|                               Cerita Sex - Tante Ani Temannya ibuku               Apr 3rd 2013, 03:41                                                Sejak setelah menikah, ibu tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan  sambil menunggu bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi, rumah  baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah  tante Tina karena alasan pribadi ayah. Setelah banyak process yang  dilakukan antara ayah dan ibu, akhirnya bengkel tempat ayah bekerja,  kini menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya. Ayah pernah memohon kepada  ibu agar dia ingin tetap dapat bekerja di bengkel, dan terang saja  bengkel itu langsung ibu putuskan untuk dibeli saja. Maklum ibu adalah  'business-minded person'. Aku semakin sayang dengan ibu, karena pada  akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel sendiri terkabulkan. Kini  bengkel ayah makin besar setelah ibu ikut berperan besar di sana.  Banyak renovasi yang mereka lakukan yang membuat bengkel ayah tampak  lebih menarik. Pelanggan ayah makin bertambah, dan kali ini banyak dari  kalangan orang-orang kaya. Ayah tidak memecat pegawai-pegawai lama di  sana, malah menaikkan gaji mereka dan memperlakukan mereka seperti saat  dia diperlakukan oleh pemilik bengkel yang lama.
  Kehidupan dan gaya hidupku & ayah benar-benar berubah 180 derajat.  Kini ayah sering melancong ke luar negeri bersama ibu, dan aku sering  ditinggal di rumah sendiri dengan pembantu. Alasan aku ditinggal mereka  karena aku masih harus sekolah.
 
  Ibu sering mengundang teman-teman lamanya bermain di rumah. Salah satu  temannya bernama tante Ani. Tante Ani saat itu hanya 15 tahun lebih tua  dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak daripada tante, karena  wajahnya yang masih terlihat seperti orang berumur 20 tahunan. Tanti Ani  adalah pelanggan tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian menjadi teman  baik ibu. Wajah tante Ani tergolong cantik dengan kulitnya yang putih  bersih. Dadanya tidak begitu besar, tapi pinggulnya indah bukan main.  Maklum anak orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan. Tante Ani  sering main ke rumah dan kadang kala ngobrol atau gossip dengan ibu  berjam-jam. Tidak jarang tante Ani keluar bersama kami sekeluarga untuk  nonton bioskop, window shopping atau ngafe di mall.
  Aku pernah sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Ani. Ibu  bercerita bahwa tante Ani itu bukanlah janda cerai atau janda apalah.  Tapi tante Ani sempat ingin menikah, tapi ternyata pihak dari laki-laki  memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak dijelaskan  oleh ibu, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal  seperti ini.
  Pada suatu hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari rumah. Tapi kali ini  mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya melancong ke kota Bandung saja  selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan pembantu saja yang tinggal  di rumah. Saat itu aku ingin sekali kabur dari rumah, dan menginap di  rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi dan waktu itu masih jam 5:30  sore di hari Sabtu. Ayah dan ibu baru 1/2 jam yang lalu berangkat ke  Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah mengambil barang yang  ketinggalan.
  Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Ani menyapanya.  Aku hanya duduk bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil nonton acara  TV. Tiba-tiba aku disapanya.
  "Bernas kok ngga ikut papa mama ke Bandung?" tanya tante Ani. "Kalo ke Bandung sih Bernas malas, tante. Kalo ke Singapore Bernas mau ikut." jawabku santai. "Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapore. Tante ada apartment di sana" tungkas tante Ani. Aku pun hanya menjawab apa adanya "Ok deh. Ntar kita pigi rame-rame aja.  Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalo penting.". "Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang  tante bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ngga temenin tante?". "Emang tante mau makan di mana?" "Tante sih mikir Pizza Hut." "Males ah ogut kalo Pizza Hut." "Trus Bernas maunya pengen makan apa?" "Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau." "Oke deh. Mau cabut jam berapa?" "Entaran aja tante. Bernas masih belon laper. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu."
  Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Ani  mengenakan baju yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di  atas lutut, dan atasannya memakai baju berwarna orange muda tanpa  lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15cm  kebawah dari pangkal lehernya). Kaki tante Ani putih mulus, tanpa ada  bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon  ibu, paling tidak seminggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus.  Kami nonton TV dengan acara/channel seadanya saja sambil menunggu  sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol santai, kebanyakan  tante Ani suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan  tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Ani  bahwa aku saat itu masih belum mau terikat dengan masalah percintaan  jaman SMA. Kalo naksir sih ada, cuma aku tidak sampai mengganggap  terlalu serius.
  Semakin lama kami berbincang-bincang, tubuh tante Ani semakin mendekat  ke arahku. Bau parfum Chanel yg dia pakai mulai tercium jelas di  hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran apa-apa saat itu.
  Tiba-tiba tante Ani berkata, "Bernas, kamu suka dikitik-kitik ngga kupingnya?". "Huh? Mana enak?" tanyaku. "Mau tante kitik kuping Bernas?" tante Ani menawarkan/ "Hmmm…boleh aja. Mau pake cuttonbud?" tanyaku sekali lagi. "Ga usah, pake bulu kemucing itu aja" tundas tante Ani. "Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih ama mbak." jawabku spontan. "Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuman ambil 1 helai bulunya aja.  Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayo!" tangkas tante Ani. "Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante." lanjutnya.
  Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tingkah polah  tante Ani. Ternyata memang benar adanya, telinga 'dikitik-kitik' dengan  bulu kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan  enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar,  aku jadi tertidur sampe sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat.  Suara lembut membisikkan telingaku.
  "Bernas, bangun yuk. Tante dah laper nih." kata tante. "Erghhhmmm … jam berapa sekarang tante." tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka. "Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah laper. Kamu dari tadi  asyik tidur tinggalin tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah."  kata tante sambil mengelus lembut rambutku. "Masih ngantuk nih tante … makan di rumah aja yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini." "Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong di sini." "Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante." mintaku. "Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau pingsan dah."
  Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Ani sedang  membenarkan posisi roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali  sih sampe-sampe rok tante Ani tersingkap tinggi banget. Berarti dari  tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Ani, begitulah aku berpikir.  Ada rasa senang juga di dalam hati.
  Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua berpamitan kepada  pembantu rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada  pembantu agar jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti  bakal lama. Jadi aku membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga apabila  pembantu rumah sudah tertidur.
  "Nih kamu yang setir mobil tante dong." "Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalo yang ini males  ah." candaku. Waktu itu tante Ani membawa sedan Honda, bukan  Mercedes-nya. "Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini, bawa itu Benz-nya mama." balas tante Ani. "No way … bisa digantung ogut ama papa mama." jawabku. "Iya udah kalo gitu setir ini dong." jawab tante Ani sambil tertawa kemenangan.
  Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta. Tante Ani seperti bebek  saja, ngga pernah stop ngomong and gossipin teman-temannya. Aku jenuh  banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampe  ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang, aku memutuskan  untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor di sana. Untung tante Ani tidak  protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.
  Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling  tante Ani mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Ani tinggal sendiri di  apartemen di kawasan Taman Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri  karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Ani sendiri tinggal di  Bogor. Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Ani, yang  tante Ani tidak pernah merasa kekurangan materi.
  Apartemen tante Ani lumayan bagus dengan tata interior yang classic. Di  sana tidak ada siapa-siapa yang tinggal di sana selain tante Ani. Jadi  aku bisa maklum apabila tante Ani sering keluar rumah. Pasti jenuh  apabila tinggal sendiri di apartemen.
  "Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah." "Kalo begitu, Bernas mau yang ini." sambil menunjuk botol Hennessy V.S.O.P yang masih disegel. "Kagak boleh, masih dibawah umur kamu." cegah tante Ani. "Tapi Bernas dah umur 17 tahun. Mestinya ngga masalah" jawabku dengan bermaksud membela diri. "Kalo kamu memaksa yah udah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka botolnya.".
  Tiba-tiba suara tante Ani menghilang dibalik master bedroomnya. Aku  menganalisa ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan  luar negeri terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang  bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot  tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.
  "Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu" kata tante Ani memecahkan suasana hening sebelumnya. "Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!" jawabku kagum. "Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman  itu, karena seni itu mahal. Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia  tawarkan, tante pergi saja."
  Aku masih menyibukkan diri mengamati lukisan-lukisan yang ada, dan tante  Ani tidak bosan menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut. Tante  Ani ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.
  "Ok deh. Kalo begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah." kataku. "Ehmmm … tinggal dulu aja di sini. Tante juga masih belum ngantuk. Temenin tante bentar yah." mintanya sedikit memohon.
  Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Ani yang tinggal sendiri di  apartemen itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi,  sampai nanti tante Ani sudah ingin tidur.
  "Kita main UNO yuk?!" ajak tante Ani. "Apa itu UNO?!" tanyaku penasaran. "Walah kamu ngga pernah main UNO yah?" tanya tante Ani. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Wah kamu kampung boy banget sih." canda tante Ani. Aku hanya memasang tampak cemburut canda.
  Tante Ani masuk ke kamarnya lagi untuk membawa kartu UNO, dan kemudian  masuk ke dapur untuk mempersiapkan hidangan bersama minuman. Tante Ani  membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy  V.S.O.P on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO,  kamipun mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy  yang aku teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa  panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip saja oleh ayah, tapi  ini skrg aku minum sendirian.
  Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, tante Ani  menjadi tertawa, dan mengatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang  aja, ini baru pertama kalinya aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.
  "Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala ogut rada berat." "Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah pusing." jawab tante Ani.
  Aku merasa tante Ani berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi  lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante Ani  minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut,  tante Ani mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu  biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling  tepat untuk bermain UNO itu berempat.
  Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajak bermain  blackjack, siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi  kemudian tante Ani ralat menjadi 'Truth & Dare' game. Permainan kami  menjadi seru dan terus terang aja tante Ani sangat menikmati permainan  'Truth & Dare', dan dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila  aku menang dia selalu meminta hukuman dengan 'Truth' punishment,  lama-lama aku menjadi semakin berani menanyakan yang bukan-bukan.  Sebaliknya dengan tante Ani, dia lebih suka memaksa aku untuk memilih  'Dare' agar dia bisa lebih leluasa mengerjaiku. Dari yang disuruh pushup  1 tangan, menari balerina, menelan es batu seukuran bakso, dan  lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Ani menanyakan the  'Truth' tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja  menurutnya.
  Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the 'Truth' tentang kehidupan  pribadinya. Aku pun juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari  tahu kehidupannya yang sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang  mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan  yang menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia  kehilangan keperawanan. Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ani jawab semua  pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku lontarkan.
  Kini permainan kami semakin wild dan berani. Tante Ani mengusulkan untuk  mengkombinasikan 'Truth & Dare' dengan 'Strip Poker'. Aku pun  semakin bergairah dan menyetujui saja usul tante Ani.
  "Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu." kata tante Ani dengan senyum kemenangan. "Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan  nangis loh yah kalo kalah." jawabku sambil melepas kaus kakiku.
  Selang beberapa lama … "Nahhh, kalah lagi … kalah lagi … lepas lagi …  lepas lagi.". Tante Ani kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas  kalung emas pemberian ibu yang aku kenakan.
  "Ha ha ha … two pairs, punya tante one pair. Yes yes … tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas …" candaku sambil tertawa gembira. "Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante." jawab tante sambil melepas anting-anting yang dikenakannya.
  Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin bernapsu untuk melihat tante Ani bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.
  "Full house … yeahhh … kalah lagi tante. Ayo lepas … ayo lepas …". Aku kini menari-nari gembira. Terlihat tante Ani melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes "Loh, curang kok lepas yang itu?". "Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit  tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi  masih dianggap menempel dong." jawabnya membela.
  Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Ani. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.
  "Straight … Bernas … One Pair … Yes tante menang. Ayo lepas! Jangan  malu-malu!" seru tante Ani girang. Aku pun segera melepas jaket aku yang  kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam.  Lihatlah pembalasanku, kataku dalam hati.
  "Bernas Three kind … tante … one pair … ahhh … lagi-lagi tante kalah"  sindirku sambil tersenyum. Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu,  tante melepas baju atasannya. Aku serentak menelan ludah, karena baju  atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih tante.  Belahan payudara-nya terlihat jelas, putih bersih. Bernas junior dengan  serentak langsung menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah belahan  dadanya.
  "Hey, lihat kartu dong. Jangan liat di sini." canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.
  "Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka … buka". Tampak tante  Ani girang banget bisa dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini  aku terlanjang dada. "Ck ck ck … pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga hebat." sindir tante Ani sambil tersenyum. Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Ani kemudian  beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada  setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Ani membawa sebotol wine  merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol V.S.O.P yang masih 1/2 penuh. "Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya." ucap tante Ani. Kami saling ber-tos ria dan kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.
  "Yesss … " seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi. Tanpa disuruh, tante Ani melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini  tante Ani hanya terliat mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu  dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak  tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku sempat  berpikir apakah tante Ani mencukur semua bulu-bulu pubisnya.
  Muka tante Ani sedikit memerah. Kulihat tante Ani sudah menegak abis  gelas winenya yang kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku  kurang sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk  memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh  terlanjang tante Ani.
  "Yes, yes, yes …" senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.
  Tante Ani kemudian memandangkan wajahku selang beberapa saat, dan  berkata dengan nada genitnya "Sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan  sampai seperti kesetrum listrik loh". Kali ini tante Ani melepaskan  BH-nya dan serentak jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ani, aku  seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit  bernapas, dan jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali aku  melihat payudara wanita dewasa secara jelas di depan mata. Payudara  tante Ani sungguh indah dengan putingnya yang berwarna coklat muda  menantang.
  "Aih Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah  total. Mau lanjut ngga?" tanya tante Ani. Aku hanya bisa menganggukkan  kepala pertanda 'iya'. "Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih. Dasar genit kamu."  tambah tante Ani lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
  Aku menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik  kedua payudaranya dan selangkangannya. Aku penasaran sekali ada apa  dibalik celana dalam pinknya itu. Tempat di mana menurut teman-teman  sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihat  bentuknya dan kalo bisa memegang atau meraba-raba.
  Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Ani  meminta aku melepas celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada  dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Tante Ani hanya  tersenyum-senyum saja sambil menegak wine-nya lagi. Aku sengaja menolak  tawaran tante Ani untuk menegak V.S.O.P-nya, dengan alasan takut pusing  lagi.
  Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan  kali ini ada finalnya. Babak penentuan apakah tante Ani akan melihat aku  terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku berharap malam itu malaikat  keberuntungan berpihak kepadaku.
  Ternyata harapanku sirna, karena ternyata malaikat keberuntungan  berpihak kepada tante Ani. Aku kecewa sekali, dan wajah kekecewaanku  terbaca jelas oleh tante Ani. Sewaktu aku akan melepas celana dalamku  dengan malu-malu, tiba-tiba tante Ani mencegahnya. "Tunggu Bernas. Tante ngga mau celana dalam mu dulu. Tante mau Dare  Bernas dulu. Ngga seru kalo game-nya cepat habis kayak begini" kata  tante Ani. Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ani terdiam sejenak kemudian  tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang daripada yang  sebelum-sebelumnya. "Tante dare Bernas untuk … hmmm … cium bibir tante sekarang." tantang tante Ani. "Ahh, yang bener tante?" tanyaku. "Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante?" tanya tante Ani. "Bukan karena itu. Tapi … Bernas belum pernah soalnya." jawabku malu-malu. "Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian pelajaran pertama buat Bernas." kata tante Ani.
  Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani.  Tante Ani kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan  bibirku ke bibir tante Ani. Tante Ani diam sebentar, tak lama kemudian  bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan  bibirku mulai basah oleh air liur tante Ani. Bau wine merah sempat  tercium di hidungku.
  Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas  lumatan bibir tante Ani. Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan  seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa  saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Ani. Tante Ani dengan serentak  menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa  jijik sama sekali, malah senang dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan  lidah tante Ani, dan kini lidah kami kemudian saling berperang di dalam  mulutku dan terkadang pula di dalam mulut tante Ani.
  Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya.  Nafasku sudah tak karuan, dah kupingku panas dibuatnya. Tante Ani  seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante Ani pun masih  teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia tersangsang.
  "Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya" ajak tante Ani.
  Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita  berciuman. Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya. Kali ini aku  menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman  dengannya. Tante Ani menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun  saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
  "Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Bernas bosan ama tante." candanya. "Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman." jawabku. "Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih …" seru tante Ani kemudian  terputus. Kalimat tante Ani ini masih menggantung bagiku, seakan-akan  dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku  terbayang-bayang untuk bermain 'gila' dengan tante Ani malam itu.
  Aku semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau diri. Aku punya  perasaan kalo tante Ani sengaja untuk mengalah dalam bermain poker malam  itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu oleh  napsuku sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang  berlangsung.
  "Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong …" sambut tante Ani sambil menggoda. "Hmm … apa yah." pikirku sejenak. "Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Ani." jawabku tidak tau malu.
  Ternyata wajah tante Ani tidak tampak kaget atau marah, malah balik  tersenyum kepadaku sambil berkata "Sudah tante tebak apa yang ada di  dalam pikiran kamu, Bernas.". "Boleh kan tante?!" tanyaku penasaran. Tante Ani hanya mengangguk pertanda setuju.
  Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Ani. Bau  parfum harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa  ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Ani dengan lembut. Kedua  telapak tanganku berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ani,  memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara  tante Ani. AKu kulum bergantian puting kanan dan puting kiri-nya.  Kuluman yang tante Ani dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh  tante Ani. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan  jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante Ani perlahan-lahan  semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa  memastikan bahwa tante Ani saat ini sedang terangsang atau istilah  modern-nya 'horny'.
  "Bernasss … kamu nakal banget sih! … haahhh … Tante kamu apain?" bisik  tante Ani dengan nada terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata  tante Ani, tapi malah semakin bersemangat memainkan kedua puting  susunya. Tante Ani tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah  seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan  hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
  Aku mencoba mendorong tubuh tante Ani perlahan-lahan agar dia terbaring  di atas karpet. Ternyata tante Ani tidak menahan/menolak, bahkan tante  Ani hanya pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring di atas karpet, aku  menghentikan serangan gerilyaku terhadap payudara tante Ani. Aku  perlahan-lahan menciumi leher tante Ani, dan oh my, wangi betul leher  tante Ani. Tante Ani memejamkan kedua matanya, dan tidak  berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya,  memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak  mengerti mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa yang harus aku  lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidupku menghadapi suasana  seperti ini.
  Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Ani, dan  kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku dan  terkadang di dalam mulut tante Ani. Tanganku tidak tinggal diam.  Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante Ani,  sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara kiri tante Ani.
  Tubuh tante Ani seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan  dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando,  tante Ani tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking  'horny'-nya, otak tante Ani memberikan instinct bawah sadar kepadanya  untuk segera melepas celana dalamnya.
  Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Ani saat itu, namun tante Ani  tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya. "Alamak …", pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Ani mulus  sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Ani dicukur abis olehnya. Dia  menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di  memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku  maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau  biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Ani berotasi searah  jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Ani mulai  basah dan licin.
  "Bernasss … kamu yah … aaahhhh … kok berani ama tante?" tanya tante Ani terengah-engah. "Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?" jawabku. "Masa sihhh … tante lupa … aahhh Bernasss … Bernasss … kamu kok nakal?" tanya tante Ani lagi. "Nakal tapi tante bakal suka kan?" candaku gemas dengan tingkah tante Ani. "Iyaaa … nakalin tante pleasee …" suara tante Ani mulai serak-serak basah.
  Aku tetap memainkan itil tante Ani, dan ini membuatnya semakin  menggeliat hebat. Tak lama kemudian tante Ani menjerit kencang  seakaan-akan terjadi gempa bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku  jarinya sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Ani bukan tipe wanita  yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Ani tidak sakit  buatku.
  "Bernasss … tante datangggg uhhh oohhh …" erang tante Ani. Aku yang  masih hijau waktu itu kurang mengerti apa arti kata 'datang' waktu itu.  Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Ani lemas dan  nafasnya terengah-engah.
  Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja  menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap  menikmati tubuh tante Ani, tapi sedikit ragu, karena takut akan ditolak  oleh tante Ani. Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Ani. Dengan  lembutnya tante Ani berkata, "Bernas, kalo pengen tidurin tante,  mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante habis. Tuh liat ******  Bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas.".
  Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta  traditional. Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut vagina  tante Ani, dan kucoba dorong penisku perlahan-lahan. Ternyata tidak  sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Ani. Selain mungkin karena  basahnya dinding-dinding memek tante Ani yang memuluskan jalan masuk  penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah  masuk di dalam sana.
  "Uhhh … ohhh … Bernasss … ahhh …" desah tante Ani. Aku coba mengocok-kocok memek tante Ani dengan penisku dengan  memaju-mundurkan pinggulku. Tante Ani terlihat semakin 'horny', dan  mendesah tak karuan. "Bernasss … Bernasss … aduhhh Bernasss … geliiii tante … uhhh … ohhhh …" desah tante Ani. Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ani, tiba-tiba aku  disadarkan oleh permintaan tante Ani, sehingga aku berhenti sejenak. "Bernasss … kamu dah mau keluar belum … " tanya tante Ani. "Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi … " jawabku serius. "Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur  sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngga  punya stock pengaman sekarang. Jadi jangan dikeluarin di dalam yah."  pinta tante Ani. "Beres tante." jawabku. "Ok deh … sekarang jangan diam … goyangin lagi dong …" canda tante Ani genit.
  Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami.  Aku bisa merasakan memek tante Ani semakin basah saja, dan aku pun bisa  melihat bercak-bercak lendir putih di sekitar bulu jembutku.
  Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas.  Tante Ani pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar  panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu  dengan tante Ani 20 menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang  bakalan keluar dari penisku semakin mendekat saja.
  "Bernasss … ampunnn Bernasss … kontolnya kok kayak besi aja … ngga ada  lemasnya dari tadi … tante geliii banget nihhh …" kata tante Ani. "Tante … Bernasss dah sampai ujung nih …" kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.
  Puting tante Ani semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara  pun terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani, dan  bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam  mulutnya, dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami  tidak berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Ani.
  Aku percepat kocokan penisku di dalam memek tante Ani. Tante Ani sudah menjerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
  "Bernasss … tante datangggg … uhhh … ahhhhhh …" jerit tante Ani sambil  memeluk erat tubuhku. Ini pertanda tante Ani telah 'orgasme'.
  Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akan  menyembur keluar. Aku masih ingat pesan tante Ani agar spermaku dilepas  keluar dari memek tante Ani.
  "Tante … Bernassss datangggg …" jeritku panik. Kutarik penisku dari  dalam memek tante Ani, dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante  Ani. Saking kencangnya, semburan spermaku sampai di dada dan leher  tante Ani.
  "Ahhh … ahhhh … ahhhh …" suara jeritan kepuasanku. "Idihhh … kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak bangettt sih …" canda  tante Ani. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari  candaan tante Ani.
  Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di  samping tubuh tante Ani. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih  belum stabil. Mataku melihat ke langit-langit apartment tante Ani. Aku  baru saja menikmati yang namanya surga dunia.
  Tante Ani kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum rambutku tercium oleh hidungku.
  "Bernas puas ngga?" tanya tante Ani. "Bukan puas lagi tante … tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga" jawabku. "Emang memek tante surga yah?" canda tante Ani. "Boleh dikata demikian." jawabku percaya diri. "Kalo tante puas ngga?" tanyaku penasaran. "Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang pasti memek tante sekarang  ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Bernas?" tanya  tante Ani manja. "Anuu … Bernas kasih si Bernas Junior … tuh tante liat jembut Bernas  banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir  keluar tadi." kataku. "Idihhh … mana mungkin …" bela tante Ani sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.
  "Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan?" pinta tante Ani. "Sippp tante." jawabku serentak girang.
  Malam itu aku nginap di rumah tante Ani. Keesokan harinya aku langsung  pulang ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Ani,  namum ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan  teman-temannya.
  Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ani tanpa  sepengetahuan orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Ani senang  bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula selain  apartementnya sendiri. Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang  hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa kecantikan ibuku (ini aku  berusaha keras untuk menyelinap agar tidak diketahui oleh para pegawai  di sana). Tante Ani sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante  Ani seks dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum  lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah  menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood  tersohor bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja  yaitu seks dan diet yang teratur.
  Tante Ani paling suka 'bermain' tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak  ingin memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat  alergi saat pertama mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi di saat subur,  aku diharuskan memakai kondom. Di saat setelah selesai masa  menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom boleh dilupakan untuk  sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di dalam memeknya.  Apabila di saat subur dan aku/tante Ani lupa menyetok kondom, kita masih  saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi di luar (meskipun  ini rawan kehamilannya tinggi juga).
  Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat  memiliki perasaan cinta terhadap tante Ani. Maklum aku masih tergolong  remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Ani menolaknya  dengan halus karena apabila hubunganku dan tante Ani bertambah serius,  banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami. Tante Ani  sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta padanya sampai aku  benar-benar 'move on' dari-nya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir  1.5 tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan  sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti 'bermain' dengan tante Ani.
  Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante Ani. Kami kadang-kadang  menyempatkan diri untuk 'bermain' 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1  bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Ani sampai  sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku  putus dengan pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan  pacarku, tante Ani sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks.  Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante Ani, namun tante Ani  seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan  mencari seorang pelarian. Jadi tante Ani tidak pernah merasa bahwa dia  adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman yang ingin membantu  meringkankan beban perasaan temannya
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Bercinta Ala Live Show, Liar dan Binal               Apr 3rd 2013, 03:40                                                Saya adalah seorang pria berusia 30 tahun, belum menikah. Saat ini  memiliki pekerjaan yang dipandang masyarakat terhormat. Jika Anda  bertemu dengan saya, kesan pertama yang muncul adalah seorang yang alim,  baik dan tidak akan terpikir bahwa saya mempunyai pengalaman dan  kebiasaan seksual yang menyimpang. Saya dapat dikatakan seorang exhibionist sejati. Kesenangan saya adalah  memperlihatkan tubuh saya, terutama alat kelamin saya, kepada orang lain  khususnya wanita. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, saya senang  untuk mempertontonkan aktifitas seksual saya baik aktifitas swalayan  maupun hubungan seksual kepada orang lain. Sekali lagi khususnya kepada  wanita. Saya akan menceritakan semua ini kepada Anda semua. Seks pada 13 Tahun !! Saya lahir dari sebuah keluarga yang bahagia. Saya dua bersaudara, adik  saya seorang wanita. Dari kecil sebenarnya gejala ekhibionist ini sudah  terasa. Penis saya sering menegang justru kalau saya terlihat telanjang  oleh orang lain. Pengalaman seksual saya dimulai pada saat saya berusia 12 tahun. Sejak  umur 10 tahun saya telah tidur di kamar terpisah. Suatu hari di tengah  malam saya terbangun karena mendengar suara televisi di ruang keluarga.  Saya bangun dan ingin tahu. Saya mencoba untuk melihat melalui lubang  kunci. Alangkah terkejutnya saya, karena saya melihat kedua orang tua  saya sedang menonton video yang mempertontonkan adegan seks vulgar.  Belakangan saya baru tahu bahwa itulah yang disebut blue film. Masih terekam jelas pada otak saya hingga kini, adegan yang saya tonton  waktu itu. Film itu menayangkan adegan pemerkosaan seorang wanita Barat  di sebuah kapal. Saya melihat adegan ketika wanita itu dipaksa untuk  merebahkan dirinya di lantai kapal dalam keadaan telanjang sepenuhnya,  lalu dengan kekerasan si pria memasukkan penisnya yang luar biasa besar  ke dalam kemaluan wanita itu. Wanita itu menjerit-jerit namun kemudian  justru menikmatinya. Penis saya langsung menegang, bukan semata-mata  melihat adegan panas itu, namun lebih karena tubuh wanita itu. Wanita  itu memiliki payudara yang besar (ukuran 36 C kira-kira) dan yang lebih  penting memiliki rambut kemaluan yang sangat lebat. Rambut kemaluan itu  (kebetulan berwarna hitam) memenuhi bukit kemaluannya hingga ke lubang  pantat. Di bagian depan rambut itu memenuhi hampir ke daerah pusar.  Sehingga G String yang dia gunakan tidak mampu menutupi seluruh rambut  kemaluan tersebut. Hingga sekarang saya menyukai wanita dengan rambut  kemaluan yang lebat. Saya terangsang bila melihat wanita yang memiliki  rambut ketiak yang lebat karena saya langsung berpikir bahwa rambut di  bagian bawahnya pasti juga lebat. Demikian juga jika saya melihat  buku-buku halus di tangan dan kaki. (Karena itu foto yang paling saya  sukai di Indobiru ini adalah foto-foto meki lebat). Malam itu saya tidak dapat tidur. Saya segera melepas pakaian saya  hingga saya telanjang bulat. Kebiasaan tidur dengan telanjang ini  berlangsung hingga sekarang. Saya lalu mengelus-ngelus penis saya dan  setelah beberapa lama saya menegang dan mengeluarkan cairan mani. Saat  itu saya tidak tahu apa cairan itu, saya hanya berpikir bahwa itu adalah  air seni. Namun kenikmatannya tidak dapat saya lupakan. Sejak saat itu  saya sering melakukan onani seperti ini. Kebetulan keluarga kami mempekerjakan seorang pembantu wanita berusia  kira-kira 20 tahun bernama Sari. Setelah melihat film tersebut saya  selalu penasaran untuk melihat wanita telanjang dengan harapan saya bisa  melihat rambut kemaluan yang lebat. Saya lalu mencoba untuk mengintip  Sari ketika ia mandi. Luar biasa, karena Sari kebetulan memiliki rambut  kemaluan yang lebat, walaupun tidak selebat wanita yang saya lihat dalam  film itu. Sering kali saya telanjang bulat lalu mengintip dia ketika  mandi sambil beronani. Saya segera lari ke kamar jika Sari selesai mandi  dan mengenakan pakaiannya kembali. Sari tidak pernah tahu hal ini. Hal  ini saya lakukan ketika saya sendiri di rumah. Suatu malam ketika kedua orang tua saya pergi, saya tiba-tiba ingin  melakukan onani. Kali ini saya ingin melakukan variasi. Saya keluar ke  taman belakang rumah sambil telanjang bulat. Lalu saya membayangkan  bahwa saya sedang berada dalam tawanan perang yang kemudian ditelanjangi  oleh sepasukan wanita. Saya berdiri di bawah pohon dengan tangan  seolah-olah diikat ke belakang sementara saya membayangkan pasukan  wanita itu melihat dan mempermainkan penis saya. Penis saya menegang  keras, lalu saya melakukan onani. Ketika saya sedang melakukan onani,  tiba-tiba Sari keluar ke taman belakang untuk suatu keperluan. Betapa  terperanjatnya ia ketika melihat saya dalam keadaan telanjang melakukan  onani. Ia segera masuk kembali ke kamarnya. Keesokan harinya, pagi-pagi  benar saya datangi dia dan saya memintanya untuk tutup mulut. Sejak saat itu saya merasa bahwa seluruh tubuh saya telah dilihat oleh  Sari dan entah mengapa saya justru senang. Sering kali saya justru  dengan sengaja bertelanjang dan kemudian berjalan-jalan dalam rumah.  Saya sengaja mencari kesempatan agar ia dapat melihat tubuh saya. Semua  ini saya lakukan jika saya sendiri di rumah. Sari biasanya segera masuk  ke kamar jika melihat saya berjalan-jalan sambil telanjang. Saya melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya pada saat saya  berusia 13 tahun. Suatu hari ketika saya pulang sekolah, di rumah tidak  ada siapa-siapa. Saya memiliki kunci rumah sendiri sehingga saya dapat  masuk ke dalam rumah. Siang itu keinginan saya untuk beronani sangat  besar. Di sekolah saya baru saya diperlihatkan oleh seorang teman,  gambar wanita bugil yang memiliki payudara ekstra besar. Saya langsung  masuk ke dalam kamar dan mencopot seluruh pakaian saya hingga telanjang.  Ketika saya sedang merangsang diri, tiba-tiba terdengar bunyi peluit  dari teko memasak air. Rupanya Sari sedang memasak air. Bunyi tersebut  terus terdengar hingga beberapa saat. Saya heran mengapa Sari tidak  segera mematikan kompor tersebut. Saya lalu keluar masih dengan keadaan  telanjang ke dapur untuk mematikan kompor. Tak disangka saat itu Sari  juga keluar dari kamar mandi. Rupanya ia sedang mandi saat itu. Betapa  terkejut (dan senang) nya saya ketika melihat ia dalam keadaan  telanjang. Rupanya ia tidak menyadari bahwa saya telah pulang sekolah.  Ia kaget dan segera menutupi bagian kemaluan dan payudaranya dengan  tangannya. Penis saya menegang seketika. Melihat keadaan saat itu saya memperkirakan Sari akan lari ke kamarnya  seperti biasanya. Namun dugaan saya salah. Ia justru terus melihat pada  penis saya yang sedang membesar. Lalu ia melepaskan kedua tangan yang  menutupi tubunya dan berkata, " Beraninya cuma onani, berani nggak kalau  beneran ". Mendengar undangan itu saya langsung memeluk dirinya dan  mengesek-gesekan penis saya ke bukit kemaluannya. Nikmat sekali ! Kami  langsung ke kamar dan meneruskan permainan itu. Penis saya dibimbing  masuk ke dalam kemaluan Sari dan terasa hangat sekali. Saya hanya  memasukkan penis dan sama sekali tidak bergoyang. Selang beberapa saat  saya mengeluarkan penis saya dan melakukan onani di depan Sari. Itulah  pengalaman seks saya yang pertama kali. Kami tidak pernah melakukan hal  itu lagi, karena beberapa bulan kemudian Sari keluar dari rumah kami. Seiring dengan waktu, pengetahuan saya tentang seks bertambah luas.  Onani hampir tiap hari saya lakukan,bahkan kadang-kadang dapat dua kali  sehari. Ketika teman-teman mulai membicarakan seks di sekolah, saya Cuma  tersenyum-senyum saja. Mereka mengira saya risih untuk membicarakan hal  itu, namun dalam hati saya, saya mengatakan bahwa apa yang mereka  bicarakan itu sudah saya alami sendiri. Mereka baru bisa bicara namun  saya sudah melakukannya. Buku-buku porno dan video porno sudah menjadi  langganan saya. Keinginan untuk mempertontonkan tubuh dan penis saya  untuk sementara memang terhenti namun bukan berarti hilang. Keinginan  yang menggebu-gebu masih ada dalam hati saya. Ketika saya kuliah pada semester-semester pertama saya diberikan mobil  oleh kedua orangtua saya. Saya lebih bebas. Kadang-kadang untuk memenuhi  hasrat telanjang saya, saya menyetir dengan melepaskan celana saya.  Pernah malam-malam ketika saya pulang kuliah, saya berganti pakaian  dengan menggunakan t-shirt dan celana ******** Saya sudah melepaskan  celana dalam saya. Lalu saya mampir ke sebuah taman yang terkenal banyak  wanita penghiburnya. Waktu itu belum banyak dari mereka yang datang ke  taman itu. Taman itu sepi. Saya melepaskan celana dan t-shirt saya lalu  berjalan dalam taman itu, sambil deg-degan kuatir terpergok dengan  keamanan. Ketika berjalan-jalan, beberapa wanita penghibur melihat saya  dan mereka menjerit. Saya lari ke mobil dan kemudian mengenakan kembali  pakaian saya lalu pergi. Jantung berdebar keras namun puas dan senang.  Penis saya masih menegang bahkan telah mengeluarkan cairan. Hanya sekali saya melakukan itu. Saya juga sudah mengenal free seks. Saya sering mengunjungi panti pijat  untuk mendapatkan layanan ekstra baik pijat special (onani) maupun  making love. Hal ini sering saya lakukan sampai saya lulus kuliah. Menjadi "Mas ngentot di sebuah Panti Pijat Setelah saya lulus kuliah saya pindah ke Jakarta untuk bekerja. Di  Jakarta kebiasaan saya semakin menjadi. Untuk melepaskan hasrat saya,  saya menggunakan panti pijat sebagai arenanya. Ada sebuah panti pijat  "S" di kawasan Jakarta Selatan yang menjadi langganan saya. Pada saat  saya pijat, sering saya melepaskan hasrat saya untuk bertelanjang di  hadapan orang-orang. Saya sering berjalan-jalan dengan telanjang di gang  antar kamar sementara para pemijat menyaksikannya. Kalau selesai pijat,  saya menuju ke kamar mandi dengan telanjang pula. Sering kali bahkan  saya melakukan pijat special di luar kamar dengan disaksikan oleh  pemijat yang lain. Kadang-kadang saya melayani permintaan mereka untuk  menari erotis atau berakting ala aktor porno. Saya melayani permintaan  itu dengan senang hati. Hampir semua pemijat di sana mengetahui  kebiasaan saya. Mereka menjuluki saya ‘si bugil’, ada juga yang  menjuluki ‘mas ******. (Sebagai catatan, menurut orang ukuran penis  saya memang cukup besar untuk ukuran Asia. Panjang penis saya ketika  ereksi kurang lebih 18 cm dengan diameter 4-5 cm. Hal ini pernah saya  buktikan dengan memotret penis saya ketika ereksi dan mengedarkannya  kepada teman-teman wanita saya. Tentu saja mereka tidak tahu bahwa itu  milik saya) Tiga tahun terakhir ini saya bahkan lebih berani lagi. Saya sering  mengundang wanita panggilan untuk memenuhi hasrat saya di sebuah motel  juga di bilangan Jakarta Selatan. Saya selalu memilih kamar di bagian  belakang kompleks, karena tempatnya cukup sepi dan terlindung. Di sana  saya selalu melakukan hubungan seks di alam terbuka. Saya tidak  melakukan di kamar namun di taman motel tersebut. Rasa deg-degan  menambah nafsu saya bahkan saat ini hal itu yang menolong saya untuk  orgasme. Menjadi Aktor Blue Semalam dengan Adegan Penyiksaan Suatu ketika saat saya check ini di motel tersebut, resepsionis yang  kebetulan wanita menanyakan sesuatu kepada saya. " Pak, kenapa Bapak  selalu memilih bagian belakang. Sepi kan Pak, di sana ?". Entah mengapa  saya menjawab, " Mau tahu nggak, saya kalau ngentot (making love-Red)  bukan di kamar tapi di taman." Mereka jengah sesaat karena tidak menduga  jawaban itu. Namun mereka segera menimpali, " Wah. Live Show dong !  Boleh ngeliat nggak." Saya jawab ," Boleh aja kalau berani." Malam itu ketika saya melakukannya di taman saya melihat kedua  resepsionis wanita tadi memperhatikan kami dari kejauhan. Pada kunjungan  beriikutnya, ketika saya check ini, kedua resepsionis tadi langsung  tersenyum. Mereka memanggil saya "Mas KG" (maksudnya ternyata ******  Gede). Mereka berkata," Live Show lagi nih". Saya hanya tersenyum. Malam itu saya mendapatkan pasangan yang sangat berani. Kebetulan  memenuhi semua keinginan saya. Payudara besar (36 B) dan rambut  kemaluannya sangat-sangat lebat. Ketika ia melucuti pakaian, penis saya  langsung berontak. Wanita ini ternyata juga seorang exhibionist dan  lebih hebat lagi memiliki fantasi seperti sado-machocist. Kami sepakat melakukannya di taman. Kami sempat berjalan-jalan dengan  telanjang bulat di jalan belakang kompleks itu,lalu dilanjutkan dengan  oral seks. Ketika asyik-asyiknya, penis saya dikulum olehnya, tiba-tiba  datang tiga orang yang memergoki kami. Ternyata mereka adalah dua  resepsionis tadi dan satu orang room boy. " Nah, lho ketahuan sekarang.  Ini harus dilaporkan ke keamanan !", sergah mereka. Kontan kami kaget.  Namun resepsionis tadi menimpali, " … tapi bisa diatur,kalau kamu  sepakat dengan kami". Saya berpikir saat itu bahwa uang yang dikehendaki  mereka, namun ternyata dugaan saya salah. Resepsionis melanjutkan, "  Kalau kamu mau menutup mulut kami, kamu harus melakukkan live show  didepan kami dan harus menurut dengan kemauan kami. Baru boleh berhenti  kalai kami bilang berhenti.". Sejujurnya jawaban ini justru menyenangkan  saya dan wanita pasangan saya. Kami justru punya fantasi seperti ini. "  OK’" jawab wanita pasangan saya dengan cepat. Malam itu saya serasa menjadi aktor blue seperti yang saya bayangkan.  Kami melakukan hubungan seks dengan liar di hadapan mereka. Tempatnya  masih di taman. Doggi style, oral seks, posisi 69 dan yang lainnya kami  lakukan untuk memuaskan penonton. Desahan dan erangan wanita pasangan  saya menambah asyik tontonan itu. Yang lebih seru adalah ketika wanita pasangan saya meminta saya untuk  mulai menyakiti dia. Saya bingung harus melakukan apa, namun dia yang  membimbing saya. Mula-mula dia minta diikat pada pohon yang ada, lalu  minta dilecut dengan tali tambang plastik yang kebetulan ada di sekitar  itu. Lalu ia minta lilin,dan kemudian saya diminat untuk menuangkan  cairan lilin itu pada tubuhnya bahkan lubang vaginanya. Kakinya segera  direntangkan, lalu ia minta penonton untuk membuka bibir vaginanya yang  ditumbuhi rambut lebat. Lalu saya mulai meneteskan cairan lilin ke  dalamnya, Geliat antara kenikmatan dan kesakitan menambah nafsu saya dan  saya yakin juga penonton saat itu. Ia juga minta, payudaranya diikat  dengan karet, lalu putingnya di pukul-pukul. Belakangan saya baru tahu,  bahwa permintaan ini sama dengan sebuah film blue Eropa yang sudah  beredar. Ketika adegan ini berlangsung, seorang resepsionis meninggalkan  kami karena ia tidak kuat lagi melihat ini Pusing katanya. Malam itu  diakhiri dengan orgasme kami berdua dihadapan penonton dengan ejakulasi  penis saya di mulutnya. Luar biasa lelahnya saya, bahkan lebih lelah  ketika saya melakukan hubungan seks dengan dua wanita sekaligus.
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Menikmati Pembantu Bohay               Apr 3rd 2013, 03:39                                                Perkenalkan namaku Anthony, dan panggilan akrabku adalah Anton. Aku  berasal dari kota Malang (Jawa Timur), dan kedua orang tuaku masih  tinggal di sana. Umurku baru 25 tahun, dan saat ini sedang studi Master  tahun terakhir di Melbourne (Australia). Sejak lulus SMA aku langsung  kuliah S1 di Jakarta, dan sempat bekerja selama setahun di Jakarta  setelah lulus S1. Aku mendapat sponsor dari orang tua untuk melanjutkan  pendidikan S2 di Australia. Aku memilih kota Melbourne karena banyak  teman-temanku yang menetap di sana.
  Di pertengahan bulan November 2004 adalah awal dari liburan kuliah atau  di Australia sering disebut dengan Summer holiday (liburan musim panas).  Summer holiday di Australia biasanya maksimum selama 3 bulan lamanya.  Saat itu adalah pertama kali aku pulang ke tanah air dari studi luar  negeri. Rindu sekali rasanya dengan makanan tanah air, teman-teman, dan  orang tua.
  Saat itu aku pulang dengan pesawat Singapore Airlines dengan tujuan  akhir Bandara Juanda, Surabaya. Aku tiba di Surabaya sekitar pukul 11  pagi, dan terlihat supir utusan ayah sudah sejak jam 10 pagi menunggu  dengan sabar kedatanganku. Ayah dan ibu tidak menjemputku saat itu  karena hari kedatanganku tidak jatuh pada hari Sabtu atau Minggu,  ditambah lagi dengan macetnya lalu lintas akibat banjir lumpur di kota  Porong yang membuat mereka malas untuk ikut menjemputku di bandara.
  Wajah supirku sudah tidak asing lagi denganku, karena supir kami ini  sudah bekerja dengan ayah sejak aku berumur 5 tahun. Dia sudah aku  anggap seperti pamanku sendiri. Aku sangat menghormatinya meskipun  pekerjaannya hanya seorang supir.
 
  Aku sempat mencari makan di kota Surabaya. Tempat favoritku tetap di  restoran kwee tiau Apeng. Suasana restoran nampak tidak ramai, mungkin  masih pagi hari. Di malam hari terutama di malam minggu, restoran ini  akan penuh dengan antrean panjang.
  Seabis makan, aku meminta supirku untuk langsung jos pulang ke Malang.  Badanku terasa letih sekali karena perjalanan yang panjang. Sepanjang  perjalanan kami menghabiskan waktu mengobrol santai. Bahasa jawa supirku  masih terkesan medok sekali. Dahulu semasa sma, bahasa jawaku juga  lumayan medok. Tetapi sejak kuliah di Jakarta, aku jarang memakai bahasa  jawaku, sehingga terkesan sedikit luntur. Tapi setiap kata-kata jawa  yang terucap oleh supirku masih bisa aku mengerti 100%, hanya saja aku  membalasnya dengan separuh jawa separuh bahasa Indo.
  Kemacetan lalu lintas akibat banjir lumpur di kota Porong sempat menyita  perjalanan pulang kami. Aku tiba di rumahku di kota Malang sekitar jam 4  sore. Sesampai di gerbang rumah, supirku menekan klakson, memberi  peringatan orang di dalam rumah untuk membuka pintu gerbang.
  Tak kurang dari 2 menit, pintu gerbang terbuka dan aku membuka jendela  mobilku memberi sapaan hangat kepada bibiku. Bibiku yang satu ini juga  lama ikut dengan ayah dan ibu. Bibiku ini bernama Tutik, dan sudah  berumur sekitar 50 tahun lebih. Bibi Tutik jago sekali memasak masakan  Indonesia. Makanan bibi yang paling aku rindukan selama aku kuliah di  Jakarta dan Melbourne. Aku sudah membuat daftar panjang masakan Bibi  Tutik selama 3 bulan liburan musim panas ini.
  Setelah bersalaman dan bercanda ria dengan Bibi Tutik, tiba-tiba sosok  gadis muda keluar dari pintu rumah memberikan salam kepadaku. Aku sempat  tercengang oleh wajah cantik gadis yang masih terasa asing bagiku.  Ternyata gadis muda ini adalah pembantu rumah yang baru, karena pembantu  sebelumnya telah menikah dan pindah bersama suaminya. Aku menafsir  bahwa umur gadis ini sekitar 17 atau baru 18 tahun. Setelah  diperkenalkan oleh Bibi Tutik, pembantu baruku ini bernama Yanti.
  Yanti berperawakan sedang, sekitar 158 cm. Kulitnya sawo matang. Matanya  hitam dan lebar sehingga tambak bersinar-sinar. Rambutnya hitam sebahu.  Besar payudaranya bisa aku tafsirkan sekitar 32C. Pinggulnya mantap dan  kakinya mulus tanpa ada borok. Wajahnya cantik berhidung mancung, hanya  saja bibirnya sedikit tebal. Tapi mungkin itu yang membuatnya unik. Aku  sempat tidak mengerti mengapa ibu bisa menemukan pembantu secantik ini.
  Yanti membantuku membawa koper bagasiku masuk, dan menanyakan diriku  apakah ada cucian atau pakaian kotor yang akan dicuci. Sepertinya Yanti  telah diberi info oleh ibuku bahwa aku biasanya selalu membawa pakaian  kotor sewaktu pulang dari Jakarta. Jadi tidak heran ibu bisa menduga  bahwa aku pasti juga membawa baju kotor pulang.
  Aku unpack 2 koper dan memisah-misahkan pakaian kotor dengan pakaian  bersih, dan juga menata rapi oleh-oleh dari Australia. Aku sudah  menyiapkan semua sovenir-sovenir untuk ayah, ibu, bibi Tutik, supir  ayah. Dan tentu saja oleh-oleh yang pertamanya buat pembantu lama yang  kini sudah tidak bekerja lagi dengan kita, saya berikan kepada Yanti.  Ayah aku belikan topi cowboy dari kulit kangguru. Menurutku cocok untuk  ayah, terutama disaat ayah sedang berkunjung di kebun apelnya. Ibu aku  belikan kulit domba yang halus untuk hiasan lantai kamarnya. Supir ayah  aku belikan korek api berlogokan kangguru dan kaos bergambarkan benua  Australia. Sedangkan bibi Tutik dan Yanti, aku belikan 2 parfum lokal  untuk setiap orang.
  Yanti tampak hepi banget diberi oleh-oleh parfum dariku. Aku memang  sengaja memilih parfum dengan botol yang unik, sehingga terlihat sedikit  mahal.
  Ayah dan ibu pulang dari kantor sekitar jam 6 sore. Malam itu bibi Tutik  aku minta untuk memasak petai udang kecap favoritku. Aku melepas rindu  dengan ayah dan ibu. Kami berbincang-bincang sampai larut malam. Tak  terasa kami telah berbincang-bincang sampai jam 11 malam.
  Kemudian aku berpamitan dengan ayah dan ibu. Badanku sangat letih. Aku  sudah hampir 36 jam belum tidur. Aku tidak terbiasa tidur di dalam  pesawat.
  Sewaktu aku hendak menuju ke kamar tidurku, aku sempat berjalan  berpas-pasan dengan Yanti. Melihat aku hendak berpas-pasan dengannya,  Yanti langsung membungkukkan sedikit badannya sambil berjalan. Mata kami  tidak saling memandang satu sama lain. Menurut tradisi kami, tidak  sopan pembantu bertatap pandang dengan majikan saat berjalan  berpas-pasan.
  Malam itu, meskipun badan letih, aku masih belum langsung tidur. Aku  sedang melihat-lihat photo-photoku dan teman-teman di Melbourne di  handphoneku. Aku sempat kangen sedikit dengan Melbourne. Aku juga sempat  berpikir mengenai Yanti, dan penasaran sekali bagaimana ibu bisa  menemukan pembantu secantik Yanti.
  Keesokan harinya aku bangun jam 10 pagi. Aku sudah tidak ingat sudah berapa jam aku tidur.
  Suasana rumah sedikit hening. Ayah dan ibu sudah pasti balik ke kantor  lagi. Aku memanggil-manggil bibi Tutik, dan tidak ada jawaban darinya.  Tak lama kemudian Yanti muncul dari kebun belakang.
  "Nyo Anton wis mangan? (tuan muda Anton sudah makan?)" tiba-tiba Yanti  bertanya memecahkan suasana hening di rumah. Istilah 'Nyo' adalah  kependekan dari 'Sinyo' (bahasa Belanda rancu) yang sering dipake di  Jawa yang artinya tuan muda.
  Aku berusaha membalas pertanyaan Yanti dengan bahasa Jawa. Tapi aku  sudah tidak terbiasa berbincang-bincang dengan 100% bahasa Jawa.
  "Durung, aku sek tas tangi kok. Mana bibi? Aku sudah laper nih! (Belon,  aku baru aja bangun tidur. Mana bibi? Aku sudah lapar nih)" jawabku  separuh Jawa separuh Indo.
  "Bibik melok nyonya. Ora ero budal nang endi. Nyonya mau tetep pesen  nang aku lek Nyo Anton pengen tuku apo gawe mangan isuk (Bibi ikut  nyonya. Tidak tau pigi kemana. Nyonya tadi titip pesan kepada saya kalo  tuan Anton ingin beli apa untuk makan pagi)" kata Yanti.
  Pagi itu aku berharap bibi Tutik memasak untukku. Tapi apa boleh buat,  aku akhirnya meminta Yanti untuk beli nasi pecel favoritku di dekat  rumah. Hanya sekitar 100 meter dari rumahku. Setelah memberi uang  kepadanya, Yanti pun langsung segera berangkat.
  Sambil menunggu Yanti kembali, aku menyalakan TV sambil menonton  acara-acara di MetroTV, RCTI, Trans TV, dan lain-lain. Rindu sekali aku  dengan siaran-siaran televisi Indonesia. Aku sudah tidak sabar untuk  menonton acara favoritku seperti Extravaganza, Empat Mata, dan banyak  pula yang lainnya.
  Hanya sekitar 20 menit, Yanti telah kembali. Sambil makan nasi pecel aku  kembali menonton TV, sedangkan Yanti juga kembali ke kebun belakang  kira-kira mencuci atau menjemur pakaian.
  Mataku sempat mencuri-curi pandang ke kebun belakang. Terlihat wajahnya  berkeringat karena terik matahari. Seperti yang aku duga, Yanti sedang  menjemur pakaian. Aku merasa kasihan terhadapnya, karena rata-rata  pakaian yang dijemurnya adalah milikku. Kulihat Yanti sedang  berjinjit-jinjit sambil menjemur pakaian. Kaos yang dikenakan Yanti  sedikit pendek, sehingga aku bisa melihat perut dan pusarnya. Perut  Yanti ramping sekali. Payudaranya sedikit menonjol kedepan. Aku sedikit  bergairah melihat kelakuan Yanti saat itu.
  Aku menjadi tidak berkonsentrasi menonton TV, mataku tetap melirik saja ke arah Yanti.
  Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara bibi Tutik.
  "Anton sek tas tangi?! Cek siange tangine. (Anton baru bangun. Kok siang  banget bangunnya)" suara bibi Tutik membuyarkan semuanya. "Bibi teko endi? Tak carik-carik mau. (Bibi dari mana? Dari tadi aku cari-cari)" jawabku. "Bibi sek tas melok nyonya nang pasar. Mari ngono barengi nyonya nang  omahe koncone nyonya diluk. (Bibi tadi ikut nyonya ke pasar. Setelah itu  nemenin nyonya ke rumah temannya sebentar)" jawab bibi. "Anton gelem opo siang iki? Gelem sambel lalapan Tutik? (Anton pengen  apa siang ini? Pengen sambel lalapan Tutik)" tanya bibi. Maklum memang  sambel lalapan bikinan bibi Tutik tiada duanya. Makanya aku menamakannya  'Sambel Lalapan Tutik'. Aku pernah berpikir untuk membuka depot khusus  masakan bibi Tutik. Mungkin suatu hari nanti rencanaku ini bisa  terwujud. "Wuahhh … gelem bibi. Wis kangen aku mbek sambel lalapan tutik. Goreng  ikan pindang mbek goreng tempe sisan yo. (Wuahhh … mau bibi. Dah kangen  aku ama sambel lalapan tutik. Goreng ikan pindang dan goreng tempe juga  yah)" jawabku dengan girangnya.
  Hari demi hari, waktuku hanya terbuang menonton TV, makan  masakan-masakan bibi Tutik, dan jalan-jalan ama teman-teman lama.  Kadang-kadang aku berkunjung ke rumah sodara ayah, sodara ibu, dan  sepupu-sepupuku. Lama kelamaan bahasa Jawaku kembali lagi seperti yang  dulu.
  Sampai pada suatu hari, sekitar pertengahan bulan December 2006 …
  Sudah sebulan lamanya, aku hanya bisa memandang sosok Yanti dari  kejauhan. Semakin banyak memandang, semakin tumbuh rasa penasaran yang  besar pula. Yanti tampak semakin lama semakin cantik di mataku. Dan  maaf, kata-kata yang sebenarnya adalah Yanti semakin membuatku bernafsu.  Ingin sekali aku memiliki dirinya, jiwa dan raganya. Aku seperti  kerasukan saat ini, tiap kali aku melihat Yanti, otakku selalu  terbayang-bayang dirinya saat terlanjang.
  Pada suatu hari, seingatku itu hari Jumat. Aku bangun kesiangan, lewat  jam 11 pagi. Kepalaku pening karena bangun kesiangan. Kulihat  sekeliling, bibi Tutik sedang tidak ada di rumah. Aku masa bodoh dengan  keadaan sekitar yang sunyi. Aku duduk di sofa empuk di ruang keluarga,  tapi kali ini aku tidak menyalakan tv. Kudengar Yanti sedang di halaman  belakang seperti biasanya mencuci baju. Kali ini aku memberanikan niatku  untuk mendekati, mungkin awalnya harus saling kenal dulu biar akrab.  Aku tidak pernah ngobrol santai dengan Yanti selama ini, kebanyakan aku  ngobrolnya dengan bibi Tutik. Karena mungkin aku telah dibesarkan juga  oleh bibi Tutik, jadi apa saja bisa nyambung bila ngobrol dengan bibi  Tutik.
  Aku beranjak dari sofa dan menuju halaman belakang untuk mengajak Yanti  ngobrol. Namun hanya terhitung beberapa langkah dari pintu belakang, aku  terpeset dan terpelanting di belakang. Bunyi 'gubrakan' tubuhku lumayan  keras, dan pinggangku sakitnya bukan main. Yanti terkejut melihat  tubuhku yang terpelanting ke belakang. Aku meringis kesakitan, sambil  memegangi pinggangku yang sakitnya bukan main.
  "Nyo Anton … kok iso moro-moro tibo? … (tuan muda Anton … kok bisa tiba-tiba jatuh? …)" tanya Yanti panik. Aku hanya bisa meringis sambil menunjuk lantai yang masih basah. "Lahh … nyo Anton mosok ora ketok lek tehel'e sek basa ngono … endi seng  loro? … (lah … tuan muda Anton masa ngga liat kalo lantainya masih  basah … mana yang sakit? …)" tanya Yanti sekali lagi. Aku hanya bisanya meringis sambil memegang pinggulku yang masih saja sakit. "Mlebu sek nyo Anton … tak urut'e cekno mendingan … longgo'o ndek sofa  sek … Yanti golek obat urut ndek kamar nyonya? … (masuk dulu tuan muda  Anton … aku urut biar mendingan … duduk saja di sofa … Yanti cari obat  urut di kamar nyonya? …)" pinta Yanti.
  Aku menurut saja dengan permintaan Yanti. Aku baringkan tubuhku di atas  sofa empuk. Tak lama kemudian Yanti kembali sambil membawa minyak tawon.  Dia memintaku berbaring dengan posisi telungkup, dan menyuruhku membuka  setengah pakaian atasku. Saat ini aku ngga ada pikiran apa-apa, karena  aku masih berkonsentrasi membuang rasa sakit di pinggangku.
  Yanti terus mengurut-urut pinggangku yang sakit lumayan lama, dan  sekali-kali memijatnya. Aku akui pijatan dan urutan Yanti terasa nikmat,  sehingga perlahan-lahan rasa sakitnya mulai menghilang. Ternyata  pertolongan pertama yang ditawarkan Yanti sangat ampuh.
  Kini rasa sakit di pinggangku perlahan-lahan membaik, meskipun masih ada  sedikit rasa sakit. Namun rasa nikmat pijatan dan urutan Yanti membuat  akal sehatku mati. Aku kemudian timbul rencana lain di dalam otakku.
  "Yanti … ora enak iki ndek sofa … nang jero kamarku wae … ndek sofa iki  kudu arep melorot wae badanku … (Yanti … kagak enak nih di atas sofa …  di dalam kamarku aja … di atas sofa seperti yang mau melorot saja  badanku …)" pintaku.
  Yanti hanya mengangguk pertanda setuju. Kemudian aku menuju ke kamarku.  Yanti memintaku untuk menunggu di kamar dulu, dia mau menyelesaikan  jemuran baju dulu, karena tanggung.
  Di dalam kamar, otak kotorku sedang merencanakan taktik bagaimana  mendapatkan tubuh Yanti. Segala cara dan taktik telat aku pikirkan, dan  banyak sekali yang ada di otak ini.
  Selang beberapa saat Yanti mengetok pintu kamarku, dan aku menyambutnya dengan gembira. "Yanti, bibik Tutik nyang endi? Teko omah jam piro jerene? (Yanti, bibi  Tutik pergi mana? Jam berapa nanti pulang katanya?)" tanyaku. "Bibik ono urusan'e, ketokan'e sesok jange teko omah maneh. Koyok'e  urusan penting. (Bibi ada urusan, keliatannya besok baru pulang rumah  lagi. Kayaknya urusan penting)" jawab Yanti.
  Mendengar jawaban Yanti tersebut, aku girangnya bukan main. Berarti  hanya aku dan Yanti saja yang ada di rumah saat ini. Papa/Mama pasti  sedang di kantor, dan biasanya mereka baru pulang sekitar jam 6 sore,  dan ini masih baru jam 12 siang lewat. Aku mencium bau kemenangan.
  "Yanti, pinggangku sek rodo loro … tolong uruten maneh yo … urutan-mu  uenak tenan … ora kalah mbek pijetan'e sing wis mahir (Yanti, pinggangku  masih rada sakit nih … tolong diurut lagi yah … urutan-mu enak banget …  kagak kalah ama pijetan professional)" kataku sambil memujinya. "Nyo Anton iki ono-ono wae … iki sing pertama Yanti mijetin wong liyo …  ora ono pengalaman'e (tuan muda Anton ini ada-ada aja … ini baru pertama  kali Yanti pijitin orang lain … masih belon ada pengalaman)" tundas  Yanti. "Walah walah … sing pertama wae wes hebat … pasti Yanti pisan hebat ndek  bidang liyo (walah walah … yang pertama kali aja sudah hebat … pasti  Yanti ada kehebatan di bidang lain) pujiku sekali lagi. "Nyo Anton iso wae seh … (tuan muda Anton bisa aja sih)" jawab Yanti singkat.
  "Yanti ojok jeluk aku nganggo jeneng 'nyo' … koyok cah cilik wae … jeluk  nganggo jeneng mas Anton wae … (Yanti jangan panggil aku dengan nama  'nyo' … kayak anak kecil aja … panggil mas Anton aja)" pintaku. Yanti  hanya menganggu tanda setuju.
  Suasana kamar sempat hening, hanya terdengar bunyi napas Yanti yang  sedang asyik mengurut pinggangku. Tiba-tiba Yanti bertanya "Wes  mendingan saiki mas Anton? (Dah mendingan sekarang mas Anton)". Otakku langsung merespon pertanyaan Yanti dengan cepatnya. "Pinggangku  wes mendingan, tapi roso-roso'ne pokangku rodo linu. Coba'en diurut  pisan pokangku. (Pinggangku sudah mendingan, tapi rasanya pahaku rada  linu. Coba diurut juga pahaku)" jawabku ngawur tapi mengena.
  Tanpa protes atau bertanya Yanti langsung mengurut pahaku. Pertama-tama  paha kananku kemudian paha kiriku, saling bergantian. Posisi tubuhku  kini terlentang, sehingga setiap urutan-urutan yang diberikan Yanti  sangat terasa nikmat. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam celana  dalamku, ingin berdiri saja maunya. Yah singkat kata, batang kontolku  dah dari tadi ingin sekali berdiri, tapi masih tertahan oleh celana  dalamku.
  Setelah selang beberapa saat, dengan tanpa malu-malu, tanpa basa-basi,  dan dengan pasang muka beton, aku mulai memberanikan diri. "Yanti, saiki pokangku wis ora linu maneh, tapi saiki endokku dadi rodo  linu. Koyok'e nyambung teko pokang. Tolong sisan, tapi dielus-elus  endokku lek ora keberatan. (Yanti, sekarang pahaku dah ngga linu lagi,  tapi sekarang buah zakarku jadi rada linu. Kayaknya nyambung dari paha  deh. Tolong juga, tapi dielus-elus saja buah zakarku kalo ngga  keberatan.)", pintaku tidak tau diri.
  Yanti sempat terhenti, dan bengong aja melihat tingkah polahku yang  tidak tau diri itu. Di raut wajahnya tidak tampak seperti protes atau  marah, melainkan seperti kaget dan bengong seakan-akan bertanya-tanya.
  "Kok iso linu endok'e mas Anton … emange endok'e mas Anton melok  kepleset? (Kok bisa linu buah zakar mas Anton … emangnya buah zakar mas  Anton ikut terpeleset?)" tanya Yanti lugu. "Yah, koyok'e ngono. (Yah, kayaknya begitu)" jawabku singkat.
  Tanpa banyak tanya lagi, Yanti perlahan-lahan mulai mengelus-elus buah  zakarku dari luar celanaku. Rasanya tidak begitu nikmat, tapi ada  getaran napsu yang muncul dari otakku.
  "Uenak mas Anton? (Enak mas Anton?)" tanya Yanti. Aku menjawab dengan mengeleng-gelengkan kepalaku pertanda tidak enak. "Yo opo sek uenak? (Trus gimana yang enak?)" tanya Yanti lagi.
  Aku berpikir sejenak, kemudian aku perolotin celanaku berserta celana  dalamku. Serentak melihat gelagatku, Yanti kaget bukan main dan secara  reflek memejamkan matanya. "Mas Antonnn … lopo kok mlorotin katok … ora ono acara'ne ngomong dhisik  … (Mas Antonnn … kenapa kok melorotin celana … tanpa ada acara ngomong  lagi)" protes Yanti dengan matanya yang masih terpejam. "Loh, Yanti sek tas mau takok yok opo cekno uenak … lah ya aku plorotin  wae katok'e … cekno uenak elus-elusan'e (Lho, Yanti tadi tanya gimana  caranya biar enak … yah aku lepas saja celananya … biar enak  elus-elusannya)" jawabku menyakinkan Yanti.
  Yanti masih tetap memejamkan matanya, tapi tangannya mencoba meraba-raba  pahaku mencari buah zakarku lagi. Setelah mendapatkan buah zakarku,  Yanti kembali mengelus-elusnya lagi. Kali ini … alamak … enak banget.  Terasa lembut sekali tangan Yanti. Serentak saja, batang penisku  langsung tegak dan mengeras.
  "Lah … opo iki mas Anton … kok atos soro? (Lho … apa ini mas Anton … kok  keras banget?)" tanya Yanti heran dengan mata sambil terpejam. "Yo delok'en wae Yanti … buka'en moto-mu cekno weruh … ora bahaya kok  (Yah liat aja Yanti … buka dulu matanya biar tau … ngga bahaya kok)"  jawabku dengan jantungku berdegup-degup kencang.
  Perlahan-lahan Yanti membuka matanya, dan langsung terbelak kedua matanya sambil terheran-heran. "Lah … manuk'e mas Anton kok iso ngaceng koyok ngono … linu sisan tah?  (Lho … burung mas Anton kok bisa tegang kayak gitu … linu juga tah?)"  tanya Yanti lugu.
  "Iki jeneng'e manukku 'happy' alias seneng … soale endok'e dielus-elus  wong wedok sing ayu kayak Yanti (Ini namanya burungku 'happy' alias  senang … soalnya buah zakarnya dielus-elus wanita cantik kayak Yanti)"  kataku mulai merayu. "Mas Anton iki … (Mas Anton ini …)" kata-katanya terputus dan terlihat  wajah Yanti yang malu-malu atas pujianku itu. Yanti ternyata masih lugu  dalam hal beginian, membuatku semakin yakin kalo Yanti ini masih  ting-ting alias perawan.
  Tanpa disuruh olehku, Yanti mulai mengelus-elus batang penisku dengan  lembut, kadang-kadang mengurut-urutnya. Tak karuan rasa, semakin dielus,  semakin tegang dan tegak berdiri. Yanti dari tadi senyum-senyum saja,  dan tampak wajahnya yang masih malu-malu.
  Setelah lama dielus-elus oleh Yanti batang penisku berserta buah  zakarnya, aku ingin melaju di langkah berikutnya. Aku semakin berani dan  tidak sungkan-sungkan lagi. Sambil berbaring kutatap wajah cantik dan  manis Yanti.
  "Yanti …" kataku. "Emmm …" jawab Yanti singkat. "Saiki gantian yo … (Sekarang gantian yah)" kataku. "Gantian yo opo? (Gantian gimana?)" tanya Yanti. "Hmmm … ngene … saiki gantian aku … teko mau Yanti wis delok manukku  mbek endokku … sek dielus-elus maneh … saiki gantian aku seng delok  tempik'e Yanti (Hmmm … gini … sekarang gantian aku … dari tadi Yanti dah  liat burungku ama buah zakarku … dan dielus-elus lagi … sekarang  gantian aku yang liat memek Yanti" kataku tanpa basa-basi.
  "Emoh mas Anton … isin aku … ojok mas Anton … (Ngga mau mas Anton … malu aku … jangan mas Anton)" tolak Yanti.
  Penolakan Yanti yang setengah hati itu membuatku makin penasaran dan  makin bernapsu. Aku beranjak dari ranjang, dan memaksa lembut Yanti  untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjangku. Setelah berhasil merebahkan  tubuhnya Yanti langsung bertanya.
  "Mas Antonnn … kate diapakno aku? (Mas Antonnn … mau diapain aku?)" tanya Yanti pasrah. "Menengo wae Yanti … ora aku apak-apak'no kok … mek arep delok tempik'e  Yanti … ora adil lek teko mau manukku tok seng didelok (Diam aja Yanti …  ngga bakalan aku apa-apain kok .. cuman pengen liat memek Yanti aja  …ngga adil kalo dari tadi burungku saja yang diliat)" kataku bohong.  Padahal dibalik benakku banyak hal yang aku ingin lakukan terhadap  Yanti, terutama terhadap tubuhnya.
  Aku sekap roknya, dan aku tarik celana dalam dibalik roknya. Yanti  berusaha menahannya, tapi usahanya sia-sia, karena dia menahannya dengan  setengah hati alias tidak dengan sekuat tenaga. Kelakuan Yanti ini  seperti lampu hijau untukku. Seakan-akan pasrah saja mau diapain olehku.
  Setelah berhasil melepas celana dalamnya, aku tarik roknya ke atas  perutnya, agar supaya aku bisa melihat jelas memeknya. Secara reflek  Yanti menutup memeknya dengan tangannya.
  "Wes mas Antonnn … isin tenan aku … (Udahan mas Antonnn … malu banget aku …)" kata Yanti. "Durung Yanti … ojok mbok ditutupi tok tempik'e … ora ketokan … (Belon  Yanti … jangan ditutup terus dong memeknya … ngga keliatan)" kataku  protes.
  Aku kemudian tarik tangannya yang sedang menutupi memeknya. Yanti  langsung menutup mukanya dengan kedua tangannya, dan kedua pahanya  menyilang. Yanti masih terus berusaha menyembunyikan memeknya dariku.  Bisa aku maklumi perasaan malu yang sedang Yanti alami. Aku mencoba  merayu dan menyakinkan Yanti apa adanya.
  "Ojok isin-isin Yanti … ora ono sing ndelok kok … men aku tok wae …  (Jangan malu-malu Yanti … ngga ada siapa-siapa yang bisa liat kok …  cuman ada aku saja …)" rayuku lagi.
  Kini Yanti mulai pasrah, dan kedua pahanya yang tadinya menyilang,  sekarang sudah mulai kendor. Segera saja aku ambil kesempatan ini untuk  mengendorkan pertahanan Yanti. Setelah aku berhasil membuka selangkangan  Yanti … alamak … aku langsung menelan ludah. Memek Yanti begitu indah  dan subur ditumbuhi oleh jembut-jembut yang masih lembut. Aku yakin  jembut-jembut ini tidak pernah sekalipun Yanti cukur sejak pertama kali  tumbuh, sehingga masih tampak halus lembut.
  Kucoba lagi membuka selangkangan Yanti lebih lebar lagi, aku ingin  sekali menemukan biji etil Yanti. Aku merasa kesulitan menemukan biji  etil Yanti dengan mata terlanjang. Ketika aku mencoba membuka bibir  memek Yanti untuk menemukan biji etilnya, Yanti langsung protes.
  "Mas Anton … ojok mas … (Mas … jangan mas …)" pinta Yanti. Aku semakin gemas dengan nada penolakan pasrah Yanti.
  Aku tidak mengubris permintaan Yanti, dan semakin gencar bergerilya  mencari biji etilnya. Ternyata tidak susah menemukan biji etilnya dengan  mencari pakai tangan. Aku mainin biji etilnya dengan gemas.
  "Mas Anton … wes mas … uisin tenan aku … (Mas Anton … udahan mas … malu banget aku)" mohon Yanti.
  Otakku sudah gelap, dan tetap memainkan biji etilnya. Ternyata tidak  perlu memakan waktu lama untuk membuat memek Yanti basah. Mungkin ini  pertama kalinya Yanti merasakan nafsu birahi alias horny. Dia seperti  tidak tau harus bagaimana menghadapi situasi saat itu. Kedua tangan  tidak lagi menutup wajahnya. Tangan kanannya bersembunyi di balik  bantal, dan tangan kirinya meremas guling. Yanti menggigit bibir  bawahnya, seolah-olah menahan geli. Tidak kudengar suara desahan dari  mulut Yanti, tapi nafasnya kini sudah berubah menjadi memburu. Aku  berasumsi bahwa Yanti masih belum bisa atau belum terbiasa mendesah.
  "Yanti … tempik mu wis buasah tenan saiki … (Yanti … memekmu dah basah banget sekarang)" pujiku. "Masss … masss … wes masss … Yanti mbok opok'no … jarene mbek delok tok …  saiki kok di dolen tempik ku (Masss … masss … udahan masss … diapain  Yanti … katanya cuman mau liat aja … sekarang kok dimainin memekku)"  protes Yanti pasrah. "Aku wes kesengsem karo tempikmu iki … gemesi wae … tak elus-elus malah  dadi buasah … (Aku dah jatuh cinta ama memekmu … bikin gemes aja …  dielus-elus malah jadi basah) … " kataku sambil bercanda.
  Belum selesai aku melanjutkan kalimatku, Yanti secara reflek tiba-tiba  menjerit "Mas Antonnn … massssss …". Yanti orgasme di atas ranjangku.
  Aku biarkan Yanti mengambil nafas dulu biar sedikit tenang.
  "Yanti sek tas mau kok bengok … loro tah? (Yanti barusan aja kok teriak … sakit?" tanyaku pura-pura ****. "Ora loro mas … sek tas-an Yanti koyok kesetrum … rasa'e koyok nang  surgo … uenak tenan … atiku saiki sek dek-dekan (Ngga sakit mas …  barusan Yanti kayak kena setrum … rasanya seperti di surga … enak banget  … jantungku sekarang masih deg-degan)" jawab Yanti.
  Kini saatnya giliranku untuk orgasme. Kontolku sudah sejak tadi tegang  melihat kelakuan Yanti. Pekerjaanku masih belum tuntas. Aku bingung apa  yang harus aku katakan ke Yanti bahwa aku ingin menyodok kontolku ini ke  dalam memeknya yang masih perawan itu.
  Akhirnya aku memutuskan untuk tidak bertanya atau berkata apapun. Aku  mencoba untuk langsung main terobos saja. Aku kembali membuka  selangkangan Yanti, dan mencoba mengarahkan kontolku ke mulut memeknya.  Yanti protes lagi.
  "Mas Anton arep opo? (Mas Anton mau apa?)" tanya Yanti heran. "Oh … aku gelem kesetrum sisan … koyok Yanti seng mau (Oh … aku juga mau kesetrum … kayak Yanti tadi)" jawabku spontan. "Lah … terus laopo manuk'e mas kate mlebu nang tempikku? (Lho … trus  kenapa burung mas mau masuk ke memekku?)" tanya Yanti heran.
  Yanti benar-benar masih bau kencur di dalam urusan seperti ini. Mungkin  tidak ada orang yang pernah mengajarinya teori tentang hubungan seks  atau biasanya disebut dengan hubungan pasutri (pasangan suami istri).
  "Aku baru iso kesetrum lek manukku mlebu nang tempikmu (Aku baru bisa kesetrum kalo burungku masuk ke memekmu)" jawabku gombal. "Ojok mas … engkuk loro … jarene wong-wong (Jangan mas … nanti sakit … katanya orang-orang)" katanya. "Ojok wedhi Yanti … tak mlebu pelan-pelan wae … tak jamin ora loro  (Jangan takut Yanti … dimasukin pelan-pelan aja … dijamin ngga sakit)"  rayuku.
  Yanti diam saja dan pasrah.
  Aku kemudian mengarahkan ujung penisku ke bibir vagina/memek Yanti.  Yanti memejamkan matanya, dan kini giginya kembali menggigit bibir  bawahnya.
  Tangan kananku memegang pangkal penisku agar batang kontolku tegak  dengan mantap, dan tangan kiriku berusaha membuka bibir vagina Yanti,  supaya aku bisa melihat lubang memeknya. Karena Yanti masih perawan,  ngga mudah untuk menembuh pintu masuk gadis perawan. Hal ini sudah aku  alami sekali dengan pacar lamaku. Aku ngga ingin melihat Yanti nantinya  menangis seperti yang dialami oleh mantan pacarku yang dulu, setelah aku  paksa masuk batang kontolku ke lubang memeknya yang masih perawan.
  Pertama-tama aku basahi terlebih dahulu ujung penisku dengan air ludahku  biar menjadi pelumas sementara, kemudian aku dorong masuk ujung penisku  kira-kira sedalam 2 centi. Setelah berhasil masuk kira-kira kedalaman 2  centi, aku diam sejenak, kulihat Yanti sedikit meringis menahan perih.
  "Perih Yanti?" tanyaku iba. "Rodok perih mas (Rada perih dikit mas)" jawab Yanti yang kini matanya kembali terbuka memandangku. "Tak mlebu alon-alon yah … lek perih ngomong'o … ojok meneng ae … (Aku  masukin pelan-pelan yah … kalo perih bilang aja … jangan diam aja) …"  suruhku.
  Suasana kamarku makin panas saja rasanya. Aku lepas bajuku, sehingga  kini aku sudah terlanjang bebas. Kondisi Yanti masih lengkap, hanya  roknya saja yang terbuka.
  Batang penisku yang dari tadi sudah masuk 2 centi itu masih tampak keras  saja. Aku kini tidak lagi memegangi batang kontolku, karena dengan  menancap 2 centi saja di dalam memek Yanti dalam kondisi amat tegang,  mudah untukku menembus semua batang kontolku. Tapi kini aku harus  memasang taktik biar Yanti nantinya juga menikmati. Perih adalah maklum  untuk gadis perawan yang sedang diperawani.
  Kedua tanganku kini menahan tubuhku. Aku membungkuk dan menatapi wajah  Yanti yang cantik. Yanti masih terlihat sedikit merintih karena rasa  pedih yang dialaminya.
  Aku menekan lagi batang penisku, masuk sedikit, kira-kira setangah sampai 1 centi. Yanti meringis lagi.
  Aku mainkan pinggulku maju dan mundur agar batang penisku maju mundur di  dalam liang memek Yanti. Batang kontolku cuman mentok sampai kedalaman  kira-kira 3 centi. Tapi aku terus bersabar sampai nanti tiba nanti  saatnya yang tepat. Aku teruskan irama maju mundur batang kontolku di  dalam memek Yanti.
  Perlahan-lahan suara rintihan Yanti semakin memudar, dan wajah Yanti  tidak lagi merintih. Ujung penisku terasa basah oleh cairan yang kental.  Aku yakin cairan ini bukan air liurku yang tadi, melainkan cairan murni  dari memek Yanti.
  Sekarang batang kontolku bisa masuk perlahan-lahan lebih dalam lagi,  dari 3 centi maju menjadi 4 centi, kemudian dari 4 centi masuk lebih  dalam lagi menjadi 6 centi.
  "Sek perih Yanti? (Masih pedih Yanti?)" tanyaku. Yanti menggeleng-gelengkan kepala pertanda tidak lagi sakit.
  Napas Yanti kini kembali memburu dan terengah-engah, dan tidak lagi  menggigit bibir bawahnya. Tangan kanannya meremas sarung ranjangku dan  tangan kirinya meremas selimutku.
  Goyangan pinggulku aku percepat sedikit demi sedikit, memberikan sensasi  erotis terhadap memek Yanti. Dalam sekejap kini aku bisa membuat batang  kontolku kini terbenam semuanya di dalam lubang kenikmatan milik Yanti.
  "Sek perih Yanti? (Masih pedih Yanti?)" tanyaku sekali lagi. Yanti kali  ini tersenyum malu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. "Tempik mu wis uenak maneh? (Memekmu dah enakan lagi?)" tanyaku bercanda. Yanti mengangguk. "Yanti … buka en klambimu … mosok ga kroso panas tah? … buka en ae cekno  adem (Yanti … buka dong bajumu … masa ngga merasa panas? … buka aja  biar sejuk)" kataku. Aku sebenarnya ingin memperawani Yanti dalam  keadaan benar-benar terlanjang.
  Nanti menurut saja, dan kemudian dia melepas kaos bersama BH-nya, dan  masih membiarkan roknya, karena batang kontolku masih sibuk menari-nari  di dalam lubang memeknya. Tampak payudara Yanti yang merekah dengan  ukuran 32C menurut tafsiranku. Tidak terlalu besar, dan juga tidak  terlalu kecil. Pas untuk ukuranku. Puting susunya berwarna coklat gelap.  Typical atau khas payudara wanita asli Indonesia. Melihat puting  susunya yang menantang seperti itu, membuatku gemas rasanya. Aku  mencubit sambil memelintir puting susunya, dan Yanti protes atas  tindakanku tersebut.
  "Masss … loro masss … (Masss … sakit masss …)" protes Yanti lembut. Aku  pun kemudian senyum padanya, dan langsung menghentikan tindakanku  tersebut.
  Aku merasa sudah lama aku menggenjot tubuh Yanti siang itu. Tapi aku  masih belum menampakkan tanda-tanda akan datangnya klimaksku. Aku sejak  tadi berpikir antara iya atau tidak nantinya aku memuncratkan air maniku  ke dalam memeknya. Sejujurnya aku berkeinginan hati untuk menyirami  memek Yanti dengan air maniku, tapi aku juga rada kuatir akan  konsekwensinya bila terjadi apa-apa dengannya, alias hamil nantinya.
  Nafas Yanti semakin memburu saja, tapi wajahnya tampak makin gelap saja.  Darah Yanti seakan-akan memanas dan terkumpul di atas kepalanya. Kali  ini Yanti tak kuat untuk menahan genjotan-genjotan dan gesekan-gesekan  nikmat yang diberikan oleh batang kontolku. Mulut Yanti kini tak  terkontrol. Untuk pertama kalinya mulut Yanti mendesah atau merintih  basah.
  "Uhh … ohhh … masss … masss … kerih (geli) masss …" rintih Yanti. "Aku kerih sisan Yanti … Yanti wis arep ngoyo? (Aku geli juga Yanti …  Yanti sudah mau pipis?)" tanyaku penasaran melihatnya sudah seperti  cacing kepanasan. Leher Yanti sudah mulai berkeringat. Sekujur badanku  juga tidak kalah keringatnya. Semakin berkeringat, semakin seru saja aku  menggagahi tubuh Yanti.
  Seperti tau apa yang aku maksud dengan kata 'pipis', Yanti pun  menganggukkan kepalanya. Yanti sudah akan memasuki tahap orgasme yang  kedua kalinya.
  Tidak sampai hitungan 2 menit, Yanti tiba-tiba memekik sambil tangan kanannya meremas biceps-ku.
  "Masss … ampunnn masss … kerih mbanget … arep ngoyo ketok'e … aahhh …  (Masss … ampunnn masss … geli banget … ingin pipis rasanya … ahhh …)"  pekik Yanti dengan tangan kanannya yang masih meremas biceps-ku.
  Tidak salah lagi, Yanti telah mencapai orgasme keduanya. Memeknya  semakin basah saja. Aku berhenti menggenjotnya dan mendiamkan batang  kontolku tertanam dalam-dalam di dalam memeknya yang basah nan hangat.  Kurasakan setiap denyutan daging-daging di dalam memek Yanti.
  Setelah buruan nafasnya mereda, aku cabut batang kontolku keluar dengan  maksud untuk melepas roknya yang masih menempel di tubuhnya. Aku ingin  melihatnya bugil tanpa busana apapun. Saat kutarik batang kontolku, aku  melihat sedikit bercak darah di tengah-tengah batang kontolku, dipangkal  kontolku, dan di daerah bulu jembutku. Kuperawani sudah Yanti, dan ini  adalah bukti keperawanan Yanti yang telah aku renggut darinya.
  Yanti kini bugil tanpa selembar kain apapun. Aku kembali memasukkan  batang kontolku ke dalam memeknya. Masih terasa basah liang memek Yanti.
  "Yanti … saiki aku sing kate ngoyo … siap-siap yo (Yanti … sekarang aku yang harus pipis … siap-siap yah)" kataku.
  Yanti seperti tidak mengerti apa yang aku katakan, tapi kepala  mengangguk saja (hanya menurut saja). Aku kembali menggenjoti liang  memeknya lebih cepat dari biasanya. Kupercepat setiap hentakan-hentakan,  dan bisa kurasakan kenikmatan gesekan-gesekan terhadap daging-daging di  dalam memek Yanti. Memberikan sensasi yang luar biasa dasyatnya.
  Wajah Yanti kembali memerah, dan kini nafasnya kembali memburu lagi.  Kali ini Yanti sudah tidak malu-malu lagi untuk mendesah dan merintih  nikmatnya bercinta.
  "Yanti … kepenak temenan nyenuk karo Yanti … tempik-mu gurih tenan  (Yanti … enak/senang banget ngentot ama kamu … memekmu gurih banget)"  pujiku sambil terus menggenjot memeknya.
  "Masss Anton … masss … aku arep ngoyo maneh … ahhh masss … (Masss Anton …  masss … aku pengen pipis lagi … ahhh masss …)" desah Yanti.
  "Iku jenenge arep teko Yanti … ora arep ngoyo (Itu namanya mau datang  Yanti … bukan mau pipis)" jawabku sambil tertawa renyah dan Yanti pun  tersenyum bingung. Mungkin baginya istilah 'datang' masih terasa aneh.
  Sekujur tubuhku berkeringat dan tergolong basah kuyup. Sudah berapa  tetes keringatku yang jatuh di perut dan dada Yanti. Posisiku  menyetubuhinya masih tetap berada di atas. Sejak tadi aku belum  menyuruhnya merubah posisi. Mungkin bagiku lebih nyaman untuk Yanti  digagahi dengan posisiku di atas. Yanti masih termasuk bau kencur dalam  masalah beginian.
  Batang kontolku makin lama terasa makin mengeras. Lahar mani di dalamnya  ingin segera meletup keluar. Aku sudah tidak mampu untuk berpikir  dengan akal sehat kembali. Otot-otot disekujur batang kontolku sudah  tidak mampu lagi membentung lahar panas yang ingin segera menyembur  keluar. Aku sudah tidak perduli lagi dengan rasa kuatirku tadi. Aku  hanya ingin menyemburkan lahar panas ini secepat mungkin. Isi otakku  sudah gelap rasanya.
  "Yanti … aku arep teko iki … ora iso di tahan maneh … saiki Yanti …  saikiii … Yantiii … (Yanti … aku mau datang nih … ngga bisa ditahan lagi  … sekarang Yanti … sekaranggg … Yantiii)" aku mengerang keras diiringi  oleh semburan lahar panas dari batang kontolku yang mengisi semua liang  memek Yanti. Semburan panas dari batang kontolku mendapat sambutan  hangat dari Yanti. Aku memeluk erat tubuh Yanti, dan Yanti membalas  memelukku sambil memekik memanggil namaku. Aku hanya dapat menduga bila  Yanti mendapatkan orgasme-nya yang ketiga kali. Batang kontolku  berkali-kali memuntahkan lahar panasnya di dalam lubang kenikmatan milik  Yanti. Mungkin sekarang liang memek Yanti penuh sesak oleh lahar  maniku.
  Aku diam sejenak, mengatur nafasku kembali. Tubuhku masih menindih tubuh  Yanti. Kini semua keringatku bersatu dengan keringat Yanti. Aku memeluk  Yanti, sambil menciumi lehernya. Batang kontolku masih menancap di  dalam memek Yanti. Aku masih belum ingin mencabutnya sampai nanti batang  kontolku sudah mulai meloyo.
  "Yanti … terima kasih … " bisikku dalam bahasa Indo. Yanti hanya diam  saja. Tak lama kemudian, aku mendengar Yanti menyedot ingusnya. Ternyata  mata Yanti tampak berkaca-kaca. Aku menduga kuat Yanti ingin sekali  menangis, dan tampak penyesalan di wajahnya. Melihat tingkah laku Yanti,  aku berusaha memberinya comfort (kenyamanan), dan rayuan agar  membuatnya lega atau tidak sedih kembali. Aku mengatakan kepada Yanti  bahwa ini adalah rahasia kita berdua, dan mengatakan bahwa aku sayang  kepadanya. Aku berjanji padanya bahwa ini adalah untuk pertama dan  terakhir kalinya aku menyetubuhinya. Yanti begitu menurut dengan  kata-kataku dengan polos dan lugu.
  Aku sedikit ada rasa penyesalan telah memperawani gadis cantik dan imut  seperti Yanti. Aku meminta maaf kepadanya karena aku khilaf dan tidak  dapat menahan keinginanku itu karena sejak lama aku memantau dan melihat  sosok dirinya dari kejauhan. Begitu dekat dengannya, aku tidak mampu  lagi menahan nafsu birahiku.
  Selama liburan musim panas tersebut, aku sering sekali mencuri-curi  waktu dan tempat untuk bersetubuh dengan Yanti. Sejak pertama kali  memperawaninya, agak susah untukku untuk menggagahi tubuh nikmatnya  lagi. Yanti selalu menolak dengan alasan takut sakit atau apa gitu. Tapi  dasar lelaki yang penuh dengan akal muslihat, aku tetap berhasil  menikmati tubuhnya dan memeknya berkali-kali.
  Untung saja, makin lama Yanti semakin menyukai berhubungan badan  denganku. Banyak teknik yang aku ajarkan kepadanya, dari BJ, HJ, dan  posisi bercinta yang lain (doggy style, woman on top, gaya menyamping,  dll). Aku kadang meminta Yanti memberikan BJ atau HJ di ruang keluarga  sambil aku menonton TV disaat tidak ada orang di rumah.
  Sejak saat itu pula, aku selalu memakai condom untuk mencegah sesuatu  yang tidak diinginkan. Aku tidak ingin aib ini sampai tercium oleh  anggota keluargaku yang lain.
  Sudah sering kali aku bermain cinta dengan Yanti di liburan musim panas  ini. Aku sempat mengganti tanggal pesawatku kembali ke Melbourne agar  aku bisa lebih lama di Indonesia. Aku kembali ke Melbourne untuk  melanjutkan studiku lagi sekitar akhir Februari. Semenjak kembali ke  Melbourne lagi, aku kangen dengan Yanti, dan rindu bercinta dengannya.  Kadang-kadang aku menelpon rumah di waktu siang hari (waktu Indonesia)  untuk mengobrol dengan Yanti. Dan seputar obrolan kami adalah tentang  'gituan' aja.
  Studiku tinggal 1 semester lagi. Aku sudah tidak sabar untuk  menyelesaikan studiku ini, agar aku bisa kembali ke Indonesia bertemu  kembali dengan Yanti. Sebenarnya aku sendiri tidak tau bagaimana masa  depanku dengan Yanti. Tapi aku berkeinginan untuk tetap tinggal di  Malang, paling tidak melanjutkan atau bekerja di kantor perusahaan papa.  Dengan ini aku bisa senantiasa dekat dengan Yanti. Biarlah nanti waktu  yang akan menentukan nasibku dengan Yanti.
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Kinar, temen baru di kantor               Apr 3rd 2013, 03:39                                                Aku baru saja diterima kerja di sebuah perusahaan asing dan jabatan yang  aku dapat sudah masuk jajaran managerial walaupun masih junior. Seiring  berjalannya waktu aku sudah saling mengenal dengan karyawan lain yang  mencuri pandanganku adalah Kinar yang meja kerjanya diseberang ruang  kerjaku yang memiliki jendela yang lebar sehingga ketika aku menegadah  otomatis terlihat wajah Kinar yang ayu, kulit putih berkacamata minus. Peraturan di perusahaan ku untuk karyawan pria menggunakan seragam Senin  sampai Kamis, Jum'at baju bebas sopan, untuk karyawan wanita Senin  sampai Rabu menggunakan seragam, Kamis Jum'at baju bebas sopan, nah pada  hari Kamis dan jum'at si Kinar selalu memakai baju model terbaru yang  menampakkan kemolekan tubuhnya, pingul yang seksi dan pantat yang  montok, tubuhnya yang bagus dia jaga dengan rajin olahraga katanya. Di suatu saat ada sebuah proyek yang aku tangani dan sengaja kumasukkan  Kinar ke dalam tim proyek ku, kuberikan dia tugas yang akan sering  membantu tugas ku, otak mesum dikepalaku selalu menggoda untuk curi-curi  pandang ke belahan dada Kinar saat kita berdua diskusi masalah proyek . Sempat diskusi kami hampir mendekati waktu makan siang dan Kamis itu  Kinar memakai baju kerja setelan blouse dan rok diatas paha, waktu makan  siang sudah lewat 15 menit tak terasa oleh kami yang berdiskusi  diruangan ku, kulihat sekeliling sudah sepi, langsung kutawarkan dia  untuk pergi makan siang bersama. Disela makan siang aku coba ajak dia obrolan santai sampai bergurau,  suasana akhirnya cair dan dia juga sempet bilang "Eh, ternyata bapak ini  suka bercanda juga ya" keluarlah senyum manis dari bibirnya yang tipis,  piKinarku meilhat bibirnya yang tipis langsung membayangkan bentuk  memek Kinar, bayanganku bibir memek Kinar dengan rambut yang tidak  terlalu lebat, karena aku juga tahu ternyata dia seorang fresh grad  diploma berumur 22 tahun, bekerja dipagi hari dan ambil kuliah extension  untuk melengkapi gelar sarjananya, berikutnya kuatur diskusi kami pada  waktu yang sama untuk bisa berdua makan siang bersama Kinar. Kinar sudah  mulai enjoy untuk ngobrol santai denganku dan aku beranikan  bercanda-canda saat diskusi proyek tinggal aku dan Kinar, sempat juga  agak nyerempet mesum dan celetuk Kinar "Ih Bapak yang satu ini nakal ya"  dengan memainkan ujung lidahnya, wuihh bisa di olah ni cewek dalam otak  mesum ku. Di hari Jum'at aku beranikan diri ajak Kinar untuk hang out bareng,  kutanya dia apa kesukaannya rupanya dia suka berkaraoke, sedangkan aku  suka duduk di pub dengerin live music, lalu kuajak dia ke sebuah tempat  yang ada pub dan karaoke, kami duduk di pub dengan suguhan live music  dua jam lamanya dan kulihat Kinar sudah menghabiskan 5 gelas besar bir  dan dia sudah terbawa Susana dengan mengikuti syair lagu yang dibawakan  home band pub tersebut, lalu kuajak dia ke room karaoke yang sebelumnya  sudah aku booking, di room yang suguhi minuman dan buah buah segar Kinar  langsung menyambar mic dan mencari lagu, menyanyi dia dengan senangnya  mungkin juga karena sudah terpengaruh alcohol, diruangan yang dingin pun  dia melepaskan blouse nya, terlihat lengan atasnya yang padat berisi,  betis padi nya serta onderdil depan belakangnya yang seksi. Disaat lagu yang diputar lagu romantis dia ajak aku duet dengan  menyodorkan sebiah mic, aku berdiri bernanyi dibelakang dia, kuberanikan  diri merangkul perutnya yang rata, dan ga disangka dia menyandarkan  kepalanya di dadaku. Kutarik tanganku meraba perut sampai kedadanya dan  terdengar desahan Kinar, lalu dia membalik badannya sehingga kami saling  berhadapan. Sambil bernyanyi kurangkul pinggangnya begitu juga dengan Kinar  melingkarkan tangannya di pinggangku, ini di kesempatan dalam otak  mesumku, kuangkat dagunya kuberanikan mengecup bibirnya sehingga Kinar  berhenti bernyanyi, tidak ada perlawanan hanya tatap matanya saja  memandangi ku, kupikir dia akan marah rupanya tidak justru dia memeluk  aku erat, kuberanikan lagi untuk mencium bibirnya dan kali ini dia  merespon, malah dibalasnya ciumanku dengan permainan lidahnya, dengan  tinggiku yang 173 cm sangat merepotkan untuk berciuman dengan Kinar yang  tingginya 160 cm. Kutarik dia dan kurebahkan diatas sofa sehingga lebih nyaman aku  menciumi dia, kutindih dia dan kugesekkan si ****** yang sudah berdiri  ke selangkanyan Kinar, kinar melenguh, kuciumi leher turun ke dada sampi  ke perut, kudengar desahannya yang menambah gairahku. Kusingkap stelan  Kinar sampai terlihat toketnya yang besar dibungkus bh warna cream,  kumainkan tangan ku untuk melepas kait bhnya sampai terlepas, benar  rupanya bayanganku kalau pentil si Kinar masih ranum dan berwarna  kemerahan langsung kulumat dan kumainkan dengan lidahku sampai Kinar  mengerang menikmati permainan lidahku di pentilnya. Kuberanikan lagi tanganku mengangkat roknya dan meremas pantatnya,  terlihat selangkangan dan cd yang membungkus memeknya, kumainkan  tanganku di selangkangannya sampai Kinar menggelinjang dan mengeluarka  teriakam "Mmmmhhhh ahhhhhhh" kemudian tangannya mernagkul leherku dan  dilumatnya bibirku dengan permainan lidahnya, kuselipkan tangan ku  didalam cdnya kumainkan jariku diklitoris Kinar, tubuh kinar naik turun  menikmati permainan jariku, kumasukkan jariku ke memeknya yang basah dan  memainkan didalam, teriakan Kinar semakin menjadi "Aghhhh Mhhhhhh"  matanya meram melek dan pinggulnya bergoyang, kupercepat permainan  jariku sampai akhirnya diangkat pantatnya dan kinar mengerang  "Arggghhhhhh" terasa cairan hangat di jariku menandakan Kinar sudah  mendapat orgasmenya. Setelah Kinar merapikan bajunya kami duduk berdampingan sambil Kinar  manyandarkan kepalanya di lenganku, tangannya meraba raba dadaku turun  ke bawah sampai selangkangan diremasnya ****** ku sambil dia memandangku  dengan tersenyum, kucium bibirnya dan tiba tiba tangan Kinar sudah  masuk di celanaku memegang kontolku., diremas remasnya kontolku sampai  akhirnya tegap berdiri, merasa ga nyaman dengan ****** yang berdiri aku  betulkan posisi duduk aku biar ga nabrak celanaku, tiba tiba Kinar  berjongkok di depanku, membuka ikat pinggang dan celanaku, kontolku yang  mengeras digenggamnya, kemudian dikocoknya perlahan, dipandanginya aku  dengan kacamata minusnya, dilepaskan kaca minusnya kemudian diciumi nya  kontolku dari ujung sampai pangkalnya, kunikmati suasana itu dengan  memajamkan mata dan tangan kananku memegangi kepala Kinar. Ga lama  kurasakan kehangatan dikontolku kulihat rupanya sudah dimasukkan ke  rongga mulut Kinar. Digerakkannya maju mundur kepala Kinar sambil menghisap kontolku,  nikmatnya dan betul betul jago si kinar melakukan blow job, kutundukkan  badanku meraih retsleting roknya dan kubuka, Kinar sambil terus  menghisap kontolku mengangkat pinggulnya sampai nungging sehingga roknya  terjatuh kelantai, kuselipkan tanganku di belahan pantatnya dan  kumainkan lagi jariku di memek Kinar, kali ini hisapan dan goyangannya  tambah hot, kutarik ke bawah cd Kinar dan sekarang kinar betul betul  underless. Kutarik pahanya dan kuangkat sehingga posisi kami 69 dengan Kinar berada  diatas tanpa melepas hisapan mulutnya terhadap kontolku, kuciumi  memeknya dan kumainkan dengan lidahku tak lupa kuremas remas toketnya  sampai Kinar bergoyang kegelian. Didekatkannya memek Kinar ke muka aku  sehingga lidahku dapat masuk ke lubang memek Kinar, terdengar lenguhan  Kinar yang menambah tempo menghisap kontolku.  Kurasakan tegang di pangkal kontolko tanda aku bakalan ngecrot, kuremas  pantat kinar yang bohay lalu kubilang "aku mau ngecrot nih"  dihentikannya hisapan kinar ke ****** ku kembali dia jongkok didepan aku  sambil terus mengocok ****** aku, kurasakan semakin menjadi gemuruh di  kontolku, dipandanginya kontolku dan diarahkannya lubang kontolku ke  muka Kinar dan crootzzz, kumuntahkan spermaku dimuka kinar, masih  dikocoknya perlahan untuk mengeluarkan sisa spermaku dan kinar tersenyum  kepadaku, dicium nya kontolku dan dia bergegas ke kamar mandi yang  tersedia di room yang aku booking untuk membersihkan spermaku di muka  Kinar. Kuantarkan celana dalamnya dan roknya masuk ke kamar mandi berciuman  kami dikamar mandi untuk menghabiskan sisa waktu sewa room sambil saling  meraba, setelah kami bersih baersih dan rapih keluar dari karaoke room  dengan berangkulan sampai ke dalam mobil, bercerita yang mesum2 didalam  mobil sambil saling berfantasi sex saat kuantarkan dia ke tempat  kostnya, saat didalam mobil juga kutanyakan apa boleh aku besok Sabtu  main ke kost dia, dan dia mengangguk tanda lampu hijau. Esok Sabtunya dengan pakaian santai dan celana pendek kugas mobilku  menuju kost Kinar, aku masuk dan disuruh menunggu di ruang tamu oleh si  penjaga kos, lalu nongol Kinar dengan baju tidur dan celana pendek  rambut diikat, wuihh bangun lagi nih si ****** lihat badan kinar yang  seksi, sambil garuk garuk kepala dan cengengesan Kinar dengan manja  menyambutku, dijulurkannya tangannya mengajak aku langsung ke kamarnya,  rupanya Kinar ga pake bh ketika dia menjulurkan tangannya keliatan  toketnya dari celah lengan baju tidurnya, kuraih tangannnya dan sedikit  meloncat sehingga menabrak Kinar, tanganku yang satu lagi coba curi  kesempatan menempelkannya dan meremas toket Kinar, Kinar melotot dan  langsung menarik aku ke kamarnya di lantai atas. Masuk aku ke kamarnya yang besar, duduk aku di kursi dan Kinar duduk di  spring bed nya, di buatkannya aku teh manis hangat, kucoba buka  pembicaraan tentang kejadian semalam dan Kinar tertunduk malu. Kuhampiri  dia dan duduk di sampingnya, kupegang tangan dia dan dia mulai berkata  bahwa sejak aku masuk di perusahaannya Kinar suka sama aku, aku pun  tersenyum dan mencium kening dia kubalas omongannya kalo aku juga sudah  merhatiin dia dan ngebayangin yang mesum mesum sam dia, kinar mencubit  paha ku sambil bilang "Dasar cowo, otaknya jorok semua". Kinar berdiri dan mengunci pintu kamar kosnya kutanya kenapa, dia jawab  mau berduaan aja Sabtu ini soalnya kadang temen kosnya sering nyelonong  gitu aja. Lalu dia ngebahas lagi pembicaraan mesum fantasi sex yang kami  lakukan di mobil menuju kost Kinar, dia menanyakan apa fantasi sex aku  saat ini, kujawab aku mau liat kamu telanjang bulat melakukan aktifitas,  dia jawab ga mau kalo telanjang sendirian mau nya berdua, ya udah aku  oke kan saja lalu dia bilang "oke kita telanjang berdua tapi tangan kamu  ga boleh ngapa ngapain aku ya", kuiyakan permintaannya tanpa diperintah  Kinar melepaskan baju tidur dan celana pendeknya rupanya betul dia  tidak memakai bh bahkan cd. Lalu dia menghampiri aku dan melepaskan baju  aku kuambil kesempatan untuk memegang toketnya dan dia memukul tangan  ku sambil ngomel "hayo tadi janjinya apa?" Mulailah kulihat aktifitas dia di kamar kosnya mulai dari merapikan  tempat tidur, membereskan meja kerja, membersihkan karpet, mataku ga  lepas dari tubuhnya yang menggiurkan, bentuk yang montok bersih dan  mulus yang otomatis membuat kontolku berdiri, sesekali dia melihat kea  rah ku dengan pandangan sensual menggodanya, celotehku "wah nantangin  nih" jawab dia "Yee, ga kuat kan liat aku?", begitu mau kuhampiri dia  langsung Kinar menghindar dan mengingatkan aku akan janji sebelumnya,  satu jam lamanya kita berdua telanjang di kamar kos Kinar sekarang Kinar  semkin gencar menggoda menunjuk ****** ku yang berdiri tegak siap  tempur lalu menunjuk ke memeknya, tapi itu hanya godaan dahsyat si  Kinar, begitu kuhampiri dia selalu mengingatkan aturan mainnya, wah  jinak jinak merpati nih pikirku. Kemudian dia mulai memutar lagu dan menari dikamarnya, dia memberanikan  diri menari erotis didepanku yang duduk di spring bed dia, sesuai aturan  aku juga ga boleh pegang Cuma boleh liat, kugoda dia dengan memainkan  jariku seolah olah mengocok memek dia, goyangannya semakin panas dan  tangan Kinar mulai memainkan memek dan pentil toketnya, Kinar kelihatan  menikmati permainannya sampai kulihat jari tangannya yang memainkan  memeknya basah. Ku ambil remote dan kurendahkan suhu menjadi 16, kulihat pentil susu  kinar membulat tanda Kinar mulai terangsang, aku berdiri untuk ambil  minum yang sudah dibuatkan, kubelakangi dia dan kusentuhkan ujung  kontolku di pantat Kinar yang montok, Kinar menghindar kauhampiri lagi  kali ini aku di depan dia dan coba ikut bergoyang walaupun tidak se  gemulai Kinar, semakin kudekatkan badan ku ke badan Kinar, sesekali  pentil toket Kinar yang mengeras menyenggol rusukku dan kontolku  menyenggol perut Kinar. Kurebahkan tubuhku di spring bed lalu Kinar menghampiri ku sambil terus  bergoyang, tiba tiba kutarik tangan dia sehingga dia jatuh menimpa aku  dan posisi kontolku tepat dibawah memek Kinar, Kinar melortkan badannya  kebawah sehingga kontolku menggesek belahan memek kinar yang sudah  basah, juga terjadi gesekan toket kinar ke perutku sampai kontolku juga  tergesek di belahan toket Kinar, Kinar tersenyum nakal dan mengulanginya  lagi beberapa kali sampai terdengar juga lenguhannnya mungkin menikmati  gesekan ujung kontolku dengan belahan memek Kinar. Kesekian kalinya pada saat ingin melorotkan badannya diatas dibadanku  kutahan ketiaknya dengan lenganku dan langsung kusambar bibirnya, Kinar  menikmatinya dan berbalik memburu bibirku sambil tangannya mengocok  kontolku, diarahkannya memeknya ke ujung kontolku sampai ujung kontolku  diposisikan didepan lubang memek Kinar dan Kinar menjatuhkan pantatnya  untuk memasukkan kontolku, rupanya memeknya masih sempit sehingga  usahanya berkali kali masih belum berhasil, kali ini kupegangi  pinggulnya juga kugerakkan pinggulku perlahan sampai akhirnya ujung  kontolku sudah masuk dilubang memek Kinar. Perlahan kami saling menggoyang pinggul dan perlahan tapi pasti kontolku  masuk penuh ke dalam memek Kinar, sensasi yang dahsyat saat kontolku  masuk penuh dilubang memek Kinar, Kinar mulai naik turun mengocok  kontolku dengan memeknya dan yang luar biasa didalam memek nya ****** ku  seperti dihisap oleh memek Kinar, dengan genjotannya toket Kinar ikut  bergoyang dan kulihat Kinar menikmati permainan ini, sampai kulihat dia  lama memejamkan mata dan semakin mempercepat gerakan naik turunnya,  tangannya meremas dadaku dan Kinar melenguh panjang "ahhhhhhhhhmmmmm"  lalu menjatuhkan mukanya di dadaku menandakan dia sudah mencapai  orgasmenya. Dengan ****** yang masih didalam memek Kinar kubalikkan posisi kinar  dibawah kutarik pantat Kinar ke pinggir spring bed, ku lipat lutut Kinar  dan kupegangi, ku lipat lagi sehingga pahanya menempel di toketnya  sambil berdiri, dengan posisi ini bisa kulesakkna penuh batang kontolku,  kumulai gerakan maju mundur ku sambil berdiri menggenjot memek Kinar  yang sudah banjir sampai menabrak dinding rahimnya, kali ini Kinar mulai  teriak "Ahh yess come on fuck me harder harder come on fuck my pussy  hard" sampai akhirnya dia menarik aku sampai menindih Kinar, dipeluknya  aku dengan erat dan kurasakan badannya bergetar tanda orgasme kedua  sudah didapatnya . Kulihat Kinar sudah mulai lemas setelah orgasme kedua, kucabut kontolku  dan kuposisikan kinar menungging sehingga bisa kumainkan doggy style,  kali ini dengan mudah batang kontolku masuk karena memek Kinar sudah  basah, kugenjot habis habisan sambil juga kumainkan jariku dilubang  anusnya, kali ini benar benar teriakan Kinar sangan keras "Ahhh yesss  Ahhh yesss Oh my god mmmmmmm" sambil menoleh kebelakang melihatku yang  menggenjot memeknya dari belakang. Aku rasakan aku hampir mencapai orgasme dan akhirnya kucabut kontolku  dari memek Kinar, kududukkan dan kuhadapkan kontolku didepan muka Kinar ,  diambilnya kontolku kemudian dikocok olek Kinar, "Ohh bitch come bitch  Cum in your mouth" begitulah racauku, dimasukkannya kontolku kedalam  mulutnya dan dihisap dengan hebat oleh Kinar "Aghhhhh" badan ku gemetar  sambil memuntahkan spermaku di dalam mulut Kinar. Aku ambruk di samping  Kinar dan Kinar masih membersihkan sisa spermaku dengan lidah dia. Setelah tenaga terkumpul kembali kami membersihkan diri di kamar mandi  yang ada didalam kamar kos Kinar, lalu kami keluar untuk makan siang  dilanjutkan pergi untuk malam mingguan. Begitulah awal cerita ku saat menjamah Kinar dan Kinar pun ternyata  menyukai aku, proyek kami berjalan sukses, aku jadian sama Kinar, dan  kami melakukan sex yang dahsyat yang rutin pada setiap weekend, jika ada  yang pengan kami sengaja keluar kantor dan cek-in short time untuk  memuaskan hasrat birahi aku dan Kinar.
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - Main dengan Tante Sendiri               Apr 3rd 2013, 03:38                                                Aku ke Jakarta atas seizin orang tuaku, bahkan merekalah yang  mendorongnya. Pada mulanya aku sebenarnya enggan meninggalkan  keluargaku, tapi ayahku menginginkan aku untuk melanjutkan sekolah ke  STM. Aku lebih suka kerja saja di Purwokerto. Aku menerima usulan ayahku  asalkan sekolah di SMA (sekarang SMU) dan tidak di kampung. Dia memberi  alamat adik misannya yang telah sukses dan tinggal di bilangan Tebet,  Jakarta. Ayahku sangat jarang berhubungan dengan adik misannya itu.  Paling hanya beberapa kali melalui surat, karena telepon belum masuk ke  desaku. Kabar terakhir yang aku dengar dari ayahku, adik misannya itu,  sebut saja Oom Ton, punya usaha sendiri dan sukses, sudah berkeluarga  dengan satu anak lelaki umur 4 tahun dan berkecukupan. Rumahnya lumayan  besar. Jadi, dengan berbekal alamat, dua pasang pakaian, dan uang  sekedarnya, aku berangkat ke Jakarta. Satu-satunya petunjuk yang aku  punyai: naik KA pagi dari Purwokerto dan turun di stasiun Manggarai.  Tebet tak jauh dari stasiun ini.
  Stasiun Manggarai, pukul 15.20 siang aku dicekam kebingungan. Begitu  banyak manusia dan kendaraan berlalu lalang, sangat jauh berbeda dengan  suasana desaku yang sepi dan hening. Singkat cerita, setelah ?berjuang?  hampir 3 jam, tanya ke sana kemari, dua kali naik mikrolet (sekali salah  naik), sekali naik ojek yang mahalnya bukan main, sampailah aku pada  sebuah rumah besar dengan taman yang asri yang cocok dengan alamat yang  kubawa.
  Berdebar-debar aku masuki pintu pagar yang sedikit terbuka, ketok pintu  dan menunggu. Seorang wanita muda, berkulit bersih, dan .. ya ampun,  menurutku cantik sekali (mungkin di desaku tidak ada wanita cantik),  berdiri di depanku memandang dengan sedikit curiga. Setelah aku jelaskan  asal-usulku, wajahnya berubah cerah. ?Tarto, ya ? Ayo masuk, masuk.  Kenalkan, saya Tantemu.? Dengan gugup aku menyambut tangannya yang  terjulur. Tangan itu halus sekali. ?Tadinya Oom Ton mau jemput ke  Manggarai, tapi ada acara mendadak. Tante engga sangka kamu sudah  sebesar ini. Naik apa tadi, nyasar, ya ?? Cecarnya dengan ramah. ?Maaar,  bikin minuman!? teriaknya kemudian. Tak berapa lama datang seorang  wanita muda meletakkan minuman ke meja dengan penuh hormat. Wanita ini  ternyata pembantu, aku kira keponakan atau anggota keluarga lainnya,  sebab terlalu ?trendy? gaya pakaiannya untuk seorang pembantu.
  Sungguh aku tak menduga sambutan yang begitu ramah. Menurut cerita yang  aku dengar, orang Jakarta terkenal individualis, tidak ramah dengan  orang asing, antar tetangga tak saling kenal. Tapi wanita tadi, isteri  Oomku, Tante Yani namanya (?Panggil saja Tante,? katanya akrab) ramah,  cantik lagi. Tentu karena aku sudah dikenalkannya oleh Oom Ton.
  Aku diberi kamar sendiri, walaupun agak di belakang tapi masih di rumah  utama, dekat dengan ruang keluarga. Kamarku ada AC-nya, memang seluruh  ruang yang ada di rumah utama ber-AC. Ini suatu kemewahan bagiku.  Dipanku ada kasur yang empuk dan selimut tebal. Walaupun AC-nya cukup  dingin, rasanya aku tak memerlukan selimut tebal itu. Mungkin aku cukup  menggunakan sprei putih tipis yang di lemari itu untuk selimut. Rumah di  desaku cukup dingin karena letaknya di kaki gunung, aku tak pernah  pakai selimut, tidur di dipan kayu hanya beralas tikar. Aku diberi  ?kewenangan? untuk mengatur kamarku sendiri.
  Aku masih merasa canggung berada di rumah mewah ini. Petang itu aku tak  tahu apa yang musti kukerjakan. Selesai beres-beres kamar, aku hanya  bengong saja di kamar. ?Too, sini, jangan ngumpet aja di kamar,? Tante  memanggilku. Aku ke ruang keluarga. Tante sedang duduk di sofa nonton  TV. ?Sudah lapar, To ?? ?Belum Tante.? Sore tadi aku makan kue-kue yang  disediakan Si Mar. ?Kita nunggu Oom Ton ya, nanti kita makan malam  bersama-sama.? Oom Ton pulang kantor sekitar jam 19 lewat. ?Selamat  malam, Oom,? sapaku. ?Eh, Ini Tarto ? Udah gede kamu.? ?Iya Oom.?  ?Gimana kabarnya Mas Kardi dan Yu Siti,? Oom menanyakan ayah dan ibuku.  ?Baik-baik saja Oom.? Di meja makan Oom banyak bercerita tentang rencana  sekolahku di Jakarta. Aku akan didaftarkan ke SMA Negeri yang dekat  rumah. Aku juga diminta untuk menjaga rumah sebab Oom kadang-kadang  harus ke Bandung atau Surabaya mengurusi bisnisnya. ?Iya, saya  kadang-kadang takut juga engga ada laki-laki di rumah,? timpal Tante.  ?Berapa umurmu sekarang, To ?? ?Dua bulan lagi saya 16 tahun, Oom.?  ?Badanmu engga sesuai umurmu.?
  ***
  Hari-hari baruku dimulai. Aku diterima di SMA Negeri 26 Tebet, tak jauh  dari rumah Oom dan Tanteku. Ke sekolah cukup berjalan kaki. Aku memang  belum sepenuhnya dapat melepas kecanggunganku. Bayangkan, orang udik  yang kuper tamatan ST (setingkat SLTP) sekarang sekolah di SMA  metropolitan. Kawan sekolah yang biasanya lelaki melulu, kini banyak  teman wanita, dan beberapa diantaranya cantik-cantik. Cantik ? Ya, sejak  aku di Jakarta ini jadi tahu mana wanita yang dianggap cantik, tentunya  menurut ukuranku. Dan tanteku, Tante Yani, isteri Oom Ton menurutku  paling cantik, dibandingkan dengan kawan-kawan sekolahku, dibanding  dengan tante sebelah kiri rumah, atau gadis (mahasiswi ?) tiga rumah ke  kanan. Cepat-cepat kuusir bayangan wajah tanteku yang tiba-tiba muncul.  Tak baik membayangkan wajah tante sendiri. Pada umumnya teman-teman  sekolahku baik, walaupun kadang-kadang mereka memanggilku ?Jawa?, atau  meledek cara bicaraku yang mereka sebut ?medok?. Tak apalah, tapi saya  minta mereka panggil saja Tarto. Alasanku, kalau memanggil ?Jawa?, toh  orang Jawa di sekolah itu bukan hanya aku. Mereka akhirnya mau menerima  usulanku. Terus terang aku di kelas menjadi cepat populer, bukan karena  aku pandai bergaul. Dibandingkan teman satu kelas tubuhku paling tinggi  dan paling besar. Bukan sombong, aku juga termasuk murid yang pintar.  Aku memang serius kalau belajar, kegemaranku membaca menunjang  pengetahuanku.
  Kegemaranku membaca inilah yang mendorongku bongkar-bongkar isi rak buku  di kamarku di suatu siang pulang sekolah. Rak buku ini milik Oom Ton.  Nah, di antara tumpukan buku, aku menemukan selembar majalah bergambar,  namanya Popular.
  Rupanya penemuan majalah inilah merupakan titik awalku belajar mandiri  tentang wanita. Tidak sendiri sebetulnya, sebab ada ?guru? yang  diam-diam membimbingku. Kelak di kemudian hari aku baru tahu tentang  ?guru? itu.
  Majalah itu banyak memuat gambar-gambar wanita yang bagus, maksudnya  bagus kualitas fotonya dan modelnya. Dengan berdebar-debar satu-persatu  kutelusuri halaman demi halaman. Ini memang majalah hiburan khusus pria.  Semua model yang nampang di majalah itu pakaiannya terbuka dan seronok.  Ada yang pakai rok demikian pendeknya sehingga hampir seluruh pahanya  terlihat, dan mulus. Ada yang pakai blus rendah dan membungkuk  memperlihatkan bagian belahan buah dada. Dan, ini yang membuat jantungku  keras berdegup : memakai T-shirt yang basah karena disiram, sementara  dalamnya tidak ada apa-apa lagi. Samar-samar bentuk sepasang buah kembar  kelihatan. Oh, begini tho bentuk tubuh wanita. Dasarnya aku sangat  jarang ketemu wanita. Kalau ketemu-pun wanita desa atau embok-embok, dan  yang aku lihat hanya bagian wajah. Bagaimana aku tidak deg-deg-an baru  pertama kali melihat gambar tubuh wanita, walaupun hanya gambar paha dan  sebagian atas dada.
  Sejak ketemu majalah Popular itu aku jadi lain jika memandang wanita  teman kelasku. Tidak hanya wajahnya yang kulihat, tapi kaki, paha dan  dadanya ?kuteliti?. Si Rika yang selama ini aku nilai wajahnya lumayan  dan putih, kalau ia duduk menyilangkan kakinya ternyata memiliki paha  mulus agak mirip foto di majalah itu. Memang hanya sebagian paha bawah  saja yang kelihatan, tapi cukup membuatku tegang. Ya tegang. ?Adikku?  jadi keras! Sebetulnya penisku menjadi tegang itu sudah biasa setiap  pagi. Tapi ini tegang karena melihat paha mulus Rika adalah pengalaman  baru bagiku. Sayangnya dada Rika tipis-tipis saja. Yang dadanya besar si  Ani, demikian menonjol ke depan. Memang ia sedikit agak gemuk. Aku  sering mencuri pandang ke belahan kemejanya. Dari samping terkadang  terbuka sedikit memperlihatkan bagian dadanya di sebelah kutang. Walau  terlihat sedikit cukup membuatku ?ngaceng?. Sayangnya, kaki Ani tak  begitu bagus, agak besar. Aku lalu membayangkan bagaimana bentuk dada  Ani seutuhnya, ah ngaceng lagi! Atau si Yuli. Badannya biasa-biasa saja,  paha dan kaki lumayan berbentuk, dadanya menonjol wajar, tapi aku  senang melihat wajahnya yang manis, apalagi senyumnya. Satu lagi, kalau  ia bercerita, tangannya ikut ?sibuk?. Maksudku kadang mencubit, menepuk,  memukul, dan, ini dia, semua roknya berpotongan agak pendek. Ah, aku  sekarang punya ?wawasan? lain kalau memandang teman-teman cewe.
  Ah! Tante Yani! Ya, kenapa selama ini aku belum ?melihat dengan cara  lain?? Mungkin karena ia isteri Oomku, orang yang aku hormati, yang  membiayai hidupku, sekolahku. Mana berani aku ?menggodanya? meskipun  hanya dari cara memandang. Sampai detik ini aku melihat Tante Yani  sebagai : wajahnya putih bersih dan cantik. Tapi dasar setan selalu  menggoda manusia, bagaimana tubuhnya ? Ah, aku jadi pengin cepat-cepat  pulang sekolah untuk ?meneliti? Tanteku. Jangan ah, aku menghormati  Tanteku.
  Aduh! Kenapa begini ? Apanya yang begini ? Tante Yani! Seperti biasa,  kalau pulang aku masuk dari pintu pagar langsung ke garasi, lalu masuk  dari pintu samping rumah ke ruang keluarga di tengah-tengah rumah.  Melewati ruang keluarga, sedikit ke belakang sampai ke kamarku. Isi  ruang keluarga ini dapat kugambarkan : di tengahnya terhampar karpet  tebal yang empuk yang biasa digunakan tante untuk membaca sambil  rebahan, atau sedang dipijit Si Mar kalau habis senam. Agak di belakang  ada satu set sofa dan pesawat TV di seberangnya. Sewaktu melewati ruang  keluarga, aku menjumpai Tante Yani duduk di kursi dekat TV menyilang  kaki sedang menyulam, berpakaian model kimono. Duduknya persis si Rika  tadi pagi, cuma kaki Tante jauh lebih indah dari Rika. Putih, bersih,  panjang, di betis bawahnya dihiasi bulu-bulu halus ke atas sampai paha.  Ya, paha, dengan cara duduk menyilang, tanpa disadari Tante belahan  kimononya tersingkap hingga ke bagian paha agak atas. Tanpa sengaja pula  aku jadi tahu bahwa tante memiliki paha selain putih bersih juga  berbulu lembut. Sejenak aku terpana, dan lagi-lagi tegang. Untung aku  cepat sadar dan untung lagi Tante begitu asyik menyulam sehingga tidak  melihat ulah keponakannya yang dengan kurang ajar ?memeriksa? pahanya.  Ah, kacau.
  Sebenarnya tidak sekali ini aku melihat Tante memakai kimono. Kenapa aku  tadi terangsang mungkin karena ?penghayatan? yang lain, gara-gara  majalah itu. Selesai makan ada dorongan aku ingin ke ruang tengah,  meneruskan ?penelitianku? tadi. Aku ada alasan lain tentu saja, nonton  TV swasta, hal baru bagiku. Mungkin aku mulai kurang ajar : mengambil  posisi duduk di sofa nonton TV tepat di depan Tante, searah-pandang  kalau mengamati pahanya! ?Gimana sekolahmu tadi To ?? tanya Tante  tiba-tiba yang sempat membuatku kaget sebab sedang memperhatikan  bulu-bulu kakinya. ?Biasa-biasa saja Tante.? ?Biasa gimana ? Ada  kesulitan engga ?? ?Engga Tante.? ?Udah banyak dapat kawan ?? ?Banyak,  kawan sekelas.? ?Kalau kamu pengin main lihat-lihat kota, silakan aja.?  ?Terima kasih, Tante. Saya belum hafal angkutannya.? ?Harus dicoba, yah  nyasar-nyasar dikit engga apa-apa, toh kamu tahu jalan pulang.? ?Iya  Tante, mungkin hari Minggu saya akan coba.? ?Kalau perlu apa-apa, uang  jajan misalnya atau perlu beli apa, ngomong aja sama Tante, engga usah  malu-malu.? Gimana kurang baiknya Tanteku ini, keponakannya saja yang  nakal. Nakal ? Ah ?kan cuma dalam pikiran saja, lagi pula hanya  ?meneliti? kaki yang tanpa sengaja terlihat, apa salahnya. ?Terima kasih  Tante, uang yang kemarin masih ada kok.? ?Emang kamu engga jajan di  sekolah ?? Berdesir darahku. Sambil mengucapkan ?jajan? tadi Tante  mengubah posisi kakinya sehingga sekejap, tak sampai sedetik, sempat  terlihat warna merah jambu celana dalamnya! Aku berusaha keras  menenangkan diri. ?Jajan juga sih, hanya minuman dan makanan kecil.?  Akupun ikut-ikutan mengubah posisi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam  celanaku. Untung Tante tidak memperhatikan perubahan wajahku. Sepanjang  siang ini aku bukannya nonton TV. Mataku lebih sering ke arah Tante,  terutama bagian bawahnya!
  Hari-hari berikutnya tak ada kejadian istimewa. Rutin saja, sekolah,  makan siang, nonton TV, sesekali melirik kaki Tante. Oom Ton pulang  kantor selalu malam hari. Saat ketemu Oomku hanya pada makan malam,  bertiga. Si Luki, anak lelakinya 4 tahun biasanya sudah tidur. Kalau  Luki sudah tidur, Tinah, pengasuhnya pamitan pulang. Pada acara makan  malam ini, sebetulnya aku punya kesempatan untuk menikmati? (cuma dengan  mata) paha mulus berbulu Tante, sebab malam ini ia memakai rok pendek,  biasanya memakai daster. Tapi mana berani aku menatap pemandangan indah  ini di depan Oom. Betapa bahagianya mereka menurut pandanganku. Oom  tamat sekolahnya, punya usaha sendiri yang sukses, punya isteri yang  cantik, putih, mulus. Anak hanya satu. Punya sopir, seorang pembantu, Si  Mar dan seorang baby sitter Si Tinah. Sopir dan baby sitter tidak  menginap, hanya pembantu yang punya kamar di belakang. Praktis Tante  Yani banyak waktu luang. Anak ada yang mengasuh, pekerjaan rumah tangga  beres ditangan pembantu. Oh ya, ada seorang lagi, pengurus taman biasa  di panggil Mang Karna, sudah agak tua yang datang sewaktu-waktu, tidak  tiap hari.
  Keesokkan harinya ada kejadian ?penting? yang perlu kuceritakan.  Pagi-pagi ketika aku sedang menyusun buku-buku yang akan kubawa ke  sekolah, ada beberapa lembar halaman yang mungkin lepasan atau sobekan  dari majalah luar negeri terselip di antara buku-buku pelajaranku. Aku  belum sempat mengamati lembaran itu, karena buru-buru mau berangkat  takut telat. Di sekolah pikiranku sempat terganggu ingat sobekan majalah  berbahasa Inggris itu, milik siapa ? Tadi pagi sekilas kulihat ada  gambarnya wanita hanya memakai celana jean tak berbaju. Inilah yang  mengganggu pikiranku. Sempat kubayangkan, bagaimana kalau Ani hanya  memakai jean. Kaki dan pahanya yang kurang bagus tertutup, sementara  bulatan dadanya yang besar terlihat jelas. Ah.. nakal kamu To!
  Pulang sekolah tidak seperti biasa aku tidak langsung ke meja makan,  tapi ngumpet di kamarku. Pintu kamar kukunci dan mulai mengamati sobekan  majalah itu. Ada 4 lembar, kebanyakan tulisan yang tentu saja tidak  kubaca. Aku belum paham Bahasa Inggris. Di setiap pojok bawah lembaran  itu tertulis: Penthouse. Langsung saja ke gambar. Gemetaran aku  dibuatnya. Wanita bule, berpose membusungkan dadanya yang besar, putih,  mulus, dan terbuka seluruhnya! Paha dan kakinya meskipun tertutup jean  ketat, tapi punya bentuk yang indah, panjang, persis kaki milik Tante.  Hah, kenapa aku jadi membandingkan dengan tubuh Tante ? Peduli amat,  tapi itulah yang terbayang. Kenapa aku sebut kejadian penting, karena  baru sekaranglah aku tahu bentuk utuh sepasang buah dada, meskipun hanya  dari foto. Bulat, di tengah ada bulatan kecil warna coklat, dan di  tengah-tengah bulatan ada ujungnya yang menonjol keluar. Segera saja  tubuhku berreaksi, penisku tegang, dada berdebar-debar. Halaman  berikutnya membuatku lemas, mungkin belum makan. Masih wanita bule yang  tadi tapi sekarang di close-up. Buah dadanya makin jelas, sampai ke  pori-porinya. Ini kesempatanku untuk ?mempelajari? anatomi buah kembar  itu. Dari atas kulit itu bergerak naik, sampai puting yang merupakan  puncaknya, kemudian turun lagi ?membulat?. Ya, beginilah bentuk buah  dada wanita. Putingnya, apakah selalu menonjol keluar seperti menunjuk  ke depan ? Jawabannya baru tahu kelak kemudian hari ketika aku  ?praktek?. Tiba-tiba terlintas pikiran nakal, Tante Yani! Bagaimana ya  bentuk buah dada Tanteku itu ? Ah, kenapa selama ini aku tak  memperhatikannya. Asyik lihat ke bawah terus sih! Memang kesempatannya  baru lihat paha. Kimono Tante waktu itu, kalau tak salah, tertutup  sampai dibawah lehernya. Tapi ?kan bisa lihat bentuk luarnya. Ah, memang  mataku tak sampai kesitu. Melihat bentuk paha dan kaki cewe bule ini  mirip milik Tante, aku rasa bentuk dadanyapun tak jauh berbeda, begitu  aku mencoba memperkirakan. Begitu banyak aku berdialog dengan diri  sendiri tentang buah dada. Begitu banyak pertanyaan yang bermuara pada  pertanyaan inti : Bagaimana bentuk buah dada Tanteku yang cantik itu ?  Untungnya, atau celakanya, pertanyaanku itu segera mendapat jawaban, di  meja makan. Di pertengahan makan siangku, Tante muncul istimewa.  Mengenakan baju-mandi, baju mirip kimono tapi pendek dari bahan seperti  handuk tapi lebih tipis warna putih dan ada pengikat di pinggangnya.  Tante kelihatan lain siang itu, segar, cerah. Kelihatannya baru selesai  mandi dan keramas, sebab rambutnya diikat handuk ke atas mirip ikat  kepala para syeh. ?Oh, kamu sudah pulang, engga kedengaran masuknya,?  sapanya ramah sambil berjalan menuju ke tempatku. ?Dari tadi Tante,?  jawabku singkat. Ia berhenti, berdiri tak jauh dari dudukku. Kedua  tangannya ke atas membenahi handuk di rambutnya. Posisi tubuh Tante yang  beginilah memberi jawaban atas pertanyaanku tadi. Luar biasa! Besar  juga buah dada Tante ini, persis seperti perkiraanku tadi, bentuknya  mirip punya cewe bule di Penthouse tadi.
  Meskipun aku melihatnya masih ?terbungkus? baju-mandi, tapi jelas  alurnya, bulat menonjol ke depan. Di bagian kanan baju mandinya rupanya  ada yang basah, ini makin mempertegas bentuk buah indah itu. Samar-samar  aku bisa melihat lingkaran kecil di tengahnya. Sehabis mandi mungkin  hanya baju-mandi itu saja yang membungkus tubuhnya sekarang. Bawahnya  aku tak tahu. Bawahnya! Ya, aku melupakan pahanya. Segera saja mataku  turun. Kini lebih jelas, bulu-bulu lembut di pahanya seperti diatur,  berbaris rapi. Ah aku sekarang lagi tergila-gila buah dada. Pandanganku  ke atas lagi. Mudah-mudahan ia tak melihatku melahap (dengan mata)  tubuhnya. Memang ia tidak memperhatikanku, pandangannya ke arah lain  masih terus asyik merapikan rambutnya. Tapi aku tak bisa berlama-lama  begini, disamping takut ketahuan, lagipula aku ?kan sedang makan.  Kuteruskan makanku. Bagaimana reaksi tubuhku, susah diceritakan. Yang  jelas kelaminku tegang luar biasa. Tiba-tiba ia menarik kursi makan di  sebelahku dan duduk. Ah, wangi tubuhnya terhirup olehku. ?Makan yang  banyak, tambah lagi tuh ayamnya.? Bagaimana mau makan banyak, kalau  ?diganggu? seperti ini. Aku mengiakan saja. Rupanya ?gangguan nikmat?  belum selesai. Aku duduk menghadap ke utara. Di dekatku duduk si  Badan-sintal yang habis mandi, menghadap ke timur. Aku bebas melihat  tubuhnya dari samping kiri. Ia menundukkan kepalanya dan mengurai  rambutnya ke depan. Dengan posisi seperti ini, badan agak membungkuk ke  depan dan satu-satunya pengikat baju ada di pinggang, dengan serta merta  baju mandinya terbelah dan menampakkan pemandangan yang bukan main.  Buah dada kirinya dapat kulihat dari samping dengan jelas. Ampun..  putihnya, dan membulat. Kalau aku menggeser kepalaku agak ke kiri,  mungkin aku bisa melihat putingnya. Tapi ini sih ketahuan banget. Jangan  sampai. Betapa tersiksanya aku siang ini. Tersiksa tapi nikmat! Oh  Tuhan, janganlah aku Kau beri siksa yang begini. Aku khawatir tak  sanggup menahan diri. Rasa-rasanya tanganku ingin menelusup ke belahan  baju mandi ini lalu meremas buah putih itu? Kalau itu terjadi, bisa-bisa  aku dipulangkan, dan hilanglah kesempatanku meraih masa depan yang  lebih baik. Apa yang kubilang pada ayahku ? Dapat kupastikan ia marah  besar, dan artinya, kiamat bagiku.
  Untung, atau sialnya, Tante cepat bangkit menuju ke kamar sambil  menukas: ?Teruskan ya makannya.? ?Ya Tante,? sahutku masih gemetaran.  Aah., aku menemukan sesuatu lagi. Aku mengamati Tante berjalan ke  kamarnya dari belakang, gerakan pinggulnya indah sekali. Pinggul yang  tak begitu lebar, tapi pantatnya demikian menonjol ke belakang. Tubuh  ideal, memang.
  Malamnya aku disuruh makan duluan sendiri. Tante menunggu Oom yang telat  pulang malam ini. Masih terbayang kejadian siang tadi bagaimana aku  menikmati pemandangan dada Tante yang membuat aku tak begitu selera  makan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kedatangan Tante yang muncul dari  kamarnya. Masih mengenakan baju-mandi yang tadi, rambutnya juga masih  diikat handuk. Langsung ia duduk disebelahku persis di kursi yang tadi.  Belum habis rasa kagetku, tiba-tiba pula ia pindah dan duduk di  pangkuanku! Bayangkan pembaca, bagaimana nervous-nya aku. Yang jelas  penisku langsung mengeras merasakan tindihan pantat Tante yang padat.  Disingkirkannya piringku, memegang tangan kiriku dan dituntunnya  menyelinap ke belahan baju-mandinya. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan  emas ini. Kuremas dadanya dengan gemas. Hangat, padat dan lembut.
  Tantepun menggoyang pantatnya, terasa enak di kelaminku. Goyangan makin  cepat, aku jadi merasa geli di ujung penisku. Rasa geli makin meningkat  dan meningkat, dan .. Aaaaah, aku merasakan nikmat yang belum pernah  kualami, dan eh, ada sesuatu terasa keluar berbarengan rasa nikmat tadi,  seperti pipis dan? aku terbangun. Sialan! Cuma mimpi rupanya. Masa  memimpikan Tante, aku jadi malu sendiri. Kejadian siang tadi begitu  membekas sampai terbawa mimpi. Eh, celanaku basah. Mana mungkin aku  ngompol. Lalu apa dong ? Cepat-cepat aku periksa. Memang aku ngompol!  Tapi tunggu dulu, kok airnya lain, lengket-lengket agak kental. Ah,  kenapa pula aku ini ? Apa yang terjadi denganku ? Besok coba aku tanya  pada Oom. Gila apa! Jangan sama Oom dong. Lalu tanya kepada Tante, tak  mungkin juga. Coba ada Mas Joko, kakak kelasku di ST dulu. Mungkin teman  sekolahku ada yang tahu, besok aku tanyakan.
  ***
  Esoknya aku ceritakan hal itu kepada Dito teman paling dekat. Sudah  barang tentu kisahnya aku modifikasi, bukan Tante yang duduk di  pangkuanku, tapi ?seseorang yang tak kukenal?. ?Kamu baru mengalami tadi  malam ?? ?Ya, tadi malam.? ?Telat banget. Aku sudah mengalami sewaktu  kelas 2 SMP, dua tahun lalu. Itu namanya mimpi basah.? ?Mimpi basah ??  ?Ya. Itu tandanya kamu mulai dewasa, sudah aqil-baliq. Lho, emangnya  kamu belum pernah dengar ?? Malu juga aku dibilang telat dan belum tahu  mimpi basah. Tapi juga ada rasa sedikit bangga, aku mulai dewasa!  ?Rupanya kamu badan aja yang gede, pikiran masih anak-anak.? Ah biar  saja. Beberapa hari sebelum mimpi basah itu toh aku sudah ?menghayati?  wanita sebagai orang dewasa! ?Kamu punya pacar ?? ?Engga.? ?Atau pernah  pacaran ?? ?Engga juga.? ?Pantesan telat kalau begitu. Waktu kelas 3 SMP  aku punya pacar, teman sekelas. Enak deh, sekolah jadi semangat.?  ?Kalau pacaran ngapain aja sih ?? tanyaku lugu. Memang betul aku belum  tahu tentang pacaran. Tentang wanitapun aku baru tahu beberapa hari  lalu. ?Ha.. ha.. ha.! Kampungan lu! Ya tergantung orangnya. Kalau aku  sih paling-paling ciuman, raba-raba, udah. Kalau si Ricky kelewatan,  sampai pacarnya hamil.? Ciuman, raba-raba. Aku pernah lihat orang ciuman  di filem TV, enak juga kelihatannya, belum pernah aku membayangkan.  Kalau meraba, pernah kubayangkan meremas dada Tante. ?Hamil ?? Pelajaran  baru nih. ?Ada juga yang sampai ?gitu? tapi engga hamil. Engga tahu aku  caranya gimana.? ?Gitu gimana ?? ?Kamu betul-betul engga tahu ?? Lalu  ia cerita bagaimana hubungan kelamin itu. Dengan bisik-bisik tentunya.  Aku jadi tegang. Pantaslah aku dibilang kampungan, memang betul-betul  baru tahu saat ini. Kelamin lelaki masuk ke kelamin wanita, keluar bibit  manusia, lalu hamil. Bibit! Mungkin yang keluar dari kelaminku semalam  adalah bibit manusia. Bagaimana mungkin kelaminku sebesar ini bisa masuk  ke lubang pipis wanita ? Sebesar apa lubangnya, dan di mana ? Yang  pernah aku lihat kelamin wanita itu kecil, berbentuk segitiga terbalik  dan ada belahan kecil di ujung bawahnya. Tapi yang kulihat dulu itu di  desa adalah kelamin anak-anak perempuan yang sedang mandi di pancuran.  Kelamin wanita dewasa sama sekali aku belum pernah lihat. Bagaimana  bentuknya ya ? Mungkin segitiganya lebih besar. Ah, pikiranku terlalu  jauh. Ciuman saja dulu. Aku sependapat dengan Dito, kalau pacaran ciuman  dan raba-raba saja. Aku jadi ingin pacaran, tapi siapa yang mau pacaran  sama aku yang kuper ini ? Ya dicari dong! Si Rika, Ani atau Yuli ?  Siapa sajalah, asal mau jadi pacarku, buat ciuman dan diraba-raba.  Sepertinya sedap.
  Dalam perjalanan pulang aku membayangkan bagaimana seandainya aku  pacaran sama Rika. Pahanya yang lumayan mulus enak dielus-elus. Tanganku  terus ke atas membuka kancing bajunya, lalu menyelusup dan? sopir Bajaj  itu memaki-maki membuyarkan lamunanku. Tanpa sadar aku berjalan terlalu  ke tengah. Di balik kutang Rika hanya ada sedikit tonjolan, tak ada  ?pegangan?, kurang enak ah. Tiba-tiba Rika berubah jadi Ani. Melamun itu  memang enak, bisa kita atur semau kita. Ketika membuka kancing baju Ani  aku mulai tegang. Kususupkan empat jariku ke balik kutang Ani. Nah ini,  montok, keras walau tak begitu halus. Telapak tanganku tak cukup buat  ?menampung? dada Ani. Aku berhenti, menunggu lampu penyeberangan menyala  hijau. Sampai di seberang jalan kusambung khayalanku. Ani telah berubah  menjadi Yuli. Anak ini memang manis, apalagi kalau tersenyum, bibirnya  indah, setidaknya menurutku. Aku mulai mendekatkan mulutku ke bibir Yuli  yang kemudian membuka mulutnya sedikit, persis seperti di film TV  kemarin. Kamipun berciuman lama. Kancing baju seragam Yulipun mulai  kulepas, dua kancing dari atas saja cukup. Kubayangkan, meski dari luar  dada Yuli menonjol biasa, tak kecil dan tak besar, ternyata dadanya  besar juga. Kuremas-remas sepuasnya sampai tiba di depan rumah.
  Aku kembali ke dunia nyata. Masuk melalui pintu garasi seperti biasa,  membuka pintu tengah sampai ke ruang keluarga. Juga seperti biasa kalau  mendapati Tante sedang membaca majalah sambil rebahan di karpet, atau  menyulam, atau sekedar nonton TV di ruang keluarga. Yang tidak biasa  adalah, kedua bukit kembar itu. Tante membaca sambil tengkurap menghadap  pintu yang sedang kumasuki. Posisi punggungnya tetap tegak dengan  bertumpu pada siku tangannya. Mengenakan daster dengan potongan dada  rendah, rendah sekali. Inipun tak biasa, atau karena aku jarang  memperhatikan bagian atas. Tak ayal lagi, kedua bukit putih itu hampir  seluruhnya tampak. Belahannya jelas, sampai urat-urat lembut agak  kehijauan di kedua buah dada itu samar-samar nampak. Aku tak melewatkan  kesempatan emas ini. Tante melihat sebentar ke arahku, senyum sekejap,  terus membaca lagi. Akupun berjalan amat perlahan sambil mataku tak  lepas dari pemandangan amat indah ini?
  Hampir lengkap aku ?mempelajari? tubuh Tanteku ini. Wajah dan  ?komponen?nya mata, alis, hidung, pipi, bibir, semuanya indah yang  menghasilkan : cantik. Walaupun dilihat sekejap, apalagi berlama-lama.  Paha dan kaki, panjang, semuanya putih, mulus, berbulu halus. Pinggul,  meski baru lihat dari bentuknya saja, tak begitu lebar, proporsional,  dengan pantat yang menonjol bulat ke belakang. Pinggang, begitu sempit  dan perut yang rata. Ini juga hanya dari luar. Dan yang terakhir buah  dada. Hanya puting ke bawah saja yang belum aku lihat langsung. Kalau  daerah pinggul, bagian depannya saja yang aku belum bisa membayangkan.  Memang aku belum pernah membayangkan, apalagi melihat kelamin wanita  dewasa. Aku masih penasaran pada yang satu ini.
  Keesokkan harinya, siang-siang, Dito memberiku sampul warna coklat agak besar, secara sembunyi-sembunyi.
  "Nih, buat kamu"
  "Apa nih ?"
  "Simpan aja dulu, lihatnya di rumah, Hati-hati" Aku makin penasaran.  "Lanjutan pelajaranku kemarin. Gambar-gambar asyik" bisiknya.
  Sampai di rumah aku berniat langsung masuk kamar untuk memeriksa benda  pemberian Dito. Tante lagi membaca di karpet, kali ini terlentang,  mengenakan daster dengan kancing di tengah membelah badannya dari atas  ke bawah. Kancingnya yang terbawah lepas sebuah yang mengakibatkan  sebagian pahanya tampak, putih. "Suguhan" yang nikmat sebenarnya, tapi  kunikmati hanya sebentar saja, pikiranku sedang tertuju ke sampul  coklat. Dengan tak sabaran kubuka sampul itu, sesudah mengunci pintu  kamar, tentunya. Wow, gambar wanita bule telanjang bulat! Sepertinya ini  lembaran tengah suatu majalah, sebab gambarnya memenuhi dua halaman  penuh. Wanita bule berrambut coklat berbaring terlentang di tempat  tidur. Segera saja aku mengeras. Buah dadanya besar bulat, putingnya  lagi-lagi menonjol ke atas warna coklat muda. Perutnya halus, dan ini  dia, kelaminnya! Sungguh beda jauh dengan apa yang selama ini kuketahui.  Aku tak menemukan "segitiga terbalik" itu. Di bawah perut itu ada  rambut-rambut halus keriting. Ke bawah lagi, lho apa ini ? Sebelah kaki  cewe itu dilipat sehingga lututnya ke atas dan sebelahnya lagi menjuntai  di pinggir ranjang memperlihatkan selangkangannya. Inilah rupanya  lubang itu. Bentuknya begitu "rumit". Ada daging berlipat di kanan  kirinya, ada tonjolan kecil di ujung atasnya, lubangnya di tengah  terbuka sedikit. Mungkin di sinilah tempat masuknya kelamin lelaki.  Tapi, mana cukup ? Oo, seperti inilah rupanya wujud kelamin wanita  dewasa. Tiba-tiba pikiran nakalku kambuh : begini jugakah punya Tante?  Pertanyaan yang jelas-jelas tak mungkin mendapatkan jawaban! Bagaimana  dengan punya Rika, Ani, atau Yuli? Sama susahnya untuk mendapatkan  jawaban. Lupakan saja. Tunggu dulu, barangkali Si Mar pembantu itu bisa  memberikan "jawaban". Orangnya penurut, paling tidak dia selalu patuh  pada perintah majikannya, termasuk aku. Bahkan dulu itu tanpa aku minta  membantuku beres-beres kamarku, dengan senang pula. Orangnya lincah dan  ramah. Tidak terlalu jelek, tapi bersih. Kalau sudah dandan sore hari  ngobrol dengan pembantu sebelah, orang tak menyangka kalau ia pembantu.  Dulu waktu pertama kali ketemupun aku tak mengira bahwa ia pembantu.  Setiap pagi ia menyapu dan mengepel seluruh lantai, termasuk lantai  kamarku. Kadang-kadang aku sempat memperhatikan pahanya yang tersingkap  sewaktu ngepel, bersih juga. Yang jelas ia periang dan sedikit genit.  Tapi masa kusuruh ia membuka celana dalamnya "Coba Mar aku pengin lihat  punyamu, sama engga dengan yang di majalah" Gila!. Jangan langsung  begitu, pacari saja dulu. Ah, pacaran kok sama pembantu. Apa salahnya?  dari pada tidak pacaran sama sekali. Okey, tapi bagaimana ya cara  memulainya ? Ah, dasar kuper!
  Aku jadi lebih memperhatikan Si Mar. Mungkin ia setahun atau dua tahun  lebih tua dariku, sekitar 18 lah. Wajahnya biasa-biasa saja, bersih dan  selalu cerah, kulit agak kuning, dadanya tak begitu besar, tapi sudah  berbentuk. Paha dan kaki bersih. Mulai hari ini aku bertekat untuk mulai  menggoda Si Mar, tapi harus hati-hati, jangan sampai ketahuan oleh  siapapun. Seperti hari-hari lainnya ia membersihkan kamarku ketika aku  sedang sarapan. Pagi ini aku sengaja menunda makan pagiku menunggu Si  Mar. Tante masih ada di kamarnya. Si Mar masuk tapi mau keluar lagi  ketika melihat aku ada di dalam kamar.
  "Masuk aja mbak, engga apa-apa" kataku sambil pura-pura sibuk membenahi  buku-buku sekolah. Masuklah dia dan mulai bersih-bersih. Tanganku terus  sibuk berbenah sementara mataku melihatnya terus. Sepasang pahanya  nampak, sudah biasa sih lihat pahanya, tapi kali ini lain. Sebab aku  membayangkan apa yang ada di ujung atas paha itu. Aku mengeras. Sekilas  tampak belahan dadanya waktu ia membungkuk-bungkuk mengikuti irama  ngepel. Tiba-tiba ia melihatku, mungkin merasa aku perhatikan terus.
  "Kenapa, Mas" Kaget aku.
  "Ah, engga. Apa mbak engga cape tiap hari ngepel"
  "Mula-mula sih capek, lama-lama biasa, memang udah kerjaannya" jawabnya cerah.
  "Udah berapa lama mbak kerja di sini ?"
  "Udah dari kecil saya di sini, udah 5 tahun"
  "Betah ?"
  "Betah dong, Ibu baik sekali, engga pernah marah. Mas dari mana sih asalnya ?"Tanyanya tiba-tiba. Kujelaskan asal-usulku.
  "Oo, engga jauh dong dari desaku. Saya dari Cilacap"
  Pekerjaannya selesai. Ketika hendak keluar kamar aku mengucapkan terima kasih.
  "Tumben." Katanya sambil tertawa kecil. Ya, tumben biasanya aku tak bilang apa-apa.
  ***
  "Mana, yang kemarin ?" Dito meminta gambar cewe itu.
  "Lho, katanya buat aku"
  "Jangan dong, itu aku koleksi. Kembaliin dulu entar aku pinjamin yang lain, lebih serem!"
  "Besok deh, kubawa"
  Sampai di rumah Si Luki sedang main-main di taman sama pengasuhnya.  Sebentar aku ikut bermain dengan anak Oomku itu. Tinah sedikit lebih  putih dibanding Si Mar, tapi jangan dibandingkan dengan Tante, jauh.  Orangnya pendiam, kurang menarik. Dadanya biasa saja, pinggulnya yang  besar. Tapi aku tak menolak seandainya ia mau memperlihatkan miliknya.  Pokoknya milik siapa saja deh, Rika, Ani, Yuli, Mar, atau Tinah asal itu  kelamin wanita dewasa. Penasaran aku pada "barang" yang satu itu.  Apalagi milik Tante, benar-benar suatu karunia kalau aku "berhasil"  melihatnya! Di dalam ada Si Mar yang sedang nonton telenovela buatan  Brazil itu. Aku kurang suka, walaupun pemainnya cantik-cantik. Ceritanya  berbelit. Duduk di karpet sembarangan, lagi-lagi pahanya nampak.  Rasanya si Mar ini makin menarik.
  "Mau makan sekarang, Mas ?"
  "Entar aja lah"
  "Nanti bilang, ya. Biar saya siapin"
  "Tante mana mbak?"
  "Kan senam" Oh ya, ini hari Rabu, jadwal senamnya. Seminggu Tante senam  tiga kali, Senin, Rabu dan Jumat. Ketika aku selesai ganti pakaian, aku  ke ruang keluarga, maksudku mau mengamati Si Mar lebih jelas. Tapi Si  Mar cepat-cepat ke dapur menyiapkan makan siangku. Biar sajalah, toh  masih banyak kesempatan. Kenapa tidak ke dapur saja pura-pura bantu ?  Akupun ke dapur.
  "Masak apa hari ini ?" Aku berbasa-basi.
  "Ada ayam panggang, oseng-oseng tahu, sayur lodeh, pilih aja"
  "Aku mau semua" Candaku. Dia tertawa renyah. Lumayan buat kata pembukaan.
  "Sini aku bantu"
  "Ah, engga usah" Tapi ia tak melarang ketika aku membantunya. Ih,  pantatnya menonjol ke belakang walau pinggulnya tak besar. Aku ngaceng.  Kudekati dia. Ingin rasanya meremas pantat itu. Beberapa kali kusengaja  menyentuh badannya, seolah-olah tak sengaja. 'Kan lagi membantu dia.  Dapat juga kesempatan tanganku menyentuh pantatnya, kayaknya sih padat,  aku tak yakin, cuma nyenggol sih. Mar tak berreaksi. Akhirnya aku tak  tahan, kuremas pantatnya. Kaget ia menolehku.
  "Iih, Mas To genit, ah" katanya, tapi tidak memprotes.
  "Habis, badanmu bagus sih". Sekarang aku yakin, pantatnya memang padat.
  "Ah, biasa saja kok"
  Akupun berlanjut, kutempelkan badan depanku ke pantatnya. Barangku yang  sudah mengeras terasa menghimpit pantatnya yang padat, walaupun  terlapisi sekian lembar kain. Aku yakin iapun merasakan kerasnya  punyaku. Berlanjut lagi, kedua tanganku kedepan ingin memeluk perutnya.  Tapi ditepisnya tanganku.
  "Ih, nakal. Udah ah, makan dulu sana!"
  "Iya deh makan dulu, habis makan terus gimana ?"
  "Yeee!" sahutnya mencibir tapi tak marah. Tangannya berberes lagi  setelah tadi berhenti sejenak kuganggu. Walaupun penasaran karena aksiku  terpotong, tapi aku mendapat sinyal bahwa Si Mar tak menolak kuganggu.  Hanya tingkat mau-nya sampai seberapa jauh, harus kubuktikan dengan  aksi-aksi selanjutnya!
  Kembali aku menunda sarapanku untuk "aksi selanjutnya" yang telah  kukhayalkan tadi malam. Ketika ia sedang menyapu di kamarku, kupeluk ia  dari belakang. Sapunya jatuh, sejenak ia tak berreaksi. Amboi ..dadanya  berisi juga! Jelas aku merasakannya di tanganku, bulat-bulat padat.  Kemudian Si Marpun meronta.
  "Ah, Mas, jangan!" protesnya pelan sambil melirik ke pintu. Aku  melepaskannya, khawatir kalau ia berteriak. Sabar dulu, masih banyak  kesempatan.
  "Terima kasih" kataku waktu ia melangkah keluar kamar. Ia hanya mencibir  memoncongkan mulutnya lucu. Mukanya tetap cerah, tak marah. Sekarang  aku selangkah lebih maju!
  ***
  Aku ingat janjiku hari ini untuk mengembalikan foto porno milik Dito.  Tapi di mana foto itu ? Jangan-jangan ada yang mengambilnya. Aku yakin  betul kemarin aku selipkan di antara buku Fisika dan Stereometri (kedua  buku itu memang lebar, bisa menutupi). Nah ini dia ada di dalam buku  Gambar. Pasti ada seseorang yang memindahkannya. Logikanya, sebelum  orang itu memindahkan, tentu ia sempat melihatnya. Tiba-tiba aku cemas.  Siapa ya ? Si Mar, Tinah, atau Tante ? Atau lebih buruk lagi, Oom Ton ?  Aku jadi memikirkannya. Siapapun orang rumah yang melihat foto itu,  membuatku malu sekali! Yang penting, aku harus kembalikan ke Dito  sekarang.
  Siangnya pulang sekolah ketika aku masuk ke ruang keluarga, Si Mar  sedang memijit punggung Tante. Tante tengkurap di karpet, Si Mar menaiki  pantat Tante. Punggung Tante itu terbuka 100 %, tak ada tali kutang di  sana. Putihnya mak..! Si Mar cepat-cepat menutup punggung itu ketika  tahu mataku menjelajah ke sana, sambil melihatku dengan senyum penuh  arti. Sialan! Si Mar tahu persis kenakalanku. Aku masuk kamar. Hilang  kesempatan menikmati punggung putih itu. Tadi pagi aku lupa membawa buku  Gambar gara-gara mengurus foto si Dito. Aku berniat mempersiapkan dari  sekarang sambil berusaha melupakan punggung putih itu. Sesuatu jatuh  bertebaran ke lantai ketika aku mengambil buku Gambar. Seketika dadaku  berdebar kencang setelah tahu apa yang jatuh tadi. Lepasan dari majalah  asing. Di tiap pojok bawahnya tertulis "Hustler" edisi tahun lalu. Satu  serial foto sepasang bule yang sedang berhubungan kelamin! Ada tiga  gambar, gambar pertama Si Cewe terlentang di ranjang membuka kakinya  sementara Si Cowo berdiri di atas lututnya memegang alatnya yang tegang  besar (mirip punyaku kalau lagi tegang cuma beda warna, punyaku gelap)  menempelkan kepala penisnya ke kelamin Cewenya. Menurutku, dia  menempelnya kok agak ke bawah, di bawah "segitiga terbalik" yang penuh  ditumbuhi rambut halus pirang.
  Gambar kedua, posisi Si Cewe masih sama hanya kedua tangannya memegang  bahu si Cowo yang kini condong ke depan. Nampak jelas separoh batangnya  kini terbenam di selangkangan Si Cewe. Lho, kok di situ masuknya ?  Kuperhatikan lebih saksama. Kayaknya dia "masuk" dengan benar, karena di  samping jalan masuk tadi ada "yang berlipat-lipat", persis gambar milik  Dito kemarin. Menurut bayanganku selama ini, "seharusnya" masuknya  penis agak lebih ke atas. Baru tahu aku, khayalanku selama ini ternyata  salah! Gambar ketiga, kedua kaki Si Cewe diangkat mengikat punggung Si  Cowo. Badan mereka lengket berimpit dan tentu saja alat Si Cowo sudah  seluruhnya tenggelam di "tempat yang layak" kecuali sepasang "telornya"  saja menunggu di luar. Mulut lelaki itu menggigit leher wanitanya,  sementara telapak tangannya menekan buah dada, ibujari dan telunjuk  menjepit putting susunya. Gemetaran aku mengamati gambar-gambar ini  bergantian. Tanpa sadar aku membuka resleting celanaku mengeluarkan  milikku yang dari tadi telah tegang. Kubayangkan punyaku ini separoh  tenggelam di tempat si Mar persis gambar kedua. Kenyataanya memang  sekarang sudah separoh terbenam, tapi di dalam tangan kiriku. Akupun  meniru gambar ketiga, tenggelam seluruhnya, gambar kedua, setengah,  ketiga, seluruhnya..geli-geli nikmat… terus kugosok… makin geli.. gosok  lagi.. semakin geli… dan.. aku terbang di awan.. aku melepas sesuatu…  hah.. cairan itu menyebar ke sprei bahkan sampai bantal, putih, kental,  lengket-lengket. Enak, sedap seperti waktu mimpi basah. Sadar aku  sekarang ada di kasur lagi, beberapa detik yang lalu aku masih  melayang-layang. He! Kenapa aku ini? Apa yang kulakukan ? Aku panik.  Berbenah. Lap sini lap sana. Kacau! Kurapikan lagi celanaku, sementara  si Dia masih tegang dan berdenyut, masih ada yang menetes. Aku menyesal,  ada rasa bersalah, rasa berdosa atas apa yang baru saja kulakukan. Aku  tercenung. Gambar-gambar sialan itu yang menyebabkan aku begini.  Masturbasi. Istilah aneh itu baru aku ketahui dari temanku beberapa hari  sesudahnya. Si Dito menyebutnya 'ngeloco'. Aneh. Ada sesuatu yang lain  kurasakan, keteganganku lenyap. Pikiran jadi cerah meski badan agak  lemas..
  ***
  Sehari itu aku jadi tak bersemangat, ingat perbuatanku siang tadi.  Rasanya aku telah berbuat dosa. Aku menyalahkan diriku sendiri. Bukan  salahku seluruhnya, aku coba membela diri. Gambar-gambar itu juga punya  dosa. Tepatnya, pemilik gambar itu. Eh, siapa yang punya ya ? Tahu-tahu  ada di balik buku-bukuku. Siapa yang menaruh di situ ? Ah, peduli amat.  Akan kumusnahkan. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, tidak akan  masturbasi lagi. Perasaan seperti ini masih terbawa sampai keesokkan  harinya lagi. Sehingga kulewatkan kesempatan untuk meraba dada Mar  seperti kemarin. Ia telah memberi lampu hijau untuk aku "tindaklanjuti".  Tapi aku lagi tak bersemangat. Masih ada rasa bersalah.
  Hari berikutnya aku "harus" tegang lagi. Bukan karena Si Mar yang  (menurutku) bersedia dijamah tubuhnya. Tapi lagi-lagi karena Si Putih  molek itu, Tante Yani. Siang itu aku pulang agak awal, pelajaran  terakhir bebas. Sebentar aku melayani Luki melempar-lempar bola di  halaman, lalu masuk lewat garasi, seperti biasa. Hampir pingsan aku  ketika membuka pintu menuju ruang keluarga. Tante berbaring terlentang,  mukanya tertutupi majalah "Femina", terdengar dengkur sangat halus dan  teratur. Rupanya ketiduran sehabis membaca. Mengenakan baju-mandi  seperti dulu tapi ini warna pink muda, rambut masih terbebat handuk.  Agaknya habis keramas, membaca terus ketiduran. Model baju mandinya  seperti yang warna putih itu, belah di depan dan hanya satu pengikat di  pinggang. Jelas ia tak memakai kutang, kelihatan dari bentuk buah  dadanya yang menjulang dan bulat, serta belahan dadanya seluruhnya  terlihat sampai ke bulatan bawah buah itu. Sepasang buah bulat itu  naik-turun mengikuti irama dengkurannya. Berikut inilah yang membuatku  hampir pingsan. Kaki kirinya tertekuk, lututnya ke atas, sehingga  belahan bawah baju-mandi itu terbuang ke samping, memberiku "pelajaran"  baru tentang tubuh wanita, khususnya milik Tante. Tak ada celana dalam  di sana.
  Tanteku ternyata punya bulu lebat. Tumbuh menyelimuti hampir seluruh  "segitiga terbalik". Berwarna hitam legam, halus dan mengkilat, tebal di  tengah menipis di pinggir-pinggirnya. "Arah" tumbuhnya seolah diatur,  dari tengah ke arah pinggir sedikit ke bawah kanan dan kiri.
  Berbeda dengan yang di gambar, rambut Tante yang di sini lurus, tak  keriting. Wow, sungguh "karya seni" yang indah sekali! Kelaminku tegang  luar biasa. Aku lihat sekeliling. Si Tinah sedang bermain dengan anak  asuhnya di halaman depan. Si Mar di belakang, mungkin sedang menyetrika.  Kalau Tante sedang di ruang ini, biasanya Si Mar tidak kesini, kecuali  kalau diminta Tante memijit. Aman!
  Dengan wajah tertutup majalah aku jadi bebas meneliti kewanitaan Tante,  kecuali kalau ia tiba-tiba terbangun. Tapi aku 'kan waspada. Hampir tak  bersuara kudekati milik Tante. Kini giliran bagian bawah rambut indah  itu yang kecermati. Ada "daging berlipat", ada benjolan kecil warna  pink, tampaknya lebih menonjol dibanding milik bule itu. Dan di bawah  benjolan itu ada "pintu". Pintu itu demikian kecil, cukupkah punyaku  masuk ke dalamnya ? Punyaku ? Enak saja! Memangnya lubang itu milikmu ?  Bisa saja sekarang aku melepas celanaku, mengarahkan ujungnya ke situ,  persis gambar pertama, mendorong, seperti gambar kedua, dan …Tiba-tiba  Tante menggerakkan tangannya. Terbang semangatku. Kalau ada cermin di  situ pasti aku bisa melihat wajahku yang pucat pasi. Dengkuran halus  terdengar kembali. Untung., nyenyak benar tidurnya. Bagian atas  baju-mandinya menjadi lebih terbuka karena gerakan tangannya tadi. Meski  perasaanku tak karuan, tegang, berdebar, nafas sesak, tapi pikiranku  masih waras untuk tidak membuka resleting celanaku. Bisa berantakan masa  depanku. Aku "mencatat" beberapa perbedaan antara milik Tante dengan  milik bule yang di majalah itu. Rambut, milik Tante hitam lurus, milik  bule coklat keriting. Benjolan kecil, milik Tante lebih "panjang", warna  sama-sama pink. Pintu, milik Tante lebih kecil. Lengkaplah sudah aku  mempelajari tubuh wanita. Utuhlah sudah aku mengamati seluruh tubuh  Tante. Seluruhnya ? Ternyata tidak, yang belum pernah aku lihat sama  sekali : puting susunya. Kenapa tidak sekarang ? Kesempatan terbuka di  depan mata, lho! Mataku beralih ke atas, ke bukit yang bergerak  naik-turun teratur. Dada kanannya makin lebar terbuka, ada garis tipis  warna coklat muda di ujung kain. Itu adalah lingkaran kecil di tengah  buah, hanya pinggirnya saja yang tampak. Aku merendahkan kepalaku  mengintip, tetap saja putingnya tak kelihatan. Ya, hanya dengan sedikit  menggeser tepi baju mandi itu ke samping, lengkaplah sudah "kurikulum"  pelajaran anatomi tubuh Tante. Dengan amat sangat hati-hati tanganku  menjangkau tepi kain itu. Mendadak aku ragu. Kalau Tante terbangun  bagaimana ? Kuurungkan niatku. Tapi pelajaran tak selesai dong! Ayo,  jangan bimbang, toh dia sedang tidur nyenyak. Ya, dengkurannya yang  teratur menandakan ia tidur nyenyak. Kembali kuangkat tanganku.  Kuusahakan jangan sampai kulitnya tersentuh. Kuangkat pelan tepi kain  itu, dan sedikit demi sedikit kugeser ke samping. Macet, ada yang  nyangkut rupanya. Angkat sedikit lagi, geser lagi. Kutunggu reaksinya.  Masih mendengkur. Aman. Terbukalah sudah.. Puting itu berwarna merah  jambu bersih. Berdiri tegak menjulang, bak mercusuar mini. Amboi .  indahnya buah dada ini. Tak tahan aku ingin meremasnya. Jangan, bahaya.  Aku harus cepat-cepat pergi dari sini. Bukan saja khawatir Tante  terbangun, tapi takut aku tak mampu menahan diri, menubruk tubuh indah  tergolek hampir telanjang bulat ini.
  ***
  Aku jadi tak tenang. Berulang kali terbayang rambut-rambut halus kelamin  dan puting merah jambu milik Tante itu. Apalagi menjelang tidur. Tanpa  sadar aku mengusap-usap milikku yang tegang terus ini. Tapi aku segera  ingat janjiku untuk tidak masturbasi lagi. Mendingan praktek langsung.  Tapi dengan siapa ?
  Hari ini aku pulang cepat. Masih ada dua mata pelajaran sebetulnya, aku  membolos, sekali-kali. Toh banyak juga kawanku yang begitu. Percuma di  kelas aku tak bisa berkonsentrasi. Di garasi aku ketemu Tante yang  siap-siap mau pergi senam. Dibalut baju senam yang ketat ini Tante jadi  istimewa. Tubuhnya memang luar biasa. Dadanya membusung tegak ke depan,  bagian pinggang menyempit ramping, ke bawah lagi melebar dengan pantat  menonjol bulat ke belakang, ke bawah menyempit lagi. Sepasang paha yang  nyaris bulat seperti batang pohon pinang, sepasang kaki yang panjang  ramping. Walaupun tertutup rapat aku ngaceng juga. Lagi-lagi aku  terrangsang. Diam-diam aku bangga, sebab di balik pakaian senam itu aku  pernah melihatnya, hampir seluruhnya! Justru bagian tubuh yang  penting-penting sudah seluruhnya kulihat tanpa ia tahu! Salah sendiri,  teledor sih. Ah, salahku juga, buktinya kemarin aku menyingkap  putingnya.
  "Lho, kok udah pulang, To" sapanya ramah. Ah bibir itu juga menggoda.
  "Iya Tante, ada pelajaran bebas" jawabku berbohong. Kubukakan pintu  mobilnya. Sekilas terlihat belahan dadanya ketika ia memasuki mobil.  Uih, dadanya serasa mau "meledak" karena ketatnya baju itu.
  "Terima kasih" katanya. "Tante pergi dulu ya". Mobilnya hilang dari pandanganku.
  ***
  Selasai mandi hari sudah hampir gelap. Di ruang keluarga Tante sedang duduk di sofa nonton TV sendiri.
  "Senamnya di mana Tante ?" Aku coba membuka percakapan. Aku memberanikan diri duduk di sofa yang sama sebelah kanannya.
  "Dekat, di Tebet Timur Dalam". Malam ini Tante mengenakan daster pendek  tak berlengan, ada kancing-kancing di tengahnya, dari atas ke bawah.
  "Tumben, kamu tidur siang"
  "Iya Tante, tadi main voli di situ" jawabku tangkas.
  "Kamu suka main voli ?"
  "Di Kampung saya sering olah-raga Tante" Aku mulai berani memandangnya  langsung, dari dekat lagi. Ih, bahu dan lengan atasnya putih banget!
  "Pantesan badanmu bagus" Senang juga aku dipuji Tanteku yang rupawan ini.
  "Ah, Kalau ini mungkin saya dari kecil kerja keras di kebun, Tante" Wow,  buah putih itu mengintip di antara kancing pertama dan kedua di tengah  dasternya. Ada yang bergerak di celanaku.
  "Kerja apa di kebun ?"
  "Mengolah tanah, menanam, memupuk, panen" Buah dada itu rasanya mau meledak keluar.
  "Apa saja yang kamu tanam ?" tanyanya lagi sambil mengubah posisi duduknya, menyilangkan sebelah kakinya.
  Kancing terakhir daster itu sudah terlepas. Waktu sebelah pahanya  menaiki pahanya yang lain, ujung kain daster itu tidak "ikut", jadi 70 %  paha Tante tersuguh di depan mataku. Putih licin. Yang tadi bergerak di  celanaku, berangsur membesar.
  "Macam-macam tergantung musimnya, Tante. Kentang, jagung, tomat" Hampir saja aku ketahuan mataku memelototi pahanya.
  "Kalau kamu mau makan, duluan aja"
  "Nanti aja Tante, nunggu Oom" Aku memang belum lapar. Adikku mungkin yang "lapar"
  "Oom tadi nelepon ada acara makan malam sama tamu dari Singapur, pulangnya malam"
  "Saya belum lapar" jawabku supaya aku tidak kehilangan momen yang bagus ini.
  "Kamu betah di sini ?" Ia membungkuk memijit-mijit kakinya. Betisnya itu…
  "Kerasan sekali, Tante. Cuman saya banyak waktu luang Tante, biasa kerja  di kampung, sih. Kalau ada yang bisa saya bantu Tante, saya siap"
  "Ya, kamu biasakan dulu di sini, nanti Tante kasih tugas"
  "Kenapa kakinya Tante ?" Sekedar ada alasan buat menikmati betisnya.
  "Pegel, tadi senamnya habis-habisan"
  Di antara kancing daster yang satu dengan kancing lainnya terdapat  "celah". Ada yang sempit, ada yang lebar, ada yang tertutup. Celah  pertama, lebar karena busungan dadanya, menyuguhkan bagian kanan atas  buah dada kiri. Celah kedua memperlihatkan kutang bagian bawah. Celah  ketiga rapat, celah keempat tak begitu lebar, ada perutnya. Celah  berikutnya walaupun sempit tapi cukup membuatku tahu kalau celana dalam  Tante warna merah jambu. Ke bawah lagi ada sedikit paha atas dan  terakhir, ya yang kancingnya lepas tadi.
  "Mau bantu Tante sekarang ?"
  "Kapan saja saya siap"
  "Betul ?"
  "Kewajiban saya, Tante. Masa numpang di sini engga kerja apa-apa"
  "Pijit kaki Tante, mau ?"
  Hah ? Aku tak menyangka diberi tugas mendebarkan ini
  "Biasanya sama Si Mar, tapi dia lagi engga ada"
  "Tapi saya engga bisa mijit Tante, cuma sekali saya pernah mijit kaki  teman yang keseleo karena main bola" Aku berharap ia jangan membatalkan  perintahnya.
  "Engga apa-apa. Tante ambil bantal dulu" Goyang pinggulnya itu…
  Sekarang ia tengkurap di karpet. Hatiku bersorak. Aku mulai dari  pergelangan kaki kirinya. Aah, halusnya kulit itu. Hampir seluruh tubuh  Tante pernah kulihat, tapi baru inilah aku merasakan mulus kulitnya.  Mataku ke betis lainnya mengamati bulu-bulu halus.
  "Begini Tante, kurang keras engga ?"
  "Cukup segitu aja, enak kok"
  Tangan memijit, mata jelalatan. Lekukan pantat itu bulat menjulang,  sampai di pinggang turun menukik, di punggung mendaki lagi. Indah.  Kakinya sedikit membuka, memungkinkan mataku menerobos ke celah pahanya.  Tanganku pindah ke betis kanannya aku menggeser dudukku ke tengah,  dan..terobosan mataku ke celah paha sampai ke celana dalam merah jambu  itu. Huuuh, sekarang aku betul-betul keras.
  "Aah" teriaknya pelan ketika tanganku menjamah ke belakang lututnya.
  "Maaf Tante"
  "Engga apa-apa. Jangan di situ, sakit. Ke atas saja"
  Ke Atas ? Berarti ke pahanya ? Apa tidak salah nih ? Jelas kok, perintahnya. Akupun ke paha belakangnya.
  Ampuuun, halusnya paha itu. Kulit Tante memang istimewa. Kalau ada lalat hinggap di paha itu, mungkin tergelincir karena licin!
  Aku mulai tak tenang. Nafas mulai tersengal, entah karena mijit atau  terangsang, atau keduanya. Aku tak hanya memijit, terkadang mengelusnya,  habis tak tahan. Tapi Tante diam saja.
  Kedua paha yang diluar, yang tak tertutup daster selesai kupijit. Entah  karena aku sudah "tinggi" atau aku mulai nakal, tanganku terus ke atas  menerobos dasternya.
  "Eeeh" desahnya pelan. Hanya mendesah, tidak protes!
  Kedua tanganku ada di paha kirinya terus memijit. Kenyal, padat. Tepi  dasternya dengan sendirinya terangkat karena gerakan pijitanku. Kini  seluruh paha kirinya terbuka gamblang, bahkan sebagian pantatnya yang  melambung itu tampak. Pindah ke paha kanan aku tak ragu-ragu lagi  menyingkap dasternya.
  "Enak To, kamu pintar juga memijit"
  Aku hampir saja berkomentar :"Paha Tante indah sekali". Untung aku masih bisa menahan diri. Terus memijit, sekali-kali mengelus.
  "Ke atas lagi To" suaranya jadi serak.
  Ini yang kuimpikan! Sudah lama aku ingin meremas pantat yang menonjol  indah ke belakang itu, kini aku disuruh memijitnya! Dengan senang hati  Tante!
  Aku betul-betul meremas kedua gundukan itu, bukan memijit, dari luar daster tentunya. Dengan gemas malah! Keras dan padat.
  Ah, Tante. Tante tidak tahu dengan begini justru menyiksa saya! kataku  dalam hati. Rasanya aku ingin menubruk, menindihkan kelaminku yang keras  ini ke dua gundukan itu. Pasti lebih nikmat dibandingkan ketika memeluk  tubuh mbak Mar dari belakang.
  "Ih, geli To. Udah ah, jangan di situ terus" ujarnya menggelinjang  kegelian. Barusan aku memang meremas pinggir pinggulnya, dengan sengaja!
  "Cape, To ?" tanyanya lagi.
  "Sama sekali engga, Tante" jawabku cepat, khawatir saat menyenangkan ini berakhir.
  "Bener nih ? Kalau masih mau terus, sekarang punggung, ya ?". Aha, "daerah jamahan" baru!
  Bahunya kanan dan kiri kupencet.
  "Eeh" desahnya pelan.
  Turun ke sekitar kedua tulang belikat. Lagi-lagi melenguh. Daster tak  berlengan ini menampakkan keteknya yang licin tak berbulu. Rajin  bercukur, mungkin. Ah, di bawah ketek itu ada pinggiran buah putih. Dada  busungnya tergencet, jadi buah itu "terbuang" ke samping. Nakalku  kambuh. Ketika beroperasi di bawah belikat, tanganku bergerak ke  samping.
  Jari-jariku menyentuh "tumpahan" buah itu. Tidak langsung sih, masih ada  lapisan kain daster dan kutang, tapi kenyalnya buah itu terasa.  Punggungnya sedikit berguncang, aku makin terangsang.
  Ke bawah lagi, aku menelusuri pinggangnya.
  "Cukup, To.." Kedua tangannya lurus ke atas. Ia tengkurap total. Nafasnya terengah-engah.
  "Depannya Tante ?" usulku nakal. Lancang benar kau To. Tante sampai  menoleh melihatku, kaget barangkali atas usulku yang berani itu.
  "Kaki depannya 'kan belum Tante" aku cepat-cepat meralat usulku. Takut  dikiranya aku ingin memijit "depannya punggung" yang artinya buah dada!
  "Boleh aja kalau kamu engga cape". Ya jelas engga dong! Tante berbalik  terlentang. Sekejap aku sempat menangkap guncangan dadanya ketika ia  berbalik. Wow! Guncangan tadi menunjukkan "eksistensi" kemolekkan buah  dadanya! Aduuh, bagaimana aku bisa bertahan nih ? Tubuh molek terlentang  dekat di depanku. Ia cepat menarik dasternya ke bawah, sebagai reaksi  atas mataku yang menatap ujung celana dalamnya yang tiba-tiba terbuka,  karena gerakan berbalik tadi. Silakan ditutup saja Tante, toh aku sudah  tahu apa yang ada dibaliknya, rambut-rambut halus agak lurus, hitam,  mengkilat, dan lebat. Lagi pula aku masih bisa menikmati "sisanya":  sepasang paha dan kaki indah! Aku mulai memijit tulang keringnya.  Singkat saja karena aku ingin cepat-cepat sampai ke atas, ke paha.
  Lutut aku lompati, takut kalau ia kesakitan, langsung ke atas lutut, kuremas dengan gemas.
  "Iih, geli". Aku tak peduli, terus meremas. Paha selesai, untuk mencapai  paha atas aku ragu-ragu, disingkap atau jangan. Singkap ? Jangan! Ada  akal, diurut saja. Mulai dari lutut tanganku mengurut ke atas, menerobos  daster sampai pangkal paha.
  "Aaaah, Tooo …." Biar saja. Kulihat wajahnya, matanya terpejam. Aku makin bebas.
  Dengan sendirinya tepi daster itu terangkat karena terdorong tanganku.  Samar-samar ada bayangan hitam di celana dalam tipis itu. Jelas  rambut-rambut itu. Ke bawah lagi, urut lagi ke atas. Aaah lagi. Dengan  cara begini, sah-sah saja kalau jempol tanganku menyentuh  selangkangannya. Sepertinya basah di sana. Ah masak. Coba ulangi lagi  untuk meyakinkan. Urut lagi. Ya, betul, basah! Kenapa basah ? Ngompol ?  Aku tidak mengerti.
  "To …" panggilnya tiba-tiba. Aku memandangnya, kedua tanganku berhenti  di pangkal pahanya. Matanya sayu menantang mataku, nafasnya memburu,  dadanya naik-turun.
  "Ya, Tante" mendadak suaraku serak. Dia tak menyahut, matanya tetap  memandangiku, setengah tertutup. Ada apa nih ? Apakah Tante ….. ? Ah,  mana mungkin. Kalau Tante terrangsang, mungkin saja, tapi kalau mengajak  ? Jangan terlalu berharap, To!
  Aku meneruskan pekerjaanku. Kini tak memijit lagi, tapi menelusuri  lengkungan pinggulnya yang indah itu, membelai. Habis tak tahan.
  "Uuuuh" desahnya lagi menanggapi kenakalanku. Keterlaluan aku sekarang,  kedua tanganku ada di balik dasternya, mengelus mengikuti lengkungan  samping pinggul.
  "Too …. " panggilnya lagi. Kulepas tanganku, kudekati wajahnya dengan  merangkak di atas tubuhnya bertumpu pada kedua lutut dan telapak  tanganku, tidak menindihnya.
  "Ada apa, Tante" panggilku mesra. Mukaku sudah dekat dengan wajahnya.
  Matanya kemudian terpejam, mulut setengah terbuka. Ini sih ajakan. Aku nekat, sudah kepalang, kucium bibir Tante perlahan.
  "Ehhmmmm" Tante tidak menolak, bahkan menyambut ciumanku. Tangan kirinya  memeluk punggungku dan tangan kanannya di belakang kepalaku. Nafasnya  terdengar memburu. Aku tidak lagi bertumpu pada lututku, tubuhku  menindih tubuhnya. Menekan. Ia membuka kakinya. Aku menggeser tubuhku  sehingga tepat di antara pahanya yang baru saja ia buka. Kelaminku yang  keras tepat menindih selangkangannya. Kutekan. Nikmatnya!
  "Ehhhmmmmmm" reaksinya atas aksiku.
  Kami saling bermain lidah. Sedapnya!
  Aku terengah-engah.
  Dia tersengal-sengal.
  Tangan kananku meremas dada kirinya. Besar, padat, dan kenyal! Ooooohhhh, aku melayang.
  He!, ini Tantemu, isteri Oommu!
  Iya, benar. Memangnya kenapa.
  Mengapa kamu cium, kamu remas dadanya.
  Habis enak, dan ia tak menolak.
  Dua kancing dasternya telah kulepas, tanganku menyusup ke balik kutangnya.
  Selain besar, padat, dan kenyal, ternyata juga halus dan hangat!
  Tiba-tiba Tante melepas ciumanku.
  "Jangan di sini, To" katanya terputus-putus oleh nafasnya.
  Tanpa menjawab aku mengangkat tubuhnya, kubopong ia ke kamarnya. "Uuuuuhhh" lenguhnya lagi.
  "Ke kamarmu saja"
  Sebelum sampai ke dipanku, Tante minta turun. Berdiri di samping dipan. Aku memeluknya, dia menahan dadaku.
  "Kunci dulu pintunya" Okey, beres.
  Kulepas seluruh kancingnya, dasternya jatuh ke lantai. Tinggal kutang  dan celana dalam. Buah dada itu serasa mau meledak mendesak kutangnya!
  Kupeluk lagi dia. Dadanya merapat di dadaku.
  "Tooo, hhehhhhhhh" katanya gemas seperti menahan sesuatu.
  Kami berciuman lagi. Main lidah lagi.
  Tangannya menyusup ke celanaku, meremas-remas kelaminku di balik celana.
  "Eehhmmmmmm" dengusnya
  Dengan kesulitan ia membuka ikat pinggangku, membuka resleting celanaku, merogoh celana dalamku, dan mengeluarkan "isinya"
  "Eehhh" Ia melepas ciuman, melihat ke bawah.
  "Ada apa Tante" Tanyaku disela-sela dengus nafasku.
  "Besar sekali"
  Ia mempermainkan penisku. Menggenggam, meremas.
  Geli, geliii sekali.
  Stop Tante, jangan sampai keluar. Aku ingin pengalaman baru, Tante. Ingin memasuki kelaminmu..sekarang!
  Kutarik tangannya dari penisku. Untung Tante menurut. Aku tak jadi "keluar"
  Kulepas tali kutangnya, tapi yang belakang susah dilepas. Tante  membantu. Buah dada itu terbuka. Wow.luar biasa indahnya. Belum sempat  aku menikmat buah itu, Tante memelukku. Meraih tangan kananku,  dituntunnya menyelip ke celana dalamnya. Dibawah rambut-rambut itu  terasa basah. Diajarinya aku bagaimana jariku harus bermain di sana :  menggesek-gesek antara benjolan dan pintu basah itu.
  "Uuuuuuhhhhhh, Tooo.."
  Dilepasnya bajuku, singletku, celanaku luar dalam. Aku telanjang bulat.  Kutarik juga celana dalamnya. Ia telanjang bulat juga. Luar biasa.  Pinggang itu ramping, perut itu rata, ke bawah melebar lengkungannya  indah. Rambut-rambut halus itu menggemaskan, diapit oleh sepasang paha  yang nyaris bulat. Seluruhnya dibalut kulit yang putih dan mulusnya  bukan main!.
  Ditariknya aku ke dipan. Ia merebahkan diri. Kakinya ditekuk lalu dibuka  lebar. Dipegangnya kelaminku, ditariknya, ditempelkannya di  selangkangan. Rasanya terlalu ke bawah. Ah, dia 'kan yang lebih tahu.  Aku nurut saja. Tangannya pindah ke pantatku. Ditariknya aku mendekat  tubuhnya. Sesuatu yang hangat terasa di ujung penisku.
  Tangannya memegang penisku lagi. Belum masuk ternyata. Disapu-sapukannya  kepala penisku di pintu itu. Sementara ia menggoyang pantatnya. Geliii,  Tante. Aku manut saja seperti kerbau dicucuk hidung. Memang belum  pengalaman! Didorongnya lagi pantatku. Meleset!
  Pernah kupikir waktu pertama kali aku melihat kelamin Tante beberapa  hari lalu, mana cukup lubang sesempit itu menampung kelaminku yang lagi  tegang ?
  Tante membuka pahanya lebih lebar lagi, mengarahkan penisku lagi, dan  aku sekarang yang mendorong. Kepalanya sudah separoh tenggelam, tapi  macet!
  "Kelaminmu besar, sih!"keluhnya. Padahal barusan ia mengaguminya.
  Ia menggoyang pantatnya dan…bless. Masuk separoh.
  "Aaaaahhh" teriak kami berbarengan. Terasa ada sesuatu yang menjepit penisku, hangat, enak!
  Pantatnya bergoyang lagi, tumitnya mendorong pantatku.
  Blesss..masuk lagi. Makin hangat, makin sedap, dan geli.
  Goyang lagi, aku dorong sekarang. Masuk semuanya
  Seedaaaaaaaaap!
  Tante bergoyang.
  Nikmaaaaaaaat!
  Tante menjepit.
  Geliiiiiiiiiiiiiiii!
  Kutarik pelan. Terasa gesekan, enak. Ya, digesek begini enak. Tarik sedikit lagi, dan kudorong lagi.
  "Idiiiiiiiiiiih, sedaaaaapp Too" Tante berteriak, agak keras.
  Geli di ujung sana. Tariik, dorooong
  Makin geli..
  Geli sekali…
  Tak tahaaaaaann…
  "Tahan dulu, To"
  Tak mungkin, sudah geli sekali.lalu..
  Aku melambung, melayang, melepas..
  "Aaaaaahhhhhhh" teriakku. Nikmatnya sampai ke ubun-ubun.
  Mengejang, melepas lagi, berdenyut, enak, melepas lagi, nikmat sekali..!
  "Genjot lagi, To" teriaknya
  Mana bisa.
  "Ayo, To"
  Aku sudah selesai!
  Tante masih menggoyang
  Aku ikut saja, pasif
  "Tooooo, .."
  Tante gelisah, goyangnya tak kubalas. Aku sudah selesai!
  "Eeeeeeeeehh" keluhnya, sepertinya kecewa.
  Bergerak-gerak tak karuan, menendang, menggeliat, gelisah..
  Penisku mulai menurun, di dalam sana.
  Tante berangsur diam, lalu sama sekali diam, kecewa.
  Tinggal aku yang bingung.
  Beberapa menit yang lalu aku mengalami peristiwa yang luar biasa, yang  baru kali ini aku melakukan. Baru kali ini pula aku merasakan kenikmatan  yang luar biasa. Kenikmatan berhubungan kelamin.
  Nikmatnya susah digambarkan.
  Hubungan kelamin antara pria yang mulai menginjak dewasa dengan wanita dewasa muda.
  Sama-sama diinginkan oleh keduanya.
  Keduanya yang memulai.
  Berdua pula yang melanjutkan, keterusan dan…kepuasan.
  Kepuasan ? Aku memang puas sekali, tapi Tante ?
  Itulah masalahnya sekarang.
  Aku menangkap wajah kecewa pada Tante.
  Perilakunya yang gelisah juga menandakan itu.
  Aku jadi merasa bersalah. Aku egois.
  Aku mendapatkan kenikmatan luar biasa sementara aku tak mampu memberi kepuasan kepada "lawan mainku", Tante Yani.
  Terlihat tadi, ia ingin terus sementara aku sudah selesai.
  Aku bingung bagaimana mengatasi kebisuan ini.
  Aku masih menindih tubuhnya. Penisku masih di dalam.
  Buah dadanya masih terasa kencang mengganjal dadaku.
  Pandangannya lurus ke atas melihat plafon.
  Aku harus ambil inisiatif.
  Kucium pipinya mesra, penuh perasaan.
  "Maafkan saya, Tante"
  Tante menoleh, tersenyum dan balas mencium pipiku.
  Sementara aku agak lega, Tante tak marah.
  "Kamu engga perlu minta maaf, To"
  "Harus Tante, saya tadi nikmat sekali, sebaliknya Tante belum merasakan.  Saya engga mampu, Tante. Saya belum pengalaman Tante. Baru kali ini  saya melakukan itu"
  "Betul ? Baru pertama kamu melakukan ?"
  "Sungguh Tante"
  "Engga apa-apa, To. Tante bisa mengerti. Kamu bukannya tidak mampu.  Hanya karena belum biasa saja. Syukurlah kalau kamu tadi bisa menikmati"
  "Nikmaaat sekali, Tante"
  Tante diam lagi, mengelus-elus punggungku. Nyaman sekali aku seperti ini.
  "To " panggilnya.
  "Ya, Tante"
  "Ini rahasia kita berdua saja ya ? Tante minta kamu jangan katakan hal ini pada siapapun"
  "Tentu Tante, tadinya sayapun mau bilang begitu" Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Mendadak aku jadi cemas.
  "Tante "
  "Hhmm"
  "Gimana kalau Tante nanti .." Aku tak berani meneruskan.
  "Nanti apa ?"
  "Akibat perbuatan tadi, lalu Tante .."
  "Hamil ?" potongnya.
  "Ya "
  "Engga usah kamu pikirkan. Tante sudah jaga-jaga"
  "Saya engga mengerti Tante"
  "To, lain kali saja ya Tante jelasin. Sekarang Tante harus mandi, Oommu 'kan sebentar lagi datang"
  Ah, celaka. Sampai lupa waktu. Aku bangkit hendak mencabut.
  "Pelan-pelan To" katanya sambil menyeringai, lalu matanya terpejam
  "Eeeeeehhh" desahnya hampir tak terdengar, ketika aku mencabut kelaminku.
  Kubantu ia mengenakan kutangnya. Buah dada itu belum sempat aku nikmati. Lain kali pasti!
  "Tante " aku memanggil ketika ia sudah rapi kembali.
  Kupeluk ia erat sekali, kubisikkan di dekat kupingnya
  "Terima kasih, Tante" lalu kucium pipinya.
  "Ya " jawabnya singkat.
  "Sana mandi, cuci yang bersih niih" katanya lagi sambil menggenggam penisku waktu bilang 'niih'
  Ooohhh, nikmatnya hari ini aku.
  Malam ini pertama kali aku ciuman dengan nikmat, pacaran sampai  "keterusan". Pertama kali penisku memasuki kelamin wanita. Pertama kali  aku menumpahkan "air" ku ke dalam tubuh wanita, tidak ke perut atau ke  lantai.
  Lebih istimewa lagi, wanita itu adalah Tante Yani.
  Wanita dengan tubuh yang luar biasa.
  Bentuknya, potongannya, halusnya, padatnya, putihnya, bulunya…..
  Padahal wanita itu sudah 26 tahun, sepuluh tahun di atas usiaku. Tapi  lebih padat dari Si Ani yang 17 tahun, lebih manis dari Si Yuli yang  sepantaranku, lebih indah dari Si Rika yang seumurku.
  Yang masih mengganjal, wanita itu Tanteku, isteri Oom Ton. Ya, aku  meniduri isteri Oomku! Aku mendapatkan pengalaman baru dari isterinya!  Aku memperoleh kenikmatan dari meniduri isterinya. Isteri orang yang  membiayai sekolahku, yang memberiku makan dan tempat tinggal!
  Betapa jahatnya aku. Betapa kurangajarnya aku.
  Aku sekarang jadi pengkhianat!
  Mengkhianati adik misan ayahku!
  Tapi, keliru kalau semua kesalahan ditimpakan kepadaku.
  Siapa yang menyuruh memijat ?
  Okey, seharusnya memijat saja, kenapa pakai mengelus ?
  Pakai meremas pantat ? Habis, siapa yang tahan ? Aku masih 16 tahun,  masih sangat muda, tapi sudah matang secara seksual, mudah terrangsang.
  Tante sendiri, kenapa tidak menolak ? Bisa saja ia menempelengku ketika  aku mau mencium bibirnya di karpet itu. Bisa saja ia menolak waktu aku  membopongnya ke kamarku. Dan aku, bisa saja memberontak waktu ia merogoh  celana dalamku, waktu ia menggenggam kelaminku dan diarahkan ke  kelaminnya….
  Kesimpulannya : salah kami berdua!
  Tapi, aku ingin mengulangi ……….!
  ***
  Paginya, kami sarapan bertiga, Aku, Oom, dan Tante. Aku jadi tidak  berani menatap mata Oom waktu kami berbicara. Mungkin karena ada  perasaan bersalah. Sedangkan Tante, biasa-biasa saja. Sikapnya kepadaku  wajar, seolah tak terjadi apa-apa. Tak ada pembicaraan penting waktu  makan.
  Tante bangkit menuangkan minuman buat Oom. Kupandangi tubuhnya. Aku jadi  ingat peristiwa semalam. Rasanya aku tak percaya, tubuh yang ada di  depanku ini, yang sekarang tertutup rapat, sudah pernah aku tiduri. Aku  ngaceng lagi..
  Susah sekali aku berkonsentrasi menerima pelajaran hari ini. Pikiranku  ke rumah terus, ke Tante. Bagaimana ia "menuntunku" masuk. Bagaimana aku  mulai belajar "menggesek", terus keenakkan. Aku ingin lagi…!
  Tante bagaimana ya, apakah ia ingin lagi ? Aku meragukannya, mengingat  semalam ia tidak puas. Jangan-jangan ia kapok. Tadi pagi sikapnya biasa  saja. Mestinya sedikit lebih mesra kepadaku. Memangnya kamu ini siapa.
  Lebih baik begitu, wajar saja, 'kan ada suaminya.
  ***
  Dua hari kemudian ketika aku pulang sekolah, kulihat ada mobil Oom di  garasi. Apakah Oom Ton tak ke kantor hari ini ? Atau jangan-jangan Oom  tahu kalau aku ..
  Ah, jangan berpikir begitu. Dua hari terakhir ini sikap Oom kepadaku tak  ada perubahan apa-apa. Sikap Tante juga wajar-wajar saja. Justru aku  yang kelimpungan. Bayangkan. Setiap hari ketemu Tante. Aku selalu  membayangkan "dalam"-nya, walau pakaian Tante tertutup rapat. Lalu,  terbayang, aku sudah pernah menjamah tubuh itu, dan terangsang lagi.
  Selama dua hari ini aku betul-betul tersiksa. Terlihat paha Tante yang  sedikit tersingkap saja, aku langsung "naik". Ooh..! Aku ingin  lagiiiiii.
  Siang ini aku makan sendirian. Kamar Tante tertutup rapat. Oom pasti ada  di dalam, mobilnya ada. Tante juga tentunya. Mungkin mereka sedang …?  Siang-siang ? Biar saja, toh suami-isteri. Sekejap ada rasa tak nyaman.  Tanteku sedang ditiduri suaminya…! Aku iri! Memangnya kamu siapa ?
  Baru saja aku selesai menyantap sendok terakhir makananku, kemudian  mengangkat gelas, ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka, Tante keluar,  mengenakan baju tidur. Aku terpana. Tanganku yang sedang memegang gelas  berhenti, belum sempat minum, terpesona oleh Tante dengan baju tidurnya.  Kelihatan ia baru bangun tidur, melihatku.
  "Sudah pulang, To"
  "Udah dari tadi Tante"
  Ia tutup pintu kamarnya kembali lalu mendekatiku, dan tiba-tiba mencium  pipiku erat, lenganku merasakan lembutnya sesuatu yang menandakan Tante  tak memakai kutang.
  Hampir saja aku menumpahkan air minum karena kaget.
  "Ada kabar gembira."katanya berbisik. Sebelum aku berreaksi atas aksinya itu, Tante sudah beranjak ke belakang meninggalkanku.
  Aku jadi penasaran. Penasaran pada benda lembut yang mendesak lenganku tadi, serta pada kabar gembira apa ?
  Ketika Ia kembali lagi, aku berdiri untuk memuaskan rasa penasaran tadi.
  Tante menempelkan telunjuknya ke mulut sambil matanya melirik ke kamar. Aku mengerti isyarat ini. Jangan ganggu, ada suaminya.
  Sejam kemudian kulihat Oom Ton duduk di sofa ruang tengah bersama Tante.  Oom Ton berpakaian rapi berdasi, seperti hendak ke kantor, sedangkan  Tante mengenakan daster pendek tak berlengan berkancing tengah, daster  kesukaanku. Terlihat segar, baru saja mandi, mungkin.
  "Tarto" Oom Ton memanggilku.
  "Ya, Oom"
  "Oom mau ke Bandung, dua hari. Kamu jaga rumah ya ?"
  Ini rupanya kabar gembira itu!
  "Baik, Oom, kapan Oom berangkat ?"
  "Sebentar lagi, jam tiga"
  Dua hari Oom tak ada di rumah, tentunya dua malam juga. Dua malam aku menjaga rumah, bersama Tante.
  Dua malam bersama Tante ? Bukan main!. Eit, jangan berharap dulu, ya. 'Kan tadi Ia bilang kabar gembira ?
  Kok kamu yakin kabar gembiranya Tante adalah karena Oom ke Bandung ? Jangan sok pasti ya!
  Aku melirik Tante, Ia biasa-biasa saja.
  Pak Dadan datang membawa tas di bahunya, masuk garasi menghidupkan mesin mobil.
  "Papa berangkat ya, Ma"
  "Ya, Pa, hati-hati di jalan, ya ?"
  "Mama juga hati-hati di rumah"
  Oom mencium pipi Tante, lalu menciumi Si Luki.
  "Jaga baik-baik, ya To"
  "Ya, Oom"
  Seisi rumah mengantar Oom sampai depan pintu pagar, melambai sampai mobilnya berbelok ke jalan Tebet Timur Raya.
  Semuanya masuk ke rumah kembali. Hatiku bersorak. Dadaku penuh berharap dan kepalaku penuh rencana.
  Luki dibawa pengasuhnya ke rumah sebelah. Mbak meneruskan pekerjaannya  di belakang. Aman. Tinggal aku dan Tante. Kuberanikan diriku. Kupeluk  Tante dari belakang. Betul 'kan, Tante tak memakai kutang. Wah, sudah  lama sekali aku tak menyentuhnya.
  Tante sedikit kaget, lalu berbalik membalas pelukanku. Cuma sebentar, melepaskan diri.
  "Sabar, dong To"
  "Tante …" Serak suaraku.
  "Nanti malam saja "
  Aha, rencana di kepalaku bisa terlaksana malam ini.
  Kami duduk berdampingan di sofa, sedikit berjarak. Aku nonton TV, Tante membaca.
  Aku tak tahan lagi, penisku sudah tegang dari tadi. Sekarang baru jam  setengah empat sore. Berapa jam lagi aku mesti menunggu ? Oh, lama  sekali.
  Tante, tolonglah aku. Aku tak sanggup lagi menunggu.
  Kulihat sekeliling meyakinkan situasi. Luki masih sama si Tinah di tetangga. Mbak Mar menyetrika di belakang. Aman!
  Kupegang tangan Tante yang sedang ada di pahanya. Dengan begini aku bisa  meremas-remas tangannya sambil merasakan lembutnya paha. Ia sesekali  membalas remasanku, tetap membaca.
  Ditariknya tangannya untuk membuka halaman buku bacaannya, tanganku "tertinggal" di pahanya. Kesempatan.
  Kuusap lembut pahanya. Paha itu masih seperti yang kemarin, padat, kenyal, halus, berbulu lembut. Masih tetap membaca.
  Aku makin berani, tanganku bergerak ke atas menyusup dasternya. Kuusap  celana dalamnya. Nafasnya mulai terdengar meningkat "volume"nya.
  Diletakkannya buku itu sambil menghela nafas panjang.
  "To., kamu engga sabaran, ya ?" katanya sambil memegang tanganku di bawah sana.
  "Maafkan saya Tante, saya.. saya ..engga kuat lagi Tante, saya ingin  lagi, Tante" Kataku terputus-putus menahan birahi yang mendesak.  Kelaminku juga mendesak.
  "Masih sore, To"
  "Tolonglah., Tante, saya membayangkan terus setiap ..hari" kataku  setengah memohon. Aku yakin Tantepun sebenarnya telah terangsang,  terlihat dari nafasnya dan aku merasakan basah di celananya. Aku sudah  sampai pada titik yang tak mungkin surut kembali. Situasi sekeliling  aman. Jadi, apa lagi selain berlanjut ?
  "Saya mohon, Tante" kini aku betul-betul memohon.
  Ditariknya tanganku dari paha, lalu dituntun ke dadanya. Permohonanku diterima.
  Kuremas buah dada itu yang hanya ditutupi selembar kain daster.
  "Eeeeeeehhh" desahnya.
  Tiga hari lalu, waktu aku pertama kali meniduri Tante (memang baru  pertama kali aku berhubungan sex), aku belum sempat menikmati buah dada  ini. Waktu itu kami sudah sama-sama terangsang sehabis aku memijatnya.  Aku baru sempat meremasnya, itupun dibalik kutang. Lalu ketika kutangnya  sudah terbuka, Tante sudah keburu menuntun kelaminku memasukinya.
  Sekaranglah kesempatan untuk menikmati dada itu.
  Kubuka kancing dasternya, satu, dua, tiga.
  Dada itu mengagumkan.
  Putih, besar, menonjol, bulat, bergerak maju mundur seirama nafasnya,  putingnya kecil agak panjang tegak lurus ke depan berwarna merah jambu.
  Aku berlutut di depannya, kusingkirkan daster itu, kucium belahan dadanya yang seperti parit kecil di antara dua bukit.
  Halusnya buah itu dapat kurasakan di kedua belah pipiku.
  Mulutku bergerak ke kiri, ke dada bagian atas, terus turun, kutelusuri  permukaan bukit halus itu dengan bibir dan lidahku. Sementara tangan  kananku mengusapi buah kirinya. Luar biasa, kulit itu haluuus sekali!  Tangannya mengusap-usap belakang kepalaku. Penelusuranku berakhir di  puncaknya. Kumasukkan putting itu kemulutku, kukemot.
  "Aaaaaaaahhh" lenguhnya pelan sekali.
  Tangannya menekan kepalaku.
  Kukemot lagi, kuhisap, kupermainkan dengan lidahku, putting itu  mengeras. Puting satunya lagi juga mengeras, terasa di antara telunjuk  dan ibujari tangan kananku.
  Ada kesamaan gerak antara mulut dan tangan kananku. Kalau mulutku  mengulum puting, jari-jariku memilin puting sebelahnya. Bila bibir dan  lidahku merambahi seluruh permukaan buah yang sangat halus itu, telapak  tanganku merambah pula. Seluruh permukaan dada itu demikian halus,  sehingga ada sedikit yang tak halus di sebelah puting agak ke bawah  menarik perhatianku.
  Kulepaskan muluku dari dadanya, ingin memeriksa. Di sebelah puting dada  kiri Tante ada bercak merah. Kuperhatikan dan kuraba. Seperti bekas  gigitan. Oh. Aku ingat tadi siang waktu makan. Ini pasti "hasil kerja"  Oom Ton di kamar yang terkunci tadi..
  Akupun ingin. Betapa enaknya menggigit buah kenyal ini.
  Dada kanan bagianku. Kucium puting itu kembali, geser sedikit, aku mulai menggigit.
  Tiba-tiba Tante mendorong kepalaku.
  "Jangan, To. Kamu..mikir, dong" katanya sambil terengah-engah.
  Ah, bodohnya aku. Kalau kugigit tentu nanti berbekas, jelas pemilik sahnya, Oom Ton, akan curiga!
  "Maafkan saya Tante, habis gemas sih."
  "Yahhh.engga apa-apa. Kamu harus ingat, ini rahasia kita saja"
  Dipegangnya dadanya sendiri lalu disodorkannya ke mulutku. Gantian,  sekarang dada kiri dengan mulutku, yang kanan dengan tangan kiriku….
  Sudah saatnya untuk pindah ke kamar.
  Aku bangkit berdiri. Tante masih tergolek duduk. Kancing tengah  dasternya sudah semuanya terlepas, menyibak kesamping, tinggal celana  dalamnya saja. Dada itu rasanya makin besar saja.
  Kutarik kedua tangan Tante, tapi ia melepaskannya. Dibukanya gesperku,  lalu kancing celanaku, dan ditariknya resleting dan celana dalamku.  Penisku yang tegang itu keluar dengan gagahnya persis di depan mukanya.
  "Uuuuuuuuuhhhh" Tante melenguh pelan memegang kelaminku, dielusnya.
  "Kok besar sekali sih To, punyamu ini"
  Kuraih badannya, kubimbing ia ke kamarku sambil masih memegang senjataku, tertatih-tatih kami berdua.
  Kukunci pintu kamarku, kurebahkan Tante perlahan di dipanku, kulucuti pakaianku, dengan bertelanjang bulat kudekati Tante.
  Dengan perlahan kupelorotkan celana merah jambu itu. Kembali aku bertemu  dengan rambut halus hitam mengkilat itu. Ada cairan bening di sana.  Kutindih tubuhnya lalu kakinya menjepit tubuhku. Kamipun berciuman,  saling menggigit lidah. Lalu akupun tak tahan lagi.
  Aku bangkit. Kubuka kakinya lebar. Lubang sempit itu terbuka sedikit,  merah. Sekarang aku tak perlu dituntun lagi. Aku sudah tahu. Kutempelkan  kepala penisku ke lubang sempit itu, lalu kudorong hati-hati.
  "Aaaaaaaaaaahhhhh, To, sedaaaaaap"
  Kepalanya sudah masuk. Nikmaaaaaaaaaat!
  Aku heran, lubang sesempit itu bisa "menelan" kepala penis besarku. Kenapa kupikirkan ? Yang penting enak.
  Sambil memegangi kedua belah dadanya, aku mendorong lagi. Enak-enak geli  atau geli-geli enak. Entah mana yang benar. Kudorong lagi, Aaah lagi,  enak lagi, geli lagi.
  Lagi kudorong, sampai habis, sampai mentok.
  "Idiiiiiiiiiiiiih, Toooo, enak sekali"
  Nyaman, sudah didalam seluruhnya.
  Pinggul Tante mulai berputar. Aku tahu tugasku, menarik dan mendorong.  Mulut Tante mengeluarkan bunyi-bunyian setiap aku mendorong. Melenguh,  mendesah, kadang menjerit kecil, atau kata-kata yang tak bermakna.
  Kejadian tiga hari lalu berulang. Baru beberapa kali "tusuk" aku sudah  merasakan geli luar biasa. Nampaknya aku tak mampu menahan lagi. Ah,  kenapa begini ? Aku tak bisa tahan lama. Aku cemas jangan-jangan Tante  nanti kecewa lagi. Tapi bagaimana lagi, aku sudah hampir tiba di puncak.
  Aku coba berhenti bergerak sambil menahan agar jangan sampai keluar  dulu, persis kalau aku menahan kencing. Tapi begitu aku diam, pantat  Tante langsung berputar. Seluruh bagian tubuh yang di dalam sana  memeras-meras kelaminku. Oh, aku tak akan berhasil menahan diri.  Langsung saja aku bergerak lagi, makin cepat malah. Ocehan Tantepun  makin ngawur.
  Aku jadi cepat, makin cepat dan semakin cepat, lalu ……. badanku bergetar  hebat, mengejang, berulang, memuntahkan, mengejang lagi, muntah lagi…
  Tante berhenti berputar, lalu menjepit kakiku, menerima pelepasanku.
  Rasanya aku mengeluarkan banyak sekali
  Lalu akupun ambruk di atas tubuh Tante.
  Aku selesai. Selesai menggetar, selesai mengejang, selesai melepas,  selesai semuanya. Tanteku selesai terpaksa. Aku yakin ia kecewa lagi.
  "Tante, gimana Tante, saya engga bisa menahan lagi …"
  "Hmmm, To"
  "Maafkan lagi saya, Tante. Saya gagal"
  "Sudahlah, To"
  "Saya hanya memuaskan diri sendiri"
  "Tante bilang sudahlah, kamu lumayan tadi"
  "Lumayan gimana Tante ?"
  "Ada kemajuan dibanding yang lalu. Tante merasa enak, tadi"
  "Tante bohong! Tante cuma menghibur saya"
  "Benar, To. Memang Tante merasa belum "tuntas", tapi kocokanmu tadi bisa Tante nikmati". Aku agak tenteram.
  "Ini karena kamu belum biasa, To. Tante yakin, lama-lama kamu akan mampu. Barangmu kerasnya luar biasa"
  "Gimana caranya supaya saya bisa lama, Tante ?'
  "Nanti kamu akan tahu sendiri"
  "Ajarin saya ya, Tante"
  Tante tak menjawab. Akupun berdiam diri. Lama kami berdua membisu.
  Tante melihat jam, pukul empat sore, lalu bangkit mencari-cari pakaiannya yang berserakan.
  "Tante mandi dulu, ya ?"
  Aku membantunya berpakaian.
  Merapikan karet celana dalamnya, mengkaitkan kutangnya, mengancingkan  dasternya. Ada sesuatu yang lain kurasakan. Aku merasa demikian "mesra"  membantunya berpakaian. Aku serasa membantu isteriku!
  Ya, barusan aku merasa meniduri isteriku.
  Kupeluk Tante erat sekali, agak lama. Lalu kucium pipinya dalam-dalam.
  "Tante"
  "Apa, To ?"
  "Tarto sayang Tante" kataku tiba-tiba.
  Dipandangnya mataku lurus-lurus.
  "Apa maksudmu To"
  "Engga tahu Tante, pokoknya saya sayang sama Tante. Tante jangan kapok, ya ? Tarto ingin kita terus begini"
  "Oh, itu maksudmu. Asal kamu bisa jaga rahasia"
  "Bisa, Tante"
  "Juga harus hati-hati"
  "Iya,Tante"
  Tanpa kusadari, penisku bangun lagi.
  "Sudah, mandi sana" Tante ke luar kamarku
  ***
  Malam itu aku nonton TV sendirian. Tante ada di kamarnya, tertutup. Aku  kesepian. Aku mengharapkan Tante akan ke luar dari kamar menemaniku di  sini. Kemudian aku mendekatinya, lalu ciuman, raba-raba, dan …diakhiri  dengan hubungan suami-isteri.
  Heran aku, baru tadi sore aku dipuaskan oleh Tante di kamarku, malam ini  aku ingin lagi! Aku ingin kenikmatan itu lagi. Aku tetap menunggu.
  Jam 9 malam. Tante belum juga muncul.
  Pukul 9.30, tidak juga.
  Kemarilah Tante, aku merindukanmu.
  Malam ini adalah malam pertama Oom tak ada di rumah. Ayolah Tante, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan.
  Atau kuketuk saja pintunya, lalu aku masuk ?
  Ah jangan. Itu kurang ajar, namanya.
  Tubuh indah itu sendirian di kamar.
  Buah dada putih itu tak ada yang mengelusnya.
  Kelamin berambut halus itu tak ada yang memasukinya malam ini.
  Kenapa engkau tidak ke luar ?
  Barangkali Tante memang tidak membutuhkannya. Paling tidak malam ini.
  Ya, kalau ia butuh tentunya akan mendekatiku.
  Jam 10, belum ada tanda-tanda.
  Aku putuskan, malam ini memang Tante tak mau diganggu. Biar sajalah. Toh  besok siang, sore, atau malam masih ada kesempatan. Oom Ton menginap di  Bandung dua malam. Yah, besok sajalah.
  Tapi aku ingin malam ini!
  Aku ingin malam ini kelaminku masuk dan kemudian mengeluarkan cairan dengan nikmat!
  Kemudian aku mengeluarkan penisku yang sudah tegang itu. Kata Tante  punyaku ini besar. Entah benar-benar besar, aku tak tahu. Sebab aku  belum pernah lihat punya orang lain.
  Karena tidak ada Oom Ton, aku jadi makin berani menggoda Tanteku.  Seperti waktu sarapan tadi. Aku mengelus-elus bahu dan lengan atasnya  yang terbuka di meja makan. Bahkan mencium pipinya.
  "Hati-hati, To"
  "Ya, Tante, Kan saya lihat-lihat keadaan dulu"
  "Mar ada di belakang" katanya.
  "Tante"
  "Ehm ?"
  "Tarto sayang Tante"
  "Aku udah ada yang punya, To" katanya sambil mencubit pahaku. Aku senang.
  "Ya. Pokoknya saya sayang" Jangan-jangan aku jatuh cinta benar-benar sama Tanteku ini.
  "Semalam Tante ke mana. Saya tunggu-tunggu"
  "Ya. Tante tahu, kamu nonton TV. Kamu masuk kamar jam 10 'kan ? Masa'  mau terus-terusan". Aku lega, Tante tak tahu perbuatanku semalam yang  menyelinap ke kamar Mbak Mar.
  "Iya dong. Mumpung ada kesempatan. Sekarang juga saya mau" kataku nakal.
  "Gila, kamu To. Awas jangan sampai mengganggu sekolahmu!"
  "Habis Tante betul-betul menggemaskan" Aku ngaceng lagi!
  "Udah ah, berangkat sana, nanti telat"
  "Tapi nanti lagi ya Tante, janji dulu"
  "Lihat dulu nanti"
  Bagaimana tidak mengganggu sekolah, seharian aku ingat Tante terus. Membayangkan apa yang akan kuperbuat nanti bersama Tante.
  ***
  Di kelas aku jadi sering melamun, membayangkan waktu aku menyelusuri  seluruh permukaan dada Tante dengan mulut dan lidahku. Membayangkan  bagaimana kelaminku secara perlahan memasukinya…
  Bel tanda pulang berbunyi. Aku bersorak. Ingat ke rumah, ingat malam ini  Tante menjadi milikku. Akan kureguk semua kenikmatan dari tubuh Tante.  Pokoknya nanti akan kunikmati seluruhnya, mulai dari ujung rambut sampai  ujung kaki, sampai puas.
  Memang aku bisa puas, tapi bagaimana dengan Tante ? Dua kali aku  berhubungan kelamin dengan Tante, dua-duanya aku bisa mengeluarkan  spermaku ke dalam lubang kelamin Tante, sampai puncak, sampai puas. Tapi  Tante tidak. Aku jadi cemas, jangan-jangan nanti aku juga begitu. Tapi  aku ingat, yang kedua kemarin tante bilang aku ada kemajuan. Hal ini  sedikit menghiburku. Mudah-mudahan yang ketiga nanti dengan bertambahnya  pengalamanku, ada kemajuan lagi. Aku agak tenang sekarang.
  Di rumah sepi-sepi saja. Tak ada siapapun, juga Tante. Aku makan siang  sendirian. Tante mungkin ada di kamar, pintu kamarnya tertutup.  Kuselesaikan makan siangku dengan cepat, lalu duduk saja di meja makan,  berharap Tante akan keluar dari kamarnya. Setengah jam berlalu, masih  sendiri. Aku ke ruang keluarga nonton TV. Duduk di sofa lalu ingat,  kemarin di sini aku menikmati buah dada Tante dengan tuntas. Diam-diam  punyaku mulai tegak, padahal hanya membayangkan yang kemarin. Ditambah  lagi acara TV menyajikan fashion show di Sydney, Australia. Peragawati  cantik-cantik yang berlenggok di catwalk itu umumnya tak memakai kutang.  Kalau model bajunya berdada rendah, belahan dadanya jelas. Kalau  bahannya tipis, putingnya menonjol. Apalagi peragawati yang punya dada  besar, buahnya berguncang waktu ia melenggang. Aku tambah tegang, makin  pusing karena terangsang. Oh. Tante sayang, kemanakah engkau. Aku  membutuhkanmu sekarang!
  Tiba-tiba pintu kamar Tante terbuka. Aku menoleh. Kepala Tante nongol  memberi isyarat padaku dengan mengangguk-angguk. Nasibku memang  beruntung. Jelas ini isyarat ajakan masuk. Tapi masak di kamar itu,  kamar pribadi Oom dan Tante. Aku ragu, bengong saja belum bereaksi atas  isyaratnya. Sekali lagi Tante mengangguk, kali ini sambil mengedipkan  kedua matanya. Dengan pasti aku melangkah menuju kamarnya. Kepala Tante  lenyap. Aku masuk langsung menutup pintu kamarnya dan mengunci.
  Di ranjang besar itu Tante terlentang. Mengenakan baju tidur tipis,  sehingga samar-samar celana dalam dan kutangnya terlihat. Matanya sayu  memandangku, berkaca-kaca. Kutang itu bergerak naik-turun menandakan  nafas Tante sudah memburu.
  Aku tak tahan melihat pemandangan yang menggairahkan ini, segera saja aku menghampirinya. Tapi…
  "Tunggu dulu. Buka dulu dong, pakaianmu" perintahnya. Okey, tanpa  dimintapun aku akan membuka. Sementara aku membuka pakaian sampai  telanjang bulat, Tante memelorotkan celana dalamnya dengan posisi masih  terlentang. Kini di balik baju tidur tipis itu nampak rambut-rambut  halus yang menggemaskan itu.
  Belum sempat aku bergerak, ada lagi 'ulah' Tante.
  Ditariknya gaun tidur tipis itu perlahan, memperlihatkan paha bulat itu.  Ditarik lagi keatas sampai pusarnya nongol. Kelamin berambut halus dan  perutnya terbuka terhidang di depanku. Luar biasa. Tante menyajikan  'strip tease show' di depanku! Ada-ada saja Tante ini.
  Dengan 'senjata' yang tegak keras aku menghampiri tubuh indah ini.
  Kucium rambut-rambut halus itu sebentar. Gemasnya aku.
  "Aaaaaaaahhhh" teriak Tante.
  Aku berpindah ke atas, kulumat bibirnya sambil meremas sebelah dadanya.  Kutang itu perlu disingkirkan dulu seharusnya, tapi aku tak sempat.  Tanganku sebelah lagi bergerak ke bawah. Eh, Tante sudah basah! Benjolan  dan pintu itu licin.
  "Hhhhhhhhmmmmmmmm.." Tante tak mampu melenguh karena bibirnya aku kunci dengan bibirku.
  Disingkirkannya tanganku yang sedang asyik di bawah, dipegangnya  kelaminku, lalu diarahkannya ke 'pintu'. Rupanya Tante ingin memulai  sekarang. Mungkin sama dengan aku, sudah sama-sama terangsang lebih dulu  sebelum bergumul. Aku terrangsang oleh bayanganku dan peragawati tadi,  Tante terangsang entah oleh apa.
  Aku mulai 'masuk'
  "Aduhh! Pelan-pelan, To!" Tante mengaduh, memang masukku tadi agak kasar.
  "Maaf Tante, habis engga tahan sih.."kataku tersengal.
  Kamipun saling menggenjot. Lucu kelihatannya kali ini. Tante masih  mengenakan gaun tidur dan kutangnya, kelamin kami sudah saling pagut…
  Hasilnya, seperti kemarin.
  Aku 'keluar' lebih dulu, sementara Tante belum terpuaskan benar. Kentara  dari pinggulnya yang masih mencoba menggoyang sambil kakinya menjepit  pinggangku.
  Kembali aku kecewa.
  Kalau kelaminku sudah bergesekan dengan kelamin Tante, disamping rasa  nikmat, juga rasa geli luar biasa. Jika sudah geli begitu, aku tak  sanggup lagi menahan untuk jangan sampai ke puncak dulu.
  Kembali aku gagal memuaskan Tante.
  Kembali aku berusaha menetralkan suasana yang tak enak ini.
  Kuelus buah dada yang putingnya masih tegang itu dengan penuh perasaan,  lalu kucium perlahan. Tante mengusap kepalaku. Kucium pipinya dengan  mesra.
  "Tante.."
  "Hmmm"
  "Saya..engga.."
  "Udahlah..Tante tahu. Kamu engga usah merasa apa-apa. Tante maklum kok. Kamu tadi lumayan, sudah ada kemajuan"
  "Tapi Tante kan belum …"
  "Engga usah kamu pikirin. Tante mengerti" katanya menentramkan sambil mengelus-elus dadaku.
  "Saya engga bisa bertahan lama, Tante"
  "Sudah lumayan, kok. Tante tadi juga merasa nikmat. Kamu udah mulai pintar mengocok tadi"
  "Saya bisa merasakan Tante tadi belum puas"
  "Iya, memang wanita membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding laki-laki. Tapi kamu tadi ada kemajuan dibanding kemarin"
  "Tak adil rasanya. Saya merasakan kenikmatan luar biasa, sedangkan Tante belum"
  "Sudahlah, To. Tak perlu kamu pikirkan. Tante mengerti"
  "Terima kasih Tante" Kupeluk tubuhnya erat. Erat sekali.
  Diciumnya pipiku, lalu merebahkan kepalanya di dadaku. Aku mengelus rambutnya.
  "Tubuhmu atletis sekali. Dadamu bidang" katanya sambil tangannya menelusuri dadaku.
  "Iya, Tante. Dulu saya kerja di kebun. Saya juga sering olahraga"
  Tiba-tiba tangan Tante ke bawah menggenggam punyaku.
  "Kelaminmu besar sekali"
  "Ah, masa Tante. Saya kira biasa-biasa saja"
  "Apalagi kalau lagi tegang". Kulirik punyaku, sudah agak surut.
  "Tubuh Tante luar biasa" balasku.
  "Kalau lagi tegang keras dan panas" komentarnya lagi masih tentang penisku, mengabaikan pujianku.
  "Buah dada Tante indah sekali"
  "Ah, masa. Dibanding punya siapa" pancingnya.
  "Siapa saja" Aku pura-pura terpancing.
  "Berarti kamu sering lihat buah dada, ya" Kubalikkan badannya.
  "Besar, bulat, kenyal, putih, licin, halus lagi" kataku sambil melihat dekat-dekat buah itu.
  "Buah dada siapa yang kamu lihat" tanyanya sambil menggoyang-goyang kelaminku yang masih berada digenggamannya.
  "Cuma baru ini" jawabku sambil mulai merabai permukaan dadanya.
  "Jujur aja, To. Dada siapa yang pernah kamu lihat" katanya lagi. Tante penasaran rupanya.
  "Sungguh mati Tante. Cuma punya Tante yang pernah saya lihat"
  "Yang bener, To" tangannya tidak menggenggam lagi, tapi mengelus kelaminku.
  "Benar Tante"
  "Kok tahu bagus ?"
  "Saya hanya lihat punya teman-teman sekolah. Itupun dari luar"
  "Pernah kamu pegang ?" Tangannya masih mengelus, aku mulai terangsang.
  "Ih, engga lah, Tante. Bisa gempar, dong"
  "Jadi, tahunya punya Tante bagus, dari mana ?"
  "Pokoknya, dari luar, punya Tante paling besar" Ujung jariku mempermainkan putingnya. Putting itu mulai mengeras.
  "Tante"
  "Hmm ?"
  "Apa setiap buah dada ujungnya begini ?'
  "Begini gimana"
  "Panjang, mungil, tapi keras"
  "Mungkin. Punyamu mulai keras"
  Aku seperti disadarkan. Memang aku sudah terangsang akibat percakapan  tentang dada dan elusan Tante pada kelaminku. Aku mau lagi. Kenapa tidak  ? Mumpung masih ada kesempatan. Oom Ton paling cepat besok siang  pulangnya. Segera saja kukulum putting yang sejak tadi kupermainkan.
  "Eeeeehhhhhmmmmmmm.." Tante melenguh panjang.
  Tanganku ke bawah mencari-cari di antara 'rambut-rambut'. Basah di sana. Kugosok yang basah itu.
  "Uuhmmmm….Aaahhhhhhh..Uuhhmmmmm" desahnya agak keras, mengikuti irama gosokanku. Kelaminku diremas-remas. Enak.
  "To… Hhheeeehhhggh..sedap, To..Hhheeeeeghh"
  Tante makin ribut, aku khawatir kalau sampai terdengar dari luar kamar.  Ah, tak ada orang ini. Aku makin giat menggosoki tonjolan kecil di bawah  sana.
  Tante makin ribut, menceracau tak karuan
  Gosok lagi.
  Teriak dia lagi. Akhirnya…
  "Udah, To.ampun..Ayo To, sekarang To, sekarang…!"
  Aku bangkit. Kelaminku yang sudah keras kupegang pangkalnya, kuarahkan.  Tante membuka kakinya lebar-lebar. Demikian lebarnya sampai kedua  lututnya ke atas, menyuguhkan kelaminnya yang membasah, tepat di depan  kelaminku.
  Aku masuk.
  Kudorong perlahan.
  "Oooohhh, To..sedapnya…."
  Sudah tenggelam separoh. Kudorong lagi.
  "Aduuuuhhhh, mamaaaa, nikmatnya…" teriaknya lagi.
  Kudorong lagi.
  Sudah masuk seluruhnya.
  Kurebahkan tubuhku menindih tubuhnya. Tanganku ke belakang punggungnya.  Kudekap erat tubuhnya, lalu aku mulai menggenjot. Sedaaaaaaaapp.
  Bertumpu pada kedua lututku, aku menarik dan mendorong pinggulku.
  Nikmaaaaaaaaaattt.
  Entah kata apa saja yang keluar dari mulut Tante aku tak peduli. Terus saja menggenjot, naik-turun, keluar-masuk.
  Aku nikmati benar gesekan kelaminku pada dinding vagina Tante.
  Kadang selagi punyaku didalam, Tante "mengikat" pahaku dengan kakinya  sambil memutar pantatnya. Kurasakan sentuhan seluruh relung kelaminnya  pada kelaminku.
  Luar biasa sedapnya.
  "To…hhehh.kamu…hhehh..kok..hhehh.."Tante mencoba bicara disela-sela nafasnya yang memburu.
  "Keenaapaa . hheehh.. Taanntee…hhehh"
  "Kamu….kok…lama…"
  Baru aku menyadari, sudah puluhan kali kelaminku kugenjot keluar-  masuk-putar, tapi aku tak merasakan geli seperti biasanya. Yang  kurasakan hanya nikmat. Rasa geli yang tak bisa kutahan yang kemudian  membuat aku ke 'puncak', kali ini tak kurasakan! Heran!
  "Engga …tahu.. Tante.."
  "To, Oh my God..heeeehhhhhh"
  "Enak…Tante…?"
  "Wooow….luar biasa…"
  Genjot dan genjot lagi
  "Kamu..masih…lama..To..?"
  "Masih…Tante."
  Memang aku belum merasakan "geli menuju puncak"
  "Diam. dulu,.. To"
  Aku menghentikan genjotanku. Posisiku masih "di dalam".
  Tangan Tante memeluk erat punggungku, sementara kakinya mengikat pahaku.  Lalu tubuhnya bergerak miring hendak merobohkan tubuhku. Aku bertahan,  tak tahu maksudnya.
  "Gantian, To…Tante di atas."
  Baru aku tahu maksud gerakan Tante ini. Kuikuti gerakannya, tapi..
  "Jangan.sampai…lepasss"
  Rupanya gerakan robohku terlalu cepat, sehingga kelaminku sedikit  tercabut. Untung Tante cepat mengimbangi gerakanku, hingga punyaku  "masuk lagi".
  Sekarang kami sudah sempurna berbalik posisi. Tante yang menindihku.  Hanya sebentar. Tante lalu perlahan bangkit mendudukiku. Kelamin kami  tak terlepas. Tante mulai bergerak. Aneh, gerakannya maju-mundur!  Rasanya lain pula, tapi sama sedapnya! Dengan posisi begini gesekannya  terasa lain. Kadang diputar, seperti diperas. Kadang Tante "jongkok",  pantatnya naik-turun, sedap juga.
  "Aaaahhhh..kamu..nakal" teriaknya ketika dia berjongkok membenamkan kelaminku, aku mengangkat pantatku.
  Kedua tanganku diraih, dituntun ke dadanya. Kuremas dada yang tambah licin kena keringat.
  Entah sudah berapa lama akhirnya Tante capek juga. Dia rebahkan  tubuhnya. Kupeluk. Kumiringkan, aku ingin di atas lagi. Tante menurut.  Dengan hati-hati kami mengubah posisi, agar jangan terlepas. Aku  berhasil.
  "Kamu…udah..pintar.."pujinya.
  Dengan posisi di atas aku jadi bebas menggenjot. Lagi-lagi Tante teriak.
  "Terus..To.., Tante…hampir…"
  Terus. Tusukanku makin menggila. Teriakannya makin keras.
  Rasa geli datang, dimulai dari ujung penis, terus menjalar ke seluruh  tubuh. Makin geli. Makin cepat aku menarik-tusuk.  Kesemutan…mengambang..melayang..dan…….
  "Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh…."
  Seeeerrr, denyut-denyut, seeerrr, bergetar, serrrrr, berguncang..seer.  Entah sudah berapa kali seerr, yang jelas setiap kali keluar aku  merasakan kenikmatan yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Begitu  nikmat. Aku sampai lupa memperhatikan tingkah Tante. Badannya telah  bergeser ke atas karena ku"dorong" dengan tusukanku. Bantalnya bukan  lagi di kepala, tapi di punggung. Sedangkan kepala terkulai, mata  melihat ke atas, bibir terkatub rapat seluruh tubuh gemetaran.  Teriakannya ? Tak perlu kuceritakan. Agak lama juga aku dan Tante  bergetaran begini, merasakan puncaknya kenikmatan hubungan kelamin…….
  Lalu, hanya nafas kami berdua yang terdengar, seolah berebut mengisap oksigen untuk mengembalikan enerji yang keluar.
  Lalu barangsur pelan, makin beraturan.
  Tante masih "terkapar"
  Aku lunglai di atas tubuhnya.
  Ini keempat kalinya aku bersetubuh dengan Tante. Yang terakhir inilah  kurasakan sangat berbeda dibanding tiga kali yang terdahulu. Lebih  nikmat, lebih memuncak, lebih lama, lebih banyak aku mengeluarkan  "air"ku, lebih bergetar, pokoknya …..susah diceritakan. Pengalaman baru  tentang rasa nikmat.
  Dan lagi, mudah-mudahan pengamatanku tak salah, Tante begitu  menggelepar, mengerang, teriak, berbeda dengan sebelumnya, Tante kali  ini kelihatan "selesai". Semoga begitu.
  "Ooh..To., kamu hebat" Diciumnya pipiku dengan gemasnya.
  "Apanya yang hebat, Tante"
  "Kamu betul-betul lelaki" tambahnya
  "Memang dari dulu saya laki-laki. Ini buktinya" Kusodorkan kelaminku, menusuk perutnya.
  "Laki-laki yang jantan" diremasnya penisku dengan gemas.
  "Auu" teriakku
  "To…luar biasa.." Tak putus-putusnya ia memujiku.
  "Enak engga tadi, Tante ?"
  "Wow. bukan main. Sangat!"
  Kupeluk tubuhnya. Aku merasa bahagia sekali.
  "Tante sayang.." Aku berbisik semesra mungkin.
  Agak kaget Tante memandangku, lalu tersenyum. Manis sekali!
  "Ada apa 'yang ?" Wuih, mesra banget. Tante memanggilku 'yang'.
  "Saya sayang Tante" Kucium bibirnya.
  "Hhmmmmmmm" lenguhnya.
  "Kalau lama, enak sekali ya Tante"
  "Kok kamu tadi bisa lama"
  "Engga tahu, Tante. Mungkin karena tadi ronde kedua"
  "Atau mungkin karena kamu udah mulai pandai"
  "Yang pandai gurunya"
  "Huuuu" cibirnya sambil mencubit kontolku. Aku senang.
  "Guruku yang cantik"
  Dicubitnya hidungku.
  "Dan berpengalaman" godaku lagi.
  "Aaah, udahlah, To"
  Kami diam lagi.
  "To." panggilnya tiba-tiba.
  "Ya.sayang"
  "Jangan tinggalin Tante, Ya"
  "Oo, engga dong. Masa Tante yang jelita begini mau ditinggalin"
  "Tante serius, To"
  "Saya juga serius, Tante. Saya membutuhkan Tante. Saya ingin begini setiap hari, Tante"
  "Saya butuh kamu" Nah ini baru pernyataan. Ini pernyataan baru. Tante membutuhkanku ? Bukankan ia punya suami ?
  "Oom Ton gimana Tante"
  Tiba-tiba wajah Tante berubah, agak sedih kulihat.
  "Tante….ah engga. Pokoknya kita harus hati-hati, To. Ingat pesanku 'kan ?  Tante juga senang kita bisa begini terus. Tapi hati-hati, ya ?"
  "Pasti, Tante. Saya akan hati-hati. Tapi Tante mau kan, tiap hari"
  "Nanti kamu bosan"
  "Saya sudah bilang, Tarto sayang Tante. Tarto butuh Tante. Tarto ingin  menikmati setiap hari. Tadi Tante bilang membutuhkan Tarto. Maksudnya  gimana Tante ?"
  "Iya.sama seperti kamu, Tante juga ingin setiap hari"
  Klop 'kan ? Keinginan yang sama, saling membutuhkan, saling memuaskan,  dan….saling menyayangi. Apakah ini yang dinamakan cinta ? Ya, apakah  kami saling mencintai ? Aku memang tak ingin kehilangan Tante, tapi  Tante sendiri bagaimana ? Apakah ia membutuhkanku karena mencintai  keponakannya ini ? Atau karena aku baru saja memuaskannya ? Bagaimana  dengan suaminya ? Jangan-jangan ia tak mendapatkan kepuasan dari Oom Ton  ? Aku ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan terakhir ini, tapi mana  berani aku menanyakan langsung kepada Tante. Ah, itu tak penting. Yang  penting, aku sekarang punya kekasih yang luar biasa, yang bisa membuatku  melayang-layang di puncak kenikmatan.
  Lelah benar aku malam ini. Bayangkan, malam ini dua kali aku  "bertempur". Terutama yang terakhir tadi, permainan lama yang  betul-betul menguras tenagaku. Aku sekarang ingin istirahat.
  Masih agak sempoyongan aku bangkit mengumpulkan pakaianku.
  "Mau ke mana To ?"
  "Saya ingin tidur, Tante"
  "Sudah tidur sini aja, temanin Tante"
  "Saya senang sekali Tante, tapi besok Oom 'kan pulang ?"
  "Paling cepat besok siang" Aku memperhatikan Tante yang dengan malas  bangkit. Tubuh wanita ini memang luar biasa. Aku benar-benar beruntung  mendapatkannya. Masih telanjang bulat Tante berjalan menuju kamar mandi.  Tak lepas mataku menatapnya.
  "Kenapa, To" Tante merasa aku tatap begitu.
  "Tante memang indah" kataku sambil bergantian menatap dada dan 'rambut' bawahnya.
  "Kamu memang nakal. Sudahlah, bersih-bersih dulu baru kita tidur"
  Di dalam kamar tidur Tante yang luas ini ada kamar mandi yang luas pula.  Ada dua wastafel cermin lebar, bath-tube, dan tempat untuk mengguyur  (douce) yang berpintu kaca agak buram.
  Di bath-tube kami saling membersihkan, Tante menyabun tubuhku sementara aku mengguyur tubuhnya, lalu gantian. Ah, mesra sekali.
  Lalu berdua kami tidur berpelukan dibawah selimut yang hangat, tanpa  pakaian. Tante yang punya ide begini. Enak juga. Jam dinding menunjuk  waktu 11.32. Dua ronde permainan makan waktu hampir 3 jam. Pantas saja  aku lelah.
  Dengan tergagap aku terbangun. Dimana aku in ? Tante masih ada di  pelukanku. Kulihat sekeliling, ah aku tidur di kamar pribadi Oom Ton dan  Tante Yani!
  Ada rasa enak di bawah sana. Ooh, Tante sedang asyik mengelus-elus  penisku yang tegang. Setiap bangun pagi, tanpa dieluspun penisku memang  tegang. Elusan ini yang membuat aku terbangun. Kulihat jam dinding,  pukul 05.17. Ah , sudah pagi, aku harus siap-siap. Tapi Tante ini..
  Tante memandangku, tersenyum, seperti biasa : manis.
  "Punyamu udah keras, To" Buah dada itu menyembul karena terpepet dadaku. Aku terangsang.
  Langsung saja aku raih buah indah itu. Putingnya sudah keras. Kami  berpagutan. Aku ingin tahu kesiapan Tante pagi ini, tanganku ke bawah  sana. Sudah basah rupanya. Mengingat waktu, aku ingin segera mulai.  Tantepun paham.
  Kembali aku melakukan 'pertempuran' panjang melawan Tante.
  Rasanya jalan ke puncak masih lama.
  Aku mempercepat "pompaan"ku
  Belum juga.
  Aku terus melumat bibir Tante, mencegah "kicauan"nya yang makin keras, khawatir terdengar Mar yang sangat mungkin sudah bangun.
  Ganti posisi
  Percepat lagi.
  Hampir
  Ubah posisi
  Akhirnya, aku makin yakin seperti yang Tante katakan, bahwa aku lelaki tulen, jantan, hebat….
  Pagi yang melelahkan sekaligus menyegarkan……!
  Tante memberikan bukti, bukan hanya janji. Kami bersetubuh hampir tiap  hari, kecuali kalau Tante senam. Waktu yang dipilihnya adalah siang  hari, waktu saya baru pulang sekolah, di kamarku. Ini demi keamanan.  Siang hari adalah saat yang paling aman. Saat Si Mar sedang sibuk  bekerja di belakang, Si Luki bermain dengan pengasuhnya di rumah  sebelah, dan saat Oom Ton belum pulang kantor. Siang hari memberikan  Tante cukup waktu untuk membersihkan diri, menghilangkan "bekas".
  Aku jauh dari bosan, seperti yang dikhawatirkan Tante. Karena aku memang  sangat menikmati hubungan ini. Faktor lain yang membuat aku tak bosan  adalah kreativitas Tante. Seperti yang kukemukakan di awal tulisan ini,  ada saja ide Tante untuk membuat kejutan untukku setiap berhubungan  kelamin. Entah itu posisi berhubungan, atau acara "pembukaan", tambahan  ronde, dan lain-lain yang membuat aku merasa "lain".
  Pernah sekali waktu ketika aku pulang sekolah, ia sudah siap di dipanku  memakai selimutku sebatas dada dan tak memakai apa-apa lagi di balik  selimut itu. Kejutan yang membuatku "terbakar".
  Lain kali lagi ia memintaku "masuk" dari belakang. Bertumpu pada  lututnya ia 'nungging', aku bermain sambil memegangi pantatnya yang  bahenol itu.
  Saat yang lain lagi, kami 'bertempur' di atas meja belajarku. Ia duduk  di pinggiran meja membuka kaki, aku 'masuk' sambil tetap berdiri.
  Pernah juga di kursi belajarku. Aku duduk di kursi yang dirapatkan ke  dinding, ia duduk di atas pahaku berhadapan. Dengan posisi begini ia  bebas "memilih" posisi tusukan kelaminku di vaginanya. Posisi atau gaya  apapun, yang jelas membuat kami berdua menuju puncak bersamaan atau  hampir berbarengan.
  Kejutan yang susah kulupakan serta merupakan pengalaman baru bagiku adalah seperti yang akan kuceritakan di bawah ini.
  Seperti yang sudah-sudah, pulang sekolah setelah ganti baju, aku  langsung menemui Tante meminta "jatah" bersetubuh. Aku sebut jatah  karena kalau malam hari Tante bukan milikku lagi, tapi jatah suaminya.
  Siang itu ruang tengah sepi, Tante mungkin ada di kamarnya, kulihat  pintunya sedikit terbuka. Aku ingin masuk ke kamarnya, kali ini aku  ingin main di kamarnya, karena sejak "semalam 3 ronde" itu aku tak  pernah lagi making love di kamar itu, selalu di kamarku. Kuperiksa  keadaan sekeliling dulu. Aman.
  Aku masuk kamarnya. Tante mengenakan kimono sedang mengikat rambutnya.  Kukunci pintu, kupeluk Tante dari belakang, menggerayangi. Tak ada  apa-apa lagi di balik kimono itu.
  "Hhmmmmm..sebentar ya 'yang, Tante mau mandi dulu"
  "Engga usah mandi juga Tante tetap wangi" kataku terus menjelajahi tubuhnya.
  "Entar biar segar. Sabar dulu ya.." Aku menghentikan aksiku.
  "Saya ikut mandi Tante" kataku bercanda.
  "Ayolah, kita mandi bareng" Tak kusangka Tante menganggapnya serius. Ayo, kalau begitu.
  Aku langsung bertelanjang, menuntun Tante memasuku kamar mandi. Tante  membuka kimononya, bertelanjang bulat juga, masuk ke ruang douce. Tak  bosan-bosannya aku memandangi tubuh indah ini, padahal hampir tiap siang  aku menggumulinya.
  "Ayo, To" ajaknya.
  "Kita main di sini Tante ?" nakalku timbul.
  "Hush, sekarang kita mandi dulu, kapan-kapan bolehlah"
  Tanganku yang bersabun menggosoki dadanya. Di bagian putting sengaja  kutekan-tekan. Tante juga menggosok dadaku dengan sabun. Lalu perutnya,  dan ke bawah lagi. Tangan Tante juga ke bawah. Diusapnya dengan sabun  'rambut' bawahku, kemudian dipegangnya batang kelaminku, digosok juga.  Karuan saja batang itu membesar.
  "Hiiiiii, bangunnya cepet bener" Aku menikmati gosokannya. Tante  benar-benar teliti, semua bagian dari alat vitalku itu dibersihkan  dengan sabun lalu diguyur. Enak.
  Aku ikut-ikutan. Seluruh bagian kelaminnya aku bersihkan. Kalau aku lagi  menggosok "pintu" kelaminnya, kulihat mata Tante merem-melek keenakan.
  Selesai mengeringkan badan aku langsung menubruk Tante.
  "Heee, jangan disini To, ingat dong" Oh ya. Siang begini terkadang si  Luki suka masuk ke kamar, tentu diikuti si Tinah. Berbahaya.
  Aku berpakaian, hanya pakaian luar saja, pakaian dalam aku bawa, menyingkat waktu.
  "Hiiiii, lucu." kata Tante mengomentari tonjolan di celanaku. Tantepun hanya memakai daster, tanpa pakaian dalam.
  Aku masuk kamarku duluan, langsung berbugil. Sejurus kemudian Tante  menyusul, juga langsung bertelanjang bulat. Kami langsung bersatu,  saling raba dan saling pagut. Kali ini mungkin tak ada kejutan yang  dibuat Tante. Atau ya itu tadi, mandi dulu sebelum main. Betul juga kata  Tante, lebih segar.
  Aku meringkik kegelian ketika Tante menciumi pusarku. Ini mungkin kejutannya, tak biasanya Tante begitu.
  Tapi, Tante terus ke bawah menciumi 'rambut'ku. Lebih kaget lagi,  tangannya menggenggam kelaminku dan mulai menciumi barang yang sudah  mengeras itu! Bukan main! Geli-geli nikmat. Bahkan..
  "Aaaaaaaahhhh" aku mengerang ketika kepala penisku dimasukkan ke mulutnya!
  Luar biasa nikmatnya. Ini rupanya mengapa Tante begitu teliti membersihkan kelaminku waktu mandi tadi.
  "Tante…"
  Tante seolah tak mendengar panggilanku, terus saja asyik melahap  barangku. Tante sanggup memasukkan barang itu hingga separohnya. Sewaktu  di dalam, jelas kurasakan lidah Tante ikut bermain menggelitiki  penisku. Woooow sedapnya tak terkira .!
  Sungguh ini pengalaman baru bagiku. Nikmatnya terasa lain. Entah apa  yang dirasakan oleh Tante. Kok mau-maunya ia melakukan ini. Aku sih  keenakan. Aku perhatikan bagaimana ia sibuk mengeluarkan-memasukkan  penisku, kepalanya naik-turun berirama.
  "Aaaahhhhhhh…hhmmmmmmmm…ssssshhhhhhhh..sed ap, .. Tante., …Tante..pintar  .sekali…" celotehku menahan nikmat. Bagaimana nanti kalau aku tak mampu  menahan diri ? Masa aku menyemprotkan spermaku ke mulut Tante ? Ah,  bagaimana nanti saja, yang penting sekarang….sedaaaaaaaaaap.
  Tiba-tiba Tante melepas "makanan"nya, disapunya barangku dengan kain  dasternya yang tergeletak di dipan. Aku merasa kehilangan sesuatu.  Dikeringkan. Lalu…dikulum lagi…! Nikmaaaaat..
  Dilepaskannya lagi, barangkali mau dilap lagi. Ternyata tidak, badannya digeser sehingga kaki Tante berpindah ke arah kepalaku.
  "To, .. ayo cium, To.."katanya terengah. Sejenak aku bengong tak mengerti permintaannya.
  "Kamu cium ini…" katanya kemudian sambil menunjuk ke selangkangannya.  Okey, Tante, toh aku sudah sering mencium 'rambut-rambut' halusmu itu.  Aku mulai mencium.
  "Ke bawah lagi, dong To.." Ke bawah ? berarti disitunya ? Hal baru, kenapa tidak ?
  Kucium tonjolan kecil yang sudah keras itu. Asin rasanya.
  "Aaaaaaaahhhhhhhh, sedap To, terus…"
  Kini lidahku yang menyapu-nyapu pintu dan tonjolan tadi
  "Yaaaahhh. yaaaaaa…begitu enak…" katanya sambil mulutnya menyergap lagi batang kelaminku.
  Ada cairan yang asin rasanya.
  Di kemudian hari aku baru tahu bahwa yang sedang aku dan Tante lakukan sekarang ini namanya "posisi 69″
  Dalam mengulum ini Tante pintar sekali, banyak variasinya. Keluar-masuk,  kadang menyedot-nyedot, bermain lidah, sesekali menggigit (aku langsung  teriak).
  Akupun diajarinya bermain. Menggelitik 'lubang' dengan lidahku,  menggigit kelentitnya (pelan, tentu saja), menyapu bibirku ke  "bibir"nya.
  Asyik juga bermain seperti ini. Masing-masing sibuk, masing-masing merasakan nikmatnya.
  Entah sudah berapa lama kami bermain begini. Untung saja aku berhasil  menahan diri untuk tidak keluar. Aku sekarang memiliki ketrampilan baru  untuk mengontrol diri, mengatur diri kapan saatnya 'keluar'. Kalau  tidak, masa aku menyiram mulut Tante dengan maniku.
  Sampai akhirnya….
  "Ayo, To….sekarang.To…."
  Aku memutar tubuhku, sementara Tante rebah terlentang membuka kakinya, siap menerima tusukanku.
  Aku masuk dengan gemas.
  Tante menerima dengan antusias.
  Untuk kesekian kalinya kami saling menggenjot.
  Bersama menuju puncak.
  Berbarengan menggelepar.
  Sudah itu
  Sama-sama lemas
  Sama-sama puas.
  Oh, betapa bahagianya aku.
  Kebutuhan lahir dan batin terpenuhi.
  Kurang apa lagi ?
  ***
  Tak ada yang kurang pada diri Tante. Cantik, putih, tubuh bagus,  permainan di tempat tidur luar biasa, dan kreatif. Kreativitas Tante  tercermin dari cara bersetubuh. Ada saja yang dilakukannya yang  membuatku merasa bersetubuh dengan orang baru. Selalu ada hal baru dalam  setiap permainannya. Sejak Tante memperkenalkan "posisi 69″, aku selalu  minta dikulum penisku sebagai acara pembukaan. Tante juga amat  menikmati permainan lidahku di vaginannya.
  Seperti biasa sepulang sekolah aku mendekati Tante untuk melaksanakan 'tugas' rutin, bersetubuh.
  Aku sudah membuka resleting celanaku, mengeluarkan penisku yang tegang  di dekat Tante yang sedang duduk di tepi ranjang, masih berpakaian  lengkap, di kamar Tante yang sudah kukunci. Yah, semacam pemberitahuan  bahwa aku sudah siap. Tapi tante menyambut dengan dingin, tak seperti  biasanya. Ia hanya mengelus-elus. Ketika dengan kurang ajar aku  mendekatkan kelaminku ke mulutnya, ia hanya mengecup lembut kepalanya,  tidak dikulum seperti biasanya, paling-paling hanya menggenggam.
  "Tante engga bisa sekarang, To"
  "Kenapa Tante ?"
  "Tante lagi …itu.."
  "Lagi apa, Tante ?"
  "Lagi mens."
  "Mens ? Apa itu Tante ?"
  "Kamu engga tahu ?"
  "Bener, Tante. Saya sungguh engga tahu" Memang aku tidak tahu.
  "Begini, setiap bulan wanita yang sudah dewasa mengalami masa menstruasi. Wanita yang normal pasti mengalami"
  Lalu Tante memberiku kuliah tentang menstruasi itu. Bahkan ditunjukkannya kepadaku celana dalamnya yang berbalut itu.
  "Kalau begitu, besok saja ya, Tante" pertanyaan bodoh memang.
  "Engga bisa To. Masa mens biasanya sekitar seminggu. Tapi kalau Tante sekitar 4 – 5 hari."
  Wah, menunggu 4 – 5 hari, mana tahan ?
  "Tapi Tante, saya ingin …"
  "Engga, To. Sabar aja ya, yang…"
  Aduh, pusing juga aku, keinginan sudah sampai ke kepala.
  "Bagaimana kalau begini saja Tante.." Kataku sambil menempelkan penisku ke bibir Tante, minta dikulum.
  "Engga bisa juga, To. Itu namanya kamu egois. Kamu bisa puas, tapi kalau Tante terangsang, gimana ?" Benar juga kata Tante.
  "Maafkan saya, Tante. Saya sungguh-sungguh belum tahu" kataku sambil memeluknya dengan mesra.
  "Engga apa-apa, To. Tante maklum"
  Dimasukkannya penisku, celana dalamku dibetulkan letaknya, lalu ditutupnya resleting celanaku. Mesra sekali.
  "Awas, ya. Jangan cari sasaran lain" katanya.
  Kucium kedua belah pipi Tante, dengan mesra juga.
  "Engga dong, Tante. Emangnya apaan."
  Ternyata ada yang belum aku ketahui tentang wanita
  Sekarang masalahku, mana bisa aku menunggu 4 – 5 hari tanpa bersetubuh, setelah hampir tiap hari menikmati.
  Pulang sekolah agak kaget aku mendapati Tante duduk di sofa, membaca. Kucium pipinya.
  "Engga senam, 'yang ?"
  "Engga, lagi banyak-banyaknya"
  "Apanya yang banyak ?"
  "Ah, kamu. Ya mens-nya" Aku mengerti. Tapi berarti hilang juga  kesempatanku siang ini menyatroni mBak Mar. Paling tidak aku harus  menunggu 2 hari lagi, jadwal senam Tante berikutnya, atau menunggu  sampai Tante "bersih".
  Malamnya, terkantuk-kantuk aku menunggu Oom Ton dan Tante masuk kamar.  Pukul 10.15 mereka masih asyik menonton TV. Aku masuk kamar duluan,  gelisah. Setengah jam berikutnya kudengar TV dimatikan, lampu tengah  juga, lalu kudengar suara pintu ditutup dan dikunci.
  ***
  Sengaja aku datang ke sekolah lebih pagi. Hari in ada ulangan Fisika dan  aku merasa belum siap. Di rumah aku tak bisa konsentrasi belajar,  ingatanku ke Tante melulu. Apalagi sekarang udah beberapa hari aku tak  bersetubuh, pusing aku, mana bisa belajar di rumah. Pagi ini kesempatan  terakhirku untuk belajar Fisika menghadapi ulangan nanti. Belum banyak  kawan yang datang, cuma ada Tono, Edi dan Rika yang lagi ngrumpi. Dito  belum nongol. Aku ambil bangku paling belakang, mojok, lalu mencoba  berkonsentrasi. Lumayanlah dalam setengah jam aku bisa memecahkan  soal-soal yang kuperkirakan akan keluar nanti. Juga beberapa rumus  sempat "masuk' ke otakku, sampai seseorang datang menghampiriku dengan  senyuman yang amat manis. Yuli memang manis, apalagi kalau senyum. Masih  ingat dengan Yuli, pembaca ? Yuli teman sekelasku yang kugambarkan  badannya biasa-biasa saja, dadanya menonjol wajar dan wajahnya manis.  Akhir-akhir ini kami makin akrab, sebatas dalam pelajaran lho! Sering  saling meminjam buku catatan, diskusi soal-soal PR, atau cuma ngomongin  guru-guru. Makin dekat kurasakan Yuli makin menarik, dadanya makin  menonjol aja. Aku sudah berada di pelukan Tante sih, jadi aku kurang  memperhatikan Yuli. Entah ini hanya ge-er saja, kulihat Yuli begitu  ceria kalau berdekatan denganku.
  "Rajin bener. belajar Fisika ya..?" tegurnya sambil duduk di sebelah kananku.
  "Ah engga. Justru karena aku males, baru sempet belajar sekarang" sahutku
  "Pinjam catatan Matematiknya dong Tar"
  "Matematik ? Kan entar ulangan Fisika"
  "Iyyaa. Tapi kemarin gua engga sempet nyatet jawaban soal kemarin"
  Aku ulurkan buku Matematik, sambil memgang tangannya. Yuli membiarkan  tanganku meremas tangannya, meskipun kemudian dia tarik tangannya,  without any words. Tanda "penerimaan". Tangannya halus bener .. Lalu dia  dengan serius memelototi catatanku itu. Anak ini memang serius banget  kalau belajar. Mataku tak lepas memperhatikannya. Dia mungkin tahu aku  melihatnya, tapi pura-pura tidak tahu. Ah .. Ini dia. Di sela-sela  kancing bajunya, aku sempat "mencuri" keindahan sebelah buah yang tumbuh  di dadanya. Hanya sedikit sih, tapi cukup membuatku "berdiri". Apalagi  daging itu terlihat sedikit naik-turun seirama tarikan nafasnya. Ah  seandainya ..khayalanku melayang tinggi. Kuperiksa keadaan sekeliling.  Masih sepi, memang masih pagi sih. Hanya ada 2 kawan yang tadi, lagi  asyik menulis. Sekaranglah waktunya! Toh 2 teman tadi menghadap ke depan  kelas, tak akan melihat bila aku "menggarap" Yuli.
  Segera saja tangan kananku merangkul bahu Yuli. Tak ada reaksi. Aksi  kuteruskan dengan memegang dagu dan menariknya. Mata Yuli sedikit  membelalak, agak kaget mungkin, tapi tak ada tanda-tanda penolakan. Ah.  bibir merah membasah yang menggairahkan. Kucium bibirnya. Dan … Yuli  membalas ganas ciumanku..!
  Tanganku mulai membuka kancing baju putih itu, lalu empat jariku  menyusup ke balik BH-nya. Halus, padat, dan lumayan besar. Aku meremas.  Yuli melenguh. Jariku mencari-cari putingnya. Mengeras. Tangannya  kepangkuanku. Meremas juga. Sambil masih berciuman, aku melirik dua  temanku tadi, mereka masih tak acuh sibuk sendiri. Aman!
  Bibirku menelusuri lehernya yang licin, terus kebawah. Kancing bajunya  sudah terbuka semuanya. Kulepas baju seragamnya, lalu kudorong Yuli  hingga rebah di bangku sekolah!
  Aku menindihnya hingga tubuh kami "lenyap" dari pandangan teman-teman  tadi kalau mereka menengok ke belakang. Kuciumi habis-habisan kedua  bukit perawan itu. Aku yakin bukit kembar ini belum tersentuh oleh  "pendaki" manapun. Keras, dan padat. Aku tak sanggup menahan lagi.  Walaupun pakaianku masih lengkap nempel di badan, tapi meriamku sudah  nongol tegak dari rits celana, siap. Kusingkap rok abu-abu itu jauh-jauh  ke atas. Kupelorotkan celana dalam krem-nya…
  Amboi … bulu-bulu halus, merata di seluruh permukaan kewanitaanya.. Luar  biasa.. Masa aku kerjain di sini, di kelas ? Biar saja. Kalau nanti  ketangkap basah gimana ? Peduli amat. Kalau sudah begini, mana bisa  "delay", apalagi "cancel". Lagi pula Yuli sudah merintih-rintih sambil  membuka pahanya agak lebar. We got the point no return!
  Mulai sekarang ? Ya, tunggu apa lagi. BH-nya masih nempel. Biar saja,  tak ada waktu lagi. Kutempatkan penisku ke "tempat yang layak".  Menyapu-nyapu sebentar di seputar pintu-basahnya, lalu mulai menusuk.
  "Uuuuhhhhhh .." Yuli melenguh.
  Mentok. Padahal baru "kepala"ku yang tenggelam. Tusuk lagi dengan menambah tekanan.
  "Aaaahhhhh .pelan ..pelan ..sakiiit…" Desahnya pelan dan terbata-bata.
  Buset! Susah bener. Vagina yang satu ini sempit benar. Apa betul, Yuli  masih perawan .? Mungkin juga. Sebab biasanya kalau sama Tante Yani  tusukan begini sudah mampu mencapai "dasar".
  Aku tusuk lagi lebih kuat, bahkan sekuat tenagaku. Dan …..
  "Heh! ngelamun aja!"kudengar suara agak membentak. Suara Yuli!
  Aku tersadar.
  Aku kembali ke alam nyata.
  Kembali dari lamunan nakal.
  Lamunan bersetubuh dengan gadis yang duduk di sebelahku ini.
  Gadis yang baru saja mengagetanku!
  Ah.sialan. Kenapa aku begini ?
  Gara-gara mengintip sedikit buah Yuli, aku jadi melayang..
  ***
  Hari berikutnya aku kurang beruntung. Tante ada di rumah mengajakku  ngobrol. Hanya ngobrol. Sayang sekali tubuh molek ini belum bisa  "dipakai". Sembulan dada bagian atas Tante dan sedikit belahannya cukup  membuatku kepingin.
  "Tante…" panggilku dengan suara serak"
  "Hmm ?"
  "Saya pengin, Tante"
  "Kamu itu, engga sabaran, engga pernah puas"
  "Bukan begitu, Tante. Saya puas, puas sekali. Cuma ketagihan, habis enak sih. Udah biasa setiap hari…"
  "Sabar, dong" katanya sambil menggenggam selangkanganku.
  "Eh, udah keras.." katanya lagi.
  "Iya, Tante. Saya siap setiap saat" kataku meniru iklan
  "Dasar…….! Dua hari lagi"
  "Lama bener.."
  Besok siangnya lagi, ada kejutan baru untukku. Tidak bersetubuh sih, tapi menyenangkan.
  Tante sedang duduk di sofa menyulam. Begitu datang aku langsung  menyingkirkan kain sulamannya, lalu kucium pipi dan kemudian bibirnya.  Aku langsung tahu bahwa dibalik gaun merah jambu, warna kesukaannya,  Tante tak memakai BH.
  "Mandi dulu sana, To"
  "Udah bisa, Tante ?" tanyaku cerah.
  "Ih, kesitu aja pikiranmu. Belum, belum bersih" jawabnya sambil menuntun tanganku ke bawah perutnya. Masih ada pembalut di sana.
  "Jadi, gimana dong Tante" kuremas dadanya yang tak berkutang.
  "Pokoknya kamu mandi dulu"
  Aku mandi dan mengganti baju dengan penuh harap, barangkali ada kreativitas baru dari Tante.
  Aku keluar kamar. Ini dia kejutannya. Tante masih duduk di situ, hanya  kancing gaunnya telah dibuka sampai perut, mempertontonkan sepasang buah  dada yang mengagumkan. Luar biasa. Berani benar Tante ini, bertelanjang  dada di ruang tengah. Jelas belum bisa bersetubuh, tapi kelakuan Tante  ini menandakan ada permainan apa lagi nih.
  Langsung saja kuserbu buah dada itu.
  "Eeeeehhhhmmmmmm" Dengan gemasnya aku mengacak-acak buah indah itu dengan mulut dan tanganku.
  Belum puas aku bermain dengan dada, Tante mendorongku sampai aku berdiri di depannya. Lalu.Tante membuka kancing jeans-ku!
  "Tante… Si Mar nanti….."
  "Engga ada, lagi pergi…"
  Dibukanya resleting celanaku, diturunkannya celana dalamku, lalu  dikeluarkannya penisku yang langsung tegang, digenggam pangkalnya, terus  diciumi 'kepala'-nya, lalu masuk mulutnya!
  Ooooohhh, nikmat sekali permainan baru ini. Suasana baru. Bayangkan. Di  ruang tengah, berdua masih berpakaian, aku hanya mengeluarkan kelaminku,  Tante mengulumnya dengan bertelanjang dada! Oh, indahnya dunia ini.
  "Ooohhhhhhhhh, Tante, …sedaaaaappp."
  Kepala Tante bergerak maju-mundur, sangat perlahan. Terasa sekali bibirnya menjepit dan bergerak menelusuri permukaan penisku.
  "Tante..Tante…enaaaaaaaak, Tante.."
  Tante terus saja. Tanganku dituntun ke buah dadanya. Aku sampai lupa  diri tak berbuat apa-apa pada Tante. Habis sedap sekali sih!
  Kedua tanganku meremasi sepasang buah kenyal itu. Tante terus bekerja. Geli, Tante…!
  Ya, geli. Aku hampir ke puncak. Entah mengapa kali ini aku cepat  mendaki. Mungkin karena pintarnya bibir dan lidah Tante merayapi  permukaan kulit kelaminku, atau karena suasana yang aneh ini.
  Aku tak mampu menahan lebih lama lagi.
  Tante rupanya tahu kalau aku hampir sampai, ia mempercepat gerakannya.  Bagaimana kalau keluar, aku tak tega kalau sampai menumpahi mulut Tante  dengan spermaku.
  Segera..ya..segera sampai….
  Dilepasnya kulumannya, tangannya yang memegang sapu tangan secepat kilat menutupi kelaminku dan digenggam.
  "Aaaaaaaaaahhhhhh" sambil berteriak aku muncrat. Sedaaaaaaap.
  Tante meremas.
  Muncrat lagi, enak, meremas lagi, muncrat, nikmat, remas, sedap, muncrat, remas….
  Beberapa detik aku terbang, kakiku goyah, lalu mendarat ditubuh Tante.  Kucium mulutnya. Masih ada muncratan lagi, tertampung di saputangan. Ada  lagi, makin sedikit…..
  Beberapa saat aku masih menubruk Tante, ia masih menggenggam dengan saputangan.
  "Terima kasih, Tante…"
  "Enak, To ?"
  "Sedaaaaaaap, Tante. Tapi lebih nikmat ke sini…" jawabku sambil memegang benda yang masih berpembalut itu.
  "Masih pusing ?"
  "Hilang, Tante. Lepas sudah…" Keteganganku memang lepas.
  "Tante sendiri, gimana dong, Tante ?"
  "Engga apa-apa. Ini 'kan cuma membantu kamu"
  Kupeluk lagi Tante lebih erat. Aku makin sayang saja sama Tanteku ini.
  "Terima kasih, Tante. Tarto makin sayang sama Tante" kataku jujur.
  "Sudah, cuci dulu sana. Ih, banyaknya…."
  "Iya, habis sudah tiga hari engga keluar.".
  ***
  Sejak peristiwa 'penguluman di ruang tengah' kemarin itu aku jadi makin  berani 'kurang ajar' kepada Tante. Seperti siang ini. Waktu Tante sedang  duduk membaca di ruang tengah, aku mendekatinya dari belakang dengan  kelaminku sudah kukeluarkan, terjulur kutempelkan di pipi Tante.
  "He, ngawur kamu.!" Tante kaget. Ditariknya punyaku.
  "Aauuu" aku teriak.
  "Masukkin, engga aman!"
  "Iya Tante, saya tahu. Cuma bercanda"
  Di hari berikutnya Tante membalas.
  Sewaktu aku sedang makan siang sendiri, Tante mendekatiku, sangat dekat  sehingga perutnya hanya berjarak beberapa senti dari pipiku. Kucium  bawah perutnya. Lalu Tante meraih tanganku, dimasukkan ke balik gaunnya,  langsung vaginanya terpegang. Tak ada celana dalam di balik gaun Tante.
  "Sudah bersih, Tante ?"
  "Sudah.."
  Kuangkat gaun itu sehingga 'rambut' yang menggemaskan itu nampak. Aku  langsung tegang, berarti siang ini bisa. Aku langsung berdiri  meninggalkan makanku, memeluknya.
  "Tunggu dulu" kata Tante sambil mendorongku terduduk kembali.
  "Kali ini Oommu dulu, ya.." Katanya sambil meninggalkanku masuk ke  kamarnya. Kurang ajar! Oom Ton ada di kamar. Seharusnya aku tahu,  mobilnya ada di garasi. Tante masih sempat melihatku sambil tersenyum,  sebelum ia mengunci kamar.
  Aku makin tegang ketika setengah jam kemudian lamat-lamat mendengar suara erangan Tante dari kamar..
  Aku masuk kamar, tak tahan di situ.
  Tante sudah selesai mens-nya, seharusnya siang ini ia milikku. Tapi Oom Ton merebutnya. Merebut ? Memang Oom Ton pemilik sah.
  Aku gagal mencoba berkonsentrasi membaca Fisika, besok ulangan. Bayangan Tante disetubuhi suaminya yang muncul. Ah, sialan..
  Setelah mencoba menyadari posisiku, aku jadi agak tenang. Aku 'kan hanya  kemenakannya yang dibantu, lahir dan batin, kenapa musti sewot ?  Kelaminku mulai surut.
  Tapi itu tak lama.
  Tiba-tiba Tante masuk, langsung mengunci pintu kamarku. Disodorkan buah  dadanya ke mulutku. Buah itu masih berkeringat, juga wajahnya. Tak  peduli. Aku serbu dada itu, masih duduk di kursi belajarku. Kelaminku  langsung membesar lagi. Tante dengan tergopoh-gopoh membuka resleting  celanaku, mengeluarkan isinya yang sudah keras menjulang. Ia melangkah  naik ke pahaku. Mengarahkan kelaminku ke vaginanya, dan….blessss aku  langsung masuk…! Gila! Tanpa pemanasan dulu Tante langsung main. Di  kursi lagi. Untung aku cepat siap. Jadilah kami 'berkudaan' di kursi.  Tante semangat sekali nampaknya. Dengan posisi berpangku berhadapan ia  di atas, Tante leluasa mengeksplorasi penisku. Aku lebih pasif. Hanya  kadang-kadang saja menusuk, soalnya berat, harus mengangkat tubuhnya  dengan pinggulku.
  Edan! Setengah jam yang lalu aku mendengar Tante mengerang di kamarnya  bersama Oom Ton, sekarang ia berkudaan denganku, sementara suaminya  (mungkin) sedang pulas di kamar sebelah!
  Seakan ia tak ada puasnya. Atau jangan-jangan ia belum puas dengan  suaminya lantas melanjutkan di sini ? Hanya Tante yang tahu. Betapa  trampilnya ia menggenjot. Vaginanya begitu menjepit dan mengurut  penisku, berulang-ulang. Begitu rupa ia menstimulasi kelaminku, membuat  aku cepat naik. Geli sekali. Makin cepat dia, makin geli aku. Tiba-tiba  tangannya mencekram kepalaku kuat sekali. Tubuhnya bergetar hebat,  mengejang. Di dalam sana berdenyut-denyut. Bahuku digigitnya. Getaran  tubuhnya makin hebat, lalu mendadak berhenti menggenjot. Mengerang.  Tante sedang melayang di puncak..
  Akupun hampir sampai. Aku sekarang yang menggenjot. Tante teriak.  Vaginanya menjepitku teratur menandakan Tante telah orgasme. Aku tak  peduli, sebab aku belum, cuma hampir sampai, terus menggenjot. Tante  masih mencekeram erat, secara pasif mengikuti gerakan tusukanku yang  naik-turun, lalu…akupun mengejang, melepas. Heran, Tante mengerang lagi,  seharusnya aku yang teriak. Tante ikut menikmati ejakulasiku.
  Sejurus kemudian kami diam, masih berpelukan, Tante belum mencabut. Hanya nafas kami berdua yang masih berkejaran.
  "Tante hebat…" aku membuka percakapan
  "Apanya yang hebat, justru kamu yang hebat. Tante tadi 'kan duluan"
  "Ah, kita hampir bersamaan kok tadi"
  "Jadi apa maksudmu hebat"
  "Tante bisa dua kali berturutan"
  "Ooh itu, engga juga sih.."
  "Tadi saya mendengar, waktu Tante sama Oom"
  "Ah, masa.?"
  "Iya, Tante mengerang, saya jadi ngiri."
  "Kan kamu dapat juga"
  "Itulah makanya Tante bisa dua kali"
  "Kamu juga bisa dua kali, waktu malam itu."
  "Iya, tapi 'kan ada jarak waktu"
  "Sebenarnya Tante tadi cuma sekali"
  "Yang benar, Tante. Barusan Tante 'kan sampai puncak.."
  "Iya. Cuma itu. Sama kamu"
  "Tadi sama Oom.." aku mulai menyelidik tentan hubungan Oom dan Tanteku ini.
  Tante diam saja.
  "Kok diam, Tante" aku benar-benar ingin tahu.
  "Ini kan masalah Tante dengan Oom-mu, rahasia dong"
  "Please, Tante, cerita dong. Tante kan isteri ku juga" buah dadanya kucium, putingnya masih keras.
  "Kamu engga usah tahu"
  "Ayolah, Tante"
  Tante diam lagi agak lama. Lalu….
  "Sama Oommu Tante belum sampai ….." Kaget juga aku. Jadi, tak berhasil orgasme dengan suaminya lalu melanjutkan denganku.
  "Ah masa, Tante"
  "Itulah kenyataannya, To. Oom-mu engga bisa memuaskan Tante"
  Mungkin inilah sebabnya, Tante tiap siang tak menolak aku setubuhi, bahkan menikmati.
  "Pantesan……"
  "Pantesan apa ?" tanya Tante
  "Tadi Tante langsung masuk, engga pemanasan dulu"
  "Tante tadi senewen, To. Ada rasa menggantung, ada yang harus dituntaskan"
  "Untung saya tadi udah siap"
  "Sory ya To…"
  "Engga apa-apa, Tante. Saya tadi juga puas. Cuma lebih nikmat kalau pemanasan dulu"
  "Kamu harus mulai terbiasa begini, To. Seperti yang Tante bilang dulu,  Tante butuh kamu. Jangan kaget kalau tiba-tiba Tante pengin. Tante harus  mencapai orgasme. Kalau tidak Tante bisa gila.."
  "Saya siap, Tante, Betul. Kapanpun Tante butuh saya, silakan saja Tante.  Saya juga menikmatinya, Tante. Tanpa pemanasanpun saya engga apa-apa.  Tadi saya bilang begitu, itu hanya akan lebih nikmat kalau dengan  pemanasan. Kalau tidakpun engga apa-apa"
  "Syukurlah, To. Pemanasan gimana yang kamu inginkan, To ?"
  "Seperti inilah Tante" jawabku sambil menciumi dadanya.
  "Itu kalau kita sempat. Kalau kaya tadi, gimana ?" tanyanya lagi.
  "Kan saya siap, Tante"
  "Iya sih. Maksud Tante supaya kamu lebih nikmat, kamu perlu pemanasan"
  "Yang biasanya kita lakukan sudah dengan pemanasan 'kan. Cuma tadi saja,  yang tidak" jawabku sekenanya. Pertanyaan Tante sulit kujawab.
  "Waktu kamu denger Tante sama Oom tadi, kamu gimana"
  "Saya terangsang, Tante"
  "Okey, Tante ada ide buat pemanasan kamu, To. Tapi ide gila, mungkin"
  "Silakan, Tante. Saya senang sekali. Tante kreatif, saya menikmatinya"
  'Jangan kaget, ya. Kamu tahu kamar si Luki ?"
  "Tahu Tante" kamar Luki bersebelahan dengan kamar Tante.
  "Disitu kan ada pintu yang tembus ke kamar Tante"
  "Saya engga perhatikan, Tante"
  "Kalau kunci pintu itu Tante cabut, kamu bisa lihat ke kamar Tante dari lubangnya….kamu ngerti apa yang Tante maksud ?"
  "Belum, Tante"
  "Lubang kunci itu lurus ke tempat tidur.."
  Amboi. Berarti, kalau aku mengintip lewat lubang itu, aku bisa lihat  kejadian tempat tidur Tante. Hubungannya dengan pemanasan,  berarti….hebat, ide yang hebat. Kucium bibir Tante dengan gemas.
  "Ide brilian! Setuju banget tante!" kataku gembira.
  "Ntar dulu, setuju apa ?"
  "Aku akan mengintip Tante sama Oom, sebagai pemanasan"
  "Kamu cerdas. Menurut kamu ini gila, engga"
  "Engga! Saya mau Tante. Kita coba nanti malam ya.?"
  "Semangat banget"
  "Pengalaman baru" Aku sangat ingin melihat bagaimana Tante melayani Oom, bagaimana permainan Oom Ton!
  Tante diam lagi. Hanya sekejap, lalu.
  "To, Tante ingin main sama kamu di tempat terbuka…" kaget lagi aku.  Tempat terbuka ? Aneh. Ini sih hebat banget. Aku ingat kemarin, Tante  mengulumiku di ruang tengah. Nikmat.
  "Ide Tante memang hebat-hebat. Saya suka Tante. Tapi aman engga ?
  "Itu masalahnya"
  "Kita cari kesempatan, Tante. Pasti nikmat deh"
  Tante pelan-pelan bangkit, melepas.
  "Eeeeeeeeeehhhhhhhhh" lenguhnya mengiringi pencabutan ini.
  Di pintu kamarku Tante nengok kanan-kiri sebelum keluar. Aku ke kamar mandi.
  Selesai dari kamar mandi aku lihat kamar Luki, kosong. Luki sedang  dibawa pengasuhnya keluar. Pelan-pelan aku masuk, hati-hati pintunya  kukunci. Ini dia pintu penghubung tadi. Aku mengintip. Tak melihat  apa-apa, kuncinya masih menggantung. Aku kecewa. Kuncinya hanya bisa  dicabut dari arah kamar Tante. Ia harus membantuku. Aku mencari Tante,  lagi di kamarnya. Lebih baik aku makan dulu sambil menunggu Tante  keluar.
  Benar, Tante keluar, segar sekali nampaknya.
  "Tante, cabut dulu kuncinya, saya mau coba" bisikku. Tante tersenyum, masuk lagi ke kamarnya.
  Dari lubang kunci di kamar Luki aku bisa melihat dengan jelas dari arah  kaki, Oom sedang tidur pulas, hanya bercelana tidur. Kubayangkan, dari  arah bawah ini aku akan bisa lihat kelamin mereka berdua, baik posisi  'biasa', Tante di bawah, atau Tante di atas. Kecuali kalau mereka  memutar posisi dengan kakinya ke arah bantal, aku hanya bisa melihat  kepala mereka, paling-paling dada Tante.
  ***
  Malam itu sekitar pukul 10, aku sudah berada dalam kamar Luki yang sudah  pulas. Dari lubang kunci aku lihat mereka sedang membaca. Hanya  sekali-sekali mereka bicara. Oom Ton mengenakan pakaian tidur lengkap,  Tante memakai daster. Aku menyadari sebenarnya berbahaya aku disini.  Bisa saja tiba-tiba Oom membuka pintu ini untuk melihat anaknya. Jadi  setiap Oom bangkit, aku harus siap-siap. Kalau Tante sih, aku engga  perlu bereaksi. Tegang juga aku.
  Ah, ternyata Tante juga berpakaian 'lengkap'. Sekarang aku bisa dengan  jelas melihat celana dalam merah jambu itu, karena Tante mengangkat  sebelah kakinya. Kecil kemungkinannya mereka akan main malam ini.  Setengah jam aku capek menunggu, Oom mematikan lampu baca, lalu tidur.  Kamar itu walaupun hanya diterangi lampu tidur, tapi cukup jelas aku  bisa melihat tubuh mereka.
  Dengan kecewa aku kembali ke kamar dan tidur….
  Esok siangnya, ketika kami baru saja melaksanakan 'tugas' nikmat dan  masih terlentang berdua tanpa busana, kutanyakan pada Tante tentang  semalam aku tak jadi menyaksikan 'pertunjukan' Tante dan Oom main.
  "Yaa.itulah To, Oom-mu memang jarang meminta, paling dua kali atau  bahkan cuma sekali seminggu. Makanya Tante butuh ini" jawabnya sambil  mencekal kelaminku.
  "Kenapa engga Tante yang minta"
  "Ah, Tante 'kan melayani Oom-mu"
  "Tak ada salahnya Tante yang mulai"
  "Betul, memang. Tapi, sering Tante malah kecewa. Oom-mu kan hobinya  kerja, jadi mungkin capek. Lebih baik Oom-mu yang mulai, itu artinya dia  betul-betul butuh"
  "Sayang, memiliki badan sebagus ini tak optimal dimanfaatkan" kataku  sambil mengelus buah dadanya. Tak bosan-bosannya aku pada buah kembar  yang indah ini.
  "Sekarang sudah optimal"
  "Ya. Dan sayalah yang beruntung"
  "Tante juga beruntung punya kamu"
  Kamipun berpelukan erat. Kalau sudah begini, aku bisa lupa semuanya. Lupa pada Yuli, Rika, atau mBak Mar.
  Aku berguling, jadi menindihnya.
  Pahaku mendesak di antara pahanya. Penisku mencari-cari. Dan….aku masuk lagi. "Heeeeh!' Tante teriak kaget. Aku mendorong. "Eeeeeeeehhhhhh" lenguhnya. Sekarang ia tak kaget lagi. Aku menarik dan mendorong. Aku menikmati. Tante juga. Aku tak ingat bahwa ia tanteku. Tante lupa bahwa aku kemenakannya. Bahkan lupa bahwa kami berdua manusia. Begitu 'gila'nya kami bermain, kami lebih mirip hewan. Hewan yang sedang menikmati reproduksi. Reproduksi bukan untuk mendapatkan keturunan, cuma untuk kenikmatan. Dan..kenikmatan kami dapatkan secara bersamaan. Gila! Sesiang ini kami telah dua kali bersetubuh! Memang edan. "Edan kamu, To…" komentar sesudahnya. "Supaya optimal, Tante.." komentarku juga.
  Kurasakan bagian dalam vaginanya berdenyut-denyut meremas penisku.  Permainan yang melelahkan. Aku jadi lemas, penisku jadi pegal.  Pegal-pegal nikmat ….!
  END****
 
 
          Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokepgimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..?  klik disini  			                                                                         |                                                                                                                           |                               Cerita Sex - ML dengan ibu pacarku               Apr 3rd 2013, 03:37                                               Namaku tommy... semula berawal saat aku pacaran dengan stevy cwe keturunan cina yang sangat putih dan cantik....
  aku punya pacar bernama stevany yang biasa di panggil stevy.. aku baru 3  bulan berpacaran dengan dia.... tapi pertama kali aku melakukan  hubungan seks dengan stevy aku sudah tau kalau dia sudah tidak perawan  lagi... selama 3 bulan berpacaran aku sudah melakukan hubungan seks  berulang kali... malah bisa dibilang sangat sering... ya namanya anak  muda.. aku sering melakukan hubungan seks dengan stevy didalam kamar  rumahnya.... walaupun rumahnya ada orang tuanya, tapi dia seperti anak  bebas lainnya.. bebas membawa laki2 masuk kedalam kamarnya.. dan oran  tuanya tidak mempusingkan hal itu...
  sore itu aku datang kerumah stevy tanpa memberitahukan dulu kepada stevy  kalau aku mau datang kerumahnya... dengan tiba2 aku memencet bel  rumahnya... seperti biasa nyokapnya yang membuka pintu rumahnya... sore  tante, stevynya ada? tanyaku.... dengan segera nyokapnya berkata oh  stevy lagi pergi ama belinda... belinda adalah saudara dari stevy.  kbetulan stevy lagi tidak ada pulsa jadi aku bisa mengerti knapa stevy  tidak memberikan kabar kepadaku... ya udah deh tante aku pulang dulu  ya... lalu nyokap stevy berkata.. kok gak mampir dulu tom? pali stevy  bentar lagi pulang kok.... gak usah deh tante.. nanti aja kalo stevy  sudah pulang aku saya titip pesan hubungi saya... pintaku. udah deh kamu masuk aja dulu tom... masa mertua suruh kamu masuk kamu gak mau sih?? pinta ibu stevy....
  karna aku tidak enak kepada ibu stevy maka aku kababulkan permintaannya  untuk masuk sebentar kedalam rumah... setelah aku masuk dalam rumah, aku  duduk diruang tamu seperti biasa tamu berkunjung kerumah orang... ibu  stevy membuatkan aku minum.. saat itu ibu stevy hanya menggunakan daster  pakaian rumah.. jadi tubuhnya yang indah terpajang jelas.. dan aku  yakin dia tidak menggunakan Bh karena pentilnya sangat terlihat jelas di  balik dasternya yang putih mulus... lalu ibu stevy berkata.. kamu tunggu disini dulu ya tom... paling stevy bentar lagi pungang... iya tante jawabku... secara tiba2 ibu stevy bertanya... tom, hubungan kamu dengan stevy sudah  sampai dimana? aku kaget karena pertanyaan itu... ah enggak tante.. aku  sama stevy cuma pacaran aja... gak lebih dari ituu.... ah masa sih kamu  duah lama pacaran ama stevy gak ngapa2in? iya tantee.... enggak kok..  bener deh...
 
  gini lhoo tom... kalo tante gak salah liat dengan dengar ya, waktu  minggu lalu kamu main kesini tante gak sengaja liat kmau dengan stevy  dikamar.. dan tante mendengar suara desahan orang di kamar..... dengan  takut dan terkejut aku berkata, ah tante bisa aja.... aku ke kamaar  stevy cuma main komputer kok tante.... gak lebih..... bener kamu cuma  main komputer? tanyanya.... iya tante bener kok... jawabku. gini lho tom.... tante buka boong dan mengada ada lhoo.. tapi tante liat  jelas apa yang kmau lakukan dengan stevy di kamar... waduh.. perasaaan  ku semakin takut tidak karuan.. karna aku takut bila orang tua stevy  mengetahui apa yang aku lakukan bersama stevy di dalam kamar... iya tante... tommy minta maaf ya... tommy memang sudah melakukan  hubungan intim bersama stevy... tapi itu dilandai rasa kasih sayang dan  cinta tante.. kalo tante mau tommy bertanggung jawab tommy mau kok...  tommy minta maaf ya tante... oh ya udah... kalo kamu jujur kan lebih baik... gak usah boong...  sebenarnya tante juga sudah tau kok sejauh mana hubungan kamu dengan  stevy... iya tante... tommy minta maaf ya... gak apa2 kok tom.... oh iya tom, kamu bisa kerokin tante gak? badan  tante masuk angin nih.... dengan segera aku berkata, oh ya tante.. tommy  bisa kok... ya udah yuk di kamar tante aja... kamu kerokin yang bener  ya...
  setelah itu aku dan tante masuk dalam kamar... tante mulai membuka  bajunya tapi hanya memakai BH saja... ah... alangkah indah tubuh tante  bila tidak menggunakan pakaian pikirku... dengan cepat tante membentangkan tubuhnya di kasur... ayo tom.. kerokin tante donk... pintanya. iya tante jawabku. saat mulai ku kerok badanya.. entah setan dari mana yang merasuki  pikiranku... di pikiranku hanya ada bagaimana jadinya bila aku melakukan  hubungan seks dengan tante.... karna umur tante juga masih 38.. jadi  tubuhnya yang indah masih sangat kelihatan di pandang... apa lagi ukuran  dadanya yang sangat montok dan keras.. ah tantee.....
  setelah lama aku mengkeroki tante, tiba2 saja tante minta di pijitin  badanya... lalu aku mulai mjemijat tante dengan minyak yang sangat  harum.. karna aku memakai minyak therapi.... setelah lama aku pijit dan  lama tidak terdengar suara apa pun, tante mulai membalikan badanya...  saat itu dada tante terlihat jelas.. tanpa dihalangi apa2 di depan  wajahku yang hanya berjarak 30 centi meter (cm)...... dan tante mulai berkata... tom, pijitin bagian depan tante juga donk ya? kamu mau kan? dengan segera aku jawab iya tante.... setan apa aku tidak tau..... sedikit demi sedikit aku memijat badan  tante sambil tanganku mengenai payudaranya yang masih sangat keras dan  bulat seperti balon... aku makin tidak bisa memendam hasrat.... lalu aku beranikan diri untuk memegang payudara tante... secara tiba  tiba tante berkata, nah...... dari tadi donk tom.... kamu tau kan maksud  tante? aku terkejut dengan respon yang tante berikan kepadaku.... ayo  tom... pencet terus tom.... dengan segera dan cepat aku memencet  payudaara tante.... ah tom... terus,.... donkkk....... aku sudah  mengerti apa yang tante maksud.... tapi aku agak hati2 kepadanya karna  aku masih takut kalau dia marah nantinya... tom, buka baju kamu juga  deh..,. kasian masa kamu mijitin tante terus sih? nanti gantian tante  yang pijitin kamu... aku sudah makin mengerti maksud tante... aku pun  segera membuka baju dan celanaku... akhirnya aku dan tante sudah tidak mengenai pakaian sama sekali... tante  lalu menyuruhku untuk tiduran dengan santai... lalu tante memijatku  dengan penuh gairah... tidak kusangka... tangan tante sangat nakal!!!  tangannya sudah mencapai kemaluanku... kelauanku di kocok kocok terus...  hingga membuat aku terangsang setengah mati...... tiba2 aku merasakan  hangatnya kemaluanku... ternyata.. ah... tante mulai melumat burungku  dengan penuh nafsu... ah tanteee... terussss tanteee.... ahhh....... tante berkata.. ah kamu tom, ibu dan anak kamu bantai semua... dasar  kamu ya.. cowok nakal!!! bukan begitu tante... ini posisi udah  tanggung... jawabku... tanpa berkata apa2 lagi tante langsung memasukan  kemaluanku kedalam vaginanya... ah.. terasa seperti terbang di langit  !!!! kemaluan tidak kalah enak dengan kemaluan stevy anaknya.... dengan  cepat tante menggoyang2 terus pingulnya... ahhhh... tante... enak  tann.... terussss... ahhh......... tanteee.... enak banget  tannnn...t...ee....... lalu tante berkata.. ****** kamu juga enak tom..  gak kaya punya om udah susak berdirinya... tante bisa merasa nikmat ama  kamu tommm... stevy enak ya bisa dapet cowok kaya kamu?? iya tanteeee...  terusss donk... goyang terus... jangan berhenti tanteeee... ahhh...  terus tante.... enak banget!!!!!! AHHHH.... tommyyyy.... tante udah mau keluar nih....... segera aku membalikan  tubuh tante sehinnga tante berada ndi posisi bawah... ku goyang terus  penisku kedalam lobang vagina tante... semakin cepat... terus semakin  cepat hingga tante mengalami orgasme... ah tommm.. tante sudah keluar...  iya tante... tommy juga udah mau keluar..... tp tommy buang dimana  tante?? tanyaku... udah kamu buang di dalam aja tomm.. gak apa2 kok...  dengan cepat ku goyang kemaluanku ke dalam vaginyanya... dan akhirnya  CroooTT!!!!!!! aku menyemburkan cairan sperma kedalam liang kemaluan  tante.... ah tante... ahhh,,,,, kamu sudah keluar ya tomm?? tanya  tante... iya tante... tommy udah keluar.... secara bersaan aku mengeluarkan permaku, stevy telp ke HP tante...  karena tidak kusadari stevy sudah berada di depan rumah.. tetapi untung  aja pintu depan rumah di gembok.... stevy berkata, mama... bukain pintu  donk... stevy udah di pena rumah nih.... dengan segera aku dan tante  menggunakan pakaian... setelah itu aku membukakan pintu gerbang agak  stevy bisa masuk kedalam rumah.... stevy berkata, lho.. tom, kamu ada disini? kok gak bilang2 aku kamu mau  datang? aku sudah tidak tau mau bilang apa... aku berkata, iya mau kasih  kamu kejutan aja tapi kamu lagi gak ada dirumah....... oh gitu ya tom.... saat itu tante masih berada ndi dalam kamar mandi...  karna setelah berhubungan seks dengan aku tante langsung mandi untuk  membersihkan tubuhnya... mama kemana tom? tanya stevy... wah aku gak tau say.. mungkin di kamar  kali.... oh ya udah kalo gitu kita ngobrol2 dikamar yuk? pinta stevy...  aku sudah tau maksud stevy apa memintaku masuk ke kamar.. karena bila  kita masuk kekamar aku selalu melakukan hubungan seks dengan nya....  karena pikirku tanggung... dan setan dalam diriku sudah tidak karuan,  saat tiba di kamar aku langsung mengunci p[intu dengan stevy dan membuka  baju ku... stevy juga tanpa komando dari ku langsung membuka  pakaiannya... ah.. langkah indah tubuhnya.... ibu dan anak sama aja  pikirku... lalu mulailah aku mencium bibir stevy... kucium dengan penuh  nafsu!!! lalu aku berdiri dan mulai menyodorkan penisku ke mulut  stevy... seperti biasa... stevy langsung melumat kemaluanku tanpa pikir  panjang...... ah... stevyyy sayang... terusss say... terusss.....  ahahhhhhhhh...... tanpa kusangaka, tante sedang melihat aksiku di balik  jendela yang ternyata ada lobang kecil untuk melihat... akhirnya aku tau  dari situlah tante mengetahui perbuatan aku dan stevy sehinnga membuat  tante naik birahi dan menginginkanku juga karena permainanku yang  dasyat!!!! setelah lama stevy menjilat kemaluanku, lalu aku mulai gantian menjitat  kemaluan stevy dengan penuh hasrat dan nafsu meyetubuhinya.... ahhh..  toommm... teruss... jilat lebih keatas lagi say... terusss... ahhh...  tommm... ahhhh....... kamu skarang makin nakal ah gak kaya kemaren  kemaren.... dalam hati aku berpikir ya mungkin karena aku habis bermain  dengan tante sehinnga hasratku kepada stevy semakin tidak terpendam...  aku terus menjilati kemaluannya dengan nafsuu... ahhh...  tooomm...m...yyy... masukin skarang sayyy... aku dah gak kuat nih  tommm...... aku mau kamu masikin.... dengan segera aku masukan  kemaluanku ke dalam kemaluan stevy... ah tommm... pelan2 donk say....  ahhhh..... enak tommm... enak banget... tereus...... terusss.... aku mau  oprgasme say... ahhh..... enak.... ssstttt.... desahan stevy membuat  aku makin nafsuuu.... ahhhh... stevyyy sayangg... ahhhh... enak sayyy...  enak banget..!!! aahhhaahhhhh.... tommyy... aku mau keluar sayyy.....  ahhh.. terusss....... dan akhirnya terasa sangat hangat menyentuh dan  membasahi kemaluanku... sayang... akmu udah keluar yaaaa.... iya tomm..  kok kamu belom sih?? iay sayang bentar lagiii..... ahhh.... lalu ku  genjot terus tanpa memikirkan tante yang melihat aksiku dari luang  kecilll..... sayang... aku mau keluar nih... ahhhh... segera ku tarik  dan kusemburkan spermaku untuk ke dua kalinya di dada stevyy..... ahhh  sayang... ahhh.... sssttttssttt....... dengan cepat stevy melumat  kemaluanku... dan membersihkanya...
  tidak terasa wakru sudah larut malam.... aku sadar hari itu ibu dan anak  aku tiduri tanpa memikirkan akibatnya... tetapi... aku sangat puas hari  itu... aku tidak sampai pikir... aku bisa meniduri orang tua stevy  sendiri... karena aku sudah sering membayangkan tubuh aduhai ibunya bila  aku bersenggama dengan ibunya... akhirnya aku bisa kesampaian....  setelah itu aku mengenakan pakaian sambil berciuman mesrah dengan  stevy... abis itu aku keluar kamar... tidak kusangka tante sudah  menyiapkan makanan agak aku makan dulu dirumah stevy sebelum aku  pulang......
  setelah kejadian hari itu... setiap aku kerumah stevy selalu ibunya  bersikap baik padaku... malahan aku sering pergi kerumah stevy tanpa  diketahui stevy.. karena aku pergi kerumah stevy hanya bertujuan untuk  meniduri ibunya... bukan stevy.. karena tante lebih berpengalaman dari  pada stevy.. sampai skarang ini, stevy tidak tau menahu soal hubunganku  dengan ibunya...
           Teman Onani,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis,  cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep gimana.? udah hot.? mau yang lebih hot..? klik disini   			                                                                         |                                                                            |             
              
Tidak ada komentar:
Posting Komentar