah dan kemampuan seks wanita dengan pijatan supernya.  Arman bercerita dengan cukup detail bagaimana tukang pijat itu yang  katanya bernama Pak Daru, kakek usia kepala tujuh melakukan pijatan  super pada istrinya. Hasilnya sungguh luar biasa. Aku jadi ingin  mencobanya..
  "Tapi loe harus inget, waktu dipijat sama Pak Daru istri loe harus bugil total. Mau nggak dia?" Arman bertanya padaku. "Hah? Dipijat bugil? Nanti istri gue diapa-apain ama dia? "Ya enggak laah.. Loe juga ada disitu koq. Lagian Pak Daru itu udah tua  banget. Udah gitu dia juga pemijat profesional. Gue jamin ngga masalah.  Tapi istri loe harus setuju dulu." "Nanti gue coba tanya dia deh.." "Pokoknya sip banget deh!"
  Malamnya aku bicarakan hal itu dengan Vie istriku. Aku ceritakan apa  yang kudengar dari Arman sambil memeluk tubuh mungilnya. Mulanya dia  tertarik tetapi ketika mendengar bahwa ia harus telanjang bulat mukanya  langsung merah padam.
  "Malu ah.. telanjang di depan orang lain" protesnya. "Tukang pijatnya udah tua. Lagipula menurut Arman istrinya bilang  dipijatnya enak dan tangannya sama sekali tidak menyentuh atau meraba  memek koq" "Ih.." muka Vie semakin merah. "Kenapa khusus cewek?" "Nggak tau juga. Tapi coba dulu deh. Siapa tahu nanti ketagihan."
  Vie mencubit perutku, tapi akhirnya mau juga dia mencoba. Besoknya  kuhubungi Arman untuk menanyakan cara menghubungi Pak Daru. Setelah itu  kucoba menghubungi Pak Daru dari nomor HP yang kudapat dari Arman.  Singkatnya Pak Daru akan datang ke rumahku esok malamnya dengan  perlengkapannya. Setelah itu kuberitahu Vie. Esok malamnya sesuai janji  Pak Daru tiba di rumahku. Perawakannya kurus hitam dan kelihatannya  memang sudah tua sekali. Apa bisa dia melakukan pijat? Aku  terheran-heran sendiri sementara Vie hanya melirikku dengan pandangan  ragu. Kami menuju ke ruang tamu dalam dan aku menyingkirkan meja tamu  untuk mendapatkan tempat yang luas. Aku sudah memastikan kalau pembantu  kami Darsih sudah masuk ke kamarnya. Sejenak basa-basi, Pak Daru  langsung "To the point" menghamparkan selimut tebal di lantai.
  "Silakan Ibu berbaring tengkurap di atas sini" katanya sambil menunjuk selimut sebagai alas. "Maaf, tapi saya minta Ibu melepas pakaian" sambungnya lagi.
  Wajah Vie merona merah. Dia kelihatan nervous karena itu aku membantunya  melepas dasternya sehingga hanya tinggal mengenakan bra dan celana  dalam.
  "Untuk sementara begitu saja. Silahkan, Bu" Pak Daru memotong.
  Vie berbaring tengkurap diatas selimut. Pak Daru mengeluarkan dua botol  kecil obat yang menurutnya adalah obat ramuan rahasia turun temurun.  Kemudian ia membuka yang bertutup hijau dan menggosokkan minyak tersebut  pada kedua telapak tangannya. Ia mulai memijat bagian belakang hingga  samping kepala Vie dengan perlahan. Aku duduk menyaksikan. Entah kenapa  saat itu aku mulai terangsang membayangkan nantinya tubuh istriku akan  dijamah oleh kakek tua ini. Tentu saja di bawah sana penisku menegang.
  Pijatan di kepala beralih ke tengkuk Vie yang mulus dan dipenuhi rambut  halus. Nampaknya Vie merasa enak dengan pijatan Pak Daru di kepala dan  tengkuknya. Ternyata kakek tua ini hebat pijatannya. Dari tengkuk  diteruskan ke bahu Vie yang terbuka dan dilanjutkan ke lengan sampai  telapak tangan. Setelah itu Pak Daru meminta agar istriku melepas tali  bra di punggungnya. Vie melepas kaitan branya sehingga bra tersebut  sudah tidak menutupi tubuh Vie dan hanya tergeletak diantara selimut dan  kedua susunya yang tergencet sehingga menyembul ke samping. Pak Daru  mengolesi punggung Vie dengan minyak dari botol pertama dan mulai  mengurut serta memijat punggung. Vie tampak menikmati pijatan ini.
  "Maaf Bu, tapi selanjutnya celana dalam harus dilepas. Bagaimana kalau suami Ibu yang melepasnya?" Pak Daru tiba-tiba berkata.
  Wajah Vie memerah lagi. Aku mengikuti permintaan Pak Daru melepas celana  dalam Vie tanpa mengubah posisinya yang tengkurap. Pantat Vie yang  indah dan celah vaginanya terlihat jelas membuat penisku semakin tegang.  Pak Daru melumuri dua bongkahan pantat Vie dengan minyak dan segera  memijat dengan perlahan. Kali ini Vie mengeluarkan suara tertahan. Jelas  Vie mulai terangsang birahinya dengan pijatan Pak Daru. Apalagi ketika  Pak Daru memijat pangkal paha bagian dalam, tarikan nafas Vie berubah  menjadi lebih berat dan matanya terpejam. Pak Daru tetap memijat seperti  tidak terjadi apa-apa. Kakek tua itu memijat pantat, paha dan kemudian  betis hingga akhirnya melakukan pijat di telapak kaki.
  "Ini adalah salah satu tahap penting dalam pijatan ini" Pak Daru menjelaskan. "Terdapat titik-titik penting di telapak kaki untuk meningkatkan gairah" lanjutnya.
  Kemudian ia mengambil botol minyak kedua bertutup merah yang dari tadi  belum pernah dipakainya. Digunakannya untuk memijat telapak kaki Vie.  Kali ini pijatannya sangat intensif dan memakan waktu cukup lama.  Terkadang Vie merintih, mungkin pijatan si kakek cukup kuat.
  "Maaf Bu, untuk tahap berikutnya saya akan memijat di daerah bagian  depan tubuh. Sebaiknya Ibu duduk bersila membelakangi saya dan menghadap  ke arah Pak Saldy agar saya tidak melihat tubuh bagian depan Ibu." kata  Pak Daru setelah selesai memijat kaki istriku.
  Kali ini kelihatannya Vie sudah mulai terbiasa dan kemudian ia mengambil  posisi duduk bersila membelakangi Pak Daru. Tubuh indah Vie yang  telanjang bulat berhadapan denganku. Pak Daru kembali menggosokkan  minyak kedua pada telapak tangannya. Pak Daru terlebih dahulu meminta  persetujuan aku dan Vie.
  "Saya minta izin kepada Pak Saldy dan Ibu Vie untuk melakukan pijatan di tubuh bagian depan Ibu Vie.." "Silakan, Pak Daru" jawabku "Silakan.." jawab Vie.
  Langkah pertama Pak Daru adalah melumuri bagian sekitar vagina Vie  dengan minyak dari botol bertutup merah dan mulai melakukan pijatan di  daerah itu dari belakang. Walaupun tidak menyentuh vagina, tetapi  tangannya memijat mencakup pangkal paha, pinggul depan, termasuk daerah  yang ditumbuhi bulu kemaluan. Mulut Vie sedikit terbuka. Aku tahu Vie  merasakan nikmat disamping rasa malu. Pijatan Pak Daru pasti membuat  birahinya naik ke ubun-ubun. Beberapa kali tangannya terlihat seakan  hendak menyusup ke dalam celah vagina Vie yang membuat Vie menahan nafas  tetapi kemudian beralih. Bulu kemaluan Vie dibasahi oleh minyak pijat  Pak Daru sementara Vaginanya basah oleh cairan nafsunya.
  Pak Daru melanjutkan pijatannya ke bagian perut Vie, dan memijat perut  terutama bagian pusar sehingga membuat Vie kegelian. Hanya sebentar  saja, setelah itu Pak Daru meminta Vie mengangkat tangannya.
  "Maaf Bu, tapi ini adalah tahap terakhir dan saya harus memijat di bagian ketiak dan payudara. Coba angkat kedua tangan Ibu."
  Vie mengangkat tangan dan meletakkan kedua tangannya di atas kepala. Pak Daru memulai pijatannya di daerah ketiak dari belakang.
  "Ihh.. geli pak.." Vie menggelinjang. "Ditahan Bu. "
  Pak Daru mengabaikan Vie yang sedikit menggeliat menahan geli dan  melanjutkan pijatannya di ketiak Vie. Setelah itu Pak Daru mengambil  minyaknya lagi dan dituangkan ke telapak tangannya. Selanjutnya dari  belakang tangannya meraup kedua gunung susu milik Vie yang langsung  membuat Vie mendesah. Pak Daru melakukan massage lembut pada susu Vie  yang sudah tegang. Terkadang kakek itu melakukan gerakan mengusap.  Jari-jari terampil yang memijat pada kedua susunya membuat Vie sangat  terangsang dan lupa diri, mengeluarkan suara erangan nikmat.
  Aku melotot melihat pemandangan luar biasa itu. Payudara istriku yang  berusia 27 tahun, mulus, kenyal, dan berlumur minyak sedang dicengkeram  dan diusap oleh tangan kasar hitam seorang kakek berusai 70-an,  membuatku sangat bernafsu. Berbeda dengan Pak Daru yang sama sekali  tidak bereaksi apa-apa, Vie merintih dan mendesah. Posisinya sudah  berubah tidak lagi duduk bersila, tetapi duduk mengangkang  memperlihatkan vaginanya yang sudah becek kepadaku sambil tangannya  mencengkeram rambut.
  "Ukhh.." kali ini Vie mendesah keras. Aku sangat terangsang  mendengarnya. Ingin sekali aku menggantikan Pak Daru memijat susu Vie.
  Pak Daru menarik puting susu Vie dengan telunjuk dan jempolnya dengan  perlahan sehingga membuat Vie mengeluarkan suara seperti tercekik.  Sampai akhirnya Vie merintih pelan, panjang. Vaginanya banjir. Hebat  sekali pijatan si kakek ini.
  "Saya rasa sudah cukup. Silakan Ibu mengenakan pakaian. Sementara itu  ada yang ingin saya bicarakan dengan Pak Saldy" Pak Daru menyudahi  aksinya. "Ya Pak?"
  Pak Daru menyerahkan sebuah botol kecil berisi carian kepadaku.
  "Apa ini, Pak Daru?" "Pijatan saya itu membuat gairah seorang wanita meledak-ledak tetapi  orgasmenya akan menjadi lebih cepat. Selain itu ini adalah ramuan untuk  membuat susu wanita tetap kencang dan padat. Usapkan dengan gerakan  memeras. Saya yakin Pak Saldy bisa." bisiknya sambil tersenyum.
  Setelah itu aku membayar Pak Daru dan ia pamit pulang. Vie sudah mengenakan pakaiannya lagi.
  "Eh.. buka lagi bajunya. Aku mau coba hasil pijatan Pak Daru." kataku.
  Vie tidak menjawab, tetapi dari sinar matanya aku tahu saat ini dia  sedang dalam gairah yang tinggi. Mukanya merah dan nafasnya memburu. Aku  segera meraihnya dan mencium bibirnya. Ciuman yang ganas karena aku  sendiri sejak tadi menahan nafsuku melihat tubuh Vie yang sedang  dipijat. Vie membalas tak kalah bernafsu sambil melucuti pakaiannya  sendiri dan langsung melucuti pakaianku sehingga kami berdua telanjang  bulat di ruang tamu.
  "Senggamai aku.. aku ingin segera ****** kamu masuk ke sini" Vie meracau  sambil menunjuk vaginanya yang sudah basah kuyup sejak tadi. "Beres sayang.. "
  Aku segera memutar tubuhnya menghadap dinding dan mencoba menyetubuhinya  dari belakang. Vie segera mengambil posisi tangan bertumpu pada  dinding. Dengan perlahan-lahan penisku menerobos vaginanya yang sempit  dan licin. Adalah proses yang sangat nikmat luar biasa saat penis  memasuki vagina. Aku pejamkan mataku merasakan sensasinya sementara Vie  merintih nikmat. Sampai akhirnya seluruh penisku masuk de dalam  vaginanya yang panas berlendir dan nikmat.
  "Aahh.." Vie menghela nafas, tubuhnya bergetar.
  Nikmat sekali. Vaginanya yang panas itu mencengkeram penisku dengan  kuat. Jepitannya lebih hebat dari biasanya. Sementara dengan sudut  mataku aku melihat kalau ternyata pembantu kami, Darsih, sedang  mengintip dari balik dinding ruang tamu. Aku bisikkan ke telinga Vie  tentang hal itu.
  "Masa bodoh. Biar dia nonton kamu entotin aku." Vie balas berbisik. "Okee.."
  Aku gunakan kakiku untuk mengambil bajuku dan mengeluarkan botol  pemberian Pak Daru dengan tanganku tanpa melepas penisku yang sudah  menancap. Lalu aku tuangkan pada tanganku.
  "Apa itu..?" tanya Vie heran. "Ini minyak dari Pak Daru, bagus buat payudara kamu" "Ya udah.. cepetan! Terserah kamu mau ngapain. Yang penting garap aku sampai kamu puas."
  Aku segera mengusapkan tanganku yang berlumur minyak itu pada kedua  susunya yang bergelantungan bebas. Lalu aku mulai mengocok vaginanya  dengan lembut. Vie menghelas nafas dengan keras. Akh.. nikmat sekali  rasanya sambil meremas daging kenyalnya. Tangan kanan di susu kanan,  tangan kiri di susu kiri. Seiring kupercepat sodokanku, kumainkan puting  susunya dan sesekali kuremas miliknya itu dengan lebih kuat. Rasanya  menjadi lebih dahsyat terutama karena kami mengetahui bahwa kami  bersanggama sambil ditonton Darsih secara sembunyi-sembunyi. Mungkin dia  mengintip sambil onani, aku tidak perduli.
  "Mhh.. terus.. aah.. " Vie merintih terengah-engah. Seiring gerakan  keluar masuk penisku di vaginanya semakin intens, Vie menggeliat.
  Aku lepaskan tanganku dari payudaranya, membiarkan kedua daging  menggairahkan itu bergelantung bergoyang-goyang mengikuti sodokan  penisku. Tanganku berganti menggosok-gosok vaginanya yang berlepotan  cairan nafsunya. sesekali kugesek klitorisnya sehingga Vie menjerit  keenakan. Tiba-tiba tubuh Vie menyentak dan vaginanya terasa menyempit  membuat penisku seperti diperas oleh dinding kenikmatannya. Lalu Vie  melepaskan orgasmenya disertai erangan panjang dan kemudian ia terkulai.  Benar kata Pak Daru, Vie orgasme cepat sekali. Aku terus menyodok  vaginanya mengabaikan tubuhnya yang lemas. Tak lama Vie bangkit kembali  nafsunya dan mulai merintih-rintih.
  "Saldy sayaang.. aku.. ingin kamu.. entotin aku dengan kasaar.." Vie meracau membuat aku tercengang. "Nanti kamu kesakitan.." jawabku cepat disela kenikmatan. "Biaar.. masa bodoh.. aku sukaa.. aa.. ahh" "As you wish.. Istriku yang cantiik.."
  Aku keluarkan sebagian besar penisku dari vaginanya, kemudian dengan  satu hentakan cepat dan kasar aku sodok ke dalam. Penisku terasa ngilu  dan nikmat.
  "Eaahh.." Vie menjerit keras. "Aah..iya..ah.. begiituu.."
  Aku lakukan gerakan tadi berulang diiringi jeritan-jeritan Vie. Berisik  sekali.. mungkin tetangga mengira aku sedang menyiksa Vie. Entah apa  yang ada di pikiran Darsih yang sedang mengintip.
  "Teruuss.. sayaang.. remas susuku ini.. dengan kuat.. akh! Aku.. ingin merasakan.. tenagamu.. uuhh.."
  Aku meraih susunya yang sejak tadi hanya berayun-ayun, kemudian sesuai  keinginannya aku remas dengan kuat sambil terus menyodok vaginanya  dengan kasar. Lagi-lagi Vie menjerit keras. Aku yakin ia kesakitan tapi  bercampur nikmat.
  "Lebih kuaatt.. lebih kuat dari itu.." Vie setengah berteriak. "Jangan ngaco.. sayang.." "Ngga apa ap.. aa.. aah..!"
  Vie kembali orgasme. Sudah kepalang tanggung, aku ingin mencapai puncak  secepatnya. Kukocok dengan cepat vagina Vie sampai pinggangku pegal. Vie  mendesah lemah.
  "Keluarin.. yang banyak di dalam.." katanya pelan. "Aku.. sedang subur.. biar jadi anak.."
  Tak lama aku merasakan denyutan di penisku yang menandakan aku sudah  mendekati puncak. Dan akhirnya penisku menyemprotkan sperma yang sangat  banyak dan berkali-kali ke dalam rahim Vie. Kami berdua jatuh berlutut  di lantai sementara penisku masih bersarang di vaginanya.
  "Anget.." Vie menggumam. "Apanya?" tanyaku terengah-engah. "Sperma kamu, di rahimku.." "Emang biasanya dingin ya?" "Yang sekarang lebih.."
  Aku mengusap rambutnya, dan memeluknya dengan sayang. Sementara itu  Darsih sudah menghilang. Puas sudah dia melihat "Live show" kami.  Setelah itu kami berdua membersihkan tubuh kami, terutama Vie yang  tubuhnya penuh minyak. Tetapi setelah selesai mandi Vie kembali ganas  dan "Memperkosa" aku. Gila! Aku benar-benar KO malam itu                  Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                            |             
              
Tidak ada komentar:
Posting Komentar